Pengertian Pendapatan Asli Daerah

11 Analisis kinnerja keuangan yang dilakukan pada dasarnya dilakukan untuk melakukan evaluasi kinerja di masa yang lalu, dengan melakukan berbagai analisis, sehingga diperoleh posisi keeuangan perusahaan yang mewakili realitas perusahaan dan potensi-potensi yang kinerja yang akan berlanjut. Dan berdasarkan evaluasi yang dilakukan terhadap kinerja di masa mendatang, sehingga evaluasi untuk nilai perusahaan dapat dilakukan untuk melakukan berbagai keputusan-keputusan investasi termassuk kredit yang harus dilakukan pada saat ini.Lesmana, 2003:11.

2.2.2. Pengertian Pendapatan Asli Daerah

Pendapatan merupakan jumlah seluruh uang yang di terima oleh seseorang atau rumah tangga selama jangka waktu tertentu biasanya satu tahun. Pendapatan terdiri dari upah atau penerimaan tenaga kerja, pendapatan dari kekayaan seperti sewa, bunga, dan deviden serta pembayaran transfer atau penerimaan dari permerintah seperti tunjangan sosial atau asuransi pengangguran. Nordhaus, 1992:58. Menurut UU pasal 4 huruf c yang menyebutkan bahwa Pendapatan Asli Daerah, yaitu penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pendapatan Asli Daerah PAD adalah penerimaan yang berasal dari sumber-sumber pendapatan daerah yang terdiri dari pajak, retribusi daerah, hasil 12 perusahaan milik daerah, dan pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan dan lain-lain yang sah. UU Pendapatan Asli Daearah. Sebenarnya, batasan mengenai PAD selama ini belum ada yang merumuskan. Pendapatan Asli Daerah yaitu upaya pemerintah daerah untuk menghimpun dana guna pengelolaan pembangunan secara mandiri dan berkesinambungan. Dwijowijoto, 2001:157. Salah satu cara untuk meningkatkan pembangunan daerah adalah dengan meningkatkan pemasukan PAD serta desentralisasi yaitu sumber dana, sumber daya manusia dan perangkat fisik yang memadai untuk mendukung pelaksanaan urusan yang diserahkan daerah agar dapat mengurus rumah tangganya sendiri dengan sebaik-baiknya, maka perlu diberikan sumber-sumber pembiayaan yang cukup. Berdasarkan Undang-Undang No.221999 menyebutkan bahwa sumber pendapatan daerah berasal dari : a. Pendapatan Asli Daerah sendiri yang terdiri dari : 1. Hasil pajak daerah. Pajak daerah adalah pungutan yang di lakukan oleh pemerintah daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, pungutan ini dikenakan kepada semua obyek pajak pembayaran dengan retribusi bergerak atau tidak bergerak. 13 2. Hasil retribusi daerah. Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atau pemakaian karena memperoleh jasa yang diberikan oleh daerah. 3. Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan 4. Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan adalah penerimaan dari dinas-dinas yang tidak merupakan penerimaan dari pajak dan retribusi daerah, misalnya dinas-dinas pertanian, peternakan, kesehatan, perikanan, dan lain-lain. Namun di dalam perkembangan selanjutnya, diantara semua komponen Pendapatan Asli Daerah PAD, pajak dan retribusi daerah merupakan penyumbang terbesar, sehingga muncul anggapan bahwasanya Pendapatan Asli Daerah PAD identik dengan pajak dan retribusi daerah. b. Dana Perimbangan Kewenangan pemerintah dan propinsi sebagai daerah otonom yang didasarkan pada UU No.25 tahun 2000 yang dibagi menjadi 2, yaitu : 1. Dana alokasi umum 2. Dana alokasi khusus 14 3. Bagian daerah dari pemerintah yaitu pajak bumi dan bangunan, bea perolahan hak atas tanah dan bangunan, serta penerimaan dari sumber daya alam. c. Pinjaman daerah d. Lain–lain penerimaan yang sah. Dana perimbangan di tetapkan oleh pemerintah berdasarkan UU No. 25 tahun 1999. Dana perimbangan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah : 1. Pajak Bumi dan Bangunan : 10 untuk pemerintah pusat dan 90 untuk pemerintah daerah. 2. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan : 20 pemerintah pusat dan 80 pemerintah daerah. 3. Sumber Daya Alam sektor kehutanan, pertambangan, dan perikanan : 20 untuk pemerintah pusat dan 80 pemerintah daerah. 4. Pertambangan Minyak Bumi : 85 pemerintah pusat dan 15 untuk pemerintah daerah. 5. Pertambangan Gas dan Alam :70 untuk pemerintah pusat dan 30 untuk pemerintah daerah. Saragih, 2003:42. 1. Dana alokasi khusus yaitu dana yang berasal dari APBD, yang dialokasikan kepada daerah untuk membantu membiayai kebutuhan tertentu. 15 2. Dana alokasi umum yaitu dana yang berasal dari APBD, yang di alokasikan dengn tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Sedangkan dana alokasi umum sendiri dibagi menjadi 2 yaitu: a. Dana alokasi untuk daerah propinsi yang dibagi menjadi 4 jenis pajak yaitu: a. Pajak kendaraan bermotor dan kendaraan diatas air:70 untuk propinsi dan 30 untuk daerah kabupaten atau kota b. Pajak bea balik nama kaendaraan bermotor dan kendaraan diatas air:70 untuk propinsi dan 30 untuk daerah kabupaten atau kota c. Pajak bahan bakar kendaraan bermotor:30 untuk propinsi dan 70 untuk kabupaten atau kota d. Pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan:30 untuk propinsi dan 70 untuk kabupaten atau kota. b. Dana alokasi untuk daerah kabupaten atau kota yang dibagi menjadi 6 jenis pajak, yaitu: 1. Pajak hotel : 10 2. Pajak restaurant : 10 3. Pajak hiburan : 35 4. Pajak penerangan jalan : 10 5. Pajak reklame : 25 6. Pajak parkir : 20 16 Pinjaman daerah merupakan alat penerimaan daerah didalam struktur keuangan daerah. Pinjaman daerah ini semakin memegang posisi penting sebagai sumber pembiayaan pembangunan sarana dan prasarana daerah, terutama dalam rangka pelayanan umumkepada masyarakat daerah. Dan penerimaan lain-lain yang sah adalah penerimaan yang diperoleh dari hasil penjualan barang-barang milik daerah, penjualan barang bekas, cicilan kendaraan bermotor roda empat dan roda dua, cicilan rumah yang dibangun oleh pemerintah daerah, penerimaan jasa giro kas daerah dan lain-lain. Suprianto, 1993:174.

2.2.3. Inflasi