Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Pasuruan Dalam Rangka Otonomi Daerah.

(1)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Jurusan Ilmu Ekonomi

Oleh :

Sri Rahayu Puji

0611010106 / FE / IE

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

JAWA TIMUR


(2)

Dengan mengucap syukur Alhamdulillah atas kehadirat Alloh SWT atas rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi

Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Pasuruan Dalam Rangka Otonomi Daerah“.

Sebagai salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi Jurusan Ilmu Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.  Penulis menyadari sepenuhnya bahwa didalam penyusunan proposal skripsi ini masih banyak kekurangannya. Hal ini disebabkan karena masih terbatasnya kemampuan dan pengetahuan yang ada. Walaupun demikian berkat bantuan dan bimbingan yang diterima dari Bapak Dr. Syamsul

Huda SE. MT selaku Dosen Pembimbing Utama yang dengan penuh kesabaran

telah mengarahkan dari awal untuk memberikan bimbingan kepada penulis, sehingga skripsi ini dapat tersusun dan terselesaikan dengan baik.

Untuk itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar–besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP selaku Rektor Universitas


(3)

Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur. 3. Bapak Drs. EC. Marseto, DS, Msi, selaku Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi

Pembangunan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur. 4. Bapak Drs. EC. Wiwin Priana, MT yang selalu memberikan

pertimbangan-pertimbangan serta masukan selama peneliti menempuh skripsi.

5. Bapak-Bapak, Ibu-Ibu Dosen serta Staff Karyawan khususnya

Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur yang telah dengan ikhlas memberikan banyak ilmu pengetahuannya selama masa perkuliahan dan pelayanan akademik bagi peneliti.

6. Pimpinan Beserta Staff BPS Jawa Timur

7. Ibu, Bapak, semua keluarga Hari Pramono sebagai orang tua angkat

saya, keluarga Om Endang, Bucu, terimakasih sudah membiayai saya kuliah sampai sejauh ini.

8. Mama, Babeh, Adek-Adek saya yang saya sayangi, terimakasih buat

semuanya. Semangat, dorongan dan doa’nya selama ini.

Masih banyak yang ingin saya sebutkan, tapi yang pasti saya sayang kalian semua. Tidak ada kata yang bisa diucapkan selain bersyukur kepada Alloh SWT dan berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Penulis menyampaikan permohonan maaf


(4)

masih jauh dari sempurna, oleh karena itu segala masukan dan saran yang bersifat menyempurnakan bagi skripsi ini penulis akan menerima dengan baik.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Surabaya, Juni 2010


(5)

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... .iv

DAFTAR GAMBAR...vi

DAFTAR TABEL...vii

DAFTAR LAMPIRAN...viii

ABSTRAKSI...ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 5

1.4. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu ... 7

2.2. Landasan Teori... 9

2.2.1. Analisis Kinerja Keuangan Daerah... 9

2.2.2. Pendapatan Daerah... 11

2.2.3. Pengertian Inflasi...14

2.2.3.1. Jenis Inflasi Menurut Sifatnya...16

2.2.3.2. Penyebab Timbulnya Inflasi ... 17

2.2.3.3. Pengaruh Inflasi ... 20

2.2.4. Penanaman Modal Dalam Negeri ... 21

2.2.5. Nilai Industri ... 23 iv


(6)

2.3.Kerangka Pikir ... 31

2.4. Hipotesis... 34

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel... 35

3.2. Teknik Penentuan Sampel... 35

3.3. Teknik Pengumpulan Data... 35

3.4. Teknik Analisis dan Uji Hipotesis...36

3.4.1. Teknik Analisis ... 36

3.4.2. Uji Hipotesis ... 39

3.4.3. Asumsi Klasik BLUE (Best Linier Unbiased Estimator) ... 46

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Obyek Penelitian... 47

4.1.1. Gambaran Umum Wilayah Pasuruan... 46

4.1.2. Keadaan Penduduk...47

4.2. Deskripsi Hasil Penelitian... 48

4.2.1. Perkembangan Pendapatan Asli Daerah... 48

4.2.2. Perkembangan Tingkat Inflasi... 49

4.2.3. Perkembangan Penyerapan Penanaman Modal Dalam Negeri ... 50

4.2.4. Perkembangan Sektor Industri... 51

4.2.5. Perkembangan Sektor Pertanian... 52


(7)

(BLUE/Best Linier Unbiased Estimator)... 63 4.3.4. Pembahasan... 69

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan... 70 5.2. Saran ... 72

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(8)

Gambar Halaman

1. Kurva Demand Full Inflation (Inflasi Permintaan) ... 18 2. Kurva Cost Oush Inflation (Inflasi Penawaran) ... 19 3. Kurva Distribusi Penolakan/Penerimaan Hipotesis

Secara Simultan... 40 4. Kurva Distribusi Penolakan/Penerimaan Hipotesis

Secara Parsial ... 41 5. Daerah Uji Durbin Watson... 43 6. Kurva Distribusi Kriteria Penerima/Penolakan Hipotesis Secara

Simultan/keseluruhan... 56. 7. Kurva Distribusi Hasil Analisis Secara Parsial Faktor Inflasi

Terhadap PAD... 58. 8. Kurva Distribusi Hasil Analisis Secara Parsial Faktor PMDN

Terhadap PAD... 59 9. Kurva Distribusi Hasil Analisis Secara Parsial Industri

Terhadap PAD... 60 10.Kurva Distribusi Hasil Analisis Secara Parsial Pertanian

Terhadap PAD... 61 11. Kurva Statistik Durbin Watson... 64

vi   


(9)

Tabel 1 : Perkembangan Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Pasuruan Tahun 1998 – 2008...48 Tabel 2 : Perkembangan Tingkat Inflasi di Kabupaten Pasuruan

Tahun 1998 – 2008... 50 Tabel 3 : Perkembangan Penanaman Modal Dalam Negeri di Kabupaten

Pasuruan Tahun 1998– 2008... 50 Tabel 4 : Perkembangan Industri di Kabupaten Pasuruan

Tahun 1998 – 2008... 52 Tabel 5 : Perkembangan Sektor Pertanian di Kabupaten Pasuruan

Tahun 1998 – 2008... 53 Tabel 6 : Analisis Varian (ANOVA)... 55 Tabel 7 : Hasil Analisis Variabel Inflasi (X1), Peneman Modal Dalam Negri

(X2), Industri (X3), dan Pertanian (X4) terhadap Pendapatan Asli Daerah...57 Tabel 8 : Uji Multikolinearitas...65 Tabel 9 : Tes Heterokedastisitas dengan Korelasi Rank Spearman

Korelasi...66


(10)

Sri Rahayu Puji

ABSTRAKSI

Dalam menjalankan otonomi daerah, setiap kabupaten/kota atau propinsi dituntut untuk menjalankan tiga prinsip otonomi daerah yaitu luas, nyata dan bertanggungjawab. Peningkatan kemakmuran masyarakat daerah sangat membutuhkan dukungan baik moril maupun materil dari pemerintah daerah sebagai motor penggerak pembangunan. Hal ini terealisasi dalam bentuk pendapatan asli daerah.

Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data sekunder yang di peroleh dari Badan Statistik Propinsi Jawa Timur dan Kabupaten Pasuruan dalam angka selama 10 tahun mulai dari tahun 1998-2008. Data yang dianalisis menggunakan model regresi linier berganda yaitu suatu analisis untuk mengetahui masing-masing variable bebas (X) terhadap variable terikat (Y) baik secara simultan maupun secara parsial.

Berdasarkan hasil analisis dan pengujian hipotesis di peroleh Fhitung sebesar 15,209>Ftabel = 4,53 yang berarti secara simultan ke empat variable bebas berpengaruh secara simultan dan nyata terhadap PAD di kabupaten Pasuruan.

Pengujian secara parsial diperoleh t hitung untuk (X1), sebesar -2,576>t table sebesar -2,447 yang berarti variable (X1) berpengaruh signifikan terhadap variable terikat Y. Untuk (X2) t hitung 0,157<t table 2,447 yang berarti variable (X2), tidak berpengaruh terhadap variable terikat Y. Untuk (X3) t hitung 0,878<t table 2,447 dan (X4) mempunyai t hitung sebesar 0,366<t table 2,447 sehingga (X3)dan (X4) sama-sama tidak berpengaruh terhadap variable terikat Y.

Sehingga untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah, pemerintah kabupaten Pasuruan terus menggali potensi-potensi yang dapat memberikan kontribusi terhadap Pendapatan Asli Daerah kabupaten Pasuruan.

Kata kunci: Pendapatan Asli Daerah, Inflasi, Nilai Industri,dan Nilai Pertanian


(11)

1

Sejak tahun 1966, pemerintah Orde Baru berhasil membangun suatu pemerintahan nasional yang kuat dengan menempatkan stabilitas politik sebagaimana landasan untuk mempercepat pembangunan ekonomi Indonesia.

Demikian halnya dengan pembangunan daerah yang merupakan bagian pembangunan nasional sehingga setiap daerah berkewajiban mensukseskan pembangunan daerah dan harus mampu mengandalkan pendapatan daerahnya terutama yang berasal dari PAD (Pendapatan Asli Daerah). Program pembangunan nasional sebagai salah satu usaha untuk mencapai kemajuan di bidang ekonomi serta mensejahterakan kehidupan rakyat.

Dalam Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 pasal 1 butir h,yang di maksud dengan Otonomi Daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan paraturan perundang-undangan.(Saragih 2003:39).

Oleh karena itu,dalam undang-undang ini otonomi daerah di letakan secara utuh pada daerah otonom yang lebih dekat dengan masyarakat,yaitu daerah yang selama ini berkedudukan sebagai Tingkat II yang dalam undang-undang ini disebut Daerah Kabupaten dan Daerah Kota.


(12)

Kabupaten Pasuruan termasuk ke dalam wilayah Tingkat II yang merupakan salah satu kabupaten yang diuntungkan oleh lokasi yang strategis, kerena kabupaten ini terletak di jalur lalu lintas wisata, sehingga dengan penanganan pembangunan yang optimal maka daerah ini berkembang dengan cepat. Pada daerah kabupaten dan kota sepenuhnya menggunakan asas desentralisasi atau otonom.

Menurut ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 pasal 1 bahwa desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada Daerah Otonom dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dari pengertian di atas dapat dikatakan bahwa otonomi daerah dapat dilaksanakan jika ada pelimpahan atau pemberian wewenang pemerintahan dari pusat kepada daerah otonom.(Anonim,2010:18).

Sebelum adanya otonomi daerah kabupaten Pasuruan mampu meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan bantuan pemerintah pusat. Akan tetapi setelah adanya otonomi yang berlaku sekitar tahun 1998 maka Pasuruan sebagai kabupaten yang terdiri dari 24 kecamatan,24 kelurahan dan 341 desa mulai menyadari pentingnya sumber-sumber pendapatan daerah terutama yang berasal dari daerah sendiri sebagai pendukung dan sebagai salah satu kemandirian daerah.

Upaya yang dilakukan pemerintah kabupaten Pasuruan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) antara lain memperhatikan kondisi dan potensi perdagangan juga memperbaiki sarana dan prasarana perdagangan dalam rangka menunjang


(13)

kelancaran terhadap distribusi barang serta pemberdayaan industri kecil, menengah, dan besar.

Dalam Perencanaan Anggaran dan Belanja Daerah kabupaten Pasuruan, pemerintah daerah menganut prinsip anggaran berimbang dan dinamis. Berimbang artinya dalam neraca keuangan harus selalu terdapat keseimbangan antara penerimaan dan pengeluaran. Prinsip dinamis berarti jumlah anggaran dan tabungan pemerintah harus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, sehingga kemampuan didalam membiayai pembangunan daerah semakin bertambah, juga ketergantungan bantuan dari pemerintah pusat semakin berkurang. Hal ini di harapkan bisa meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sendiri yang terdiri dari sektor pajak,sektor retribusi daerah,sektor laba perusahaan daerah,dan sektor penerimaan dinas-dinas serta penerimaan lain-lain.(Anonim, 2010:18).

