Pengaruh Merokok Terhadap Kondisi Periodonsium dan Perawatan Periodontal

(1)

PENGARUH MEROKOK TERHADAP PERIODONSIUM

DAN PERAWATAN PERIODONTAL

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh :

MUHAMMAD ARIANSYAH LUBIS NIM : 050600102


(2)

Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Periodonsia Tahun 2010

Muhammad Ariansyah Lubis

Pengaruh Merokok Terhadap Kondisi Periodonsium dan Perawatan Periodontal

x + 33 halaman

Penyakit periodontal merupakan penyakit yang dapat menyebabkan kehilangan gigi dan disertai dengan kecacatan pada gigi-geligi yang mengakibatkan berkurangnya kualitas hidup penderitanya. Penelitian cross-sectional yang berkembang selama beberapa tahun belakangan ini menyatakan bahwa prilaku merokok tembakau dapat menyebabkan terjadinya penyakit periodontal. Merokok dapat menjadi faktor etiologi yang penting dan dapat memperparah penyakit periodontal.

Kesehatan periodonsium dapat dipengaruhi oleh kebiasaan merokok. Hal ini dibuktikan dengan peningkatan saku periodontal yang disertai dengan kehilangan tulang alveolar pada perokok, sedangkan pada bukan perokok kondisi kesehatan periodonsiumnya tidak mengalami perubahan disertai dengan indeks plak yang rendah, dalam evalusi periodonsium selama 10 tahun.


(3)

Pada penelitian longitudinal juga menunjukkan adanya hubungan antara penghentian kebiasaan merokok terhadap respon periodonsium. Bukti ini diperkuat dengan adanya peningkatan kualitas kesehatan periodonsium serta keberhasilan mekanisme penyembuhan dalam perawatan periodontal setelah menghentikan kebiasaan merokok.


(4)

PENGARUH MEROKOK TERHADAP PERIODONSIUM

DAN PERAWATAN PERIODONTAL

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh :

MUHAMMAD ARIANSYAH LUBIS NIM : 050600102

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(5)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi

Medan , 27 Januari 2010

Tanda tangan Pembimbing :


(6)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji Pada tanggal 27 Januari 2010

TIM PENGUJI

KETUA : Zulkarnain, drg,. M. Kes ...

ANGGOTA : 1. Saidina Hamzah. D, drg., Sp.Perio(K) ... 2. Irma Ervina, drg., Sp.Perio(K) ...

Disetujui Ketua Departemen :

Zulkarnain, drg., M.Kes ... NIP. 1955 1020 1985 03 1001


(7)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahiim, segala puji bagi Allah yang Maha pemberi nikmat, Maha pemberi petunjuk dan hanya kepada-Nya kami berlindung, selawat dan salam kita sanjungkan kepada junjungan kita nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabat beliau yang tetap setia hingga akhir hayat.

Dengan segala limpahan nikmat dan karunia-Nya penulis dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi ini guna memenuhi kewajiban penulis untuk diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan baik moril maupun materil serta dukungan dan bimbingan sehingga skripsi ini dapat disusun dengan sebaik-baiknya, untuk itu dengan hati yang tulus penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Zulkarnain, drg., M.Kes selaku Ketua Departemen Periodonsia serta pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya dalam memberikan bimbingan, pengarahan dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.


(8)

3. Prof. Ismet Daniel Nasution,drg., Ph.D,. Sp.Pros(K) selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

4. Prof. Tri Murni Abidin, drg., M. Kes,. Sp.KG(K) selaku dosen pembimbing akademik.

5. Seluruh staf pengajar khususnya staf pengajar di Departemen Periodonsia dan pegawai periodonsia FKG USU atas bimbingan, bantuan serta semangat selama penulis melaksanakan perkuliahan dan penyusunan skripsi di Fakultas Kedokteran Gigi.

6. Ucapan terima kasih dan penghargaan teristimewa untuk keluarga penulis tercinta, ayahanda (Drs. H. Arifin Lubis) dan ibunda (Hj. Endang Mainingsih) atas segala bimbingan, dorongan yang diberikan serta doa restu yang tulus untuk membantu penulis mulai dari awal hingga akhir masa studi, serta kakak dan adik tersayang (Arnita, Ardianti, Ade).

7. Terima kasih yang tiada habisnya khusus kepada adinda Tria Syafitri atas semangat dan senantiasa mengingatkan penulis untuk menyelesaian skripsi ini. 8. Seluruh keluarga di Riau, atas doa dan semangat yang diberikan pada penulis. 9. Terima kasih kepada para senior (Bang Ikhmad, Arini, Taufiki, Khalil dan

Qiqin) atas waktunya dalam memberi solusi dalam penyelesaian skripsi ini. Sahabat penulis (Haikal, Agos, Hanry, Franky, Yahya, Putri. E, dan Eko.S) serta semua teman satu stambuk 2005 yang tidak dapat disebutkan namanya satu-persatu.


(9)

Penulis menyadari keterbatasan ilmu pengetahuan dalam penulisan skripsi ini sehingga diharapkan saran dan kritik yang sifatnya membangun demi penyempurnaan dimasa mendatang. Akhir kata semoga skripsi ini memberikan sumbangan fikiran dan bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan para pembaca.

Medan, Januari 2010 Penulis


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ………. i

HALAMAN PERSETUJUAN ………. ii

HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

BAB 2 DAMPAK MEROKOK TERHADAP PERIODONSIUM ... 3

2.1 Perubahan Vaskularisasi ... 3

2.2 Perubahan Fungsi Netrofil ... 4

2.3 Berkurangnya Produktifitas Serum Imunonnologi G ... 4

2.4 Berkurangnya Proliferasi Limfosit ... 5

2.5 Pengaruh Negatif dari Sitokin dan Produktifitasnya ... 5

2.6 Perubahan Fungsi dan Perlekatan Jaringan Fibroblas ... 6

2.7 Sukar dalam Perawatan Periodonsium ... 7


(11)

BAB 3 PENGARUH MEROKOK TERHADAP PERAWATAN

PERIODONSIUM ... 10

3.1 Evaluasi terhadap Parameter Klinis dan Imunologi Pasca Perawatan Periodonsium ... 10

3.2 Evaluasi terhadap Hasil Perawatan Bedah Mukogingiva pada Perawatan Akar Gigi yang Tersingkap ... 14

BAB 4 PENGARUH PENGHENTIAN MEROKOK TERHADAP KONDISI JARINGAN PERIODONSIUM ... 21

4.1 Evaluasi Penghentian Merokok terhadap Kondisi Jaringan Periodonsium ... 22

4.2 Evaluasi Penghentian Merokok terhadap Keberhasilan Perawatan Periodonsium ... 26

BAB 5 DISKUSI DAN KESIMPULAN ... 30

5.1 Diskusi ... 30

5.2 Kesimpulan ... 31


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Tinjauan studi perbandingan efektifitas perawatan

periodontal pada perokok dan bukan perokok ... 11 2. Parameter klinis (rata-rata ± SD) mulai dari awal perawatan

sampai 6, 12, 24 bulan setelah perawatan bedah flep posisi

koronal ... 17 3. Persentasi penutupan akar gigi yang tersingkap pada perokok

bukan perokok selama 24 bulan evaluasi setelah perawatan bedah

flap posisi koronal ... 19 4. Rata-rata kedalaman probing, jumlah lokasi probing >2mm dan

proporsi lokasi yang memperlihatkan perdarahan dan skor plak saat awal (kunjungan 1) dan saat 4-6 minggu setelah berhenti

merokok (kunjungan 2) ... 23 5. Pengaruh berhenti merokok terhadap aktifitas seluler dan

humoral dalam cairan sulkus gingiva serta keadaan periodonsium

dan respon imun-inflamasi ... 24 6. Tinjauan studi efektifitas perawatan periodontal setelah


(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Resesi multipel gingival klas I Miller pada

(A) rahang atas dan (B) rahang bawah ... 13 2. Perawatan resesi gingival pada perokok dengan terapi bedah

flap posisi koronal. A) Awal resesi gingival.

