Studi Deskriptif Toksikokinetik Dosis Radiasi pada Pekerja di Interim Storage-1 Pusat Teknologi Limbah Radioaktif Badan Tenaga Nuklir Nasional Tahun 2013-2014

(1)

STORAGE-1 PUSAT TEKNOLOGI LIMBAH RADIOAKTIF BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL TAHUN 2013-2014

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)

Oleh:

ANGGER AMINDA NOORCIPTA JOHAR NIM: 1110101000030

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2015 M / 1436 H


(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang saya ajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar SKM (Sarjana Kesehatan Masyarakat) di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya

atau merupakan jiplakan dari hasil karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 2015


(3)

STUDY PROGRAM OF PUBLIC HEALTH

Angger Aminda Noorcipta Johar, NIM: 1110101000030

Descriptive Study of Toxicokinetic Radiation Worker Dose at Interim Storage-1 Pusat Teknologi Limbah Radioaktif Badan Tenaga Nuklir Nasional Year 2013-2014

(xiii + 54 pages, 5 pictures, 14 tables, 5 attachments) ABSTRACT

Pusat Teknologi Limbah Radioaktif (PTLR) designated to be Agency for processing radioactive waste. One of the process which occur in PTLR is temporarily storaging for radioactive waste. There is two place for storaging in PTLR, The places are Interim Storage-1 and Interim Storage-2. Based on Romli, dkk (2012) and Pudjiastuti,dkk (2012) radiation worker dose in IS-1 in 2012 is greater than IS-2 in 2013. Therefore descriptive study is needed to understand about radiation worker dose in IS-1 in 2013-2014.

General purpose of this research to understand radiation worker dose at Interim Storage-1 PTLR. Meanwhile the spesific purpose is to know acceptance radiation worker dose, dose rate and exposure duration at Interim Storage-1. The research subject is all IS-1 worker about 19 people. Design of this research is cross sectional. This descriptive research use quantitative method by analtzing secondary data, observation, and interviewing worker at in IS-1.

Result of the research point out that radiation worker dose in Interim Storage-1 still below threshold (<20 mSv/year) and most of worker receive undetectable dose that below 0,05 mSv/year. Dose rate of Interim Storage-1 (IS-1) still below treshold (<75 μSv/hour). Exposure duration of worker is not more than 3 hours. Suggestion for worker is to pay attention about radiation because it can not be seen, smell and touched.

References: 43 (1981-2014)


(4)

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT Angger Aminda Noorcipta Johar, NIM: 1110101000030

Studi Deskriptif Toksikokinetik Dosis Radiasi pada Pekerja di Interim Storage-1 Pusat Teknologi Limbah Radioaktif Badan Tenaga Nuklir Nasional Tahun 2013-2014

(xiii + 54 halaman, 5 gambar, 14 tabel, 5 lampiran) ABSTRAK

Pusat Teknologi Limbah Radioaktif (PTLR) ditunjuk sebagai badan pelaksana pengolah limbah radioaktif di Indonesia. Salah satu fungsi PTLR adalah menyimpan sementara limbah radioaktif yang belum dan sudah mengalami proses pengolahan. Terdapat dua tempat penyimpanan (Interim Storage) di PTLR yaitu IS-1 dan IS-2. Berdasarkan penelitian Romli, dkk (20IS-12) dan Pudjiastuti, dkk (20IS-13) dosis radiasi IS-1 pada tahun 2012 memiliki dosis yang lebih besar daripada IS-2 pada tahun 2013. Oleh karena itu diperlukan studi deskriptif untuk mengetahui dosis radiasi pekerja di IS-1 pada tahun 2013 hingga 2014.

Tujuan umum penelitian ini adalah Untuk mengetahui penerimaan dosis radiasi pekerja di penyimpanan sementara (Interim Storage-1) limbah radioaktif Pusat Teknologi Limbah Radioaktif. Sedangkan tujuan khususnya adalah mengetahui dosis radiasi pada pekerja, laju dosis dan durasi pemajanan di Interim Storage-1. Desain penelitian ini adalah potong lintang dengan subjek penelitian adalah semua pekerja IS-1 sejumlah 19 orang. Penelitian deskriptif ini dilakukan dengan pengambilan data sekunder, observasi dan wawancara pada pekerja di IS-1.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dosis radiasi yang diterima pekerja yang bekerja di IS-1 masih di bawah NBD (< 20 mSv/tahun) dan sebagian besar pekerja menerima dosis tidak terdeteksi, yaitu < 0,05 mSv.ruang. Interim Storage-1 (IS-1) yang terdiri dari tiga bagian tersebut memiliki laju dosis radiasi yang masih berada di bawah batas dosis zona radiasi (< 75 μSv/jam). Durasi pajanan radiasi pekerja tidak lebih dari 3 jam dan setara dengan waktu yang dibutuhkan pekerja selama bekerja di IS-1. Akan tetapi, para pekerja harus tetap memperhatikan faktor keselamatan radiasi karena radiasi merupakan jenis bahaya yang tidak dapat dilihat, dicium, dan diraba.

Daftar Pustaka: 43 (1981-2014)


(5)

Judul Skripsi

STUDI DESKRIPTIF DOSIS RADIASI PADA PEKERJA DI

INTERIM STORAGE-1 PUSAT TEKNOLOGI LIMBAH

RADIOAKTIF BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL TAHUN

2013-2014

Telah disetujui dan diperiksa oleh pembimbing skripsi untuk mengikuti sidang skripsi sebagai syarat menempuh gelar S1 Sarjana Kesehatan

Program Studi Kesehatan Masyarakat

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Disusun oleh:

ANGGER AMINDA NOORCIPTA JOHAR 1110101000030

Pembimbing I

Dewi Utami Iriani, SKM., M.Kes., Ph,D NIP. 197503162007102001

Pembimbing II

Dr. Ela Laelasari, SKM., M.Kes NIP. 197210022006042001


(6)

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Jakarta, 13 Maret 2015

Ketua

(Hoirun Nisa, SKM., M.Kes., Ph.D)

Anggota I

(Iting Shofwati, ST., MKKK)

Anggota II


(7)

Data Pribadi

Nama : Angger Aminda Noorcipta Johar Tempat / Tanggal lahir : Mojokerto, 13 Maret 1992 Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Alamat Rumah : Jl. Kartini RT 04 RW 07 no 69 Kelurahan Seduri Kecamatan Mojosari Mojokerto, Jawa Timur 61382

Pendidikan:

1. 1998 – 2004 : SD Negeri Mojosari II 2. 2004 – 2007 : SMP Negeri 1 Mojosari 3. 2007 – 2010 : SMA Darul Ulum 2 Jombang 4. 2010 – 2014 : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


(8)

Puji dan syukur, penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT beserta junjungan Nabi Muhammad SAW karena berkat rahmat dan karunia-Nya, skripsi ini dapat terselesaikan. Pada kesempatan ini, perkenankanlah penulis menghaturkan ucapan terima kasih kepada:

1. Ibu Fajar Ariyanti, M. Kes, Ph.D selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Kepala dan seluruh pegawai Pusat Teknologi Limbah Radioaktif, Serpong yang telah membantu.

3. Ibu Dewi Utami Iriani, Ph.D dan Ibu Dr. Ela Laelasari, SKM, M.Kes selaku pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan saran yang berharga dalam penyusunan proposal skripsi ini

4. Keluarga, Rizqiana Adawiyah, kerabat, dan teman penulis yang telah memberikan doa dan bantuan moril, motivasi, dan material bagi penulis.

Akhir kata, dengan segala keterbatasan yang ada, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi perbaikan yang akan datang.

Ciputat, 2015


(9)

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

ABSTRACT ... iii

ABSTRAK ... iv

LEMBAR PERSETUJUAN ... v

RIWAYAT HIDUP ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR GRAFIK ... xii

DAFTAR TABEL ... xiii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 5

1.3. Pertanyaan Penelitian ... 6

1.4. Tujuan Penelitian ... 6

1.4.1. Tujuan Umum ... 6

1.4.2. Tujuan Khusus ... 7

1.5. Manfaat Penelitian ... 7

1.5.1. Bagi PTLR Serpong ... 7


(10)

2.1. Definisi Radiasi ... 9

2.2. Karakteristik Radiasi ... 10

2.3. Besar dan Satuan Radiasi ... 10

2.4. Toksikokinetik dan Toksikodinamik ... 14

2.5. Laju Dosis ... 15

2.6. Durasi Pajanan ... 15

2.7. Efek Radiasi ... 16

2.8. Nilai Batas Dosis ... 20

2.9. Limbah Radioaktif ... 21

2.10. Jenis dan Karakteristik Limbah Radioaktif ... 22

2.11. Proteksi Radiasi ... 23

2.11.1. Pengendalian Engineering ... 23

2.11.2. Pengendalian Administratif ... 26

2.11.3. Pelindung Diri ... 28

2.12. Kerangka Teori ... 29

BAB III. KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 31

3.1. Kerangka Konsep ... 31

3.2. Variabel dan Definisi Operasional ... 31

3.2.1. Variabel Penelitian ... 31

3.2.2. Definisi Operasional ... 33

BAB IV. METODOLOGI PENELITIAN ... 34


(11)

4.3.1. Data Primer ... 34

4.3.2. Data Sekunder ... 35

4.4. Pengolahan Data ... 35

4.5. Teknik dan Analisa Data ... 36

BAB V. HASIL PENELITIAN ... 37

5.1. Gambaran Penyimpanan Sementara PTLR Serpong ... 37

5.2. Besar Dosis Radiasi yang Diterima Oleh Pekerja IS-1 ... 38

5.3. Besar Laju Dosis Radiasi di IS-1 PTLR Serpong ... 41

5.4. Durasi Pemajanan Radiasi pada Pekerja IS-1 PTLR Serpong ... 43

BAB VI. PEMBAHASAN ... 44

6.1. Keterbatasan Penelitian ... 44

6.2. Dosis Radiasi yang Diterima Pekerja IS-1 PTLR Serpong... 44

6.3. Laju Dosis Radiasi di IS-1 PTLR Serpong ... 48

6.4. Durasi Pemajanan Radiasi Gama di IS-1 PTLR Serpong ... 51

BAB VII. SIMPULAN DAN SARAN ... 53

7.1. Simpulan ... 53

7.2. Saran ... 54

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(12)

Gambar 2.1. Fungsi Linear No-Threshold Risk ... 18 Gambar 2.2. Kerangka Teori ... 30 Gambar 3.1. Kerangka Konsep ... 31


(13)

Grafik 5.1. Penerimaan Dosis Radiasi Pekerja IS-1 PTLR Serpong ... 40 Grafik 5.2. Laju Dosis Radiasi di Penyimpanan Limbah Sementara PTLR


(14)

Tabel 2.1. Weighting Factor (WR) ... 12

Tabel 2.2. Hubungan Aktivitas, Dosis Serap, dan Dosis Ekuivalen ... 13

Tabel 2.3. Weighting Factor (WR) Jaringan atau Organ Tubuh ... 14

Tabel 2.4. Hubungan Dosis - Respon Radiasi ... 19

Tabel 2.5. Nilai Batas Dosis Radiasi Pekerja ... 21

Tabel 2.6. Distribusi Dosis dengan Risiko Kanker ... 21

Tabel 2.7. Kategori Limbah Berdasarkan Aktivitas ... 23

Tabel 2.8. Pancaran Gama dan Tingkat Radiasinya pada Berbagai Jarak dan Sumber ... 25

Tabel 2.9. Perkiraan Ketebalan Shielding ... 26

Tabel 2.10. Frekuensi Inspeksi ... 28

Tabel 3.1. Definisi Operasional ... 33

Tabel 5.1. Dosis Radiasi Hp (10) yang Diterima Pekerja IS-1 PTLR Serpong Selama 1 Tahun ... 39

Tabel 5.2. Rerata Total Penerimaan Dosis Radiasi Hp (10) pada Pekerja PTLR Serpong Berdasarkan Sub Bidang Periode Maret 2013 - Maret 2014 ... 39

Tabel 5.3. Perbandingan Laju Dosis Radiasi Gama IS-1 dengan Batasan Periode Maret 2013 - Maret 2014 ... 42


(15)

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tenaga nuklir adalah tenaga dalam bentuk apapun yang dibebaskan dalam proses transformasi inti, termasuk tenaga yang berasal dari sumber radiasi pengion seperti radiasi gama. Saat ini, perkembangan pemanfaatan tenaga nuklir di berbagai bidang untuk menunjang kehidupan manusia semakin meningkat. Di Indonesia, tenaga nuklir dengan pemancar radiasi gama banyak dimanfaatkan dalam bidang industri sebagai pengukur kepadatan, bidang penelitian sebagai pemberi label pada obat/plasma, pembawa sifat agar mempermudah dalam melihat jejak pada sel hewan percobaan, dan di bidang kedokteran radiasi gama digunakan sebagai diagnostik maupun pengobatan (BAPETEN, 2012).

