Jenis-Jenis Bakteri Yang Berasosiasi Pada Proses Dekomposisi Serasah Daun Avicennia. Marina (Forsk) Vierh Setelah Aplikasi Fungi Aspergillus SP., Curvularia SP., Penicillium SP. Pada Beberapa Tingkat Salinitas Di Desa Sicanang Belawan

(1)

JENIS-JENIS BAKTERI YANG BERASOSIASI PADA PROSES DEKOMPOSISI SERASAH DAUN Avicennia marina (Forsk) vierh SETELAH

APLIKASI FUNGI Aspergillus sp., Curvullaria sp., Penicillium sp. PADA BEBERAPA TINGKAT SALINITAS

DI DESA SICANANG BELAWAN

SKRIPSI

Oleh

IKA WAHYUNI

060805012

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(2)

JENIS-JENIS BAKTERI YANG BERASOSIASI PADA PROSES DEKOMPOSISI SERASAH DAUN Avicennia marina (Forsk) vierh SETELAH

APLIKASI FUNGI Aspergillus sp., Curvullaria sp., Penicillium sp. PADA BEBERAPA TINGKAT SALINITAS

DI DESA SICANANG BELAWAN

SKRIPSI

Oleh

060805012

IKA WAHYUNI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

Disetujui oleh:

Pembimbing II Pembimbing I

Prof. Dr. Dwi Suryanto,. M.Sc

NIP. 19640409 199403 1 003 NIP.19671119 200012 1 001 Dr. Ir. Yunasfi,. M.Si

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(3)

PERSETUJUAN

Judul : JENIS-JENIS BAKTERI YANG BERASOSIASI

PADA PROSES DEKOMPOSISI SERASAH DAUN AVICENNIA. MARINA (FORSK) VIERH SETELAH APLIKASI FUNGI ASPERGILLUS SP., CURVULARIA SP., PENICILLIUM SP. PADA BEBERAPA TINGKAT SALINITAS DI DESA SICANANG BELAWAN

Kategori : SKRIPSI

Nama : IKA WAHYUNI

Nomor Induk Mahasiswa : 060805012

Program Studi : SARJANA (S1) BIOLOGI

Departemen : BIOLOGI

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGERAHUAN

ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Diluluskan di

Medan, 27 Desember 2010

Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Prof. Dr. Dwi Suryanto., M.Sc Dr. Ir. Yunasfi., M.Si

NIP. 19640409 199403 1 003 NIP. 19671119 200012 1

001

Diketahui/Disetujui oleh

Departemen Biologi FMIPA USU Ketua,

Prof. Dr. Dwi Suryanto., M.Sc NIP. 19640409 199403 1 003


(4)

PERNYATAAN

JENIS-JENIS BAKTERI YANG BERASOSIASI PADA PROSES DEKOMPOSISI SERASAH DAUN AVICENNIA. MARINA (FORSK) VIERH SETELAH

APLIKASI FUNGI ASPERGILLUS SP., CURVULARIA SP.,

PENICILLIUM SP. PADA BEBERAPA TINGKAT

SALINITAS DI DESA SICANANG BELAWAN

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, 27 Desember 2010

IKA WAHYUNI 060805012


(5)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : JENIS-JENIS BAKTERI YANG BERASOSIASI

PADA PROSES DEKOMPOSISI SERASAH DAUN AVICENNIA. MARINA (FORSK) VIERH SETELAH APLIKASI FUNGI ASPERGILLUS SP., CURVULARIA SP., PENICILLIUM SP. PADA BEBERAPA TINGKAT SALINITAS DI DESA SICANANG BELAWAN

Nama : IKA WAHYUNI

NIM : 060805012

No. Nama Keterangan Tanggal Tanda Tangan

1. Dr. Ir. Yunasfi., M.Si

NIP. 19671119 200012 1 001

Dosen

Pembimbing I 2. Prof. Dr. Dwi Suryanto., M.Sc

NIP. 19640409 199403 1 003

Dosen

Pembimbing II 3. Prof. Dr. Erman Munir., M.S.c

NIP. 19651101 199103 1 002

Dosen penguji

4. Prof. Dr. Ing. Ternala Alexander BArus

NIP. 19581016 198703 1 003


(6)

ABSTRAK

Penelitian tentang Jenis-jenis bakteri yang berasosiasi pada proses dekomposisi serasah daun Avicennia marina (Forsk) vierh setelah aplikasi fungi Aspergillus sp.,

Curvularia sp., dan Penicillium sp. pada beberapa tingkat salinitas bertujuan untuk

mengetahui keanekaragaman jenis bakteri. Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi, FMIPA USU Medan dan di Kawasan Mangrove Sicanang-Belawan dari bulan Desember 2009 sampai bulan Juni 2010. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada 24 jenis bakteri yang berasosiasi pada proses dekomposisi serasah daun Avicennia marina setelah aplikasi fungi pada beberapa tingkat salinitas yaitu Bacillus (3 spesies), Sporosarcina (3 spesies), Planococcus (2 spesies), Micrococcus (2 spesies), Pseudomonas (1 spesies), Escherichia (1 spesies),

Mycobacterium (1 spesies), Flavobacterium (1 spesies), Corynebacterium (1

spesies), Caulobacter (1 spesies), Staphylococcus (1 spesies), Klebsiella (1 spesies),

Aeromonas (1 spesies), Neisseria (1 spesies), Acinetobacter (1 spesies), Pleisomonas (1 spesies), Brevibacterium (1 spesies) dan Yersinia (1 spesies).

Keanekaragaman jenis dan populasi bakteri paling banyak ditemukan pada salinitas 0-10 ppt dan paling sedikit terdapat pada salinitas 20-30 ppt.


(7)

ABSTRACT

The research on The Variety of Bacteria which Asociated on the Decomposition

Process of Avicennia marina Leaf Litter After Aplicated Aspergillus sp., Curvularia

sp., and Penicillium sp. in the some Salinity Level had a purpose to know the diversity of bacteria. The research had done at Microbiology Laboratory of FMIPA USU Medan and at the mangrove area of Sicanang-Belawan did began at december 2009 until june 2010. The results of the research indicated that totally 24 species of bacteria which asociated on the decomposition process of Avicennia marina leaf Litter After Aplicated fungus in the some salinity level, including Bacillus (3 species),

Sporosarcina (3 species), Planococcus (2 species), Micrococcus (2 species), Pseudomonas (1 species), Escherichia (1 species), Mycobacterium (1 species), Flavobacterium (1 species), Corynebacterium (1 species), Caulobacter (1 species), Staphylococcus (1 species), Klebsiella (1 species), Aeromonas (1 species), Neisseria (1 species), Acinetobacter (1 species), Pleisomonas (1 species), Brevibacterium (1 species) dan Yersinia (1 species). The diversity of species and

population of bacteria were the highest at 0-10 ppt and the lowest at 20-30 ppt. Keywords: Avicennia marina, Bacteria, Decomposition, Fungus, Diversity, Salinity


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Abstrak i

Abstract ii

Daftar Isi iii

Daftar Tabel v

Daftar Gambar vii

Daftar Lampiran viii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang 1

1.2.Permasalahan 3

1.3.Tujuan 4

1.4.Hipotesis 4

1.5.Manfaat 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hutan Mangrove 5

2.2. Peranan dan Fungsi Hutan Mangrove 6

2.3. Proses Dekomposisi Serasah Mangrove 6

2.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Dekomposisi Serasah 8 2.5. Peranan fungi dalam Proses Dekomposisi Serasah 9

2.6. Peranan bakteri dalam Proses Dekomposisi Serasah 10 2.7. Pengaruh Salinitas Terhadap Pertumbuhan Mikroorganisme 12

BAB 3 METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat 13

3.2. Alat dan Bahan 13

3.3. Penentuan Lokasi Berdasarkan Tingkat Salinitas 14

3.4. Pengambilan dan Pengumpulan Serasah daun Avicennia marina 14 3.5. Penempatan Serasah di Lokasi Penelitian 14

3.6. Pengambilan Serasah Daun yang telah Terdekomposisi 15 3.7. Isolasi Bakteri dari Serasah Yang Telah Mengalami Proses

Dekomposisis 15

3.8. Identifikasi Bakteri 16


(9)

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Jenis-jenis Bakteri Setelah Aplikasi Fungi

pada Beberapa Tingkat Salinitas 17

4.2 Jumlah Rata-rata Bakteri pada Salinitas 0-10 ppt 20

4.3 Jumlah Rata-rata Bakteri pada Salinitas 10-20 ppt 25

4.4 Jumlah Rata-rata Bakteri pada Salinitas 20-30 ppt 29

4.5 Hubungan Tingkat Salinitas dengan Jumlah Jenis Bakteri 35 4.6 Hubungan Tingkat Salinitas dengan Jumlah Rata-rata

Bakteri 37

4.7 Indeks Keanekaragaman Jenis Bakteri 41

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 44

5.2 Saran 44

DAFTAR PUSTAKA 45


(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1. Kehadiran Tiap Jenis Bakteri pada Proses Dekomposisi Serasah Daun Avicennia marina Setelah Aplikasi Fungi pada

Beberapa Tingkat Salinitas 18

2. Jumlah Koloni Rata-rata Bakteri x 106 (cfu/ml) dan Frekuensi Kolonisasi pada Proses Dekomposisi Serasah Daun A. marina Selama 15-105 Hari Setelah Aplikasi Penicillium sp. pada

Salinitas 0-10 ppt 21

3. Jumlah Koloni Rata-rata Bakteri x 106 (cfu/ml) dan Frekuensi Kolonisasi pada Proses Dekomposisi Serasah Daun

A. marina Selama 15-105 Hari Setelah Aplikasi Curvularia

sp. pada Salinitas 0-10 ppt 22

4. Jumlah Koloni Rata-rata Bakteri x 106 (cfu/ml) dan Frekuensi Kolonisasi pada Proses Dekomposisi Serasah Daun A. marina Selama 15-105 Hari Setelah Aplikasi Aspergillus sp. pada

Salinitas 0-10 ppt 23

5. Jumlah Koloni Rata-rata Bakteri x 106 (cfu/ml) dan Frekuensi Kolonisasi pada Proses Dekomposisi Serasah Daun A. marina Selama 15-105 Hari Setelah Aplikasi Penicillium sp. pada

Salinitas 10-20 ppt 26

6. Jumlah Koloni Rata-rata Bakteri x 106 (cfu/ml) dan Frekuensi Kolonisasi pada Proses Dekomposisi Serasah Daun A. marina Selama 15-105 Hari Setelah Aplikasi Curvularia sp. pada

Salinitas 10-20 ppt 27

7. Jumlah Koloni Rata-rata Bakteri x 106 (cfu/ml) dan Frekuensi Kolonisasi pada Proses Dekomposisi Serasah Daun A. marina Selama 15-105 Hari Setelah Aplikasi Aspergillus sp. pada

Salinitas 10-20 ppt 28

8. Jumlah Koloni Rata-rata Bakteri x 106 (cfu/ml) dan Frekuensi Kolonisasi pada Proses Dekomposisi Serasah Daun A. marina Selama 15-105 Hari Setelah Aplikasi 3 Penicillium sp. pada

Salinitas 20-30 ppt 30

9. Jumlah Koloni Rata-rata Bakteri x 106 (cfu/ml) dan Frekuensi Kolonisasi pada Proses Dekomposisi Serasah Daun A. marina


(11)

Selama 15-105 Hari Setelah Aplikasi 3 Curvularia sp. pada

Salinitas 20-30 ppt 31

10.Jumlah Koloni Rata-rata Bakteri x 106 (cfu/ml) dan Frekuensi Kolonisasi pada Proses Dekomposisi Serasah Daun A. marina Selama 15-105 Hari Setelah Aplikasi 3 Aspergillus sp. pada

Salinitas 20-30 ppt 32

11.Indeks Keanekaragaman Jenis Bakteri pada Proses Dekomposisi Serasah Daun Avicennia marina Setelah


(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1. Sumbangan Material Mangrove Terhadap Rantai Makanan

di Estuaria 7

2. Jumlah Jenis Bakteri Setelah Aplikasi Fungi pada Beberapa

Tingkat Salinitas 35

3. Jumlah Rata-rata Bakteri Setelah Aplikasi Fungi pada


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Ciri-ciri Morfologi dan Fisiologi Bakteri pada Proses Dekomposisi Serasah Daun Avicennia marina Setelah Aplikasi

