Intercultural Sensitivity LANDASAN TEORI

14

BAB II LANDASAN TEORI

A. Intercultural Sensitivity

1. Pengertian Intercultural Sensitivity Kajian terhadap konsep yang menyerupai intercultural sensitivity tidak hanya dapat dilakukan dengan perspektif ilmu psikologi, melainkan juga dari perspektif disiplin ilmu lainnya seperti antropologi, komunikasi, hubungan internasional dan sosiologi. Oleh sebab itulah dalam penelitian-penelitian ilmiah, lazim ditemukan beragam pengertian dan cara pengkategorian berbeda yang disematkan pada intercultural sensitivity . Secara umum konsep intercultural sensitivity dikategorisasikan oleh bebrapa tokoh. Tipe pertama adalah tokoh yang mengkategorikan intercultural sensitivity sebagai salah satu dimensi yang menyusun suatu konsep yang lebih besar. Tokoh yang pandangannya termasuk ke dalam kategori ini antara lain Chen dan Starosta Kashima, 2006 yang menyatakan bahwa intercultural sensitivity merupakan dimensi afektif dari variabel intercultural communication competence . Juga Cui dan Van den Berg Panggabean, 2004 yang menyatakan bahwa cultural empathy adalah salah satu dimensi yang menyusun variabel intercultural effectiveness. Tipe kedua adalah tokoh yang menganggap bahwa intercultural sensitivity merupakan suatu variabel tunggal yang sifatnya mandiri dan bukan salah satu dari banyak dimensi yang menyusun sebuah konsep. Tokoh Universitas Sumatera Utara 15 yang pandangannya termasuk ke dalam tipe ini antara lain Bhawuk dan Brislin 1992 serta Bennett 1998, 2004. Studi mengenai kepekaan interpersonal dilakukan oleh Bronfenbrener, Harding, dan Gallwey 1958 adalah salah satu studi awal yang membahas mengenai konsep sensitivitas ini. Mereka mencetuskan bahwa kepekaan secara umum dan kepekaan terhadap perbedaan individu adalah dua jenis kemampuan utama dalam persepsi sosial. Kepekaan terhadap orang lain secara umum adalah semacam kepekaan terhadap norma sosial satu kelompok sendiri McClelland, 1958, hal. 241, dan sensitivitas interpersonal adalah kemampuan untuk membedakan bagaimana orang lain berbeda dalam perilaku, persepsi atau perasaan Bronfenbrener , et al., 1958. Konsep kepekaan interpersonal ini secara lebih luas hampir sama dengan konsep Intercultural Sensitivity. Hart Dan Burks 1972 Dan Hart, Carlson, dan Eadie 1980 juga mengatakan bahwa Intercultural Sensitivity sebagai pola pikir yang diterapkan seseorang dalam kehidupannya sehari-hari sehingga orang-orang yang sensitif harus mampu menerima kompleksitas pribadi, menghindari kekakuan komunikasi, sadar dalam interaksi, menghargai ide-ide yang dipertukarkan, dan memiliki toleransi. Dan elemen-elemen ini tampaknya tertanam dalam dimensi kognitif, afektif, dan perilaku interaksi antarbudaya. Milton J. Bennett pada tahun 1986 juga menambahkan dengan mendefinisikan Intercultural Sensitivity sebagai kemampuan untuk mengubah diri dalam berinteraksi baik secara afektif,kognitif dan perilaku dari tahap penolakan ke tahap integrasi dalam proses pengembangan komunikasi antarbudaya. Universitas Sumatera Utara 16 Bennett 1984 memahami Intercultural Sensitivity sebagai proses perkembangan di mana seseorang memiliki kemampuan mengubah diri secara afektif, kognitif, dan perilaku dari tahap etnosentris ketahap ethnorelative. Rute proses transformasi ini dapat terpisah menjadi enam tahap yaitu: 1 Penolakan -di mana salah satunya menyangkal perbedaan budaya dengan orang-orang lain 2 Pertahanan - di mana salah satunya berupaya untuk melindungi cara pandangnya dengan melawan ancaman yang dirasakan. 