19
Efek in-utero merupakan efek yang dapat menimbulkan malformasi pada perkembangan embrio karena radiasi termasuk agen
teratogenik. Beberapa agen kimia dan biologi dapat memproduksi malformasi ketika bayi masih dalam embrio atau dalam tahap
perkembangan janin. Efek dari pajanan in-utero juga merupakan bagian dari efek somatik. Pembentukan malformasi tidak mengindikasikan efek
somatik karena sel reproduksi tidak terpajan, meskipun embrio terpajan. Risiko terjadinya kelainan janin ini sekitar 5-30 kali lebih besar daripada
risiko terpajan dosis radiasi 1 rem. Sumber utama pajanan radiasi in-utero adalah radiasi dari bidang medis Alatas, 2004.
2.6. Nilai Batas Dosis
Nilai Batas Dosis NBD adalah dosis terbesar yang diizinkan oleh Badan Pengawas yang dapat diterima oleh pekerja radiasi dan anggota
masyarakat dalam jangka waktu tertentu tanpa menimbulkan efek somatik dan genetik yang berarti akibat pemanfaatan tenaga nuklir PP No. 33 tahun
2007. ACGIH 2005 menyebutkan bahwa pembatasan dosis berlaku untuk radiasi pengion yang meliputi radiasi partikular, seperti penyinaran partikel
alfa dan beta dari material radioaktif dan radiasi elektromagnetik, seperti sinar gama dari material radioaktif lebih dari 12,4 eV dan panjang gelombang
kurang dari sekitar 100 nanometer. Nilai Batas Dosis yang telah ditetapkan oleh BAPETEN untuk
penyinaran seluruh tubuh atau sebagian tubuh bagi pekerja radiasi, yaitu:
20
Tabel 2.5. Nilai Batas Dosis Radiasi Pekerja
Sumber: Peraturan Kepala BAPETEN No 4 tahun 2013 Nilai batas dosis diatas merupakan bentuk regulasi untuk upaya
kesehatan dan keselamatan. Namun berdasarkan UNSCEAR 2006 dan Sont, dkk 2001, pada dosis radiasi dibawah nilai batas dosis juga memiliki risiko kejadian
kanker. Berikut tabel risiko kejadian kanker menurut kategori dosis dalam penelitian Sont, dkk 2001.
Tabel 2.6. Distribusi Dosis dengan Risiko Kanker
Kategori Dosis mSv
Jumlah Orang Terpapar
Jumlah Kasus Radiasi
Persentase
0 - 4,9 163.667
2.941 2
5 - 9,9 8.891
206 2
10 – 19,9 7.060
200 3
20 – 49,9 5.864
149 3
50 – 99,9 2.903
113 4
100 – 199,9 1.865
71 4
200 – 399,9 847
41 5
≥ 400 236
16 7
Total 191.333
3.737 2
Sumber: Sont, dkk. Cancer Incidence and Occupational Radiation Exposure. American Journal of Epidemiology Volume 53 No. 4. 2001
2.7. Limbah Radioaktif
Berdasarkan Peraturan Kepala BAPETEN No 4 tahun 2013, limbah radioaktif didefinisikan sebagai zat radioaktif dan bahan bekas serta alat-
Pekerja Radiasi Penyinaran seluruh tubuh 20 mSvtahun
Lensa mata 20 mSvtahun
Tangan dan kaki 500 mSvtahun
Kulit 500 mSvtahun
Wanita hamil Penyinaran seluruh tubuh 1 mSvtahun
21
alat yang telah terkena zat radioaktif atau menjadi radioaktif karena dipergunakan dalam kegiatan nuklir dan zat radioaktif serta bahan bekas
tersebut tidak dipergunakan lagi. Bahan bekas tersebut dapat berupa benda padat seperti, kertas penyerap, kain pembersih bekas, jarum suntik bekas
atau alat-alat yang terbuat dari gelas yang telah digunakan untuk penanganan zat radioaktif atau pernah digunakan untuk menampung zat
radioaktif. Zat radioaktif yang dimaksudkan adalah setiap zat yang mengandung
satu atau lebih radionuklida nuklida yang mengandung radioaktif, yang aktivitas atau kadarnya tidak dapat diabaikan dari segi proteksi radiasi. Setiap
radionuklida tersebut memiliki karakteristik tertentu seperti, aktivitas, jenis radiasi yang dipancarkan, dan waktu paro. Oleh karena itu, limbah radioaktif
perlu ditangani secara khusus agar bahaya yang ditimbulkannya dapat dikelola dengan baik.
2.8. Jenis dan Karakteristik Limbah Radioaktif