Fungi pada Beberapa Tingkat Salinitas 50

2. Karakterisasi Isolat Bakteri pada Proses Dekomposisi Serasah

Daun Avicennia marina Setelah Aplikasi Fungi

pada Beberapa Tingkat Salinitas 56

3. Hasil uji biokimia Bakteri pada Proses Dekomposisi Serasah Daun Avicennia marina Setelah Aplikasi Fungi pada

Beberapa Tingkat Salinitas 57

4. Jumlah Koloni Rata-rata Bakteri x 106 (cfu/ml) pada Proses Dekomposisi Serasah Daun A. marina pada Kontrol Tanpa

Aplikasi Fungi pada Beberapa Tingkat Salinitas 58

5. Jumlah Koloni Bakteri x 106 cfu/ml pada Proses Dekomposisi Serasah Daun A. marina setelah Aplikasi Fungi Aspergillus

sp., Curvularia sp., dan Penicillium sp. selama 15-105 hari 60 6. Isolat Biakan Bakteri pada Media NA miring yang diperoleh

dari Serasah Daun A. marina yang mengalami proses

dekomposisi Setelah Aplikasi Fungi 67

7. Hasil Uji Morfologi dan Uji Biokimia Bakteri pada Proses Dekomposisi Serasah Daun Avicennia marina Setelah Aplikasi

Fungi pada Beberapa Tingkat Salinitas 71

8. Proses Pembuatan Suspensi Fungi 72

9. Prosedur Pembuatan Media NA 73


(14)

ABSTRAK

Penelitian tentang Jenis-jenis bakteri yang berasosiasi pada proses dekomposisi serasah daun Avicennia marina (Forsk) vierh setelah aplikasi fungi Aspergillus sp.,

Curvularia sp., dan Penicillium sp. pada beberapa tingkat salinitas bertujuan untuk

mengetahui keanekaragaman jenis bakteri. Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi, FMIPA USU Medan dan di Kawasan Mangrove Sicanang-Belawan dari bulan Desember 2009 sampai bulan Juni 2010. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada 24 jenis bakteri yang berasosiasi pada proses dekomposisi serasah daun Avicennia marina setelah aplikasi fungi pada beberapa tingkat salinitas yaitu Bacillus (3 spesies), Sporosarcina (3 spesies), Planococcus (2 spesies), Micrococcus (2 spesies), Pseudomonas (1 spesies), Escherichia (1 spesies),

Mycobacterium (1 spesies), Flavobacterium (1 spesies), Corynebacterium (1

spesies), Caulobacter (1 spesies), Staphylococcus (1 spesies), Klebsiella (1 spesies),

Aeromonas (1 spesies), Neisseria (1 spesies), Acinetobacter (1 spesies), Pleisomonas (1 spesies), Brevibacterium (1 spesies) dan Yersinia (1 spesies).

Keanekaragaman jenis dan populasi bakteri paling banyak ditemukan pada salinitas 0-10 ppt dan paling sedikit terdapat pada salinitas 20-30 ppt.


(15)

ABSTRACT

The research on The Variety of Bacteria which Asociated on the Decomposition

Process of Avicennia marina Leaf Litter After Aplicated Aspergillus sp., Curvularia

sp., and Penicillium sp. in the some Salinity Level had a purpose to know the diversity of bacteria. The research had done at Microbiology Laboratory of FMIPA USU Medan and at the mangrove area of Sicanang-Belawan did began at december 2009 until june 2010. The results of the research indicated that totally 24 species of bacteria which asociated on the decomposition process of Avicennia marina leaf Litter After Aplicated fungus in the some salinity level, including Bacillus (3 species),

Sporosarcina (3 species), Planococcus (2 species), Micrococcus (2 species), Pseudomonas (1 species), Escherichia (1 species), Mycobacterium (1 species), Flavobacterium (1 species), Corynebacterium (1 species), Caulobacter (1 species), Staphylococcus (1 species), Klebsiella (1 species), Aeromonas (1 species), Neisseria (1 species), Acinetobacter (1 species), Pleisomonas (1 species), Brevibacterium (1 species) dan Yersinia (1 species). The diversity of species and

population of bacteria were the highest at 0-10 ppt and the lowest at 20-30 ppt. Keywords: Avicennia marina, Bacteria, Decomposition, Fungus, Diversity, Salinity


(16)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Mangrove merupakan tumbuhan halofit yang hidup di kawasan pesisir yang kebera-daannya dipengaruhi oleh pasang surut mendekati ketinggian rata-rata air laut, yang tumbuh di daerah tropis dan subtropis. Menurut Snedaker (1978) hutan mangrove merupakan kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di sepanjang garis pantai tropis sampai subtropis yang memiliki fungsi istimewa di suatu lingkungan yang mengandung garam dan bentuk lahan berupa pantai dengan reaksi tanah anaerob. Hutan mangrove adalah tipe hutan yang terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi pasang surut air laut, yaitu tergenang air laut pada waktu pasang dan bebas dari genangan pada waktu surut.

Hutan mengrove merupakan daerah yang memiliki arti penting, yang memberikan fungsi dan manfaat bagi manusia dan alam. Hutan mangrove tidak hanya bermanfaat karena menghasilkan kayu, namun juga sebagai penyangga ekosistem laut maupun darat. Satu diantara beberapa manfaat keberadaan hutan mangrove adalah menyediakan sejumlah makanan dan unsur hara bagi beberapa spesies hewan laut termasuk yang memiliki arti ekosistem penting. Di Indonesia hutan mangrove tersebar di sepanjang pantai Sumatera, Kalimantan dan Irian Jaya. Spesies yang sering ditemukan di Indonesia dan merupakan ciri-ciri utama dari hutan mangrove adalah genus Avicennia, Ceriops, Bruguiera dan beberapa spesies dari genus Rhizophora (Nybakken, 1993).


(17)

Daun-daun mangrove sebagian dimakan oleh binatang-binatang darat, dan selebihnya jatuh ke laut dan merupakan penyumbang bahan organik yang sangat penting dalam rantai makanan. Daun-daun mangrove yang jatuh tersebut diuraikan oleh fungi dan bakteri menjadi substrat yang kaya protein. Antara hutan mangrove dan produksi laut memiliki hubungan yang erat, karena keberadaan hutan mangrove memiliki arti yang sangat penting sebagai penyumbang produktivitas primer kotor yang sangat besar. Daun, buah, cabang dan kulit pohon yang dikenal dengan istilah serasah merupakan sumber detritus organik (Amarangsinghe & Balasubramanian, 1992).

Alongi (1994) menyatakan bahwa bakteri terdapat hampir di seluruh ekosistem yang terdapat di bumi yang bertanggung jawab mendegradasi dan mendaur ulang unsur-unsur atau elemen esensial seperti karbon, nitrogen dan fosfor. Keberadaan bakteri di daerah hutan mangrove memiliki arti yang sangat penting dalam menguraikan serasah daun-daun mangrove menjadi unsur organik yang sangat penting dalam penyediaan makanan bagi organisme yang mendiami hutan mangrove. Menurut Sikong (1978) massa bakteri dan fungi bersama hasil penguraian menjadi makanan bagi organisme pemakan detritus yang kebanyakan terdiri atas hewan-hewan invertebrata. Organisme pemakan detritus ini pada gilirannya akan dimakan oleh ikan-ikan dan crustacea lainnya.

Kecepatan proses dekomposisi serasah tidak hanya dipengaruhi oleh mikroorganisme pengurai tetapi juga dipengaruhi oleh faktor iklim seperti curah hujan, kelembaban, intensitas cahaya, suhu udara di sekitar kawasan mangrove dan kondisi lingkungan tempat tumbuh organisme seperti suhu air, pH, salinitas air, kandungan oksigen yang terlarut dalam air, kandungan hara organik dalam air dan lain-lain. Dalam proses dekomposisi, semua faktor baik faktor fisik, kimia, maupun biologis saling berinteraksi satu sama lain ( Anderson dan Swift, 1979 ).

Keberadaan bakteri dalam ekosistem mangrove sangat penting. Populasi bakteri dapat menjadi ukuran yang menentukan dalam mengetahui proses dekomposisi pada suatu ekosistem (Tarumingkeng, 1994). Keberadaan bakteri serasah daun mangrove sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan terutama salinitas


(18)

(Langenheders, 2005). Berdasarkan penelitian Hunter et al, (1986) jumlah dan jenis keanekaragaman bakteri berkurang dengan peningkatan kadar garam.

Hutan mangrove di kawasan desa Sicanang merupakan salah satu kawasan yang banyak didominasi oleh jenis vegatasi Avicannia marina . Kawasan ini juga merupakan kawasan tempat penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ayunasari (2009), sehingga peneliti merasa perlu untuk melakukan penelitian lanjutan untuk melihat pengaruh aplikasi fungi yang diperoleh pada penelitian sebelumnya yaitu

Aspergillus sp., Curvullaria sp., Penicillium sp., terhadap keanekaragaman jenis

bakteri yang ada pada serasah daun A. marina yang berada di kawasan hutan mangrove desa Sicanang yang mengalami dekomposisi pada berbagai tingkat salinitas.

1.2 Permasalahan

Serasah daun yang berada di kawasan hutan Mangrove dasa Sicanang akan memberikan sumbangan bahan organik bagi perairan di sekitarnya. Bahan organik yang diurai oleh bakteri dan fungi berasal dari serasah daun A. marina. Serasah daun

A. marina yang terdapat di kawasan ini akan mengalami proses dekomposisi sehingga

menghasilkan unsur hara yang berperan dalam mempertahankan kesuburan tanah serta menjadi sumber pakan bagi berbagai jenis ikan dan hewan invertebrata. Namun peneliti hanya mengamati keanekaragaman jenis bakteri pada serasah A. marina setelah aplikasi fungi Aspergillus sp., Curvullaria sp., Penicillium sp., yang diperoleh dari penelitian Ayunasari (2009), yang dihubungkan dengan faktor salinitas. Dimana menurut Langenheders (2005), bahwa keberadaan bakteri sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan, terutama salinitas.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan beberapa permasalahan, yaitu:

1. Apakah aplikasi fungi berpengaruh terhadap keanekaragaman bakteri dalam proses dekomposisi serasah?

2. Apakah perbedaan tingkat salinitas berpengaruh terhadap keanekaragaman bakteri dalam proses dekomposisi serasah?


(19)

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman jenis bakteri yang terdapat pada serasah daun Avicenia marina yang mengalami proses dekomposisi pada berbagai tingkat salinitas, setelah aplikasi fungi Aspergillus sp., Curvullaria sp., Penicillium sp.

1.4 Hipotesis

Serasah daun Avicennia marina yang mengalami proses dekomposisi setelah aplikasi fungi pada tingkat salinitas 0-10 ppt memiliki keanekaragaman bakteri paling tinggi bila dibandingkan dengan tingkat salinitas 10-20 ppt dan 20-30 ppt.

1.5 Manfaat

Manfaat penelitian ini adalah untuk mengetahui keanekaragaman jenis bakteri yang berperan dalam proses dekomposisi serasah A. marina setelah apikasi fungi. Sehingga penelitian ini diharapkan dapat digunakan dalam mempercepat terjadinya proses dekomposisi serasah daun mangrove dengan pemberian jenis fungi yang sudah diketahui sesuai untuk kawasan mangrove dengan tingkat salinitas yang ada. Sehingga dapat dijadikan informasi yang penting dalam pengelolaan tambak budidaya yang terdapat di sekitar kawasan hutan mangrove.


(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hutan Mangrove

Soerianegara dan Indrawan (1982) menyatakan bahwa hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di daerah pantai, biasanya di daerah teluk dan di muara sungai yang dicirikan oleh: (1) tidak terpengaruh iklim; (2) dipengaruhi pasang surut; (3) tanah tergenang air laut; (4) tanah rendah pantai; (5) hutan tidak mempunyai struktur tajuk; (6) jenis-jenis pohonnya biasanya terdiri atas api-api (Avicennia sp), pedada (Sonneratia sp), bakau (Rhizophora sp), tancang (Bruguiera sp), nyirih (Xylocarpus sp), nipah (Nipah sp), dan lain-lain. Kusmana (2002), menyatakan bahwa mangrove adalah suatu komunitas tumbuhan atau suatu individu jenis tumbuhan yang membentuk komunitas tersebut di daerah pasang surut. Hutan mangrove adalah tipe hutan yang secara alami dipengaruhi oleh pasang surut air laut, tergenang pada saat pasang dan bebas dari genangan pada saat surut. Ekosistem mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas lingkungan biotik dan abiotik yang saling berinteraksi dalam suatu habitat mangrove.