Dengan berkembangnya pemanfaatan teknologi nuklir tersebut, ternyata juga mengakibatkan peningkatan limbah radioaktif, yaitu zat radioaktif dan bahan serta peralatan yang telah terkena zat radioaktif atau menjadi radioaktif karena pengoperasian instalasi nuklir yang tidak dapat digunakan lagi (PP No. 33 tahun 2007). Sesuai dengan PP tersebut, Pusat Teknologi Limbah Radioaktif (PTLR) telah ditunjuk sebagai badan pelaksana pengolah limbah radioaktif di Indonesia. Salah satu proses pengolahan limbah radioaktif yang dilakukan oleh PTLR adalah penyimpanan sementara. Pada proses ini limbah radioaktif yang belum diproses serta limbah yang telah diproses dan terkemas dalam shell 350 L / 950 L dan drum 200 L akan disimpan untuk sementara hingga memenuhi persyaratan aman untuk diproses atau di-disposal (BATAN, 2014).


(16)

terutama ketika menangani limbah radioaktif tersebut (Breitsenstein, 2002). Menurut IAEA (2007), pajanan selama bekerja bisa terjadi sebagai hasil dari berbagai kegiatan selama bekerja. Dalam hal ini, termasuk pekerjaan yang berkaitan dengan pengolahan serta penanganan material radioaktif.

Limbah radioaktif dapat mengakibatkan sel tubuh manusia bermutasi, rusak, hingga sel tubuh manusia akan mati, terutama oleh pajanan radiasi dari limbah radioaktif pemancar gama dengan massa atom dan waktu paruh yang rendah (Amsyari, 1989). Radiasi gama merupakan radiasi elektromagnetik yang memiliki daya tembus sangat kuat daripada sinar alfa dan beta sehingga jenis radiasi ini mampu menyinari seluruh tubuh (UNSCEAR, 2007).

Menurut Udayani (2003), efek membahayakan dari radiasi ini pun telah diketahui sejak awal penemuan sinar-x oleh Roentgen di tahun 1895 yang juga menjadi korban pertama dari efek radiasi. Setahun kemudian, pada awal penggunaan sinar-x di bidang medis juga telah menunjukan adanya efek in utero. Selain itu, beberapa peristiwa terkait pun telah membuktikan adanya efek negatif dari pajanan radiasi gama, seperti peristiwa Chernobyl di Ukraina pada 26 April 1986 dengan sumber radiasi gama yang sebagian besar berasal dari radionuklida I-131 (630 PBq; 17.0 MCi), Cs-134 (35 PBq; 0.95 MCi), dan Cs-137 (70 PBq; 1.9 MCi). UNSCEAR (2007) menyatakan bahwa pada peristiwa Chernobyl, sekitar 530.000 pekerja reaktor menerima rata-rata dosis efektif sebesar 120 mSv dan sekitar 116.000 jiwa yang terevakuasi menerima rata-rata dosis efektif sebesar 30. Kemudian warga melanjutkan tinggal di daerah terkontaminasi


(17)

pemadam kebakaran menderita Acute Radiation Syndrome (ARS), 30 jiwa termasuk pekerja dan petugas pemadam kebakaran meninggal dalam waktu tiga bulan, 19 pekerja meninggal dalam kurun waktu 1987-2004 (UNSCEAR, 2007). Sekitar 15.000 masyarakat menderita gejala akibat pajanan radiasi, seperti gangguan gastrointestinal, gangguan immunologi, gangguan metabolik (masa laten 5–6 tahun), gangguan pernafasan (chronic obstructive bronchitis); hemopoietic (peningkatan dan pengurangan jumlah sel darah), dan neuropathologies (berkurangnya kemampuan mental).

Tingkat keparahan efek pajanan radiasi dipengaruhi oleh besar dosis yang meradiasi karena pada dosis radiasi rendah, hubungan dosis dan efek selalu berbanding linear (USNRC, 2003 dan IAEA, 2007). Tetapi terdapat pengecualian pada angka kejadian kanker kolon dan kanker payudara. Menurut UNSCEAR (2006), risiko kanker kolon dan payudara dengan analisis dosis efek menunjukkan angka yang signifikan pada dosis rendah (0-25 mSv). Di Inggris, Kanada dan Amerika, pekerja yang mendapatkan paparan radiasi dari pekerjaannya beresiko terkena penyakit saluran pernafasan. Dalam penelitian Sont, dkk (2001) paparan dosis rendah pada pekerja dengan angka kejadian leukimia dan gangguan hereditas menunjukkan hubungan yang signifikan. Muirhead, dkk (2009) juga menyatakan bahwa dosis radiasi meningkatkan risiko leukimia dan penyakit jantung.

Pusat Teknologi Limbah Radioaktif (PTLR) adalah salah satu unit organisasi yang berada di bawah naungan Badan Tenaga Nuklir Nasional


(18)

bidang penelitian, pengembangan dan pemanfaatan tenaga nuklir di Indonesia. Pusat Teknologi Limbah Radioaktif (PTLR) berada di bawah Deputi Bidang Pengembangan Teknologi Daur Bahan Nuklir dan Rekayasa. Pusat Teknologi Limbah Radioaktif (PTLR) bertugas melaksanakan penelitian dan pengembangan teknologi pengelolaan limbah radioaktif dalam rangka mendukung pengembangan industri nuklir dan aplikasi IPTEK nuklir dalam berbagai bidang pembangunan. Selain itu, PTLR juga bertugas sebagai pelaksana pengelolaan limbah radioaktif dari seluruh wilayah Indonesia.

PTLR memiliki dua fasilitas penyimpanan limbah radioaktif yaitu Interim Storage-1 dan Interim Storage-2. Keduanya berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara limbah radioaktif yang masih belum diolah. Limbah radioaktif yang belum diolah memiliki radiasi yang tinggi. Perbedaan dari fasilitas tersebt adalah volume shell beton yang disimpan. Interim Storage-1 menyimpan shell beton yang bervolume 100 L, 200 L, dan 350 L. Sedangkan Interim Storage-2 menyimpan shell beton volume 950 L.

Berdasarkan penelitian Romli, dkk (2012) laju dosis Interim Storage-1 (IS-1) sebesar 0.56 – 6.84 μSv/jam dan laju dosis kumulatif dengan rentang 0.88 – 5.79 mSv / 3 bulan. Penelitian tersebut dilakukan dalam rentang tahun 2008 hingga 2012. Dosis radiasi yang diterima pekerja belum diteliti, sedangkan pada penelitian Pudjiastuti, dkk (2013) rata-rata laju dosis Interim Storage-2 (IS-2) selama 6 bulan pada tahun 2013 sebesar 1,31±0,99 μSv/jam. Penerimaan dosis radiasi kumulatif pekerja rata-rata sebesar 0,15 mSv selama 6 bulan.


(19)

menggunakan Radiameter untuk mengukur radiasi di IS-1. Laju dosis IS-1 lebih besar daripada IS-2 pada tahun 2012. Peneliti ingin mengetahui besar radiasi yang diterima oleh pekerja yang ada di IS-1 pada tahun 2013 hingga 2014.

1.2. Rumusan Masalah

Sebagai pusat pengolahan limbah radioaktif di Indonesia, PTLR Serpong bertugas untuk mengolah berbagai jenis limbah radioaktif sehingga para pekerja berpotensi untuk terpajan radiasi, terutama radiasi gama yang dipancarkan dari limbah radioaktif tersebut. Hal ini, tentunya dapat berpengaruh terhadap kesehatan para pekerja di PTLR khususnya pekerja yang bekerja pada penyimpanan sementara (IS-1) limbah radioaktif karena pada daerah kerja tersebut, tersimpan limbah radioaktif yang belum dan sudah diolah. Pekerja harus melakukan kontak dengan limbah untuk memproses limbah.

Selama tahun 2008-2012, rata-rata laju dosis Interim Storage-1 (IS-1) sebesar 0.56 – 6.84 μSv/jam dan rata-rata laju dosis kumulatif dengan rentang 0.88 – 5.79 mSv / 3 bulan (Romli, 2012). Sedangkan pada tahun 2013, rata-rata laju dosis Interim Storage-2 (IS-2) sebesar 1,31±0,99 μSv/jam. Pajanan radiasi yang diterima pekerja IS-1 perlu diteliti karena IS-1 memiliki laju dosis yang lebih besar dalam kurun waktu 2008-2012 daripada IS-2 pada tahun 2013. Oleh karena itu, permasalahan yang timbul adalah besar penerimaan dosis radiasi pada pekerja di instalasi penyimpanan sementara (Interim Storage, IS-1) pada tahun 2013-2014. Durasi pekerja terpajan radiasi berpengaruh pada dosis radiasi yang


(20)

1.3. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan sebelumya, maka dapat dibuat pertanyaan penelitian, sebagai berikut:

1. Berapa dosis radiasi yang diterima oleh pekerja pada tahun 2013-2014? 2. Berapa laju dosis radiasi yang terdapat pada IS-1 pada tahun 2013-2014? 3. Berapa lama pekerja terpajan radiasi gama ketika di IS-1 pada tahun

2013-2014?

1.4. Tujuan Penelitian 1.4.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui penerimaan dosis radiasi pekerja di penyimpanan sementara (Interim Storage-1) limbah radioaktif Pusat Teknologi Limbah Radioaktif Serpong.

1.4.2. Tujuan Khusus

1. Diketahuinya dosis radiasi yang diterima oleh pekerja yang bekerja di IS-1 pada tahun 20IS-13-20IS-14.

2. Diketahuinya laju dosis radiasi di IS-1 pada tahun 2013-2014.

3. Diketahuinya durasi pemajanan radiasi pada pekerja di IS-1 pada tahun 2013-2014.


(21)

1.5.1. Bagi PTLR Serpong

Manfaat penelitian bagi PTLR Serpong adalah sebagai bahan evaluasi guna meningkatkan aspek keselamatan dan kesehatan kerja

1.5.2. Bagi penelitian selanjutnya

Manfaat untuk penelitian selanjutnya yaitu dapat dijadikan referensi mengenai dosis radiasi pada pekerja

1.6. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian mengenai gambaran penerimaan dosis radiasi ini, dilakukan selama periode April-Mei 2014 pada penyimpanan sementara (Interim Storage, IS-1) limbah radioaktif PTLR Serpong. Metode penelitian ini dilakukan dengan pengambilan data sekunder, observasi dan wawancara tidak terstruktur kepada pekerja sub bidang preparasi dan analisis, sub bidang pengangkutan dan penyimpanan sementara, dan sub bidang pengendalian daerah kerja. Terpilihnya IS-1 PTLR Serpong karena pada daerah kerja tersebut tersimpan limbah radioaktif yang memiliki laju dosis lebih besar daripada Interim Storage-2. Data yang diambil adalah dosis radiasi dan laju dosis pada bulan Maret 2013 hingga Maret 2014.


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Radiasi

Radiasi merupakan bentuk perambatan energi seperti sinar, gelombang dan partikel. Berdasarkan Cheever (2002), dan Barnes (1997), radiasi pengion didefinisikan sebagai gelombang elektromagnetik dan partikel yang karena energi yang dimilikinya mampu mengionisasi media yang dilaluinya. Dalam tujuan proteksi radiasi, radiasi pengion dapat didefinisikan sebagai radiasi yang mampu memproduksi pasangan ion pada material biologis (IAEA, 2007).

