BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kedudukan Perempuan dalam Sistem Pewarisan
2.1.1 Kedudukan Perempuan Terhadap Warisan dalam Pandangan Pengadilan
Untuk mengetahui sejauhmana kedudukan perempuan terhadap warisan, maka dasarnya adalah aturan perundang-undangan positif hukum positif dan putusan
pengadilan Sehubungan dengan itu untuk menjelaskan kedudukan perempuan terhadap warisan di Indonesia, maka kita harus melihat format hukum waris yang
terdapat di Indonesia, menyusul kemudian seiap sistem yang terdapat dalam setiap format hukum waris yang di maksud.
2.1.1.1. Kedudukan perempuan ditinjau dari sistem waris KUH Perdata Dalam sistem waris KUH Perdata, hubungan keahliwarisan di dasarkan
kepada beberapa faktor, yaitu : a Faktor hubungan darah; yang menempatkan para kerabat menjadi ahli waris
berdasarkan keturunan b Faktor perkawinan; yang menempatkan janda dan duda saling mewaris
c Faktor testamen yang menempatkan seseorang sebagai ahli waris berdasarkan kehendak sepertiyang tertulis dalam testamen.
Memperhatikan patokan hubungan keahliwarisan yang di dasarkan pada keturunan, perkawinan dan testamen dan bila di hubungkan dengan ketentuan yang
Universitas Sumatera Utara
mengatur hak dan kedudukan perempuan untuk mewarisi yang di atur dalamKUH Perdata, dapat di rinci sebagai berikut :
a. Hak dan kedudukan antara laki-laki dan perempuan dalah sama b. Janda sebagai istri behak mewarisi harta warisan mendiang suami pasal 832
KUH Perdata 2.1.1.2 Kedudukan perempuan dalam sistem Hukum Waris Islam
Pada sistem hukum waris Islam, ada kesamaan pengaturan dengan KUH Perdata, dimana :
a. Berdasarkan hubungan darah atau keturunan b. Berdasarkan hubungan ikatan perkawinan
c. Berdasarkan wasiat Kedudukan perempuan dalam Hukum Waris Islam sebagaimana yang telah di
atur dalam Kompilasi Hukim Islam KHI yang ada adalah sebagai berikut : a. Anak perempuan mempunyai hak dan kedudukan mewarisi harta peninggalan
orang tua berdasarkan hubungan darah, yaitu dengan aturan : a. Bersama dan bersekutu dengan anak laki-laki
b. Porsi anak laki-laki lebih besar daripada anak perempuan yaitu 2:1 pasal 176
KHI c. Bila tidak ada anak laki-laki maka :
1. Yang ada hanya seorang anak perempuan maka mendapat 12 bagian 2. Bila lebih dari seorang maka mendapat 23 bagian
b. Janda adalah ahliwaris berdasarkan kepada ikatan perkawinan Furuddul Muqadarrah jumlahbahagian yang sudah tetap
c. Ibu mewarisi harta warisan anak pasal 178 KHI a. Dalah hal ini anak meninggalkan anak dan dua saudara atau lebih maka ibu
mendapat 16 bagian b. Bila anak tidak memiliki keturunan atau saudara yang lain maka ibu mendapat
13 bagian
Universitas Sumatera Utara
c. Ibu mendapat 13 bagian dari sisa setelah di ambil oleh janda atau duda si anak, di mana ibu mewarisi bersama ayah. Harahap, 1975:138
2.1.2. Kedudukan Perempuan dalam Hukum Waris Adat Pembahasan kedudukan perempuan dalam sistem hukum waris adat merujuk
kepada putusan pengadilan, tidak mengenal lagi pembedaan nilai hukum waris berdasarkan kedudukan sosial. Terhadap semua lapisan masyarakat, mulai dari petani
sampai kepada bangsawan, baik perempuan atu laki-laki di terapkan hukum waris yang sama. Hal ini dapat di lihat pada Keputusan Mahkamah Agung No
302Sip1960 tanggal 2 November 1960, di mana di sebutkan bahwa ”hukum adat di seluruh Indonesia memberi hak dan kedudukan kepada janda mewarisi harta asal
suami. Harahap, 1975:144 Dengan demikian hukum waris adat baru telah mengaburkan bentuk-bentuk
stelsel kekeluargaan patrilineal dan matrilineal. Yang paling kuat mendapat goncangan dan pegeseran adalah sistem patrilineal. Selama ini stelsel tersebut hanya
mengakui anak laki-laki sebagai ahli waris. Hal ini kemudian dibalikkan oleh hukum waris adat baru yang memberi porsi yang hak dan kedudukan yang sama kepada
kepada anak perempuan dan janda sebagai ahli waris dengan jumlah sama. Paham dan pandangan yang menempatkan anak perempuan sebagai ahli waris
penuh harta orang tuanya, ditegaskan dalam Keputusan Mahkamah Agung No 179KSip1961 yang menyatakan : ”atas dasar rasa kemanusiaan dan keadilan umum
Universitas Sumatera Utara
dan juga atas hakekat persamaan hak, maka laki-laki dan perempuan mempunyai hak yang sama terhadap warisan orang tuanya.”
Keputusan Mahkamah Agung No 179KSip1961 ini merobek kemapanan stelsel patrilineal ke arah stelsel parental parental yang berwawasan harmonisasi secara
horizontal. Ketentuan harmonisasi yang di atur ini kemudian membawa akibat :
a Telah menjadi standard hukum yang berbobot b Semua putusan pengadilan yang muncul kemudian telah menjadikan putusan
tersebut sebagai rujukan secara nasional c Dengan demikian para hakim telah sepakat menegakkan asas terhadapnya
dan terikat untuk mengikutinya. Sedangkan perempuan yang berkedudukan sebagai janda berhak mewarisi
harta bersama. Hal tersebut dapat di lihat kembali pada putusan Mahkamah Agung No 320KSip1958 yang berisikan: ”menurut hukum adat Tapanuli, pada zaman
sekarang janda mewarisi harta pencaharian suami.” Putusan ini di katakan sebagai titik awal lahirnya pengakuan adat hakdan
kedudukan janda untuk mewarisi harta bersama yang berwawasan nasional. Dengan demikian putusan tersebut sekaligus megkonstruksi lahirnya harta bersama yang di
barengi dengan pemberian hak dan kedudukan janda untuk mewarisi harta bersama tersebut.
Universitas Sumatera Utara
2.1.3. Kedudukan Perempuan dalam Sistem Pewarisan Adat