Hutan mangrove sebagai sumber daya alam khas daerah pantai tropik, mempunyai fungsi strategis bagi ekosistem pantai, yaitu: sebagai penyambung dan penyeimbang ekosistem darat dan laut. Secara ekologis mangrove berperan sebagai daerah pemijahan (spawning grounds) dan daerah pembesaran (nursery

grounds) berbagai jenis ikan, kerang dan spesies lainnya. Selain itu serasah mangrove

berupa daun, ranting dan biomassa lainnya yang jatuh menjadi sumber pakan biota perairan dan unsur hara yang sangat menentukan produktivitas perikanan laut (Pratikto dkk, 2002).


(21)

2.2 Peran dan Fungsi Hutan Mangrove

Hutan mangrove merupakan sumber daya alam daerah tropis yang mempunyai manfaat ganda, baik dari aspek sosial ekonomi maupun ekologi. Besarnya peranan hutan mangrove bagi kehidupan dapat diketahui dari banyaknya jenis hewan baik yang hidup di perairan, di atas lahan maupun di tajuk-tajuk pohon mangrove atau manusia yang bergantung pada hutan mangrove tersebut (Naamin, 1991). Manfaat ekonomis diantaranya terdiri atas hasil berupa kayu (kayu bakar, arang, kayu konstruksi) dan hasil bukan kayu. Manfaat ekologis, yang terdiri atas berbagai fungsi, baik bagi lingkungan ekosistem daratan dan lautan maupun habitat berbagai jenis fauna.

Ekosistem mangrove dikategorikan sebagai ekosistem yang tinggi produktivitas (Snedaker, 1978) yang memberikan kontribusi penting terhadap produktivitas ekosistem pesisir (Harger, 1982). Dalam hal ini beberapa fungsi hutan mangrove adalah sebagai berikut :

1. Penghalang terhadap erosi pantai, tiupan angin kencang, dan ombak yang kuat. 2. Membantu perluasan daratan ke laut dan pengolah limbah organik.

3. Tempat mencari makan, memijah dan bertelur berbagai jenis ikan dan udang. 4. Habitat berbagai jenis satwa.

5. Penghasil kayu dan non kayu.

6. Berfungsi untuk potensi pendidikan dan rekreasi.

2.3 Proses Dekomposisi Serasah Mangrove

Dekomposisi merupakan proses penting dalam fungsi ekologis. Organisme yang telah mati mengalami penghancuran menjadi pecahan-pecahan yang lebih kecil, dan akhirnya menjadi partikel-partikel yang lebih kecil (Nybakken, 1993). Dekomposisi adalah proses penghancuran bahan organik mati secara berangsur yang dilakukan oleh agens biologi maupun fisika. Dekomposisi dipandang sebagai reduksi komponen-komponen organik dengan berat molekul yang lebih kecil melalui mekanisme enzimatik (Saunder, 1980).


(22)

Serasah mangrove merupakan bahan yang pokok tempat berkumpulnya bakteri dan fungi. Bahan-bahan tersebut mengalami penguraian yang merupakan mata rantai makanan dari hewan-hewan laut. Bagian-bagian partikel daun yang kaya protein ini dirombak oleh koloni bakteri dan seterusnya dimakan oleh ikan-ikan kecil. Perombakan partikel daun ini berlanjut terus sampai menjadi partikel-partikel yang berukuran sangat kecil (detritus) dan akhirnya dimakan oleh hewan-hewan pemakan detritus, seperti Moluska dan Crustacea kecil. Selama perombakan ini substansi organik terlarut yang berasal dari serasah mangrove sebagian dilepas sebagai materi yang berguna bagi fitoplankton dan sebagian lagi diabsorbsi oleh partikel sedimen yang menyokong rantai makanan tersebut. Proses rantai makanan yang dimulai dari serasah mangrove dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Sumbangan material mangrove terhadap rantai makanan di estuaria (Lear &

Turner, 1977)

Sarasah yang jatuh tidak langsung mengalami pelapukan oleh mikroorganisme, tetapi memerlukan bantuan hewan-hewan yang disebut makrobentos. Makrobentos memiliki peran yang sangat besar dalam penyediaan unsur hara bagi pertumbuhan dan perkembangan pohon-pohon mangrove maupun bagi makrobentos itu sendiri. Makrobentos berperan sebagai dekomposer awal yang


(23)

bekerja dengan cara mencacah daun-daun menjadi bagian-bagian kecil yang kemudian akan dilanjutkan oleh mikroorganisme, yakni bakteri dan fungi (Arief, 2003).

Sejumlah besar bahan organik di Hutan mangrove sebagian besar berasal dariserasah daun mangrove yang diuraikan oleh mikroorganisme. MenurutBuny avejchewin dan Nuyim(2001) dalam aliran energi hutan mangrove, daun memegang peran penting karena merupakan sumber nutrisi bagi organisme. Mangrove menyumbang nitrogen, fosfat, natrium, kalsium, dan magnesium. Seluruh bahan organik ini merupakan sumber nutrisi bagi organisme perairan. Serasah yang jatuh mengalami proses dekomposisi oleh mikroorganisme menjadi detritus. Semakin banyak serasah yang dihasilkan dalam suatu kawasan mangrove maka makin banyak detritus yang dihasilkan. Detritus inilah yang menjadi sumber makanan bernutrisi tinggi untuk berbagai jenis organisme perairan (khususnya detritifor) yang selanjutnya dapat dimanfaatkan oleh organisme tingkat tinggi dalam jaring-jaring makanan.

2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Dekomposisi Serasah

Proses dekomposisi serasah mangrove dalam perairan pantai menghasilkan unsur hara seperti nitrogen organik dan senyawa fosfat. Peranan mangrove sangat penting dalam daur unsur hara. Penguraian serasah mangrove menurut Swift et al (1979), dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:

1. Alam dan komunitas pengurai (hewan dan mikroorganisme)

Gabungan dari aksi biota ini dalam proses penguraian serasah merupakan suatu mata rantai yang rumit sehingga sulit untuk ditelusuri, tetapi secara sederhana dapat dikatakan bahwa hilangnya serasah dari dasar hutan itu terutama disebabkan oleh kegiatan hewan dan sifat alam itu sendiri.

2. Kualitas serasah

Kecepatan penguraian serasah tergantung dari jenis serasah yang merupakan makanan bagi biota pengurai. Ketahanan serasah terhadap penguraian mungkin ditentukan oleh satu atau lebih sifat dari serasah seperti kekerasan, banyaknya kandungan lignin, banyaknya zat hara campuran dari tumbuhan itu


(24)

sendiri, dan ukuran dari massa dan partikelnya. Pada umumnya daun memiliki kualitas sumber yang lebih tinggi daripada ranting dan bahan kayu lainnya, dan penghancurannya juga lebih cepat daripada ranting dan bahan kayu tersebut. Komponen-komponen kualitas sumber serasah sangat dipengaruhi oleh aktivitas dan jenis organisme pengurai serta faktor lingkungan.

3. Faktor iklim

Iklim merupakan faktor fisik lingkungan, yang terpenting diantaranya adalah faktor temperatur dan kelembaban tanah.

Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi laju dekomposisi meliputi faktor bahan organik dan faktor tanah. Faktor bahan organik meliputi komposisi kimiawi, nisbah C/N, kadar lignin dan ukuran bahan, sedangkan faktor tanah meliputi suhu, kelembaban, tekstur, struktur dan suplai oksigen, serta reaksi tanah, ketersediaan hara terutama N, P, K dan S (Efendi, 1999).

2.5 Peran Fungi dalam Proses Dekomposisi Serasah

Di lingkungan perairan, keterlibatan mikroorganisme pengurai seperti fungi dalam ekosistem setempat jelas tidak dapat diabaikan (Efendi, 1999). Fungi terdapat hampir di seluruh ekosistem yang terdapat di bumi, misalnya dalam tanah, dalam air, pada bahan-bahan organik, dimana bertanggung jawab untuk mendegradasi dan mendaur ulang unsur-unsur atau elemen esensial seperti karbon, nitrogen dan posfor (Alongi, 1994).

Fungi merupakan salah satu mikroorganisme yang berperan dalam proses dekomposisi berbagai komponen serasah, yang terdiri atas daun, bunga, cabang, ranting dan bagian-bagian tumbuhan lain. Fungi bukanlah dekomposer awal yang berperan dalam proses dekomposisi serasah. Makrobentos berperran sebagai dekomposer awal yang bekerja dengan mencacah daun-daun menjadi bagian-bagian


(25)

kecil dan kemudian akan dilanjutkan oleh organisme yang lebih kecil, yaitu mikroorganisme (Macnae, 1968).

Proses dekomposisi dimulai dengan kolonisasi bahan organik mati oleh fungi yang mampu mengautolisis jaringan mati melalui mekanisme enzimatik. Fungi akan mengeluarkan enzin yang menghancurkan molekul-molekul organik kompleks seperti protein dan karbohidrat. Beberapa jenis daun sangat sulit mengalami pelapukan karena adanya kandungan unsur-unsur kimia di dalam lembaran daun sehingga beberapa dekomposer seperti fungi tidak dapat segera membusukkannya (Dix and Webster, 1995).

2.6 Peran Bakteri dalam Proses Dekomposisi Serasah

Bakteri terdapat hampir di seluruh ekosistem yang terdapat di bumi dan bertanggung jawab untuk mendegradasi dan mendaur ulang unsur-unsur atau elemen essensial seperti karbon, nitrogen dan posfor. Energi yang terdapat dalam tubuh bakteri sebenarnya lebih besar dibandingkan dengan energi yang terdapat dalam tubuh organisme lainnya, sehingga bakteri dapat mengatur sistem rantai makanan di perairan dan daratan. Keberadaan bakteri di daerah hutan mangrove memiliki arti yang sangat penting dalam menguraikan serasah daun mangrove menjadi unsur organik yang sangat penting dalam penyediaan makanan bagi organisme yang mendiami hutan mangrove (Alongi, 1994).

Bakteri hidup dan berkembang pada organisme mati dengan menguraikan senyawa organik yang bermolekul besar seperti protein, karbohidrat, lemak atau senyawa organik lain melalui proses metabolisme menjadi molekul tunggal seperti asam amino, metana, gas CO2, serta molekul-molekul lain yang mengandung senyawa karbon, hidrogen, nitrogen, posfor, serta sulfur atau unsur anorganik seperti K, Mg, Ca, Fe, Co, Zn, Cu, Mn, dan Ni. Keseluruhan unsur ini dibutuhkan oleh bakteri heterotrof sebagai sumber nutrisi (Martinko dan Madigan, 2005). Dalam proses dekomposisi di perairan mangrove, peran aktif bakteri mutlak diperlukan.


(26)

Bakteri akan menguraikan serasah secara enzimatik melalui peran aktif dari enzim proteolitik, selulolitik dan kitinoklastik (Lyla dan Ajmal, 2006).

Bakteri mengeluarkan enzim yang menguraikan molekul-molekul organik kompleks seperti protein dan karbohidrat dari tumbuhan yang telah mati. Beberapa enzim yang terlibat dalam perombakan bahan organik antara lain, Betta-glukosidase, lignin peroksidase (LiP), manganese peroksidase (MnP), lakase dan reduktase. Enzim reduktase merupakan penggabungan dari LiP dan MnP yaitu enzim versatile peroksidase (Saraswati dan Sumarno, 2008).

Proses dekomposisi bakteri sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan terutama ketersediaan oksigen terlarut khususnya bakteri aerobik. Dekomposisi oleh bakteri anaerob akan menghasilkan bahan-bahan yang dapat merugikan kehidupan organisme perairan (Saunder, 1980). Kebanyakan bakteri laut terikat, bargabung dengan sesamanya untuk membentuk permukaan yang kuat karena adanya bahan berlendir yang terbentuk pada permukaan sel, sehingga sel-sel saling terikat. Dengan cara ini bakteri dapat membentuk lapisan permukaan yang mengakibatkan bakteri dapat hidup pada alga, rumput laut dan tumbuhan mangrove (Hutching dan Saenger, 1987).

2.7 Pengaruh Salinitas Terhadap Pertumbuhan Mikroorganisme

Salinitas adalah berat garam dalam gram per kilogram air laut serta merupakan ukuran keasinan air laut dengan satuan pro mil (0/00). Salinitas merupakan parameter penunjuk jumlah bahan terlarut dalam air. Tingkat salinitas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kehidupan serta pertumbuhan mikroorganisme pada ekosistem mangrove.