Partikel dan gelombang elektromagnetik tersebut mampu menyebabkan perubahan struktur dalam atom dari medium yang dilaluinya. Jika radiasi berinteraksi dengan atom dalam satu medium, maka akan dihasilkan pasangan ion atau hanya terjadi atomic excitation tanpa menghasilkan ion. Ion yang dihasilkan dalam proses interaksi ini bisa berbentuk ion positif apabila atom di dalam medium tersebut kehilangan satu atau lebih elektronnya dan jika ada atom gas maupun oksigen yang berinteraksi dengan elektron bebas dari interaksi tersebut, maka mengakibatkan timbulnya suatu ion yang kelebihan elektron atau ion negatif. Jadi, suatu radiasi yang mampu menghasilkan pasangan ion di dalam suatu medium dinamakan radiasi pengion (ACGIH, 2005).


(23)

2.2. Karakteristik Radiasi

Terdapat tiga jenis radiasi nuklir yaitu radiasi alfa, beta dan gama. Ketiga radiasi tersebut memiliki karakteristik yang berbeda. Perbedaan daya tembus dan daya ionisasi mempengaruhi dampaknya pada manusia.

Radiasi alfa memiliki daya tembus yang paling kecil dibandingkan radiasi yang lain. Menurut Gabriel (2012), daya tembus pancaran alfa di udara sejauh 4 cm dan daya tembus akan semakin pendek terhadap materi yang lebih padat, misalnya, partikel alfa tidak dapat menembus selebaran kertas. Berbanding terbalik dengan daya tembusnya, sinar alfa memiliki daya ionisasi terbesar. Sebagian besar energi yang dimiliki digunakan untuk ionisasi sehingga daya tembusnya sangat kecil (Surya, 2009).

Menurut Surya (2009), radiasi beta memiliki daya tembus lebih kuat daripada radiasi alfa. Partikel beta dapat menembus lapisan aluminium setebal 1 mm tetapi tidak bisa menembus lapisan yang sama setebal 3 mm. Daya ionisasi pancaran beta lebih lemah dibandingkan pancaran alfa.

Radiasi gama memiliki daya tembus yang sangat kuat. Pancaran gama dapat menembus baja setebal 30 cm. Daya tembusnya akan menjadi setengah ketika menembus timbal setebal 1 cm. Radiasi gama memiliki daya ionisasi paling kecil (Surya, 2009).

2.3. Besar dan Satuan Radiasi

Mengutip dari Cember (1989), besar dosis dan material radiasi dapat dinyatakan dalam bentuk satuan radiasi, yang terdiri atas:


(24)

Aktivitas (A) adalah jumlah transformasi inti secara spontan yang terjadi pada sejumlah radionuklida dN dalam selang waktu tertentu.

A = dN/dt

Satuan Internasional khusus untuk aktivitas dinamakan Becquerel (Bq), dimana 1 Bq = 1 s-1. Aktivitas material radioaktif juga dinyatakan dalam Curie (Ci) dan 1 Ci adalah 3,7 x 1010 Bq. 2. Dosis Serap

Dosis Serap (D) adalah energi rata-rata yang diberikan oleh radiasi pengion sebesar dE kepada bahan yang dilaluinya dengan massa dt. Dengan kata lain, dosis serap merupakan tenaga rata-rata yang diserap per satuan massa.

D = dE/dt

Satuan dosis serap berdasarkan Satuan Internasional (SI) adalah Gray (Gy) dan sama dengan Joule/Kg. Satuan yang telah digunakan sebelumnya adalah rad, dimana 1 rad = 10-2 Gy atau 1 Gy = 100 rad. 3. Dosis Ekuivalen

Dosis ekuivalen (H) adalah dosis serap yang sama tetapi berasal dari jenis radiasi yang berbeda yang ternyata memberikan efek yang berbeda pada sistem tubuh. Dosis ekuivalen biasa disebut dosis Hp (10). Besar dosis ekuivalen lebih banyak digunakan untuk menghitung perbedaan efek biologis terhadap berbagai jenis pajanan radiasi. Dalam menentukan besar dosis ekuivalen dibutuhkan faktor bobot radiasi atau Weighting Factor (WR) sebagai pengali dosis terserap (D). WR


(25)

merupakan besar kuantitas radiasi untuk menimbulkan kerusakan pada jaringan atau organ tubuh. Dahulu WR, disebut dengan Quality Factor (Q). Untuk aplikasi di bidang radiobiologi, WR dinyatakan dengan Relative Biological Efectiveness (RBE). Dalam hal ini, dosis ekuivalen merupakan hasil perkalian dosis serap pada organ atau jaringan tubuh untuk merefleksikan RBE pada radiasi yang dapat memicu efek stokastik pada dosis rendah. Berikut merupakan hubungan antara quality factor dengan dosis serap:

H = Σ (D x WR)

Satuan tradisional untuk dosis ekuivalen adalah rem, sedangkan Satuan Internasional dosis ekuivalen adalah Sievert, dimana 100 rem= 1 Sievert.

Tabel 2.1. Weighting Factor (WR)

Jenis Radiasi WR

Foton, untuk semua energy 1

Elektron dan Muon, semua energi. Kecuali, Elektron Augor yang dipancarkan dari radionuklida yang lepas ke DNA, khususnya untuk penerapan

mikrodosimeter.

1

Neutron dengan energi:

a. < 10 keV 5

b. 10 keV hingga 100 keV 10 c. > 100 keV hingga 2 MeV 20 d. > 2 MeV hingga 20 MeV 10

e. > 20 MeV 5

Proton, selain proton rekoil, dengan energi > 2 MeV 5 Partikel alfa, fragmen fisi, inti berat 20 Sumber: IAEA (2007)

Hubungan antara aktivitas, dosis serap, dan dosis ekuivalen dapat dilihat pada tabel 2.2.


(26)

Tabel 2.2. Hubungan Aktivitas, Dosis Serap, dan Dosis Ekuivalen Besaran TradisionalSatuan Satuan SI Hubungan Aktivitas

(A) Curie (Ci) Becquerel (Bq) 1 Ci = 3,7 x 1010 Bq 1 Bq = 1 S-1

Dosis

Serap (D) Rad Gray (Gy) 1 rad = 0,01 Gy 1 Gy = 1 J/kg Dosis

Ekuivalen (H) Rem Sievert (Sv) 1 rem = 0,01 Sv 1 Sv = 1 J/kg Sumber: ATSDR (1999)

4. Dosis Efektif

Pada penyinaran seluruh tubuh, setiap organ atau jaringan tubuh dapat menerima dosis ekuivalen yang sama, tetapi menimbulkan efek biologi yang berbeda pada organ atau jaringan tubuh. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan sensitivitas pada organ atau jaringan tubuh terhadap radiasi. Oleh karena itu dibutuhkan besaran dosis efektif (E) guna memperhitungkan efek stokastik.

Dosis efektif merupakan pengukuran dosis yang didesain untuk merefleksikan jumlah kerusakan yang mungkin dihasilkan dari dosis tersebut. Dosis efektif didapatkan melalui penjumlahan dosis ekuivalen pada jaringan tubuh (H) yang dikalikan dengan Wiegthing Factor tiap jaringan (WR). Satuan dosis efektif adalah Rem atau Sievert (Sv).


(27)

Tabel 2.3. Weighting Factor (WR) Jaringan atau Organ Tubuh

Organ atau Jaringan Tubuh WT

Gonad 0,20

Sumsum tulang belakang 0,12

Usus Besar 0,12

Lambung 0,12

Paru-paru 0,12

Ginjal 0,05

Payudara 0,05

Liver 0,05

Oesophagus 0,05

Kelenjar Gondok (Thyroid) 0,05

Kulit 0,01

Permukaan tulang 0,01

Organ atau jaringan tubuh sisanya 0,05 Sumber: IAEA (2007)

2.4 Toksikokinetik dan Toksikodinamik

Radiasi berupa pancaran dari partikel alfa, beta atau gama mampu mengionisasi unsur-unsur yang lain, termasuk unsur penyusun tubuh manusia (Harrington, 2003). Dalam hal ini, radiasi termasuk xenobiotik atau zat asing yang tidak terdapat dalam tubuh manusia. Setiap zat asing yang masuk ke dalam tubuh, terdapat dua proses yakni proses yang dilakukan tubuh kepada xenobiotik dan proses yang dilakukan xenobiotik. Dalam toksikologi, dua proses ini disebut toksikokinetik dan toksikodinamik.

Menurut Burcham (2014), toksikokinetik adalah tentang perjalanan zat asing masuk ke dalam tubuh dan perlakuan tubuh terhadap zat asing tersebut. Sedangkan toksikodinamik menjelaskan tentang pengaruh zat asing terhadap tubuh manusia hingga terjadinya suatu penyakit atau gangguan


(28)

tertentu.

Menurut Trush (2008), toksikokinetik mencakup perjalanan zat asing dari menjadi pajanan kemudian masuk dalam tubuh dalam dosis tertentu dan selanjutnya menentukan besaran dosis efektif zat asing hingga mampu berefek pada manusia. Sedangkan toksikodinamik mencakup efek awal yang terjadi pada tubuh kemudian terjadi perubahan struktur atau fungsi hingga terjadinya penyakit.

2.5 Laju Dosis

Salah satu bagian dari toksikokinetik adalah paparan (Trush, 2008). Bentuk dari paparan radiasi adalah laju dosis. Definisi laju dosis menurut Saha (2010) adalah jumlah energi radiasi yang terserap tiap satuan waktu. Satuan dari laju dosis adalah Sv/jam. Menurut Kitchen (2000) dan Burchfield (2009), laju dosis identik dengan intensitas tetapi sudah dikonversi dengan konstanta fisika untuk lebih nudah digunakan dalam bidang proteksi radiasi.

2.6 Durasi Pajanan

Menurut Burchfield (2009) durasi pajanan adalah periode waktu terjadinya terpajan yang dalam hal ini terpajan oleh radiasi. Durasi pajanan bisa dalam frekuensi tertentu atau bentuk kumulatif. Contoh durasi pajanan dalam frekuensi tertentu adalah durasi pajanan radiasi pekerja dalam sehari bekerja, sedangkan contoh untuk bentuk kumulatifnya adalah total durasi pajanan radiasi selama 25 tahun bekerja. .


(29)

2.5. Efek Radiasi

Radiasi telah menyebabkan ionisasi atom sehingga dapat mempengaruhi molekul, sel, jaringan, organ, dan bahkan seluruh tubuh. Proses ini terjadi ketika sejumlah energi radiasi ditransfer pada atom di dalam material yang dilaluinya dengan memindahkan orbit elektron sehingga atom tersebut ditinggalkan sebagai ion bermuatan elektron. Pada jaringan, ionisasi atom dalam sel menghasilkan perubahan biokimia dan dapat menimbulkan efek biologi akut maupun kronik (USNRC, 2003).

Berdasarkan USNRC (2003), radiasi dapat menimbulkan efek kesehatan terhadap sel melalui dua mekanisme, yaitu:

1. Efek langsung

Efek langsung terjadi jika radiasi berinteraksi dengan atom pada molekul DNA atau beberapa komponen sel lainnya yang sangat penting untuk kelangsungan hidup sel. Interaksi tersebut dapat menimbulkan ketidakmampuan sel untuk memproduksi dan bertahan untuk hidup, seperti kromoson sudah tidak bisa menduplikasi dengan baik dan adanya perubahan informasi yang dibawa (gen) oleh molekul DNA.

Menurut UNSCEAR (2000), efek biologis radiasi terutama timbul karena adanya kerusakan pada molekul DNA, terutama pada jenis DNA yang penting, seperti DNA single-, double-stand breaks, kerusakan mendasar, hubungan silang antara intra dan inter molekural, serta kerusakan lainnya. Kerusakan DNA pada nukleus secara umum diketahui sebagai pemicu utama yang menyebabkan kerusakan jangka panjang pada jaringan dan organ tubuh. Double- stand breaks pada DNA secara umum


(30)

dikenal sebagai kandidat yang menyebabkan kerusakan parah. Lintasan radiasi single berpotensi untuk menyebabkan double stand breaks dan perbaikan DNA tidak sempurna sehingga mengakibatkan kerusakan jangka panjang, bahkan pada dosis radiasi kecil meskipun dengan probabilitas rendah.

