itu amat tegang dan kalang kabut menghadapi ancaman terorisme, sayangnya kemudian tatanan dunia justru terbangun oleh kategorisasi-kategorisasi yang
saling bersaing secara tidak seimbang, seperti ekonomi-politik, kebangsaan, fundamentalisme, atau agama yang kemudian berimbas pada mekanisme
distribusi akses kebutuhan manusia. Mengingat humanisme lahir dari kalangan elite intelektual, kelas menengah, mapan dan liberal, ada masalah saat
mendefinisikan makna dari kata “universalitas”. Bahkan sebagian orang berpendapat, globalisme dan kosmopolitanisme adalah “universal” yang baik dan
tepat, dan sebagian lagi menganggap ide-ide global justru menjadi penghalang mencapai makna hidup yang manusiawi.
49
C. Tauhid dan Humanisme dalam Perspektif Islam
Tauhid merupakan salah satu ajaran utama Islam yang diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui para utusannya nabi dan rasul, dan tauhid pulalah yang
mendasari akidah kaum muslim. Seorang muslim belum bisa dikatakan sebagai kaum muslimin kalau ia menolak tauhid atau meragukannya. Di sini terlihat
bahwa betapa pentingnya memahami tauhid yang sebagai inti dari ajaran islam, dikarenakan bahwa tauhid mendasari seluruh pemikiran manusia tentang dunia
dan sebagai konsepsi islam yang dapat dipertentangkan dengan sekulerisme, humanisme atau eksistensialisme.
50
Tauhid memang satu, tetapi dalam perkembangan pemikiran islam telah melalui tahapan-tahapan perkembangan makna atau telah dikonseptualisasikan
dalam bermacam-macam paham. Paham-paham yang lahir dalam aliran ilmu
49
Erita Narhetali, “Humanisme Sudah Mati?”, Kompas, 27 maret 2003.
50
Jalaluddin Rakhmat, Islam Alternatif, Bandung, Mizan, 2004, cet. xii. h. 178.
kalam sejak Muktazilah hingga Khawarij pun menunjukkan perbedaan konseptualisasi paham tauhid ini.
Dan tauhid merupakan ajaran islam yang paling esensial berkaitan dengan keimanan, seperti iman kepada Allah, Rasul, Malaikat, Kitab-Kitab, Hari Kiamat,
Qada dan Qadar, di mana rukun itu harus dipahami, dimengerti dan dihayati dengan baik oleh seorang muslim, sehingga akan membawa kepada kesadaran
akan kewajibannya sebagai hamba Allah akan nampak dalam pelaksanaan ibadah, tingkah laku, sikap dan perbuatan serta tutur katanya dalam keseharian, yang
kemudian tauhid akan menimbulkan cita-cita dan kemauan, yang pada gilirannya timbullah aktivitas dalam kehidupannya.
Dalam teologi, kata ini berarti pernyataan bahwa tidak ada tuhan selain Allah SWT.
51
Sebagai istilah teknis dalam ilmu kalam yang diciuptakan oleh para mutakallimin atau teologi dialektis islam, kata – kata tauhid dimaksudkan
sebagai paham “memahaesakan tuhan” atau lebih sederhananya paham “ketuhanan yang maha esa” atau monoteisme. Meskipun bentuk harfiah kata
tauhid itu sendiri tidak terdapat dalam al – qur’an yang ada dalam al – qur’an adalah kata – kata “ahad” atau “wahid”, namun istilah ciptaan kaum mutakallimin
itu memang secara tepat mengungkapkan isi pokok ajaran kitab suci itu, yaitu ajaran tentang “memahaesakan tuhan”. Bahkan secara jelas tauhid juga
menggambarkan inti ajaran semua nabi dan rasul yang diutus untuk setiap
51
B. D. Mc Donald, Tauhid. Dalam M. TH. Houtsma, et all. Frist Encyclopedia of Islam eiden E. J. Brill, 1987, vol. 8, h. 704
kelompok manusia di bumi hingga kelahiran nabi Muhammad SAW, yaitu ajaran Ketuhanan Yang Maha Esa.
