Konsumsi Serat Aktivitas Fisik

menemukan lebih dari sepertiga remaja di Yunani berusaha mengurangi berat badan dengan diet rendah lemak. Meskipun demikian, Flier 2010 menyatakan bahwa banyak orang dengan obesitas meyakini dirinya telah mengonsumsi makanan dengan jumlah yang sedikit. Berdasarkan hukum termodinamika bahwa untuk kenaikan berat badan seseorang harus makan lebih banyak daripada orang normal. Namun ada sebagian orang yang mempunyai predisposisi untuk obesitas akan menjadi obesitas tanpa harus adanya peningkatkan konsumsi energi.

5.2.2. Konsumsi Serat

Pada penelitian ini tidak terdapat hubungan antara frekuensi mengonsumsi serat dengan kejadian overweight dan obesitas pada siswa SMA Yayasan Pendidikan Harapan 1 Medan p-value: 0,05. Hasil yang berbeda ditemukan Hanley, et al 2000. Setiap peningatan 0,77gMJ asupan serat mengurangi risiko obesitas 0,69 kali. Secara keseluruhan, lebih dari 50 responden kurang dari 3 kali per minggu. Ini menunjukan rendahnya konsumsi serat baik kelompok kasus dan kontrol. Hal ini didukung oleh penelitian Vitolo, Campagnolo, dan Gama 2007 di Brazil menunjukan 69 remaja perempuan dan 49 remaja laki-laki kekurangan serat. Rendahnya konsumsi serat pada remaja disebabkan oleh konsumsi makanan tinggi energi yang berasal dari lemak terutama yang terdapat dalam fast food Vitolo, Campagnolo, dan Gama 2007. Kemudian ditambah banyaknya jumlah tempat makan yang menjual makanan dengan nilai gizi yang buruk seperti restoran fast food. Akibatnya remaja terpapar makanan yang tidak sehat, terutama kekurangan serat dalam makanannya Benegas, et al., 2011. Selain itu, Bargiota 2013 juga menemukan bahwa remaja sangat jarang memilih makanan berserat seperti salad.

5.2.3. Aktivitas Fisik

Pada penelitian ini didapatkan tidak ada hubungan antara aktivitas fisik dengan kejadian overweight dan obesitas pada siswa SMA Yayasan Pendidikan Universitas Sumatera Utara Harapan 1 Medan p-value: 0,05. Primacakti, Sjarif, dan Advani 2014 juga menemukan tidak ada hubungan total pengeluran energi harian pada remaja obesitas dan non-obesitas di Jakarta Barat. Allison, et al 2007 juga menunjukan bahwa baik remaja obesitas dan non-obesitas sama-sama memiliki aktivitas fisik yang rendah. Beberapa tahun terakhir, terjadi kecenderungan kebiasaan aktivitas sedentari akibat perkembangan teknologi sehingga banyak remaja yang menghabiskan waktu hanya bermain gadget screen time. Oleh karena itu WHO, AHA, dan CDC menyarankan pembatasan waktu screen time 2 jam per hari. Pada penelitian ini didapatkan hanya 20 responden yang memiliki screen time 2 jam per hari dan tidak ada perbedaan signifikan antara responden yang obesitas dan responden yang obesitas berdasarkan screen time p-value: 0,05. Ini berarti responden yang obesitas dan yang tidak mempunyai kecendrungan screening time yang sama. National Health Service NHS menyarankan agar anak-anak dan remaja usia 5-18 tahun melakukan aktivitas fisik yang menggunakan kekuatan minimal tiga kali seminggu seperti jogging. Kemudian anak-anak dan remaja dianjurkan untuk mengurangi waktu duduk seperti menonton, dan bermain komputer. Selain itu intevensi di sekolah dalam mengubah kegiatan fisik sangat berpengarah dalam mengubah pola aktivitas fisik remaja karena lebih dari sepertiga waktu bangun remaja dihabiskan di sekolah Kriemler, et al., 2013.

5.2.4. Uang Saku