2. Efek tidak langsung

Jika sebuah sel terpajan radiasi, probabilitas radiasi untuk berinteraksi dengan molekul DNA menjadi sangat kecil karena komponen penting dalam sel telah memperbaiki bagian sel tersebut. Sebagian besar sel pada tubuh manusia tersusun dari air sehingga probabilitas radiasi untuk berinteraksi dengan air menjadi lebih besar dan dapat memperbesar jumlah sel. Ketika radiasi berinteraksi dengan air, radiasi dapat mematahkan ikatan yang menahan molekul air sehingga menghasilkan unsur Hidrogen (H) dan Hydroxil (OH). Radiasi mampu membentuk subtansi racun berupa Hidrogen Peroksida (H2O2) yang dapat berkontribusi dalam merusak sel (UNSCEAR, 2000).

Berdasarkan USNRC (2003) efek radiasi dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu:

1. Efek akut

Efek akut atau Acute Radiation Syndrom (ARS) terjadi apabila terpajan oleh radiasi dengan dosis yang tinggi (>100 rad, >1,0 Gy) dalam jangka waktu singkat. Pada efek akut, laju dosis radiasi tinggi tersebut diterima sekaligus oleh tubuh sehingga dapat mematikan banyak sel serta kerusakan jaringan dan organ.


(31)

2. Efek kronik

Efek kronik (efek tertunda) terjadi karena pajanan radiasi dengan dosis rendah dalam jangka waktu panjang. Dosis radiasi rendah yang meradiasi selama periode waktu yang panjang, tidak akan menyebabkan efek langsung pada organ tubuh. Efek dosis radiasi rendah terjadi pada tingkatan sel dan tidak dapat diobservasi dalam beberapa tahun. Umumnya, iradiasi akibat kerja terjadi karena pajanan kronik, misalnya dosis mingguan <100 mrem dalam beberapa bulan. Berikut merupakan hubungan dosis-risiko terhadap pajanan radiasi pada seluruh tubuh:

Sumber: USNRC (2003)

Gambar 2.1. Fungsi Linear No-Threshold Risk

Pada gambar di atas, fungsi linear menunjukan bahwa peningkatan dosis juga akan meningkatkan risiko dan no-threshold menunjukkan bahwa berapapun dosis radiasi tetap akan menimbulkan sejumlah risiko.


(32)

Tabel 2.4. Hubungan Dosis-Respon Radiasi

Dosis (rad) Respon

< 5 Tidak ada efek langsung yang terdeteksi.

5 – 50 Terjadi perubahan darah yang dideteksi dengan observasi medis dengan dosis terendah 14 rad. Namun, biasanya perubahan darah akan timbul pada dosis antara 25-50 rad.

50 – 150 Perubahan darah dibarengi timbulnya gejala berupa mual, muntah, kelelahan, dan kemungkinan lainnya.

150 – 1100 Perubahan darah bertambah parah dan gejala muncul dengan segera. Kira-kira 2 minggu kemudian, dapat menimbulkan kematian

1100 – 2000 Probabilitas kematian meningkat 100% dalam 1-2 minggu.

> 2000 Dipastikan mati karena syaraf pusat tidak dapat mengendalikan fungsi organ tubuh.

Sumber: USNRC (2003) dan Barnes (1997)

Menurut Alatas (2004), efek pajanan dosis radiasi dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori, yaitu:

1. Efek somatik

Efek somatik adalah efek radiasi yang dapat terjadi akibat pajanan radiasi langsung. Efek ini berkaitan dengan pajanan dosis radiasi tinggi yang efeknya langsung dapat dilihat dan dirasakan oleh orang yang terkena radiasi. Efek ini muncul seketika atau beberapa minggu setelah terkena pajanan radiasi (UNSCEAR, 2006).

2. Efek genetik

Efek genetik adalah efek pemajanan radiasi yang dirasakan oleh keturunannya, akibat kerusakan sel reproduksi. Kerusakan ini dapat terjadi karena mutasi gen atau kerusakan kromosom (Alatas, 2004).


(33)

Efek in-utero merupakan efek yang dapat menimbulkan malformasi pada perkembangan embrio karena radiasi termasuk agen teratogenik. Beberapa agen kimia dan biologi dapat memproduksi malformasi ketika bayi masih dalam embrio atau dalam tahap perkembangan janin. Efek dari pajanan in-utero juga merupakan bagian dari efek somatik. Pembentukan malformasi tidak mengindikasikan efek somatik karena sel reproduksi tidak terpajan, meskipun embrio terpajan. Risiko terjadinya kelainan janin ini sekitar 5-30 kali lebih besar daripada risiko terpajan dosis radiasi 1 rem. Sumber utama pajanan radiasi in-utero adalah radiasi dari bidang medis (Alatas, 2004).

2.6. Nilai Batas Dosis

Nilai Batas Dosis (NBD) adalah dosis terbesar yang diizinkan oleh Badan Pengawas yang dapat diterima oleh pekerja radiasi dan anggota masyarakat dalam jangka waktu tertentu tanpa menimbulkan efek somatik dan genetik yang berarti akibat pemanfaatan tenaga nuklir (PP No. 33 tahun 2007). ACGIH (2005) menyebutkan bahwa pembatasan dosis berlaku untuk radiasi pengion yang meliputi radiasi partikular, seperti penyinaran partikel alfa dan beta dari material radioaktif dan radiasi elektromagnetik, seperti sinar gama dari material radioaktif lebih dari 12,4 eV dan panjang gelombang kurang dari sekitar 100 nanometer.

Nilai Batas Dosis yang telah ditetapkan oleh BAPETEN untuk penyinaran seluruh tubuh atau sebagian tubuh bagi pekerja radiasi, yaitu:


(34)

Tabel 2.5. Nilai Batas Dosis Radiasi Pekerja

Sumber: Peraturan Kepala BAPETEN No 4 tahun 2013 Nilai batas dosis diatas merupakan bentuk regulasi untuk upaya

kesehatan dan keselamatan. Namun berdasarkan UNSCEAR (2006) dan Sont, dkk (2001), pada dosis radiasi dibawah nilai batas dosis juga memiliki risiko kejadian kanker. Berikut tabel risiko kejadian kanker menurut kategori dosis dalam

penelitian Sont, dkk (2001).

Tabel 2.6. Distribusi Dosis dengan Risiko Kanker Kategori Dosis (mSv) Jumlah Orang Terpapar Jumlah Kasus Radiasi Persentase ( % )

0 - 4,9 163.667 2.941 2

5 - 9,9 8.891 206 2

10 – 19,9 7.060 200 3

20 – 49,9 5.864 149 3

50 – 99,9 2.903 113 4

100 – 199,9 1.865 71 4

200 – 399,9 847 41 5

≥ 400 236 16 7

Total 191.333 3.737 2

Sumber: Sont, dkk. Cancer Incidence and Occupational Radiation Exposure. American Journal of Epidemiology Volume 53 No. 4. 2001 2.7. Limbah Radioaktif

Berdasarkan Peraturan Kepala BAPETEN No 4 tahun 2013, limbah radioaktif didefinisikan sebagai zat radioaktif dan bahan bekas serta alat-Pekerja Radiasi Penyinaran seluruh tubuh 20 mSv/tahun

Lensa mata 20 mSv/tahun Tangan dan kaki 500 mSv/tahun Kulit 500 mSv/tahun Wanita hamil Penyinaran seluruh tubuh 1 mSv/tahun


(35)

alat yang telah terkena zat radioaktif atau menjadi radioaktif karena dipergunakan dalam kegiatan nuklir dan zat radioaktif serta bahan bekas tersebut tidak dipergunakan lagi. Bahan bekas tersebut dapat berupa benda padat seperti, kertas penyerap, kain pembersih bekas, jarum suntik bekas atau alat-alat yang terbuat dari gelas yang telah digunakan untuk penanganan zat radioaktif atau pernah digunakan untuk menampung zat radioaktif.

Zat radioaktif yang dimaksudkan adalah setiap zat yang mengandung satu atau lebih radionuklida (nuklida yang mengandung radioaktif), yang aktivitas atau kadarnya tidak dapat diabaikan dari segi proteksi radiasi. Setiap radionuklida tersebut memiliki karakteristik tertentu seperti, aktivitas, jenis radiasi yang dipancarkan, dan waktu paro. Oleh karena itu, limbah radioaktif perlu ditangani secara khusus agar bahaya yang ditimbulkannya dapat dikelola dengan baik.

2.8. Jenis dan Karakteristik Limbah Radioaktif

Berdasarkan IAEA (2005), jenis limbah radioaktif dapat dibedakan menurut bentuknya, antara lain:

1. Limbah radioaktif cair

Limbah radioaktif cair adalah zat radioaktif berbentuk cair atau menjadi radioaktif karena dipergunakan dalam kegiatan nuklir dan tidak dapat dipergunakan lagi. Jenis limbah ini berupa limbah bahan bakar nuklir, limbah cair dari fasilitas nuklir, dan sebagainya.


(36)

Limbah radioaktif padat adalah zat radioaktif dan bahan bekas serta alat-alat yang terkena zat radioaktif atau menjadi radioaktif yang berbentuk padat karena digunakan dalam kegiatan nulir dan tidak dapat dipergunakan lagi. Menurut IAEA seperti yang dikutip oleh portal www.batan.go.id, limbah padat aktivitas rendah adalah limbah radioaktif yang memiliki laju dosis 2,00-200 mR/jam pada permukaan limbah

Berdasarkan rekomendasi IAEA dan kemampuan fasilitas pengelolaan limbah di PTLR, limbah radioaktif yang dikelola PTLR dapat dikategorikan sebagai berikut:

Tabel 2.6. Kategori Limbah Berdasarkan Aktivitas

No. Jenis Limbah Radioaktif Aktivitas (A Ci) 1. Limbah Cair Aktivitas Rendah dan Sedang

Pemancar Beta dan Gama 1E-6<A<1E-1 2. Limbah Semi Cair (Resin) Aktivitas Rendah

dan Sedang Pemancar Beta dan Gama A<1E-2 3. Limbah Padat Aktivitas Rendah dan Sedang

Pemancar Beta dan Gama:

a. Terbakar

b. Terkompaksi

c. Tak Terbakar dan Tak Terkompaksi

A<1E-2 4. Limbah Aktivitas Rendah Pemancar Alfa 1<A<6 5. Limbah Aktivitas > 6 Ci A>6 Sumber: www.batan.go.id

2.9. Proteksi Radiasi

2.9.1. Pengendalian Engineering

Berdasarkan Shapiro (1981), prinsip dasar yang digunakan dalam prinsip proteksi radiasi adalah ALARA (As Low As Reasonably Achievable) yang merupakan upaya menjaga agar pajanan radiasi berada jauh di bawah NBD, tetapi tetap mendapatkan keuntungan baik secara


(37)

sosial-ekonomi, teknologi, maupun keselamatan dan kesehatan individu serta lingkungan. Berdasarkan prinsip tersebut, maka pengendalian engineering terhadap pajanan radiasi l, terdiri atas:

1. Pembatasan waktu

Laju dosis radiasi yang berasal dari sumber radioaktif tergantung pada energi dari radionuklida yang terkandung serta massanya. Oleh karena itu, besar dosis yang diterima dari sebuah material radioaktif dapat dilihat melalui persamaan berikut:

Dosis = Waktu x Laju Dosis

Jika waktu pemajanan dikurangi, maka total pajanan akan berkurang secara langsung karena waktu akan berbanding linier dengan besarnya dosis radiasi yang diterima oleh para pekerja sehingga semakin banyak waktu yang dibutuhkan dalam bekerja dengan medan radiasi, maka semakin banyak pula dosis yang akan diterima oleh pekerja. Beberapa penerapan prinsip keselamatan yang dapat dilakukan melalui pembatasan waktu antara lain:

1). Mengurangi waktu kontak dengan material radioaktif. 2). Merotasi pekerja dengan pajanan radiasi yang lebih tinggi. 3). Membatasi area radiasi.