B) Akhir dari pembedahan. C) Hasil setelah 6 bulan perawatan.


(14)

Fakultas Kedokteran Gigi Departemen Periodonsia Tahun 2010

Muhammad Ariansyah Lubis

Pengaruh Merokok Terhadap Kondisi Periodonsium dan Perawatan Periodontal

x + 33 halaman

Penyakit periodontal merupakan penyakit yang dapat menyebabkan kehilangan gigi dan disertai dengan kecacatan pada gigi-geligi yang mengakibatkan berkurangnya kualitas hidup penderitanya. Penelitian cross-sectional yang berkembang selama beberapa tahun belakangan ini menyatakan bahwa prilaku merokok tembakau dapat menyebabkan terjadinya penyakit periodontal. Merokok dapat menjadi faktor etiologi yang penting dan dapat memperparah penyakit periodontal.

Kesehatan periodonsium dapat dipengaruhi oleh kebiasaan merokok. Hal ini dibuktikan dengan peningkatan saku periodontal yang disertai dengan kehilangan tulang alveolar pada perokok, sedangkan pada bukan perokok kondisi kesehatan periodonsiumnya tidak mengalami perubahan disertai dengan indeks plak yang rendah, dalam evalusi periodonsium selama 10 tahun.


(15)

Pada penelitian longitudinal juga menunjukkan adanya hubungan antara penghentian kebiasaan merokok terhadap respon periodonsium. Bukti ini diperkuat dengan adanya peningkatan kualitas kesehatan periodonsium serta keberhasilan mekanisme penyembuhan dalam perawatan periodontal setelah menghentikan kebiasaan merokok.


(16)

BAB 1 PENDAHULUAN

Kebiasaan merokok merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya penyakit periodontal. Zat dalam asap rokok dapat diserap kedalam tubuh melalui mukosa mulut sehingga menyebabkan perubahan pada periodonsium. Penelitian cross-sectional yang berkembang saat ini menyatakan bahwa kebiasaan merokok merupakan faktor etiologi penting terhadap penyakit periodontal serta dikaitkan dengan kenaikkan tingkat kehilangan tulang alveolar. Terganggunya mikrosirkulasi gingiva serta perubahan respon pejamu dalam jaringan periodonsium, dapat menyebabkan tingginya prevalensi penyakit periodontal pada perokok.1-5 Pada bab 2 akan dijelaskan kutipan beberapa penelitian pengaruh merokok terhadap perubahan-perubahan sistemik yang terjadi pada perodonsium.

Kebiasaan merokok juga dapat mempengaruhi perawatan periodonsium serta proses penyembuhan. Pada perokok terjadi penurunan aktifitas seluler dan humoral pada periodonsiumnya, sehingga menurunkan potensial imun-inflamasi periodonsium terhadap respon inflamasi selama penyembuhan.Hal ini, apabila dilakukan perawatan bedah maupun non-bedah pada perokok akan membutuhkan waktu lama bahkan terhentinya proses penyembuhan pasca perawatan.6-8 Pada bab 3 akan dikutip beberapa penelitian berdasarkan evaluasi parameter klinis dan imunologi serta membahas pengaruh merokok terhadap hasil perawatan bedah mukogingiva.

Banyak penelitian tentang pengaruh merokok terhadap perubahan sistemik dan keberhasilan perawatan periodonsium, juga disertai perbandingan normalitasnya


(17)

terhadap bukan perokok. Sedangkan mantan perokok dijadikan sebagai pembanding parameter klinis terhadap kesehatan dan keberhasilan perawatan periodonsium. Perokok yang menghentikan kebiasaan merokok memiliki status kesehatan periodonsium yang hampir sama dengan bukan perokok. Peningkatan sirkulasi darah serta aktifitas seluler dan humoral dalam cairan sulkus gingiva terjadi hanya dalam waktu 5 hari pasca penghentian kebiasaan merokok. Walaupun masih sedikitnya informasi mengenai efek potensial berhenti merokok terhadap kesehatan dan perawatan periodonsium, banyak peneliti menyarankan pentingnya berhenti merokok dan menjaga kebersihan rongga mulut terhadap keberhasilan perawatan periodonsium.6,9-11 Pada bab 4 akan dikemukakan evaluasi penghentian merokok terhadap kondisi dan keberhasilan perawatan periodonsium. Tulisan ini akan ditutup dengan diskusi dan kesimpulan pada bab 5.

Dengan adanya pembahasan pada tiap-tiap bab, diharapkan adanya pemahaman mengenai pentingnya berhenti merokok terhadap kesehatan dan keberhasilan perawatan periodonsium.


(18)

BAB 2

DAMPAK MEROKOK TERHADAP PERIODONSIUM

Kebiasaan merokok sejak lama telah diasosiasikan sebagai penyebab berbagai macam perubahan dalam rongga mulut, seperti kaitannya dengan kanker mulut dan penyakit periodontal. Zat dalam asap rokok seperti; nikotin, tar, karbon monoksida (CO), dan ratusan zat-zat kimia berbahaya lainnya, dapat terabsorbsi melalui jaringan lunak rongga mulut dan mengikuti aliran darah. Hal ini dapat menyebabkan perubahan pejamu dan kesehatan periodonsium.1

Analisa berdasarkan survei NHANES 1 menunjukkan bahwa perokok termasuk kelompok dengan indeks plak dan kalkulus serta level penyakit periodontal yang tinggi dibandingkan bukan perokok. Hal inilah yang menyebabkan merokok sering dikaitkan sebagai faktor sekunder atau faktor pendorong dalam menimbulkan kehilangan gigi dan tulang alveolar pada penyakit periodontal.1,2

2.1 Perubahan vaskularisasi

Perubahan vaskularisasi pada perokok, disebabkan terjadinya iritasi kronis dan perubahan panas pada mukosa dan gingiva. Zat dalam asap rokok yang terabsorbsi melalui mukosa mulut dapat mengikuti aliran darah sehingga menyebabkan terganggunya mikrosirkulasi periodonsium.1

Bergstrom,dkk dalam penelitiannya melaporkan bahwa terjadinya pendarahan gingiva yang sedikit pada perokok dibandingkan bukan perokok. Pada probing tidak


(19)

dijumpainya perdarahan gingiva pada perokok, namun tidak diikuti dengan penurunan indeks plak dan gingiva serta penyakit periodontal lainnya.3

Nikotin yang ada didalam darah dapat merangsang ganglia simpatik untuk memproduksi neurotransmitter dan katekolamin. Sehingga dapat mempengaruhi

α-reseptor pada pembuluh darah dan mengakibatkan terjadinya vasokontriksi pembuluh darah pada periodonsium. Hal ini dapat menyebabkan menurunya pasokan darah ke gingiva sehingga mempengaruhi revaskularisasi dan aktifitas sel-sel pada periodonsium.1,2

2.2 Perubahan fungsi netrofil

Sel netrofil adalah pertahanan utama apabila terjadi respon infeksi yang disebabkan bakteri. Kandungan nikotin pada rokok dapat menurunkan fungsi netrofil dalam proses kemotaksis serta fagositosis sel melawan respon inflamasi. Nikotin dalam asap rokok dapat menghalangi produksi superoxide dan hidrogen peroksida dalam menguatkan sel netrofil terhadap respon inflamasi yang disebabkan bakteri.1,2

Alani, dkk dalam penelitiannya menyatakan terjadinya penurunan komposisi antibodi saliva serta netrofil pada rongga mulut perokok dengan penyakit periodontitis. Studi mereka menunjukkan bahwa tingginya infeksi penyakit periodontal pada perokok dikarenakan penurunan fungsi netrofil.3


(20)

menurunkan respon antibodi dalam memproduksi sistem imun. Pada seorang perokok terlihat berkurangnya level produktifitas IgG terutama level subklas serum IgG2 saliva. Serum inilah yang memegang peran penting dalam memperkuat respon imun dalam melawan serotype-karbohidrat yang spesifik yang disekresikan oleh sel bakteri, terutama Prevotella intermedia, Fusobacterium nucleatum dan Actinobacilus actinomycetecomitans.2,4

2.4 Berkurangnya proliferasi limfosit

Ada tiga tipe sel limposit yaitu: limposit T; berasal dari organ timus dan berperan pada imunitas diperantarai sel, limposit B; berasal dari hati, limpa, dan sumsum tulang, merupakan prekursor sel plasma dan berperan pada imunitas humoral; dan sel natural killer (sel NK) dan sel killer (sel K) sebagai eliminator sel yang telah dirusak oleh infeksi.