Gambaran realisasi penerimaan PAD Kabupaten Pasuruan pada tahun 1998 sampai 2008, realisasi penerimaan daerah kabupaten Pasuruan mengalami fluktuasi, dimana perkembangan tertinggi Pendapatan Asli Daerah adalah tahun 1999 sebesar 26,97% hal ini disebabkan sudah mulai pulihnya perekonomian dimana pada tahun 1998 terjadi krisis ekonomi yang melanda Indonesia dan perkembangan terendah adalah pada tahun 2001 sebesar -4,79% hal ini disebabkan terjadi kenaikan harga minyak dunia sehingga mempengaruhi harga BBM. Setelah itu PAD kabupaten Pasuruan mengalami kenaikan.


(14)

Apabila pertumbuhan ekonomi di daerah mengalami penurunan dan turunnya pertumbuhan ekonomi itu bukan di sebabkan oleh pemerintah pendapatan daerah, namun kemungkinan penyebabnya adalah rendahnya investasi atau mungkin juga karena kelambatan produktivitas yang diakibatkan oleh pertumbuhan modal yang lebih lambat. Dari masalah ini, maka pemerintah hendaknya mengeluarkan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang dapat memulihkan kecepatan pertumbuhan produktivitas yang semula sehingga bisa mempercepat pertumbuhan.(Samuelson,1991:530).

Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang tinggi tidak ada artinya bila tingkat inflasi tidak terkendali. Dampaknya adalah lesunya pembelian produk dalam negeri yang menyebabkan kurang terpenuhinya target pendapatan daerah.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi penyelenggaraan otonomi daerah, seperti kemampuan struktural organisasinya, kemampuan aparatur daerah, kemampuan mendorong partisipasinya masyarakat dan kemampuan keuangan daerah, diantara faktor-faktor tersebut faktor keuangan merupakan faktor esensial untuk mengukur tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonominya. Dikatakan demikian, karena pelaksanaan otonomi daerah yang nyata dan bertanggungjawab harus didukung dengan tersedianya dana guna pembiayaan pembangunan.

Untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi atau peningkatan Pendapatan Asli Daerah, maka perlu adanya partisipasi dari masyarakat jangan hanya mengandalkan dana dari pemerintah saja. Dengan penanaman


(15)

modal atau investasi khususnya Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) guna menarik investor asing untuk menanamkan modalnya dengan berusaha menstabilkan kondisi politik dan keamanan Negara. Selain itu beberapa faktor seperti sektor industri serta sektor pertanian cukup mempengaruhi pendapatan di daerah Pasuruan guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat Pasuruan.

Dengan demikian dari penjelasan diatas maka sudah jelas banyak faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pendapatan daerah di kabupaten Pasuruan.(Anonim,2002:2).

1.2. Perumusan Masalah

Dari uraian latar belakang yang telah di kemukakan maka dapat di rumuskan suatu permasalahan sebagai berikut :

1. Apakah Faktor Inflasi, PMDN, Nilai Industri dan Nilai Pertanian, berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Pasuruan? 2. Manakah diantara variabel Inflasi, PMDN, Nilai Industri dan Nilai

Pertanian diatas yang paling dominan dalam mempengaruhi Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Pasuruan?

1.3. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah, maka tujuan penelitian adalah : 1. Menganalisis pengaruh Faktor Inflasi, PMDN, Nilai Industri dan Nilai

Pertanian berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Pasuruan.


(16)

2. Menganalisis manakah diantara Faktor Inflasi, PMDN, Nilai Industri dan Nilai Pertanian yang paling dominan dalam mempengaruhi Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Pasuruan.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat:

1. Sebagai wawasan dan pengetahuan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi PAD di Kabupaten Pasuruan.

2. Sebagai perbandingan yang diharapkan dapat memberikan gambaran bagi penelitian pada topik yang sama.

3. Sebagai suatu informasi bagi pemerintah untuk kepentingan dalam pembuatan program mana yang akan di dahulukan.

4. Sebagai informasi dan referensi bagi pihak yang berkepentingan serta diharapkan dapat bermanfaat bagi Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur, guna menambah perbendaharaan perpustakaan.


(17)

2.1. Penelitian Terdahulu

Dari hasil penelitian terdahulu yang berhubungan dengan masalah faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan asli daerah pernah di sampaikan beberapa orang peneliti antara lain,adalah :

a. Yunita (2008:76) dengan judul penelitian “Analisis Beberapa Faktor Yang

Mempengaruhi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di Jawa Timur” dengan variable PDRB (X1), inflasi (X2), SBI (X3), dan IHSG (X4) sebagai variabel bebas, serta Penanaman Modal Dalam Negeri (Y) sebagai variable terikat. Dari hasil peneliti di ketahui dengan cara simultan uji F variable bebas (X) berpengaruh signifikan terhadap variable terikat (Y) dengan nilai F hitung = 11,038 > dari F tabel = 3,48. Sedangkan secara parsial,variabel PDRB (t.hitung = 3,786 > t.tabel = 2,228) berpengaruh signifikan terhadap PMDN, variabel inflasi (t.hitung = -1,352,t.tabel = 2,228), SBI (t.hitung = 1,071 < t.tabel = 2,228) dan IHSG (t.hitung = 1,800 < t.tabel = 2,228) tidak berpengaruh signifikan terhadap Penanaman Modal Dalam Negeri.

b. M.Khusni (2007:074) dengan judul penelitian “Analisis Beberapa Faktor

Yang Mempengaruhi PAD kota Malang,” peneliti menggunakan data sekunder yang di peroleh dari BPS Surabaya dan BPS kota Malang dengan hasil analisis F hitung = 49,084 > dari f tabel = 3,48 yang berarti secara

7  


(18)

1 (PDRB), X3 (Pengeluaran Pembangunan), X4 (Pengunjung Hotel) berpengaruh terhadap variabel Y (PAD) dan X2 (inflasi) tidak berpengaruh terhadap variabel Y (PAD), karena t.hitung sebesar 0,858 < t. tabel sebesar 2,228.

c. Chairul (2006:188) dengan judul penelitian “Analisis Beberapa Faktor

Yang Mempengaruhi PAD di Surabaya berdasarkan hasil analisis pengujian secara simultan menunjukan bahwa F hitung = 18,200 > F tabel = 3,59, ini berarti hiburan (X3) berpengaruh terhadap PAD (Y) dan hasil uji secara parsial dengan koefisien determinan parsial sebesar 0,832 atau 83,2 %. Semua variabel bebas(X) berpengaruh terhadap variabel terikat (Y).

d. M.Fahmi (2008:20) dengan judul penelitian “Analisis beberapa Faktor

yang mempengeruhi Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Lamongan,” dengan hasil analisis dan pengujian hipotesis diperoleh F hitung sebesar 40,850 > F tabel sebesar 3.81 yang secara simultan ke empat variabel bebas mempunyai pengaruh yang nyata terhadap pendapatan asli daerah di kabupaten Lamongan. Dengan variabel bebas (X1) PDRB, (X2) jumlah penduduk, (X3) jumlah kendaraan bermotor, (X4) jumlah industri, dan variabel terikat (Y) PAD.

e. Sofwani, Solichin, Fuad dengan jurnal penelitian “Mobilisasi

Sumber-Sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dalam Rangka Pembangunan Daerah (Studi di Kabupaten Muara Enim)”. Dalam penelitian ini data yang


(19)

dikumpulkan adalah data primer dan sekunder kemudian menggunakan analisis kualitatif. Dapat disimpulkan dari hasil penelitian bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kabupaten Muara Enim adalah pengelolaan BUMD kurang professional, hambatan geografis, dan kurangnya sosialisasi. (Jurnal. Com, 2008).

Dari beberapa hasil penelitian di atas, Pendapatn Asli Daerah (PAD) sangat di pengaruhi oleh banyak faktor. Pada penelitian ini tidak jauh berbeda hanya saja penelitian ini di lakukan di Kabupaten Pasuruan dengan tujuan membandingkan hasil dari pada variable bebasnya. Dalam penelitian ini menggunakan variable terikat yaitu Pendapatan Asli Daerah (PAD) sedangkan variable bebasnya adalah Inflasi, PMDN, Nilai Industri, dan Nilai Pertanian.

Penulis menggunakan penentuan sampel dalam jangka waktu 10 tahun,dari tahun 1998-2008.

2.2. Landasan Teori

2.2.1. Analisis Kinerja Keuangan Daerah

Salah satu kriteria penting untuk mengetahui secara nyata kemampuan daerah dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya adalah kemampuan dalam bidang keuangan. Dengan perkataan lain, faktor keuangan merupakan faktor esensial dalam mengukur tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonominya. Tanpa adanya biaya yang cukup, maka bukan saja


(20)

tidak mungkin bagi daerah untuk dapat menyelenggarakan tugas kewajiban serta kewenangan yang ada padanya dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya, tapi juga cirri pokok dan mendasar dari suatu daerah otonom menjadi hilang.

Untuk dapat memiliki keuangan yang memadai dengan sendirinya daearah membutuhkan sumber keuangan yang cukup pula. Dalam hal ini daerah dapat memperolehnya melalui beberapa cara, yakni :

Pertama : Pemerintah daerah dapat mengumpulkan dana dari pajak daerah yang sudah direstui oleh pemerintah pusat.

Kedua : Pemerintah daerah dapat melakukan pinjaman dari pihak ketiga, pasar uang atau bank atau melalui pemerintah pusat.

Ketiga : Ikut ambil bagian dalam pendapatan pajak sentral yang dipungut daerah.

Keempat : Pemerintah daerah dapat menambah tariff pajak sentral tertentu.

Kelima : Pemerintah daerah dapat menerima bantuan atau subsidi dari pemerintah pusat.(Alfian, 1985:41).

Pemerintah sangat menyadari pentingnya posisi keuangan daerah dalam otonoomi daerah. Hal ini dapat ditelusuri pada penjelasan umum UU Nomor 5

tahun 1974 yaitu agar daerah dapat mengurus rumah-tangganya sendiri dengan

sebaik-bbaiknya, maka kepadanya perlu diberikan sumber pembiayaan dapat dibberikan kepada daerah, maka kepada daerah diwajibkan untuk menggali segala sumber keuangan sendiri berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku.


(21)

Analisis kinnerja keuangan yang dilakukan pada dasarnya dilakukan untuk melakukan evaluasi kinerja di masa yang lalu, dengan melakukan berbagai analisis, sehingga diperoleh posisi keeuangan perusahaan yang mewakili realitas perusahaan dan potensi-potensi yang kinerja yang akan berlanjut. Dan berdasarkan evaluasi yang dilakukan terhadap kinerja di masa mendatang, sehingga evaluasi untuk nilai perusahaan dapat dilakukan untuk melakukan berbagai keputusan-keputusan investasi (termassuk kredit) yang harus dilakukan pada saat ini.(Lesmana, 2003:11).

2.2.2. Pengertian Pendapatan Asli Daerah

Pendapatan merupakan jumlah seluruh uang yang di terima oleh seseorang atau rumah tangga selama jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Pendapatan terdiri dari upah atau penerimaan tenaga kerja, pendapatan dari kekayaan seperti sewa, bunga, dan deviden serta pembayaran transfer atau penerimaan dari permerintah seperti tunjangan sosial atau asuransi pengangguran. (Nordhaus, 1992:58).

Menurut UU pasal 4 huruf c yang menyebutkan bahwa Pendapatan Asli Daerah, yaitu penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah penerimaan yang berasal dari sumber-sumber pendapatan daerah yang terdiri dari pajak, retribusi daerah, hasil


(22)

perusahaan milik daerah, dan pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan dan lain-lain yang sah. (UU Pendapatan Asli Daearah).