2. Pembatasan jarak

Setiap radionuklida memiliki jarak pancar radiasi yang berbeda (Tabel 2.7.). Intensitas radiasi dapat berkurang dengan peningkatan jarak antara sumber radiasi dan pekerja. Pengurangan ini dikenal dengan Inverse Square Law, dimana intensitas radiasi berbanding terbalik dengan


(38)

Isotop 0,3 m 0,6 m 1,2 m 2,4 m 3,0 m Cobalt-60 14,5 3,6 0,9 0,23 0,145 Radium-226 9,0 2.,3 0,6 0,14 0,09 Cesium-137 4,2 1,1 0,26 0,07 0,042 Iridium-192 5,9 1,5 0,4 0,09 0,059 Thulium-170 0,027 0,07 0,02 0,0004 0,00027 kuadrat jarak dosis sehingga semakin dekat dengan sumber radiasi, maka semakin besar dosis yang akan diterima, tetapi semakin jauh dari sumber radiasi akan semakin kecil dosis yang akan diterima. Secara matematis, prinsip proteksi ini dapat disajikan sebagai berikut:

D1 x X12 = D2 x X22 Dimana : D = Dosis, Pajanan, Intensitas

X = jarak

Prinsip proteksi ini telah teruji efektif dalam melindungi pekerja dan masyarakat. Beberapa cara penerapannya adalah dengan menggunakan alat pengendali, berada jauh dari sumber radioaktif serta menempatkan material radioaktif sejauh mungkin dari daerah kerja.

Tabel 2.7. Pancaran Gama dan Tingkat Radiasinya Pada Berbagai Jarak dari Sumber

Sumber: Fundamental of Industrial Hygiene 5 t h Edition 3. Perisai (shielding)

Pengaruh tingkat radiasi berbanding secara eksponensial dengan ketebalan perisai sehingga jika menggunakan perisai yang diletakkan antara kita dan sumber radiasi, maka radiasi yang kita terima akan lebih kecil dibanding jika tidak menggunakan perisai, karena perisai radiasi mampu mengurangi radiasi yang mengenainya. Perisai yang tepat dapat


(39)

menurunkan secara eksponential pajanan radiasi gama. Penentuan efektivitas perisai dalam mengurangi pancaran radiasi gama dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

R/hr at 1 ft = (6) (Ci) (E) (f) Dimana: Ci = Aktivitas

E = Energi (MeV) f = fractional yeild

Dengan persamaan tersebut, pajanan radiasi gama dapat berkurang sebesar Roentgen per jam pada jarak 1 feet.

Tabel 2.8. Perkiraan Ketebalan Shielding

Sumber

Ketebalan (cm)

Timbal Besi Beton

1/10 ½ 1/10 ½ 1/10 ½

Co-60 4,11 1,24 7,36 2,21 22,9 6,90 Ra-226 4,70 1,42 7,70 2,31 24,4 7,37 Cs-137 2,13 0,64 5,72 1,73 15,7 4,83

Ir-192 1,63 0,48 15,7 4,83

Sumber: Fundamental of Industrial Hygiene 5th Edition

2.9.2. Pengendalian Administratif

Pengendalian administratif harus dilakukan berdasarkan standar prosedur keselamatan radiasi. Tamasssian (2004) menyebutkan bahwa ada beberapa pengendalian administratif yang perlu diterapkan guna melindungi pekerja dari efek radiasi yang merugikan, terdiri atas:

1. Pelatihan

Regulasi yang berkaitan dengan pemanfaatan radiasi pengion mensyaratkan agar semua pekerja yang bekerja dengan material


(40)

radioaktif wajib mengikuti adequate training sebelum menangani radionuklida, termasuk kursus rutin. Lingkup program pelatihan tergantung pada penanganan material radioaktif pada daerah kerja. 2. Pelaporan dan investigasi kecelakaan

Semua kecelakaan yang berkaitan dengan material radioaktif harus diinvestigasi dan didokumentasikan dengan tepat. Investigasi kecelakaan meliputi penyebab kecelakaan dan tindakan penanggulangan untuk mencegah tingkat keparahan. Kecelakaan tertentu yang meliputi kehilangan material radioaktif, pajanan berlebihan pada pekerja, atau kerusakan property harus segera dilaporkan ke BAPETEN.

3. Program inspeksi

Program inspeksi adalah alat untuk memonitor efektifitas program pengendalian serta sebagai cara mengidentifikasi trend dan membandingkannya dengan standar. Pelaksanaan inspeksi harus komprehensif dan mengikuti format yang telah terstruktur. Program inspeksi sangat disarankan dengan menggunakan checklist. Menurut IAEA (2007), kunci sukses program inspeksi dapat dilihat melalui frekuensi dan prioritas program berdasarkan bahaya atau konsekuensi potensial. Dalam mempertahankan program inspeksi yang relevan, maka diperlukan analisis data inspeksi dari jenis dan sumber radiasi radiasi yang berbeda. Berikut merupakan frekuensi pelaksanaan inspeksi yang disarankan oleh IAEA:


(41)

Tabel 2.9. Frekuensi Inspeksi

Penggunaan Frekuensi Inspeksi (Tahun)

Dental Radiografi 5

Kedokteran Nuklir 1-2

Radioterapi 1

Diagnostik radiologi dengan

peralatan kompleks 2-3

Diagnostik radiologi (alat x-ray

konvensional) 3-5

Industri radiografi 1

Irradiators (industri) 1

Irradiators (penelitian) 3-5

Radiation Gainge 3-5

Well Logging 1-3

Sumber: IAEA (2007) 4. Regulasi keselamatan radiasi

Menurut IAEA (2007), regulasi mengenai keselamatan keselamatan radiasi diperlukan untuk melindungi pekerja guna mengurangi risiko radiasi yang mungkin timbul. Regulasi tersebut meliputi berbagai persyaratan mengenai keselamatan radiasi serta cara pengukuran radiasi pada pekerja dan lingkungan kerja.

2.9.3. Pelindung Diri

Pada dasarnya filosofi proteksi radiasi adalah mengurangi pajanan radiasi hingga berada jauh di bawah nilai dosis maksimum yang direkomendasikan. Pekerja yang bekerja dengan material radioaktif, tentunya tidak bisa terhindar secara menyeluruh dari pajanan radioaktif, seperti adanya debu radioaktif, semburan radioaktif, dan tumpahan material radioaktif. Oleh karena itu, pekerja tersebut perlu dilindungi


(42)

dengan menggunakan pelindung diri. Pelindung diri tersebut meliputi, laboratory coat, cover all, penutup kepala, sarung tangan, sepatu, dan shoes cover (Shapiro, 1981).

Menurut Cember (1989), alat pelindung diri yang dikenakan oleh pekerja akan berpotensi untuk terkontaminasi terhadap material radioaktif sehingga setelah selesai bekerja dengan material radioaktif, pekerja harus melepaskannya ketika keluar dari daerah kerja untuk menghindari kontaminasi ke daerah lain yang bebas material radioaktif.

2.10. Kerangka Teori

Berdasarkan Paradigma Toksikologi, suatu pajanan zat berbahaya hingga menjadi penyakit dibagi dua tahap, yakni toksikokinetik dan toksikodinamik (Trush, 2008). Toksikokinetik dimulai dari tahap pajanan hingga dosis efektif pada tubuh. Sedangkan toksikodinamik berawal pada tahap keluarnya efek biologis awal hingga terjadinya penyakit. Dalam penelitian ini, pajanan dari radiasi terdiri dari dua faktor yaitu laju dosis dan durasi pajanan. Sedangkan dosis toksik dalam penelitian ini adalah Dosis radiasi pada pekerja.

Dosis efektif radiasi berbeda-beda tiap anggota atau organ tubuh. Besar dosis efektif dipengaruhi oleh weighting factor dan penerimaan dosis radiasi. Dosis efektif merupakan batas dari toksikokinetik. Walaupun dosis efektif sudah mempelajari seberapa besar dosis yang diperlukan untuk berefek pada tubuh tetapi belum sampai bagaimana efek pada tubuh.


(43)

paparan radiasi, efek biologis awal yang terjadi adalah mutasi DNA. Setelah susunan DNA sel berubah, struktur dan fungsi sel juga ikut berubah. Perubahan struktur dan fungsi sel merupakan tahap kedua dari toksikodinamik yaitu perubahan fungsi atau struktur tubuh. Sel yang telah bermutasi mempengaruhi sel-sel disekitarnya sehingga suatu jaringan hingga organ tubuh mengalami kerusakan. Tahap ini adalah ujung dari toksikodinamik yaitu penyakit. Dengan pajanan radiasi, penyakit yang paling sering muncul adalah beberapa jenis penyakit kanker, khususnya leukemia (UNSCEAR, 2006). Penyakit hereditas juga termasuk efek dari pajanan radiasi.

Sumber: Trush, MA. Johns Hopkins School of Public Health. USA. 2008 Gambar 2.2. Kerangka Teori


(44)

Penerimaan dosis radiasi

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka teori pada tinjauan pustaka, maka kerangka konsep pada penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 3.1. Kerangka Konsep

Dengan kerangka konsep di atas, maka tingkat dosis radiasi pada pekerja dipengaruhi dua variabel, yaitu laju dosis radiasi IS-1 dan durasi penerimaan radiasi. Peneliti tidak menganalisis tingkat pengaruh antar variabel. Dalam penelitian akan dibahas tentang gambaran tiap variabel.

3.2. Variabel dan Definisi Operasional 3.2.1. Variabel Penelitian

Pada penelitian ini, variabel-variabel yang dilibatkan, antara lain:

1. Durasi pajanan radiasi diukur berdasarkan hasil perhitungan lama kerja dalam 1 hari per shift kerja dengan satuan waktu (jam). 2. Laju dosis radiasi diperoleh dari hasil pengukuran dengan

Laju dosis


(45)

Luminescence Dosimeter (TLD) dan hasil penggukuran akan dibaca dengan TLD Reader model 6600.


(46)

Tabel 3.1. Definisi Operasional

Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Skala Ukur Kategori

Dosis

Radiasi Dosis yang diterima oleh akibat pemajanan radiasi pada seluruh tubuh selama bekerja dalam satuan mSv/tahun (4 kali pengukuran dalam 1 tahun) (IAEA, 2004).

1. TLD (digunakan perorangan)

2. TLD Reader model 6600

Rasio Besar dosis radiasi yang diterima oleh pekerja dalam 1 tahun (mSv/tahun).

Laju Dosis

Eksternal Laju dosis radiasi gama tiap bulan dalam satuan µSv/Jam yang terdapat pada penyimpanan sementara limbah radioaktif (IAEA, 2004).

Radiameter tipe

FAG FH 40F2 Rasio Laju dosis radiasi yang diperiksa tiap bulan (µSv/Jam). Durasi

Pajanan Lama pekerja terpajan radiasi dalam 1 hari/per shift kerja (UNSCEAR, 2006). Observasi dan wawancara tidak terstruktur

Rasio Durasi pekerja terpajan radiasi (jam).


(47)

METODE PENELITIAN

4.1. Desain Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah studi deskriptif menggunakan desain potong lintang dengan menggambarkan tingkat radiasi pada penyimpanan sementara (Interim Storage-1) limbah radioaktif di PTLR-BATAN dan penerimaan dosis radiasi pekerja, yang kemudian dilakukan analisa secara univariat.

4.2. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah seluruh pekerja yang bekerja pada penyimpanan sementara (Interim Storage-1) limbah radioaktif dengan jumlah 19 pekerja yang terdiri atas:

1. Sub bidang pengangkutan dan penyimpanan sementara (8 pekerja). 2. Sub bidang preparasi dan analisis (6 pekerja).

3. Sub bidang pengendalian daerah kerja (5 pekerja).

4.3. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dalam dua tahap, yang meliputi pengambilan data primer dan data sekunder

4.3.1. Data Primer

Data primer dapat diperoleh dengan cara: 1. Observasi terhadap proses di lapangan.


(48)

4.3.2. Data Sekunder

Data sekunder pada penelitian ini, diperoleh dari:

1. Data umum, meliputi data pekerja, fasilitas, proses produksi dan berbagai data lainnya yang terkait dengan penelitian ini.

2. Data laju dosis IS-1 yang terdokumentasi.

3. Data penerimaan dosis pekerja yang telah dibaca oleh TLD Reader model 6600 yang terdokumentasi.

4. Studi literatur dari berbagai sumber yang berkaitan dengan radiasi dan penerimaan dosis radiasi.

5. Regulasi dan standar yang berkaitan dengan radiasi.

4.4. Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan cara:

1. Editing, yaitu melakukan pemeriksaan pada data yang sudah dikumpulkan serta kelengkapan data hasil pengukuran laju dosis radiasi gama dan penerimaan dosis radiasi pekerja.

