1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Sebagaimana diungkapkan dalam Rencana Tindak Reformasi Birokrasi Derektorat Aparatur Negara Tahun 2004 bahwa birokrasi, dunia usaha dan
masyarakat merupakan tiga pilar utama yang saling mempengaruhi dalam mewujudkan pemerintahan yang baik. Birokrasi merupakan sistem pemerintahan
yang dijalankan oleh pegawai pemerintah yang terikat pada peraturan dan kompetensi jabatan yang berperan dalam pelaksanaan pelayanan publik.
Menurut Mustopadidjaja, dkk dalam Kajian Rencana Tindak Reformasi Birokrasi 2004 : 5 “eksistensi birokrasi yang dapat diandalkan diharapkan dapat
memiliki implikasi pada peluang yang lebih besar dalam mengemban misi perjuangan bangsa mencapai tujuan bernegara sesuai dengan amanat UUD 1945,
yaitu memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan mewujudkan keadilan sosial”.
Pelayanan publik merupakan bentuk pelayanan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah baik tingkat pusat, daerah, dan BUMND baik dalam bentuk
barang publik atau jasa publik dalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Namun demikian, saat
ini di negara kita secara umum pelayanan publik belum dilaksanakan dengan maksimal. Hampir setiap hari kita dapat mendengar berita tentang keluhan
masyarakat tentang buruknya kualitas pelaksanaan pelayanan publik, mulai dari
Universitas Sumatera Utara
2 urusan perijinan, kesehatan, pendidikan, transportasi, kemaanan, ketersediaan air
bersih dan listrik, penyelesaian kasus hukum di pengadilan, pembayaran dan pelaporan pajak, masalah pengadaan barang dan jasa instansi pemerintah,
kecurangan dalam penerimaan PNS, dan berbagai masalah lainnya terkait dengan pelayanan publik.
Ketidakmaksimalan pelayanan publik berkaitan dengan rendahnya kualitas produk pelayanan publik yang diberikan serta tingginya tingkat penyalahgunaan
kewenangan berupa tindak korupsi, kolusi, dan nepotisme KKN. Pada umumnya, awalnya aparat pemerintah melakukan KKN karena tingkat
penghasilan yang tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup yang semakin tinggi, namun tidak jarang alasan tersebut tumbuh dan berlanjut menjadi
kebiasaan dari beberapa kelompok aparat pemerintah. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan pula, bahwa memang ada beberapa oknum aparat yang melakukan
praktek KKN karena sifat alami mereka yang serakah dan rendahnya moral oknum tersebut serta adanya godaan dari masyarakat pengguna layanan.
Dengan demikian, beberapa oknum aparat pemerintah terjebak dengan tingkat penghasilan yang relatif rendah yang disertai mental dan perilaku yang
korup. Sementara di sisi lain, beberapa masyarakat pengguna layanan juga belum sepenuhnya mau melaksanakan semua kewajibannya secara benar dan belum
memiliki semangat untuk mendahulukan yang lebih berhak, sehingga karena besarnya keinginan untuk didahulukan dalam memperoleh pelayanan secepat
mungkin maka mereka mengesampingkan prosedur dan aturan yang ada.
Universitas Sumatera Utara
3 Pada table 1.1 dapat kita lihat data Indeks Persepsi Korupsi Indonesia mulai
tahun 2009 sampai tahun 2012 yang dirilis oleh Transparency International. Data tersebut menunjukkan bahwa masalah korupsi yang terjadi di Indonesia masih
sangat memprihatinkan dan butuh perhatian yang serius untuk menyelesaikannya. Indeks Persepsi Korupsi Indonesia lebih mendekati skala 0 sangat korup dan
masih berada di peringkat seratusan secara internasional.
Tabel 1.1. Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Tahun 2009-2012 Tahun
Peringkat Internasional Indeks Persepsi Korupsi
2012 121 dari 176 negara
32 skala 0-100 2011
105 dari 183 negara 3,0 skala 0-10
2010 113 dari 178 negara
2,8 skala 0-10 2009
114 dari 180 negara 2.8 skala 0-10
Sumber : www.ti.or.id
Meskipun pada tahun 2010 sampai tahun 2011 terjadi sedikit pertumbuhan positif baik dari segi skala IPK maupun peringkat internasional, namun pada
tahun 2012 peningkatan skala Indeks Persepsi Korupsi Indonesia tidak diikuti peningkatan peringkat secara internasional. Hal ini berarti bahwa langkah
antisipasi dan pemberantasan korupsi yang dilakukan negara ini dalam beberapa tahun belakangan ini masih tertinggal dibanding dengan perbaikan yang dilakukan
di negara lain, yang terbukti dengan penurunan peringkat IPK. Dalam republika.co.id tanggal 3 Juni 2010, hasil survei lembaga Political
Economic Risk Consultancy PERC Hong Kong yang dilakukan terhadap pelaku bisnis di Asia pada tahun 2010 juga menunjukkan bahwa birokrasi Indonesia
Universitas Sumatera Utara
4 masih merupakan birokrasi kedua terburuk di Asia setelah India 9,41. Indeks
buruknya birokrasi Indonesia masih tinggi, yakni 8,59, jauh berbeda dari indeks Singapura 2,53 dan Hong Kong 3,49, dan Thailand 5,53.
