Pluralisme Teologis dan Sosiologis
Internasional Ilmuan Islam yang berlangsung di Jakarta Convention Centre JCC tanggal 23-26 Februari 2004, Hasyim menghadirkan 300 ilmuan
dengan 120 diantaranya uandangan berasal dari luar negri. Dua puluh orang dan yang separuh diataranya merupakan tokoh dunia ditampilkan sebagai
pembicara.
106
Menurut Hasyim, diharapkan dengan konferensi itu bisa meredakan ketegangan antara dunia Timur dan Barat, dengan tujuan untuk menata uamt
Islam secara internasional dan melahirkan pemikiran khusus, khususnya dibidang pendidikan, ekonomi dan media.
107
Acara yang digagas Hasyim ini adalah kegiatan society to society antara jam’iyah satu negara dengan jam’iayah negara
lain dengan melibatkan tokoh dunia baik sebagi perorangan maupun sebagi lembaga. Hal itu dilakukan dalam kerangka untuk menghindari tarik menarik
kepentingan. Sebab konflik-konflik yang mengunakan Islam itu jarang sekali yang murni dari agama. Biasanya suatu negara dengan negara lain yang kebetulan umat
Islamnya banyak berperang dimana umat bernegara tersebut ikut terlibat maka agamanya juga ikut sertakan. Dengan hanya dihadiri oleh ulama’ dan tokoh
pemikir berkumpul Hasyim ingin meletakan agama, sebagai sumber nilai kemanusiaan, sumber persatuan dan ilmu pengetahuan serta menjadi rahmat bagi
seluruh alam.
108
Pemahaman seperti itu bukan berarti secara otomatis memisahkan antara agama dan negara, tetapi dimaksudkan supaya orang melihat hubungan antara
keduanya secara propesional. Pemisahan agama dan negara merupakan konsep yang masih pro-kontra, walaupun seyogyanya harus dapat dibedakan antara posisi
dan peran masing-masing.
109
106
Ibid., h. 45.
107
Ibid., h. 57
108
Ibid., h. 46.
109
Ibid, h. 47.
Sesuatu yang hendak dikonsepsikan Hasyim Muzadi sebenarnya hanyalah sederhana. Bagaimana umat Islam ini menjadi lebih cerdas dalam menangani
setiap permasalahan yang muncul. Karena didalam situasi kemelut apapun justru yang lebih banyak adalah pihak-pihak yang menumpang dengan berbagai
kepentingan, dan kemudaian menyerang Islam itu sendiri. Analisis seperti ini jarang dikatakan orang. Dalam stesel hubungan antara Barat dan Timur sejak
terjadi ketegangan, dan dalam dunia pergaulan yang acak itu, membuka leher kemungkinan orang untuk menumpang kepentingan dalam mengacak-acak Islam.
Maka agar tidak bisa di acak-acak dari luar, hendaknya umat Islamnya sendiri harus melihat kedalam dan bertindak dengan logika yang cerdas, sehingga kalau
ada serangan yang bersifat arogan pasti akan dapat diketahui sejak dini. Sebaliknya jika pada saat umat Islam sendiri arogan, maka hal itu dijadikan
sertifikasi serangan orang ghairu Islam yang lebih hebat lagi.
110
Yang sangat ditekankan disini menurut penulis adalah bahwa pluralisme dapat dipahami bukan sebagai suatu yang netral. Ia tidak mengandaikan kita untuk
selalu permisif tanpa ada keberpihakan yang jelas, misalnya terhadap semangat toleransi. Dalam Islam, memang sering ditantang dengan pemikiran semacam ini.
Pada saat kunjungan ke Amerika, yang paling mengesankan bagi Hasyim Muzadi adalah ketika bertemu staf keamanan Presiden Amerika Serikat Steve
Hadley yang berkantor di gedung putih kemudian beliau berdua berdiskusi, dalam diskusi tersebut Hasyim Muzadi, mengatakan bahwa Islam di Asia
Tenggara jangan disamakan dengan Islam Timur Tengah. Karena Islam yang di Timur Tengah wawasannya fundamental selain negerinya sering “diobok-obok”
110
Ibid., h. 48-49.