Sebenarnya, batasan mengenai PAD selama ini belum ada yang merumuskan. Pendapatan Asli Daerah yaitu upaya pemerintah daerah untuk menghimpun dana guna pengelolaan pembangunan secara mandiri dan berkesinambungan. (Dwijowijoto, 2001:157).

Salah satu cara untuk meningkatkan pembangunan daerah adalah dengan meningkatkan pemasukan PAD serta desentralisasi yaitu sumber dana, sumber daya manusia dan perangkat fisik yang memadai untuk mendukung pelaksanaan urusan yang diserahkan daerah agar dapat mengurus rumah tangganya sendiri dengan sebaik-baiknya, maka perlu diberikan sumber-sumber pembiayaan yang cukup.

Berdasarkan Undang-Undang No.22/1999 menyebutkan bahwa sumber pendapatan daerah berasal dari :

a. Pendapatan Asli Daerah sendiri yang terdiri dari : 1. Hasil pajak daerah.

Pajak daerah adalah pungutan yang di lakukan oleh pemerintah daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, pungutan ini dikenakan kepada semua obyek pajak pembayaran dengan retribusi bergerak atau tidak bergerak.


(23)

2. Hasil retribusi daerah.

Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atau pemakaian karena memperoleh jasa yang diberikan oleh daerah.

3. Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan

4. Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.

Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan adalah penerimaan dari dinas-dinas yang tidak merupakan penerimaan dari pajak dan retribusi daerah, misalnya dinas-dinas pertanian, peternakan, kesehatan, perikanan, dan lain-lain.

Namun di dalam perkembangan selanjutnya, diantara semua komponen Pendapatan Asli Daerah (PAD), pajak dan retribusi daerah merupakan penyumbang terbesar, sehingga muncul anggapan bahwasanya Pendapatan Asli Daerah (PAD) identik dengan pajak dan retribusi daerah.

b. Dana Perimbangan

Kewenangan pemerintah dan propinsi sebagai daerah otonom yang didasarkan pada UU No.25 tahun 2000 yang dibagi menjadi 2, yaitu : 1. Dana alokasi umum


(24)

3. Bagian daerah dari pemerintah yaitu pajak bumi dan bangunan, bea perolahan hak atas tanah dan bangunan, serta penerimaan dari sumber daya alam.

c. Pinjaman daerah

d. Lain–lain penerimaan yang sah.

Dana perimbangan di tetapkan oleh pemerintah berdasarkan UU No. 25 tahun 1999. Dana perimbangan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah :

1. Pajak Bumi dan Bangunan : 10% untuk pemerintah pusat dan 90% untuk pemerintah daerah.

2. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan : 20% pemerintah pusat dan 80% pemerintah daerah.

3. Sumber Daya Alam sektor kehutanan, pertambangan, dan perikanan : 20% untuk pemerintah pusat dan 80% pemerintah daerah.

4. Pertambangan Minyak Bumi : 85% pemerintah pusat dan 15% untuk pemerintah daerah.

5. Pertambangan Gas dan Alam :70% untuk pemerintah pusat dan 30% untuk pemerintah daerah. (Saragih, 2003:42).

1. Dana alokasi khusus yaitu dana yang berasal dari APBD, yang dialokasikan kepada daerah untuk membantu membiayai kebutuhan tertentu.


(25)

2. Dana alokasi umum yaitu dana yang berasal dari APBD, yang di alokasikan dengn tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

Sedangkan dana alokasi umum sendiri dibagi menjadi 2 yaitu:

a. Dana alokasi untuk daerah propinsi yang dibagi menjadi 4 jenis pajak yaitu:

a). Pajak kendaraan bermotor dan kendaraan diatas air:70% untuk propinsi dan 30% untuk daerah kabupaten atau kota

b). Pajak bea balik nama kaendaraan bermotor dan kendaraan diatas air:70% untuk propinsi dan 30% untuk daerah kabupaten atau kota c). Pajak bahan bakar kendaraan bermotor:30% untuk propinsi dan 70% untuk kabupaten atau kota

d). Pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan:30% untuk propinsi dan 70% untuk kabupaten atau kota. b. Dana alokasi untuk daerah kabupaten atau kota yang dibagi menjadi 6

jenis pajak, yaitu: 1. Pajak hotel : 10% 2. Pajak restaurant : 10% 3. Pajak hiburan : 35%

4. Pajak penerangan jalan : 10% 5. Pajak reklame : 25%


(26)

Pinjaman daerah merupakan alat penerimaan daerah didalam struktur keuangan daerah. Pinjaman daerah ini semakin memegang posisi penting sebagai sumber pembiayaan pembangunan sarana dan prasarana daerah, terutama dalam rangka pelayanan umumkepada masyarakat daerah.

Dan penerimaan lain-lain yang sah adalah penerimaan yang diperoleh dari hasil penjualan barang-barang milik daerah, penjualan barang bekas, cicilan kendaraan bermotor roda empat dan roda dua, cicilan rumah yang dibangun oleh pemerintah daerah, penerimaan jasa giro (kas daerah) dan lain-lain. (Suprianto, 1993:174).

2.2.3. Inflasi

Inflasi merupakan salah satu peristiwa moneter yang sangat penting dan ditentukan hampir di semua negara, dapat juga diartikan sebagai salah satu bentuk penyakit ekonomi yang sering kambuh dan harus berupaya untuk dikendalikan. Inflasi dimaksudkan keadaan dimana senantiasa terjadi peningkatan harga–harga pada umumnya, atau suatu keadaan dimana terjadinya turunya nilai mata uang.

Kemudian menurut Boediono yang dimaksud dengan Inflasi itu adalah “kecenderungan dari harga–harga untuk naik secara umum dan secara terus– menerus“. (Boediono, 1993:97).

Infasi adalah proses kenaikan harga barang-barang secara umum yang terus menerus selama periode tertentu. Ini tidak berarti bahwa harga berbagai macam barang itu naik dengan persentase yang sama. Kenaikan yang terjadi hanya sekali saja (meskipun dengan presentase yang cukup besar) bukan merupakan inflasi. (Nopirin, 1999:25).


(27)

Sebelum tahun 1970 para ekonomi mendefinisikan inflasi sebagai suatu kenaikan dalam tingkat harga umum, tetapi sejak awal 1970an mulai dipisahkan antara inflasi dan tingkat harga. Suatu kenaikan dalam tingkat harga atau perubahan positif dimana index harga konsumen semakin besar, tetapi perubahan itu tidak berlangsung terus, maka dapat dikatakan sebagai perubahan tingkat harga. Akan tetapi apabila perubahan itu berlangsung terus, maka dikatakan sebagai inflasi. Kenaikan tingkat harga yang continue ini bias terjadi pada saat– saat lebaran, natal atau hari raya yang lain. Kenaikan harga seperti ini dapat dianggap sebagai suatu masalah ekonomi.

Inflasi yang merupakan suatu gejala dari harga–harga disebabkan oleh berbagai hal seperti telah dikatakan tadi bahwa harga merupakan benturan antara kekuatan supply dan kekuatan demand. adanya perubahan harga karena adanya gangguan terhadap keseimbangan yang lama sehingga kedua kekuatan tersebut berinteraksi mencari suatu keseimbangan baru.

2.2.3.1. Jenis–jenis Inflasi menurut sifatnya

Menurut (Nopirin, 2000:176), inflasi didasarkan pada lajunya dibedakan menjadi tiga yaitu :

1. Creeping Inflation (inflasi menyerap) yaitu biasanya ditandai dengan laju inflasi yang rendah (kurang dari 10% per tahun). Dalam proses kenaikan harga berjalan lambat, dengan presentase yang kecil serta dalam jangka waktu yang relatif lama.


(28)

2. Galloping Inflation (inflasi menengah), yaitu ditandai dengan kanaikan harga yang cukup besar (biasanya double digit atau bahkan triple digit) dan kadang kala berjalan dalam jangka waktu yang relatif pendek serta mempunyai akselerasi. Yang artinya harga–harga minggu atau bulan ini lebih tinggi dari minggu atau bulan lalu dan seterusnya. Efeknya terhadap perekonomian lebih besar daripada inflasi yang menyerap.

3. Hyper Inflation (inflasi tinggi), merupakan inflasi yang paling parah, akibatnya harga–harga naik sampai 5 atau 6 kali lipat. Masyarakat tidak lagi berkeinginan menyimpan uang karena nilai uang merosot dengan tajam sehingga ingin ditukarkan dengan barang. Biasanya keadaan ini timbul akibat pemerintah mengalami defisit anggaran belanja negara (misalnya ditimbulkan akibat adanya perang), yang kemudian ditutup dengan cara mencetak uang baru.

Menurut Boediono penggolongan inflasi didasarkan pada parah tidaknya inflasi yang terjadi, dibedakan menjadi beberapa macam inflasi :

a. Inflasi ringan (dibawah 10% pertahun) b. Inflasi sedang (antara 10% - 30% pertahun) c. Inflasi berat (antara 30% - 100% pertahun)


(29)

2.2.3.2. Penyebab Timbulnya Inflasi

Menurut Suparmono, penyebab inflasi dikarenakan adanya :

a. Inflasi akibat tarikan permintaan dan dorongan biaya produksi. Inflasi terjadi dikarenakan jumlah barang yang diminta secara total (Aggregate Demand) melebihi jumlah barang yang diproduksi dalam perekonomian.

b. Inflasi menurut teori kuantitas, menurut teori kuantitas ada dua penyebab terjadinya inflasi :

1. Jumlah uang yang beredar dimasyarakat melebihi jumlah kebutuhan uang yang seharusnya sehingga hal ini sangat memicu terjadinya inflasi.

2. Harapan psikologis akan terjadinya kenaikan harga dimasa yang akan datang akan memperparah terjadinya inflasi. (Suparmono,

1999:128)

Faktor yang menyebabkan inflasi digolongkan sebagai berikut :

1. Inflasi Permintaan (Demand Pull Inflation) adalah inflasi yang timbul karena banyaknya permintaan akan barang–barang konsumsi masyarakat.


(30)

Gambar 1 Demand full inflation

OUTPUT Q2

S

D1

D2.

Q1 P

P2 

P1

Sumber : Nopirin, 2000, Pengantar Ilmu Ekonomi Makro dan Mikro, BPFE UGM, Yogyakarta, hal.179.

Peningkatan pendapatan agregat menyababkan permintaan meningkat. Perubahan ini ditunjukkan oleh pergeseran ke kanan kurva permintaan dari D1 ke D2. Pasar bergerak ke perpotongan baru dari penawaran dan permintaan. Harga equilibrium meningkat dari P1 ke P2 dan jumlah equilibrium barang meningkat dari Q1 ke Q2.

2. Inflasi Penawaran (Cost Push Inflation), adalah kenaikan harga beserta dengan turunnya produksi, keadaan ini biasanya timbul dengan adanya penurunan dalam penawaran total sebagai akibat dari naiknya produksi.


(31)

Gambar 2 Cost Push Inflation

OUTPUT  Q 1 

D  P 

P2 

P1 

S2 

S 1 

Q 2 

Sumber : Nopirin, 2000, Pengantar Ilmu Ekonomi Makro dan Mikro, BPFE, Yogyakarta, hal.180.

Peningkatan harga bahan menurunkan penawaran harga barang . Hal itu menyebabkan penjualan barang kurang menguntungkan sehingga memilih memproduksi lebih sedikit barang. Perubahan ini ditunjukkan oleh pergeseran ke kiri kurva penawaran dari S1 ke S2 . Pasar bergerak ke perpotongan baru dari penawaran dan permintaan. Harga equilibrium meningkat dari P1 ke P2 dan jumlah equilibrium menurun dari Q1 ke Q2.

2.2.3.3. Pengaruh Inflasi

Inflasi dapat berpengaruh terhadap distribusi pendapatan, alokasi faktor produksi dan produksi nasional. Distribusi pendapatan disebut dengan equity effect, sedang efek terhadap alokasi faktor produksi dan produk nasional disebut efficiency effect dan Output effect.