Tabel 1.2. Indeks Integritas Nasional Indonesia Tahun 2007-2012 Tahun
Indeks Integritas Nasional
2012 6,37
2011 6,31
2010 5,42
2009 6,50
2008 6,84
2007 5,55
Sumber : Paparan hasil survei integritas sektor publik Indonesia oleh KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi KPK secara berkesinambungan setiap tahun menyelenggarakan Survei Integritas Nasional Integritas Pelayanan Sektor
Publik untuk mengukur persepsi masyarakat tentang kualitas pelayanan publik. Skala penilaian dimulai dari 1 sampai 10 dengan interpretasi jika semakin
mendekati nilai 10 maka semakin baik integritas sektor publik. Nilai Integritas ini diperoleh dari pelaksanaan survei atas dua variabel utama yaitu variabel
pengalaman integritas dan variabel potensi integritas. Berdasarkan data pada tabel 1.2 dapat kita lihat nilai Integritas Sektor Publik di Indonesia tahun 2012 telah
mangalami peningkatan yang relatif kecil dibanding tahun sebelumnya. Namun
Universitas Sumatera Utara
5 diharapkan nilai Indeks Integritas Nasional tersebut dapat lebih diperbaiki, karena
hanya berkisar di skala lima sampai dengan enam.
Tabel 1.3 Peringkat Kemudahan Berusaha Indonesia Tahun 2007-2012 Tahun
Peringkat Kemudahan Berusaha
2012 129 dari 183 negara
2011 126 dari 183 negara
2010 115dari 183 negara
2009 129 dari 181 negara
2008 127 dari 178 negara
2007 135 dari 175 negara
Sumber : http:www.doingbusiness.org Demikian juga dengan indeks kemudahan berusaha, berdasarkan hasil riset
yang dikeluarkan oleh World Bank WB melalui grupnya, International Finance Corporation IFC Indonesia berada di urutan yang cukup meresahkan dan selama
dua tahun terakhir cenderung mengalami penurunan. Data yang ada mencerminkan bahwa pelayanan publik di Indonesia secara umum masih kurang
memuaskan dan memerlukan penanganan yang serius dan berkelanjutan baik dari segi efisiensi birokrasi, masalah korupsi, serta infrastruktur yang tidak memadai
sehingga membutuhkan reformasi birokrasi kearah yang lebih baik. Sama halnya dengan pelaksanaan pelayanan publik pada birokrasi
pemerintah lainnya, pelaksanaan pelayanan publik di Kementerian Keuangan juga sering mendapat keluhan dari masyarakat. Oleh karena itu, sejak tahun 2002
Kementerian Keuangan telah melakukan penataan organisasi yang dimulai dari
Universitas Sumatera Utara
6 pemisahan tugas dan fungsi antara formulasi kebijakan, penganggaran dan
perbendahaan, pengelolaan aset negara, dan pengelolaan utang. Menteri Keuangan telah merencanakan strategi Reformasi birokrasi yang meliputi beberapa program
prioritas di berbagai bidang yang tercakup dalam tiga pilar reformasi, yaitu penataan organisasi, penyempurnaan proses bisnis, dan peningkatan kualitas
sumber daya manusia http:www.reform.kemenkeu.go.id. Saat ini secara struktur Kementerian Keuangan terdiri dari beberapa unit
eselon I, yaitu: Inspektorat Jenderal, Sekretariat Jenderal, Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, Direktorat Jenderal Anggaran, Direktorat Jenderal
Perbendaharaan, Direktorat Jenderal Pajak, Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Direktorat Jenderal Perimbangan
Keuangan, Badan Kebijakan Fiskal, Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang. Direktorat Jenderal Pajak sebagai salah satu instansi vertikal dibawah
Kementerian Keuangan memiliki tugas mengumpulkan penerimaan negara dari sektor pajak sebagai sumber dana dalam APBN. Pada tahun 2012 tugas yang
diamanatkan kepada DJP adalah mengumpulkan pajak sebesar 1.011 triliun rupiah sesuai dengan RAPBN-P 2012, dan meningkat untuk tahun 2013 menjadi sebesar
1.139 triliun rupiah sesuai dengan RAPBN-P 2013. Sejak reformasi birokrasi pada tahun 2002, Direktorat Jenderal Pajak juga
telah melakukan berbagai upaya penyempurnaan struktur organisasi yang dilakukan secara berkesinambungan. Agar dapat memberikan pelayanan yang
mencakup seluruh wilayah Indonesia yang begitu luas dengan beragam potensi, Direktorat Jenderal Pajak juga menerapkan organisasi berbasis fungsi antara lain
Universitas Sumatera Utara
7 Kantor Penyuluhan Pelayanan dan Konsultasi Perpajakan KP2KP yang tersebar
di berbagai pelosok wilayah Indonesia yang dikelola oleh KPP, Kantor Pelayanan Pajak KPP yang dikelola oleh Kantor Wilayah Kanwil, KPP Khusus untuk
Wajib Pajak tertentu yang menangani Wajib Pajak Besar Nasional, Wajib Pajak Besar Wilayah, Badan dan Orang Asing, Penanaman Modal Asing, Badan Usaha
Milik Negara, Perusahaan Masuk Bursa, Perusahaan Tambang, serta Perusahaan Minyak Bumi dan Gas, untuk memaksimalkan penerimaan negara melalui
penggalian potensi pajak. Selain itu, sebagai upaya perbaikan internal organisasi, Direktorat Jenderal
Pajak juga melakukan pembenahan, yaitu dengan menerapkan sistem pengukuran kinerja, penegakan disiplin, mengembangkan whistle blowing system, membangun
unit pengawasan internal, kerjasama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk mengefektifkan dan memaksimalkan fungsi pengawasan internal, dan
pemberian remunerasi. Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan Mulia P Nasution dalam
viva.co.id, 2010 menilai pemberian remunerasi kepada sejumlah KementerianLembaga KL memang penting untuk keberhasilan pelaksanaan
reformasi birokrasi pemerintah. Menurutnya, pemerintah memberikan tiga syarat untuk kementerianlembaga yang berhak memperoleh remunerasi tersebut yaitu,
terlaksananya penataan tata kerja, penataan kembali manajemen dan sumber daya manusia dan harus benar-benar melakukan penataan kembali organisasi
lembaganya.