Mikroorganisme yang terdapat pada perairan dipengaruhi oleh faktor fisik maupun kimia seperti tekanan hidrostatik, pH, salinitas dan suhu. Menurut Polunin (1986), Ada babarapa macam respons mikroorganisme terhadap salinitas, yaitu:


(27)

1. Mikroorganisme tidak mampu bertoleransi dan akan mati pada kondisi salinitas tinggi, umumnya mikroorganisme yang berasal dari air tawar

2. Mikroorganisme mungkin toleran pada salinitas tertentu tetapi akan tumbuh lebih baik pada salinitas rendah

3. Mikroorganisme hanya dapat tumbuh pada kondisi dengan salinitas dengan adanya ion natrium

Salinitas mempunyai peranan penting untuk kelangsungan hidup dan metabolisme ikan. Sebaran salinitas di laut dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan, dan aliran air sungai. Lapisan dengan salinitas homogen, maka suhu juga biasanya homogen, selanjutnya pada lapisan bawah terdapat lapisan pekat dengan degradasi densitas yang besar yang menghambat pencampuran antara lapisan atas dengan lapisan bawah. Salinitas permukaan air laut sangat erat kaitannya dengan proses penguapan dimana garam-garam akan mengendap atau terkonsentrasi (Nontji, 2007).

Semakin tinggi tingkat salinitas maka semakin sedikit mikroorganisme yang mampu beradaptasi dan dapat bertahan hidup. Menurut Muslimin (1996), mikroorganisme yang terdapat pada perairan dipengaruhi oleh faktor fisik maupun kimia seperti tekanan hidrostatik, sinar, pH, salinitas dan suhu. Salah satu respons mikroorganisme terhadap salinitas adalah tidak dapat bertoleransi dan akan mati pada kondisi salinitas tinggi.


(28)

BAB 3

BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan dari bulan Desember 2009 sampai bulan Juni 2010 di Kawasan Hutan Mangrove kecamatan Sicanang-Belawan, di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara, Medan.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : kantong serasah nilon dengan pori-pori 2 mm (ukuran 40x30 cm), tali rafia, jarum, timbangan elektrik, timbangan analitik, hand refractometer, plastik, karet, alumunium foil, labu erlenmeyer, cling warp, tabung reaksi, rak tabung reaksi, cawan petri, obyek glass, penjepit tabung, bunsen, hockey stick, jarum ose bengkok, jarum ose lurus, mortal dan alu, corong, spatula, batang pengaduk, kertas saring, gelas ukur, pipet serologi, propipet, handspray, hot plate, oven, inkubator bakteri dan mikroskop cahaya.

Bahan yang digunakan yaitu serasah daun Avicennia marina, suspensi fungi

Aspergillus sp., Curvularia sp., dan Penicillium sp., air yang diperoleh dari kawasan

penelitian dengan salinitas 0-10 ppt, 10-20 ppt, dan 20-30 ppt, media Nutrien Agar (NA), disinfekatan, alkohol 70%, akuades, dan untuk pewarnaan menggunakan iodine, kristal violet, aceton alkohol, safranin. Media uji biokimia Starch Agar (SA) untuk uji hidrolisa pati, Sulfite Indol Multility (SIM) untuk uji motilitas, Simon Citrat Agar


(29)

(SCA) untuk uji sitrat, Triple Sugar Iron Agar (TSIA) untuk uji hidrogen sulfida, gelatin untuk uji hidrolisis gelatin dan H2O2 3% untuk uji katalase.

3.3 Penentuan Lokasi Berdasarkan Tingkat Salinitas

Penentuan zona salinitas dilakukan setelah melakukan survey lokasi penelitian terlebih dahulu. Lokasi yang dijadikan sebagai tempat penelitian diukur tingkat salinitasnya. Pengukuran tingkat salinitas dilakukan pada titik tertentu dari darat ke laut dengan menggunakan alat Hand refractometer yang terdiri atas 3 stasiun yaitu : a. Stasiun 1 dengan Tingkat salinitas 0-10 ppt

b. Stasiun 2 dengan Tingkat salinitas 10-20 ppt c. Stasiun 3 dengan Tingkat salinitas 20-30 ppt

3.4 Pengambilan dan Pengumpulan Serasah Daun A. marina

Daun A. marina yang telah berwarna kuning dikumpulkan, kemudian ditimbang sebanyak 50 g, dimasukkan ke dalam 3 kantong serasah yang terbuat dari jaring nilon dengan pori-pori 1 mm (ukuran 40x30 cm), masing-masing sebanyak 50 g. Serasah daun A. marina yang dikumpulkan sekitar 3150 gram (50 g serasah x 7 perlakuan x 3 ulangan x 3 salinitas).

3.5 Penempatan Serasah di Lokasi Penelitian

Serasah daun sebanyak 50 gr dimasukkan ke dalam kantong serasah berukuram 40 x 30 cm yang terbuat dari nilon. Pada setiap kantong tersebut diberikan penambahan 10 ml suspensi fungi Aspergillus sp., Pennicillium sp., dan Curvullaria sp., isolat fungi diperoleh dari Ayunasari (2009). Kemudian kantong serasah tersebut diletakkan pada 3 stasiun dengan perbedaan tingkat salinitas. Stasiun 1 (0-10 ppt), stasiun 2 (10-20 ppt), dan stasiun 3 (20-30 ppt). Kantong diletakkan sedemikian rupa agar terendam saat air pasang dan terlihat pada saat air surut. Pada lokasi dengan tingkat salinitas


(30)

yang telah ditentukan, dibuat 3 plot. Kantong serasah yang berisi daun A. marina ditempatkan secara acak pada plot-plot ini. Agar tidak dihanyutkan oleh pasang surut air laut, kantong serasah ini diikatkan pada kayu pancang yang terbuat dari bambu. Potongan bambu yang sudah diikaykan dengan kantong serasah ditancapkan di tanah.

3.6 Pengambilan Serasah Daun yang Telah Terdekomposisi

Serasah yang telah diletakkan di setiap stasiun diambil setiap 15 hari sekali dan pengambilan dilakukan sampai hari ke 105 hari. Sebanyak 27 kantong serasah diambil setiap satu kali pengambilan di setiap setasiun, Serasah kemudian dibawa ke laboratorium untuk diisolasi dan dianalisis, untuk mengetahui diversitas dan karakteristik bakteri.

3.7 Isolasi Bakteri dari Serasah Yang Telah Mengalami Proses Dekomposisi

Serasah yang telah diambil dari lapangan ditimbang sebanyak 10 g, kemudian dihaluskan dengan alu dan mortal secara aseptis dan dimasukkan ke dalam labu erlenmenyer 250 ml, kemudian dibuat suspensi dengan cara menambahkan air yang berasal dari lingkungan serasah sampai mencapai volume 100 ml. Kemudian dibuat pengenceran 10-6, lalu 0.1 ml suspensi dimasukkan ke dalam cawan petri yang telah berisi media NA, dengan metode cawan sebar (Cappucino & Sherman, 1996). Kemudian selanjutnya diinkubasi selama 2-3 hari pada suhu 32oC. Pengamatan dilakukan dengan mengamati warna, bentuk, tepi dan elevasi koloni.

Tahapan selanjutnya adalah pembuatan biakan murni dari isolat bakteri yang diperoleh, untuk selanjutnya dilakukan identifikasi. Penghitungan koloni bakteri dilakukan terhadap cawan yang mempunyai 30 sampai 300 koloni bakteri. Jumlah koloni bakteri dihitung dengan cara mengalikan jumlah koloni yang ada pada petri dengan faktor pengenceran (Cappucino & Sherman, 1996).


(31)

3.8 Identifikasi bakteri

Sifat fisiologi bakteri yang diuji meliputi sifat-sifat sebagai berikut: Reaksi gram dengan pewarnaan. Pewarnaan gram ini merupakan tahap penting dalam pencirian dan identifikasi bakteri. Bakteri bersifat Gram (+) jika berwarna ungu sedangkan Gram (-) jika bakteri berwarna merah. Kemudian berdasarkan kemampuan bakteri memproduksi katalase, melakukan hidrolisis gelatin, melakukan hidrolisis pati, motilitas bakteri, kemampuan dalam penggunaan gula dan memfermentasikannya dan memilki kemampuan dalam menggunakan sitrat (Lay, 1994). Data hasil pengamatan diidentifikasi dengan menggunakan buku Bergey’s Manual of Determinate

Bacteriology (1994).

3.9 Analisis Data

Rumus indeks keanekaragaman dari Shannon and Wiener dalam Ludwig and Reynolds (1988) ; Odum (1998) ; Barnes et al (1997) adalah :

H’ = - ∑ (Pi ln Pi) Keterangan : Pi : ni / N

ni : Jumlah individu suku ke i N : total jumlah individu

Nilai H’ berkisar antara 1,5 – 3,5 Keterangan :

1,5 : keanekaragaman rendah 1,5 – 3,5 : keanekaragaman sedang 3,5 : keanekaragaman tinggi (Magurran, 1987)


(32)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari hasil pengamatan terhadap jenis-jenis bakteri pada serasah daun Avicennia

marina didapat hasil sebagai berikut :

4.1. Jenis-jenis Bakteri Setelah Aplikasi Fungi pada Beberapa Tingkat Salinitas

Hasil isolasi bakteri yang terdapat pada serasah daun A. marina yang mengalami proses dekomposisi setelah aplikasi fungi Aspergillus sp., Curvullaria sp. dan Penicillium

sp. pada beberapa tingkat salinitas didapatkan 24 jenis bakteri. Ciri morfologi dan fisiologi Lampiran 1. Dari 24 jenis bakteri itu ada 5 jenis bakteri yang ditemukan pada kontrol yaitu tanpa aplikasi fungi dan ditemukan kembali setelah aplikasi fungi. Kelima jenis bakteri yang ditemukan ini merupakan bakteri pioner yang telah muncul sebelum penambahan 3 jenis fungi yaitu planococcus sp. 1, planococcus sp. 2,

sporosarcina sp. 1, sporosarcina sp. 2 dan sporosarcina sp. 4. Sedangkan 19 jenis

bakteri lagi merupakan kemunculan jenis bakteri baru yaitu Bacillus sp. 1, Bacillus sp. 2, Bacillus sp. 3, Pseudomonas sp., Mycobacterium sp., Corynebacterium sp.,

Caulobacter sp., Flavobacterium sp., Staphylococcus sp., Escherichia coli., Klebsiella

sp., Aeromonas sp., Neisseria sp., Acinetobacter sp., Pleisomonas sp., Brevibacterium sp., Micrococcus sp. 1, Micrococcus sp. 2 dan Yersinia sp (Tabel 1).


(33)

Tabel 1. Kehadiran Tiap Jenis Bakteri pada Proses Dekomposisi Serasah Daun Avicennia marina Setelah Aplikasi Fungi pada Beberapa Tingkat Salinitas

No JENIS BAKTERI

KEHADIRAN

Kontrol 0-10 ppt 10-20 ppt 20-30 ppt

1 Planococcus sp. 1    

2 Planococcus sp. 2    

3 Bacillus sp. 1   

4 Pseudomonas sp.   

5 Mycobacterium sp.   -

6 Corynebacterium

sp.

  

7 Bacillus sp. 2   -

8 Sporosarcina sp. 4    

9 Caulobacter sp.   

10 Flavobacterium sp.   

11 Staphylococcus sp.   

12 Escherichia coli   

13 Klebsiella sp.   

14 Aeromonas sp.   

15 Sporosarcina sp. 1    -

16 Basillus sp. 3   -

17 Neisseria sp. -

18 Acinetobacter sp.   

19 Pleisomonas sp.   

20 Brevibacterium sp.   

21 Micrococcus sp. 1 -

22 Yersinia sp.   -

23 Micrococcus sp. 2   -

24 Sporosarcina sp. 2    

Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa hampir seluruh bakteri yang didapat berpengaruh terhadap proses dekomposisi serasah daun A. marina pada beberapa tingkat salinitas. Pada salinitas 0-10 ppt ditemukan 24 jenis bakteri yang berperan terhadap proses dekomposisi, pada salinitas 10-20 ppt hanya Neissseria sp. dan


(34)

jenis bakteri yang tidak ditemukan yaitu Mycobacterium sp., Sporosarcina sp.1.,

Bacillus sp. 2., Bacillus sp. 3., Yersinia sp., dan Micrococcus sp. 2. Tingginya jumlah

jenis bakteri pada salinitas 0-10 ppt dan salinitas 10-20 ppt menunjukkan bahwa setiap mikroorganisme memiliki kisaran toleransi terhadap salinitas. Bakteri yang terdapat pada serasah daun serasah A. marina pada tingkat salinitas 0-10 ppt merupakan lingkungan yang mendukung bakteri untuk tumbuh dan berkembang.

