46
C. PEMBAHASAN
Dari hasil Penelitian ini ditemukan bahwa terdapat perbedaan
Intercultural Sensitivity
pada sekolah homogen dengan sekolah heterogen. Karena dari hasil uji T-test yang dilakukan diperoleh
didapatkan nilai ρ 0.05, yakni sebesar 0.000 sehingga didapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan
Intercultural Sensitivity
antara siswa-siswi sekolah homogen dan sekolah heterogen.
Hasil penelitian ini sejalan dengan teori yang di kemukakan oleh Chen dalam
The Concept of Intercultural Sensitivity
1997 dimana
Intercultural Sensitivity
merupakan kemampuan individu untuk mengembangkan emosi positif terhadap pemahaman dan menghargai perbedaan budaya sehingga
menampilkan perilakuyang tepat dan efektif dalam komunikasi antarbudaya. Semakin tinggi skor subjek pada tiap dimensi yang ada dalam skala
Intercultural Sensitivity
maka semakin kuat
Intercultural Sensitivity
yang dimiliki para siswa sekolah yang berbasis homogen Monocultural dan sekolah heterogen
Monocultural di kota Medan begitu juga sebaliknya. Dari hasil tambahan penelitian dapat dilihat bahwa komponen Interaction
Engangement merupakan komponen yang paling menonjol baik disekolah homogen maupun heterogen. Data ini diperoleh dari perbandingan nilai mean dan
standard deviasi. Sementara komponen yang paling rendah dari
Intercultural Sensitivity
adalah Interaction Attentivenes. Artinya hal ini sesuai dengan yang dikemukakan bahwa semakin tinggi skor subjek pada tiap dimensi yang ada
dalam skala
Intercultural Sensitivity
maka semakin kuat
Intercultural Sensitivity
yang dimiliki para siswa sekolah yang berbasis homogen dan sekolah heterogen
Universitas Sumatera Utara
47
begitu juga sebaliknya. Hal ini jg terlihat dari keberagaman budaya yang ada antara sekolah homogen dan sekolah heterogen dimana sekolah homogen
memiliki kesempatan untuk berinteraksi dengan budaya yang berbeda lebih kecil dari pada sekolah heterogen sehingga akan sangat mempengaruhi skor Interaction
Engangement. Sedangkan pada komponen Interaction Attentivenes merupakan komponen yang memiliki nilai mean dan standard deviasi yang rendah dimana
komponen ini adalah komponen yang berhubungan dengan kemampuan individu untuk peka dan memberikan perhatian ketika komunikasi antar budaya. Artinya
ketika interaksi antar budaya terbatas tentu kemampuan untuk peka dan memberikan perhatian terhadap keragaman budaya juga akan berkurang.
Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Ekstrand, L.H. dalam Saha, Lawrence J. 1997, didalam proses pendidikanlah kesadaran, toleransi,
pemahaman dan pengetahuan tentang perbedaan dan persamaan antar budaya yang berkaitan dengan konsep, nilai, keyakinan dan sikap ini akan diajarkan,
dipelajari, diarahkan
dan diwujudkan.
Pendidikan berbasis
homogen monocultural cenderung melemahkan kesadaran akan pentingnya nilai
kebersamaan, sikap toleransi,dan perilaku yang mampu menghargai, memahami, serta peka terhadap potensi kemajemukan, pluralitas bangsa, dalam bidang etnik,
agama, dan budaya yang ada sehingga kesempatan mereka untuk melakukan
Interaction Engangement
dengan budaya berbeda lebih kecil. Sementara pendidikan berbasis heterogen Multicultural diarahkan untuk mewujudkan
kesadaran,toleransi, pemahaman dan pengetahuan yang mempertimbangkan perbedaan cultural danjuga perbedaan dan persamaan antar budaya dan kaitannya
Universitas Sumatera Utara
48
dengan konsep, nilai, dan keyakinan serta sikap Lawrence J. Saha, 1997:348 sehingga kesempatan mereka untuk berinteraksi lebih besar.
Menurut Fay 1996 multikulturalisme adalah suatu ideologi yang akan mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kesederajatan baik secara
kebudayaan individu
maupun secara
kolektivitas. Dengan
demikian mulitikulturalisme dapat mewujudkan masyarakat yang rukun dan menjunjung
nilai-nilai kesederajatan. Dalam konteks pendidikan, multikulturalisme sangat penting diajarkan di sekolah-sekolah. Hal ini berkenaan dengan Indonesia sebagai
bangsa yang besar yang terdiri dari keanekaragaman masyarakat dan budaya. Kemajemukan itu harus di internalisasi dalam muatan pendidikan yang
menekankan pada aspek kesederajatan dalam pemenuhan hak - hak bagi warga negara, sehingga benturan-benturan sosial dan politik dapat diminimalisasikan.
Hasil penelitian ini memberikan pengetahuan tentang perbedaan
Intercultural Sensitivity
yang terdapat antara sekolah homogen monocultural dengan sekolah heterogen multicultural sehingga dapat dijadikan evaluasi dan
bahan pertimbangan bagi dinas terkait dan sekolah-sekolah yang ada di kota medan sehingga dalam konteks pendidikan multikulturalisme depat ditumbuhkan
dan dikembangkan melalui proses pembelajaran dan pendidikan di lingkungan sekolah maupun dilingkungan bermasyarakat.
Intercultural Sensitivity
merupakan suatu kemampuanmengembangkan emosi positif terhadap pemahaman dan
penghargaan terhadap perbedaan budaya sehingga dapat memunculkan prilaku yang tepat dan efektif dalam komunikasi antar budaya. Dengan
Intercultural Sensitivity
ini kita dapat menjadi masyarakat yang multikuturalisme, menikmati perbedaan, hidup rukun berdampingan dan bekerja sama secara efektif dengan
Universitas Sumatera Utara
49
orang-orang dari budaya yang berbeda. Sehingga melalui proses pendidikan menghasilkan dan mewujudkan masyarakat multikultural yang memiliki
Intercultural Sensitivity
yang tinggi
Universitas Sumatera Utara
50
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini akan diuraikan kesimpulan dan saran-saran yang berhubungan dengan hasil dari penelitian yang diperoleh dari penelitian ini. Pada
bagian pertama akan diuraikan kesimpulan dari penelitian dan di bagian akhir akan dikemukakan saran-saran yang diharapkan berguna bagi penelitian yang
akan datang yang berhubungan dengan penelitian ini.
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh dalam penelitian ini, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Berdasarkan hasil utama penelitian hipotesa dalam penelitian ini diterima
yaitu terdapat perbedaan
Intercultural Sensitivity
antara siswa-siswi sekolah homogen dan sekolah heterogen.
2. Berdasarkan hasil tambahan penelitian dapat disimpulkan bahwa
komponen yang paling tinggi dari
Intercultural Sensitivity
terdapat pada komponen Interaction Engagement, karena Interaction Engangement
adalah komponen dasar yang paling mudah dilakukan dan terlihat ketika terjadi interaksi dengan budaya yang berbeda.. Sementara komponen yang
paling rendah terdapat pada komponen Interaction Attentiveness, karena komponen ini adalah komponen yang berhubungan dengan kepakaandan
Universitas Sumatera Utara