manajer baik manajer keuangan atau orang yang menangani pajak pada perusahaan-perusahaan go publik yang terdapat dalam listed companies
BEJ 2008 maupun non go publik di wilayah Jakarta. 2. Penelitian ini mengenai sikap dan kinerja konsultan pajak. Sedangkan
penelitian sebelumnya mengenai sikap dan kinerja auditor. 3. Pada penelitian sebelumnya indikator dari sikap dan kinerja auditor
meliputi aspek-aspek penting dalam proses audit dan tanggung jawab auditor, faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja auditor, sikap auditor
terhadap laporan keanguan kliennya dan sikap auditor terhadap kliennya. Sedangkan, dalam penelitian ini hanya terdapat tiga indikator yaitu sikap
konsultan pajak terhadap informasi perpajakan klien, sikap konsultan pajak terhadap kliennya dan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
konsultan pajak. Tanggung jawab konsultan pajak dimasukkan ke dalam faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja konsultan pajak.
4. Metode analisis pada penelitian sebelumnnya adalah One Way ANOVA dan Kruskal Wallis, sedangkan pada penelitian ini adalah uji Independent
Sample T-test dan One Way ANOVA.
Terus meningkatnya kebutuhan akan konsultan pajak dan terbatasnya penelitian tentang konsultan pajak membuat penulis tertarik untuk
mengangkat tema tersebut, sehingga dirumuskanlah judul “Analisis Perbandingan Kesenjangan Harapan Expectation Gap Dari Fiskus,
Konsultan Pajak Dan Manajer Atas Sikap dan Kinerja Konsultan Pajak”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka, masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah terdapat kesenjangan harapan antara fiskus dan konsultan pajak atas sikap dan kinerja konsultan pajak?
2. Apakah terdapat kesenjangan harapan antara fiskus dan manajer atas sikap dan kinerja konsultan pajak?
3. Apakah terdapat kesenjangan harapan antara konsultan pajak dan manajer atas sikap dan kinerja konsultan pajak?
4. Apakah terdapat kesenjangan harapan antara fiskus, konsultan pajak dan manajer atas sikap dan kinerja konsultan pajak?
C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui apakah terdapat kesenjangan
harapan expectation gap antara persepsi fiskus, konsultan pajak dan manajer atas
sikap dan kinerja konsultan pajak.
2. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi: 1. Profesi Konsultan Pajak
Sebagai salah satu sarana untuk meningkatkan kinerja konsultan pajak menjadi lebih baik lagi agar dapat bersaing di masa yang akan datang
dengan profesi-profesi yang lainnya serta memenuhi harapan para pengguna jasanya.
2. Pemerintah Sebagai bahan masukan untuk membuat standar profesi atau undang-
undang mengenai konsultan pajak agar meminimalisir expectation gap. 3. Dunia Bisnis
Sebagai sarana informasi dalam menyampaikan dan mengukur harapan mereka sendiri terhadap konsultan pajak.
4. Dunia Pendidikan Sebagai sarana belajar, menambah pemahaman dan pengetahuan
khususnya dibidang perpajakan. Dan juga sebagai landasan untuk melahirkan penelitian selanjutnya.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Kesenjangan Harapan Expectation Gap
Porter 1993 dalam penelitian Nasser dan Ayuningtyas menyatakan bahwa expectation gap itu terdiri dari dua bagian yaitu:
1. jarak antara apa yang diharapkan publik terhadap apa yang seharusnya para auditor peroleh atau kerjakan the reasonableness gap dan
2. apa yang publik harapkan secara masuk akal, apa yang auditor dapat lakukan dengan baik dan apa yang auditor bisa lakukan the
performance gap .
