Raden Menak Jasari Wujud Filosofis Simbol dan Makna pada Cerita Dewi Rayungwulan

98

4.2.3 Raden Menak Jasari

Raden Menak Jasari adalah putra Adipati Yujopati di Kadipaten Paranggaruda. Segala yang dikehendakinya dituruti, dan dicalonkan menggantikan ayahnya kelak. ”Menak” berarti bangsawan serta ”Jasari” dari kata ”ja” aja dan ”sari” lestari, yang berarti anak bangsawan yang kelak hidup nyaman, tenteram, dan sejahtera. Ini sesuai dengan penggambaran yang ada pada dirinya, anak seorang Adipati dan sering berfoya-foya, akan tetapi dalam percintaan tidak seindah kehidupan yang dialami. Adapun rupanya jika dilukiskan yaitu lehernya pendek, tangannya panjang, kakinya saling bersentuhan dan bengkok, jari-jarinya seperti cakar, dan buduknya tidak ada yang bersela lagi. Berikut kutipannya: Den ugung sakarsaneki, ginadang gumatyeng rama, cinandra wau warnane: gulu dengket, tangan dawa, suku gathik malengkar, cakarwa darijinipun, burike tan mawa sela. ... Asmaradana, pupuh 10 Segala yang dikehendakinya selalu dituruti, dan dia dicalonkan menggantikan ayahnya kelak. Adapun rupanya dilukiskan sebagai berikut: lehernya pendek, tangannya panjang, kakinya saling bersentuhan dan bengkok, jari-jarinya seperti cakar, dan buduknya tidak ada yang bersela lagi. ... Asmaradana, pupuh 10 Gambaran mengenai Menak Jasari yang ditandai dengan kondisi fisik yang tidak seperti manusia pada umumnya. Ciri-ciri yang terdapat pada dirinya disimbolkan seperti ciri-ciri binatang yang galak, ganas, dan setiap orang takut kepadanya. Keadaan dirinya yang seperti itu tidak menjadikan halangan baginya untuk meraih kebahagiaan dengan orang yang dicintainya, dalam hal ini dengan Dewi Rayungwulan, tetapi sebaliknya, Dewi Rayungwulan tidak mencintai. Ini 99 berarti wujud seperti Menak Jasari adalah gambaran semu dan hanya untuk binatang serta jiwa binatang yang tidak dibekali dengan cipta, rasa, dan karsa untuk berpikir serta berperasaan. Makna filosofis yang diinterpretasikan bahwa keadaan fisik Menak Jasari banyak mengalami kecacatan bahkan seperti binatang, tetapi diharapkan orang tersebut tidak mempunyai jiwa seperti binatang yang tidak dapat berpikir, menggunakan akal dan rasio bahkan mempunyai sifat yang menang sendiri karena kegalakan dalam kesehariannya.

4.2.4 Keris Rambut Pinutung dan Kuluk Kanigara