b. Ikan Gracier, yaitu ikan yang mengambil makanannya dengan jalan menggerogotinya. Seperti ikan mujahir Tillaphia mossambica dan ikan nilem
Ostheochillus hasseltii.
c. Ikan Stainer, yaitu ikan yang mengambil makanannya dengan jalan menggesernya dengan mulut yang terbuka, biasanya makanannya berupa plankton. Seperti ikan
lemuru Clupea longiceps.
d. Ikan Sucker, yaitu ikan yang mengambil makanannya dengan jalan mengisap lumpur atau berpasir di dasar perairan. Seperti ikan mas Cyprinus carpio.
e. Ikan Parasit, ikan yang mendapat makanannya dari tubuh hewan besar lainnya. Seperti ikan belut laut Simenchelis parasiticis.
2.4. Sifat Fisik-Kimia Perairan Laut
Kehidupan biota laut, baik tumbuh-tumbuhan, hewan maupun mikroba, dimana pun ia terdapat selalu dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan. Faktor-faktor tersebut dapat
berpengaruh bersama-sama dan sederajat, atau satu faktor lebih menonjol pengaruhnya daripada faktor yang lain. Faktor lingkungan yang banyak
mempengaruhi kehidupan di laut adalah gerakan air, suhu, salinitas dan cahaya.
a. Suhu
Pada permukaan laut, air murni berada dalam keadaan cair pada suhu tertinggi 100 C
dan suhu terendah 0 C. Suhu alami air laut berkisar antara suhu di bawah 0
C tersebut sampai 33
C. Di permukaan laut, air laut membeku pada suhu – 1,9 C.
Perubahan suhu dapat memberi pengaruh besar kepada sifat-sifat air laut lainnya dan kepada biota laut Romimohtarto Juwana, 2001, hlm: 21.
Universitas Sumatera Utara
Daerah dimana suhu air cepat berubah dengan berubahnya kedalaman laut ialah suatu daerah peralihan yang terletak antara massa air-permukaan dengan massa
air-dalam. Daerah peralihan ini disebut termoklin. Tebal termoklin berkisar antara beberapa ratus meter sampai hampir satu kilometer. Si bawah daerah termoklin, massa
air lebih dingin dan jauh lebih homogen dibanding dengan massa air termoklin dan massa air di atas daerah termoklin. Semakin dalam, suhu semakin turun tetapi laju
perubahnnya jauh lebih lambat daripada laju perubahan suhu pada daerah termoklin Nybakken, 1988, hlm: 136.
Suhu juga mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap kelarutan oksigen di dalam air, apabila suhu air naik maka kelarutan oksigen di dalam air menurun
Sastrawijaya, 1991, hlm: 127. Boyd 1982 dalam Purnawati Dewontoro 2000, hlm: 19, yang menyatakan bahwa ikan-ikan tropis tumbuh baik pada suhu 25
C – 32
C. Suhu juga mempengaruhi sirkulasi air, sebaran biota ikan, daur kimia dan sebaran sifat-sifat fisik air lainnya.Romimohtarto kasijan Sri juana, 2001, hlm: 22
b. Cahaya
Bagi hewan laut, cahaya mempunyai pengaruh terbesar secara tidak langsung, yakni sebagai sumber energi untuk proses fotosintesis tumbuh-tumbuhan yang menjadi
tumpuan hidup mereka karena menjadi sumber makanan. Cahaya juga merupakan faktor penting dalam hubungannya dengan perpindahan populasi hewan laut
Romimohtarto Juwana, 2001, hlm: 23.
Di laut dalam, hampir tidak ada cahaya, kecuali pada zona mesopelagik dimana pada waktu atau kondisi tertentu masih terdapat sedikit cahaya matahari.
Intensitas cahaya di zona ini sangat rendah, sehingga tidak memungkinkan adanya produksi primer di laut dalam. Cahaya yang ada biasanya berasal dari hewan-hewan
laut dalam. Untuk beradaptasi, ikan laut dalam memiliki indra khusus untuk mendeteksi makanan dan lawan jenis, keperluan reproduksi serta mempertahankan
asosiasinya, baik bersifat intra maupun inter-spesies Dahuri, 2003, hlm: 90.
Universitas Sumatera Utara
c. Salinitas
Salinitas didefenisikan sebagai jumlah garam yang terlarut dalam gram per kilogram air laut, jika zat padat telah dikeringkan sampai beratnya tetap pada 4.800 C, dan
jumlah klorida dan bromide yang hilang diganti dengan sejumlah klor yang ekivalen dengan berat kedua halida yang hilang. Singkatnya, salinitas adalah berat garam
dalam gram per kilogram air laut Romimohtarto Juwana, 2001, hlm: 20.
Salinitas pada kedalaman 100 meter pertama, dapat dikatakan konstan, walaupun terdapat sedikit perbedaan yang tidak mempengaruhi ekologi secara nyata.
Di lautan Atlantik Utara, salinitas berkisar 35‰ pada kedalaman di bawah 1.000 m. Sedangkan pada kedalaman 0 hingga hampir mencapai 1.000 m, salinitas antara 35,5
dan 37‰ Nybakken, 1986 dalam Dahuri, 2003, hlm: 91. Perubahan salinitas akan mempengaruhi penyebaran ikan secara horizontal, misalnya di daerah etuaria, di
perairan yang banyak dipengaruhi air tawar dari sungai-sungai yang bermuara di pantai yang fluktuasi salinitasnya relatif besar Rifai dkk, 1983, hlm :23
d. Warna dan Kekeruhan
Air dalam keadaan normal dan bersih tidak akan berwarna sehingga tampak bening dan jernih Wardana, 1995. Adanya sedimen dalam air akan mengurangi penetrasi
cahaya masuk ke dalam air sehingga mengurangi kecepatan fotosintesis pada perairan tersebut Fardiaz, 1992, hlm: 24.