(32)

Penjelasannya sebagai berikut:

1. Pengaruh terhadap pendapatan (equity effect)

Sifat dari equity effect tidak merata, ada yang dirugikan dan ada pula yang diuntungkan dengan adanya inflasi. Golongan yang dirugikan adalah mereka yang memperoleh pendapatan tetap per tahunnya, yang memupuk kekayaan dalam bentuk uang kas dan meminjamkan uang dengan bunga yang lebih rendah dari inflasi yang terjadi. Sedangkan golongan yang diuntungkan adalah yang memperoleh pendapatan dengan prosentase yang lebih besar dari laju inflasi yang terjadi, hal ini semua dengan asumsi bahwa out put nya tetap.

2. Pengaruh terhadap alokasi faktor produksi (efficiency effect)

Keadaan ini dapat terjadi melalui kenaikan permintaan terhadap berbagai barang yang dapat mengakibatkan perubahan produksi akan mempengaruhi pola alokasi dari faktor produksi yang sudah ada dan menjadi tidak efisiensi lagi.

3. Pengaruh inflasi produksi nasional (output effect)

Inflasi dapat mengakibatkan kenaikan produksi, sebab dengan timbulnya inflasi mengakibatkan kenaikan harga barang lebih besar dari tingkat upah, sehingga keuntungan yang diperoleh perusahaan akan naik yang mengakibatkan kenaikan produksi. namun apabila laju inflasi itu cukup tinggi dapat mengakibatkan sebaliknya. (Nopirin, 2000 : 181).


(33)

2.2.4. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)

Berdasarkan jenis–jenis investasi, maka dapat diketahui bahwa yang di maksud dengan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) merupakan investasi yang dilakukan oleh investor dalam negeri. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) ini lebih banyak di lakukan oleh pemerintah dengan motivasi untuk kesejahteraan rakyat banyak.

Penanaman modal dapat juga di artikan sebagai investasi. Kata investasi berasal dari bahasa Inggris yaitu investment. (Rosyidi, 1996 : 170).

Jenis–jenis investasi itu sendiri adalah :

1. Autonomous investment (investasi otonom) dan induce investment.

Autonomous investment adalah investasi yang besar kecilnya tidak dipengaruhi oleh pendapatan tetapi dapat berubah oleh karena adanya perubahan faktor tingkat teknologi, kebijaksanaan pemerintah dan harapan para pengusaha. Induce ivestment adalah investasi yang mempengaruhi pendapatan.

2. Public investment dan Private investment.

Public investment adalah investasi atau penanaman modal yang dilakukan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah tingkat satu dan seterusnya.


(34)

Private investment adalah investasi yang dilaksanakan oleh swasta.

3. Domestic investment dan foreign investment

Domestic investment adalah penanaman modal dalam negeri sedangkan foreign investment adalah penanaman modal asing.

4. Gross investment dan net investment.

Gross investment (investasi bruto) adalah total investasi yang diadakan atau dilaksanakan pada suatu ketika investasi bruto mencakup segala jenis investasi, baik yang autonomous maupun indused, baik yang private maupun yang public, seluruh investasi yang dilakukan di suatu negara atau daerah selama periode waktu tertentu. Net investment (investasi netto) adalah selisih antara investasi bruto dengan penyusutan.

Maka dapat diketahui bahwa yang di maksud dengan Penanaman Modal Dalam Negeri adalah investasi yang dilakukan oleh investor dalam negeri. Dalam Penanaman Modal negeri (PMDN) ini resiko kegagalan investasi di tanggung oleh investor dalam negeri. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) ini banyak dilakukan oleh pemerintah dengan motivasi untuk kesejahteraan rakyat banyak.


(35)

2.2.5. Nilai Industri

Perusahaan dapat bertindak sebagai perantara antara sumber faktor produksi dan konsumen, meliputi sarana, organisasi dan lembaga-lembaga yang secara langsung ataupun tidak langsung berhubungan dengan produksi dan distribusi barang serta jasa untuk memuaskan konsumen. Dalam arti luas, dunia usaha ini terdiri atas tiga bagian :

a. Tempat kerja untuk menjalankan kegiatan produktif seperti pabrik, pertambangan, hotel, toko atau ladang.

b. Perusahaan, yang memiliki satu tempat kerja atau lebih. c. Industri.

Dalam usaha untuk menanggulangi kesulitan dan masalah ekonomi guna mensukseskan program pemerintah dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara, maka sektor industri merupakan salah satu tulang punggung kejayaan negara.(Swastha,2003:10).

Pembangunan industri diarahkan untuk menuju kemandirian perekonomian nasional, meningkatkan kemampuan bersaing dan menaikkan bursa pasar dalam negeri dan luar negeri dengan selalu memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup. Pengertian industri pada hakekatnya mengandung arti perusahaan yang menjalankan kegiatan dalam bidang ekonomi yang tergolong dalam sektor sekunder. Kegiatan ini antara lain adalah pabrik tekstil, pabrik perakitan, atau pembuat mobil, pabrik pembuat rokok. (Sukirno, 1995:187).


(36)

Menurut Wignjoesoebroto (2003 : 2) industri bisa berarti sebagai suatu lokasi atau tempat dimana aktifitas produksi akan diselenggarakan.

Dari definisi di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa industri merupakan kegiatan ekonomi yang memproduksi atau menghasilkan barang dan jasa, sehingga dalam prosesnya dapat menyerap banyak tenaga kerja.

Istilah industri biasanya menimbulkan gambaran dalam pikiran akan adanya pabrik-pabrik, perusahaan-perusahaan yang mengolah bahan-bahan mentah menjadi barang jadi dengan menggunakan alat seperti mesin-mesin dan lain-lain, yang dilayani karyawan dengan kecakapan tertentu. Pengertian industri sering dihubungkan dengan adanya mekanisasi, teknologi, dan hal-hal lain yang datang dari negera yang sudah lebih maju.

Ada yang mengatakan bahwa industri adalah suatu usaha untuk mengejar keuntungan, prestasi, dan pendapatan yang besar. Usaha-usaha ini pada akhirnya membawa pertumbuhan ekonomi dan kenaikan produksi nasional bruto negara. Produksi nasional bruto merupakan alat statistik yang dipakai untuk mengukur pertumbuhan ekonomi, didefinisikan dalam satu tahun di sebuah negara tertentu.

Di dalam pembahasan ini yang di maksud dari nilai industri adalah seluruh sektor industri pengolahan (manufacturing), yakni sebagai salah satu sektor produksi atau lapangan usaha dalam perhitungan pendapatan nasional menurut pendekatan produksi.(Dumairy,1997:230).


(37)

Berdasarkan kepada lapangan usaha yang dijalankan, perusahaan– perusahaan yang ada dalam perekonomian dapat dibedakan menjadi 3 golongan : Industri primer, sekunder, dan tersier.

Industri primer adalah perusahaan–perusahaan yang mengolah kekayaan alam dan mengeksploitir faktor–faktor produksi yang disediakan oleh alam. Kegiatan pertambangan, menghasilkan barang pertanian, mengeksploitir hasil hutan dan menangkap ikan adalah kegiatan–kegiatan yang tergolong dalam industri primer.

Industri sekunder meliputi perusahaan yang menghasilkan barang industri (sepatu, baju, mobil, buku, dll), mendirikan perumahan dan bangunan, menyediakan air, listrik, dan gas.

Industri tertier adalah industri yang menghasilkan jasa–jasa, yaitu perusahaan yang menyediakan pengangkutan, menjalankan perdagangan, memberikan pinjaman, dan menyewakan bangunan. (Sukirno, 2003:38).

2.2.5.1. Macam–Macam Industri

Untuk mengetahui macam-macam industri ini dapat dilihat dari beberapa sudut pandang yaitu pengelompokan industri secara nasional dan dibagi 3 kelompok besar yaitu : 

1. Kelompok Industi Dasar yang dibagi dua bagian, antara lain : 

a. Kelompok industri mesin dan logam dasar, seperti besi, baja, dan   lain-lain


(38)

Kelompok ini mempunyai misi pertumbuhan ekonomi dan teknologi yang digunakan adalah teknologi maju dan teruji yang bersifat tidak padat karya.

2. Kelompok Industri Hilir 

Yaitu aneka industri dengan misi pertumbuhan ekonomi dan pemerataan dalam memperluas kesempatan kerja dan bersifat tidak padat modal. Sedangkan teknologi yang digunakan teknologi menengah dan teknologi maju. 

3. Kelompok Industri Kecil 

Yaitu kelompok industri dengan nilai pemerataan dan menggunakan teknologi sederhana serta bersifat padat karya. (Arsyad, 1999:366).

Menurut jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan menurut Biro Pusat Statistik dibedakan menjadi 4, yaitu:

1. Industri Besar, jika mempekerjakan 100 orang atau lebih dalam setiap industri.

2. Industri Sedang, jika mempekerjakan 20 orang sampai 99 orang dalam setiap industri.

3. Industri Kecil, jika mempekerjakan 5 sampai 19 orang dalam setiap industri.

4. Industri Rumah Tangga, jika mempekerjakan kurang dari 5 orang dalam setiap industri. (Dumairy, 1997:232).


(39)

Hubungan jumlah industri dengan PAD yaitu melalui pertimbangan– pertimbangan yang dilakukan oleh pemerintah untuk menerima masuknya PMA antara lain :

a. Bertujuan untuk memperoleh pendapatan Negara dalam bentuk penerimaan pajak

b. Memberikan perluasan kesempatan kerja kepada angkatan kerja disekitar daerah lokasi perusahaan.

Sedangkan dari PMDN yang didorong oleh pemerintah dimaksudkan untuk dapat memberikan kesempatan kerja yang seluas–seluasnya kepada sektor–sektor yang dikelola oleh pemerintah maupun swasta dan mengoptimalkan sumber daya yang ada agar dapat bermanfaat dan berguna. Dengan semakin berkembangnya usaha yang dilakukan maka akan banyak mengurangi pengangguran.

2.2.6. Nilai Pertanian

Dalam kebijakan pembangunan ekonomi nasional, pembangunan pertanian merupakan langkah awal dan mendasar bagi pertumbuhan industri. Para pakar membuat skenario, yaitu dengan sektor pertanian yang tangguh dapat ditunjang perkembangan industri yang kuat. Sebagian besar pakar ekonomi juga berpendapat bahwa keberhasilan sektor industri sangat tergantung pada keberhasilan pembangunan pertanian.

Pertanian dapat diartikan sebagai suatu ilmu yang mempelajari segala sesuatu tentang pertanian, baik mengenai subsektor tanaman pangan dan hortikultura, subsektor perkebunan, subsektor peternakan, maupun subsektor


(40)

perikanan. Semua ilmu ini dapat dikategorikan sebagai bagian dari ilmu pertanian, karena keberadaannya sangat berhubungan dan mempengaruhi perkembangan pertanian itu sendiri.(Daniel,2002:14).

Pertanian memegang peran penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini dapat di tunjukan dari banyaknya penduduk atau tenaga kerja yang hidup atau bekerja pada sektor pertanian atau dari produk nasional yang berasal dari pertanian. Sebagian besar hasil–hasil bidang pertanian rakyat adalah bahan makanan terutama beras untuk konsumsi sendiri, sedangkan hampir seluruh perkebunan yaitu ekspor. Pertanian dalam arti luas mencakup :

1. Pertanian rakyat atau disebut pertanian dalam arti sempit. 2. Perkebunan (perkebunan rakyat dan perkebunan besar) 3. Kehutanan

4. Peternakan

5. Perikanan (perikanan darat dan laut).

Arti sempit pertanian diartikan sebagai pertanian rakyat yaitu usaha pertanian keluarga dimana produksi bahan makanan utama seperti beras, pertanian, palawija (jagung, kacang–kacangan dan ubi–ubian) dan tanaman hortikultura yaitu sayur–sayuran dan buah–buahan.