Kemampuan nikotin untuk menurunkan proliverasi limfosit T dan B dapat mengakibatkan menurunnya produktifitas antibodi protektif dalam memperkuat sistem imunitas pada periodonsium. Sehingga dapat mempengaruhi sistem imunitas melawan respon inflamasi.2,4

2.5 Pengaruh negatif lokal dari sitokin dan produktifitasnya

Pengaruh merokok dapat menyebabkan terganggunya aktifitas mikrosirkulasi cairan krevikular gingiva. Studi menunjukkan level dari TNF-α dan peningkatan IL-1α dan IL-1β dan enzim elastase dalam cairan sulkus gingiva saat dibandingkan antara perokok dan bukan perokok. Penelitian ini menunjukkan adanya level yang lebih rendah dari sitokin, enzim dan mungkin Polymorphonuclear leukocytes


(21)

(PMNs). Hal ini berkolerasi dan dapat diobservasi secara klinis dalam jaringan. Selain itu, ada bukti yang menunjukkan pengaruh sinergis terjadinya mediator imflamatori ketika bakteri lipopolysacharide dikombinasikan dengan nikotin. Terganggunya produktifitas dari sitokin, berdampak pada penurunan imunitas seluler dan komponen humoral pada sistem imunitas periodonsium. Sehingga berpengaruh besar terhadap proses penyembuhan setelah perawatan bedah maupun non-bedah dalam perawatan periodontal.1,2,3

2.6 Perubahan fungsi dan perlekatan jaringan fibroblas

Nikotin dapat melekat pada permukaan akar gigi pada perokok, dan berdasarkan studi in vitro menunjukkan terjadinya perubahan perlekatan fibrolas dan menurunkan produksi dari kolagen tipe1 dan fibronektin ketika peningkatkan aktivitas dari produktifitas kolagenase. Perubahan selular juga terjadi terhadap pemecahan orientasi sel, perubahan sitokeleton, munculnya vakuola dengan ukuran besar dan menurunnya kemampuan sel jaringan ikat untuk mensintesa kolagen.1

Pertumbuhan dan perlekatan jaringan fibroblas ligamen periodontal pada lapisan jaringan yang terlindungi juga dapat dihalangi oleh konsentrasi nikotin yang tinggi (diatas 1mg/ml) tetapi tidak dipengaruhi perbedaan konsentrasi pada level plasma seorang perokok. Menurut Giannopovlou, dkk, konsentrasi nikotin yang


(22)

ketinggian nikotin. Menurunnya perlekatan sel terhadap permukaan akar dapat menyebabkan berkurangnya level perlekatan ligamen periodontal pada perokok.1,4

2.7 Kegagalan dalam perawatan periodonsium Perawatan bedah dan non-bedah

Beberapa penelitian menunjukkan adanya pengaruh merokok terhadap perlekatan baru jaringan fibroblas serta mempengaruhi pengurangan kedalaman probing setelah dilakukannya perawatan bedah dan non-bedah. Berdasarkan hasil dari penelitiannya, Johnson, dkk menyimpulkan bahwa penurunan kedalaman probing dan perbaikan level perlekatan yang terjadi pada perokok hanya 50 sampai 70% setelah dilakukan perawatan bedah dan bedah. Perbedaan antara perokok dan non-perokok akan begitu jelas pada kedalaman probing mencapai ≥5mm, dimana perokok menunjukan 0,4mm sampai 0,6mm kurang membaik pada tingkat perlekatan klinisnya diikuti perawatan skeling dan penyerutan akar gigi. Pada terapi bedah, khususnya tindakan bedah debridement, seorang perokok berat (≥20 batang rokok per hari) mengalami sampai 1mm kurang membaik pada tingkat perlekatan klinisnya dimana kedalaman probing yang mulanya ≥7mm. Johnson menambahkan pentingnya perawatan tambahan dan intervensi berhenti merokok dalam mendukung keberhasilan proses penyembuhan setelah perawatan pada perokok.1

Terhadap perawatan antimikroba

Perawatan antimikroba lanjutan, diberikan karena menurunnya respon penyembuhan setelah perawatan mekanis pada perokok. Hal ini disebabkan adanya


(23)

bakteri pathogen subgingiva yang lebih sukar disingkirkan setelah dilakukannya perawatan skeling dan penyerutan akar gigi pada perokok.

Soder dkk, menyimpulkan hanya sedikit pengaruh bantuan dari terapi metronidazol pada terapi nonbedah terhadap perokok. Beberapa penelitian juga menyimpulkan, amoksisilin dan metronidazol atau secara lokal menggunakan mikrominosiklin hanya memberikan respon dukungan dari terapi mekanis pada bukan perokok.Namun pada studi belakangan ini telah menyimpulkan bahwa terdapatnya respon positif dari dosisiklin sub-antimikroba (antikolagen terapi) dengan menggabungkannya terhadap terapi skeling dan penyerutan akar pada pasien periodontitis parah termasuk hasil perawatan pada perokok.1,2,3

2.8 Meningkatnya prevalensi dari penyakit periodontal

Penyakit periodontal dapat menyebabkan kehilangan gigi dan tulang alveolar pada rongga mulut. Hal ini dapat mempengaruhi keadaan estetis dan mekanisme pengunyahan dalam rongga mulut.Pengaruh merokok dapat menurunkan kebersihan rongga mulut dan peningkatan penyakit periodontal.

Beberapa penelitian yang dikutip Haesman, dkk menyimpulkan, merokok merupakan salah satu faktor resiko terhadap tingginya prevalensi penyakit periodontal dan sering dikaitkan dengan periodontitis kronis. Sekitar 40% dari kasus


(24)

merupakan parameter klinis bagi perokok terkena periodontitis yang lebih parah dan mempunyai kecendrungan terpapar GUNA (acute necrotizing ulcerative gingivitis) daripada bukan perokok.1-6

Penelitian epidemiologi juga menunjukkan bahwa menurunnya kebersihan rongga mulut perokok disertai dengan peningkatkan deposisi kalkulus, plak debris dan stain tembakau. Pinborg, dkk menyimpulkan bahwa terdapat hubungan antara konsumsi tembakau terhadap deposisi kalkulus. Analisa selanjutnya dengan data yang sama oleh Kowalski juga menunjukkan bahwa bukan perokok mempunyai kalkulus supragingiva jauh lebih rendah dibandingkan perokok.

Berdasarkan penelitian-penilitian inilah disimpulkan bahwa perokok lebih rentan terserang penyakit periodontal dibandingkan bukan perokok. Namun, Danielsen, Bradtzaeg, Jaminson, Sheilham dan Ainamo, menyimpulkan bahwa apabila perokok dapat menjaga kebersihan rongga mulutnya dengan optimal maka tidak ditemukan perbedaan yang bermakna secara statistik antara perokok dan bukan perokok pada kesehatan periodonsium.2,3

Perubahan sistemik dan keseimbangan respon pejamu yang terganggu pada perokok, menunjukkan bahwa merokok memiliki daya merusak yang cukup besar terhadap kesehatan periodonsium. Lebih jauh lagi, tingginya konsentrasi zat karsinogenik yang terkandung dalam darah dapat mempengaruhi proses penyembuhan apabila dilakukan perawatan periodonsium pada perokok.