Hutan mangrove merupakan tempat berkembangnya komunitas bakteri. Keberadaan bakteri di ekosistem mangrove memiliki arti yang sangat penting dalam menguraikan serasah daun mangrove menjadi bahan organik yang digunakan sebagai sumber nutrisi bagi organisme yang mendiami hutan mangrove. Dua puluh empat jenis bakteri yang didapat merupakan bakteri yang diduga berperan terhadap proses dekomposisi serasah daun A. marina. Penelitian yang dilakukan oleh Felitra (2001) juga menemukan 7 isolat bakteri yang mampu menguraikan daun mangrove di daerah laut Dumai, yaitu Neisseria sp., Yersinia sp., Pleisomanas sp., Bacillus sp.,

Staphylococcus sp., Corynebacterium sp., dan Acinetobacter sp. Penelitian yang

dilakukan oleh D’Costa et al, (2004) pada komonitas mangrove di India ditemukan 10 genus bakteri yaitu Bacillus, Micrococcus, Pseudomonas, Erwinia, Beijerinckia,

Micobacterium, Rhodococcus, Serratia, Staphylococcus dan Xhantomonas.

Selanjutnya dalam penelitian Wijiyono (2009) berhasil mengisolasi 16 jenis bakteri dari serasah daun Avicennia marina yang mengalami proses dekomposisi pada beberapa tingkat salinitas di Perairan Teluk Tapian Nauli, diantaranya Bacillus,

Micrococcus, Planococcus, Mycobacterium, Flavobacterium, Aeromonas dan Escherichia coli. Kolm et al (2002) menemukan E. coli pada serasah mangrove di

Perairan Estuaria Brazil pada salinitas 1-33 ppt.

Jenis yang paling banyak ditemukan pada serasah daun A. marina yang mengalami proses dekomposisi adalah dari genus Bacillus, hal ini juga didukung oleh penelitian Shome et al (1995) yang mengisolasi 38 bakteri mangrove dari sedimen di Andaman Selatan, isolat terbanyak terdiri atas bakteri yang memilki sifat morfologi dan biokimia sebagai berikut : Gram positif (76,3%), motil (87%), fermentatif (6,9-82,1%), pigmen (31%) dan antibiotik (100%) dan isolat yang paling banyak


(35)

Bakteri adalah komponen biotik yang berperan penting dalam proses dekomposisi serasah. Bakteri mengeluarkan enzim yang menghancurkan molekul-molekul organik kompleks seperti protein dan karbohidrat dari tumbuhan yang telah mati. Menurut Saraswati dan Sumarno (2008) beberapa enzim yang terlibat dalam perombakan bahan organik antara lain Betta-glukosidase, lignin peroksidase, manganese peroksidase, lakase dan reduktase.

Dalam proses dekomposisi komponen penyusun dinding sel yaitu berupa selulosa, hemiselulosa dan ligin diuraikan oleh mikroorganisme sehingga dihasilkan bahan organik dan unsur hara. Menurut Alexander (1997) beberapa jenis bakteri termasuk actinomiset juga mampu mendegradasi polimer selulosa, hemiselulosa dan lignin, namun memiliki kemampuan yang lebih rendah dibandingkan dengan fungi, bakteri memiliki kemampuan lebih cepat dalam menguraikan polisakarida dan protein yang lebih sederhana. Lyla dan Ajmal (2006) menyatakan bahwa dalam proses dekomposisi di perairan mangrove, peran aktif bakteri mutlak diperlukan. Bakteri akan menguraikan serasah secara enzimatik melalui peran aktif enzim proteolitik, selulolitik dan kitinoklastik. Bakteri kelompok proteolitik berperan dalam proses dekomposisi protein adalah pseudomonas, sedangkan bakteri yang mendekomposisi kitin meliput i Bacillus, Pseudomonas dan Vibrio.

4.2. Jumlah Rata-rata Bakteri pada Salinitas 0-10 ppt

Jumlah koloni bakteri rata-rata dan jenis bakteri pada serasah daun A. marina yang mengalami proses dekomposisi setelah aplikasi fungi pada salinitas 0-10 ppt dapat dilihat pada Tabel 2, 3 dan 4. Pada salinitas 0-10 ppt diperoleh 24 jenis bakteri, ciri-ciri morfologi dan fisiologi bakteri tersebut dapat dilihat pada Lampiran 1.


(36)

Tabel 2. Jumlah Koloni Rata-rata Bakteri x 106 (cfu/ml) dan Frekuensi Kolonisasi pada Proses Dekomposisi Serasah Daun A. marina Selama 15-105 Hari Setelah Aplikasi Penicillium sp. pada Salinitas 0-10 ppt

Spesies

lama masa dekomposisi (hari) jumlah total koloni jumlah koloni rata-rata jumlah kemuncul an koloni (kali) jumlah pengam atan (kali) frekuensi kemuncul an (%)

15 30 45 60 75 90 105

Planococcus sp. 1 8,33 75 1 28 26,67 139 19,86 5 7 71,42 %

Planococcus sp. 2 83,67 182,33 94 116 69 63,33 608,33 86,90 6 7 85,71 %

Bacillus sp. 1 5,33 14,33 0,33 0,33 20,32 2,90 4 7 57,14 %

Pseudomonas sp. 0,33 0,33 10 10,66 1,52 3 7 42,85 %

Mycobacterium sp. 27 6 33 4,71 2 7 28,57 %

Corynebacterium sp. 8,33 21,33 29,66 4,24 2 7 28,57 %

Bacillus sp. 2 13,33 13,33 1,90 1 7 14,28 %

Sporosarcina sp. 4 12,33 12,33 1,76 1 7 14,28 %

Flavobacterium sp. 1,67 1,67 0,24 1 7 14,28 %

Staphylococcus sp. 0,67 1,33 0,33 2,33 0,33 3 7 42,85 %

Escherichia coli 5,33 5,33 0,76 1 7 14,28 %

Klebsiella sp. 0,67 1 4 5,67 0,81 3 7 42,85 %

Aeromonas sp. 0,67 0,67 0.09 1 7 14,28 %

Sporosarcina sp. 1 0,33 0,33 0,05 1 7 14,28 %

Basillus sp. 3 0,67 0,67 0,09 1 7 14,28 %

Neisseria sp. 0,33 0,33 0,05 1 7 14,28 %

Acinetobacter sp. 6,67 8,67 2 2,33 19,67 2,81 4 7 57,14 %

Pleisomonas sp. 2,33 2,67 11,33 16,33 2,33 3 7 42,85 %

Brevibacterium sp. 0,67 0,67 1,34 0,19 2 7 28,57 %

Yersinia sp. 5 2,33 7,33 1,05 2 7 28,57 %

Sporosarcina sp. 2 1,33 1,33 0,19 1 7 14,28 %


(37)

Tabel 3. Jumlah Koloni Rata-rata Bakteri x 106 (cfu/ml) dan Frekuensi Kolonisasi pada Proses Dekomposisi Serasah Daun A. marina Selama 15-105 Hari Setelah Aplikasi Curvularia sp. pada Salinitas 0-10 ppt

Spesies

lama masa dekomposisi jumlah total

koloni jumlah koloni rata-rata jumlah kemuncul an koloni (kali) jumlah pengam atan (kali) frekuensi kemuncul an (%)

15 30 45 60 75 90 105

Planococcus sp. 1 21,33 14,67 110,33 27,33 42 215,66 30,81 5 7 71,42 %

Planococcus sp. 2 89 50,67 46,67 185,67 9 31 412 58,86 6 7 85,71 %

Bacillus sp. 1 0,67 116,33 3,66 1,33 0,67 122,66 17,52 5 7 71,42 %

Pseudomonas sp. 11,67 13,67 25,34 3,62 2 7 28,57 %

Mycobacterium sp. 1,67 20,33 17,67 0,33 40 5,71 4 7 57,14 %

Corynebacterium sp. 4,33 24,33 28,66 4,09 2 7 28,57 %

Caulobacter sp. 0,33 1,33 1,66 0,24 2 7 28,57 %

Flavobacterium sp. 0,33 0,33 0,05 1 7 14,28 %

Staphylococcus sp. 4,33 3,33 7,66 1,09 2 7 28,57 %

Escherichia coli 0,33 0,33 1,67 2,33 0,33 3 7 42,85 %

Klebsiella sp. 0,67 1 1,67 0,24 2 7 28,57 %

Aeromonas sp. 2,67 2 0,33 5 0,71 3 7 42,85 %

Sporosarcina sp. 1 0,33 0,33 0,05 1 7 14,28 %

Basillus sp. 3 1,67 1,67 0,23 1 7 14,28 %

Acinetobacter sp. 1,33 6,33 2,33 0,33 10,32 1,47 4 7 57,14 %

Pleisomonas sp. 1,67 1,67 2,33 5,67 0,81 3 7 42,85 %

Brevibacterium sp. 2 2 0,29 1 7 14,28 %

Micrococcus sp. 1 0,67 0,67 0,09 1 7 14,28 %

Yersinia sp. 1 1 0,14 1 7 14,28 %

Micrococcus sp. 2 0,67 2,67 3,34 0,48 2 7 28,57 %


(38)

Tabel 4. Jumlah Koloni Rata-rata Bakteri x 106 (cfu/ml) dan Frekuensi Kolonisasi pada Proses Dekomposisi Serasah Daun A. marina Selama 15-105 Hari Setelah Aplikasi Aspergillus sp. pada Salinitas 0-10 ppt

Spesies

lama masa dekomposisi jumlah total

koloni jumlah koloni rata-rata jumlah kemuncul an koloni (kali) jumlah pengam atan (kali) frekuensi kemuncul an (%)

15 30 45 60 75 90 105

Planococcus sp. 1 34,67 3,33 70,67 55,67 3 167,34 23,91 5 7 71,42 %

Planococcus sp. 2 114,67 67 181,33 267 24 6,67 660,67 94,38 6 7 85,71 %

Bacillus sp. 1 17,33 72,67 4,33 94,33 13,48 3 7 42,85 %

Pseudomonas sp. 1,67 3,67 1,33 6,67 0,95 3 7 42,85 %

Mycobacterium sp. 47,67 14,67 62,34 8,91 2 7 28,57 %

Corynebacterium sp. 18 1,33 6,33 25,66 3,67 3 7 42,85 %

Bacillus sp. 2 0,67 0,67 0,09 1 7 14,28 %

Sporosarcina sp. 4 0,67 0,67 0,09 1 7 14,28 %

Flavobacterium sp. 6,33 1,33 7,66 1,09 2 7 28,57 %

Staphylococcus sp. 0,67 4 0,67 5,34 0,76 3 7 42,85 %

Escherichia coli 3 3 0,43 1 7 14,28 %

Klebsiella sp. 2 68,67 70,67 10,1 2 7 28,57 %

Aeromonas sp. 6,67 2,33 0,33 9,33 1,33 3 7 42,85 %

Sporosarcina sp. 1 1 1 0,14 1 7 14,28 %

Basillus sp. 3 1,67 1,67 0,24 1 7 14,28 %

Acinetobacter sp. 1,33 1,67 1,67 4,67 0,67 3 7 42,85 %

Pleisomonas sp. 2,67 5 7,67 1,09 2 7 28,57 %

Brevibacterium sp. 2 12,33 7,67 22 3,14 3 7 42,85 %

Micrococcus sp. 2 2,33 2.33 0,33 1 7 14,28 % Sporosarcina sp. 2 5 5 0,71 1 7 14,28 %


(39)

Pada serasah daun A. marina yang mengalami proses dekomposisi pada salinitas 0-10 ppt diperoleh jenis dan jumlah koloni bakteri yang tertinggi bila dibanding dengan salinitas 10-20 ppt dan 20-30 ppt. Keadaan ini dapat dijelaskan bahwa faktor salinitas sangat berpengaruh. Menurut Hrenovic et al., (2003) bakteri memainkan peranan yang penting dalam ekosistem mangrove, keberadaan dan keanekaragaman bakteri dalam ekosistem mangrove dipengaruhi oleh faktor salinitas, pH, fisik, iklim, vegetasi, nutrisi dan lokasi. Dalam penelitian Kurniayanti (2009) menunjukkan bahwa salinitas 0-10 ppt merupakan kondisi lingkungan yang paling sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan bakteri pada serasah daun A. marina, dimana didapat jumlah populasi terbesar pada salinitas 0-10 ppt yaitu 72,26 x 106 cfu/ml.

Pada serasah daun A. marina dengan aplikasi Penicillium sp. pada salinitas 0-10 ppt diperoleh 21 jenis bakteri (Tabel 2). Jumlah koloni bakteri rata-rata yang paling banyak ditemukan adalah Planococcus sp. 2 yaitu 86,90 x 106 cfu/ml, muncul sebanyak 6 kali pada serasah daun A. Marina yang mengalami proses dekomposisi selama 15, 30, 45, 60, 75 dan 90 hari, dengan frekuensi kolonisasi tertinggi yaitu 85,71%. Jumlah koloni bakteri rata-rata yang paling sedikit ditemukan adalah

Sporosarcina sp. 1 dan Neisseria sp., yaitu 0,05 x 106 cfu/ml, muncul sebanyak 1 kali selama 15 hari, dengan frekuensi kolonisasi 14,28%.

