Hubungan Fast Food dengan Kejadian Overweight dan Obesitas

gerak atau menggunakan sedikit tenaga untuk aktivitas sehari-hari. Sebagai contoh, seorang petani yang membajak sawahnya secara manual akan mengeluarkan energi 400 kkal dibanding menggunakan traktor 130 kkal Misnadiarly, 2007. Dengan peningkatan taraf hidup dan penggunaan mesin, lebih banyak mobil, dan pekerja kasar yang dibutuhkan semakin sedikit. Terobosan terbaru pada televisi rumah, komputer, dan game komputer meningkatkan aktivitas fisik yang kurang bergerak, terutama bagi anak-anak Atkinson, 2005. 5 Obat Beberapa obat diperkirakan meningkatkan asupan makanan maupun berat badan. Glukokortikoid menyebabkan pertambahan jaringan adiposa terutama bagian batang tubuh. Insulin, sulfonilurea dan tiazolidenosa meninduksi peningkatan berat badan dan jaringan adiposa pada pasien diabetes. Phenotiazine dan golongan anti-psikotik serat trisiklik anti-depresan menginduksi pertambahan berat badan. Cyproheptadine dan asam valproat juga telah dicurigai sebagai etiologi obesitas pada beberapa pasien. Terakhir, beta-bloker seperti propanolol diperkirakan mengurangi efek simpatis dan menaikkan berat badan atau susah kehilangan berat badan Atkinson, 2005.

2.3. Hubungan Fast Food dengan Kejadian Overweight dan Obesitas

Fast food merupakan makanan yang mudah disajikan dan cepat dikonsumsi. Fast food tidak memiliki nilai gizi serta tinggi lemak, garam, gula, dan kalori Johnson, Sahu, dan Saxena, 2012. Tingginya kadar lemak menyebabkan otak mengirimkan impuls ke sel untuk mengabaikan sinyal dari leptin dan insulin sehingga terganggunya pusat kenyang Benoit, et al., 2009. Jenis-jenis makanan cepat saji yang banyak dikonsumsi oleh remaja antara lain: hamburger, fried chicken, pizza dan donat Virgianto, 2005. Misalnya hamburger MC Donald memiliki kadar garam sebesar 2 gram100 gram. Dengan kata lain, jika seseorang mengonsumsi 300 gram hamburger MC Donald saja sama dengan mengonsumsi 6 gram garam, sedangkan asupan garam per hari yang Universitas Sumatera Utara direkomendasikan WHO hanya 5 gram. Contoh lainnya adalah fried chicken KFC memiliki kadar lemak trans sebesar 0,7 gram100 gram. Dengan kata lain, jika seseorang mengonsumsi 300 gram fried chicken KFC saja hampir mencapai batas maksimal asupan lemak trans yang direkomendasikan sebesar 2,6. Selanjutnya, pizza memiliki kadar lemak total sebesar 7,9 gram 100 gram dengan angka rekomendasi lemak total per hari sebesar 35-79 gram Johnson, Sahu, dan Saxena, 2012. Kandungan gizi fast food tersebut dapat menyebabkan obesitas jika dikonsumsi secara berlebihan KEMENKES 2012; Zulfa, 2011. Di Amerika Serikat, dari 4.746 siswa dengan rentang usia 11-18 tahun menemukan bahwa sekitar 75 dari populasi tersebut paling sedikit mengonsumsi fast food satu kali dalam seminggu. Di Riyadh, Arab Saudi, fakta membuktikan satu dari empat remaja di sana mengonsumsi fast food lebih dari 2 kali dalam seminggu ALFariz, et al., 2015. Di Surakarta, lebih dari setengah siswa dikategorikan sering dalam mengonsumsi fast food Muwakhidah dan Dian, 2008. Penelitian yang dilakukan di Manado pada anak SD umur 6-12 tahun yang dilakukan oleh Domopolli, Mayulu, dan Masi 2013, menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara konsumsi fast food dengan obesitas pada anak-anak. Dari penelitian yang dilakukan oeh Virgianto 2005 tentang konsumsi fast food terhadap kejadian obesitas pada remaja umur 15-17 tahun di SMUN 3 Semarang mendapatkan bahwa variasi jenis makanan cepat saji tidak meningkatkan risiko terjadinya obesitas. Meskipun begitu, berdasarkan perhitungan odds ratio pada kontribusi kalori yang berasal dari makanan cepat saji terhadap terjadinya obesitas, menunjukkan bahwa siswa yang intake kalori setiap hari yang berasal dari fast food ≥6, mempunyai risiko terjadinya obesitas sebesar 4,2 kali lebih tinggi dibandingkan siswa yang intake kalori setiap hari yang berasal dari makanan cepat saji 6. Semakin besar intake kalori, semakin besar kemungkinan terjadinya obesitas. Jadi jelas bahwa total intake kalori yang dikonsumsi tiap hari sedikit banyaknya berperan terhadap terjadinya obesitas. Hasil studi ini memperkuat pernyataan beberapa peneliti lainnya dimana peningkatan masukan energi dan Universitas Sumatera Utara konsumsi makanan memberikan kontribusi besar untuk terjadinya obesitas. Uji korelasi terhadap variasi jenis makanan fast food dengan kejadian obesitas menunjukkan bahwa tidak didapatkan hubungan antara variasi jenis makanan cepat saji dengan terjadinya obesitas pada remaja. Hal ini disebabkan karena yang mempengaruhi obesitas adalah jumlah masukan kalori, bukan jenis makanannya Padmiari dan Eka, 2003.

2.4. Hubungan Konsumsi Serat dengan Kejadian Overweight dan Obesitas