Universitas Sumatera Utara
8 Mantan Wakil Jaksa Agung, Darmono dalam www.detik.com, 2011
menilai remunerasi penting untuk mendorong agar pekerjaan menjadi lebih baik lagi. Darmono beranggapan bahwa remunerasi itu penting karena akan semakin
mendorong pegawai untuk melakukan yang terbaik. Menurutnya, akan sulit bagi seorang pegawai untuk bekerja dengan baik apabila kebutuhan dasarnya tidak
dapat terpenuhi. Namun demikian, mengingat pengungkapan beberapa kasus tindak pidana
korupsi yang dilakukan oleh beberapa oknum pegawai pajak, mulai dari yang paling fenomenal Gayus Tambunan, pensiunan pegawai pajak Bahasyim, Dhana
Widyatmika dan berbagai kasus lainnya menyebabkan semakin besarnya keraguan berbagai pihak terhadap manfaat pemberian remunerasi terhadap
perbaikan kinerja aparat pemerintah dalam hal ini pegawai pajak. Sebagaimana menurut Wakil Ketua Komisi II Abdul Hakam Naja kepada
Sindo di Jakarta, 2011 dalam pkmsungaiayak.wordpress.com bahwa tidak ada yang gratis dalam pemberian dana remunerasi. Remunerasi memiliki tolak ukur
yang jelas yakni peningkatan kinerja birokrasi. Apabila kinerja masih buruk padahal remunerasi sudah diberikan, maka pemberian tersebut sebaiknya tidak
diteruskan, karena selain adanya konsep insentif ada pula konsep disinsentif. Hal senada diungkapkan Agun Gunandjar Sudarsa, politisi fraksi partai
Golkar kepada Pelita di Bandung dalam www.pelita.or.id “remunerasi itu tadinya diharapkan bisa mencegah terjadinya korupsi, tapi kenyataannya tidak.
Naik gaji berapa pun tidak ada dampaknya. Saya usul sebaiknya kebijakan itu dicabut, sebaiknya diberikan saja kepada orang miskin di pesisir atau di daerah
Universitas Sumatera Utara
9 lain, itu lebih bermanfaat”. Hal lain yang mendorong agar dilakukan pencabutan
remunerasi itu adalah munculnya kecemburuan Kementerian lain karena kebijakan remunerasi yang berbeda-beda.
Berbagai pihak mempertanyakan, apakah dengan pemberian remunerasi benar-benar memberikan pengaruh yang positif terhadap perbaikan kualitas
pelayanan publik yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Pajak? KPP Pratama Medan Kota merupakan salah satu instansi teknis dari
Direktorat Jenderal Pajak di lingkungan Kementerian Keuangan. Seiring dengan reformasi birokrasi yang dicanangkan oleh Kementerian Keuangan, meliputi :
penataan organisasi, perbaikan proses bisnis, peningkatan sumber daya manusia dan perbaikan remunerasi, KPP Pratama Medan Kota juga berupaya memperbaiki
kinerjanya dengan meningkatkan kualitas layanan unggulan di bidang perpajakan.
Dengan harapan dapat mendukung terwujudnya tata kelola pemerintahan yang baik, peningkatan kinerja, peningkatan pelayanan dan peningkatan kepercayaan
publik terhadap Direktorat Jenderal Pajak. Berdasarkan apa yang diuraikan diatas, penulis tertarik untuk menulis
skripsi dan melakukan penelitian dengan judul “ANALISIS PENGARUH REMUNERASI TERHADAP PELAKSANAAN LAYANAN UNGGULAN
BIDANG PERPAJAKAN PADA KPP PRATAMA MEDAN KOTA”. 1.2
Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
10 Apakah remunerasi berpengaruh secara signifikan terhadap pelaksanaan
layanan unggulan bidang perpajakan?
1.3 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian