Nilai Kepadatan indm Keanekaragaman Dan Distribusi Ikan Di Kawasan Labuhan Angin Teluk Tapian Nauli Kabupaten Tapanuli Tengah

5.2. Nilai Kepadatan indm

2 , Kepadatan Relatif KR , dan Frekuensi Kehadiran Relatif FK Ikan pada setiap Stasiun Penelitian Dari data yang diperoleh, setelah dianalisis didapatkan nilai kepadatan K, Kepadatan Relatif Kr, Frekuensi Kehadiran Fk, Indeks Diversitas H ’ , dan Indeks Eqitabilitas E ikan pada setiap stasiun penelitian, seperti terlihat pada tabel 2 berikut: Tabel 5.2.1. Nilai Kepadatan ind7,065 m 2 Spesies , Kepadatan Relatif KR , dan Frekuensi kehadiran FK , Ikan pada Setiap Stasiun Penelitian Stasiun I Stasiun II Stasiun III K Kr Fk K Kr Fk K Kr Fk Cynoglossus sp. - - - - - - 0,018 6,040 13,33 Dermogenys sp. - - - 0,023 18,253 13,33 - - - Lagocephalus spadiceus - - - - - - 0,018 6,040 13,33 Leiognathus sp. - - - - - - 0,094 31,543 43,33 Lutjanus sp. - - - - - - 0,023 7,718 13,33 Mugil sp. 0,056 80,00 23,33 0,047 37,301 30,00 0,028 9,395 16,66 Siganus sp. 0,014 20,00 10,00 0,023 18,253 16,66 - - - Synaptura sp. - - - - - - 0,018 6,040 13,33 Terapon jarbua - - - 0.033 26,190 20,00 0,099 33,221 46,66 ∑ Jenis 2 4 7 Total 0,070 100 0,126 100 0,298 100 Stasiun I = Daerah pelabuhan Stasiun II = Daerah reklamasi Stasiun III = Daerah bebas aktivitas kontrol Pada Stasiun I K, KR, FK tertinggi di dapatkan pada jenis Mugil sp. yaitu sebesar 0,056 indm 2 , 80 , 23,33 dan nilai K, KR, FK terendah terdapat pada jenis Siganus sp. yaitu 0,014, 20 , 10 . Hal ini disebabkan jenis ikan ini memiliki kisaran toleransi yang cukup luas terhadap kondisi fisik kimia perairan, seperti pH, suhu, COD Tabel 3. . Hal ini sesuai dengan pendapat Whitten et al. 1984 dalam Siahaan , yang menyatakan ikan dari jenis Mugil sp. belanak merupakan ikan yang hidup yang lebih dalam, tetapi sering juga didapatkan pada muara sungai ekosistem mangrove, karena daerah ini sering dijadikan sebagai tempat mencari makan, berlindung dan juga memijah, serta tempat pembesaran anak-anaknya. Selanjutnya dijelaskan bahwa ikan belanak ini memiliki kisaran toleransi cukup luas terhadap kondisi lingkungan, dan tidak terpengaruh arus air yang cepat serta memiliki aktivitas yang relatif rendah. Rendahnya nilai K, Kr, Fk pada jenis Siganus sp., disebabkan Universitas Sumatera Utara karena kondisi fisik kimia yang kurang mendukung kehidupan jenis ini, terutama COD, suhu, BOD 5 dan pH yang tergolong basa Tabel 3. Pada stasiun II K, Kr, Fk tertinggi terdapat pada jenis Mugil sp. yaitu sebesar 0,047 indm 2 , 37,301 , 30 , Hal ini disebabkan kondisi fisik kimia pada stasiun ini masih mendukung bagi pertumbuhan dan perkembangan jenis ini, hal ini ditegaskan Whitten et al. 1984, yang menyatakan bahwa jenis Mugil sp. merupakan ikan yang hidup di dasar perairan dengan membentuk kelompok-kelompok kecil berruaya tidak begitu jauh dan tidak terpengaruh arus yang cepat serta memiliki aktivitas yang relatif rendah sehingga menyebabkan jenis–jenis ikan ini dapat tertangkap dengan mudah. Nilai K, Kr, Fk, terendah diperoleh pada jenis Dermogenys sp. sebesar 0,023 indm 2 , 18,253 , 13,33, hal ini dikarenakan adanya beberapa faktor fisik kimia perairan pada stasiun ini yang