Berdasarkan pernyataan diatas, maka dapat dikatakan bahwa expectataion gap
dapat juga diartikan: 1. jarak antara apa yang diharapkan publik terhadap apa yang seharusnya
para konsultan pajak peroleh atau kerjakan the reasonableness gap dan
2. apa yang publik harapkan secara masuk akal, apa yang konsultan pajak dapat lakukan dengan baik dan apa yang konsultan pajak bisa lakukan
the performance gap. Dalam kaitan tugas profesi konsultan pajak seakan-akan terdapat
suatu konflik kepentingan, yang mana di satu sisi harus sepenuhnya membantu wajib pajak dalam masalah perpajakannya, tetapi di sisi lain
juga harus membantu pemerintah ikut serta mengamankan penerimaan
pajak Budileksmana, 2000. Tetapi sebenarnya hal tersebut bukanlah suatu konflik yang dapat menyebabkan gap karena dalam membantu
kepentingan wajib pajak, konsultan pajak harus senantiasa berpedoman dan tidak boleh melanggar pada ketentuan perundang-undangan yang
berlaku. Seperti Peraturan Menteri Keuangan PMK Nomor 98 Tahun 2005 dan peraturan yang dibuat oleh Ikatan Konsultan Pajak Indonesia
IKPI yang diperuntukkan untuk mengatur mengenai konsultan pajak. Jadi, publik bisa saja tidak paham apa persepsi dan tanggung jawab profesi
ini. Penelitian Nasser dan Ayuningtyas menyebutkan bahwa istilah
kesenjangan harapan ini pertama kali muncul di Amerika tahun 1970-an, ketika masyarakat menilai kualitas kerja auditor tidak sesuai lagi dengan
yang diharapkan. Kegagalan auditor untuk mendeteksi ataupun mengungkapkan kegagalan atau memberikan tanda bahaya atas
ketidakefisienan perusahaan publik menyebabkan auditor dianggap tidak lagi akomodatif dan kompeten. Hasil kaji ulang Cohen Commision
ternyata membuktikan adanya perbedaan harapan antara kinerja aktual dengan harapan masyarakat keuangan di Amerika. Perbedaan ini muncul
sebagai akibat terlambatnya organisasi profesi akuntan dan akuntan itu sendiri menyikapi perubahan fenomena dan tuntutan dunia bisnis secara
cepat. Jika dibandingkan dengan peristiwa diatas, maka kesenjangan
harapan bisa jadi terjadi akibat penilaian publik wajib pajak orang pribadi
maupun badan, fiskus dan masyarakat pada umumnya terhadap sikap dan kualitas kerja konsultan pajak.
2. Pajak a. Pengertian Pajak
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun
1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, mendefinisikan pajak sebagai berikut:
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-
Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat.
Menurut Prof. Dr. P. J. A. Andriani definisi pajak yaitu sebagai berikut:
Pajak adalah iuran masyarakat kepada negara yang dapat dipaksakan yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-
peraturan umum Undang-undang dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk
membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan Zain, 2005.
Menurut Mr. Dr. N. J. Feldman definisi pajak adalah Ilyas, 2007:
Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada penguasa, menurut norma-norma yang ditetapkannya secara
umum, tanpa adanya kontra-prestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum.
Berdasarkan beberapa definisi pajak yang telah dikemukakan diatas, maka dapat disimpulkan unsur-unsur yang terkandung dalam
pajak adalah sebagai berikut: 1. Pajak merupakan pembayaran yang dilakukan oleh warga negara.
2. Pajak merupakan pembayaran untuk negara. 3. Pajak didasarkan pada undang-undang.
4. Pajak mempunyai sifat yang memaksa. 5. Manfaat yang diterima dari pajak tidak secara langsung.
6. Pajak digunakan untuk keperluan negara.
b. Sistem Pemungutan Pajak
Sistem pemungutan pajak menurut Ilyas dan Burton dalam buku “Hukum Pajak” dibagi atas empat macam, yaitu:
a. Official assessment system Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada
pemungut pajak fiskus untuk menentukan besarnya pajak yang harus dibayar pajak yang terutang oleh seseorang.
b. Semi self assessment system Suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada
fiskus dan wajib pajak untuk menentukan besarnya pajak seseorang yang terutang.
c. Self assessment system
Suatu sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang penuh kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan,
menyetorkan, dan melaporkan sendiri besarnya utang pajak. d. Witholding system
Suatu sistem pemunutan pajak yang memberikan wewengang kepada pihak ketiga untuk memungutmemotong besarnya pajak
yang terutang.
3. Wajib Pajak dan Fiskus a. Hak dan Kewajiban Wajib Pajak
Menurut Undang-Undang RI Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, pasal 1 angka 2 disebutkan bahwa:
Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan
kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan.
