43
BAB VI PEMBAHASAN
6.1. Keterbatasan Penelitian
1. Penelitian ini dilakukan dalam kurun waktu yang terbatas sehingga observasi yang dilakukan peneliti tidak dapat dilakukan selama data
diambil. Peneliti hanya melakukan observasi mengenai durasi dan pemakaian TLD sebanyak 3 kali sehingga tingkat validitas data tidak
diketahui. 2. Data yang diambil hanya dalam kurun waktu satu tahun sehingga data
terlihat homogen tanpa fluktuasi yang signifikan. 3. Tidak ada data mengenai dosis radiasi internal karena dosis tersebut
hanya dapat diukur melalui uji laboratorium. 4. Tidak ada data mengenai besar dosis serap, dosis ekuivalen, dan dosis
efektif. 5. Tidak ada data mengenai pemetaan limbah sehingga detail mengenai
limbah yang masuk dan disimpan tidak lengkap. Akibatnya adalah besaran radiasi pada tiap titik di IS-1 tidak diketahui dan tidak dapat
menjaga pekerja untuk tidak mendekati limbah dengan radiasi tinggi. 6. Perilaku pekerja tidak diteliti karena keterbatasan peneliti. Perilaku
pekerja penting untuk diteliti karena pemakaian alat ukur dosis radiasi pada pekerja merupakan salah satu bagiandari perilaku pekerja.
44
6.2. Dosis Radiasi yang Diterima Pekerja IS-1 PTLR Serpong
Daerah kerja seperti gedung IS-1 memiliki tingkat radiasi gama yang berbeda-beda dari waktu ke waktu sehingga dapat memajan pekerja yang
bekerja di dalamnya. Tabel 5.1 menunjukkan kisaran radiasi yang diterima oleh pekerja. 26 radiasi pada pekerja tidak terdeteksi dan 74 berada dibawah 0,5
mSv. Dosis radiasi yang diterima oleh pekerja jauh dibawah nilai batas dosis. Pada penelitian Romli, dkk 2012 terdapat data mengenai dosis radiasi pada
pekerja pada tahun 2008 hingga 2012. Dalam 5 tahun tersebut, rentang dosis pada pekerja dalam satu tahun sebesar 0,88 sampai 5,79 mSv. Terjadi
penurunan besar radiasi pada tahun 2013 dibandingkan 5 tahun sebelumnya. Pada penelitian Romli, dkk 2012 dosis radiasi terbesar pada tahun 2010 yaitu
5,79 mSv. Tingginya radiasi pada tahun 2010 karena dilakukan preparasi limbah Petrokimia Gresik. Berdasarkan wawancara dengan pekerja IS-1,
limbah radioaktif yang berasal dari Petrokimia Gresik memiliki radiasi yang tinggi. Selain itu, jumlah limbah radiasi yang perlu diolah lebih banyak daripada
instansi lain. Untuk meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja, peneliti menyarankan untuk memberi batasan limbah yang masuk ke IS-1. Sehingga
tingginya radiasi pada tahun 2010 tidak terulang kembali. Selain itu, diperlukan data mengenai pemetaan limbah sehingga limbah yang memiliki radiasi lebih
tinggi dapat diketahui persis letaknya untuk meningkatkan keselamatan pekerja. Dosis radiasi yang diterima oleh pekerja pada tahun 2013 hingga 2014
jauh lebih kecil dibandingkan dengan 5 tahun sebelumnya. Menurut Shaw, dkk 2010 besar radiasi yang diterima pekerja di tempat penyimpanan limbah
radiasi akan semakin kecil seiring waktu. Hal itu disebabkan zat radioaktif
45
memiliki waktu paruh yang semakin mengurangi besar radiasi yang dikeluarkan. Dalam Laporan UNSCEAR 2006 juga menyebutkan bahwa
penelitian tentang efek atau pengaruh radiasi dengan sumber radiasi dapat memiliki data yang bias akibat dari waktu untuk meluruh tiap zat radioaktif
berbeda-beda. Waktu yang dibutuhkan oleh zat radioaktif untuk meluruh dipengaruhi oleh waktu paruh. Contohnya, waktu paruh unsur Tc-99m ialah
6,01 jam, unsur Mo-99 ialah 65,94 jam dan unsur Kr-81m ialah 13,10 detik BATAN, 2014.
