Pengaruh Globalisasi Terhadap Kebijakan Ekonomi Politik (Studi Interlinkages Kebijakan Ekonomi Politik Terhadap Maraknya Pembangunan Ritel di Kota Medan)

(1)

Pengaruh Globalisasi Terhadap Kebijakan Ekonomi Politik

(Studi Interlinkages Kebijakan Ekonomi Politik Terhadap

Maraknya Pembangunan Ritel di Kota Medan)

Disusun Oleh :

MANTILY S A HUTAURUK

110906051

Dosen Pembimbing : ADIL ARIFIN, S.Sos, MA

DEPARTEMEN ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

MANTILY S A HUTAURUK (110906051)

PENGARUH GLOBALISASI TERHADAP KEBIJAKAN EKONOMI POLITIK

(Studi Interlinkages Kebijakan Ekonomi Politik Terhadap Maraknya Pembangunan Ritel di Kota Medan)

ABSTRAK

Penelitian ini mencoba untuk menguraikan pengaruh globalisasi terhadap kebijakan ekonomi politik secara khusus di kota Medan dan menemukan fakta dan intervening variable (studi interlinkages)dari kasus maraknya pembangunan ritel di kota Medan yang tentunya kedua poin berhubungan satu sama lain. Ritel atau disebut juga pasar terbagi atas dua jenis yaitu ritel tradisional dan ritel modern, dimana keduanya saling mempengaruhi satu sama lain. Ritel modern sendiri adalah salah satu wujud globalisasi, maka penelitian ini berusaha mencari tahu fakta dan hubungan yang terjadi antara pemerintah, pasar dan masyarakat.

Metode penelitian yang digunakan adalah mix methods (kualitatif dan kuantitatif)dengan tipe eksploratif, yaitu pada tahap pertama peneliti mengumpulkan dan menganalisis data kualitatif kemudian mengumpulkan dan menganalisis data kuantitatif yang didasarkan kepada hasil tahap pertama. Bobot utama strategi ini adalah pada data kualitatif.

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa globalisasi merupakan alasan berkembangnya ritel modern yang mengusung sistem pelayan mandiri dan teknologi canggih, dan negara juga cenderung memihak kepada pembangunan ritel modern ditandai dengan kebijakan ekonomi politik yang kurang tegas. Perubahan dalam perwal ritel di kota Medan sebanyak dua kali menggambarkan hal tersebut. Hal lainnya adalah ritel modern memberi pajak dan retribusi yang menambah devisa, sehingga pemerintah cenderung tidak dapat menolak. Masyarakat juga dipengaruhi sehingga membentuk sifat yang lebih konsumtif. Namun, pengawasan juga kurang terhadap ritel yang tidak memiliki izin, sehingga diperlukan pemerintah yang kompeten dalam mengatasi pengaruh globalisasi.

Kata Kunci : Globalisasi, Ritel, Kebijakan Ekonomi Politik, Masyarakat Konsumtif


(3)

UNIVERSITY OF NORTH SUMATERA

FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTEMENT OF POLITICAL SCIENCE

MANTILY S A HUTAURUK (110906051)

INFLUENCE OF GLOBALIZATION AGAINST POLITICAL

ECONOMIC POLICY

(Interlinkages Study of Political Economy Policy Against Rampant of Retail Construction in Medan)

ABSTRACT

This study tries to outline the influence of globalization on the political economic policy specifically in Medan city and discover facts and intervening variables (study interlinkages) of rampant cases of retail construction in the city of Medan which is certainly both points relate to one another. Retail or also called market divided into two types: traditional retail and modern retail, which both influence each other. Modern retailing itself is one manifestation of globalization, this study trying to figure out the facts and relationships that occur between the government, market and society.

The research method used was mix methods (qualitative and quantitative) with the explorative type, which in the first phase, researchers collect and analyze qualitative data and then collect and analyze quantitative data which based on results of first phase. Major weight of this strategy is on qualitative data.

The research concludes that globalization is a reason for the growth modern retail which carries self-service system and advanced technology, and the state also tends to favor the construction of modern retail characterized by political economic policy which less assertive. Changes in regulation of retail in the city of Medan as many two times describe that. The other thing is modern retail gave taxes and charges which add income, so the government tends to not be able to resist. The community is also affected thus forming a more consumptive nature. However, monitoring also lacking toward unlicensed retail, so we need competent government in overcoming the influence of globalization.

Keywords: Globalization, Retail, Political Economic Policy, People who Consumptive


(4)

KATA PENGANTAR

Skripsi ini berjudul “PENGARUH GLOBALISASI TERHADAP KEBIJAKAN EKONOMI POLITIK : Studi Interlinkages Kebijakan Ekonomi Politik Terhadap Maraknya Pembangunan Ritel di Kota Medan” Skripsi ini menjelaskan tentang pengaruh yang dibawa oleh globalisasi terhadap perekonomian secara khusus dampaknya terhadap pembuatan kebijakan ekonomi politik dan pembangunan ritel modern di kota Medan. Ritel modern dirasa menjadi usaha yang perkembangannya sangat cepat. Perkembangan ini didukung oleh peraturan daerah yang melonggarkan pembangunan ritel dengan adanya penghapusan di dalam poin-poin yang krusial.

Di dalam skripsi ini digambarkan serta diuraikan beberapa hal mulai dari peraturan walikota tentang ritel yaitu Perwal No 20 Tahun 2011 beserta dua kali perubahannya, kondisi ritel modern yang diteliti (Indomaret, Alfamart, dan Carrefour), kompetensi pemerintah dalam merumuskan kebijakan ekonomi politik, pengaruh lembaga independen KPPU, pengaruh globalisasi yang dianalisis melalui teori beserta dengan temuan-temuan secara interlinkages yang menghasilkan fakta dan intervening variable. Pada akhirnya penelitian ini menemukan, bahwa globalisasi sangat berpengaruh dalam pembuatan kebijakan ekonomi politik dalam sebuah negara sehingga mempengaruhi juga terhadap kebijakan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Maraknya pembangunan ritel juga tidak diiringi dengan kemajuan UMKM dan ritel tradisional, sehingga jika dibiarkan keduanya akan mengalami kondisi stagnan. Pengawasan Disperindag juga ditemukan sangat kurang terlebih dalam kasus ritel modern yang tidak memiliki izin. Penulis sangat berharap saran dan kritik yang membangun demi perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini sehingga lebih bermanfaat bagi penelitian selanjutnya.

Puji dan syukur kepada Yesus, yang adalah Allah yang setia menemani penulis dalam penyelesaian studi ini berupa penulisan skripsi mulai dari proses awal sampai akhir. Terimakasih kepada Roh-Nya yang telah menghibur di dalam masa sulit, dan yang telah memberi kasih karunia yaitu anugrah kekekalan yang tak tergantikan dengan apapun. Biarlah penulis tetap memuliakan nama-Nya di mana pun dan kapan pun.

Pada kesempatan ini, penulis juga mengucapkan terimakasih yang besar kepada Bapak Adil Arifin, S.Sos, MA selaku pembimbing yang telah memberi bantuan dan masukan serta kritik yang membangun. Semoga kasih Allah tetap bersamanya dan memberinya kasih karunia yang berlimpah-limpah. Penulis juga secara meminta maaf jika terdapat kesalahan-kesalahan dalam hal perilaku atau perkataan.

Kepada seluruh keluarga yang penulis kasihi di dalam Yesus Kristus, Bapak dan Ibu serta abang, yang merawat dan memberi perhatian yang besar kepada penulis sejak lahir hingga saat ini. Kepada seluruh


(5)

mahasiswa politik angkatan 2011 yang tidak dapat disebutkan satu persatu penulis mengucapkan terimakasih atas kebersamaan dalam perkuliahan selama kurang lebih 4 tahun.

Kepada Bapak/Ibu narasumber dari Pemerintah Kota Medan, Badan Perizinan dan Pelayanan Terpadu, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan, Komisi Pengawas Persaingan Usaha Kota Medan yang telah meluangkan waktunya dan memberi informasi yang diperlukan, penulis mengucapkan terimakasih. Kemudian terimakasih juga kepada seratus responden yang telah bersedia mengisi angket penelitian yang penulis sediakan. Semoga Tuhan Yesus juga melimpahi dengan kasih karunia.