(25)

BAB 3

PENGARUH MEROKOK TERHADAP PERAWATAN PERIODONSIUM

Pengaruh merokok sejak lama telah dikaitkan dengan kegagalan dalam proses penyembuhan pada perawatan periodonsium. Keterkaitan merokok terhadap kegagalan regenerasi jaringan peridonsium, bedah tulang alveolar, ataupun kombinasi kedua perawatan tersebut, disebabkan karena merokok merupakan salah satu faktor resiko yang menyebabkan tidak sempurna atau terhentinya proses penyembuhan selama perawatan.2,6

Berbagai studi menunjukkan perbandingan respon kesembuhan antara perokok dan bukan perokok dalam prosedur perawatan bedah dan non-bedah. Hal ini diperkuat dengan beberapa hasil studi yang menunjukkan bahwa perokok kurang merespon proses penyembuhan dibandingkan bukan perokok. 2,6

3.1 Evaluasi terhadap parameter klinis dan imunologi pasca perawatan periodonsium

Berbagai penelitian klinis jangka panjang yang dipantau selama beberapa tahun, ditemukan kesukaran terhadap respon kasembuhan perawatan penyakit


(26)

inflamasi selama proses penyembuhan berlangsung pasca perawatan penyakit periodontal.2,3,6

Berikut ini adalah tabel beberapa penelitian tentang perbandingan efektifitas hasil perawatan penyakit periodontal pada perokok dan bukan perokok.

Tabel 1. Tinjauan studi yang membandingkan efektivitas perawatan periodontal pada perokok dan bukan perokok. ( Haesman, dkk. J Clin Periodontol 2006; 252:43)

Studi/tahun Perawatan Interfal

follow up

Hasil / Kesimpulan

Soder, dkk (1999)

Non-bedah dengan ataupun tanpa metro-nidazol sistemik Intervensi bedah jika kedalamn saku meningkat >2mm tiap perawatan. Tiap 6 bulan selama 5 tahun

Intervensi kelompok perokok yang menggunakan metronidazol sebagai penunjang terapi nonbedah menunjukan penurunan perbaikan yang signifikan secara statistik. Sedangkan bukan perokok (penyembuhan komplit tanpa sisi inflamasi ≥5mm) setelah 5 tahun pada pasien yang sama dan dipertimbankan sehat setelah 6 bulan.

Faktor yang mempertahankan perbaikan pada pasien mungkin : skeling dan penyerutan akar awal, pemberian singkat metronidazol, 6 bulan pantauan OH serta skeling dan penyerutan akar.

Zuabi, dkk (1999)

Non-bedah Setelah perawatan

Setelah perawatan KS dan LP sama antara perokok dan bukan perokok dimana faktanya perokok memiliki pengurangan KS lebih besar dari awal. Perokok menunjukkan level penyakit lebih besar tapi konsentrasi kalsium, magnesium, sodium menurun. Perokok merespon perawatan dan peningkatan klinis berkurang dengan perbedaan komposisi saliva.


(27)

Studi/tahun Perawatan Interfal follow up Hasil/kesimpulan Ryder, dkk (1999) Non-bedah dengan doksisiklin subgingiva

9 bulan Perlekatan klinis didapat lebih besar dan signifikan ditemukan pada bukan perokok dengan terapi nonbedah terutama pada saku yang lebih dalam dimana terdapat perbaikan yang lebih susah antara perokok dan mantan perokok. Dua perawatan besarnya memiliki efek baik, baik efek umum maupun efek terhadap eliminasi patogen pada pejamu dan respon penyembuhan.

Karena perbedaan ini, doksisiklin lokal dan perawatan nonbedah dapat bereaksi dengan sinergi jika digunakan bersama dalam perawatan periodontal.

Jin, dkk (2000)

Non-bedah 1,3 hingga 6 bulan

Pengurangan signifikan KS pada bukan perokok dibandingkan perokok pada semua interval follow up perawatan.

Pengurangan KS pada bukan perokok sudah terlihat hanya dalam waktu 6 bulan perawatan namun perokok memiliki pola respon yang perawatan yang berbeda dan dinamika penyembuhan dari terapi non-bedah menyarankan pentingnya perawatn yang lebih intensif serta


(28)

Studi / tahun Perawatan Interfal

follow up

Hasil / Kesimpulan

Mienberg, dkk (2001)

Non-bedah 1 tahun Rata-rata kehilangan tulang pada perokok 5,75mm, dimana pe-rokok memiliki kenaikan per-sentase konsisten dari saku tingkat me-nengah hingga parah dibanding-kan bukan perokok yang hanya 4,64mm kehilangan tulang.

Dampak merokok dapat menun-jukkan lebih dari 1 tahun terhadap perubahan longi- tudinal.

Hal ini merekomendasikan bahwa analisa radiografis dibutuhkan secara periodik selama terapi nonbedah dan bahwa studi jangka yang lebih panjang sebaiknya dimulai untuk mengidentifikasi hasil dari status merokok pada variabel ini.

Trombelli, dkk (2003)

Bedah flep pada cacat furkasi.

6 bulan Bedah flep secara klinis menghasilkan pengurangan KS dan CAL pada cacat furkasi klas I/II. Pada perokok menunjukan hasil penyembuhan yang kecil dengan bedah pada perlekatan vertikal dan horizontal sekitar 27% furkasi klas II yang menunjukkan perbaikan, setelah 6 bulan, hanya 3,4% ferkasi klas I sebelum bedah saja yang menunjukkan penutupan komplit. Sedangkan pada bukan perokok 38,5% furkasi klas II yang mengalami perbaikan, setelah 6 bulan, 27,8% furkasi klas I sebelum bedah menunjukkan penutupan komplit.


(29)

Studi/tahun Perawatan Interfal

follow up

Hasil / Kesimpulan

Stavropoulos, dkk (2004)

Bedah pada cacat ver-tikal dengan membran bioresorbs-able.

12 bulan Rata-rata pengurangan KS pada perokok sekitar 4,5mm; mean CAL 3,2mm. Sedangkan bukan perokok mean pengurangan KS 5,5mm; mean CAL 4,3mm. Ini menunjukkan bahwa pengaruh dari merokok dapat menghambat penyembuhan cacat infraboni yang dirawat dengan terapi regenerasi jaringan terarah.

KS=kedalaman saku, PI=plak indeks, CAL=level perlekatan klinis

Dari tabel 1 terlihat bahwa pengaruh merokok dapat mempengaruhi proses penyembuhan pasca perawatan periodonsium. Berdasarkan data studi epidemiologi secara kuat menyarankan bahwa, pengaruh merokok dapat menyebabkan berkurangnya aliran darah ke gingiva, menurunnya sekresi cairan krevikular gingiva, kenaikan indeks plak dan kalkulus, serta buruknya kebersihan rongga mulut perokok, yang merupakan faktor penting dalam proses kesembuhan pasca perawatan periodonsium terhadap pasien.6


(30)

paling penting dalam mengevaluasi proses penyembuhan dari teknik bedah pada perawatan akar gigi yang tersingkap. Hasil perawatan resesi gingiva klas I Miller dengan teknik bedah flep posisi koronal mengindikasikan terdapat keterbatasan stabilitas perlekatan jangka panjang, terutama pada perokok.7

Gambar 1. Resesi multipel gingival klas I Miller pada (A) rahang atas dan (B) rahang bawah.

(Tozum TF, Keceli HG, Guncu GN, Hatipoglu H, Sengun D. J Periodontol 2005; 76: 912)

Untuk lebih jelas akan dikutip penelitian Cleverson O. Silva, dkk dalam mengevaluasi pengaruh merokok terhadap hasil perawatan jangka panjang perawatan resesi gingiva klas I Miller dengan prosedur bedah flep posisi koronal. Subjek penelitian terdiri dari 20 pasien yang secara sistematis sehat (11 laki-laki dan 9 wanita, dengan umur antara 22 hingga 53 tahun) dengan derajat kerusakan resesi yakni klas I Miller (kedalaman resesi 2 hingga 3mm) termasuk kaninus dan premolar maksila. Dari 20 subjek tersebut, 10 subjek yang mengikuti perawatan adalah perokok (merokok lebih dari 10 batang per hari selama lebih dari 5 tahun sebelum penelitian dimulai), dan 10 lainnya bukan perokok (tidak pernah merokok).


