Meneguhkan Keadilan Sosial Tauhîd dan Kemanusiaan: 1. Emansipasi Harkat dan Martabat Manusia

yang kesemua itu merupakan sisi dasar kemanusiaan kita hanya mungkin termanifestasikan melalui pandangan dan sikap yang inklusif sebagai konsekuensi logis dari paham ketauhidan kita.

3. Meneguhkan Keadilan Sosial

Dalam semangat tauhid, konsep dasar manusia adalah dilahirkan dalam kesucian yang dalam istilah teknis agama disebut fitrah Karena fitrah-nya itu manusia memiliki sifat dasar kesucian, yang kemudian harus dinyatakan dalam sikap-sikap yang suci dan baik kepada sesamanya. Seperti, keadilan, keterbukaan, toleransi dan lain sebagainya. Jadi, menegakkan keadilan merupakan dorongan dasar naluriah manusia sebagai makhluk Tuhan yang bersifat fitriah tersebut. Menurut Cak Nur, kesucian manusia itu sendiri merupakan kelanjutan dari perjanjian primodial manusia dengan Tuhannya. Yaitu suatu ikatan perjanjian antara manusia dan Tuhan sebelum ia dilahirkan ke muka bumi ini. Perjanjian tersebut ialah persaksian bahwa Dialah satu-satu-Nya Pelindung dan Pemelihara baginya. Maka, masih menurut Cak Nur, manusia dan jin pun tidaklah diciptakan Allah kecuali hanya harus tunduk dan menyembah kepada-Nya, yakni, menganut paham Ketuhanan Yang Maha Esa atau tauhid. 77 Maka, ber-tauhid dengan segala konsekuensinya itulah makna terdalam dari hakikat hidup manusia dengan penuh kesadaran bahwa ia berasal dan akan kembali kepada-Nya. Tentunya, salah satu konsekuensi keber-tauhidan manusia tersebut adalah menegakkan keadilan sosial. Karena menegakkan keadilan merupakan hakikat dasar kemanusiaan itu sendiri. Mereka yang melakukan tindakan dzalim dan 77 Nurcholish Madjid, Islam Agama Kemanusiaan, h. 179. berlaku sewenang-wenang terhadap orang lain, maka dengan sendirinya telah mencederai hakikat kemanusiaanya itu sendiri sebagai konsekuensi logis dari paham ketauhidannya. Dalam pandangan Cak Nur, kemestian menegakkan keadilan merupakan bagian dari Sunnatullah. Sebagai Sunnatullah, kemestian menegakkan keadilan adalah kemestian yang merupakan hukum obyektif, tidak tergantung kepada kemauan pribadi siapa pun juga dan tidak akan berubah immutable. Karena hakikatnya yang obyektif dan tidak berubah itu, siapa pun yang menegakkan keadilan pasti akan melahirkan kebaikan dan sebaliknya mereka yang mengabaikannya akan melahirkan malapetaka. 78 Oleh sebab itu, banyak diktum Alquran yang menegaskan bahwa menegakkan keadilan harus dilakukan kepada siapa pun tanpa pandang bulu. Bahkan, upaya semacam itu disebutkan dalam Alquran sebagai perbuatan yang paling mendekati taqwa kepada Allah swt. Maka jelaslah, bagi seseorang ataupun masyarakat yang membiarkan segala bentuk praktik kedzaliman dan anti-keadilan sosial berlangsung, mereka akan dihancurkan oleh Tuhan. Demikian pula kewajiban memperhatikan kaum tertindas maupun terlantar. Pengabaian terhadapnya, akan berakibat pada kehancuran masyrakat itu sendiri. Bahkan lebih jauh lagi, Cak Nur menandaskan, mereka yang berlaku dzalim dan menindas terhadap mereka yang lemah. niscaya mereka akan menjadi musuh Nabi SAW. di hari kiamat kelak. Dalam pidatonya sebelum wafatnya Nabi lebih lanjut Cak Nur menjelaskan, beliau bersabda: 78 Nurcholish Madjid, Islam Agama Kemanusiaan, h. 184. “Wahai sekalian manusia Ingatlah Allah Ingatlah Allah, dalam agamamu dan amanatmu sekalian. Ingatlah Allah Ingatlah Allah, berkenaan dengan orang-orang yang kamu kuasai dengan tangan kananmu Berilah mereka makan seperti yang kamu makan, dan berilah mereka pakaian seperti yang kamu pakai Dan jangalah bebani mereka dengan beban yang mereka tidak sanggup menanggungnya .Sebab sesungguhnya mereka adalah daging, darah dan makhluk seperti halnya kamu sekalian sendiri. Awas, barang siapa bertindak dzhalim kepada mereka, maka akulah musuhnya di hari kiamat, dan Allah adalah Hakimnya…” 79 Selain daripada itu, menegakkan keadilan merupakan bagian dari hukum kosmos. Artinya, menegakkan keadilan sangat erat kaitannya dengan hukum alam raya ini. Asumsi ini merujuk kepada diktun Alquran yang berbunyai, “Dan langit pun ditinggikan oleh-Nya, dan ditetapkan-Nya hukum keseimbangan al-mîzân. Maka hendaknya kamu umat manusia janganlah melanggar hukum keseimbangan itu, serta tegakkanlah timbangan dengan jujur, dan janganlah merugikan hukum keseimbangan.” QS, 5:7-9. Jadi, berdasarkan pernyataan Alquran tersebut, menurut Cak Nur, segala tindakan yang melanggar prinsip keadilan tersebut adalah sama saja melawan hukum kosmos. 80 Ini berarti reaksi keberatan terhadap tindakan ketidakadilan itu, tidak hanya datang dari orang yang dirugikan saja, tapi juga seluruh alam raya ini. 79 Nurcholish Madjid, Islam Agama Kemanusiaan, h. 185. 80 Nurcholish Madjid, Pintu-Pintu Menuju Tuhan, h. 40-41. Singkatnya, menegakkan keadilan dalam konteks kehidupan sosial khususnya, dan berbagai tindakan lainnya, baik lahir maupun batin pada umumnya adalah sebuah keharusan dan keniscayaan yang tidak dapat ditawar-tawar lagi.

C. Tauhid dan Prinsip Dasar Politik Negara 1. Relasi Agama dan Negara