Pembangunan pertanian diarahkan untuk meningkatkan produksi pertanian guna memenuhi kebutuhan pangan dan kebutuhan industri dalam negeri serta meningkatkan ekspor, meningkatkan pendapatan petani, memperluas kesempatan kerja, mendorong pemerataan kesempatan berusaha.


(41)

2.2.6.1. Ciri-ciri Umum Pertanian

Dari sudut pandang yang luas sesungguhnya sektor pertanian meliputi pertanian tanaman pangan, perkebunan, peternakan, kehutanan dan perikanan. Ciri sektor pertanian di Indonesia barangkali dapat dikategorikan berdasarkan ciri spesifik sektor pertanian dalam perkonomian Indonesia. Ciri ini antara lain :

1. Pertanian Indonesia merupakan pertanian tropis, dalam artian bahwa sepanjang tahun tanaman pertanian mendapatkan sinar matahari. Oleh karenanya iklim di Indonesia tidak mengenal iklim dingin atau musim dingin, musim gugur atau musim semi. Tipe iklim yang berbeda ini akan menentukan tipe tanaman yang diusahakan oleh petani-petani di Indonesia.

2. Pertanian di Indonesia hanya mengenal musim hujan dan musim kemarau. Biasanya musim hujan diawali pada September-Oktober dan diakhiri pada Maret-April. Di awal musim hujan biasanya petani mengusahakan tanaman padi, karena irigasinya tersedia dalam jumlah yang cukup. Sebaliknya di daerah yang irigasinya tidak tersedia dalam jumlah yang memadai, diusahakan tanaman palawija, seperti kedelai, jagung, atau lainnya.

3. Pertanian di Indonesia dicirikan oleh pengusahaannya dalam luas usaha yang relatif sempit, kurang dari satu hektar. Luas usaha yang demikian dicirikan oleh adanya tanaman bahan makanan. Sebaliknya di daerah yang usaha pertaniannya dilakukan dalam jumlah yang luas, maka disitu diusahakan tanaman perkebunan seperti kopi, karet, dan sebagainya.


(42)

4. Pertanian di Indonesia juga dicirikan oleh luasnya lahan kering dibandingkan dengan lahan sawah. Lahan kering dapat berupa tegalan, tanah dipegunungan atau padang alang-alang. Khususya di Indonesia bagian timur, persentase luas lahan kering malah lebih luas. Hal ini disebabkan karena kurangnya curah hujan di daerah itu.

5. Pertanian di Indonesia juga dicirikan oleh banyaknya penggunaan tenaga kerja manusia dan relatif sedikit penggunaan tenaga kerja mesin.

6. Pertanian di Indonesia juga dicirikan oleh kontribusinya yang relatif besar terhadap perekonomian di Indonesia. Situasi seperti ini yang mencirikan Indonesia sebagai negara agraris pada tahun-tahun yang lalu hingga sekarang. (Soekarwati, 1993: 96). 

 

2.3. Kerangka Pikir 

Skema Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi PAD di Kabupaten Pasuruan dalam Rangka Otonomi Daerah.

 

Inflasi (X1)

Sumber : Peneliti Pertanian (X4) Industri (X3) Tingkat konsumsi PMDN (X2) PAD (Y) Produksi barang dan

Jasa

Jumlah barang produksi

Barang olahan atau produksi


(43)

Kerangka pikir tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. PAD (Pendapatan Asli Daerah) adalah penerimaan yang berasal adri sumber-sumber pendapatan daerah yang terdiri dari pajak, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, dan pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan dan lain-lain PAD yang sah. (Bratakusumah, 2001:169).

2. Inflasi adalah kecenderungan dari harga–harga untuk naik secara umum dan terus–menerus. Kenaikan dari satu atau dua saja tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas yang mengakibatkan kenaikan sebagian dari harga barang–barang lain. (Boediono, 1999:162).

3. PMDN merupakan investasi yang dilakukan oleh investor dalam negeri. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) ini lebih banyak dilakukan oleh pemerintah dengan motivasi untuk kesejahteraan rakyat banyak. Untuk menambah pendapatan daerah dari produksi barang dan jasa yang dikelola meningkat maka secara otomatis pendapatan akan meningkat dan para investor akan semakin meningkat untuk menanamkan modalnya. (Rosyidi, 1996:170).

4. Pengertian industri pada hekekatnya mengandung arti perusahaan yang menjalankan kegiatan dalam bidang ekonomi yang tergolong dalam sektor sekunder, jika jumlah industri meningkat maka jumlah barang produksi untuk daerah dan untuk diekspor juga meningkat, dari hal ini maka jumlah ekspor yang dikenakan oleh pemerintah daerah juga


(44)

meningkat. Seiring dengan jumlah industri menurun maka jumlah produksi akan menurun. (Sukirno, 1995 : 187).

5. Pertanian merupakan motor penggerak dan juga penentu keberhasilan dalam upaya pembangunan. Semua subsektor yang termasuk kedalam pertanian sangat berkaitan dengan barang produksi yang dapat menunjang perkembangan industri, jika produksi atau barang olahan meningkat maka dari pertanian akan meningkat dan menambah pemasukan terhadap pendapatan daerah.(Moehar,2002:14).

2.6. Hipotesis

Hipotesis dapat diartikan sebagai jawaban sementara, pendapat yang harus di uji kebenarannya dan digunakan sebagai dasar pedoman atau pengarahan dari analisis penelitian sesuai dengan perumusan masalah, tujuan peneliti, landasan teori yang dikemukakan terdahulu, hipotesis tersebut dapat di tarik sebagai berikut

1. Diduga Faktor Inflasi, PMDN, Nilai Industri dan Nilai Pertanian, berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Pasuruan.

2. Diduga Inflasi yang paling dominan mempengaruhi Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Pasuruan.


(45)

3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Definisi operasional dan pengukuran variabel adalah suatu definisi yang diberikan kepada variabel dengan cara memberi arti atau spesifikasi kegiatan yang diperlukan untuk mengukur variabel tersebut. Definisi operasional dan pengukuran variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari :

a. Variabel Terikat (Dependent Variable)

1. Variabel terikat yaitu : PAD (Pendapatan Asli Daerah) atau pendapatan merupakan jumlah seluruh uang yang di terima oleh seseorang atau rumah tangga selama jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Satuan pengukuran yang digunakan adalah dalam rupiah (Rp).

b. Variabel Bebas (Independent Variable)

Merupakan variabel yang dapat mempengaruhi variabel terikat / variabel yang dapat berdiri sendiri yaitu :

1. X1 = Tingkat Inflasi

Inflasi adalah kecenderungan dari harga–harga untuk naik secara umum dan terus–menerus. satuan yang digunakan adalah satuan persentase (%).

2. X2 = Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)

Investasi swasta (PMDN) adalah kegiatan yang direncanakan dan dilaksanakan sepenuhnya oleh pihak swasta dalam negeri


(46)

di jawa timur dengan tujuan untuk mendapatkan kemanfaatan dan fasilitas dari pemerintah. Variabel ini dinyatakan dengan satuan juta rupiah (Rp).

3. X3 = Nilai Industri

Pengertian industri pada hekekatnya mengandung arti perusahaan yang menjalankan kegiatan dalam bidang ekonomi yang tergolong dalam sektor sekunder. Variabel ini dinyatakan dengan satuan juta rupiah (Rp).

4. X4 = Nilai Pertanian

Semua subsektor tanaman pangan dan hortikultura, subsektor perkebunan, peternakan, maupun subsektor perikanan. Semua ini dapat dikategorikan sebagai bagian dari ilmu pertanian. Variabel ini dinyatakan dengan satuan juta rupiah (Rp).

3.2. Teknik Penentuan Sampel

Sampel data yang akan digunakan adalah data berkala (time series data) dalam periode selama 10 tahun yaitu dari tahun 1998 – 2008.

3.3. Teknik Pengumpulan Data

a) Semua data yang dikumpulkan dalam penelitian ini didasarkan pada data sekunder yaitu data dikumpulkan dari lembaga atau instansi yang terkait. b) Sumber data diperoleh dari :


(47)

2) Kantor Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Pasuruan.

3) Kantor Badan Pusat Statistik Surabaya.

Dalam penelitian ini pengumpulan data yang diperlukan menggunakan cara sebagai berikut :

1. Studi Kepustakaan (Library Research)

Yaitu data yang diperoleh berdasarkan buku-buku / literatur sebagai bahan pustaka yang dapat menunjang masukan yang dibahas dalam penulisan skripsi ini.

2. Studi Lapangan (Field Rsearch)

Yaitu memperoleh data dan melakukan penelitian di lapangan untuk mendapatkan data yang diperoleh dalam penulisan skripsi ini yang dilakukan dengan cara :

Dokumentasi, yaitu meminta dan mengambil data berupa laporan-laporan, catatan-catatan, yang berhubungan dengan masalah-masalah yang dibahas.

3.4. Teknik Analisis Dan Uji Hipotesis 3.4.1. Teknik Analisis

Dalam analisis digunakan dua macam metode yaitu :

a) Analisis Kualitatif, merupakan analisis dengan menggunakan atau berdasarkan teori yang ada maka alternatif pemecahan terhadap permasalahan yang ada dapat diperoleh secara rasional dan logis.


(48)

b) Analisis Kuantitatif, merupakan analisis yang menggunakan beberapa alat perhitungan tabel statistik juga ekonometrika. Dalam hal ini untuk menganalisis data konkrit digunakan analisis regresi linear berganda.

Dalam menguji hipotesis pengaruh Inflasi, Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), Industri dan Pertanian terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD), maka dilakukan analisis dengan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Melakukan analisis regresi linier berganda untuk menentukan arah dan besarnya pengaruh Inflasi, Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), Industri dan Pertanian terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan menggunakan model matematika sebagai berikut : Y = F (X1, X2, X3, X4, ………, Xn)

(Supranto, 2001 : 25) Dimana :

Y = Pendapatan Asli Daerah (PAD) X1 = Inflasi

X2 = Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)

X3 = Nilai Industri

X4 = Nilai Pertanian

b. Bentuk dasar tersebut kemudian dapat ditentukan model yang lebih akurat, model tersebut adalah regresi berganda penerapan beberapa model baik linier maupun non linier.


(49)

Model-model tersebut adalah :

Regresi linier berganda dengan persamaan : Y = β0 + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + 

β

(Sulaiman, 2004 : 80) Dimana : Y = Pendapatan Asli Daerah (PAD)

X1 = Inflasi

X2 = Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)

X3 = Nilai Industri

X4 = Nilai Pertanian

β0 = Konstanta

1, β2,β3,β4 = Koefisien Regresi  = Variabel Pengganggu

c. Adapun untuk mengetahui apakah model analisis tersebut cukup layak untuk digunakan dalam pembuktian selanjutnya dan untuk mengetahui sampai sejauh mana variabel-variabel bebas mampu menjelaskan variabel terikat, maka perlu untuk mengetahui nilai R (Koefisien Determinasi) dengan menggunakan formula sebagai berikut :

Total JK

Regresi JK

R2

(Sulaiman, 2004 : 86) Dimana : R2 = Koefisien Determinasi


(50)

3.4.2. Uji Hipotesis

a. Melakukan uji F untuk melihat signifikan tidaknya pengaruh variabel-variabel bebas secara bersama-sama terhadap variabel-variabel terikat. Dengan langkah-langkah pengujian sebagai berikut :

1. Merumuskan Hipotesis

H0 : β1 = β2 = β3 = β4 = 0………tidak ada pengaruh

Hi : β1 ≠β2 ≠β3 ≠β4 ≠ 0 ………ada pengaruh

2. Menentukan Level of Signifikan () sebesar 5%

3. Menghitung nilai F untuk mengetahui hubungan secara simultan antar variabel bebas dan variabel bebas dan variabel terikat dengan rumus sebagai berikut :

Fhitung =

Galat KT

Regresi KT

(Sulaiman, 2004 : 87) Dimana : KT = Kuadrat Tengah

4. Membandingkan Fhitung dengan Ftabel dengan ketentuan sebagai

berikut :

Derajat bebas pembilang adalah k dan derajat bebas penyebut adalah (n-k-l) dengan convidence internal sebesar 90%

Keterangan : n = Jumlah Sampel


(51)

Apabila Fhitung > Ftabel, maka H0 ditolak dan Hi diterima. Artinya

Independent Variabel secara keseluruhan mempengaruhi Dependent Variabel.