Medan, Agustus 2015 Mantily S A Hutauruk


(6)

DAFTAR ISI

Abstrak i

Abstract ii

Kata Pengantar iii

Daftar Isi v Daftar Tabel dan Gambar viii

BAB I : PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah 1

B.Rumusan Masalah 13

C.Pembatasan Masalah 14

D.Tujuan Penelitian 14

E.Manfaat Penelitian 15

F. Kerangka Teori 1 6 F.1. Teori Ekonomi Politik 16

F.2. Teori Kebijakan Publik 28

G. Defenisi Konsep 37

G.1. Ritel 37

G.2. Studi Interlinkages 40

H. Metodologi Penelitian 41

H.1. Metode Penelitian 41

H.2. Jenis Penelitian 43

H.3. Lokasi Penelitian 43

H.4. Populasi Penelitian 44


(7)

H.6. Teknik Pengumpulan Data 45

H.7.Teknik Analisa Data 47

I. Sistematika Penulisan 50

BAB II : PROFIL KOTA MEDAN DAN KEBIJAKAN / REGULASI INDUSTRI RITEL KOTA MEDAN A. Profil Kota Medan 52

A.1. Aspek Geografis dan Demografis 52

A.2.. Struktur Ekonomi Kota Medan 55

A.3. Pertumbuhan Ekonomi 57

A.4. Investasi 60

A.5. Pendapatan Asli Daerah Kota Medan 61

B. Profil Kecamatan Medan Baru 67

C. Profil Lembaga 74

C.1. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan 74

C.2. Badan Pelayanan Perijinan Terpadu 83

C.3. Komisi Pengawas Persaingan Usaha Perwakilan Daerah Kota Medan 89

D. Profil Ritel 94

D.1.. Indomaret 94

D.2.. Alfamart 96

D.3. Carrefour 101

E. Kebijakan /Regulasi Industri Ritel Nasional dan Kota Medan 104

E.1. Pokok-Pokok Pengaturan Perpres No 112 Tahun 2007 104 E.2. Pokok-Pokok Peraturan Menteri Perdagangan No 53 tahun


(8)

2008 113 E.3. Pokok-Pokok Peraturan Walikota Medan No 20 Tahun 2011 125

BAB III : ANALISIS PENGARUH GLOBALISASI TERHADAP KEBIJAKAN EKONOMI POLITIK KOTA MEDAN

A. Gambaran Kondisi Ritel Di Kota Medan 132 B. Kompetensi Pemerintah Daerah dalam Memutuskan Output/

Kebijakan Ekonomi Politik di Kota Medan 138 C. Pengaruh Lembaga Independen dalam Output/Kebijakan Ekonomi

Politik Kota Medan (KPPU) 142

D. Pengaruh Globalisasi Terhadap Kebijakan Ekonomi Politik Kota

Medan 143

E. Temuan Hipotesis Kualitatif 146 F. Menguji Hipotesis Kualitatif dengan Metode Kuantitatif dan

Menemukan Intervening Variable 147

BAB IV : PENUTUP

A. Kesimpulan 156

B. Saran 161

Daftar Pustaka 163

Daftar Lampiran :

Lampiran 1. Pedoman Wawancara Lampiran 2. Hasil/Transkrip Wawancara Lampiran 3. Angket Penelitian


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. Perbedaan Karakteristik Ritel Modern dan Tradisional 38 Tabel 2.1. Jumlah, Laju Pertambahan dan Kepadatan Penduduk

Kota Medan 54

T abel 2.2. Struktur PDRB menurut Lapangan Usaha Tahun

Tahun 2007-2011 55

Tabel 2.3. Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Medan Tahun

2007-2011 58

Tabel 2.4. Proyeksi Pendapatan Daerah Kota Medan menurut

Pendapatan Asli Daerah 66

Tabel 2.5. Jumlah Penduduk, Luas Kelurahan, Kepadatan Penduduk Dirinci Menurut Kelurahan di Kecamatan

Medan Baru Tahun 2012 69

Tabel 2.6 Komposisi Penduduk Kecamatan Medan Baru

Berdasarkan Mata Pencaharian 70

Tabel 2.7. Komposisi Penduduk Kecamatan Medan Baru

Berdasarkan Agama 71

Tabel 2.8. Jumlah Sekolah Negeri dan Swasta di Kecamatan

Medan Baru Tahun 2012 71

Tabel 2.9 Jumlah Pasar dan Pertokoan di Kecamatan Medan

Baru 73

Tabel 2.10. Jumlah Fasilitas Pariwisata dan Kuliner di Kecamatan

Medan Baru 73

Tabel 3.1. Jenis Pekerjaan Sampel 148

Tabel 3.2. Ritel yang Dominan Digunakan 148

Tabel 3.3. Frekuensi Berbelanja di Pasar Tradisional 149

Tabel 3.4. Frekuensi Berbelanja di Pasar/Ritel Modern 150

Tabel 3.5. Motif Berbelanja di Pasar Tradisional 150

Tabel 3.6. Motif Berbelanja di Pasar Modern 151

Tabel 3.7. Persepsi Masyarakat 153


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Trens Globalisasi Abad 21 26

Gambar 1.2. Tahapan Kebijakan Publik Ripley 32

Gambar 1.3. Desain Tipe Exploratory 49

Gambar 1.4. Langkah-langkah Metode Kombinasi Sequential

Exploratory Design 49

Gambar 2.1. Peta Kota Medan 53

Gambar 2.2. Peta Kecamatan Medan Baru 67

Gambar 2.3. Bagan Organisasi Disperindag Kota Medan 76

Gambar 2.4. Struktur Organisasi BPPT Kota Medan 88

Gambar 2.5. Struktur Organisasi KPPU KPD Medan 93

Gambar 2.6. Trading Terms dalam Perpres No 112 Tahun 2007 110 Gambar 3.1. Peta Lokasi Ritel di Jalan Jamin Ginting


(11)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

MANTILY S A HUTAURUK (110906051)

PENGARUH GLOBALISASI TERHADAP KEBIJAKAN EKONOMI POLITIK

(Studi Interlinkages Kebijakan Ekonomi Politik Terhadap Maraknya Pembangunan Ritel di Kota Medan)

ABSTRAK

Penelitian ini mencoba untuk menguraikan pengaruh globalisasi terhadap kebijakan ekonomi politik secara khusus di kota Medan dan menemukan fakta dan intervening variable (studi interlinkages)dari kasus maraknya pembangunan ritel di kota Medan yang tentunya kedua poin berhubungan satu sama lain. Ritel atau disebut juga pasar terbagi atas dua jenis yaitu ritel tradisional dan ritel modern, dimana keduanya saling mempengaruhi satu sama lain. Ritel modern sendiri adalah salah satu wujud globalisasi, maka penelitian ini berusaha mencari tahu fakta dan hubungan yang terjadi antara pemerintah, pasar dan masyarakat.

Metode penelitian yang digunakan adalah mix methods (kualitatif dan kuantitatif)dengan tipe eksploratif, yaitu pada tahap pertama peneliti mengumpulkan dan menganalisis data kualitatif kemudian mengumpulkan dan menganalisis data kuantitatif yang didasarkan kepada hasil tahap pertama. Bobot utama strategi ini adalah pada data kualitatif.

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa globalisasi merupakan alasan berkembangnya ritel modern yang mengusung sistem pelayan mandiri dan teknologi canggih, dan negara juga cenderung memihak kepada pembangunan ritel modern ditandai dengan kebijakan ekonomi politik yang kurang tegas. Perubahan dalam perwal ritel di kota Medan sebanyak dua kali menggambarkan hal tersebut. Hal lainnya adalah ritel modern memberi pajak dan retribusi yang menambah devisa, sehingga pemerintah cenderung tidak dapat menolak. Masyarakat juga dipengaruhi sehingga membentuk sifat yang lebih konsumtif. Namun, pengawasan juga kurang terhadap ritel yang tidak memiliki izin, sehingga diperlukan pemerintah yang kompeten dalam mengatasi pengaruh globalisasi.