Identifikasi unsur radioaktif sangat berbahaya IAEA, 2005. Hasil identifikasi juga tidak selalu sama dengan unsur radioaktif karena peluruhan zat
radioaktif menghasilkan zat radioaktif yang lain. Unsur radioaktif akan terus meluruh hingga unsur tersebut menjadi susunan atom yang lebih stabil. Salah
satu contoh peluruhan radioaktif yang dikutip dari Chang 2003 adalah peluruhan uranium. Tahap pertama peluruhan adalah berubahnya uranium-238
berubah menjadi torium-234 dengan memancarkan radiasi alfa. Kemudian akan terjadi peluruhan dari torium-234 menjadi paladium-234 dengan pemancaran
radiasi beta. Berdasarkan Peraturan Kepala BAPETEN No 4 tahun 2013, setiap
kekurangan dalam tindakan terhadap radiasi harus diidentifikasi untuk mewujudkan keselamatan radiasi serta harus melakukan tindakan perbaikan dan
pencegahan. Tingginya radiasi pada tahun 2010 belum dilakukan identifikasi sebagaimana yang tertulis di Peraturan Kepala Bapeten No 4 tahun 2013. Pada
Perka BAPETEN No 4 tahun 2014, peningkatan hanya dilakukan pada kualifikasi pekerja. Padahal peningkatan pemantauan kesehatan juga
46
diperlukan. Peningkatan ini diperlukan karena dosis radiasi kumulatif pada pekerja akan bertambah seiring dengan masa kerja. Berdasarkan penelitian
Muirhead 2009, pekerja radiasi yang bekerja lebih dari 20 tahun meningkatkan risiko kejadian beberapa jenis kanker. Jenis kanker yang paling
sering muncul adalah leukemia. Dalam penelitian Sont 2001 tentang pekerja radiasi dengan masa kerja 20 tahun, angka kejadian kanker sebesar 2 dengan
dosis radiasi sebesar 0 - 4,9 mSv. Persentase kejadian kanker masih 2 hingga dosis sebesar 19.9 mSv. Pada penelitian di IS-1 ini diperlukan data mengenai
radiasi internal sehingga dapat diketahui seberapa dosis efektif yang telah diterima oleh pekerja. Sehingga dampak dari radiasi pada pekerja dapat
dikurangi atau bahkan dihilangkan. Besar rerata radiasi beta dan nilai maksimal dari kedua radiasi beta dan
gama pada pekerja di IS-1 lebih besar dibandingkan dengan IS-2 pada tahun 2013. Data mengenai dosis radiasi IS-2 diambil dari penelitian Pudjiastuti, dkk
2013. Besar rerata dosis radiasi pada pekerja IS-2 sebesar 0,15 ± 0,08 mSv dengan nilai minimum sebesar 0,04 mSv dan nilai maksimal sebesar 0,31 mSv.
Dalam Laporan UNSCEAR 2006 dosis radiasi minimal terbukti menimbulkan efek langsung terlihat sebesar 50 mSv. Efek dari dosis radiasi
sebesar 20 mSv, nilai batas dosis yang ditentukan BAPETEN, dapat terlihat namun masih sangat kecil. Dosis radiasi yang diterima oleh pekerja di IS-1
PTLR pada tahun 2013 masih jauh dibawah nilai batas dosis yang ditentukan oleh BAPETEN. Peneliti tidak menganbil data tentang perilaku pekerja.
Kecilnya dosis pada data sekunder yang diambil oleh peneliti dimungkinkan karena perilaku pekerja yang baik atau mungkin pekerja tidak selalu
47
menggunakan TLD. Oleh karena itu diperlukan data mengenai perilaku pekerja untuk penelitian selanjutnya.