Apabila Fhitung < Ftabel maka H0 diterima dan Hi ditolak. Artinya

tidak mempengaruhi.

Gambar 3. Kurva Distribusi Penolakan / Penerimaan Hipotesis Secara Simultan.

Sumber : Supranto, 2001, Ekonometrik, Buku Satu, FEUI, Jakarta hal.152.

Daerah Penerimaan H0

Fhitung  

Ftabel   

Daerah Penolakan H0

b. Melakukan uji t untuk menguji tingkat signifikan pengaruh beberapa variabel secara parsial.

Dengan menggunakan langkah-langkah : a. Merumuskan hipotesis

H0 : β1 = 0 ………tidak ada pengaruh

Hi : β1 ≠ 0 ………ada pengaruh


(52)

c. Menentukan besarnya thitung dengan menggunakan persamaan :

thitung =

) (β Se

β 1

1 ………(3.6)

(Sulaiman, 2004 : 87) Dengan keterangan : β1 = Koefisien Regresi

Se = Standar Error

Membandingkan thitung dengan ttabel dengan uji t dua arah. Dengan

ketentuan derajat kebebasan sebesar n – k – l, internal kepercayaan 95%, kaidah keputusannya adalah :

Bila thitung > ttabel, maka H0 ditolak Hi diterima, yang artinya ada

pengaruh variabel terikat.

Bila thitung < ttabel, maka H0 diterima Hi ditolak, yang artinya tidak

ada pengaruh variabel-variabel bebas dan variabel terikat.

Gambar 4. Kurva Distribusi Penolakan / Penerimaan Hipotesis Secara Parsial

Sumber : Supranto, 2001, Ekonometrik, Buku Satu, FEUI, Jakarta hal. 151.

Daerah Penerimaan H0

ttabel 

Daerah Penolakan H0

‐ttabel

Daerah Penolakan H0


(53)

3.4.3. Asumsi Klasik BLUE (Best Linier Unbiased Estimator)

Persamaan Regresi harus bersifat BLUE artinya pengambilan melalui uji F dan uji t tidak boleh bias. Tetapi untuk melaksanakan operasi regresi linier tersebut diperlukan asumsi yang harus dipenuhi :

a. Tidak terjadi autokorelasi b. Tidak terjadi heterokedastisitas c. Tidak terjadi multikolinieritas

Apabila salah satu dari ketiga asumsi tidak dipenuhi, maka persamaan regresi yang diperoleh tidak lagi bersifat BLUE (Best Linier Unbiased Estimator) sehingga berakibat pada hasil estimasi yang tidak efisien dan tidak konsisten, dengan nilai estimasi parameter regresi yang biasanya akan mengakibatkan upaya pengujian hipotesis menjadi tidak efisien sehingga penetapan kesimpulan analisis menjadi tidak obyektif.

Adapun sifat-sifat BLUE antara lain : 1. Best

Yaitu pentingnya sifat ini bila diterapkan dalam uji signifikan baku terhadap  dan β.

2. Linier

Yaitu sifat yang dibutuhkan untuk memindahkan dalam penaksiran. 3. Unbiased

Yaitu penaksiran parameter yang diperoleh dari data (sampel) yang besar kira-kira mendekati parameter yang sebenarnya.


(54)

4. Estimator

Yaitu  (kesalahan) diharapkan sekecil mungkin.

Penerapan asumsi klasik pada model regresi linier berganda tergantung ada tidaknya gangguan pada asumsi klasik tersebut.

Dalam pengujian BLUE (Best Linier Unbiased) ini dihindari penyimpangan yang bersifat sebagai berikut :

1. Autokorelasi

Autokorelasi didefinisikan sebagai korelasi yang terjadi antara anggota observasi yang terletak berderetan secara series dalam bentuk waktu (jika datanya time series) atau korelasi antara tempat yang berderet atau berdekatan kalau datanya cross sectional. (Gujarati, 1995 : 201).

Gambar 5. Daerah Uji Durbin Watson

Tidak ada Autokorelasi Positif dan Negatif Ada

Autokorelasi Positif

dL dU 4-dU 4-dL 4

Ada Autokorelasi

Positif Daerah

Keraguan Daerah

Keraguan


(55)

2. Multikolinieritas

Multikolinieritas adalah adanya hubungan yang sempurna antara semua atau beberapa variabel yang menjelaskan dari dalam model regresi yang dikemukakan. (Gujarati, 1995:157).

Untuk mendeteksi adanya multikolinieritas dapat dilihat dengan ciri-ciri :

1. Kolinieritas sering ditandai dengan nilai R2 yang tinggi.

2. Koefisien korelasi sederhananya tinggi.

3. Nilai Fhitung tinggi (signifikan). (Gujarati, 1995:166-167).

Untuk mengetahui ada tidaknya gejala multikolinieritas dapat dilakukan dengan menghitung Varience Inflation Factor (VIF). Apabila VIF lebih besar dari 10 (VIF > 10) maka terjadi multikolinieritas dan jika VIF kurang dari 10 (VIF < 10) maka tidak terjadi multikolinieritas.

3. Heterokedastisitas

Istilah Heterokedastisitas berarti variabel independentnya adalah tidak konstan (berbeda) untuk setiap nilai tertentu variabel independent.

Uji heterokedastisitas dengan menggunakan uji rank spearman, yaitu dengan cara mengambil nilai mutlak dengan mengasumsikan bahwa koefisien korelasi adalah nol. Jika hasil regresi menunjukkan nilai signifikan t > nilai , maka regresi linear terdapat heterokedastisitas. Nilai Residual Kuadrat adalah (Y observasi – Y


(56)

Prediksi)2. Selain itu pada scatter plot akan mengambil gambar yang memancar atau menyebar dan tidak hanya mengumpul pada suatu titik ataupun membentuk suatu pola tertentu apabila pada persamaan regresi terjadi heterokedastisitas. (Gujarati 1995:177).

   


(57)

4.1. Deskripsi Obyek Penelitian

4.1.1. Gambaran Umum Wilayah Pasuruan

Letak geografis wilayah Daerah Tingkat II Kabupaten pasuruan berada pada posisi sangat strategis yaitu jalur utama Surabaya-Malang atau antara 112 0 33’ 55” hingga 113 30’ 37” Bujur Timur dan antara 70 32’ 34” hingga 80 30’ 20” Lintang Selatan dengan batas-batas wilayah:

Utara : Kabupaten Sidoarjo dan Selat Madura Selatan : Kabupaten Malang

Timur : Kabupaten Probolinggo Barat : Kabupaten Mojokerto

Kabupaten Pasuruan pada umumnya beriklim tropis, yang terdiri dari daerah pegunungan berbukit dan daerah dataran rendah. Bagian selatan terdiri dari pegunungan dan perbukitan dengan ketinggian permukaan tanah antara 186 meter sampai 2.700 meter yang membentang mulai dari wilayah kecamatan Tutur, Purwodadi and Prigen. Bagian tengah dari dataran rendah yang berbukit pada umumnya relative subur. Bagian utara terdiri dari dataran rendah pantai yang tanahnya kurang subur dengan ketinggian permukaan tanah 2 meter sampai 8 meter, daerah ini membentang dari timur yakni wilayah kecamatan Nguling ke arah Barat yakni kecamatan Lekok, Rejoso, kraton dan Bangil.


(58)

4.1.2. Keadaan Penduduk

Berdasarkan hasil regristrasi penduduk Kabupaten Pasuruan relative besar tercatat 1.454.521 jiwa terdiri dari 725.484 jiwa dan perempuan 729.037 jiwa (data akhir tahun 2005 BPS Kabupaten Pasuruan) dengan kepadatan penduduk sebagian besar suku bunga jawa,suku madura, Suku tengger dan keturunan asing antara lain : Cina, Arab, India. Agama yang dianut Islam, Kristen Protestan, Khatolik, Budha dan Hindu.

Kondisi menurut mata pencaharian terdiri dari Pertanian (33,98%), Industri Pengolahan (24,69%), Listrik, Gas, dan Air (0,41%), Perdagangan, Hotel, dan Restoran (17,79%), pertambangan dan Galian (0,38%). Data akhir tahun 2005 berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional.

Upaya yang dilakukan pemerintah Kabupaten Pasuruan untuk meningkatkan peertumbuhan ekonomi dan meningkatkan pendapatn asli daerah (PAD) antara lain : Memperhatikan kondisi an potensi perdagangan juga memperbaiki sarana dan prasarana perdagangan dalam rangka menunjang :

1. Menciptakan iklim yang kondusif dengan terciptanya stabilitas daerah dan kemudahan berinfestasi.

2. Pemberdayaan pengusaha kecil, menengah dan koperasi melalui pemberian kemudahan dalam mengembangkan usaha, pemberian kredit dan permodalan. Dari kinerja pembangunan ekonomi daerah tingkat


(59)

pertumbuhan ekonomi kabupaten Pasuruan mencapai 4,57% (berdasarkan perhitungan angka tahun 2004).

Salah satu upaya kabupaten Pasuruan didalam menciptakan iklim usaha yang sehat dan guna menarik investasi adalah dengan terdirinya kawasan industri PT. Pasaruan Industrian Estate Rembang (PIER) di kecamatan Rembang seluas +/- 550 Ha yang dilengkapi juga dengan kawasan berikat sampai saat ini luas areal yang sudah dimanfaatkan +/- 200 Ha (360%) dengan jumlah perusahaan pasilitas yang tersedia di kawasan industri PIER cukup lengkap antara lain bangunan pabrik siap pakai / siap bangun telepon 2000 SST listrik 110 MW intalasi pengolahan air limbah, pemadam kebakaran, keamanan air bersih dan tempat penampungan sampah sementara di kabupaten Pasuruan terdapat sekitar 26 perusahaan yang berstatus kawasan berikat.

4.2. Deskripsi Hasil Penelitian

Deskripsi hasil penelitian ini memberikan gambaran tentang data- data serta perkembangan Pendapatan Asli Daerah sehingga dapat mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi terhadap perkembangan Pendapatan Asli Daerah, Inflasi, Penanaman Modal Dalam Negeri, Nilai Industri dan Nilai Pertanian.


(60)

4.2.1. Perkembangan Pendapatan Asli Daerah

Perkembangan Pendapatan Asli Daerah dapat disajikan dalam tabel di bawah ini :

Tabel.1. Perkembangan Pendapatan Asli Daerah Tahun 1998-2008 Tahun Pendapatan Asli Daerah (Rp) Perkembangan (%)

1998 47.241.356.215,85 -

1999 59.986.241.538,25 26,97

2000 60.538.964.262,37 0,92

2001 57.638.721.816,46 - 4,79

2002 61.478.524.296,32 6,66

2003 62.958.118.139,25 2,40

2004 61.382.591.676,03 - 2,50

2005 64.648.370.888,03 5,32

2006 64.654.287.353,37 0,009

2007 72.623.115.684,83 12,32

2008 80.187.520.999,22 10,41

Sumber : Badan Pusat Statistik Jawa Timur( diolah )

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa perkembangan Pendapatan Asli Daerah selama 11 tahun ( 1998-2008) cenderung mengalami fluktuasi. Perkembangan tertinggi Pendapatan Asli Daerah adalah pada tahun 1999 sebesar 26,97 % hal ini disebabkan pada tahun 1999 sudah mulai pulihnya perekonomian dimana pada tahun 1998 terjadi krisis ekonomi yang melanda Indonesia dan perkembangan terendah adalah pada tahun 2001 sebesar -4,79 % hal ini disebabkan pada tahun 2001 terjadi kenaikan harga minyak minyak dunia sehingga mempengaruhi harga BBM didalam negeri juga ikut naik. Pendapatan Asli Daerah tertinggi terjadi pada tahun 2008 sebesar Rp. 80.187.520.999,22 dan Pendapatan Asli Daerah terendah pada tahun 1998 sebesar Rp. 47.241.356.215,85.