Kata Kunci : Globalisasi, Ritel, Kebijakan Ekonomi Politik, Masyarakat Konsumtif


(12)

UNIVERSITY OF NORTH SUMATERA

FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTEMENT OF POLITICAL SCIENCE

MANTILY S A HUTAURUK (110906051)

INFLUENCE OF GLOBALIZATION AGAINST POLITICAL

ECONOMIC POLICY

(Interlinkages Study of Political Economy Policy Against Rampant of Retail Construction in Medan)

ABSTRACT

This study tries to outline the influence of globalization on the political economic policy specifically in Medan city and discover facts and intervening variables (study interlinkages) of rampant cases of retail construction in the city of Medan which is certainly both points relate to one another. Retail or also called market divided into two types: traditional retail and modern retail, which both influence each other. Modern retailing itself is one manifestation of globalization, this study trying to figure out the facts and relationships that occur between the government, market and society.

The research method used was mix methods (qualitative and quantitative) with the explorative type, which in the first phase, researchers collect and analyze qualitative data and then collect and analyze quantitative data which based on results of first phase. Major weight of this strategy is on qualitative data.

The research concludes that globalization is a reason for the growth modern retail which carries self-service system and advanced technology, and the state also tends to favor the construction of modern retail characterized by political economic policy which less assertive. Changes in regulation of retail in the city of Medan as many two times describe that. The other thing is modern retail gave taxes and charges which add income, so the government tends to not be able to resist. The community is also affected thus forming a more consumptive nature. However, monitoring also lacking toward unlicensed retail, so we need competent government in overcoming the influence of globalization.

Keywords: Globalization, Retail, Political Economic Policy, People who Consumptive


(13)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Liberalisasi yang dimulai sejak tahun 199850 menelurkan kondisi yang mengharuskan masyarakat Indonesia “ngos-ngosan” dalam menghadapi arus ekonomi yang demikian cepat. Proses liberalisasi yang sedang dialami oleh Indonesia ini, turut menggambarkan bahwa efek globalisasi juga sedang berlangsung dalam dinamika masyarakat Indonesia. Globalisasi, dalam konteks ini globalisasi ekonomi, sebenarnya bukanlah fenomena baru dalam sejarah peradaban dunia. Seiring dengan berbagai perkembangan dalam berbagai aspek, fenomena globalisasi dipandang sebagai gelombang masa depan terutama sejak masa sejarah modern, khususnya sebelum memasuki abad ke-20. Dua dekade sebelum Perang Dunia I, arus uang internasional telah menghubungkan Eropa lebih erat dengan AS, Asia, Afrika, dan Timur Tengah.51 Namun bagaimanapun juga, tatanan ekonomi global yang didasarkan pada liberalisasi ekonomi telah membuat ketimpangan dalam distribusi pendapatan antara negara kaya dan negara miskin semakin besar.

50

Letter of intent adalah persetujuan antara Indonesia dengan IMF dalam hal reformasi ekonomi yang ditandangani pada tanggal 15 Januari 1998 yang mengandung 50 butir kesepakatan. Letter of intent juga merupakan persetujuan program reformasi ekonomi kedua antara Indonesia dengan IMF, sebelumnya juga telah ada persetujuan yang disepakati pada tanggal 31 Oktober 1997, tetapi persyaratan pertama yang diajukan oleh IMF dirasakan berat untuk dilaksanakan, sehingga Indonesia meminta negosiasi. Walaupun pada akhirnya persetujuan yang kedua yang disebut Letter of intent ini pun tidak bertahan lama dan segera diganti dengan supplementary memorandum pada tanggal 10 April 1998, berisi 20 butir, 7 appendix dan satu matriks (hal yang khusus dalam memorandum ini adalah penyelesaian utang luar negeri perusahaan swasta Indonesia). Dirangkum dari tulisan Lepi. T.

Tarmidi dalam Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Edisi Maret 1999 dengan judul Krisis Moneter Indonesia : Sebab, Dampak, Peran IMF dan Saran. Hlm. 10.

51 Budi Winarno. 2008. Globalisasi : Peluang atau Ancaman Bagi Indonesia. Jakarta : Erlangga. Hlm. 2.


(14)

Pengaruh globalisasi selalu memiliki dua kecenderungan, yakni sebagai peluang dan juga sebagai tantangan terkhusus bagi negara-negara yang sedang berkembang. Ini tergantung cara (ways) negara-negara yang mengalaminya dalam pengambilan keputusan atau kebijakan untuk meminimalisir ketidakseimbangan. Pembuatan kebijakan ekonomi politik (regulasi) adalah metode akurat dan tepat yang dipakai oleh semua negara untuk mengatasi, menyaring serta mencegah masalah-masalah yang dapat ditimbulkan oleh globalisasi.

Di era globalisasi pergaulan antar bangsa semakin kental, dan batas antar negara hampir tidak ada artinya. Pengaruh globalisasi memungkinkan hilangnya berbagai halangan dalam menjadikan dunia semakin terbuka dan saling bergantung satu sama lain serta menghasilkan dunia tunggal. Globalisasi menunjukkan terus meningkatnya integrasi atas ekonomi-ekonomi nasional menuju pasar-pasar internasional yang semakin luas dan integratif. Maka bukan tidak mungkin setiap regulasi yang ada di negara-negara mengarah kepada terciptanya pasar bebas. Seperti yang telah diutarakan sebelumnya, bahwa globalisasi membawa dua sisi yakni sebagai peluang dan sebagai tantangan. Seberapa ketat kebijakan, dalam konteks ini kebijakan ekonomi politik yang dibuat, akan membantu untuk menentukan sisi globalisasi yang akan dialami oleh negara tersebut.

Perlu ditekankan bahwa dalam tulisan ini, penulis mengambil kasus globalisasi dalam konteks globalisasi ekonomi saja. Maka, kondisi yang berkenaan dengan globalisasi ekonomi seperti ekonomi politik, liberalisasi perdagangan atau pasar bebas, peran negara dan pemerintah, pertumbuhan


(15)

ritel yang semakin meningkat serta poin-poin penting lainnya akan menjadi topik utama dalam tulisan ini.

Telah menjadi suatu fenomena umum, jika liberalisasi perdagangan menjadi salah satu wujud dari globalisasi. Beredarnya barang dan jasa yang disokong oleh pemodal asing atau negara lain, adalah efek selanjutnya yang terjadi. Perkembangan zaman ini, dari bidang manapun adalah ide yang berusaha menjawab dan menjelaskan kebutuhan manusia yang tak terbatas, dan juga memberi gambaran tentang lifestyle masyarakat yang semakin instan. Hal ini tidak dapat dipisahkan dari bertambahnya juga jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi secara umum. Bertumbuhnya aspek-aspek yang demikian menjadikan permintaan akan barang dan jasa yang

semakin meningkat, sehingga membutuhkan wadah yang dapat

menanggulanginya.

Industri ritel adalah salah satu wadah tersebut. Maraknya

pembangunan ritel modern yang disokong oleh investor asing menjadi salah satu citra menghilangnya batas-batas antar negara yang disebabkan oleh globalisasi. Teguh Boediyana, ketua Majelis Pakar Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) mengatakan, konsekuensi dari kesepakatan liberalisasi

yang ditandatangani pemerintah menghasilkan dampak terhadap

pertumbuhan pasar di Indonesia yakni pertumbuhan pasar swalayan yang secara masif melakukan penetrasi terhadap pasar tradisional sampai ke desa-desa.52 Semua ritel modern Indonesia yang berada di bawah pengaruh investor asing merupakan kekuatan-kekuatan besar dunia yang terbangun

52


(16)

dalam jaringan multinational corporation yang kerap melakukan penetrasi sampai ke bawah.

Ritel dalam sejarahnya bukanlah jenis industri baru. Ritel berasal dari bahasa Perancis retailer yang berarti “memotong kecil-kecil”. Dalam bahasa Inggris, ritel berarti “eceran”. Ritel secara sederhana dapat juga disebut sebagai pasar. Pada Peraturan Presiden No 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern telah memberikan definisi mengenai pasar, dimana pasar terbagi lagi menjadi dua bagian yaitu pasar tradisional dan pasar/toko modern. Pada pasal 1 ayat 2, bahwa definisi pasar tradisional adalah sebagai berikut :

“ Pasar Tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil, menengah, swadaya masyarakat atau koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil dan dengan proses jual beli barang dagangan melalui tawar menawar.”