(31)

Tahap awal dan sepanjang penelitian, keseluruhan perdarahan gingiva dan indeks plak yang terlihat digunakan untuk mengevaluasi kebersihan rongga mulut dan kondisi kesehatan gingiva. Parameter selanjutnya diukur dengan menggunakan prob tekanan elektrik standar dan stent biasa untuk memposisikan prob seditail mungkin. Adapun pengukuran parameter klinis meliputi :

• Kedalaman resesi, diukur dari pertemuan sementum dan enamel sampai batas tepi gingiva.

• Kedalaman probing, diukur dari tepi gingiva ke bawah sulkus gingiva.

• Level perlekatan klinis, diukur dari pertemuan sementum dan enamel ke dasar sulkus gingiva.

• Lebar dari jaringan berkeratin, diukur dari tepi gingiva ke batas mukogingiva. Perawatan dilakukan selama 24 bulan, dan dilakukan evaluasi proses penyembuhan meliputi parameter klinis tiap 6, 12, dan 24 bulan. Selama 24 bulan dari penelitian, status merokok dari subjek perokok diperiksa; seluruh perokok tetap melanjutkan kebiasaan merokok, dan tidak satu pun bukan perokok yang mulai merokok selama penelitian.

Hasil akhir dari penelitian didapat; sebanyak 20 pasien yang mengikuti penelitian selama 6 bulan evaluasi juga diikuti pemantauan selama 24 bulan.


(32)

Pada tabel 2 akan disajikan lebih jelas statistik deskriptif untuk parameter klinis perokok dan bukan perokok selama 6, 12, 24 bulan setelah operasi berdasarkan penelitian Silva, dkk.

Tabel 2. Parameter Klinis (rata-rata ± SD) mulai dari awal perawatan sampai 6, 12, 24 bulan setelah perawatan bedah flep posisi koronal. (Wennstron and Zucchelli and Zucchelli and De

Sanctis. J Periodontol 2007; 78: 1704)

Parameter Perokok Bukan perokok

Kedalaman Resesi Keadaan awal 6 bulan perawatan 12 bulan perawatan 24 bulan perawatan

2.74 ± 0.28 0.84 ± 0.49 1.10 ± 0.59†‡ 1.28 ± 0.58†‡

2.54 ± 0.52 0.22 ± 0.29 0.34 ± 0.40† 0.50 ± 0.41† Kedalaman Probing

Keadaan awal 6 bulan perawatan 12 bulan perawatan 24 bulan perawatan

1.28 ± 0.75 0.74 ± 0.58 0.70 ± 0.43 0.72 ± 0.40

0.86 ± 0.28 0.88 ± 0.36 0.90 ± 0.34 0.92 ± 0.37 Level Perlekatan klinis

Keadaan awal 6 bulan perawatan 12 bulan perawatan 24 bulan perawatan

4.02 ± 0.89 1.58 ± 0.75 1.80 ± 0.71†‡ 2.00 ± 0.75†‡

3.40 ± 0.46 1.10 ± 0.59 1.24 ± 0.61† 1.42 ± 0.66† Lebar Jaringan Berkeratin

Keadaan awal 6 bulan perawatan 12 bulan perawatan 24 bulan perawatan

2.88 ± 0.90 2.16 ± 1.06 2.12 ± 1.06‡

2.00 ± 1.06†

2.78 ± 0.62 2.92 ± 0.48 2.80 ± 0.44† 2.64 ± 0.53† * Data yang didapat dari awal perawatan sampai 6 bulan perawatan

† Perbedaan signifikan dalam 6 bulan perawatan ( P<0.05 ) ‡ Perbedaan segnifikan pada kelompok non-perokok (P<0.05 )


(33)

Berdasarkan tabel 2, adanya perbedaan signifikan (†‡) pada 12 dan 24 bulan perawatan pada level perlekatan klinis antara perokok dan bukan perokok. Dimana perokok kurang merespon proses pembentukan level perlekatan klinis baru setelah perawatan. Hal ini dapat mempengaruhi kedalaman resesi serta lebar jaringan berkeratin yang didapat setelah perawatan bedah flep posisi koronal terhadap perokok. Pada gambar 2 dapat dilihat hasil bedah flep posisi koronal pada perokok, dimana

Gambar 2. Perawatan resesi gingival pada perokok dengan terapi bedah flap posisi koronal. A) Awal resesi gingival. B) Akhir dari pembedahan. C) Hasil setelah 6 bulan perawatan. D)

Hasil setelah 2 tahun perawatan. (Wennstron and Zucchelli and Zucchelli and De Sanctis


(34)

Hasil penelitian Silva, dkk juga menunjukkan terjadinya penurunan persentase penutupan akar gigi yang tersingkap pada perokok, antara 12 dan 24 bulan. Table 3 akan menyajikan persentase perbandingan hasil penutupan akar gigi pada perokok dan bukan perokok dalam evaluasi selama 24 bulan setelah perawatan bedah flep posisi koronal.

Tabel 3. Persentasi penutupan akar gigi yang tersingkap pada perokok dan bukan perokok selama 24 bulan evaluasi setelah perawatan bedah flep posisi koronal. (Wennstron and Zucchelli

and Zucchelli and De Sanctis J Periodontol 2007; 78: 1705)

Perokok† Bukan perokok†

6 bulan 63% (29-85) 91.3% (64-100)

12 bulan 60.6%‡S (21-85) 85.4%‡ (55-100) 24 bulan 53.8%‡S (21-83) 78.7%‡ (45-100) † nilai rata-rata akar gigi yang tersingkap dalam persentasi

‡ perbedaan signifikan dalam 6 bulan perawatan (P<0.05)

S perbedaan signifikan pada kelompok bukan perokok (P<0.05)

Dari tabel 3 terlihat persentase penutupan akar lebih sedikit pada perokok (53.8%) daripada bukan perokok (78.7%). Perokok kebanyakan mengalami kehilangan penutupan akar dua kali lebih banyak pada tahap awal perawatan dibandingkan bukan perokok. Meskipun 50% dari perokok kehilangan >0.5mm dari penutupan akar dibandingkan bukan perokok, perbedaan distribusi antara kedua kelompok sangat signifikan.

Dari penelitian Silva, dkk menunjukan bahwa perawatan akar gigi yang tersingkap pada perokok kurang mendapat respon dalam evaluasi hasil setelah


(35)

perawatan. Hal ini disebabkan merokok memiliki dampak yang kuat terhadap hasil perawatan bedah yang memilik proses penyembuhan jangka panjang. Pengaruh merokok menyebabkan proses perlekatan kembali jaringan subepitel pada perawatan resesi gingiva terganggu. Saat penelitian di coba untuk dievaluasi selama lebih dari 24 bulan, persentase penutupan akar dan prevalensi penutupan akar lengkap menurun secara konsisten.6,7.


(36)

BAB 4

PENGARUH PENGHENTIAN MEROKOK TERHADAP KONDISI JARINGAN PERIODONSIUM

Penghentian kebiasaan merokok dapat memberikan pengaruh terhadap kesehatan periodonsium. Banyak penelitian yang menyatakan bahwa berhenti merokok memberi keuntungan jangka panjang terhadap kesehatan dan perawatan periodonsium. Berdasarkan bukti yang ditinjau dari mekanisme imun-inflamasi, menghentikan kebiasaan merokok memberikan kontribusi terhadap respon pejamu pada proses penyembuhan. Selain itu, manfaat potensial dari berhenti merokok dapat meningkatkan mikrosirkulasi gingiva, mengembalikan metabolisme dan fungsi netrofil, peningkatan respon imun serta menyeimbangkan kembali respon sitokin lokal dan sistemik pada periodonsium.6,9,10

Pengaruh berhenti merokok juga memberi efektifitas dalam perawatan periodonsium. Beberapa penelitian juga telah melaporkan bahwa implementasi program penghentian merokok dalam suatu studi populasi dapat mengurangi prevalensi serta perkembangan penyakit periodontal. Oleh karena itu, perilaku penghentian merokok dapat dipicu dengan adanya bukti terjadinya gangguan kesehatan periodontal akibat merokok serta perbaikan kesehatan jaringan periodontal setelah menghentikan kebiasaan merokok. 6,11


(37)