Penerimaan dosis radiasi pada pekerja dibedakan berdasarkan tabel 5.2. Perbedaan dosis radiasi yang diterima oleh pekerja Sub Bidang Preparasi dan
Analisis sangat kecil bila dibandingkan dengan Sub Bidang Pengangkutan dan Penyimpanan Sementara. Hal itu disebabkan kegiatan dari dua sub bidang
tersebut sama-sama mengharuskan berjarak dekat dengan limbah radioaktif. Tugas Sub Bidang Pengangkutan dan Penyimpanan Sementara adalah
membongkar limbah yang baru dikirim. Walaupun melalui prosedur untuk upaya keselamatan yang telah dibuat oleh PTLR terlampir, sub bidang ini
yang melakukan kontak pertama bongkar limbah radioaktif. Sehingga radiasi yang diterima tidak berbeda jauh dengan Sub Bidang Preparasi dan Analisis.
Melakukan pengecekan kesesuaian limbah radioaktif yang diterima dengan dokumen limbah merupakan tugas dari Sub Bidang Preparasi dan Analisis.
Untuk melakukan pengecekan diperlukan kontak dengan limbah radioaktif yang berbahaya.
Upaya keselamatan radiasi yang dibuat dan diterapkan oleh Pusat Teknologi Limbah Radioaktif berupa Prosedur Pengiriman Limbah Radioaktif
ke PTLR terlampir mewajibkan untuk pihak pengirim membuat laporan radiasi selama pengiriman yang dapat dijadikan sebagai data awal. Selain itu,
pengukuran radiasi ketika masih dalam kendaraan dan masih terbungkus juga berfungsi untuk melindungi pekerja. Apabila besar radiasi tidak sesuai dengan
dokumen, maka limbah radiasi akan diambil alih dan menjadi tanggung jawab BAPETEN sebagai pengawas.
48
Sub Bidang Pengendalian Daerah Kerja terpapar dosis radiasi paling sedikit dibandingkan dengan sub bidang lainnya. Sub bidang ini bertugas untuk
melakukan pemantauan keselamatan radiasi termasuk kelengkapan kerja dan pengukuran dosis radiasi pada pekerja. Dalam menjalankan tugasnya, Sub
Bidang Pengendalian Daerah Kerja tidak perlu melakukan kontak dengan limbah radioaktif. Sehingga rata-rata dosis radiasi yang diterima sangat kecil.
Dosis radiasi yang sangat kecil didapat dari proses pengawasan dan pemantauan keselamatan radiasi di IS-1.
Pada grafik 5.1 terlihat satu orang pada bulan Maret hingga Mei tahun 2013 yang terpapar dosis radiasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan pekerja yang
lain. Dosis radiasi yang diterima oleh pekerja ini merupakan dosis radiasi tertinggi dalam kurun waktu Maret 2013 hingga Maret 2014. Berdasarkan
pemantauan Sub Bidang Pengendalian Daerah Kerja, tingginya dosis radiasi ini disebabkan oleh waktu kerja yang lebih lama daripada pekerja yang lain.
Walaupun dosis radiasi yang diterima oleh satu pekerja ini lebih tinggi dibandingkan dengan pekerja yang lain, besar radiasi masih jauh dari nilai batas
dosis. Berdasarkan Peraturan Kepala BAPETEN No 4 tahun 2013, pemantauan
rutin terhadap daerah kerja dilakukan 1 kali pengukuran dalam 1 bulan atau 1 kali dalam 3 bulan. Karena rendahnya dosis radiasi yang terbaca oleh TLD
Reader , diperlukan pengukuran dengan film badge yang dipantau tiap bulannya.
Meningkatkan frekuensi pemantauan diperlukan untuk mengetahui fluktuasi dosis radiasi tiap bulannya.
49
6.3. Laju Dosis Radiasi di IS-1 PTLR Serpong