Sedangkan pada pasal 1 ayat 5 menyebutkan bahwa toko modern :

“ Toko Modern adalah toko dengan sistem pelayanan mandiri, menjual berbagai jenis barang secara eceran yang berbentuk Minimarket, Supermarket, Department Store, Hypermarket ataupun grosir yang berbentuk Perkulakan.”


(17)

Dari definisi tersebut ada dua hal yang dapat digarisbawahi. Pertama, di pasar tradisional terdapat mekanisme tawar menawar. Artinya harga yang ditampilkan mungkin berbeda dari harga yang disepakati oleh pembeli dengan penjual. Mekanisme ini tidak terdapat pada toko modern. Pada toko modern harga bersifat given dan konsumen tidak dapat menawar. Kedua, di pasar modern terdapat sistem pelayanan mandiri dimana konsumen memiliki kebebasan dan keleluasaan untuk berinteraksi langsung dengan produk yang dijual, berbeda dengan pasar tradisional yang diletakkan di dalam etalase sehingga konsumen tidak memiliki keleluasaan penuh.53

Terkhusus untuk format ritel modern, banyak jenis yang dapat ditemui. Secara umum, berbagai banner atau brand pelaku usaha dapat dikelompokkan sebagai berikut54:

a. Hypermarket : Carrefour, Giant, Hypermart, Lotte, Yogya,

Lion Superindo

b. Supermarket : Griya, Alfa, Sri Ratu, Hero, Ramayana, Naga

c. Minimarket : Alfamart, Indomart, Yomart, Alfa-Midi

d. Perkulakan : Makro, Indogrosir

e. Convenience Store : Circle K, Starmart, AMPM

f. Warehouse : Ace Hardware, Index

g. Department Store : Metro, Matahari, Sogo

h. Drugstore & Personal Care : Watson, Guardian, Boston,

Century

53

Dikutip dari Paper yang ditulis oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha. 2009. Position Paper KPPU terhadap Perkembangan Industri Ritel di Indonesia. Hlm. 61.

54


(18)

i. Electronic Specialist : E-City, E-Solution

j. Bookstore : Gramedia, Gunung Agung

Di Indonesia sendiri industri ini telah berkembang sejak tahun 1960-an.55 Industri ritel merupakan industri yang strategis dalam kontribusinya terhadap perekonomian Indonesia. Dalam konteks global, potensi pasar ritel Indonesia tergolong cukup besar. Industri ritel memiliki peranan yang sangat penting bagi perekonomian masyarakat Indonesia. Industri ritel menempatkan diri sebagai industri kedua tertinggi dalam penyerapan tenaga kerja Indonesia setelah industri pertanian.56 Hal ini mengindikasikan bahwa banyak orang menggantungkan hidupnya pada industri ritel. Dalam beberapa tahun terakhir kondisi pertumbuhan ritel di Indonesia adalah sebagai berikut :

a. Dalam enam tahun, dari tahun 2007-2012 jumlah gerai ritel modern secara keseluruhan mengalami pertumbuhan rata-rata 17,57 % per tahun. Pada tahun 2007, jumlah ritel modern masih sebanyak 10.365 gerai, kemudian pada tahun 2012 mencapai 18.152 gerai57.

b. Untuk bentuk hypermart, terdapat 3 brand yang memiliki kemajuan yang sangat pesat diantaranya : Carrefour, Hypermart dan Giant. Dua diantaranya merupakan ritel modern yang berada di bawah pengaruh pemodal asing. Carrefour berasal dari Perancis, Giant sendiri merupakan ritel asal Malaysia.

55

Ritel modern pertama di Indonesia bernama Toserba Sarinah yang didirikan tahun 1962, dalam bentuk Departemen Store.

56

Dikutip dari Majalah Kompetisi KPPU, Negeri Surga RITEL, edisi 34 tahun 2012, Hlm. 4-5. 57 http://www.indonesianconsume.bblogspot.com/2013/02/perkembangan-baru-bisnis-ritel-moden.html#Um.KvXa nTnc. Diakses pada tanggal 27 Februari 2015 pkl 20 :59.


(19)

Sedangkan Hypermart merupakan brand dalam negeri yang sampai tahun 2010 berada dibawah Matahari Putra Prima (Lippo Group), tetapi sekarang telah dijual dan menjadi milik pihak asing yaitu Meadow Asia Co.Ltd (anak usaha Asia Color Company yang pusatnya di Karibia). Ketiga brand ini juga merupakan ritel-ritel modern yang beromset sangat besar. Dari 10 ritel beromset terbesar di Indonesia pada tahun 2006, Ritel Asia merilis, Carrefour berada pada posisi pertama dengan omset Rp 7,2 triliun. Hypermart berada pada posisi ke empat Rp 3,5 triliun dan Giant berada pada urutan ke lima dengan omset Rp 3,2 triliun.58 Carrefour menjadi pemimpin bidang hypermart yang menguasai pasar Indonesia dengan 47% pangsa pasar. Di Indonesia ada 3 tipe Carrefour yaitu : Carrefour ada, 87 gerai, Carrefour Express, ada 14 gerai, Carrefour Market, ada 7 gerai. Hypermart berada di posisi kedua dengan jumlah 100 gerai. Dan Giant sendiri, memiliki 46 gerai yang tersebar di seluruh Indonesia.

Di kota Medan sendiri, ketiga brand besar ini juga turut menguasai pasar dan pusat perbelanjaan. Jumlah gerai terbanyak dipegang oleh Giant dengan 5 gerai, sedangkan Hypermart dan Carrefour masing-masing ada 2 gerai.

c. Untuk bidang minimarket, tahun 2009, Alfamart telah memiliki lebih kurang 3.098 gerai di seluruh Indonesia yang meningkat

58


(20)

dari tahun 2008 yang berjumlah 2.736 gerai (meningkat 13,26%). Indomaret juga mencatat peningkatan yang cukup pesat dengan gerai sejumlah 3531 buah pada tahun 2009 meningkat dari 3093 buah (peningkatan sebesar 14,16%). Tahun 2013 total gerai Alfamart dan Indomaret mencapai 13.000.59 Kota Medan juga tak ketingggalan dalam pertumbuhan ritel modern dengan format minimarket. Meski ada juga ritel modern asal lokal (kebanyakan tidak punya brand), tetapi Alfamart dan Indomaret masih menguasai pasar. Gerai Indomaret di kota Medan saat ini mencapai ± 200 gerai, sedangkan Alfamart mencapai ± 80 gerai. 60

Maraknya pembangunan ritel modern mengindikasikan bahwa industri ini memang menjanjikan keuntungan yang besar. Dan Indonesia dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia merupakan ladang yang potensial untuk membangun bisnis waralaba. Selain itu, dengan terbitnya Keputusan Presiden No 99 Tahun 199861 yang membuka pintu masuk bagi para peritel asing, membuat bisnis ini pun semakin diminati oleh pemodal asing yang ingin menanamkan pengaruhnya di Indonesia. Kebijakan yang

59 http://www.indonesianconsume.blogspot.com/2013/02/perkembangan-baru-bisnis-ritel-moden.html#Um.KvXanTnc. Diakses pada tanggal 27 Februari 2015 pukul 20 :59.

60

Dikutip dari Jurnal yang ditulis oleh Ok. Laksemana Lutfi. 2012. Dampak Keberadaan Indomaret Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Pedagang Pasar Tradisional Di Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan. Medan. Hlm. 8.

61

Pada era 1970 s/d 1980-an, format bisnis ritel di Indonesia terus berkembang. Pada awal dekade 1990-an ini merupakan tonggak sejarah masuknya ritel asing di Indonesia. Ini ditandai dengan beroperasinya ritel terbesar Jepang “Sogo” di Indonesia. Ritel modern kemudian berkembang begitu pesat, berdasarkan Kepres No. 99 tahun 1998, bahwa pemerintah mengeluarkan bisnis ritel dari negative list bagi Penanaman Modal Asing. Sebelum Kepres No. 99 tahun 1998 diterbitkan, jumlah peritel asing di Indonesia sangat dibatasi. Dan di tahun ini pulalah liberalisasi perdagangan dimulai.