Hak-hak wajib pajak yang diatur dalam Undang-undang perpajakan adalah:
1. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pengarahan dari fiskus. 2. Hak untuk membetulkan Surat Pemberitahuan SPT.
3. Hak untuk memperpanjang waktu penyampaian SPT. 4. Hak memperoleh kembali kelebihan pembayarn pajak.
5. Hak mengajukan keberatan. 6. Hak mengajukan banding.
7. Hak mengadukan pejabat yang membocorkan rahasia wajib pajak. 8. Hak untuk mengajukan permohonan untuk mengangsur atau
menunda pembayaran pajak. 9. Hak meminta keterangan mengenai koreksi dalam penerbitan
ketetapan pajak. 10. Hak memberikan alasan tambahan.
11. Hak mengajukan gugatan. 12. Hak untuk menunda penagihan pajak.
13. Hak memperoleh imbalan bunga. 14. Hak mengajukan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung.
15. Hak mengurangi penghasilan kena pajak dengan biaya yang telah dikeluarkan.
16. Hak pengurangan berupa Penghasilan Tidak Kena Pajak PTKP. 17. Hak menggunakan norma penghitungan penghasilan neto.
18. Hak memperoleh fasilitas perpajakan. 19. Hak untuk melakukan pengkreditan pajak masukan terhadap pajak
keluaran. Sedangkan, kewajiban wajib pajak yang diatur dalam Undang-
undang perpajakan adalah: 1. Kewajiban untuk mendaftarkan diri.
2. Kewajiban mengisi dan menyampaikan Surat Pemberitahuan SPT.
3. Kewajiban membayar atau menyetor pajak. 4. Kewajiban membuat pembukuan atau pencatatan.
5. Kewajiban mentaati pemeriksaan pajak. 6. Kewajiban melakukan pemotongan atau pemungutan pajak.
7. Kewajiban membuat faktur pajak. 8. Kewajiban melunasi bea materai.
b. Hak Dan Kewajiban Fiskus
Menurut Peraturan
Menteri Kauangan,
PMK 123PMK.032006, Tanggal 7 Desember 2006, Pasal 1 angka 2, yang
dimaksud dengan: Fiskus pemeriksa pajak adalah Pegawai Negeri Sipil di lingkungan
Direktorat Jenderal Pajak atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab
untuk melaksanakan pemeriksaan pajak.
Adapun hak-hak fiskus tersebut adalah sebagai berikut: 1. Hak menerbitkan Nomor Pokok Wajib NPWP Pajak atau Nomor
Pokok Pengusah Kena Pajak secara jabatan. 2. Hak menerbitkan surat ketetapan pajak.
3. Hak menerbitkan surat paksa dan surat perintah melaksanakan penyitaan.
4. Hak melakukan pemeriksaan atau penyegelan. 5. Hak menghapuskan atau mengurangi sanksi administrasi.
6. Hak melakukan penyidikan. 7. Hak melakukan pencegahan.
8. Hak melakukan penyanderaan. Sama halnya dengan wajib pajak, maka sebagai fiskus juga
mempunyai kewajiban yang harus dilakukan, yaitu: 1. Kewajiban untuk membina wajib pajak.
2. Kewajiban menerbitkan surat ketetapan pajak lebih bayar. 3. Kewajiban merahasiakan data wajib pajak.
4. Kewajiban melaksanakan putusan.
4. Konsultan Pajak a. Pengertian Konsultan Pajak
Pasal 32 UU Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan ayat 3 berbunyi:
Orang pribadi atau badan dapat menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk menjalankan hak dan memenuhi kewajiban sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Pasal 3a berbunyi: Persyaratan serta pelaksanaan hak dan kewajiban kuasa sebagaimana
dimaksud pada ayat 3 diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Sesuai isi pasal 32 ayat 3a maka, Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 98PMK.032005 Tentang Perubahan Atas
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 485KMK.032003
Tentang Konsultan Pajak Indonesia, menyatakan bahwa:
Konsultan Pajak adalah setiap orang yang dalam lingkungan pekerjaannya secara bebas memberikan jasa profesional kepada Wajib
Pajak dalam
melaksanakan hak
dan memenuhi
kewajiban perpajakannya
sesuai dengan
peraturan perundang-undangan
perpajakan yang berlaku. Ikatan Konsultan Pajak Indonesia adalah suatu organisasi yang
beranggotakan para Konsultan Pajak dan dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang diberikan
kewenangan sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan ini.