4.1 Evaluasi penghentian merokok terhadap kondisi jaringan periodonsium

Evaluasi terhadap jaringan periodonsium mantan perokok, menunjukkan terjadinya peningkatan perdarahan gingiva pada saat probing. Umumnya perdarahan gingiva sering dikaitkan dengan adanya plak yang persisten pada gigi dan memperlihatkan adanya tanda-tanda respon inflamasi pada gingiva. Namun pada mantan perokok yang dilakukan probing, menunjukkan adanya peningkatan perdarahan. Ini disebabkan pada saat merokok terjadinya vasokontriksi pembuluh darah ke gingiva, sehingga pada saat perokok berhenti merokok , terjadi vasodilatasi pembuluh darah ke gingiva yang menyebabkan perdarahan pada saat probing. Hal ini merupakan normalitas perdarahan pada gingiva yang mengalami proses penyembuhan jaringan.9

Untuk lebih jelas, pada tabel 4 dikutip penelitian Neir. P, dkk tentang hubungan peningkatan perdarahan gingiva saat probing setelah berhenti merokok. Subjek diambil terdiri dari 27 orang yang mengikuti program berhenti merokok, serta dievaluasi perubahan kedalaman probing, rata-rata jumlah lokasi probing, perdarahan saat uji probing serta skor plak yang terdapat pada gigi mantan perokok dalam rentang waktu 4-6 minggu dalam 2 kali kunjungan.


(38)

Tabel 4. Rata-rata kedalaman probing, rata-rata jumlah lokasi probing dan proporsi lokasi yang memperlihatkan pendarahan saat probing dan skor plak saat awal (kunjungan 1) dan saat 4-6 minggu setelah berhenti merokok (kunjungan 2). ( Nair. P, dkk. J Clin Periodontol 2003; 436)

Kunjungan 1 Rata-rata (SD) Kunjungan 2 Rata-rata(SD) p-value Rata-rata kedalaman probing (mm)

2.5 (0.3) 2.5 (0.3) 0.676

Jumlah lokasi

probing >2mm 20.6 (5.7) 19.7 (7.4) 0.415

Rata-rata proporsi lokasi pendarahan saat probing

15.7 (7.7) 31.9 (8.7) <0.001 Rata-rata proporsi

lokasi yang terdapat plak (skor

plak)

38.9 (18.2) 28.1 (12.2) <0.001

Dari tabel 4 terlihat kenaikan dua kali lipat perdarahan gingiva pada probing terhadap mantan perokok, bukan dikarenakan skor plak persisten yang meningkat (kunjungan 2). Perdarahan saat uji probing yang terjadi pada gingiva dihalangi oleh faktor merokok. Dari tabel, selain penurunan skor plak yang mungkin disebabkan oleh menurunnya inflamasi namun tidak diikuti dengan menurunnya perdarahan gingiva pasca berhenti merokok. Mekanisme berhenti merokok dapat menekan terjadinya vasokontriksi pembuluh darah pada mantan perokok yang dijadikan subjek penelitian.9

Pengaruh dari berhenti merokok juga dapat meningkatkan aktifitas seluler dan humoral pada sekresi cairan sulkus gingiva. Kenaikan cairan sulkus gingiva normalnya hampir sama dengan kenaikan perdarahan gingiva pada saat probing yaitu sebagai ciri klinis awal terjadinya inflamasi pada gingiva. Namun pada mantan


(39)

perokok, ditemukan kenaikkan sekresi cairan sulkus gingiva. Kenaikan cairan sulkus gingiva menandakan kembali aktifnya mekanisme pertahanan gingiva dalam periodonsium yang sehat. 6,10

Tabel 5 menyajikan data beberapa penelitian tentang pengaruh berhenti merokok terhadap aktifitas seluler dan humoral dalam cairan sulkus gingiva serta keadaan periodonsium dan respon imuninflamasi.

Tabel 5. Pengaruh berhenti merokok terhadap aktifitas seluler dan humoral dalam cairan sulkus gingiva serta keadaan periodonsium dan respon imun-inflamasi. ( Haesman, dkk. J Clin

Periodontol 2006; 33: 249-50)

Penulis/tahun Efek potensial dari berhenti merokok

Bostorm dkk (1999) Penghancuran TNF-α yang diprodukasi dalam cairan sulkus gingival lebih cepat, sehingga kontribusi TNF-α dalam merusak jaringan ikat (termasuk tulang) dan stabilitas jaringan periodonsium berkurang.

Soder dkk (2002) Terjadi restorasi fungsi neutrofil sehingga lebih efektif terhadap respon perubahan bakteri.

Mavropoulos dkk (2003)

Terjadi peningkatan sirkulasi darah serta cairan krevikular ke gingiva hanya dalam beberapa hari berhenti merokok dan prevalensi perdarahan probing pada pasien periodontitis kronis menigkat, selain perbaikan level kontrol plak.


(40)

Penulis/tahun Efek potensial dari berhenti merokok

Lie dkk (2001) Hasil peningkatan glandula sistatin dan aktivitas sistatin akan berkontribusi terhadap proteksi host melawan inflamasi dengan menghambat enzim proteolitik tertentu seperti proteinase.

Cuff, dkk (1989), Giannopoulou, dkk (1999),

James, dkk (1999), Gamal dan Bayomy (2002)

Peningkatan perlekatan jaringan fibroblast ke permukaan akar serta integritas penyembuhan yang lebih baik pada perawatan jaringan periodonsium. Tujuan dari penyerutan permukaan akar dapat menghilangkan deposit nikotin serta menjaga respon penyembuhan. Deposit ini menyebakan perokok sukar dalam perawatan penyakit periodontal.

Rawlison, dkk (2003) Restorasi respon imunoinflamasi akan memicu konsentrasi lebih besar dari IL-8β dalam cairan sulkus gingiva. Ini akan menghadirkan kembali peningkatan respon imun serta pengurangan ikatan IL-8β dalam sulkus gingiva.

Kirsti. E, dkk (1999), Baljoon, dkk (2004), Jahnson & Lavstedt (2002),

Paulander, dkk (2004),

Bergstrom (2004),

Berhenti merokok menurunkan aktifitas berlebihan dari proteolitik serta jumlah kolagenase 2 atau matriks metelloproteinase-8 (MMP-8) yang dapat meningkatkan angka kerusakan jaringan periodonsium serta kehilangan tulang pada mantan perokok seperti yang terlihat pada bukan perokok.

Subjek mantan perokok mengalami pengurangan resiko kehilangan tulang hampir sama dibandingkan yang tidak pernah merokok.

Dari tabel 5 tentang beberapa studi klinis diatas memperlihatkan aktifitas sel dan humoral dalam cairan sulkus gingiva yang meningkat dan kembali normal hanya dalam 5 hari berhenti merokok. Data terakhir yang diterima, kerusakan dan kehilangan tulang alveolar dapat ditekan dengan melakukan penghentian kebiasaan merokok.Hal ini menunjukkan bahwa penghentian kebiasaan merokok memberikan


(41)

pengaruh positif terhadap kesehatan dan keberhasilan perawatan periodonsium serta mengurangi prevalensi penyakit periodontal.6,9,10,11

4.2 Evaluasi penghentian merokok terhadap keberhasilan perawatan periodontal

Berhenti merokok dapat memberikan kontribusi dalam keberhasilan perawatan periodontal. Beberapa penelitian telah melaporkan bahwa proses penyembuhan sempurna yang terjadi pada pasien bukan perokok, juga terdapat pada mantan perokok. Studi menunjukkan tentang respon kesembuhan dalam perawatan bedah dan non-bedah periodontal serta memberikan efektifitas yang tinggi dalam proses penyembuhan pada mantan perokok dan bukan perokok.11

Tabel 6 menyajikan tinjauan studi efektifitas perawatan periodontal pasca berhenti merokok.

