21
alat yang telah terkena zat radioaktif atau menjadi radioaktif karena dipergunakan dalam kegiatan nuklir dan zat radioaktif serta bahan bekas
tersebut tidak dipergunakan lagi. Bahan bekas tersebut dapat berupa benda padat seperti, kertas penyerap, kain pembersih bekas, jarum suntik bekas
atau alat-alat yang terbuat dari gelas yang telah digunakan untuk penanganan zat radioaktif atau pernah digunakan untuk menampung zat
radioaktif. Zat radioaktif yang dimaksudkan adalah setiap zat yang mengandung
satu atau lebih radionuklida nuklida yang mengandung radioaktif, yang aktivitas atau kadarnya tidak dapat diabaikan dari segi proteksi radiasi. Setiap
radionuklida tersebut memiliki karakteristik tertentu seperti, aktivitas, jenis radiasi yang dipancarkan, dan waktu paro. Oleh karena itu, limbah radioaktif
perlu ditangani secara khusus agar bahaya yang ditimbulkannya dapat dikelola dengan baik.
2.8. Jenis dan Karakteristik Limbah Radioaktif
Berdasarkan IAEA 2005, jenis limbah radioaktif dapat dibedakan menurut bentuknya, antara lain:
1. Limbah radioaktif cair Limbah radioaktif cair adalah zat radioaktif berbentuk cair atau
menjadi radioaktif karena dipergunakan dalam kegiatan nuklir dan tidak dapat dipergunakan lagi. Jenis limbah ini berupa limbah bahan bakar
nuklir, limbah cair dari fasilitas nuklir, dan sebagainya. 2. Limbah radioaktif padat
22
Limbah radioaktif padat adalah zat radioaktif dan bahan bekas serta alat-alat yang terkena zat radioaktif atau menjadi radioaktif yang
berbentuk padat karena digunakan dalam kegiatan nulir dan tidak dapat dipergunakan lagi. Menurut IAEA seperti yang dikutip oleh portal
www.batan.go.id, limbah padat aktivitas rendah adalah limbah radioaktif yang memiliki laju dosis 2,00-200 mRjam pada permukaan limbah
Berdasarkan rekomendasi IAEA dan kemampuan fasilitas pengelolaan limbah di PTLR, limbah radioaktif yang dikelola PTLR dapat
dikategorikan sebagai berikut:
Tabel 2.6. Kategori Limbah Berdasarkan Aktivitas No.
Jenis Limbah Radioaktif Aktivitas A Ci
1. Limbah Cair Aktivitas Rendah dan Sedang
Pemancar Beta dan Gama 1E-6A1E-1
2. Limbah Semi Cair Resin Aktivitas Rendah
dan Sedang Pemancar Beta dan Gama A1E-2
3. Limbah Padat Aktivitas Rendah dan Sedang
Pemancar Beta dan Gama:
a.
Terbakar
b.
Terkompaksi
c.
Tak Terbakar dan Tak Terkompaksi A1E-2
4. Limbah Aktivitas Rendah Pemancar Alfa
1A6 5.
Limbah Aktivitas 6 Ci A6
Sumber: www.batan.go.id
2.9. Proteksi Radiasi 2.9.1. Pengendalian Engineering
Berdasarkan Shapiro 1981, prinsip dasar yang digunakan dalam prinsip proteksi radiasi adalah ALARA As Low As Reasonably
Achievable yang merupakan upaya menjaga agar pajanan radiasi berada
jauh di bawah NBD, tetapi tetap mendapatkan keuntungan baik secara
23
sosial-ekonomi, teknologi, maupun keselamatan dan kesehatan individu serta lingkungan. Berdasarkan prinsip tersebut, maka pengendalian
engineering terhadap pajanan radiasi l, terdiri atas:
1. Pembatasan waktu Laju dosis radiasi yang berasal dari sumber radioaktif tergantung
pada energi dari radionuklida yang terkandung serta massanya. Oleh karena itu, besar dosis yang diterima dari sebuah material radioaktif dapat
dilihat melalui persamaan berikut:
Dosis = Waktu x Laju Dosis
Jika waktu pemajanan dikurangi, maka total pajanan akan berkurang secara langsung karena waktu akan berbanding linier dengan
besarnya dosis radiasi yang diterima oleh para pekerja sehingga semakin banyak waktu yang dibutuhkan dalam bekerja dengan medan radiasi,
maka semakin banyak pula dosis yang akan diterima oleh pekerja. Beberapa penerapan prinsip keselamatan yang dapat dilakukan melalui
pembatasan waktu antara lain: 1. Mengurangi waktu kontak dengan material radioaktif.
2. Merotasi pekerja dengan pajanan radiasi yang lebih tinggi. 3. Membatasi area radiasi.
2. Pembatasan jarak Setiap radionuklida memiliki jarak pancar radiasi yang berbeda
Tabel 2.7.. Intensitas radiasi dapat berkurang dengan peningkatan jarak antara sumber radiasi dan pekerja. Pengurangan ini dikenal dengan
Inverse Square Law , dimana intensitas radiasi berbanding terbalik dengan
24
Isotop 0,3 m
0,6 m 1,2 m
2,4 m 3,0 m
Cobalt-60 14,5
3,6 0,9
0,23 0,145
Radium-226 9,0
2.,3 0,6
0,14 0,09
Cesium-137 4,2
1,1 0,26
0,07 0,042
Iridium-192 5,9
1,5 0,4
0,09 0,059
Thulium-170 0,027
0,07 0,02
0,0004 0,00027
kuadrat jarak dosis sehingga semakin dekat dengan sumber radiasi, maka semakin besar dosis yang akan diterima, tetapi semakin jauh dari
sumber radiasi akan semakin kecil dosis yang akan diterima. Secara matematis, prinsip proteksi ini dapat disajikan sebagai berikut:
D1 x X12 = D2 x X22
Dimana : D = Dosis, Pajanan, Intensitas X = jarak
Prinsip proteksi ini telah teruji efektif dalam melindungi pekerja dan masyarakat. Beberapa cara penerapannya adalah dengan
menggunakan alat pengendali, berada jauh dari sumber radioaktif serta menempatkan material radioaktif sejauh mungkin dari daerah kerja.
Tabel 2.7. Pancaran Gama dan Tingkat Radiasinya Pada Berbagai Jarak dari Sumber
Sumber: Fundamental of Industrial Hygiene 5
t h
Edition 3. Perisai shielding
Pengaruh tingkat radiasi berbanding secara eksponensial dengan ketebalan perisai sehingga jika menggunakan perisai yang diletakkan
antara kita dan sumber radiasi, maka radiasi yang kita terima akan lebih kecil dibanding jika tidak menggunakan perisai, karena perisai radiasi
mampu mengurangi radiasi yang mengenainya. Perisai yang tepat dapat
25
menurunkan secara eksponential pajanan radiasi gama. Penentuan efektivitas perisai dalam mengurangi pancaran radiasi gama dapat
dilakukan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
Rhr at 1 ft = 6 Ci E f
Dimana: Ci = Aktivitas E = Energi MeV
f = fractional yeild Dengan persamaan tersebut, pajanan radiasi gama dapat berkurang
sebesar Roentgen per jam pada jarak 1 feet.
Tabel 2.8. Perkiraan Ketebalan Shielding
Sumber Ketebalan cm
Timbal Besi
Beton 110
½ 110
½ 110
½
Co-60 4,11
1,24 7,36
2,21 22,9
6,90 Ra-226
4,70 1,42
7,70 2,31
24,4 7,37
Cs-137 2,13
0,64 5,72
1,73 15,7
4,83 Ir-192
1,63 0,48
15,7 4,83
Sumber: Fundamental of Industrial Hygiene 5th Edition
2.9.2. Pengendalian Administratif
Pengendalian administratif harus dilakukan berdasarkan standar prosedur keselamatan radiasi. Tamasssian 2004 menyebutkan bahwa
ada beberapa pengendalian administratif yang perlu diterapkan guna melindungi pekerja dari efek radiasi yang merugikan, terdiri atas:
1. Pelatihan Regulasi yang berkaitan dengan pemanfaatan radiasi pengion
mensyaratkan agar semua pekerja yang bekerja dengan material
26
radioaktif wajib mengikuti adequate training sebelum menangani radionuklida, termasuk kursus rutin. Lingkup program pelatihan
tergantung pada penanganan material radioaktif pada daerah kerja. 2. Pelaporan dan investigasi kecelakaan
Semua kecelakaan yang berkaitan dengan material radioaktif harus diinvestigasi dan didokumentasikan dengan tepat. Investigasi
kecelakaan meliputi penyebab kecelakaan dan tindakan penanggulangan untuk mencegah tingkat keparahan. Kecelakaan tertentu yang meliputi
kehilangan material radioaktif, pajanan berlebihan pada pekerja, atau kerusakan property harus segera dilaporkan ke BAPETEN.
3. Program inspeksi Program inspeksi adalah alat untuk memonitor efektifitas program
pengendalian serta sebagai cara mengidentifikasi trend dan membandingkannya dengan standar. Pelaksanaan inspeksi harus
komprehensif dan mengikuti format yang telah terstruktur. Program inspeksi sangat disarankan dengan menggunakan checklist. Menurut
IAEA 2007, kunci sukses program inspeksi dapat dilihat melalui frekuensi dan prioritas program berdasarkan bahaya atau konsekuensi
potensial. Dalam mempertahankan program inspeksi yang relevan, maka diperlukan analisis data inspeksi dari jenis dan sumber radiasi radiasi
yang berbeda. Berikut merupakan frekuensi pelaksanaan inspeksi yang disarankan oleh IAEA:
27
Tabel 2.9. Frekuensi Inspeksi Penggunaan
Frekuensi Inspeksi Tahun
Dental Radiografi 5
Kedokteran Nuklir 1-2
Radioterapi 1
Diagnostik radiologi dengan peralatan kompleks
2-3 Diagnostik radiologi alat x-ray
konvensional 3-5
Industri radiografi 1
Irradiators industri
1 Irradiators
penelitian 3-5
Radiation Gainge 3-5
Well Logging 1-3
Sumber: IAEA 2007 4. Regulasi keselamatan radiasi
Menurut IAEA 2007, regulasi mengenai keselamatan keselamatan radiasi diperlukan untuk melindungi pekerja guna mengurangi risiko
radiasi yang mungkin timbul. Regulasi tersebut meliputi berbagai persyaratan mengenai keselamatan radiasi serta cara pengukuran radiasi
pada pekerja dan lingkungan kerja.
2.9.3. Pelindung Diri
Pada dasarnya filosofi proteksi radiasi adalah mengurangi pajanan radiasi hingga berada jauh di bawah nilai dosis maksimum yang
direkomendasikan. Pekerja yang bekerja dengan material radioaktif, tentunya tidak bisa terhindar secara menyeluruh dari pajanan radioaktif,
seperti adanya debu radioaktif, semburan radioaktif, dan tumpahan material radioaktif. Oleh karena itu, pekerja tersebut perlu dilindungi
28
dengan menggunakan pelindung diri. Pelindung diri tersebut meliputi, laboratory coat
, cover all, penutup kepala, sarung tangan, sepatu, dan shoes cover
Shapiro, 1981. Menurut Cember 1989, alat pelindung diri yang dikenakan oleh
pekerja akan berpotensi untuk terkontaminasi terhadap material radioaktif sehingga setelah selesai bekerja dengan material radioaktif, pekerja harus
melepaskannya ketika keluar dari daerah kerja untuk menghindari kontaminasi ke daerah lain yang bebas material radioaktif.
2.10. Kerangka Teori
Berdasarkan Paradigma Toksikologi, suatu pajanan zat berbahaya hingga menjadi penyakit dibagi dua tahap, yakni toksikokinetik dan
toksikodinamik Trush, 2008. Toksikokinetik dimulai dari tahap pajanan hingga dosis efektif pada tubuh. Sedangkan toksikodinamik berawal pada
tahap keluarnya efek biologis awal hingga terjadinya penyakit. Dalam penelitian ini, pajanan dari radiasi terdiri dari dua faktor yaitu laju dosis dan
durasi pajanan. Sedangkan dosis toksik dalam penelitian ini adalah Dosis radiasi pada pekerja.
Dosis efektif radiasi berbeda-beda tiap anggota atau organ tubuh. Besar dosis efektif dipengaruhi oleh weighting factor dan penerimaan dosis radiasi.
Dosis efektif merupakan batas dari toksikokinetik. Walaupun dosis efektif sudah mempelajari seberapa besar dosis yang diperlukan untuk berefek pada
tubuh tetapi belum sampai bagaimana efek pada tubuh. Tahap pertama toksikodinamik adalah efek biologis awal. Dengan
29
paparan radiasi, efek biologis awal yang terjadi adalah mutasi DNA. Setelah susunan DNA sel berubah, struktur dan fungsi sel juga ikut berubah.
Perubahan struktur dan fungsi sel merupakan tahap kedua dari toksikodinamik yaitu perubahan fungsi atau struktur tubuh. Sel yang telah
bermutasi mempengaruhi sel-sel disekitarnya sehingga suatu jaringan hingga organ tubuh mengalami kerusakan. Tahap ini adalah ujung dari
toksikodinamik yaitu penyakit. Dengan pajanan radiasi, penyakit yang paling sering muncul adalah beberapa jenis penyakit kanker, khususnya leukemia
UNSCEAR, 2006. Penyakit hereditas juga termasuk efek dari pajanan radiasi.
Sumber: Trush, MA. Johns Hopkins School of Public Health. USA. 2008
Gambar 2.2. Kerangka Teori
29
Penerimaan dosis radiasi
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep
Berdasarkan kerangka teori pada tinjauan pustaka, maka kerangka konsep pada penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 3.1. Kerangka Konsep
Dengan kerangka konsep di atas, maka tingkat dosis radiasi pada pekerja dipengaruhi dua variabel, yaitu laju dosis radiasi IS-1 dan durasi penerimaan
radiasi. Peneliti tidak menganalisis tingkat pengaruh antar variabel. Dalam penelitian akan dibahas tentang gambaran tiap variabel.
3.2. Variabel dan Definisi Operasional 3.2.1. Variabel Penelitian
Pada penelitian ini, variabel-variabel yang dilibatkan, antara lain: 1. Durasi pajanan radiasi diukur berdasarkan hasil perhitungan lama
kerja dalam 1 hari per shift kerja dengan satuan waktu jam. 2. Laju dosis radiasi diperoleh dari hasil pengukuran dengan
Laju dosis
Durasi Pajanan