b. Konsultan Pajak sebagai Profesi
Konsultan pajak merupakan salah satu profesi yang tidak asing lagi bagi kalangan dunia usaha dan perorangan yang berkepentingan
dengan perpajakan. Dalam kongres pada tahun 2000, pemerintah melalui Menteri Keuangan menyampaikan amanat dari Ibu Megawati
selaku Wakil presiden, bahwa profesi konsultan pajak itu adalah partner strategis pemerintah. Yang artinya, sebagai mitra pemerintah
untuk menggali potensi penerimaan dan untuk menjaga hak dan kewajiban warga negara serta mitra pengemban amanat wajib pajak
Jurnal Pajak Indonesia, Vol.3, No.9, April 2004. Menurut Roy dan Mc Neil Harahap, 1991, bahwa ciri-ciri dari
suatu profesi mapan adalah sebagai berikut: 1. Memeriksa jasa yang bermanfaat bagi masyarakat.
2. Terikat pada prinsip-prinsip etik yang tekanannya pada kebajikan berupa pelayanan, kejujuran, integritas, serta pengabdian pada
kesejahteraan yang dilayani.
3. Mempunyai persyaratan yang harus dipenuhi untuk dapat menjadi anggota, yang diatur dengan undang-undang.
4. Mempunyai prosedur dalam menegakkan disiplin anggota yang melanggar kode etik.
5. Mempunyai pengetahuan minimal dalam bidang keahliannya body of knowledge
yang diperoleh melalui pendidikan formal. 6. Mempunyai bahasa sendiri dan mengenal hal-hal yang sangat
teknis hanya dimengerti oleh mereka yang menjadi anggota. Dari ciri-ciri profesi diatas dapat disimpulkan bahwa konsultan
pajak adalah sebagai profesi. Karena memenuhi dari ciri-ciri tersebut diatas, yaitu: jasa yang diberikan sangat bermanfaat bagi masyarakat
wajib pajak seperti tax planning, mereview kepatuhan dan lainnya. Terikat pada kode etik dan hukum yang disusun baik oleh organisasi
Ikatan Konsultan Pajak Indonesia dan pemerintah. Persyaratan untuk menjadi konsultan pajakpun tidak main-main, seorang konsultan pajak
harus mengikuti Ujian Sertifikasi Konsultan Pajak. Setiap pelanggaran kode etik dikenakan sanksi tegas yang diatur dalam kode etik Ikatan
Konsultan Pajak Indonesia IKPI juga dalam Keputusan Menteri Keuangan.
d. Hak dan Kewajiban Konsultan Pajak
Hak Konsultan Pajak sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 98PMK.032005
adalah sebagai berikut: a. Konsultan Pajak yang telah memiliki Izin Praktek Konsultan Pajak
Sertifikat A berhak memberikan jasa di bidang perpajakan kepada Wajib Pajak Orang Pribadi dalam melaksanakan hak dan memenuhi
kewajiban perpajakannya, kecuali Wajib Pajak yang berdomisili di negara yang mempunyai persetujuan penghindaran pajak berganda
dengan Indonesia. b. Konsultan Pajak yang telah memiliki Izin Praktek Konsultan Pajak
Sertifikat B berhak memberikan jasa di bidang perpajakan kepada Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan dalam melaksanakan hak dan
memenuhi kewajiban perpajaknnya, kecuali kepada Wajib Pajak Penanaman Modal, Bentuk Usaha Tetap dan yang berdomisili di
negara yang mempunyai persetujuan penghindaran pajak berganda dengan Indonesia.
c. Konsultan Pajak yang telah memiliki Izin Praktek Konsultan Pajak Sertifikat C berhak memberikan jasa di bidang perpajakan kepada
Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan dalam melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya.
Kewajiban Konsultan Pajak: 1. Konsultan Pajak wajib mematuhi semua peraturan perundang
undangan perpajakan. 2. Konsultan Pajak wajib menyampaikan kepada Wajib Pajak agar
melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan.