3 Minimisasi - di mana salah satu berupaya untuk melindungi inti dari satu pandangan secara umum dengan menyembunyikan perbedaan dalam bayangan kesamaan budaya. 4 Penerimaan - di mana seseorang mulai menerima adanya perbedaan perilaku yang didasari oleh perbedaan budaya. 5 Adaptasi - di mana seseorang menjadi empatik terhadap perbedaan budaya dan menjadi bicultural atau multikultural, dan 6 Integrasi - di mana seseorang mampu menerapkan ethnorelativism identitas sendiri dan dapat memahami perbedaan sebagai aspek penting dan menyenangkan dari semua kehidupan. Bhawuk dan Brislin 1992menunjukkan, Intercultural Sensitivity merupakan reaksi individu untuk orang-orang dari budaya lain, yang dapat menentukan kemampuan kesuksesan seseorang untuk bekerja dan berkomunikasi dengan baik. Bhawuk dan Brislin 1992 juga mencoba untuk mengembangkan Universitas Sumatera Utara 17 sebuah alat untuk mengukur Intercultural Sensitivity dari perspektif individualisme vs kolektivisme. Mereka mengembangkan pengukuran Intercultural Sensitivity yang berdasarkan unsur-unsur dimensi afektif, kognitif, dan perilaku. Unsur-unsur yang digunakan antara lain: 1 Pemahaman tentang cara berperilaku seseorang yang berbeda, 2 Keterbukaan pikiran mengenai adanya perbedaan dan 3 Tingkat fleksibilitas perilaku yang ditunjukkan dalam budaya baru. Konsep yang lebih sederhana dikembangkan Chen dalam The Concept of Intercultural Sensitivity 1997 telah mendefinisikan Intercultural Sensitivity merupakan kemampuan individu untuk mengembangkan emosi positif terhadap pemahaman dan menghargai perbedaan budaya sehingga menampilkan perilaku yang tepat dan efektif dalam komunikasi antarbudaya. Dalam studinya Chen 1997 juga mengidentifikasi bahwa Interaction Engagement, Respect for Cultural Differences, Interaction Confidence, Interaction Enjoyment, Interaction Attentiveness merupakan komponen dasar Intercultural Sensitivity . Defenisi inilah yang akan digunakan lebih jauh dalam penelitian ini. Universitas Sumatera Utara 18 2. Komponen Intercultural Sensitivity Chen dan Starosta 2000 berpendapat bahwa sensitivitas antar budaya merupakan salah satu faktor penting dalam komunikasi antar budaya yang terdiri dari lima kemampuan yang menjadi komponen pembentuk Intercultural Sensitivity , komponen tersebut antara lain: a Interaction Engagement. Interaction Engangement merupakan keterlibatan interaksi yang menyangkut tentang perasaan peserta dalam proses komunikasi antarbudaya. b Respect for Cultural Differences Dalam hal ini Respect for Cultural Differences mengacu pada bagaimana peserta mengarahkan atau mentolerir perbedaan budaya yang ada pada rekan-rekan mereka . c Interaction Confidence Interaction Confidence ini mengacu pada tingkat kepercayaan dari seseorang selama interaksi antarbudaya berlangsung. d Interaction Enjoyment Dalam interaksi yang terjadi, hal ini mengacu pada kenikmatan berinteraksi yang berhubungan dengan reaksi peserta komunikasi antar budaya. e Interaction Attentiveness Perhatian terhadap interaksi yang terjadi mencerminkan upaya peserta untuk memahami apa yang terjadi di dalam komunikasi antarbudaya . Universitas Sumatera Utara 19 Studi yang dilakukan oleh Chen dan Starosta s 2000 mengindikasikan bahwa individu dengan sensitivitas antar budaya yang berkembang dengan baikakan menjadi lebih perhatian , lebih mampu bersosialisasi dengan baik, memiliki hubungan interpersonal yang baik sehingga dapat menyesuaikan perilaku mereka , dapat menunjukkan harga diri dan kepercayaan diri yang tinggi, lebih empatik , dan lebih efektif dalam interaksi antarbudaya .

B. Sekolah Homogen Monokultural