(21)

ada untuk mengatur penataan dan pertumbuhan ritel modern juga tidak serta merta membuat nyali para peritel menjadi ciut, malah mereka semakin gencar untuk membangun ritel dengan brand masing-masing (terkhusus brand-brand besar) sampai ke daerah pelosok. Ekspansi ritel modern sangat agresif ini masuk hingga ke wilayah pemukiman rakyat. Ritel tradisional yang berada di wilayah pedesaan maupun pemukiman rakyat pun terkena imbasnya dengan berhadapan langsung dengan ritel modern tersebut. Persaingan diantara keduanya pun tidak terhindari. Tidak hanya itu, karena minimnya aturan zonasi untuk pembangunan ritel modern tersebut, maka ritel-ritel tradisional yang berada di kota-kota besar pun terkena imbasnya.

Pemerintah sejauh ini sudah membentuk aturan atau kebijakan ritel, baik secara nasional ataupun tingkat daerah. Praktek monopoli serta persaingan usaha yang tidak sehat tertuang dalam UU No 5 tahun 1999, kemudian pemerintah juga mengeluarkan regulasi untuk membatasi pembangunan dan mengatasi penataan pasar tradisional dengan ritel modern melalui PP No 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar

Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern dan Permendagri No 53 Tahun 2008 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern. Sesuai dengan pasal

1 ayat 11 (sebelas) dan ayat 12 (dua belas) dalam PP No 112 Tahun 2007 mengatakan bahwa yang berhak memberi izin usaha baik dalam bentuk pasar tradisional, pusat perbelanjaan dan toko modern ditanggungjawabi oleh pemerintah daerah, serta pembuatan aturan zonasi adalah wewenang pemerintah daerah. Dengan demikian, setiap daerah wajib memiliki


(22)

peraturan daerah yang mengatur hal-hal yang terkait pembangunan dan penataan ritel.

Kota Medan adalah salah satu kota besar yang mengalami pembangunan ritel yang boleh dikatakan sangat pesat. Ritel-ritel modern ini sudah bertebaran di setiap sudut kota Medan. Peritel juga tidak hanya berasal dari dalam negeri tetapi juga peritel-peritel asing turut meramaikan suasana perbelanjaan di kota Medan. Dari 33 kota dan kabupaten di Sumatera Utara, kota Medan menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi (engine of growth) Sumatera Utara di luar sektor primer (pertanian dan pertambangan). Hasil survey yang dilakukan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan kota Medan di tahun 2013 pun mendapati bahwa sektor perdagangan (besar dan eceran) menjadi sektor industri unggulan dengan persentase perkembangan kontribusi sebesar 22, 99 %.62 Namun, sama seperti kota-kota lainnya di Indonesia, kota Medan masih lemah dalam pengaturan zonasi untuk pembangunan ritel terkhusus untuk ritel modern.

Peraturan Walikota No 20 Tahun 2011 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern

yang kemudian mengalami perubahan sebanyak dua kali sehingga dikeluarkan peraturan baru yakni Peraturan Walikota No 47 Tahun 2012

tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Walikota Medan Nomor 20 Tahun 2011 yang menghapus tentang beberapa pengaturan sehingga

semakin memberi peluang bagi pengusaha ritel untuk memperluas jaringan pertumbuhan ritel. Sebagai akibat dari perubahan peraturan ini gerai

62 Balitbang Kota Medan. 2013. Laporan Akhir Identifikasi Sektor Industri Unggulan di Kota Medan Tahun Anggaran 2013. Medan : Pemerintah Kota Medan . Hlm. 44.


(23)

Indomaret dan Alfamart yang berdiri hampir di sepanjang jalan dan pusat kota Medan tidak lagi berjarak minimal 500 meter, bahkan sudah ada yang bersebelahan ataupun bersebrangan, sebab peraturan baru sudah tidak membatasi jarak. Tidak sedikit juga gerai Indomaret dan Alfamart yang belum resmi memiliki izin.63 Meski ada hukum yang mengatur hal tersebut yakni Perda Pemkot Medan No 5 Tahun 2012 tentang Retribusi Izin

Mendirikan Bangunan. Ditambah lagi, sebagian dari ritel-ritel modern ini

berdampingan juga dengan pasar tradisional, walaupun secara jelas kedua kebijakan di atas mengatur hal-hal yang demikian. Contohnya saja Carrefour Citra Garden yang berada di samping Pajak Pagi (pasar tradisional yang terletak di Pasar V,Padang Bulan Medan). Ramayana Pringgan yang berada di samping Pajak Pringgan, begitu juga Ramayana Aksara, juga berdampingan dengan Pajak Aksara. Ada pula Plaza Medan Fair, dan Medan Plaza yang berdekatan dengan Pajak Petisah.

Melihat betapa negara ini sudah menjadi “surganya ritel”, dapat dikatakan bahwa liberalisasi yang dimulai sejak tahun 1998 itu mengharuskan masyarakat Indonesia “mau tidak mau” harus menghadapi proses keluar-masuk arus ekonomi, dan agar tidak menjadi mangsa pasar bebas, maka regulasi yang ketat wajib segera diciptakan. Hal ini yang menjadikan globalisasi dan kebijakan ekonomi politik suatu negara berhubungan dan berkaitan satu sama lain. Lemah kuatnya kebijakan dalam suatu negara juga akan mempengaruhi kebijakan yang diambil oleh

63


(24)

provinsi, kabupaten/kota, bahkan sampai tingkat pemerintahan terendah di negara tersebut.

Tulisan ini memakai studi perkaitan (interlinkages) sebagai acuan untuk meneliti masalah. Dalam interlinkages, ada beberapa variabel yang akan diamati kemudian dianalisis sehingga menghasilkan intervening variable atau fakta lain di luar kondisi yang telah ada misalnya fakta psikologis. Studi ini membahas tentang siapa aktor-aktor atau unit-unit politik dan ekonomi yang saling terkait, dan sebuah dependensi dapat terjadi dalam bentuk dominasi salah satu pihak dalam interaksinya.64

Merujuk kepada latar belakang dan studi perkaitan (interlinkages) yang telah dipaparkan di atas, maka penulis memberi judul penelitian ini,

Pengaruh Globalisasi terhadap Kebijakan Ekonomi Politik (Studi Interlinkages Kebijakan Ekonomi Politik Terhadap Maraknya Pembangunan Ritel di Kota Medan”.

B. Rumusan Masalah

Terdapat 3 (tiga) poin yang menjadi garis besar dalam tulisan ini, yakni Globalisasi, Kebijakan Ekonomi Politik dan Maraknya Pembangunan Ritel (terkhusus ritel modern) di Kota Medan. Ketiga hal tersebut adalah arah yang akan dituju oleh penelitian ini dan perlu dijawab dan dicarikan jalan pemecahannya. Karena itu, berdasarkan penjelasan sebelumnya, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana

pengaruh globalisasi terhadap kebijakan ekonomi politik dalam kasus maraknya pembangunan ritel di kota Medan?

64 Yanuar Ikbar. 2002. Ekonomi Politik Internasional : Studi Pengenalan Umum. Jakarta :Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (kalangan terbatas). Hlm. 6.


(25)

C. Pembatasan Masalah

Untuk memperjelas dan membatasi ruang lingkup penelitian dengan tujuan untuk dapat menghasilkan uraian yang sistematis, diperlukan adanya pembatasan masalah. Adapun lingkup pembahasan masalahnya adalah:

1. Bagaimana keterkaitan antara globalisasi dan kebijakan ekonomi politik dengan maraknya pembangunan ritel modern di Medan? 2. Apa fakta dan intervening variable yang dihasilkan oleh keterkaitan

globalisasi, kebijakan ekonomi politik dan peristiwa maraknya pembangunan ritel modern di Medan (lokasi sampel : Jalan Jamin Ginting, Kecamatan Medan Baru)?

D. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mendeskripsikan dan mengeksplor pengaruh globalisasi terhadap pembuatan kebijakan ekonomi politik nasional dan kota Medan yang berkaitan dengan pembangunan ritel modern serta kondisi maraknya pembangunan ritel modern di kota Medan.

2. Untuk menganalisis fakta dan intervening variable yang dihasilkan oleh keterkaitan globalisasi, kebijakan ekonomi politik dan peristiwa maraknya pembangunan ritel modern di kota Medan.

E. Manfaat Penelitian

Setiap penelitian dan tulisan selalu diharapkan mampu memberi manfaat bagi masyarakat. Secara khusus dimaksudkan juga guna membantu perkembangan ilmu pengetahuan. Adapun yang menjadi manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :


(26)

1. Secara Teori, penelitian ini diharapkan mampu menganalisis dan memberikan informasi tentang pengaruh Globalisasi terhadap Kebijakan Ekonomi Politik. Hal yang dikaji adalah Keterkaitan antara Globalisasi dan Kebijakan Ekonomi Politik dengan Maraknya Pembangunan Ritel di Kota Medan

2. Secara Lembaga, penelitian ini diharapkan mampu untuk menjadi bahan rujukan tentang Studi Interlinkages antara Globalisasi dan Kebijakan Ekonomi Politik dengan Pembangunan Ritel Modern secara khusus di kota Medan, bagi akademisi terlebih dalam membantu mempelajari kajian Ekonomi Politik dan kajian Kebijakan Publik. Terkhusus bagi mahasiswa/i Departemen Ilmu Politik, FISIP USU

3. Bagi masyarakat, penelitian ini semampunya dapat memberikan informasi dan sebagai bahan bacaan tentang Pengaruh Globalisasi terhadap Kebijakan Ekonomi Politik, bagi pemerintah dan masyarakat kota Medan.

F. Kerangka Teori

F.1. Teori Ekonomi Politik

Proses perkembangan ekonomi politik sesungguhnya banyak ditentukan oleh empat variabel dasar yakni, ekonomi, politik, struktur sosial dan kebudayaan.65 Tetapi pada perkembangan yang lebih lanjut, variabel-variabel tersebut seakan terpisah dan muncul sendiri-sendiri secara monodisiplin. Sedangkan untuk ekonomi politik sendiri juga membentuk

65


(27)

paradigmanya sendiri, baik kontensi maupun kontektualitas yang berskala domestik maupun internasional.

Sebagai suatu disiplin ilmu, ekonomi politik lahir dari pemikiran untuk menemukan sinergi, mengisi kekosongan yang tidak dijumpai dalam disiplin ekonomi dan disiplin politik. Istilah ekonomi politik diambil dari bahasa Yunani, polis yang berarti kota dan oikonomike yang maknanya mengacu pada manajemen rumah tangga. Kombinasi kedua kata ini menunjukkan eratnya keterkaitan antara fakta-fakta produksi, keuangan dan perdagangan dengan kebijakan pemerintah di bidang moneter, fiskal dan komersial. Untuk memahami ekonomi politik secara umum, dapat diperhatikan pendapat beberapa orang pakar, diantaranya :

a. Lord Robbin66, mengatakan bahwa ekonomi politik dapat mengandung dua versi. Pertama, versi ekonomi politik klasik yang memberi pengertian ekonomi politik sebagai suatu kesatuan yang menyeluruh dari pembahasan, sejak ilmu ekonomi itu sendiri sampai dengan teori-teori kebijakan ekonomi yang meliputi analisis dari bekerjanya ekonomi pasar, alternatif sisitem kebijakan dan prinsip-prinsip keuangan negara. Kedua, ekonomi politik versi modern yaitu ekonomi politik yang membahas bagaimana sistem ekonomi itu bekerja, dapat bekerja, harus dibuat bekerja dan memungkinkan diriya bekerja.

66


(28)

b. Paul Samuelson67, menyebut ekonomi politik sebagai sebuah studi mengenai sistem ekonomi itu sendiri, yang diartikan sebagai cara suatu masyarakat mengatasi masalah ekonomi fundamental yang serupa dimanapun. Jadi, menurut Paul bahwa ekonomi politik adalah praktek dari ilmu ekonomi itu sendiri.

c. Warren F. Ilchman dan Norman T. Uphoff68, berpendapat bahwa ekonomi politik adalah suatu integrated social science of public purpose. Dikatakan bersifat politik karena membahas segi otoritas negara dalam masyarakat. Dikatakan bersifat ekonomi karena membahas masalah alokasi dan pertukaran sumber yang langka, termasuk di dalamnya sumber-sumber sosial dan politik.

d. Martin Staniland mengatakan dalam bukunya What is Political Economy? A Study of Social Theory and Underdevelopment, bahwa ekonomi politik adalah studi tentang teori sosial dan keterbelakangan.69

Ekonomi politik tidak dapat dipandang melalui masalah intelektual saja, melainkan juga terkait dengan ideologi dan budaya yang sangat beragam. Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya bahwa kita harus melihat ekonomi politik dari dua level pengamatan, yaitu dari sisi isi (content) dan dari sisi konteks (context). Dari sisi isi ada beberapa macam teori ekonomi politik. Kriteria untuk mengidentifikasi ialah : apakah teori

67

Ibid. Hlm. 20-21. 68 Ibid. Hlm. 21. 69


(29)

tersebut memperlihatkan suatu hubungan yang sistematis antara peristiwa-peristiwa ekonomi dengan proses-proses politik atau tidak. Hubungan sistematis antara ekonomi dan proses politik tersebut dapat dilihat dari tiga kemungkinan sebagai berikut70 ; Pertama, terdapat hubungan kausal antara ekonomi dan proses politik. Ini lazim disebut sebagai model ekonomi ekonomi politik “deterministik”. Model ini mengasumsikan bahwa ada hubungan deterministik antara ekonomi dan politik, di mana politik menentukan aspek-aspek ekonomi dan institusi-institusi ekonomi menentukan proses-proses politik. Kedua, ada hubungan timbal balik antara ekonomi dan proses politik. Ini yang disebut dengan model ekonomi politik “interaktif”, yang menganggap fungsi-fungsi politik dan ekonomi berbeda, tetapi saling mempengaruhi satu sama lain. Ketiga, terdapat hubungan perilaku yang berlanjut atau kontinu ( a behavioral continuity) antara ekonomi dan politik.

Dilihat dari sisi konteks, teori-teori ekonomi politik tersebut secara kasar dapat dibagi atas dua kelompok saja. Kelompok pertama disebut Liberal, sedangkan kelompok lainnya adalah pengkritik kelompok Liberal.71 Aliran Liberal (mencakup ekonomi politik Liberal Klasik, ekonomi politik Neoklasik, ekonomi politik Baru dan Neoliberalisme), adalah kelompok yang sangat menekankan alasan-alasan logika ekonomi rasional dan proses mekanisme pasar. Sedangkan aliran kedua adalah aliran pengkritik Liberal (mencakup Marxisme, Aliran Kelembagaan, Strukturalis, dan Dependensia), yang lahir dari dialektika pemikiran Marxisme yang banyak menggunakan

70 Ibid. Hlm. 13. 71


(30)

analisis konflik dan kekuasaan dalam menelaah keputusan ekonomi yang merupakan hasil dari proses politik.

Sesuai dengan pemahaman yang tertera diatas, bahwa ekonomi politik mencakup sistem kebijakan, praktek ekonomi, alokasi dan pertukaran sumber-sumber yang langka (termasuk sumber sosial dan politik) serta masalah keterbelakangan. Semua hal ini, jika ditelaah, mengarah kepada hubungan timbal balik antara negara dan masyarakat, kemudian hubungan timbal balik antara negara dan negara lainnya (ketergantungan). Negara-negara yang tidak memiliki sumber daya yang memadai membutuhkan sokongan dari negara lain, atau paling tidak, mengadakan kerjasama bilateral ataupun multilateral agar kebutuhan masyarakat dan negara terpenuhi. Seiring dengan berjalannya bantuan ataupun kerjasama antar negara, muncullah sebuah arus global yang memungkinkan terjadinya perdagangan bebas, yang kemudian disebut sebagai globalisasi. Di bawah ini akan dijelaskan konsep globalisasi.

F.1.1. Globalisasi

F.1.1.1. Pengertian Globalisasi

Globalisasi berarti suatu proses yang mencakup keseluruhan dalam berbagai bidang kehidupan sehingga tidak nampak lagi adanya batas-batas yang mengikat secara nyata. Dalam keadaan global, tentu apa saja dapat masuk sehingga sulit untuk disaring atau dikontrol. Terkait dengan kehidupan berbangsa dan bernegara, makna globalisasi memiliki dimensi luas dan kompleks yaitu bagaimana suatu negara yang memiliki batas-batas teritorial dan kedaulatan tidak akan berdaya untuk


(31)

menepis penerobosan informasi, komunikasi dan transportasi yang dilakukan oleh masyarakat di luar perbatasan.