3. Dalam mengurus pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan dari Wajib Pajak, setiap Konsultan Pajak wajib.
i. memiliki Izin Praktek Konsultan Pajak yang masiln berlaku ii. memiliki Surat Kuasa Khusus dari Wajib Pajak dan Surat
Pernyataan dengan bentuk sebagaimana ditetapkan. 4. Konsultan Pajak wajib mematuhi prosedur dan tata tertib kerja
yang berlaku di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak dan dilarang melakukan tindakan-tindakan yang merugikan kepentingan negara.
5. Konsultan Pajak yang telah memiliki Izin Praktek Konsultan Pajak waib mengikuti penataranpendidikan penyegaran perpajakan
paling sedikit 1 satu kali dalam setahun yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Pajak danatau Ikatan Konsultan Pajak
Indonesia. 6. Konsultan Pajak wajib mematuhi Anggaran DasarAnggaran
Rumah Tangga dan Kode Etik Ikatan Konsultan Pajak Indonesia. 7. Konsultan Pajak wajib membuat Laporan Tahunan yang berisi
jumlah dan keterangan mengenai Wajib Pajak yang telah diberikan jasa di bidang perpajakan dan melampirkan fotokopi Sertifikat
penataran pendidikan penyegaran perpajakan. 8. Laporan Tahunan sebagaimana dimaksud di sampaikan kepada
Direktur Jenderal Pajak paling lama akhir bulan April tahun takwim berikutnya.
9. Konsultan Pajak dapat mengajukan permohonan penundaan penyampaian Laporan Tahunan, yang disampaikan secara tertulis
untuk paling lama 3 tiga bulan.
e. Kode Etik Konsultan Pajak
Berikut adalah kode etik profesi konsultan pajak yang disusun oleh Ikatan Konsultan Pajak Indonesia IKPI:
1. Kode Etik IKPI adalah kaidah moral yang menjadi pedoman dalam berfikir, bersikap dan bertindak bagi setiap anggota IKPI.
2. Setiap anggota IKPI wajib menjaga citra martabat profesi dengan senantiasa berpegang pada Kode Etik IKPI.
3. Kode Etik IKPI juga mengatur sanksi terhadap tidak dipenuhinya kewajiban atau dilanggarnya larangan oleh anggota IKPI.
Kepribadian konsultan pajak Indonesia. Konsultan Pajak Indonesia wajib:
1. Setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
2. Patuh pada hukum dan peraturan perpajakan, serta menjunjung tinggi integritas, martabat dan kehormatan profesi konsultan pajak;
3. Melakukan tugas profesi dengan penuh tanggung jawab, dedikasi tinggi dan independen;
4. Menjadi Wajib Pajak yang baik; 5. Menjaga kerahasiaan dalam menjalankan profesi.
Konsultan Pajak Indonesia dilarang: 1. Melakukan kegiatan profesi lain yang terikat dengan pekerjaan
sebagai pegawai negeri, kecuali dibidang riset, pengkajian dan pendidikan;
2. Meminjamkan ijin praktek untuk digunakan oleh pihak lain;
3. Menugaskan karyawannya yang tidak menguasai pengetahuan perpajakan untuk bertindak, memberikan nasehat dan menangani
urusan perpajakan. Hubungan dengan wajib pajak. Konsultan Pajak Indonesia wajib:
1. Bersikap profesional; 2. Menjaga kerahasiaan dalam hubungan dengan Wajib Pajak;
3. Menolak permintaan Wajib Pajak untuk melakukan rekayasa pajak atau perbuatan yang bertentangan dengan undang-undang
perpajakan. Konsultan Pajak Indonesia dilarang:
1. Memberikan petunjuk atau keterangan yang dapat menyesatkan Wajib Pajak mengenai pekerjaan yang sedang dilakukan.
2. Memberikan jaminan kepada Wajib Pajak bahwa pekerjaan yang berhubungan dengan instansi perpajakan pasti dapat
diselesaikan. 3. Menetapkan syarat-syarat yang membatasi kebebasan Wajib
Pajak untuk pindah atau memilih konsultan pajak lain. 4. Menerima setiap ajakan dari pihak manapun untuk melakukan
tindakan yang diketahui atau patut diketahui melanggar peraturan perundang-undangan perpajakan.