(61)

4.2.2. Perkembangan Tingkat Inflasi

Berdasarkan tabel 2 dapat dijelaskan bahwa perkembangan inflasi setiap tahunnya mengalami fluktuatif yang tidak tentu besarnya. Perkembangan Inflasi, yang tertinggi terjadi pada tahun 2001 sebesar 4,68 % ini dikarenakan pada umumnya kenaikan Inflasi terjadi dari kenaikan harga barang–barang yang tidak dikendalikan Pemerintah dan adanya kenaikan harga BBM. tetapi pada tahun 1999 terjadi perkembangan terendah sebesar -67,94 %. Hal ini bisa dilihat dari nilai Inflasi di tahun 1998 sebesar 77,21 % menjadi 0,17 % atau turun sebesar -67,94 %.

Tabel.2. Perkembangan Tingkat Inflasi Tahun 1998-2008

Tahun Tingkat Inflasi (%) Perkembangan ( % )

1998 77,21 -

1999 9,27 -67,94

2000 9,44 0,17

2001 11,55 2,11

2002 9,48 -2,07

2003 5,29 -4,19

2004 6,63 1,34

2005 11,31 4,68

2006 10,53 -0,78

2007 7,14 -3,39

2008 9,25 2,11

Sumber : Badan Pusat Statistik Jawa Timur ( diolah )

4.2.3. Perkembangan Penyerapan Penanaman Modal Dalam Negeri Perkembangan Penyerapan Penanaman Modal Dalam Negeri dapat disajikan dalam tabel di bawah ini :


(62)

Tabel.3. Perkembangan Penanaman Modal Dalam Negeri Tahun 1998-2008

Tahun Penanaman Modal Dalam Negeri ( Juta Rupiah )

Perkembangan ( % )

1998 125.289 -

1999 65.785 - 47,49

2000 260.238 2,955

2001 12.232 20,95

2002 51.792 - 32,36

2003 60.972 17,72

2004 1.604.183 2531,01

2005 527.428 - 67,12

2006 170.450 - 67,68

2007 160.147 - 6,04

2008 1.075.839 571,78

Sumber : Badan Pusat Statistik Jawa Timur ( diolah )

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa perkembangan Penanaman Modal Dalam Negeri selama 11 tahun ( 1998-2008 ) cenderung mengalami fluktuasi. Perkembangan tertinggi Penanaman Modal Dalam Negeri adalah pada tahun 2004 sebesar 2531,01 % hal ini disebabkan pada tahun 2004 pemerintah mengeluarkan kebijakan UMKM sehingga memudahkan pengusaha untuk memudahkan investasi. dan perkembangan terendah adalah pada tahun 2001 sebesar -104,70 % hal ini dikarenakan pada umumnya kenaikan Inflasi terjadi dari kenaikan harga barang – barang yang tidak dikendalikan Pemerintah dan adanya kenaikan harga BBM. Penanaman Modal Dalam Negeri tertinggi terjadi pada tahun 2004 sebesar Rp.1.604.183 dan Penanaman Modal Dalam Negeri terendah pada tahun 2001 sebesar Rp.-12.232.


(63)

4.2.4. Perkembangan Sektor Industri

Berdasarkan tabel 4 dapat dijelaskan bahwa perkembangan Industri setiap tahunnya mengalami naik turun yang tidak tentu besarnya. Hal ini dapat dilihat pada tabel 4 yang menjelaskan bahwa pada tahun 1998 sampai 2008, Perkembangan terbesar Industri pada tahun 2005 sebesar 27,72 % hal ini dikarenakan sudah berjalannya kebijakan pemerintah yakni PNPM dan UMKM dan terendah sebesar 7,97 % terjadi pada tahun 2000, Industri tertinggi pada tahun 2008 sebesar Rp. 3927558,13 juta dan Industri yang terendah yaitu pada tahun 1998 sebanyak Rp. 972541,34 juta.

Tabel.4. Perkembangan Industri Tahun 1998-2008

Tahun Sektor Industri (Juta Rp ) Perkembangan ( % )

1998 972.541,34 -

1999 1.085.742,87 11,63

2000 1.172.346,94 7,97

2001 1.351.165,84 15,25

2002 1.527.053,34 13,01

2003 1.691.820,17 10,78

2004 1.943.806,22 14,89

2005 2.482.733,79 27,72

2006 2.943.554,14 18,56

2007 3.412.360,56 15,92

2008 3.927.558,13 15,09

Sumber : Badan Pusat Statistik Jawa Timur( diolah )

4.2.5. Perkembangan Sektor Pertanian

Berdasarkan tabel 5 dapat dijelaskan bahwa perkembangan Sektor Pertanian setiap tahunnya mengalami naik turun yang tidak tentu besarnya. Hal ini dapat dilihat pada tabel 5 yang menjelaskan bahwa pada tahun 1998


(64)

sampai 2008, Perkembangan terbesar Sektor Pertanian pada tahun 2005 sebesar 29,86 % dikarenakan banyak pembinaan terhadap para pelaku UKM ( usaha mikro dan kecil ) dan PMPN yang berupa pendampingan dan pembinaan manajemen usaha dan terendah sebesar -28,67 % terjadi pada tahun 2000, Sektor Pertanian tertinggi pada tahun 2008 sebesar Rp. 2.957.829 juta dan Sektor Pertanian yang terendah yaitu pada tahun 2000 sebanyak Rp. 1.105.211 juta.

Tabel.5. Perkembangan Sektor Pertanian Tahun 1998-2008 Tahun Sektor Pertanian (Juta Rp ) Perkembangan ( % )

1998 1.403.037

1999 1.549.570 10,44

2000 1.105.211 - 28,67

2001 1.248.214 12,93

2002 1.399.244 12,09

2003 1.498.603 7,10

2004 1.606.358 7,19

2005 2.086.090 29,86

2006 2.412.492 15,64

2007 2.648.128 9,76

2008 2.957.829 11,69

Sumber : Badan Pusat Statistik Jawa Timur( diolah )

4.3. Analisis Dan Pengujian Hipotesis

Dalam analisis ini digunakan analisis regresi linier berganda dan untuk mengolah data yang ada diguanakan alat bantu komputer dengan program SPSS (Statistic Program For Social Science) versi 13.0.


(65)

Berdasarkan hasil analisis diperoleh persamaan regresi linier berganda sebagai berikut :

Y = 51123294002 - 159886375,7 X1 + 349,099 X2 + 4445,070 X3

+ 2827,511 X4

Berdasarkan persamaan tersebut di atas, maka dapat dijelaskan melalui penjelasan sebagai berikut:

βo = nilai konstanta sebesar 51123294002 menunjukkan bahwa apabila faktor Inflasi (X1), Penanaman Modal Dalam Negeri (X2), Industri

(X3),dan Pertanian (X4) konstan maka Pendapatan Asli Daerah naik

sebesar Rp. 51.123.294.002.

β1 = 159886375,7. menunjukkan bahwa faktor Inflasi (X1) berpengaruh

negatif, dapat diartikan apabila Inflasi mengalami penurunan satu persen maka Pendapatan Asli Daerah akan naik sebesar Rp.159.886.375,7 dengan asumsi X2, X3 dan X4 Konstan.

β2 = 349,099 menunjukkan bahwa faktor Penanaman Modal Dalam

Negeri (X2) berpengaruh positif, dapat diartikan apabila ada

kenaikan Penanaman Modal Dalam Negeri satu juta rupiah maka Pendapatan Asli Daerah akan mengalami kenaikan sebesar Rp. 349,099 dengan asumsi X1, X3 dan X4 Konstan.

β3 = 4445,070 menunjukkan bahwa faktor Industri (X3) berpengaruh


(66)

rupiah maka Pendapatan Asli Daerah akan mengalami peningkatan sebesar Rp.4445,070 dengan asumsi X1, X2 dan X4 Konstan .

β4 = 2827,511 menunjukkan bahwa faktor Pertanian (X4) berpengaruh

positif, dapat di artikan apabila setiap ada kenaikan Pertanian satu juta rupiah maka Pendapatan Asli Daerah akan mengalami kenaikan sebesar Rp. 2827.511 dengan asumsi X1, X2 dan X3 Konstan.

4.3.1 Uji Hipotesis Secara Simultan

Untuk mengetahui pengaruh secara simultan antara variabel bebas terhadap variabel terikat digunakan uji F dengan langkah – langkah sebagai berikut :

Tabel 6 Analisis Varian (ANOVA) Sumber

Varian

Jumlah Kuadrat Df Kuadrat Tengah

F hitung F tabel

Regresi 6E+020 4 1,579E+020 15,209 4,53

Sisa 6E+019 6 1,038E+019

Total 7E+020 10

Sumber: Lampiran 3 dan 6

1. Untuk menguji pengaruh secara simultan (serempak) digunakan uji F dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Ho : 1 = 2 = 3 = 4 = 0

Secara keseluruhan variabel bebas tidak ada pengaruh terhadap variabel terikat.


(67)

Secara keseluruhan variabel bebas ada pengaruh terhadap variabel terikat. b.  = 0,05 dengan df pembilang = 4

df penyebut = 6 c. F tabel ( = 0,05) = 4,53

d. F hitung = Rata - rata kuadrat regresi

Rata - rata kuadrat sisa 1,579E+020

= --- = 15,209 1,038E+019

e). Daerah pengujian

Gambar 6.

Distribusi Kriteria Penerimaan/Penolakan Hipotesis Secara Simultan atau Keseluruhan

Daerah Penerimaan H0

Daerah Penolakan H0

4,53 15,209

Ho diterima apabila F hitung ≤ 4,53 Ho ditolak apabila F hitung > 4,53

f) . Kesimpulan

Oleh karena F hitung = 15,209 > F tabel = 4,53 maka Ho ditolak dan Ha diterima, yang berarti bahwa secara keseluruhan faktor–faktor variable bebas yaitu Inflasi (X1), Penanaman Modal Dalam Negeri (X2), Industri


(68)

(X3),dan Pertanian (X4), berpengaruh secara simultan dan

nyata terhadap Pendapatan Asli Daerah (Y).

4.3.2. Uji Hipotesis Secara Parsial

Analisis ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh antara variabel bebas Inflasi (X1), Penanaman Modal Dalam Negeri (X2), Nilai Industri

(X3),dan Nilai Pertanian (X4). Hasil penghitungan tersebut dapat dilihat

dalam analisis sebagai berikut :

Tabel 7 : Hasil Analisis Variabel Inflasi (X1), Penanaman Modal Dalam Negeri (X2), Industri (X3),dan Pertanian (X4) terhadap

Pendapatan Asli Daerah.

Variabel Koefisien Regresi t hitung t table r2 Parsial Inflasi (X1) -159886375,7 -2,576 2,447 0,525 Penanaman Modal

Dalam Negeri (X2) 349,099 0,157 2,447 0,0040 Industri (X3) 4445,070 0,878 2,447 0,113

Pertanian(X4) 2827,511 0,366 2,447 0,021

Variabel terikat : Pendapatan Asli Daerah Konstanta : 51123294002

Koefisien Korelasi ( R ) : 0,954 R2 : 0,910 Sumber: Lampiran 3 dan 6

Selanjutnya untuk melihat ada tidaknya pengaruh masing-masing variabel terhadap variable terikatnya, dapat dianalisa melalui uji t dengan ketentuan sebagai berikut :


(69)

a) Pengaruh secara parsial antara Inflasi (X1) terhadap Pendapatan Asli Daerah (Y)

Langkah-langkah pengujian :

i. Ho : 1 = 0 (tidak ada pengaruh)

Hi : 1  0 (ada pengaruh)

ii.  = 0,05 dengan df = 6 iii. t hitung =

) (β Se

β 1

1 = -2,576

iv. level of significani = 0,05/2 (0,025) berarti t tabel sebesar 2,447

v. pengujian

Gambar 7.