52
Pemahaman manusia – khususnya kaum muslimin – tentang konsep tauhid tentunya memiliki latar belakang historis yang saling berkaitan dengan konteks
sosio-cultural manusia. Di sinilah salah satu faktor dari keragaman pemahaman kaum muslimin memahami tauhid, dengan bertitik tolak pada pemahaman dalam
fungsi tauhid yang sejatinya membebaskan manusia dari mitologi atau takhayul dan juga berbagai kepalsuan – kepalsuan yang dipercayai.
Islam, oleh banyak penulis sejarah, bukan hanya dianggap sebagai agama baru, melainkan juga Liberating Force,
53
yang berarti bahwa islam merupakan kekuatan pembebas umat manusia dari berbagai macam penindasan dan
diskriminasi, atau juga pembebas dari tindakan yang merendahkan harkat dan martabat manusia sebagai manusia, yang semestinya mendapat perlakuan yang
sewajarnya dengan manusia yang lainnya. Islam dan Humanisme, di antara keduanya memiliki keterkaitan yang
saling mendukung dan menguatkan, keduanya juga merupakan prinsip keseimbangan yang tidak bisa diceraikan begitu saja, secara totalitas ajaran –
ajaran islam adalah yang sangat menghargai dan menjunjung tinggi nilai – nilai kemanusiaan. Ini terbukti dalam kitab suci umat islam Al – Qur’an, pada surat
Al - Baqarah ayat 22, surat Al - Maudidah ayat 5, surat An - Nissa ayat 22, 23 dan 24, surat An - Nur ayat 32, surat Al - Mumtaharah ayat 10 – 11, surat An - Nisaa
ayat 7 – 12, 176, surat Al - Baqarah ayat 180, surat Al -Maudidah ayat 106, surat
52
Nurcholis Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban, h. 72 – 73.
53
Jalaludin Rahmat, Islam Alternatif. h. 65.
Al - Baqarah 279, 280 dan 282, surat Al - Anfaal ayat 56 - 58, surat Al - Taubah ayat 4, surat Al - Baqarah ayat 178, surat An - Nisaa ayat 92 – 93, surat Al -
Maudidah ayat 38, surat Yunus ayat 27, surat Al - Israa ayat 33, surat As - Syuura ayat 40, surat An - Nisaa ayat 59, Surat Ali - Imron ayat 159, surat Asy - Syuuraa
ayat 38, surat Al - Baqarah ayat 190 – 193, surat Al - Anfal ayat 39,41, surat At - Taubah ayat 5, 29, dan 193, surat Al - Hajj ayat 39, 40, surat Al - Hujuraat ayat 13
dan surat Al -Baqarah ayat 177.
54
Surat dan ayatnya yang telah di sebutkan diatas merupakan salah satu bukti dari peran islam yang sangat menghormati dan menjunjung tinggi nilai –
nilai kemanusiaan yang juga merupakan tujuan dari gerakan humanisme. Islam adalah sebuah humanisme, yakni agama yang sangat mementingkan
manusia sebagai tujuan sentral, inilah nilai dasar islam. Tapi berbeda dengan prinsip – prinsip filsafat dan prinsip – prinsip agama lain, humanisme islam
adalah humanisme teosentrik. Dengan kata lain, bahwa islam merupakan sebuah agama yang memusatkan dirinya pada Keimanan Terhadap Tuhan Yang Maha
Esa, tetapi yang mengarahkan perjuangannya untuk kemuliaan peradaban manusia. Prinsip humanisme teosentrik inilah yang kemudian akan
ditransformasikan sebagai nilai yang dihayati dan dilaksanakan sepenuhnya dalam masyarakat dan budaya.
54
Al Qur’an dan terjemahannya : Juz 1 – Juz 30, Jakarta: Depag RI, 1994, h. 100.
1 41
BAB IV DIMENSI HUMANISME KONSEP TAUHID