f. Jasa yang Diberikan Oleh Konsultan Pajak
Menurut Budileksmana 2000, bila dibandingkan dengan profesi akuntan publik, maka terdapat jasa-jasa layanan yang pada
prinsipnya adalah sama dengan yang diberikan oleh konsultan pajak, yaitu:
1. Audit laporan keuangan. Dalam hal ini akuntan public menentukan kewajaran penyajian laporan keuangan atau kesesuaiannya dengan
Standar Akuntansi Keuangan SAK. Sedangkan konsultan pajak melakukan compliance audit untuk meneliti apakah penerapan
perpajakan yang dilakukan wajib pajak telah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan. Dalam hal ini
konsultan pajak juga memberikan saran-saran perbaikan dan penyempurnaan kepada wajib pajak.
2. Jasa kompilasi, yaitu akuntan publik melaksanakan berbagai kegiatan akuntansi kliennya, seperti pencatatan transaksi akuntansi
sampai dengan penyusunan laporan keuangan. Sedangkan konsultan pajak juga memberikan jasa penyusunan laporan
keuangan fiskal untuk tujuan pelaporan pajak klien. Pada prinsipnya jasa yang diberikan konsultan pajak kepada
wajib pajak adalah berkaitan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan dari wajib pajak. Selain yang telah disebutkan diatas, jasa-
jasa lain yang dapat diberikan oleh konsultan pajak meliputi: 1. Membantu wajib pajak dalam membuat perhitungan pajaknya yang
harus dibayar dan sekaligus memberikan pengarahan dalam pengisian Surat Pemberitahuan SPT sebagai laporan tahunannya.
2. Memberikan konsultasi atas masalah perpajakan yang dihadapi wajib pajak.
3. Memberikan informasi mengenai hak dan kewajiban wajib pajak sesuai perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
4. Membantu mengusahakan terciptanya iklim yang lebih sehat dalam bidang perpajakan agar wajib pajak merasakan adanya kepastian
hukum dalam masalah perpajakan.
5. Sikap dan Kinerja
Sikap kerja merupakan hasil penilaian atau evaluasi terhadap orang-orang, atau kejadian-kejadian ditempat kerja – apakah memuaskan,
baik, menyenangkan, menguntungkan, atau sebaliknya Panggabean, 2004. Sikap konsultan pajak dalam penelitian ini berarti merupakan hasil
penilaian dari wajib pajak selaku klien, fiskus, dan konsultan pajak itu sendiri terhadap informasi perpajakan dan kliennya – apakah baik dan
sesuai dengan apa yang diharapkan. Menurut Mangkunegara dalam Trisnaningsih 2007, kinerja
adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab
yang diberikan kepadanya. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa kinerja konsultan pajak adalah hasil kerja yang dicapai konsultan pajak dalam
melaksanakan tugasnya dalam membantu klien melaksanakan kewajiban dan memenuhi hak perpajakannya sesuai tanggung jawab yang diberikan
kepadanya sesuai aturan yang berlaku. Terdapat banyak ahli yang mengungkapkan faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi kinerja. Hal ini, menyebabkan banyaknya pula faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kinerja seseorang. Berikut
beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kinerja menurut beberapa ahli: 1. Larkin 1990 dalam Trisnaningsih 2007 menyatakan bahwa terdapat
empat dimensi personalitas dalam mengukur kinerja auditor, antara lain: kemampuan ability, komitmen profesional, motivasi, dan
kepuasan kerja. 2. Menurut Gibson 1987 dalam Cokroaminoto 2007 menyatakan
bahwa terdapat tiga kelompok variabel, yaitu: kelompok variabel individu terdiri dari variabel kemampuan dan ketrampilan, latar
belakang pribadi dan demografis, kelompok variabel psikologis terdiri dari variabel persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan motivasi, dan
kelompok variabel organisasi terdiri dari variabel sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan desain pekerjaan.
3. Dale Timpe 1992 mengungkapkan kinerja adalah kulminasi tiga elemen yang saling berkaitan: keterampilan, upaya, dan sifat keadaan
eksternal.