Esensi globalisasi pada dasarnya adalah peningkatan interaksi dan integrasi di dalam perekonomian baik di dalam maupun antar negara, yang meliputi aspek-aspek perdagangan, investasi, perpindahan faktor-faktor produksi dalam bentuk migrasi tenaga kerja dan penanaman modal asing, keuangan dan perbankan internasional, serta arus devisa. Globalisasi bukan sekadar keterbukaan suatu negara terhadap arus modal atau valuta asing, atau liberalisasi perdagangan internasional melainkan bahwa mitra dagang suatu negara bersifat multilateral dan didominasi oleh kekuatan global sehingga transaksi setiap negara secara individual dapat dikatakan tidak memiliki pengaruh. 72 Kennedy dan Cohen menyimpulkan transformasi ini telah membawa bangsa-bangsa dalam suatu jaringan kinerja (network) yang mendunia atau global. 73

Ciri globalisasi adalah adanya pembagian kerja di dalam produksi karena perusahaan multinasional mengorganisir proses produksinya lintas negara yang didasarkan pada sumber-sumber daya ekonomi yang terpencar-pencar di seluruh dunia. Ciri globalisasi berikutnya adalah adanya mobilitas dana internasional dalam jumlah besar yang dikendalikan oleh arbitrase dana. Dua kata kunci di dalam globalisasi yakni interaksi dan integrasi.

72

Mahmud Thoha. 2002. Globalisasi, Krisis Ekonomi dan Kebangkitan Ekonomi Kerakyatan. Jakarta : Pustaka Quantum. Hlm. 3.

73 Elly M Setiadi dan Usman Kolip. 2011.

Pengantar Sosiologi : Pemahaman Fakta dan Gejala Permasalahan Sosial- Teori, Aplikasi dan Pemecahannya. Jakarta : Kencana. Hlm. 691.


(32)

Menurut Group of Lisbon, globalisasi dapat ditengarai dari dua aspek yaitu ruang lingkup dan intensitasnya.74 Pada satu sisi, globalisasi merupakan satu himpunan atau rangkaian proses yang cakupannya meliputi sebagian besar belahan dunia atau beroperasi di seluruh dunia, oleh karena itu mempunyai konotasi spasial atau ruang. Pada sisi lain, globalisasi juga mempunyai implikasi pada intensifikasi, interaksi, interkoneksi, atau dependensi antara negara-negara dan masyarakatnya yang merupakan komunitas dunia. Dengan demikian seiring dengan semakin meluasnya rentangan atau lingkupnya, maka proses globalisasi juga semakin mendalam. Menurut Malcolm Waters, globalisasi adalah sebuah proses sosial yang berakibat bahwa pembatasan geografis pada keadaan sosial-budaya menjadi kurang penting, yang terjelma di dalam kesadaran orang.75 Emmanuel Ritcher berpendapat, globalisasi adalah jaringan kerja global yang secara bersamaan menyatukan masyarakat yang sebelumnya terpencar-pencar dan terisolasi ke dalam saling ketergantungan dan persatuan dunia.

F.1.1.2. Fenomena Globalisasi

Fenomena globalisasi yang sedang diperhadapkan kepada umat manusia semenjak abad ke-20 dapat ditandai oleh beberapa hal, di antaranya adalah76

a. Arus Etnis, ditandai dengan mobilitas manusia yang tinggi dalam bentuk imigran, turis, pengungsi, tenaga kerja dan pendatang. Arus manusia ini telah melewati batas-batas teritorial negara.

74

Mahmud Thoha. Loc.cit.

75

Jurnal yang ditulis oleh Rowland B.F. Pasaribu. 2012. Globalisasi dan Pembangunan Ekonomi Indonesia. Hlm. 469.

76


(33)

b. Arus Teknologi, ditandai dengan mobilitas teknologi, munculnya multinational corporation dan transnational corporation yang kegiatannya dapat menembus batas-batas negara.

c. Arus Keuangan, yang ditandai dengan makin tingginya mobilitas modal, investasi, pembelian melalui internet penyimpanan uang di bank asing. d. Arus Media, yang ditandai dengan makin kuatnya mobilitas informasi, baik melalui media cetak maupun elektronik. Berbagai peristiwa di belahan dunia seakan-akan berada di hadapan kita karena cepatnya informasi. e. Arus Ide, yang ditandai dengan makin derasnya nilai baru yangmasuk ke suatu negara. Dalam arus ide ini muncul isu-isu yang telah menjadi bagian dari masyarakat internasional. Isu-isu ini merupakan isu internasional yang tidak hanya berlaku di suatu wilayah nasional negara.

F.1.1.3. Trens Era Globalisasi

Era globalisasi yang akan terus berlanjut dalam abad 21, pada mulanya merupakan wujud perubahan dan perkembangan sistem informasi, telekomunikasi serta transportasi dengan fenomena yaitu dapat mempersingkat jarak dalam hubungan antar negara atau antar wilayah dalam batas ruang dan waktu. Perkembangan demikian, dimungkinkan oleh kemajuan-kemajuan yang cepat dan menakjubkan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek). Tentu saja kemajuan-kemajuan Iptek tersebut dapat dicapai berkat adanya kemampuan ekonomi dunia melalui aliran modal tanpa batas untuk mendukungnya. Sebagaimana yang sedang kita saksikan, adanya keterkaitan antara kedua faktor Iptek dan kemampuan ekonomi ini telah menimbulkan perubahan-perubahan yang cepat dan luar


(34)

biasa di seantero dunia, serta tingkat kompetisi yang tinggi, dan tidak terkecuali pada masyarakat Indonesia.

Adapun beberapa trens tentang globalisasi, dapat dijelaskan sebagai berikut77 :

a. Perubahan Akseleratif, yaitu merupakan perubahan yang sangat cepat dalam segala bidang terutama yang berhubungan dengan interdependensi atau ketergantungan dengan ekonomi, teknologi informasi dan komunikasi di antara negara-negara di dunia.

b. Aliran Modal Tanpa Batas, yaitu tumbuhnya iklim investasi yang

mencakup berbagai produk. Banyak perusahaan-perusahaan

multinasional yang melakukan ekspansi ke negara-negara lain untuk mendapatkan komponen-komponen produk yang tidak lagi dari anak perusahaannya, tapi dapatjuga dari perusahaan-perusahaan lain sehingga terwujud produk barang jadi.

c. Ekonomi Pengetahuan, yaitu bahwa globalisasi telah membawa hubungan ekonomi antar bangsa yang ditandai saling ketergantungan antara negara-negara maju dan negara berkembang dengan segala implikasi yang ditimbulkannya. Hal ini menjadi kajian ilmu pengetahuan bagi para akademisi, ekonom, perumus kebijakan baik pemerintah maupun dunia usaha.

d. Hiper Kompetisi, yaitu segala daya upaya yang dilakukan baik dari dunia usaha, dunia industri maupun pemerintah yang selalu berkompetisi untuk memperoleh simpati dan segmen pasar yang

77


(35)

sebanyak-banyaknya. Pemanfaatan media komunikasi dan informasi sangat gencar dalam publikasi untuk menawarkan produk-produk unggulan yang berkualitas dengan segala kelebihannya sesuai dengan trens yang ada di dalam masyarakat.

e. Global dan Kompleks, yaitu segala hal yang terkait dengan transnasional produk telah terjadi saling ketergantungan yang memerlukan tingkat manajemen tinggi dan kompleks. Oleh sebab itu, globalisasi telah memberikan implikasi analisis pemikiran yang integrated dan komprehensif.