Pada serasah daun A. marina dengan aplikasi Curvularia sp. pada salinitas 0-10 ppt diperoleh 20 jenis bakteri (Tabel 3). Jumlah koloni bakteri rata-rata yang paling banyak ditemukan adalah sama seperti penambahan Penicillium sp. yaitu Planococcus sp. 2 yaitu 58,86 x 106 cfu/ml, muncul sebanyak 6 kali pada serasah daun A. Marina yang mengalami proses dekomposisi selama 15, 30, 45, 60, 75 dan 90 hari dengan frekuensi kolonisasi tertinggi yaitu 85,71%. Jumlah koloni bakteri rata-rata yang paling sedikit ditemukan adalah Sporosarcina sp. 1 dan Flavobacterium sp., yaitu 0,05 x 106 cfu/ml, muncul sebanyak 1 kali selama 15 dan 75 hari, dengan frekuensi kolonisasi 14,28%.

Pada serasah daun A. marina dengan aplikasi Aspergillus sp. pada salinitas 0-10 ppt diperoleh 20 jenis bakteri (Tabel 4). Jumlah koloni bakteri rata-rata yang paling banyak ditemukan sama seperti penambahan Penicillium sp. dan Curvularia sp. yaitu


(40)

Planococcus sp. 2 yaitu 94,38 x 106 cfu/ml, muncul sebanyak 6 kali pada serasah daun

A. Marina yang mengalami proses dekomposisi selama 15, 30, 45, 60, 75 dan 90 hari

dengan frekuensi kolonisasi tertinggi yaitu 85,71%. Jumlah koloni bakteri rata-rata yang paling sedikit ditemukan adalah Sporosarcina sp. 4 dan Bacillus sp. 2 , yaitu 0,09 x 106 cfu/ml, muncul sebanyak 1 kali selama 15 dan 90 hari, dengan frekuensi kolonisasi 14,28%.

4.3 Jumlah Rata-rata Bakteri pada Salinitas 10-20 ppt

Jumlah koloni bakteri rata-rata dan jenis bakteri pada serasah daun A. marina yang mengalami proses dekomposisi setelah aplikasi fungi pada salinitas 10-20 ppt dapat dilihat pada Tabel 5, 6 dan 7. Pada salinitas 10-20 ppt diperoleh 22 jenis bakteri. Jumlah jenis bakteri ini berkurang 2 jenis dari salinitas 0-10 ppt.

Pada serasah daun A. marina dengan aplikasi Penicillium sp. Pada salinitas 10-20 ppt diperoleh 14 jenis bakteri, dimana jumlah koloni bakteri rata-rata yang paling banyak ditemukan adalah Planococcus sp. 2 yaitu 26,67 x 106 cfu/ml, muncul sebanyak 6 kali pada serasah daun A. Marina yang mengalami proses dekomposisi selama 15, 30, 45, 60, 75 dan 105 hari dengan frekuensi kolonisasi tertinggi yaitu 85,71%. Jumlah koloni bakteri rata-rata yang paling sedikit ditemukan adalah

Flavobacterium sp. yaitu 0,09 x 106 cfu/ml, muncul sebanyak 1 kali selama 15 hari dengan frekuensi kolonisasi 14,28%.

Pada serasah daun A. marina dengan aplikasi Curvularia sp. pada salinitas 10-20 ppt diperoleh 18 jenis bakteri, dimana jumlah koloni bakteri rata-rata yang paling banyak ditemukan adalah sama seperti penambahan Penicillium sp. yaitu Planococcus sp. 2 yaitu 58,33 x 106 cfu/ml, muncul sebanyak 6 kali pada serasah daun A. Marina yang mengalami proses dekomposisi selama 15, 30, 45, 60, 75 dan 105 hari dengan frekuensi kolonisasi tertinggi yaitu 85,71%. Jumlah koloni bakteri rata-rata yang paling sedikit ditemukan adalah Escherichia coli yaitu 0,05 x 106 cfu/ml, muncul sebanyak 1 kali selama 90 hari dengan frekuensi kolonisasi 14,28%.


(41)

Tabel 5. Koloni Rata-rata Bakteri x 106 (cfu/ml) dan Frekuensi Kolonisasi pada Proses Dekomposisi Serasah Daun A. marina Selama 15-105 Hari Setelah Aplikasi Penicillium sp. pada Salinitas 10-20 ppt

Spesies

lama masa dekomposisi jumlah total

koloni

jumlah koloni rata-rata

jumlah kemuncul

an koloni (kali)

jumlah pengam atan (kali)

frekuensi kemuncul an (%)

15 30 45 60 75 90 105

Planococcus sp. 1 2,33 14,67 1,67 1,67 20,34 2,91 4 7 57,14 %

Planococcus sp. 2 23,67 15,67 32,67 6 89,33 19,33 186,67 26,67 5 7 71,42 %

Bacillus sp. 1 1,67 5,33 1 9,67 17,67 2,52 4 7 57,14 %

Pseudomonas sp. 54,67 54,67 7,81 1 7 14,28 %

Corynebacterium sp. 13,3 3 10 1,67 48,33 20,33 96,63 13,8 5 7 71,42 %

Bacillus sp. 2 32,33 32,33 4,62 1 7 14,28 %

Flavobacterium sp. 0,67 0,67 0,09 1 7 14,28 %

Staphylococcus sp. 1,33 1,33 0,19 2 7 28,57 %

Klebsiella sp. 14,67 14,67 2,09 1 7 14,28 %

Basillus sp. 3 20,67 20,67 2,95 1 7 14,28 %

Acinetobacter sp. 3,33 3,33 0,48 1 7 14,28 %

Pleisomonas sp. 1 2 3 0,43 2 7 28,57 %

Brevibacterium sp. 13,67 13,67 1,95 1 7 14,28 %

Yersinia sp. 1 1 0,14 1 7 14,28 %


(42)

Tabel 6. Jumlah Koloni Rata-rata Bakteri x 106 (cfu/ml) dan Frekuensi Kolonisasi pada Proses Dekomposisi Serasah Daun A. marina Selama 15-105 Hari Setelah Aplikasi Curvularia sp. pada Salinitas 10-20 ppt

Spesies

lama masa dekomposisi jumlah total

koloni jumlah koloni rata-rata jumlah kemuncul an koloni (kali) jumlah pengam atan (kali) frekuensi kemuncul an (%)

15 30 45 60 75 90 105

Planococcus sp. 1 0,67 7 1 10,67 2,67 1,33 23,34 3,33 6 7 85,71 %

Planococcus sp. 2 35,67 151,33 44,67 48 113,33 15,33 408,33 58,33 6 7 85,71 %

Bacillus sp. 1 30,33 8 0,33 38,66 5,52 3 7 42,85 %

Pseudomonas sp. 11,67 6,33 1,33 19,33 2,76 3 7 42.85 %

Mycobacterium sp. 0,33 18,67 19 2,71 2 7 28,57 %

Corynebacterium sp. 17,33 2 159 2,67 181 25,86 4 7 57,14 %

Bacillus sp. 2 2,33 106,33 24,67 133,33 19,05 3 7 42,85 %

Sporosarcina sp. 4 0,33 2,33 2,66 0,38 2 7 28,57 %

Flavobacterium sp. 0,33 0,33 0,66 0,09 2 7 28,57 %

Staphylococcus sp. 2,33 0,33 2,66 0,38 2 7 28,57 %

Escherichia coli 0,33 0,33 0,05 1 7 14,28 %

Klebsiella sp. 3 46,33 30 0,67 80 11,43 4 7 57,14 %

Aeromonas sp. 1,33 1,33 0,19 1 7 14,28 %

Sporosarcina sp. 1 62,33 62,33 8,90 1 7 14,28 %

Basillus sp. 3 0,67 4 4,67 0,67 2 7 28,57 %

Pleisomonas sp. 0,33 0,33 0,05 1 7 14,28 %

Micrococcus sp. 2 1 2,67 3,67 0,52 2 7 28,57 %

Sporosarcina sp. 2 10,67 10,67 1,52 1 7 14,28 %


(43)

Tabel 7. Jumlah Koloni Rata-rata Bakteri x 106 (cfu/ml) dan Frekuensi Kolonisasi pada Proses Dekomposisi Serasah Daun A. marina Selama 15-105 Hari Setelah Aplikasi Aspergillus sp. pada Salinitas 10-20 ppt

Spesies

lama masa dekomposisi jumlah total

koloni

jumlah koloni rata-rata

jumlah kemuncul

an koloni (kali)

jumlah pengam atan (kali)

frekuensi kemuncul an (%)

15 30 45 60 75 90 105

Planococcus sp. 1 1,67 10,33 0,67 0,67 13,34 1,91 4 7 57,14 %

Planococcus sp. 2 25,67 48,33 12 59,67 93 30,67 269,34 38,48 6 7 85,71 %

Bacillus sp. 1 3 0,33 1 4,33 0,62 3 7 42,85 %

Pseudomonas sp. 1 24,33 5,33 42 5,33 77,99 11,14 5 7 71,42 %

Mycobacterium sp. 9,67 9,67 1,38 1 7 14,28 %

Corynebacterium sp. 13,67 3 8 65,67 3,67 94.01 13,43 5 7 71,42 %

Bacillus sp. 2 5,33 16,33 0,33 21,99 3,14 3 7 42,85 %

Caulobacter sp. 0,33 0,33 0,05 1 7 14,28 %

Staphylococcus sp. 2,33 3 0,33 5,66 0,81 3 7 42,85 %

Klebsiella sp. 3,67 3,67 7,34 1,05 2 7 28,57 %

Aeromonas sp. 4,67 4,67 0,67 1 7 14,28 %

Basillus sp. 3 7 7 1 1 7 14,28 %

Acinetobacter sp. 0,67 0,67 0,1 1 7 14,28 %

Pleisomonas sp. 1,67 1,67 0,24 1 7 14,28 %

Micrococcus sp. 2 2,67 2,67 0,38 1 7 14,28 %

Sporosarcina sp. 2 0,33 0,33 0,05 1 7 14,28 %


(44)

Pada serasah daun A. marina dengan aplikasi Aspergillus sp. pada salinitas 10-20 ppt diperoleh 16 jenis bakteri, dimana jumlah koloni bakteri rata-rata yang paling banyak ditemukan sama seperti penambahan Penicillium sp. dan Curvularia sp. yaitu

Planococcus sp. 2 yaitu 38,48 x 106 cfu/ml, muncul sebanyak 6 kali pada serasah daun

A. Marina yang mengalami proses dekomposisi selama 15, 30, 45, 60, 75 dan 105 hari

dengan frekuensi kolonisasi tertinggi yaitu 85,71%. Jumlah koloni bakteri rata-rata yang paling sedikit ditemukan adalah Sporosarcina sp. 2 dan Caulobacter sp. yaitu 0,05 x 106 cfu/ml, muncul sebanyak 1 kali selama 15 hari dengan frekuensi kolonisasi 14,28%.

4.4 Jumlah Rata-rata Bakteri pada Salinitas 20-30 ppt

Jumlah koloni bakteri rata-rata dan jenis bakteri pada serasah daun A. marina yang mengalami proses dekomposisi setelah aplikasi fungi pada salinitas 20-30 ppt dapat dilihat pada Tabel 8, 9 dan 10. Pada salinitas 20-30 ppt diperoleh 18 jenis bakteri. Jumlah jenis ini banyak berkurang pada salinitas ini, hal ini karena salinitas sangat mempengaruhi keberadaan bakteri.

Pada serasah daun A. marina yang mengalami proses dekomposisi Pada salinitas 20-30 ppt didapatkan jumlah koloni bakteri yang paling sedikit bila dibandingkan pada salinitas 0-10 ppt dan 10-20 ppt. Keadaan ini dapat dijelaskan bahwa salinitas yang tinggi menyebabkan bakteri tidak dapat tumbuh secara optimal. Menurut Solic & Krstulovic (1992), Hrenovic et al (2003) bertambahnya salinitas akan memberikan efek negatif terhadap kelimpahan dan keanekaragaman bakteri. Menurut Aksornkoae (1993) salinitas merupakan faktor lingkungan yang sangat menentukan perkembangan mikroorganisme.