4. Menurut Malayu S. P. Hasibuan 2001 dalam Wahyudin 2009
bahwa kinerja karyawan dapat diukur dengan kesetiaan, prestasi kerja,
kejujuran, kedisiplinan, kreativitas, kerjasama, kepemimpinan, kepribadian, prakarsa, kecakapan, dan tanggung jawab.
Berdasarkan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kinerja menurut beberapa ahli yang telah dikemukakan diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa terdapat empat belas faktor yang dapat mempengaruhi kinerja yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu kepribadian,
kemampuan, tanggung jawab, prestasi kerja, komitmen profesi, jabatan, kerjasama, kondisi eksternal, kewajiban sosial, pengalaman, motivasi,
sikap klien, kepemimpinan, dan pendapatan.
B. Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai expectation gap, khususnya berkenaan dengan konsultan pajak masih sangat terbatas. Penelitian mengenai expectation gap
dengan berbagai isu relatif lebih kepada auditor. Nasser dan Ayuningtyas 2007 meneliti mengenai expectation gap
mahasiswa, auditor dan manajer terhadap sikap dan kinerja auditor. Dari penelitian tersebut disimpulkan bahwa sebagian besar tidak terdapat
perbedaan persepsi antara mahasiswa, auditor dan manajer mengenai sikap auditor terhadap laporan keuangan kliennya dan sikap auditor terhadap
kliennya serta terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja auditor, kecuali faktor memberikan pertimbangan yang benar, memberikan pelayanan
yang bermanfaat bagi klien. Tapi, perbedaan persepsi terjadi antara
mahasiswa, auditor dan manajer terhadap aspek-aspek penting dalam proses audit dan tanggung jawab auditor.
Yeni 2001 juga melakukan penelitian mengenai persepsi mahasiswa, auditor dan pemakai laporan keuanagn terhadap peran dan tanggung jawab
auditor. Hasil penelitiannya menunjukkan, secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan persepsi antara mahasiswa dengan auditor serta antara mahasiswa
dengan pemakai laporan keuangan kecuali factor mempertahankan independensi, tanggung jawab illegal act klien dan memperbaiki keefektifan
audit. Tetapi, terdapat perbedaan persepsi antara auditor dengan pemakai laporan keuangan juga antara mahasiswa, auditor dan pemakai laporan
keuangan, kecuali faktor pengkomunikasian hasil audit. Penelitian yang dilakukan oleh Arrozi 2004 mengenai expectation
auditor, investor dan akuntan manajemen terhadap pemeriksaan laporan keuangan menunjukkan hasil bahwa terdapat expectation gap antara auditor,
investor dan akuntan manajemen pada dimensi responsibility yaitu faktor- faktor
auditor bertanggungjawab
untuk penemuan
penyelewengan, pemeliharaan catatan akuntansi, auditor tidak melaksanakan pertimbangan
dalam penyelesaian prosedur pemeriksaan. Pada dimensi reliability pada faktor laporan keuangan tidak terdapat kesalahan material, auditor tidak setuju
kebijakn akuntansi yang digunakan dalam laporan keuangan, perluasan keyakinan yang diberikan auditor ditunjukkan secara nyata dan perusahaan
bebas dari penyelewengan. Sedangkan pada dimensi decision usefulness terdapat expectation pada faktor-faktor laporan keuangan auditan tidak
berguna memantau kinerja manajemen.
Penelitian Iip Latipah 2008 mengenai analisis pengukuran kepuasan wajib pajak melalui kinerja account representativeAR menyimpulkan bahwa
tingkat kepuasan wajib pajak terhadap kinerja AR di KPP PMB selama ini adalah sebesar 91,63 artinya kinerja AR selama ini dinilai cukup sesuai
dengan harapan wajib pajak. Penelitian Annisa Ekowati 2005 mengenai analisis persepsi para tax
associate tentang sistem penilaian prestasi kerja pada konsultan pajak X di
Jakarta menyimpulkan bahwa sistem penilain prestasi kerja kurang obyektif, karena belum adanya kriteria yang diterapkan dalam memberi penilaian.
B. Kerangka Pemikiran