2. Coding yaitu melakukan pemberian tanda atau kode-kode tertentu pada sampel penelitian untuk memudahkan pengolahan selanjutnya.

3. Entry Data, yaitu memasukkan atau menyimpan data mengenai laju dosis di IS-1a, IS 1b, dan IS-1c serta dosis radiasi perorangan dengan bantuan program komputer


(49)

5. Pengolahan data dilakukan dengan melakukan analisis univariat menggunakan perangkat lunak/software program statistik.

4.5. Teknik Analisa Data

Analisa data dilakukan secara univariat dengan melihat distribusi frekuensi dari masing-masing variabel. Data diperoleh dari hasil pengukuran, wawancara, dan observasi. Data akan disajikan dalam bentuk tabel, grafik dan narasi.


(50)

HASIL PENELITIAN

5.1. Gambaran Penyimpanan Sementara (Interim Storage, IS-1) PTLR Serpong

Penyimpanan sementara (Interim Storage, IS-1) limbah radioaktif adalah salah satu instalasi gedung yang dimiliki PTLR yang difungsikan sebagai tempat penyimpanan sementara limbah radioaktif padat dan cair aktivitas rendah dan sedang. Proses penyimpanan sementara bertujuan untuk menurunkan aktivitas limbah radioaktif hingga berada dalam batas aman untuk diproses lebih lanjut atau dilepas ke lingkungan (BATAN, 2014).

Berdasarkan data yang didapat peneliti dari wawancara, gedung IS-1 didirikan bersamaan dengan gedung instalasi pengolahan limbah radioaktif dengan konstruksi dari beton bertulang, semen dan batu bata dengan tinggi 4 meter dan tebal dinding 40 cm yang berfungsi sebagai penahan radiasi. Dengan ketebalan lantai 25 cm, IS-1 mampu menahan beban maksimal 6 ton. Khusus pada dinding bangunan yang memisahkan ruang penyimpanan dengan ruang staf pekerja ditambahkan beton dengan ketebalan 80 cm sehingga dapat melindungi pekerja ketika sedang bekerja di ruang kerja tersebut. Gedung IS-1, terdiri atas tiga bagian utama (lampiran 1), yaitu:

1. IS-1A

IS-1A atau biasa disebut IS sebelum proses, merupakan salah satu ruang dalam IS-1 yang difungsikan sebagai tempat penyimpanan sementara limbah radioaktif padat yang belum diproses. Dalam ruangan ini, limbah


(51)

berdasarkan jenis limbah. 2. IS-1B

IS-1B yang biasa disebut dengan IS koridor, merupakan tempat dimana pekerja melakukan penerimaan, analisis dan preparasi limbah. 3. IS-1C

IS-1C atau IS setelah proses adalah ruangan IS-1 yang digunakan untuk menyimpan hasil immobilisasi limbah radioaktif padat aktivitas rendah dan sedang serta hasil kondisioning limbah sumber bekas. Dalam ruang ini, limbah radioaktif diletakkan berdasarkan wadah hasil proses limbah yaitu berupa shell 350 L/900 L dan drum 200 L yang dibedakan menurut warnanya. Drum 200 L yang berwarna merah adalah drum yang berisikan limbah radioaktif yang mengandung radiasi alfa, sedangkan drum 200 L yang berwarna kuning merupakan drum yang berisikan limbah radioaktif yang mengandung radiasi beta dan gama.

Tabel 5.1 Kegiatan Pekerja Berdasarkan Jenis Pekerjaan di IS-1 PTLR Serpong Tahun 2014

Jenis Pekerjaan Kegiatan Pengumpulan, pengelompokan

dan identifikasi limbah

Pengumpulan, pengelompokan, dan identifikasi limbah

Transportasi, dismantling, dan pembongkaran limbah

Transportasi limbah, dan pembongkaran limbah saat berkerja di IS-1.

Pemantauan keselamatan radiasi Pemantauan keselamatan radiasi di IS-1, termasuk melakukan pengukuran dosis radiasi serta pemantauan kelengkapan kerja pekerja selama bekerja di IS-1.


(52)

5.2. Besar Dosis Radiasi yang Diterima Oleh Pekerja IS-1

Penerimaan dosis radiasi dibaca dan dicatat tiap tiga bulan. Pengukuran radiasi yang diterima menggunakan alat TLD yang berupa kartu dan besaran radiasi dibaca oleh alat lain yang bernama TLD Reader. Berikut adalah rinciannya:

Tabel 5.2. Dosis Radiasi yang Diterima Pekerja IS-1 PTLR Serpong Periode Maret 2013 – Maret 2014

Total Dosis Frekuensi Persentase Tidak Terdeteksi 5 26,3%

0,07 mSv/tahun 1 5,3%

0,11 mSv/tahun 2 10,5% 0,13 mSv/tahun 4 21,1%

0,15 mSv/tahun 1 5,3%

0,25 mSv/tahun 1 5,3%

0,30 mSv/tahun 1 5,3%

0,31 mSv/tahun 1 5,3%

0,39 mSv/tahun 1 5,3%

0,49 mSv/tahun 1 5,3%

Total Pekerja 19 100%

Sumber: Sub Bidang Pengendalian Personil

Berdasarkan tabel di atas, sebagian besar pekerja (26,3%) menerima dosis kategori tidak terdeteksi dan 21,1% pekerja menerima dosis 0,13 mSv/tahun. Nilai batas dosis yang diterima pekerja berdasarkan Peraturan Kepala BAPETEN No 4 tahun 2013 adalah 20 mSv/tahun. Semua pekerja IS-1 Pusat Teknologi Limbah Radiasi BATAN Serpong menerima dosis radiasi dibawah ambang batas yang ditentukan oleh BAPETEN.


(53)

Sub Bidang Rerata Total Hp (10) NBD Persentase Preparasi dan

Analisis 0, 22 mSv/tahun 20 mSv/tahun 0,44% Pengangkutan dan

Penyimpanan Sementara

0,23 mSv/tahun 20 mSv/tahun 0,46% Pengendalian Daerah

Kerja 0,03 mSv/tahun 20 mSv/tahun 0.06% Sumber: Sub Bidang Pengendalian Personil (2014)

Berdasarkan tabel 5.3, Sub Bidang Preparasi dan Analisis hanya menerima dosis rata-rata 0,22 mSv/tahun dan hanya 0,44% dari NBD. Sub Bidang Pengangkutan dan Penyimpanan Sementara menerima dosis dengan rata-rata 0,23 mSv/tahun dan merupakan sub bidang yang memiliki rerata penerimaan dosis radiasi tertinggi dibandingkan sub bidang lainnya. Akan tetapi, rerata penerimaan dosis radiasi sub bidang ini hanya 0,46% dari NBD. Sub Bidang Pengendalian Daerah Kerja rata-rata menerima dosis 0,03 mSv selama satu tahun dan hanya 0,06% dari NBD. Dengan hasil pengukuran tersebut, dapat disimpulkan bahwa seluruh pekerja yang bekerja di IS-1 menerima dosis radiasi gama yang sangat rendah dan berada jauh dari NBD yang telah ditentukan.


(54)

Grafik 5.1. Penerimaan Dosis Radiasi Pada Pekerja IS-1 PTLR Periode Maret 2013 – Maret 2014

Berdasarkan tabel 5.3, seluruh pekerja menerima dosis radiasi gama sangat kecil dan masih berada jauh dari Nilai Batas Dosis sebesar 50 mSv/tahun (ICRP, 1990). Pada setiap periode pengukuran, sebagian besar pekerja menerima dosis di bawah 0,05 mSv atau biasa disebut sebagai dosis yang tidak terdeteksi (ttd). Sebanyak 28 pekerja menerima dosis sebesar 0,05 – 0,16 mSv dalam kurun waktu Maret 2013-Maret 2014, sedangkan kisaran dosis 0,17-0,28 mSv hanya diterima oleh 1 pekerja. Demikian pula dengan dosis sebesar 0,53-0,64 mSv hanya diterima oleh 1 pekerja (5,27%) selama kurun waktu Maret 2013-Maret 2014.

0 2 4 6 8 10 12 14

Mar‐Mei Jun‐Agus Sept‐Des Jan‐Mar

Jumlah

 

Pekerja

Bulan


(55)

F2 dengan satuan µSv/Jam. Data laju dosis dicatat satu bulan sekali. Berikut adalah datanya:

Grafik 5.2 Laju Dosis Radiasi di Penyimpanan Limbah Sementara PTLR Serpong Periode Maret 2013-Maret 2014

Ruang IS sebelum proses memiliki laju dosis radiasi gama tertinggi dibandingkan ruang IS-1 lainnya. Bahkan di bulan Februari, laju dosis radiasi gama mencapai titik 37,80 µSv/jam atau 50,4% dari batasan laju dosis radiasi zona IV. Laju dosis radiasi gama tertinggi pada IS setelah proses terjadi di bulan Oktober yang mencapai 32,7 µSv/jam atau 43,6% dari batasan laju dosis radiasi zona IV. Interim Storage-1 koridor memiliki laju dosis radiasi gama yang relatif stabil dan sangat rendah daripada ruang IS- 1A dan IS-1C.

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3

Mar Apr Mei Jun Jul Agus Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar

Laju

 

do

sis

 

rad

iasi

 

(µsv/jam)

BULAN


(56)

No Nama Ruang Laju Dosis Rata-rata Batasan* Persentase laju dosis dengan NBD 1. IS Sebelum Proses 14,13 µSv/jam 75 µSv/jam 18,84 % 2. Koridor 0,59 µSv/jam 75 µSv/jam 0,79 % 3. IS Setelah Proses 9,51 µSv/jam 75 µSv/jam 12,69 % Sumber: Sub Bidang Pengendalian Daerah Kerja

*Keterangan: Batasan menurut IAEA (2007)

Berdasarkan hasil pengukuran dalam kurun waktu satu tahun, IS sebelum proses memiliki rata-rata laju dosis radiasi gama yang tertinggi daripada ruang IS-1 lainnya, yaitu sebesar 14,13 µSv/jam (18,84% dari batasan laju dosis radiasi zona IV). IS koridor memiliki laju dosis radiasi gama terendah dengan rata-rata 0,59 (0,79% dari batasan laju dosis radiasi zona IV). Rata-rata laju dosis radiasi gama untuk IS setelah proses sebesar 9,51 (12,69% dari batasan laju dosis radiasi zona IV).

5.4. Durasi Pemajanan Radiasi Pada Pekerja di IS-1 PTLR Serpong

Berdasarkan wawancara kepada pegawai PTLR dan hasil observasi, pekerja PTLR tidak bekerja lebih dari 3 jam di Interim Storage-1. Bahkan, biasanya waktu kerja pekerja di IS-1 hanya berkisar 0-2 jam karena mereka biasa memulai pekerjaannya dari pukul 09.00 dan berakhir pada pukul 11.00. Ketika observasi peneliti melihat pekerja berhenti bekerja setelah dua jam di dalam Interim Storage-1. Setelah batas waktu kerja, pekerja melakukan pekerjaan di ruang staf pekerja.


(57)

PEMBAHASAN

6.1. Keterbatasan Penelitian

1. Penelitian ini dilakukan dalam kurun waktu yang terbatas sehingga observasi yang dilakukan peneliti tidak dapat dilakukan selama data diambil. Peneliti hanya melakukan observasi mengenai durasi dan pemakaian TLD sebanyak 3 kali sehingga tingkat validitas data tidak diketahui.

2. Data yang diambil hanya dalam kurun waktu satu tahun sehingga data terlihat homogen tanpa fluktuasi yang signifikan.

3. Tidak ada data mengenai dosis radiasi internal karena dosis tersebut hanya dapat diukur melalui uji laboratorium.

4. Tidak ada data mengenai besar dosis serap, dosis ekuivalen, dan dosis efektif.

5. Tidak ada data mengenai pemetaan limbah sehingga detail mengenai limbah yang masuk dan disimpan tidak lengkap. Akibatnya adalah besaran radiasi pada tiap titik di IS-1 tidak diketahui dan tidak dapat menjaga pekerja untuk tidak mendekati limbah dengan radiasi tinggi. 6. Perilaku pekerja tidak diteliti karena keterbatasan peneliti. Perilaku

pekerja penting untuk diteliti karena pemakaian alat ukur dosis radiasi pada pekerja merupakan salah satu bagiandari perilaku pekerja.