Tabel 6. Tinjauan studi efektifitas perawatan periodontal pasca berhenti merokok. ( Haesman,

dkk. J Clin Periodontol 2006; 33: 243-8)

Peneliti/tahun Perawatan Respon klinis perawatan periodonsium pasca berhenti merokok

Bollin, dkk (1993)

Pantauan radiograpi terhadap tulang alveolar

Melaporkan hasil studi selama 10 tahun pantauan radiografis terhadap kehilangan tulang alveolar menemukan bahwa progresi kehilangan tulang secara signifikan dapat dihalangi oleh orang yang berhenti merokok. Studi ini juga dibandingkan dengan orang yang melanjutkan merokok.6


(42)

Peneliti/tahun Perawatan Respon klinis perawatan periodonsium pasca berhenti merokok Ryder,dkk (1999) Non-bedah atau dengan doksisiklin subgingiva

Perawatan yang dilakukan dalam interval 9 bulan menunjukkan mean perlekatan klinis didapat pasca perawatan hampir mendekati kelompok pasien bukan perokok. Dimana terdapat proses perbaikan yang lebih besar antara perokok dan mantan perokok. Namun mantan perokok dapat merespon penyembuhan perawatan doksisiklin dengan level perlekatan yang didapat 0,88mm, 0,69mm pada bukan perokok, dan 0,83mm pada perokok.

Grossi, dkk (1997)

Non-bedah Perawatan yang dilakukan dalam interval 3 bulan menunjukkan rata-rata pengurangan indeks plak 0.69, mean pengurangan PBI 0.38, mean pengurangan kedalaman saku 0.49mm & 1.7mm pada saku ≥ 5mm. Mean perlekatan saku 0.43 dan 1.6mm. Mean individu P. Gingivalis 0.7%, mean individu B. Forsythus 1,6%. P. gingivalis musnah pada 92% pasien. Respon penyembuhan dan mikrobial pada mantan perokok sebanding dengan bukan perokok yang mengikuti perawatan. Berhenti merokok mengembalikan respon penyembuhan periodontal menjadi normal.

Preshaw,dkk (1999)

Non-bedah Perawatan yang dilakukan dalam interval 6 bulan setelah fase 6 bulan perawatan didapat kedalaman saku berkurang selama perawatan. Kelanjutan penyakit periodontal tidak teridentifikasi selama periode 6 bulan. Perbaikan signifikan diobservasi setelah skeling dan penyerutan akar serta kehilangan tulang terikat. Menjaga kebersihan rongga mulut dan kunjungan perawatan yang teratur sangatlah penting. Perokok, bukan perokok serta mantan perokok tidak ada perbedaan secara signifikan dalam indeks plak, perdarahan pada probing, radiografi, atau parameter biokemis.


(43)

Peneliti/tahun Perawatan Respon klinis perawatan periodonsium pasca berhenti merokok

Bergstrom, dkk (2000)

Non-bedah Perawatan yang dilakukan dalam interval 10 tahun menyarankan berhenti merokok memberikan manfaat terhadap kesehatan periodonsium. Indeks plak menunjukkan kemiripan terhadap bukan perokok. Penelitian ini menyimpulkan hanya dampak mematikan kesehatan periodontal yang terdeteksi selama merokok.

Meinberg, dkk (2001)

Non-bedah Perawatan yang dilakukan dalam interval 1 tahun menunjukkan jumlah kehilangan tulang pasca berhenti merokok mendekati bukan perokok, yakni 4,89mm pada mantan perokok dan 4,64mm pada bukan perokok. Sedangkan perokok 5,75mm jumlah kehilangan tulang. Ini menunjukkan berhenti merokok mengurangi insiden kehilangan tulang.

Berdasarkan tabel 6 tentang studi efektifitas penghentian merokok terhadap perawatan periodontal dapat ditarik kesimpulan bahwa berhenti merokok dapat menyebabkan aktifitas respon pejamu kembali normal serta mempercepat proses penyembuhan. Data dari studi epidemilogi, cross-sectional, dan case-control menyarankan bahwa berhenti merokok memberikan keuntungan walaupun hanya terdapat data yang terbatas pada percobaan klinis longitudinal jangka panjang.


(44)

Pada penelitiannya, Palmer RM, dkk menyimpulkan pentingnya intervensi berhenti merokok sebagai tahap awal dalam perawatan periodonsium. Dimana studi ini membandingkan hasil dari studi lainnya pada literatur yang sangat spesifik bertujuan untuk mensukseskan program berhenti merokok tarhadap keberhasilan perawatan periodonsium.11


(45)

BAB 5

DISKUSI DAN KESIMPULAN

5.1 Diskusi

Merokok sering dikaitkan dengan perubahan sistemik pada periodonsium. Zat karsinogenik dalam asap rokok menyebabkan terganggunya mikrosirkulasi dan keseimbangan aktifitas respon pejamu dalam melawan proses inflamasi. Hal ini menyebabkan meningkatnya prevalensi penyakit periodontal pada perokok. Beberapa pasien dengan penyakit periodontitis dan gingivitis, juga disertai dengan kebiasaan merokok. Buruknya kebersihan dan kesehatan periodonsium perokok menjadi faktor pendorong keterkaitan merokok dengan periodontitis akut.

Keterkaitan merokok terhadap perubahan sistemik dan mikrosirkulasi pada periodonsium, menyebabkan menurunnya aktifitas seluler dan humoral pada respon pejamu dalam melawan inflamasi. Hal ini berakibat tidak sempurna bahkan terhentinya proses penyembuhan pada perawatan periodonsium. Evaluasi yang dilakukan terhadap parameter klinis dan imunologi pasca perawatan periodonsium menunjukkan adanya penurunan sistem imun dalam melawan respon inflamasi selama proses penyembuhan pada pasien perokok. Sementara evaluasi jangka


(46)

Perawatan periodonsium pada bukan perokok, menunjukkan adanya efektifitas yang tinggi terhadap proses penyembuhan. Efektifitas ini juga terjadi pada perokok yang menghentikan kebiasaan merokok selama dilakukan perawatan. Evaluasi penghentian merokok terhadap kondisi periodonsium menunjukkan terjadinya peningkatan mikrosirkulasi serta normalnya aktifitas seluler dan humoral sistem imun pada respon pejamu. Hal ini dapat memberikan kontribusi terhadap keberhasilan perawatan periodonsium pada mantan perokok. Pada evaluasi penghentian merokok terhadap keberhasilan perawatan periodonsium menunjukkan tingginya efektifitas respon kesembuhan pada perawatan bedah dan non-bedah, meliputi prosedur regenerasi jaringan serta bedah plastik periodontal. Berdasarkan evaluasi keadaan serta keberhasilan perawatan periodonsium pada mantan perokok, dapat ditarik kesimpulan pantingnya melakukan penghentian kebiasaan merokok terhadap kesehatan periodonsium.

5.2 Kesimpulan

Berdasarakan parameter klinis pada mantan perokok selama dilakukan perawatan peridonsium, menunjukkan bahwa aktivitas penyembuhan pada bukan perokok dan mantan perokok memberikan efektifitas yang tinggi apabila dilakukan perawatan dibandingkan perokok. Hal ini menegaskan pentingnya intervensi berhenti merokok sebagai tahap awal dalam perawatan periodonsium serta menjaga kebersihan dan kesehatan periodonsium.


(47)

DAFTAR RUJUKAN

1. Johnson GK and Hill M. Cigarette Smoking and the Peridontal Patient.

J Periodontol 2004; 75: 106-209.

2. Johnson GK and Slach AN. Impact of Tobacco on Periodontal Status.

J Dentaled 2001:313-21.

3. Pejčié A, Obradovič R, Kesič L, Kojovič D. Smoking and Periodontal Disease

a Riview. Facta Universitatis 2007;14(2): 53-9.

4. Laxman KV and Annaji S. Tobacco Use and Its Effects on the Periodontium and Periodontal Therapy. <http://www.Thejcdp.com/> ( 1 November 2008 ). 5. Haesman L, Stacey F, Preshaw PM, McCracken GI, Hepburn S, Haesman

PA. The Effect of Smoking on Periodontal Treatment Response : A Riview of

Clinical Evidence. J Clin Periodontol 2006; 33: 241-53.