Kekeruhan air dapat disebabkan oleh lumpur dan partikel tanah. Akibat kekeruhan air, penembusan sinar akan berkurang dan mempengaruhi akifitas
fotosintesis tumbuhan perairan. Dengan demikian, kekeruhan membatasi pertumbuhan organisme yang telah menyesuaikan diri pada kedalaman air yang jernih Michael,
1994, hlm: 134.
Universitas Sumatera Utara
e. Derajat Keasaman pH
Derajat Keasaman merupakan ukuran konsentrasi ion hidrogen yang menunjukkan suasana asam suatu perairan. Air dikatakan basa apabila pH 7 dan dikatakan asam
bila pH 7. Secara alamiah pH peraiaran dipengaruhi oleh konsentrasi karbondioksida dan senyawa yang bersifat asam. Pada siang hari fitoplankton dan tanaman air
mengkonsumsi CO
2
dalam proses fotosintesis yang menghasilkan O
2
dalam air, suasana ini menyebabkan pH air meningkat. Malam hari fitoplankton dan tanaman air
mengkonsumsi O
2
dalam proses respirasi yang menghasilkan CO
2
, suasana ini menyebabkan kandungan pH air menurun Arie, 1998.
Satrawidjaya 1991, hlm: 98 menyatakan bahwa pH turut mempengaruhi kehidupan ikan, pH air yang mendukung bagi kehidupan ikan berkisar 6,5- 7,5. pH air
kurang dari 6 atau lebih dari 8,5 perlu diwaspadai karena mungkin ada pencemaran, hal ini juga dapat menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi ikan.
f. Oksigen Terlarut
Oksigen merupakan salah satu faktor yang penting dalam setiap system perairan. Oksigen diperlukan organisme untuk melakukan respirasi aerob. Sumber utama
oksigen terlarut berasal dari atmosfer dan proses fotosintesis berlangsung. Oksigen dari udara diserap dengan difusi langsung permukaan air oleh angin dan arus. Jumlah
oksigen yang terkandung dalam air tergantung pada daerah permukaan yang terkena suhu dan konsentrasi garam Michael, 1994, hlm: 133.
Hal yang aneh pada kadar oksigen di laut-dalam ialah adanya suatu zona oksigen minimum yang terletak di kedalaman 500 dan 1.000 m. Di bawah atau di atas
zona ini, kadar oksigen lebih tinggi. Dalam zona oksigen minimum, kafar oksigen mungkin kurang 0,5 mlL. Adanya zona ini terutama disebabkan oleh respirasi
organisme yang sejalan dengan tiadanya penukaran massa air zona oksigen minimum ini dengan massa-massa air yang kaya akan oksigen. Terjadinya zona oksigen
minimum di kedalaman antara 500 dan 1.000 m dan bukan di kedalaman yang lebih dalam ialah karena di kedalaman melebihi 1.000 m kepadatan organisme demikian
Universitas Sumatera Utara
rendahnya sehingga kadar oksigen disini tidak nyata menurun. Sebaliknya di kedalaman antara 500 dan 1.000 m, kepadatan organisme tinggi. Di kedalaman kurang
dari 500 m, kadar oksigen cukup tinggi sekalipun biomassa organisme tinggi, karena adanya cadangan oksigen dari atmosfer dan hasil samping fotosintesis tumbuhan
Nyakken, 1988, hlm: 137-138.
g. Biochemichal Oxygen Demand
Menurut Michael 1994, hlm: 134, uji BOD dilakukan untuk membantu menduga kemungkinan penurunan oksigen yang disebabkan oleh penguraian oksidatif dalam
air, dengan demikian air merupakan sarana untuk mengukur kandungan organik suatu sistem perairan. Brower et al 1991, hlm: 167, menyatakan bahwa apabila konsumsi
oksigen selama 5 hari berkisar 5 mlL oksigen, maka perairan tersebut tergolong baik. Apabila konsumsi oksigen besar dai 10 mlLa akan menunjukkan tingkat pencemaran
oleh materi organik yang tinggi.
h. Tekanan Hidrostatik
Faktor lingkungan yang sangat penting dan menentukan dalam penyebaran organisme laut adalah tekanan hidrostatik. Hal ini berpengaruh pada sistem fisiologi hewan yang
selanjutnya akan menentukan kemampuan adaptasinya terhadap kondisi habitat dan penyebaran jenis. Setiap penambahan kedalaman 10 m akan mengakibatkan
meningkatnya tekanan hidrostatik sebesar 1 atm atmosfer. Karena kedalaman laut dalam dapat mencapai ratusan meter hingga lebih dari 10.000 m, hal ini akan
mengakibatkan tekanan hidrostatik antara 20 sampai 1.000 atm. Kondisi tekanan hidrostatik tersebut tidak dapat lagi ditolerir oleh sebagian besar spesies organisme
laut dalam, karena kisaran yang dikehendaki berada di antara 200 dan 600 atm Nybakken, 1988, hlm: 90.
Universitas Sumatera Utara
BAB 3
DESKRIPSI AREA
3.1. Keadaan Umum