(45)

Tabel 8. Koloni Rata-rata Bakteri x 106 (cfu/ml) dan Frekuensi Kolonisasi pada Proses Dekomposisi Serasah Daun A. marina Selama 15-105 Hari Setelah Aplikasi Penicillium sp. pada Salinitas 20-30 ppt

Spesies

lama masa dekomposisi jumlah total

koloni

jumlah koloni rata-rata

jumlah kemuncul

an koloni (kali)

jumlah pengam atan (kali)

frekuensi kemuncul an (%)

15 30 45 60 75 90 105

Planococcus sp. 1 24,33 0,67 15,33 16,33 56,66 8,09 4 7 57,14 %

Planococcus sp. 2 120,67 115,33 19,33 9 264,33 37,76 4 7 57,14 %

Bacillus sp. 1 2,67 2,67 0,38 1 7 14,28 %

Pseudomonas sp. 9,33 9,33 1,33 1 7 14,28 %

Corynebacterium sp. 0,67 4,67 63 22,33 90,67 12,95 4 7 57,14 %

Sporosarcina sp. 4 130,67 130,67 18,67 1 7 14,28 %

Caulobacter sp. 1,67 1,67 0,24 3 7 42,85 %

Flavobacterium sp. 0,67 0,67 1,34 0,19 2 7 28,57 %

Staphylococcus sp. 0,33 0,33 0,05 1 7 14,28 %

Escherichia coli 13 3 3 19 2,71 3 7 42,85 %

Klebsiella sp. 30,67 22,33 53 7,57 2 7 28,57 %

Neisseria sp. 1,67 1,67 0,24 1 7 14,28 %

Sporosarcina sp. 2 1,67 1 1 3,67 0,52 3 7 42,85 %


(46)

Tabel 9. Jumlah Koloni Rata-rata Bakteri x 106 (cfu/ml) dan Frekuensi Kolonisasi pada Proses Dekomposisi Serasah Daun A. marina Selama 15-105 Hari Setelah Aplikasi Curvularia sp. pada Salinitas 20-30 ppt

Spesies

lama masa dekomposisi jumlah total

koloni

jumlah koloni rata-rata

jumlah kemuncul

an koloni (kali)

jumlah pengam atan (kali)

frekuensi kemuncul an (%)

15 30 45 60 75 90 105

Planococcus sp. 1 2,33 34,33 4,33 1,67 42,66 6,09 4 7 57,14 %

Planococcus sp. 2 7,67 259,33 8,67 35,67 4,33 315,67 45,09 5 7 71,42 %

Pseudomonas sp. 1 4,33 1 6,33 0,90 2 7 28,57 %

Corynebacterium sp. 9,67 2,33 15 27 3,86 3 7 42,85 %

Flavobacterium sp. 4,33 2,33 6,66 0,95 2 7 28,57 %

Staphylococcus sp. 0,33 1,67 2 0,29 2 7 28,57 %

Klebsiella sp. 8,33 10 18,33 2,62 2 7 28,57 %

Aeromonas sp. 1,67 4,67 6,34 0,90 2 7 28,57 %

Neisseria sp. 8,33 1 9,33 1,33 2 7 28,57 %

Pleisomonas sp. 15 3 18 2,57 2 7 28,57 %

Micrococcus sp. 1 2,33 2,33 0,33 1 7 14,28 %

Sporosarcina sp. 2 2,67 1,33 5,33 9,33 1,33 3 7 42,85 %


(47)

Tabel 10. Jumlah Koloni Rata-rata Bakteri x 106 (cfu/ml) dan Frekuensi Kolonisasi pada Proses Dekomposisi Serasah Daun A. marina Selama 15-105 Hari Setelah Aplikasi Aspergillus sp. pada Salinitas 20-30 ppt

Spesies

lama masa dekomposisi jumlah total

koloni

jumlah koloni rata-rata

jumlah kemuncul

an koloni (kali)

jumlah pengam atan (kali)

frekuensi kemuncul an (%)

15 30 45 60 75 90 105

Planococcus sp. 1 7 40,33 37 84,33 12,05 3 7 42,85 %

Planococcus sp. 2 25 106,33 164,33 62 62,33 4,67 424,66 60,66 6 7 85,71 %

Bacillus sp. 1 0,33 0,33 0,05 1 7 14,28 %

Pseudomonas sp. 1,67 8,33 10 1,43 2 7 28,57 %

Corynebacterium sp. 6,67 2 61 69,67 9,95 3 7 42,85 %

Sporosarcina sp. 4 21,33 21,33 3,05 1 7 14,28 %

Flavobacterium sp. 1,67 2,67 4,34 0,62 2 7 28,57 %

Staphylococcus sp. 18,33 1,33 1 20,66 2,95 3 7 42,85 %

Klebsiella sp. 6,33 10,67 1,33 18,33 2,62 3 7 42,85 %

Neisseria sp. 1 1 0,14 1 7 14,28 %

Acinetobacter sp. 2 0,67 2,67 0,38 2 7 28,57 %

Pleisomonas sp. 1,67 1,67 0,24 1 7 14,28 %

Brevibacterium sp. 3 3 0,43 1 7 14,28 %

Micrococcus sp. 1 1 1 0,14 1 7 14,28 %

Sporosarcina sp. 2 1,33 1,67 4,67 7,67 1,09 3 7 42,85 %


(48)

Pada serasah daun A. marina dengan aplikasi Penicillium sp. pada salinitas 20-30 ppt diperoleh 13 jenis bakteri, dimana jumlah koloni bakteri rata-rata yang paling banyak ditemukan adalah Planococcus sp. 2 yaitu 37,76 x 106 cfu/ml, muncul sebanyak 4 kali pada serasah daun A. Marina yang mengalami proses dekomposisi selama 45, 75, 90 dan 105 hari dengan frekuensi kolonisasi tertinggi yaitu 57,14%. Jumlah koloni bakteri rata-rata yang paling sedikit ditemukan adalah Staphylococcus sp. yaitu 0,05 x 106 cfu/ml, muncul sebanyak 1 kali selama 75 hari dengan frekuensi kolonisasi 14,28%.

Pada serasah daun A. marina dengan aplikasi Curvularia sp. pada salinitas 20-30 ppt diperoleh 12 jenis bakteri, dimana jumlah koloni bakteri rata-rata yang paling banyak ditemukan adalah sama seperti penambahan Penicillium sp. yaitu Planococcus sp. 2 yaitu 45,09 x 106 cfu/ml, muncul sebanyak 4 kali pada serasah daun A. Marina yang mengalami proses dekomposisi selama 30, 45, 75, 90 dan 105 hari dengan frekuensi kolonisasi tertinggi yaitu 57,14%. Jumlah koloni bakteri rata-rata yang paling sedikit ditemukan adalah Staphylococcus sp., yaitu 0,29 x 106 cfu/ml, muncul sebanyak 2 kali selama 45 dan 75 hari dengan frekuensi kolonisasi 28,57%.

Pada serasah daun A. marina dengan aplikasi Aspergillus sp. pada salinitas 20-30 ppt diperoleh 15 jenis bakteri, dimana jumlah koloni bakteri rata-rata yang paling banyak ditemukan sama seperti penambahan Penicillium sp. dan Curvularia sp. yaitu

Planococcus sp. 2 yaitu 60,66 x 106 cfu/ml, muncul sebanyak 6 kali pada serasah daun

A. Marina yang mengalami proses dekomposisi selama 15, 30, 45, 75, 90 dan 105 hari

dengan frekuensi kolonisasi tertinggi yaitu 85,71%. Jumlah koloni bakteri rata-rata yang paling sedikit ditemukan adalah Bacillus sp. 1 , yaitu 0,05 x 106 cfu/ml, muncul sebanyak 1 kali selama 30 hari dengan frekuensi kolonisasi 14,28%.

Bakteri merupakan satu diantara beberapa komponen penting yang berperan dalam penguraian serasah daun di ekosistem mangrove. Aktivitas bakteri mampu meningkatkan ketersediaan unsur hara melalui proses mineralisasi karbon dan asimilasi nitrogen (Blum et al., 1988). Berdasarkan jumlah koloni bakteri rata-rata yang didapatkan pada proses dekomposisi serasah daun A. marina pada salinitas 0-10


(49)

rata terbanyak, yaitu antara 26,67 x 106 sampai 94,38 x 106 cfu/ml. Hal ini mungkin disebabkan bakteri ini mampu beradaptasi terhadap kondisi yang terdapat pada sersah daun A. marina dan mampu manggunakan bahan organik yang terkandung dalam serasah sebagai nutrien dalam metabolismenya. Menurut Mann (1986) bakteri dekomposer akan berkembang dengan baik, apabila menemukan substrat dan lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhannya.

Jumlah koloni bakteri rata-rata yang paling sedikit didapatkan pada

Caulobacter sp. Yaitu antara 0,05 x 106 sampai 0,24 x 106 cfu/ml. Jenis bakteri yang mendomonasi dalam proses dekomposisi serasah daun A. marina setelah aplikasi fungi pada salinitas 0-10 ppt, 10-20 ppt dan 20-30 ppt terdiri atas 4 jenis bakteri yaitu

Planococcus sp 2 berkisar antara 26,67 x 106 sampai 94,38 x 106 cfu/ml, Planococcus sp 1 berkisar antara 1,91 x 106 sampai 30,81 x 106 cfu/ml, Corynebacterium sp berkisar antara 3,67 x 106 sampai 25,86 x 106 cfu/ml dan Bacillus sp 1 berkisar antara 0,05 x 106 sampai 17,52 x 106 cfu/ml. Jumlah koloni 4 jenis bakteri yang diperoleh jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan jumlah koloni bakteri yang ditemukan Mona et al, (2000) berkisar antara 1,4 x 104 sampai 1,4 x 107 cfu/ml, Zdnowski dan Figueiras (1999) berkisar antara 8,5 x 104 sampai 2,5 x 107 cfu/ml, Adel (2001) menunjukkan bahwa jumlah bakteri diekosistem mangrove India berkisar antara 8,1 x 106 sampai 10,9 x 106 cfu/ml, tetapi lebih rendah bila dibandingkan dengan penelitian Wijiyono (2009) berkisar antara 2,87 x 108 sampai 6,87 x 108 cfu/ml, Fuks et al, (1991) berkisar antara 0,1 x 109 sampai 2,3 x 109 cfu/ml dan selanjutnya Feliatra (2001) menyatakan jumlah bakteri rata-rata pada sersah daun A. marina yang ditemuka n di Perairan Dumai yaitu 1,12 x 108 cfu/ml.

4.5 Hubungan Tingkat Salinitas dengan Jumlah Jenis Bakteri

Bakteri memainkan peran penting dalam ekosistem mangrove, dimana keberadaan bakteri berperan dalam proses dekomposisi serasah daun mangrove. Keberadaan bakteri serasah daun mangrove sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan terutama salinitas. Hubungan antara tingkat salinita dengan jumlah jenis bakteri yang telah


(50)

mengalami proses dekomposisi pada kontrol dan setelah aplikasi fungi pada beberapa tingkat salinitas dapat dilihat pada gambar. 2 di bawah ini.

Gambar 2. Jumlah jenis bakteri setelah aplikasi fungi pada beberapa tingkat salinitas

Jumlah jenis bakteri pada serasah daun A. marina yang mengalami proses dekomposisi pada beberapa tingkat salinitas setelah aplikasi fungi Aspergillus sp.,

Curvularia sp., dan Penicillium sp. jauh lebih besar dibandingkan dengan kontrol

yaitu tanpa aplikasi fungi. Pada salinitas 0-10 ppt jumlah jenis bakteri pada kontrol didapat 11 jenis bakteri sedangkan pada aplikasi Penicillium sp. didapat 21 jenis bakteri dan pada aplikasi Curvularia sp. didapat 20 jenis bakteri, pada aplikasi

Aspergillus sp. didapat 20 jenis bakteri. Pada salinitas 10-20 ppt jumlah jenis bakteri

pada kontrol didapat 11 jenis bakteri sedangkan pada aplikasi Penicillium sp. didapat 14 jenis bakteri, pada aplikasi Curvularia sp. didapat 18 jenis bakteri dan pada aplikasi Aspergillus sp. didapat 16 jenis bakteri. Pada salinitas 20-30 ppt jumlah jenis bakteri pada kontrol didapat 10 jenis bakteri sedangkan pada aplikasi Penicillium sp. didapat 31 jenis bakteri, pada aplikasi Curvularia sp. didapat 12 jenis bakteri dan pada aplikasi Aspergillus sp. didapat 15 jenis bakteri.