kurang mendukung pertumbuhan dan perkembangan pada jenis ini terutama COD dan kandungan organik yang sangat rendah Tabel 5.3.1.. Pada stasiun III jenis yang memiliki nilai kepadatan tertinggi adalah jenis Terapon jarbua yaitu 0,099 ind m 2 dengan kepadatan relatif 33,221 dan frekuensi kehadiran 46,66 . Hal ini disebabkan karena kondisi perairan yang mendukung bagi kehidupan jenis ini. Stasiun ini memiliki substrat dasar yang berpasir yang sesuai dengan habitat jenis ini. Selain itu faktor fisik dan kimia pada stasiun ini yaitu Suhu, Penetrasi cahaya, pH, DO, BOD 5, COD, Salinitas Tabel 5.3.1. masih cukup mendukung bagi kehidupan organisme air termasuk ikan. Terapon jarbua Tiger fish hidup pada substrat dasar yang berbatu, karang dan substrat dasar yang berpasir http:www.fishforum.compost 89386-3, diakses tanggal 15 Februari 2008. Nilai K, Kr, Fk terendah terdapat pada jenis Cynoglossus sp., Lagocephalus spadiceus, Synaptura , dengan nilai yang sama 0,018 indm 2 , 6,040, 13,33, hal ini mungkin disebabkan karena jenis ikan ini termasuk jenis yang hidup soliter sehingga sulit ditangkap. Rifai dkk 1983 menyatakan jenis ikan yang diperoleh dalam jumlah sedikit umumnya merupakan predator yang hidupnya soliter atau terpisah-pisah dan tidak membentuk gerombolan. Secara keseluruhan jenis ikan yang terdapat pada ketiga stasiun penelitian adalah jenis Mugil sp, hal ini menunjukkan bahwa jenis ini memiliki kisaran toleransi Universitas Sumatera Utara yang cukup luas terhadap perubahan kondisi lingkungan perairan, baik di daerah pelabuhan, reklamasi pantai, dan daerah yang belum ada aktifitas sama sekali kontrol. Keadaan ini menunjukkan bahwa daerah pada tiap stasiun penelitian mendukung kehidupan jenis ikan ini. Dari jenis yang didapat ada jenis yang hanya terdapat pada stasiun III saja yaitu Cynoglossus sp., Lagocephalus spadiceus, dan Synaptura sp. hal ini disebabkan karena stasiun ini masih tergolong baik alami karena belum adanya kegiatan manusia yang menghasilkan limbah ke badan air, hal ini dapat dilihat dari parameter faktor fisik kimia yang diperoleh Tabel 5.3.1., hal ini dikutakan juga dari hasil pengamatan sekitar lingkungan yang memiliki hutan bakau. Ikan merupakan organisme aquatik yang rentan terhadap perubahan lingkungan, terutama yang diakibatkan oleh pembuangan limbah cair atau padat ke badan air sebagai hasil aktivitas manusia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Limbah-limbah bahan buangan yang dihasilkan oleh berbagai aktivitas manusia tersebut mempengaruhi kehidupan dan penyebaran ikan dalam suatu perairan Rifai et al, 1983, hlm: 15. Keberadaan ikan pada ketiga stasiun berdasarkan nilai Kr 15 dan Fk 25 terlihat pada stasiun I tidak ada didapatkan jenis yang berkembang dengan baik. Pada stasiun II didapatkan 1 satu spesies yaitu Mugil sp. Kr 37,301, Fk 30, pada stasiun III didapat 2 dua spesies yaitu Leiognathus sp. Kr 31,543, Fk 43,33 dan Terapon jarbua Kr 33,221, Fk 46,66. Menurut Suin 2002 apabila didapatkan nilai Kr 15 dan Fk 25 dari suatu organisme pada suatu habitat menunjukkan bahwa habitat tesebut sangat baik untuk kehidupan dan perkembangbiakannya. Universitas Sumatera Utara

5.3. Faktor Fisik Kimia Perairan