6. Liede KE, Haukka JK, Hietanen JHP, Matilla MH, Rönkä H, Sorsa T. The Association Between Smoking Cessation and Periodontal Status and Salivari Proteinase Levels. J Periodontol 1999; 70: 1361-8.

7. Silva OC, de Lima AFM, Sallum AW, Tatakis DN. Coronally Positioned Flap for Root Coverage in Smokers and Non-Smokers: Stability of Outcomes Between


(48)

9. Neir P, Sutherland G, Palmer RM, Wilson RF, Scott DA. Gingival Bleeding on Probing Increase After Quiting Smoking. J Clin Periodontol 2003; 30: 435-7. 10. Morozumi T, Kubota T, Sato T, Okuda K, Yoshie H. Smoking Cassetion

Incrase Gingival Blood Flow and Gingival Crevicular Fluid. J Clin Periodontol 2004; 31: 267-72.

11. Palmer RM. Should Quit Smoking Interventions be the First Part of Initial


(1)

Peneliti/tahun Perawatan Respon klinis perawatan periodonsium pasca berhenti merokok

Bergstrom, dkk (2000)

Non-bedah Perawatan yang dilakukan dalam interval 10 tahun menyarankan berhenti merokok memberikan manfaat terhadap kesehatan periodonsium. Indeks plak menunjukkan kemiripan terhadap bukan perokok. Penelitian ini menyimpulkan hanya dampak mematikan kesehatan periodontal yang terdeteksi selama merokok.

Meinberg, dkk (2001)

Non-bedah Perawatan yang dilakukan dalam interval 1 tahun menunjukkan jumlah kehilangan tulang pasca berhenti merokok mendekati bukan perokok, yakni 4,89mm pada mantan perokok dan 4,64mm pada bukan perokok. Sedangkan perokok 5,75mm jumlah kehilangan tulang. Ini menunjukkan berhenti merokok mengurangi insiden kehilangan tulang.

Berdasarkan tabel 6 tentang studi efektifitas penghentian merokok terhadap perawatan periodontal dapat ditarik kesimpulan bahwa berhenti merokok dapat menyebabkan aktifitas respon pejamu kembali normal serta mempercepat proses penyembuhan. Data dari studi epidemilogi, cross-sectional, dan case-control menyarankan bahwa berhenti merokok memberikan keuntungan walaupun hanya terdapat data yang terbatas pada percobaan klinis longitudinal jangka panjang. Namun studi ini juga menunjukkan ketidakpastian pengaruh berhenti merokok terhadap prevalensi penyakit periodontal apabila tidak diikuti dengan menjaga kebersihan rongga mulut.6,10


(2)

Pada penelitiannya, Palmer RM, dkk menyimpulkan pentingnya intervensi berhenti merokok sebagai tahap awal dalam perawatan periodonsium. Dimana studi ini membandingkan hasil dari studi lainnya pada literatur yang sangat spesifik bertujuan untuk mensukseskan program berhenti merokok tarhadap keberhasilan perawatan periodonsium.11


(3)

BAB 5

DISKUSI DAN KESIMPULAN

5.1 Diskusi

Merokok sering dikaitkan dengan perubahan sistemik pada periodonsium. Zat karsinogenik dalam asap rokok menyebabkan terganggunya mikrosirkulasi dan keseimbangan aktifitas respon pejamu dalam melawan proses inflamasi. Hal ini menyebabkan meningkatnya prevalensi penyakit periodontal pada perokok. Beberapa pasien dengan penyakit periodontitis dan gingivitis, juga disertai dengan kebiasaan merokok. Buruknya kebersihan dan kesehatan periodonsium perokok menjadi faktor pendorong keterkaitan merokok dengan periodontitis akut.

Keterkaitan merokok terhadap perubahan sistemik dan mikrosirkulasi pada periodonsium, menyebabkan menurunnya aktifitas seluler dan humoral pada respon pejamu dalam melawan inflamasi. Hal ini berakibat tidak sempurna bahkan terhentinya proses penyembuhan pada perawatan periodonsium. Evaluasi yang dilakukan terhadap parameter klinis dan imunologi pasca perawatan periodonsium menunjukkan adanya penurunan sistem imun dalam melawan respon inflamasi selama proses penyembuhan pada pasien perokok. Sementara evaluasi jangka panjang terhadap hasil perawatan bedah mukogingiva dalam perawatan akar gigi yang tersingkap pada perokok, menunjukkan terjadinya kegagalan dalam membentuk level perlekatan baru pada proses penyembuhan.


(4)

Perawatan periodonsium pada bukan perokok, menunjukkan adanya efektifitas yang tinggi terhadap proses penyembuhan. Efektifitas ini juga terjadi pada perokok yang menghentikan kebiasaan merokok selama dilakukan perawatan. Evaluasi penghentian merokok terhadap kondisi periodonsium menunjukkan terjadinya peningkatan mikrosirkulasi serta normalnya aktifitas seluler dan humoral sistem imun pada respon pejamu. Hal ini dapat memberikan kontribusi terhadap keberhasilan perawatan periodonsium pada mantan perokok. Pada evaluasi penghentian merokok terhadap keberhasilan perawatan periodonsium menunjukkan tingginya efektifitas respon kesembuhan pada perawatan bedah dan non-bedah, meliputi prosedur regenerasi jaringan serta bedah plastik periodontal. Berdasarkan evaluasi keadaan serta keberhasilan perawatan periodonsium pada mantan perokok, dapat ditarik kesimpulan pantingnya melakukan penghentian kebiasaan merokok terhadap kesehatan periodonsium.

5.2 Kesimpulan

Berdasarakan parameter klinis pada mantan perokok selama dilakukan perawatan peridonsium, menunjukkan bahwa aktivitas penyembuhan pada bukan perokok dan mantan perokok memberikan efektifitas yang tinggi apabila dilakukan perawatan dibandingkan perokok. Hal ini menegaskan pentingnya intervensi berhenti merokok sebagai tahap awal dalam perawatan periodonsium serta menjaga kebersihan dan kesehatan periodonsium.


(5)

DAFTAR RUJUKAN

1. Johnson GK and Hill M. Cigarette Smoking and the Peridontal Patient. J Periodontol 2004; 75: 106-209.

2. Johnson GK and Slach AN. Impact of Tobacco on Periodontal Status. J Dentaled 2001:313-21.

3. Pejčié A, Obradovič R, Kesič L, Kojovič D. Smoking and Periodontal Disease

a Riview. Facta Universitatis 2007;14(2): 53-9.

4. Laxman KV and Annaji S. Tobacco Use and Its Effects on the Periodontium

and Periodontal Therapy. <http://www.Thejcdp.com/> ( 1 November 2008 ).

5. Haesman L, Stacey F, Preshaw PM, McCracken GI, Hepburn S, Haesman PA. The Effect of Smoking on Periodontal Treatment Response : A Riview of

Clinical Evidence. J Clin Periodontol 2006; 33: 241-53.

6. Liede KE, Haukka JK, Hietanen JHP, Matilla MH, Rönkä H, Sorsa T. The

Association Between Smoking Cessation and Periodontal Status and Salivari Proteinase Levels. J Periodontol 1999; 70: 1361-8.

7. Silva OC, de Lima AFM, Sallum AW, Tatakis DN. Coronally Positioned Flap

for Root Coverage in Smokers and Non-Smokers: Stability of Outcomes Between 6 Months and 2 Years. J Periodontol 2007; 78: 1702-7.

8. Andia CD, Martins GA, Casati ZM, Sallum EA, Nociti Jr FH. Root Coverage

Outcome May Be Affected by Heavy Smoking: A 2-Year Follow Up Study.


(6)

9. Neir P, Sutherland G, Palmer RM, Wilson RF, Scott DA. Gingival Bleeding

on Probing Increase After Quiting Smoking. J Clin Periodontol 2003; 30: 435-7.

10. Morozumi T, Kubota T, Sato T, Okuda K, Yoshie H. Smoking Cassetion

Incrase Gingival Blood Flow and Gingival Crevicular Fluid. J Clin Periodontol

2004; 31: 267-72.

11. Palmer RM. Should Quit Smoking Interventions be the First Part of Initial