(51)

Meningkatnya jumlah jenis bakteri pada proses dekomposisi serasah setelah aplikasi fungi pada beberapa tingkat salinitas mungkin disebabkan oleh kayanya nutrisi yang terdapat pada serasah daun akibat peranan dari fungi yang diaplikasikan sehingga mendukung pertumbuhan dari bakteri yang lain. Peranan fungi yang diaplikasikan diduga sebagai dekomposer awal. Menurut Anke (2008) fungi tanah seperti Aspergillus, Trichoderma, dan Penicillium berperan penting dalam menguraikan selulosa dan hemiselulosa, selanjutnya menurut Bell (1974) fungi banyak berperan dalam proses dekomposisi serasah karena memilki kemampuan untuk menghasilkan enzim selulose yang berguna dalam penguraian serasah. Fungi akan berperan sangat besar dalam proses dekomposisi serasah karena fungi mampu mendegradasi senyawa organik seperti selulosa dan lignin yang merupakan komponen penyusun dinding sel daun

Peningkatan jumlah jenis bakteri setelah aplikasi fungi disebabkan karena tersedianya bahan organik dan unsur hara yang diperlukan bakteri oleh peranan fungi yang diaplikasikan. Menurut Robinson (1991) konsentrasi unsur hara yang terdapat pada serasah daun berpengaruh terhadap kecepatan proses dekomposisi melalui pengaruhnya terhadap kecepatan dekomposisi terhadap ketersediaan karbon dan unsur hara yang diperlukan oleh bakteri untuk tumbuh. Menurut Saraswati dan Sumarno (2008) bakteri mengalami pertumbuhan dan perkembangan dengan menggunakan asam karboksilat, asam sitrat dan senyawa oranik lainnya yang berasal dari jaringan daun yang mengalami otolisis. Selanjutnya Mann (1986) menyatakan bahwa daun mangrove tersusun dari 61% berat kering sebagai protein. Daun yang baru jatuh mangandung 3,1% sedangkan yang mengalami proses dekomposisi mengalami peningkatan menjadi 22%.

Dari Gambar 2. dapat dilihat bahwa jumlah jenis bakteri pada salinitas 0-10 ppt dan setiap aplikasi fungi Penicillium sp., Curvularia sp. dan Aspergillus sp., menunjukkan jumlah jenis yang lebih tinggi dibandingkan dengan salinitas 10-20 ppt dan 30 ppt. Sedangkan jumlah jenis yang paling rendah terdapat pada salinitas 20-30 ppt. Hal ini terjadi karena pada salinitas 0-10 ppt adalah kondisi yang baik dimana bakteri dapat tumbuh dengan baik, sedangkan pada salinitas 20-30 ppt merupakan salinitas yang terlalu tinggi untuk beberapa jenis bakteri sehingga hanya beberapa


(52)

jenis bakteri saja yang mampu bertahan hidup terhadap kondisi salinitas yang tinggi. Menurut Solic dan Krstulovic (1992); Hrenovic et al (2003) bertambahnya salinitas akan memberikan efek negatif terhadap kelimpahan dan keanekaragaman bakteri. Berdasarkan penelitian Hunter et al, (1986) jumlah dan jenis keanekaragaman bakteri berkurang dengan peningkatan kadar garam.

4.6 Hubungan Tingkat Salinitas dengan Jumlah Rata-rata Bakteri

Keanekaragaman bakteri di hutan mangrove memiliki peran penting dalam proses dekomposisi. Keberadaan bakteri di hutan mangrove dipengaruhi oleh faktor tempat atau lokasi, iklim, vegetasi, pH dan salinitas. Hasil dekomposisi merupakan bahan organik dan unsur hara yang penting bagi kehidupan organisme dan produktivitas perairan terutama dalam peristiwa rantai makanan. Hubungan antara tingkat salinitas dengan jumlah populasi bakteri yang telah mengalami proses dekomposisi pada kontrol dan setelah aplikasi fungi pada beberapa tingkat salinitas dapat dilihat pada Gambar. 3 berikut ini.


(53)

Gambar 2. Jumlah rata-rata bakteri setelah aplikasi fungi pada beberapa tingkat salinitas

Serasah daun Avicennia marina yang mengalami proses dekomposisi pada salinitas 0-10 ppt, 10-20 ppt dan 20-30 ppt setelah aplikasi fungi Penicillium sp.,

Curvularia sp., Aspergillus sp. Menunjukkan peningkatan jumlah populasi bakteri

pada dibanding dengan kontrol yaitu tanpa aplikasi fungi. Ada banyak faktor yang menyebabkan kecepatan proses dekomposisi, salah satunya adalah keberadaan fungi sebagai dekomposer. Menurut Atlas & Bartha (1981) fungi merupakan salah satu mikroorganisme yang berperan dalam proses dekomposisi serasah. Berbagai interaksi antar koloni pada masing-masing fungi sangat berperan dalan mendekomposisi senyawa seperti lignin, selulosa, pati, protein dan lain-lain. Fungi adalah organisme yang paling banyak menghasilkan enzim yang bersifat degradatif yang menyerang secara langsung seluruh material organik. Adanya enzim yang bersifat degradatif ini menjadikan fungi bagian yang sangat penting sbagai dekomposer.

Feliatra (2001) menyatakan bahwa kenaikan jumlah bakteri pada serasah disebabkan karena berkembangnya mikroorganisme yang sudah ada pada daun segar maupun juga yang ada di lingkungan daun tempat daun jatuh, sehingga kebutuhan


(54)

nutrisi bakteri dapat terpenuhi oleh daun mangrove tersebut. Terjadinya peningkatan jumlah populasi bakteri ini juga disebabkan karena tidak aktifnya enzim anabolisme sehingga mempermudah bakteri pengurai berkembang biak dan proses dekomposisi lebih mudah dilakukan. Lebih lanjut menurut Soeroyo (1987) serasah yang kaya nutrien lebih cepat terdekomposisi daripada serasah yang mengandung sedikit nutrien. Proses dekomposisi serasah mangrove akan menghasilkan nutrien yang akan diserap kembali oleh tumbuhan dan sebagian akan larut terbawa oleh air surut ke perairan di sekitarnya.

Peningkatan jumlah populasi bakteri juga disebabkan oleh peranan makrobentos. Kelimpahan makrobebtos dapat mempercepat proses dekomposisi. Menurut Hogart (1999) keberadaan makrobentos dapat mempercepat proses dekomposisi serasah daun mangrove. Hal ini juga didukung oleh penelitian Syahputri (2010) yang menemukan kelimpahan makrobentos yang lebih tinggi pada salinitas 0-10 ppt, pada kawasan hutan mangrove desa Sicanang-Belawan. Menurut Macnae (1968) makrobentos terlebih dahulu mencacah daun menjadi ukuran yang lebih kecil dan selanjutnya proses dekomposisi dilanjutkan oleh mikroorganisme.

Pada serasah daun A. marina dengan aplikasi Penicillium sp. jumlah populasi tertinggi terdapat pada salinitas 0-10 ppt yaitu 132,72 x 106 cfu/ml, pada salinitas 10-20 ppt didapat jumlah populasi sebesar 66,65 x 106 cfu/ml sedangkan pada salinitas 20-30 ppt terjadi kenaikan jumlah populasi yaitu menjadi 89,42 x 106 cfu/ml. Tingginya jumlah populasi pada salinitas 0-10 ppt disebabkan pada salinitas tersebut merupakan kondisi yang baik untuk pertumbuhan bakteri. Menurut Fellitra (2001) Tingkat salinitas merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kehidupan serta pertumbuhan mikroorganisme pada ekosistem mangrove.

Meskipun Penicillium mampu mengeluarkan antibiotik yaitu berupa penicillin yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri namun bakteri juga memiliki resistensi tersendiri terhadap penicillin tersebut. Hal ini dapat dilihat pada penambahan

Penicillium sp. menunjukkan jumlah populasi yang cukup tinggi. Menurut Mckanne


(1)

Lampiran 7. Hasil uji morfologi dan uji biokimia bakteri yang terdapat pada serasah daun Avicennia marina setelah aplikasi fungi pada beberapa tingkat salinitas

Pewarnaan

Uji Biokimia


(2)

Lampiran 8. Proses Pembuatan Suspensi Fungi

Subkultur dari Aspergillus sp., Curvullaria sp. dan Pennicillium sp., kemudian di potong berukuran 1x1 cm dan di inokulasikan masing-masing ke dalam 10 ml air laut yang telah disterilkan. Semua pengerjaan dilakukan secara aseptis. Lalu suspensi dihomogenkan dengan menggunakan vorteks. Suspensi ini dipakai untuk 1 kantong serasah.


(3)

Lampiran 9. Prosedur Pembuatan Media NA

Media Nutrien Agar (NA) ditimbang sebanyak 2,3 gr. Kemudian dilarutkan dengan 100 ml air laut yang diperoleh dari masing-masing salinitas, dipanaskan di atas hot plate Dan disterilkan dengan menggunakan autoklaf. Untuk melihat keanekaragaman jenis bakteri pada stasiun 1, menggunakan media NA yang memakai air laut salinitas 1 sebagai pelarutnya yaitu 0-10 ppt, untuk melihat keanekaragaman jenis bakteri pada stasiun 2, menggunakan media NA yang memakai air laut salinitas 2 sebagai pelarutnya yaitu 10-20 ppt dan untuk melihat keanekaragaman jenis bakteri pada stasiun 3, menggunakan media NA yang memakai air laut salinitas 3 sebagai pelarutnya yaitu 20-30 ppt.


(4)

Lampiran 10. Prosedur Uji Fisiologi Bakteri

1. Pewarnaan Gram

Tahap awal dari proses pewarnaan adalah pembuatan preparat ulas yaitu dengan mengambil 1 mata ose dari isolat bakteri, kemudian disebarkan secara merata pada objek glas yang telah ditetesi dengan aquades. Setelah itu dilakukan fiksasi. Kemudian diberikan zat warna utama yaitu kristal violet selama 1 menit, lalu dibilas aquades dan dikeringkan. Kemudian ditetesi iodin untuk meningkatkat afinitas zat warna selama 30 detik, lalu dibilas dengan aseton alkohol sebagai peluntur selama 15 detik dan dikeringkan. Lalu diberikan safranin sebagai zat warna tanding selama 1 menit, dibilas dengan aquades dan dikeringkan. Lalu diamati di bawah mikroskop bentuk dan penataan sel bakteri serta pengelompokan bakteri ke dalam gram positif atau negatif. Uji gram positif jika sel berwarna ungu dan negatif jika sel berwarna merah.

2. Uji Biokimia

Uji Hidrolisis Pati

Isolat bakteri yang telah diperoleh diinokulasikan ke dalam media SA dengan menggunakan metode cawan gores dan tipe goresan sinambung. Kemudian di inkubasi selama 2x24 jam. Setelah itu ditetesi iodin di atas permukaan koloni yang tumbuh. Hasil positif jika terdapat daerah atau zona bening di sekitar koloni setelah penambahan iodin, yang menandakan bakteri memiliki enzim amilase untuk menghidrolisa amilum.


(5)

lebih 30 menit. Hasil positif jika terdapat cairan pada permukaan media, yang menandakan sifat patogenitas bakteri.

Uji Hidrogen Sulfida

Isolat bakteri yang telah diperoleh diinokulasikan ke dalam media miring TSIA, dengan menggunakan metode cawan gores dan tipe goresan sinambung di atas permukaan media miring, Lalu diambil lagi isolat bakteri dengan menggunakan ose lurus dan ditusukkan ke dalam media sampai ¾ bagian media. Diinkubasi selama 2x24 jam. Hasil positif jika terdapat perubahan warna media, keretakan media dan adanya endapan hitam.

Uji Sitrat

Isolat bakteri yang telah diperoleh diinokulasikan ke dalam media miring SCA, dengan menggunakan metode cawan gores dan tipe goresan sinambung di atas permukaan media miring tersebut. Lalu inkubasi selama 2x24 jam. Hasil positif jika terdapat perubahan warna media dari hijau ke biru, yang menandakan bahwa bakteri tersebut mamapu menngunakan sitrat sebagai satu-satunya sumber karbon dan energi.

Uji Motilitas

Isolat bakteri yang telah diperoleh diinokulasikan ke dalam media Sulfite SIM dengan menggunakan ose lurus dan ditusukkan ke dalam media sampai setengah bagian media. Kemudian diinkubasi selama 2x24 jam. Hasil positif jika terdapat jejek pergerakan bakteri pada media, yang menendakan bahwa bakteri tersebut memiliki flagel sebagai alat geraknya.


(6)

Uji Katalase

Isolat bakteri yang telah diperoleh diinokulasikan 1 lup ose isolat bakteri pada objek glass, kemudian ditetesi 2-3 tetes H2O2 3% selama kurang lebih 5 menit. Hasil positif jika terbentuk gelembung udara sekitar koloni setelah penambahan reagen H2O2 3%, yang menandakan bahwa bakteri mempunyai enzim katalase untuk menguraikan hidrogen peroksida.