(58)

berbeda-beda dari waktu ke waktu sehingga dapat memajan pekerja yang bekerja di dalamnya. Tabel 5.1 menunjukkan kisaran radiasi yang diterima oleh pekerja. 26% radiasi pada pekerja tidak terdeteksi dan 74% berada dibawah 0,5 mSv. Dosis radiasi yang diterima oleh pekerja jauh dibawah nilai batas dosis. Pada penelitian Romli, dkk (2012) terdapat data mengenai dosis radiasi pada pekerja pada tahun 2008 hingga 2012. Dalam 5 tahun tersebut, rentang dosis pada pekerja dalam satu tahun sebesar 0,88 sampai 5,79 mSv. Terjadi penurunan besar radiasi pada tahun 2013 dibandingkan 5 tahun sebelumnya. Pada penelitian Romli, dkk (2012) dosis radiasi terbesar pada tahun 2010 yaitu 5,79 mSv. Tingginya radiasi pada tahun 2010 karena dilakukan preparasi limbah Petrokimia Gresik. Berdasarkan wawancara dengan pekerja IS-1, limbah radioaktif yang berasal dari Petrokimia Gresik memiliki radiasi yang tinggi. Selain itu, jumlah limbah radiasi yang perlu diolah lebih banyak daripada instansi lain. Untuk meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja, peneliti menyarankan untuk memberi batasan limbah yang masuk ke IS-1. Sehingga tingginya radiasi pada tahun 2010 tidak terulang kembali. Selain itu, diperlukan data mengenai pemetaan limbah sehingga limbah yang memiliki radiasi lebih tinggi dapat diketahui persis letaknya untuk meningkatkan keselamatan pekerja.

Dosis radiasi yang diterima oleh pekerja pada tahun 2013 hingga 2014 jauh lebih kecil dibandingkan dengan 5 tahun sebelumnya. Menurut Shaw, dkk (2010) besar radiasi yang diterima pekerja di tempat penyimpanan limbah radiasi akan semakin kecil seiring waktu. Hal itu disebabkan zat radioaktif


(59)

penelitian tentang efek atau pengaruh radiasi dengan sumber radiasi dapat memiliki data yang bias akibat dari waktu untuk meluruh tiap zat radioaktif berbeda-beda. Waktu yang dibutuhkan oleh zat radioaktif untuk meluruh dipengaruhi oleh waktu paruh. Contohnya, waktu paruh unsur Tc-99m ialah 6,01 jam, unsur Mo-99 ialah 65,94 jam dan unsur Kr-81m ialah 13,10 detik (BATAN, 2014).

Identifikasi unsur radioaktif sangat berbahaya (IAEA, 2005). Hasil identifikasi juga tidak selalu sama dengan unsur radioaktif karena peluruhan zat radioaktif menghasilkan zat radioaktif yang lain. Unsur radioaktif akan terus meluruh hingga unsur tersebut menjadi susunan atom yang lebih stabil. Salah satu contoh peluruhan radioaktif yang dikutip dari Chang (2003) adalah peluruhan uranium. Tahap pertama peluruhan adalah berubahnya uranium-238 berubah menjadi torium-234 dengan memancarkan radiasi alfa. Kemudian akan terjadi peluruhan dari torium-234 menjadi paladium-234 dengan pemancaran radiasi beta.

Berdasarkan Peraturan Kepala BAPETEN No 4 tahun 2013, setiap kekurangan dalam tindakan terhadap radiasi harus diidentifikasi untuk mewujudkan keselamatan radiasi serta harus melakukan tindakan perbaikan dan pencegahan. Tingginya radiasi pada tahun 2010 belum dilakukan identifikasi sebagaimana yang tertulis di Peraturan Kepala Bapeten No 4 tahun 2013. Pada Perka BAPETEN No 4 tahun 2014, peningkatan hanya dilakukan pada kualifikasi pekerja. Padahal peningkatan pemantauan kesehatan juga


(60)

Muirhead (2009), pekerja radiasi yang bekerja lebih dari 20 tahun meningkatkan risiko kejadian beberapa jenis kanker. Jenis kanker yang paling sering muncul adalah leukemia. Dalam penelitian Sont (2001) tentang pekerja radiasi dengan masa kerja 20 tahun, angka kejadian kanker sebesar 2% dengan dosis radiasi sebesar 0 - 4,9 mSv. Persentase kejadian kanker masih 2% hingga dosis sebesar 19.9 mSv. Pada penelitian di IS-1 ini diperlukan data mengenai radiasi internal sehingga dapat diketahui seberapa dosis efektif yang telah diterima oleh pekerja. Sehingga dampak dari radiasi pada pekerja dapat dikurangi atau bahkan dihilangkan.

Besar rerata radiasi beta dan nilai maksimal dari kedua radiasi (beta dan gama) pada pekerja di IS-1 lebih besar dibandingkan dengan IS-2 pada tahun 2013. Data mengenai dosis radiasi IS-2 diambil dari penelitian Pudjiastuti, dkk (2013). Besar rerata dosis radiasi pada pekerja IS-2 sebesar 0,15 ± 0,08 mSv dengan nilai minimum sebesar 0,04 mSv dan nilai maksimal sebesar 0,31 mSv.

Dalam Laporan UNSCEAR (2006) dosis radiasi minimal terbukti menimbulkan efek langsung terlihat sebesar 50 mSv. Efek dari dosis radiasi sebesar 20 mSv, nilai batas dosis yang ditentukan BAPETEN, dapat terlihat namun masih sangat kecil. Dosis radiasi yang diterima oleh pekerja di IS-1 PTLR pada tahun 2013 masih jauh dibawah nilai batas dosis yang ditentukan oleh BAPETEN. Peneliti tidak menganbil data tentang perilaku pekerja. Kecilnya dosis pada data sekunder yang diambil oleh peneliti dimungkinkan karena perilaku pekerja yang baik atau mungkin pekerja tidak selalu


(61)

Penerimaan dosis radiasi pada pekerja dibedakan berdasarkan tabel 5.2. Perbedaan dosis radiasi yang diterima oleh pekerja Sub Bidang Preparasi dan Analisis sangat kecil bila dibandingkan dengan Sub Bidang Pengangkutan dan Penyimpanan Sementara. Hal itu disebabkan kegiatan dari dua sub bidang tersebut sama-sama mengharuskan berjarak dekat dengan limbah radioaktif. Tugas Sub Bidang Pengangkutan dan Penyimpanan Sementara adalah membongkar limbah yang baru dikirim. Walaupun melalui prosedur untuk upaya keselamatan yang telah dibuat oleh PTLR (terlampir), sub bidang ini yang melakukan kontak pertama bongkar limbah radioaktif. Sehingga radiasi yang diterima tidak berbeda jauh dengan Sub Bidang Preparasi dan Analisis. Melakukan pengecekan kesesuaian limbah radioaktif yang diterima dengan dokumen limbah merupakan tugas dari Sub Bidang Preparasi dan Analisis. Untuk melakukan pengecekan diperlukan kontak dengan limbah radioaktif yang berbahaya.

Upaya keselamatan radiasi yang dibuat dan diterapkan oleh Pusat Teknologi Limbah Radioaktif berupa Prosedur Pengiriman Limbah Radioaktif ke PTLR (terlampir) mewajibkan untuk pihak pengirim membuat laporan radiasi selama pengiriman yang dapat dijadikan sebagai data awal. Selain itu, pengukuran radiasi ketika masih dalam kendaraan dan masih terbungkus juga berfungsi untuk melindungi pekerja. Apabila besar radiasi tidak sesuai dengan dokumen, maka limbah radiasi akan diambil alih dan menjadi tanggung jawab BAPETEN sebagai pengawas.


(62)

melakukan pemantauan keselamatan radiasi termasuk kelengkapan kerja dan pengukuran dosis radiasi pada pekerja. Dalam menjalankan tugasnya, Sub Bidang Pengendalian Daerah Kerja tidak perlu melakukan kontak dengan limbah radioaktif. Sehingga rata-rata dosis radiasi yang diterima sangat kecil. Dosis radiasi yang sangat kecil didapat dari proses pengawasan dan pemantauan keselamatan radiasi di IS-1.

Pada grafik 5.1 terlihat satu orang pada bulan Maret hingga Mei tahun 2013 yang terpapar dosis radiasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan pekerja yang lain. Dosis radiasi yang diterima oleh pekerja ini merupakan dosis radiasi tertinggi dalam kurun waktu Maret 2013 hingga Maret 2014. Berdasarkan pemantauan Sub Bidang Pengendalian Daerah Kerja, tingginya dosis radiasi ini disebabkan oleh waktu kerja yang lebih lama daripada pekerja yang lain. Walaupun dosis radiasi yang diterima oleh satu pekerja ini lebih tinggi dibandingkan dengan pekerja yang lain, besar radiasi masih jauh dari nilai batas dosis.

Berdasarkan Peraturan Kepala BAPETEN No 4 tahun 2013, pemantauan rutin terhadap daerah kerja dilakukan 1 kali pengukuran dalam 1 bulan atau 1 kali dalam 3 bulan. Karena rendahnya dosis radiasi yang terbaca oleh TLD Reader, diperlukan pengukuran dengan film badge yang dipantau tiap bulannya. Meningkatkan frekuensi pemantauan diperlukan untuk mengetahui fluktuasi dosis radiasi tiap bulannya.


(63)

dibandingkan ruang IS-1 lainnya terjadi karena limbah radioaktif yang belum diproses di ruang tersebut. Meskipun limbah radioaktif tersebut telah dikemas dalam drum 100 L, tetapi wadah tersebut belum efektif untuk menahan pancaran radiasi gama sehingga radiasi gama masih dapat menembus dinding drum dan meradiasi ruang IS sebelum proses. Radiasi gama memiliki daya tembus yang sangat besar sehingga masih bisa menembus dinding drum. Pelat logam dengan ketebalan tertentu dibutuhkan untuk menahan radiasi gama (Surya, 2009).

Laju dosis di ruang IS-1 sebelum proses (IS-1a) mengalami penurunan dibandingkan 5 tahun sebelumnya. Berdasarkan penelitian Romli, dkk (2012), laju dosis ruang IS-1a dari tahun 2008-2012 berkisar antara 3,44 µSv/jam sampai 6,84 µSv/jam. Penurunan laju dosis pada kurun waktu 2013-2014 disebabkan oleh limbah radioaktif yang masuk IS-1 memiliki radiasi yang lebih kecil dibandingkan tahun-tahun sebelumnya (hasil wawancara). Rata-rata laju dosis di ruang IS-1a 1,68 µSv/jam berkurang sekitar 50% dibandingkan rata-rata laju dosis tahun sebelumnya yang sebesar 3,44 µSv/jam. Penurunan laju dosis ini berhubungan dengan penurunan dosis radiasi yang diterima oleh pekerja. Dosis radiasi yang diterima pekerja sangat dipengaruhi oleh laju dosis dan durasi pajanan selain jarak dan tameng (IAEA, 2007).

Untuk ruang IS-1 koridor, laju dosis radiasi gama paling rendah dibandingkan dua ruang lain di IS-1 karena pada ruang tersebut tidak tersimpan limbah radioaktif. Pancaran radiasi gama di ruang ini dipengaruhi oleh ruang IS


(64)

sebelumnya (Romli, 2012), rerata laju dosis ruangan IS-1b (koridor) lebih rendah. Selisih rerata sebesar 0,1 µSv/jam dengan rerata pada tahun 2010 yang sebesar 0,56 µSv/jam. Pada tahun 2010, IS-1a mendapatkan laju dosis paling tinggi tetapi pada tahun yang sama IS-1b memiliki laju dosis yang paling rendah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Peneliti tidak dapat memastikan penyebab perbandingan terbalik antara ruang IS-1a dan ruang IS-1b karena kurangnya kapasitas keilmuan dan informasi.

