bakteri pathogen subgingiva yang lebih sukar disingkirkan setelah dilakukannya perawatan skeling dan penyerutan akar gigi pada perokok.
Soder dkk, menyimpulkan hanya sedikit pengaruh bantuan dari terapi metronidazol pada terapi nonbedah terhadap perokok. Beberapa penelitian juga
menyimpulkan, amoksisilin dan metronidazol atau secara lokal menggunakan mikrominosiklin hanya memberikan respon dukungan dari terapi mekanis pada bukan
perokok. Namun pada studi belakangan ini telah menyimpulkan bahwa terdapatnya
respon positif dari dosisiklin sub-antimikroba antikolagen terapi dengan menggabungkannya terhadap terapi skeling dan penyerutan akar pada pasien
periodontitis parah termasuk hasil perawatan pada perokok.
1,2,3
2.8 Meningkatnya prevalensi dari penyakit periodontal
Penyakit periodontal dapat menyebabkan kehilangan gigi dan tulang alveolar pada rongga mulut. Hal ini dapat mempengaruhi keadaan estetis dan mekanisme
pengunyahan dalam rongga mulut. Pengaruh merokok dapat menurunkan kebersihan
rongga mulut dan peningkatan penyakit periodontal. Beberapa penelitian yang dikutip Haesman, dkk menyimpulkan, merokok
merupakan salah satu faktor resiko terhadap tingginya prevalensi penyakit periodontal dan sering dikaitkan dengan periodontitis kronis. Sekitar 40 dari kasus
perawatan periodontitis kronis disebabkan oleh merokok. Haber,dkk dalam studinya berpendapat bahwa periodontitis pada perokok ditandai dengan ciri-ciri spesifik
berupa, adanya karakteristik gingiva fibrotik disertai kemerahan gingiva, saku yang lebih dalam pada anterior dan lingual mandibula, dan resesi gingiva. Hal ini
Universitas Sumatera Utara
merupakan parameter klinis bagi perokok terkena periodontitis yang lebih parah dan mempunyai kecendrungan terpapar GUNA acute necrotizing ulcerative gingivitis
daripada bukan perokok.
1-6
Penelitian epidemiologi juga menunjukkan bahwa menurunnya kebersihan rongga mulut perokok disertai dengan peningkatkan deposisi kalkulus, plak debris
dan stain tembakau. Pinborg, dkk menyimpulkan bahwa terdapat hubungan antara
konsumsi tembakau terhadap deposisi kalkulus. Analisa selanjutnya dengan data yang sama oleh Kowalski juga menunjukkan bahwa bukan perokok mempunyai kalkulus
supragingiva jauh lebih rendah dibandingkan perokok. Berdasarkan penelitian-penilitian inilah disimpulkan bahwa perokok lebih
rentan terserang penyakit periodontal dibandingkan bukan perokok. Namun, Danielsen, Bradtzaeg, Jaminson, Sheilham dan Ainamo, menyimpulkan bahwa
apabila perokok dapat menjaga kebersihan rongga mulutnya dengan optimal maka tidak ditemukan perbedaan yang bermakna secara statistik antara perokok dan bukan
perokok pada kesehatan periodonsium.
2,3
Perubahan sistemik dan keseimbangan respon pejamu yang terganggu pada perokok, menunjukkan bahwa merokok memiliki daya merusak yang cukup besar
terhadap kesehatan periodonsium. Lebih jauh lagi, tingginya konsentrasi zat karsinogenik yang terkandung dalam darah dapat mempengaruhi proses
penyembuhan apabila dilakukan perawatan periodonsium pada perokok.
----------000----------
Universitas Sumatera Utara
BAB 3 PENGARUH MEROKOK TERHADAP PERAWATAN PERIODONSIUM