Kurva Distribusi Hasil Analisis secara Parsial Faktor Inflasi (X1) terhadap Pendapatan Asli Daerah (Y)

2,447 -2,447

Daerah Penerimaan Ho

Daerah Penolakan Ho Daerah Penolakan Ho

-2,576

Sumber : lampiran 3

Berdasarkan pehitungan diperoleh t-hitung sebesar -2,576 > t-tabel sebesar -2,447 Ho ditolak, pada level signifikan 5 %, sehingga secara parsial Faktor Inflasi (X1) berpengaruh secara nyata dan negatif terhadap

Pendapatan Asli Daerah (Y). Hal ini didukung juga dengan nilai signifikansi dari Inflasi (X1) sebesar 0,042 yang lebih kecil dari 0.05.


(70)

Nilai r2 parsial untuk variabel Inflasi sebesar 0,525 yang artinya bahwa Inflasi (X1) secara parsial mampu menjelaskan variabel terikat

Pendapatan Asli Daerah (Y) sebesar 52,5 %, sedangkan sisanya 47,5 % tidak mampu dijelaskan oleh variabel tersebut.

b) Pengaruh secara parsial antara Penanaman Modal Dalam Negeri (X2) terhadap Pendapatan Asli Daerah (Y)

Langkah-langkah pengujian :

i. Ho : 2 = 0 (tidak ada pengaruh)

Hi : 2  0 (ada pengaruh)

ii.  = 0,05 dengan df = 6 iii. t hitung =

) (β Se

β 2

2 = 0,157

iv. level of significani = 0,05/2 (0,025) berarti t tabel sebesar 2,447

v. pengujian

Gambar 8.

Kurva Distribusi Hasil Analisis secara Parsial faktor Penanaman Modal Dalam Negeri (X2) terhadap Pendapatan Asli

Daerah (Y)

Daerah Penerimaan Ho

Daerah Penolakan Ho Daerah Penolakan Ho

0,157 2,447 -2,288


(71)

Berdasarkan pehitungan diperoleh t-hitung sebesar 0,157 < t tabel sebesar 2,447 maka Ho diterima dan Ha di tolak, pada level signifikan 5 %, sehingga secara parsial Faktor Penanaman Modal Dalam Negeri (X2)

tidak berpengaruh secara nyata positif terhadap Pendapatan Asli Daerah (Y). hal ini didukung juga dengan nilai signifikansi dari Penanaman Modal Dalam Negeri (X2) sebesar 0,880 yang lebih besar dari 0.05.

Nilai r2 parsial untuk variabel Penanaman Modal Dalam Negeri sebesar 0,0040 yang artinya bahwa Penanaman Modal Dalam Negeri (X2)

secara parsial mampu menjelaskan variabel terikat Pendapatan Asli Daerah(Y) sebesar 0,40 %, sedangkan sisanya 99,60 % tidak mampu dijelaskan oleh variabel tersebut.

c) Pengaruh secara parsial antara Industri (X3) terhadap Pendapatan Asli Daerah (Y)

Langkah-langkah pengujian :

i. Ho : 3 = 0 (tidak ada pengaruh)

Hi : 3  0 (ada pengaruh)

ii.  = 0,05 dengan df = 6 iii. t hitung =

) (β Se

β 3

3 = 0,878

iv. level of significani = 0,05/2 (0,025) berarti t tabel sebesar 2,447


(72)

Gambar 9.

Kurva Distribusi Hasil Analisis secara Parsial Industri (X3) terhadap Pendapatan Asli Daerah (Y)

2,447

0,878

- 2,447

Daerah Penerimaan Ho Daerah Penolakan

Ho

Daerah Penolakan

Ho

Sumber : Lampiran 3

Berdasarkan pehitungan diperoleh t-hitung sebesar 0,878 < t tabel sebesar 2,447 maka Ho diterima dan Ha ditolak, pada level signifikan 5 %, sehingga secara parsial Faktor Industri (X3) tidak berpengaruh secara nyata

positif terhadap Pendapatan Asli Daerah (Y). hal ini didukung juga dengan nilai signifikansi dari Industri (X3) sebesar 0,414 yang lebih besar dari 0.05.

Nilai r2 parsial untuk variabel Industri sebesar 0,113 yang artinya Industri (X3) secara parsial mampu menjelaskan variabel terikat Pendapatan

Asli Daerah (Y) sebesar 11,3 %, sedangkan sisanya 88,7 % tidak mampu dijelaskan oleh variabel tersebut.

d) Pengaruh secara parsial antara Pertanian (X4) terhadap Pendapatan Asli Daerah (Y)

Langkah-langkah pengujian :

vi. Ho : 4 = 0 (tidak ada pengaruh)

Hi : 4  0 (ada pengaruh)


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis yang telah diuraikan pada bab IV, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Setelah dilakukan uji statistik untuk mengetahui pengaruh secara simultan antara variabel bebas Inflasi (X1), Penanaman Modal Dalam

Negeri (X2), Nilai Industri (X3) dan Nilai Pertanian (X4) terhadap

variabel terikatnya Pendapatan Asli Daerah (Y) diperoleh F hitung =15,209 > F tabel = 4,53 maka Ho ditolak dan Hi diterima, yang berati bahwa secara keseluruhan faktor-faktor variabel bebas berpengaruh secara simultan dan nyata terhadap Pendapatan Asli Daerah.

2. Pengujian secara parsial atau individu Inflasi (X1) terhadap Pendapatan

Asli Daerah (Y). Diketahui hasil perhitungan secara parsial diperoleh t hitung = -2,576 > t tabel = 2,447, maka Ho ditolak dan Hi diterima pada level signifikan 5% sehingga secara parsial Inflasi (X1) berpengaruh

secara nyata dan negatif terhadap Pendapatan Asli Daerah (Y). Hal ini disebabkan karena dengan turunnya inflasi maka harga barang–barang dan jasa akan turun yang mengakibatkan daya beli masyarakat meningkat karena secara riil pendapatan masyarakat akan meningkat, sehingga permintaan barang dan jasa meningkat yang akan


(2)

71

mengakibatkan investasi yang lebih besar dan Pendapatan Asli Daerah juga akan meningkat.

3. Pengujian secara parsial atau individu Penanaman Modal Dalam Negeri (X2) terhadap Pendapatan Asli Daerah (Y). Diketahui hasil perhitungan

secara parsial diperoleh t hitung = 0,157 < t tabel = 2,447, maka Ho diterima dan Hi ditolak, pada level signifikan 5% sehingga secara parsial Penanaman Modal Dalam Negeri (X2) tidak berpengaruh secara nyata

positif terhadap Pendapatan Asli Daerah (Y). Hal ini disebabkan karena belum adanya modal untuk mendirikan maupun memperluas usaha dan masih tingginya pinjaman kredit yang ditawarkan pihak bank dan masih kurangnya fasilitas terselenggaranya lingkungan usaha ekonomi yang efesien, sehat dalam persaingan, dan non diskriminatif bagi kelangsungan perkembangan, sehingga dapat mengurangi beban administratife dan hambatan usaha.

4. Pengujian secara parsial atau individu Industri (X3) terhadap Pendapatan

Asli Daerah (Y). Diketahui hasil perhitungan secara parsial diperoleh t hitung = 0,878 < t tabel = 2,447, maka Ho diterima dan Hi ditolak pada level signifikan 5% sehingga secara parsial Nilai Industri (X3) tidak

berpengaruh secara nyata positif terhadap Pendapatan Asli Daerah (Y). Hal ini disebabakan karena kurangnya skala usaha dan mutu pelayanan perijinan /pendirian usaha dimana belum dimulainya pelayanan perijinan satu atap ( one stop sevice ) sehingga mengakibatkan banyak para usaha


(3)

yang enggan meneruskan dan mengembangkan usahanya sehingga banyak menghandalkan jasa perantara dalam urusan perijinan

5. Pengujian secara parsial atau individu Pertanian (X4) terhadap

Pendapatan Asli Daerah (Y). Diketahui hasil perhitungan secara parsial diperoleh t hitung = 0,366 < t tabel 2,447, maka Ho diterima dan Hi ditolak pada level signifikan 5 % sehingga secara parsial Pertanian (X4)

tidak berpengaruh secara nyata terhadap Pendapatan Asli Daerah (Y). Hal ini disebabkan karena belum banyak pembinaan terhadap para pelaku UKM ( usaha mikro dan kecil ) yang berupa pendampingan dan pembinaan manajemen usaha, belum banyaknya sarana promosi, jaringan pemasaran baik industri kecil dan menengah sehingga produksi barang olahan belum mampu meningkatkan Pendapatan Asli Daerah.

5.2. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka berikut ini diketahui beberapa saran sebagai bahan pertimbangan sebagai berikut :

1. Pemerintah daerah maupun pemerintah pusat hendaknya memberikan proses perizinan yang tidak lama agar lebih banyak lagi Investor maupun pengusaha untuk menanamkan modalnya sehingga penerimaan pajak selalu meningkat.


(4)

73

2. Diharapkan adanya perluasan akses kredit kepada pengusaha kecil dengan cara mensosialisasikan kredit terutama kredit modal kerja pada sektor usaha kecil yang nantinya akan menambah modal kerja para pengusaha kecil.


(5)

______, 2010, Undang-Undang Pendapatan Asli Daerah, Google.com

Arsyad, Anwar M, 1999, Prospek Ekonomi Indonesia Jangka Pendek Dan

Sumber Pembiayaan Pembangunan, Penerbit Gramedia Pustaka

Utama, Yogyakarta.

Boediono, 1993, Ilmu Ekonomi, Edisi Ketiga, Penerbit BPFE, Yogyakarta. Bratakusumah, Deddy Supriady dan Dadang Solihin, 2001, Otonomi

Penyelenggaraan Pemerintah Daerah, Gramedia Pustaka Utama,

Jakarta.

Daniel, Moehar. Ir, M.S., 2002, Pengantar Ekonomi Pertanian, Sinar Grafika Offset

Dumairy, 1997, Perekonomian Indonesia, Penerbit Erlangga, Yogyakarta.

Dwijowijoto, Riant Nugraha, 2001, Desentralisasi Tanpa Revolusi, Elex Media Komputindo, Jakarta.

Gujarati,1995, Ekonometrika Dasar, Terjemahan Zain Sumarmo, Penerbit Erlangga Jakarta.

Nopirin, 2000, Ekonomi Moneter, Edisi Kesatu, BPFE, Yogyakarta.

Rosyidi, Suherman, 1991, Pengantar Teori Ekonomi Pendekatan Kepada Teori

Ekonomi Mikro dan Makro, Penerbit PT Raja Grafindo Persada,

Jakarta.

Samuelson, Paul. A, dan Nordhaus, William, 1992. Mikro Ekonomi, Edisi

Keenam, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Saragih, Panglima, 2003, Desentralisasi Fiskal Dan Keuangan Daerah Dalam

Otonomi, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta.

Sofwani, 2008, Jurnal Faktor-faktor Yang mempengaruhi Pendapatan Asli

Daerah di Kabupaten Muara Enim, Jurnal Penelitian Ilmu Ekonomi

Sukirno, Sadono, 1994, Pengantar Teori Mikro Ekonomi, Raja Grafindo, Jakarta.


(6)

Sulaiman, Wahid, 2004. Analisis Regresi Menggunakan SPSS, Penerbit Andi, Yogyakarta.

Supranto, 2001, Ekonometrik, Buku Satu, FEUI, Jakarta.

Wignjoesoebroto, Sritomo, 2003, Pengantar Teknik Dan Manajemen Industri, Penerbit Guna Widya, Surabaya.