Sementara itu, laju dosis radiasi gama pada ruang IS setelah proses yang sering menurun dikarenakan limbah radioaktif yang tersimpan telah mengalami proses reduksi volume. Penurunan laju dosis ini juga terjadi karena adanya penurunan aktivitas radioaktif dari limbah. Waktu paruh dari radionuklida yang terkandung dalam limbah radioaktif mempengaruhi penurunan aktivitas tersebut. Selain itu, penurunan laju dosis di ruang ini juga terjadi karena shielding limbah radioaktif seperti, shell 350 L/900 L dan drum 200 L telah mampu mengukung limbah radioaktif sehingga pancaran radiasi ke ruang IS setelah proses semakin berkurang (BATAN, 2014). Rerata laju dosis ruang IS-1c pada kurun waktu Maret 2013-2014 lebih rendah dibandingkan rerata selama 5 tahun sebelumnya. Laju dosis tahun-tahun sebelumnya diketahui dari penelitian Romli, dkk (2012).

Interim Storage-1 memiliki rata-rata laju dosis sebesar 1,04 µSv/jam. Bila dibandingkan dengan rata-rata laju dosis IS-2 berdasarkan penelitian Pudjiastuti, dkk (2013) yang dilakukan mulai awal hingga pertengahan tahun


(65)

Sebagai daerah radiasi tinggi dan daerah kerja zona IV (BATAN, 2014), secara general laju dosis radiasi gama di seluruh ruang IS-1 berada di bawah NAB (< 75 µSv/jam) karena limbah radioaktif yang tersimpan di ruang ini adalah limbah radioaktif padat yang memiliki aktivitas rendah dan sedang.

Berdasarkan UNSCEAR (2006), laju dosis yang mengakibatkan dampak kesehatan minimal 75 µSv/jam dengan durasi pajanan minimal 1 tahun. Laju dosis yang lebih rendah daripada nilai batas dosis tidak memiliki hubungan signifikan dengan kejadian kanker. Banyak faktor lain yang lebih berpengaruh seperti perilaku merokok. Efek kesehatan lain dengan paparan sebesar 75 µSv/jam adalah penyakit koroner.

6.4. Durasi Pajanan Radiasi Gama di IS-1 PTLR Serpong

Durasi merupakan faktor yang menentukan dosis radiasi selain laju dosis (Surya, 2009). Pekerja IS-1 bekerja dengan durasi terbatas untuk mengurangi dosis radiasi yang diterima. Berdasarkan UNSCEAR (2006), dampak kesehatan dari radiasi nuklir berbanding lurus dengan durasi pajanan. Semakin lama durasi pajanan radiasi, angka kejadian kanker semakin tinggi. Jenis kanker yang paling banyak muncul dalam laporan UNSCEAR tersebut adalah leukemia.

Berdasarkan prinsip proteksi radiasi, pembatasan waktu pajanan telah diterapkan oleh pekerja yang bekerja di IS-1, yakni dengan mengatur waktu kerja. Oleh karena itu, dosis yang akan diterima menjadi lebih rendah karena


(66)

(67)

SIMPULAN DAN SARAN

7.1. Simpulan

Penelitian berdasarkan data tahun 2013-2014 di instalasi penyimpanan sementara (interim storage-1) limbah radioaktif padat beraktivitas rendah dan sedang, didapatkan berberapa kesimpulan antara lain:

1. Dosis radiasi yang diterima pekerja yang bekerja di IS-1 masih di bawah NBD (< 20 mSv/tahun) dan sebagian besar pekerja menerima dosis tidak terdeteksi, yaitu < 0,05 mSv. Rendahnya penerimaan dosis radiasi terjadi karena sedikitnya proses yang dilakukan di IS-1 pada periode yang diteliti. Dosis tertinggi yang diterima pekerja sebesar 0,64 mSv.

2. Interim storage-1 merupakan instalasi yang digunakan untuk menyimpan limbah radioaktif. Laju dosis radiasi gama yang terdapat di ruang IS-1 masih berada di bawah nilai batasan zona radiasi IV (< 75 µSv/jam) karena limbah yang tersimpan memiliki aktivitas rendah dan sedang. Di antara ketiga ruang yang terdapat di IS-1, ruang IS sebelum proses selalu memiliki laju dosis radiasi gama yang tertinggi. Tingginya dosis radiasi gama tersebut karena adanya peningkatan jumlah limbah yang masuk ke IS-1. Secara menyeluruh, IS-1 sebagai tempat penyimpanan sementara limbah radioaktif padat aktivitas rendah dan sedang merupakan daerah kerja yang aman untuk bekerja.


(68)

pajanan ini, dapat disimpulkan bahwa pekerja telah menerapkan prinsip proteksi radiasi terkait dengan waktu pajanan.

7.2. Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah dijelaskan dan keterbatasan penelitian, maka beberapa saran yang dapat disampaikan, antara lain:

7.2.1. Bagi PTLR Serpong

1. Meningkatkan pemantauan rutin terhadap daerah kerja menjadi 1 kali pengukuran dalam 1 bulan menggunakan film badge agar fluktuasi laju dosis dapat terpantau secara detail.

2. Tetap memberlakukan pembatasan waktu kerja di dalam ruang IS dan memberi sanksi pada pekerja yang melanggar untuk tetap menjaga kesehatan dan keselamatan pekerja.

3. Membuat data pemetaan limbah untuk meningkatkan kesehatan dan keselamatan pekerja.

4. Perlunya pembatasan jumlah limbah radiasi tinggi yang masuk untuk meningkatkan kesehatan dan keselamatan pekerja.

7.2.2. Bagi penelitian selanjutnya

1. Menggunakan data pemetaan limbah agar dapat dievaluasi korelasi antara peningkatan jumlah paket/ jumlah limbah yang disimpan di IS-1 dengan perubahan dosis radiasi dan laju dosis di IS-1.


(69)

(70)

Agency for Toxic Substances and Disease Registry (ATSDR). “Toxicological Profile for Ionizing Radiation 1999.” Artikel diakses pada 12 Mei 2014 dari http://www.atsdr.cdc.gov/toxprofiles/tp149.pdf.

Alatas, Zubaedah. “Efek Radiasi Pengion dan Non Pengion pada Manusia.”Buletin Alara, Vol. 5, No. 203 (2004): h. 99-112.

American Conference of Governmental Industrial Hygienists (ACGIH). “Threshold Limit Value for Chemical Substances and Physical Agents and Biological Exposure Indices.” Signature Publications (2005): h. 134-135.

Amsyari, Fuad. Radiasi Dosis Rendah dan Pengaruhnya terhadap Kesehatan. Surabaya: Airlangga University Press, 1989.

Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN). Himpunan Peraturan Perundangan Ketenaganukliran I Seri Peraturan Perundangan Nuklir. Jakarta: BAPETEN, 2012.

Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN). Pusat Teknologi Limbah Radioaktif. Artikel diakses pada 12 Mei 2014 dari http://www.batan.go.id/.

Barnes, Edgar C. Ionizing Radiation. Carolina: UNC Press, 1997.

Breitsenstein, Bryce D. dan Seaward James. Physical and Biological Hazard of The Workplace. USA: John Wiley & Sons, 2002.

Burcham, Philip C. An Introduction to Toxicology. Australia: Springer Science & Business Media, 2013.

Cember, Herman. Introduction to Health Physics.Singapore: Maxwell Macmillan International Editions, 1989.

Cheever, C. Lyle. Fundamental of Industrial Hygiene. USA: National Safety Council, 2002.

Elfida. “Dosimeter Film dan TLD Sebagai Dosimeter Perorangan.” Buletin Limbah, Vol. 9, No. 1 (2005): h. 16-20.

Gabriel, J. F. Fisika Kedokteran. Jakarta: EGC, 2012.


(71)

http://www-pub.iaea.org/.

“Assessment of Occupational Exposure Due to External Source of Radiation 1999.” Artikel diakses pada 12 Mei 2014 dari http://www-pub.iaea.org/MTCD/publications/PDF/Pub1076_web.pdf.

“Practical Radiatioan Tehnical Manual Individual Monitoring 2004.” Artikel diakses pada 12 Mei 2014 dari http://www-pub.iaea.org/ MTCD/publications/PDF/PRTM-2r1_web.pdf.

“Environmental and Source Monitoring for Purposes of Radiation Protection 2005.” Artikel diakses pada 12 Mei 2014 dari http://www-pub.iaea.org/MTCD/ publications/PDF/Pub1216_web.pdf.

“Fundamental Safety Principles 2006.” Artikel diakses pada 12 Mei 2014 dari http://www-pub.iaea.org/.

“The Management System for Facilities and Activities 2006.” Artikel diakses pada 12 Mei 2014 dari http://www-pub.iaea.org/.

“IAEA Safety Glossary, Terminology Used in Nuclear Safety and Radiation Protection 2007.” Artikel diakses pada 12 Mei 2014 dari http://www-pub.iaea.org/MTCD/ publications/PDF/Pub1290_web.pdf. “Inspection of Radiation Sources and Regulatory Enforcement

2007.” Artikel diakses pada 12 Mei 2014 dari http://www-pub.iaea.org/ MTCD/publications/PDF/te_1526_web.pdf.

“Storage of Radioactive Waste 2007.” Artikel diakses pada 12 Mei 2014 dari http://www-pub.iaea.org/MTCD/publications/PDF/Pub1254_ web.pdf.

“Arrangement for Preparedness for a Nuclear or Radiological Emergency 2007.” Artikel diakses pada 12 Mei 2014 dari http://www-pub.iaea.org/MTCD/publications /PDF/Pub1265_web.pdf.

International Commission on Radiological Protection (ICRP). Recommendation of the International Commission on Radiological Protection Publications 60, USA: Pergamon Press, 1990.


(1)

BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL

PUSAT TEKNOLOGI LIMBAH RADIOAKTIF

Kawasan Puspiptek Serpong, Tangerang 15314, Tel. (021) 7563142, Fax. : (021) 7560927

email : ptlr@batan.go.id PROSEDUR

PENGIRIMAN LIMBAH RADIOAKTIF KE PUSAT TEKNOLOGI LIMBAH RADIOAKTIF – BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL (PTLR - BATAN)

Nomor Tanggal Revisi Halaman

PM-002/PTLR/SMM-06.00/II-00/2010 07-05-2010 0 14 dari 19

LAMPIRAN 3

contoh


(2)

(3)

BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL

PUSAT TEKNOLOGI LIMBAH RADIOAKTIF

Kawasan Puspiptek Serpong, Tangerang 15314, Tel. (021) 7563142, Fax. : (021) 7560927

email : ptlr@batan.go.id PROSEDUR

PENGIRIMAN LIMBAH RADIOAKTIF KE PUSAT TEKNOLOGI LIMBAH RADIOAKTIF – BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL (PTLR - BATAN)

Nomor Tanggal Revisi Halaman

PM-002/PTLR/SMM-06.00/II-00/2010 07-05-2010 0 16 dari 19


(4)

(5)

BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL

PUSAT TEKNOLOGI LIMBAH RADIOAKTIF

Kawasan Puspiptek Serpong, Tangerang 15314, Tel. (021) 7563142, Fax. : (021) 7560927

email : ptlr@batan.go.id PROSEDUR

PENGIRIMAN LIMBAH RADIOAKTIF KE PUSAT TEKNOLOGI LIMBAH RADIOAKTIF – BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL (PTLR - BATAN)

Nomor Tanggal Revisi Halaman


(6)

LAMPIRAN 7 FORMULIR PERMOHONAN PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF

No. ………. Kepada Yth.

Kepala Pusat Teknologi Limbah Radioaktif Gedung 50 Kawasan PUSPIPTEK

Serpong Tangerang Banten

Kami yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : ... Jabatan : ...(Direktur/Manager) Instansi/Perusahaan : ... Alamat : ...(lengkap)

Dengan ini mengajukan permohonan pengelolaan limbah radioaktif dengan spesifikasi sebagai berikut :

No. No. Izin

Pemanfaatan Radionuklida

Tipe / No. Seri Aktivitas / Tanggal Bentuk / Sifat Dimensi/ Berat

Bersama ini pula terlampir :

No. Dokumen Ada Tidak Ada

1. Surat Ijin Pemanfaatan ZRA dari Bapeten 2. Surat Persetujuan Pengiriman ZRA dari Bapeten 3. Dokumen Teknis limbah radioaktif

Dengan ini kami menyatakan bertanggung jawab atas kebenaran data yang telah kami sampaikan diatas.

..., ...

Nama /Jabatan

Tanda tangan dan cap perusahaan/instansi