Trens atau karakteristik globalisasi abad 21 dapat digambarkan sebagai berikut :

Perubahan Akseleratif Global dan

Aliran Modal

Kompleks

Tanpa Batas Hiper

Ekonomi

Kompetisi Pengetahuan Gambar 1.1. Trens globalisasi abad 21


(36)

F.1.1.4. Pelaku Atau Subjek Globalisasi

Para pelaku atau subjek dari globalisasi yang berperan dalam tumbuh-kembangnya tatanan dunia global, dapat digambarkan sebagai berikut 78:

a. Negara-negara yang dipetakan secara dikotomis, yaitu negara-negara besar dan negara kecil, negara maju dan negara-negara berkembang, negara-negara- negara-negara yang kuat dan yang lemah secara ekonomi, negara-negara yang berdiri sendiri atau yang bergabung dengan negara lain, dan lain sebagainya.

b. Organisasi-organisasi antar pemerintah (IGO atau International-Govermental Organizations) seperti ASEAN, NATO, Europian Community dan lain sebagainya.

c. Perusahaan internasional yang dikenal dengan Multinational Corporation (MNC) atau Transnational Corporation atau Global Firms. Perusahaan-perusahaan ini dengan modalnya yang besar dan bersifat deteritorialis meluaskan jaringannya ke segala penjuru dunia. Pemerintah, pada khususnya negara-negara berkembang merasa perlu mendapatkan modal dan teknologinya.

d. Organisasi internasional atau transnasional yang non pemerintah (INGO - International Non-Governmental Organizations) seperti Palang Merah Internasional di dirikan tahun 1867, Workingmen’s Association (Sosialist International) tahun 1860-an, International Women’s League for Peace and Freedom. Organisasi konvensional

78


(37)

seperti: Vatikan, Dewan Gereja-gereja Sedunia, Rabiyatul Islamiyah. Yang modern seperti Amnesty International, Green-Peace International, World Conference on Religion and Peace, World Federation of United Nations Associations, Trans-Parency International, Worldwatch, Human Rights Watch dan Refugee International. Organisasi global ini lebih tepat disebut aktivis professional. Pendapat umum dan kebijakan dunia ternyata banyak sekali dipengaruhi oleh organisasi aktivis ini. Gagasan-gagasan mereka banyak disalurkan melalui media massa elit dunia, seperti International Herald Tribune, The Guardian, Times, dan The Economist.

e. Organisasi-organisasi non formal, rahasia dan setengah rahasia. seperti: mafia, teroris, pembajak, penyelundup, preman global, tentara bayaran, hacker computer.

F.2. Teori Kebijakan Publik

Istilah kebijakan cenderung disepadankan dengan kata policy yang dibedakan dengan kebijaksanaan (wisdom) maupun kebajikan (virtues). Bagi para policy maker dan orang-orang yang menggeluti kebijakan, penggunaan istilah-istilah tersebut tidak menimbulkan masalah, tetapi bagi orang luar struktur pengambilan kebijakan tersebut mungkin akan membingungkan. Pada dasarnya terdapat banyak batasan atau defenisi mengenai apa yang dimaksud dengan kebijakan. Setiap defenisi bisa memberi penekanan yang berbeda-beda, yang tergantung kepada orang yang mengartikannya, dan setiap orang tentu memiliki latar belakang yang


(38)

berbeda, sehingga tidak mengherankan jika poin-poin yang ditekankan dalam memberi defenisi bagi kebijakan.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memberikan definisi

kebijakan sebagai pedoman untuk bertindak. Pedoman ini bisa amat sederhana atau kompleks, bersifat umum atau khusus, luas atau sempit, kabur atau jelas, longgar atau terperinci, bersifat kualitatif atau kuantitatif, publik atau privat. Kebijakan dalam maknanya yang seperti ini mungkin berupa suatu deklarasi mengenai suatu program, mengenai aktivitas-aktivitas tertentu atau suatu rencana.79

Thomas Dye mengatakan bahwa kebijakan adalah apapun pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan.80 James E. Anderson sebagai pakar kebijakan publik mendefinisikan kebijakan sebagai hal yang telah ditetapkan oleh bada-badan dan aparat pemerintah.81 Richard Rose, sebagai seorang pakar ilmu politik menyarankan bahwa kebijakan hendaknya dimengerti sebagai serangkaian kegiatan yang sedikit banyak berhubungan beserta konsekuensi-konsekuensinya bagi mereka yang bersangkutan daripada sebagai suatu keputusan tersendiri. Kebijakan menurutnya dipahami sebagai arah atau pola kegiatan dan bukan sekadar suatu keputusan untuk melakukan sesuatu. Sementara Laswell dan Kaplan yang melihat kebijakan sebagai sarana untuk mencapai tujuan dan

79

Solichin Abdul Wahab. 2004. Analisis Kebijaksanaan: Dari Formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara. Jakarta: Bumi Aksara. Hlm. 2.

80

Drs. AG. Subarsono, M.Si., MA. 2005. Analisis Kebijakan Publik : Konsep, Teori dan Aplikasi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Hlm. 2.

81


(39)

menyebutkan kebijakan sebagai program yang diproyeksikan, berkenaan dengan tujuan, nilai dan praktek.82

Studi mengenai kebijakan publik dapat dipahami dari dua prespektif. 83 Pertama, perspektif politik, bahwa kebijakan publik di dalam perumusan, implementasi, maupun evaluasinya pada hakikatnya merupakan pertarungan berbagai kepentingan publik di dalam mengalokasikan dan mengelola sumberdaya (resources) sesuai dengan visi, harapan, dan prioritas yang ingin diwujudkan. Kedua, perspektif administratif, bahwa kebijakan publik merupakan ikhwal yang berkaitan dengan sistem, prosedur, dan mekanisme, serta kemampuan para pejabat publik (official officers) di dalam menterjemahkan dan menerapkan kebijakan publik, sehingga visi dan harapan yang ingin dicapai dapat diwujudkan di dalam realitas. Memahami kebijakan publik dari kedua perspektif tersebut secara berimbang dan menyeluruh akan membantu kita lebih mengerti dan maklum mengapa suatu kebijakan publik tersebut meski telah terumuskan dengan baik namun di dalam implementasinya sulit terwujudkan.

F.2.1. Kerangka Kerja Kebijakan Publik

Kerangka kerja kebijakan publik akan ditentukan oleh variabel berikut84 :

1. Tujuan yang akan dicapai. Ini mencakup kompleksitas tujuan yang akan dicapai. Apabila tujuan kebijakan semakin kompleks, maka akan semakin sulit mencapai kinerja kebijakan.

82

Said Zainal Abidin. 2004. Kebijakan Publik. Jakarta: Yayasan Pancur Siwah. Hlm. 21. 83

Dr. H. Tachjan, M.Si. 2006. Implementasi Kebijakan Publik. Bandung : AIPI & Puslit KP2W Unpad. Hlm. V.

84


(40)

Hasil

2. Preferensi nilai. Suatu kebijakan yang mengandung variasi nilai akan jauh lebih sulit untuk dicapai dibanding dengan suatu kebijakan yang hanya mengejar satu nilai.

3. Sumberdaya yang mendukung kebijakan.

4. Kemampuan atau kualitas aktor yang terlibat dalam pembuatan kebijakan.

5. Lingkungan yang mencakup lingkungan sosial, ekonomi, politik dan sebagainya. Kinerja dari suatu kebijakan akan dipengaruhi oleh konteks sosial, ekonomi, politik tempat kebijakan tersebut diimplementasikan.

6. Strategi yang digunakan untuk mencapai tujuan. Dapat bersifat top-down approach atau bottom-up approach, otoriter atau demokratis.

F.2.2. Proses Kebijakan Publik

Proses ini adalah serangkaian aktivitas intekektual yang dilakukan daam proses kegiatan yang bersifat politik. Aktivitas politis tersebut nampak dalam serangkaian kegiatan yang mencakup penyusunan agenda, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi kebijakan, penilaian kebijakan (evaluasi).

Dalam pandangan Ripley85, tahapan/proses kebijakan publik adalah sebagai berikut:

85

Ibid. Hlm. 11.

Penyusunan Agenda

Agenda Pemerintah


(41)

Diikuti Hasil Diperlukan

Hasil

Diperlukan

Gambar 1.2. Tahapan Kebijakan Publik Ripley

F.2.3. Ekonomi Politik dalam Sebuah Kebijakan Publik

Keterkaitan suatu sistem ekonomi dan proses politik merupakan dua sisi dari satu mata uang, sehingga disiplin ilmu ekonomi dan ilmu politik tidak dapat dipisahkan begitu saja. Dalam negara manapun suatu pertukaran pasti terjadi, maka tidak ada negara yang tidak memiliki pasar. Akan tetapi, pasar harus tetap di-governed dalam suatu sistem kekuatan kelembagaan yang bernama negara, bahkan negara dapat mendikte tingkat suplai uang, suatu sistem accounting dalam pertukaran yang saat ini dianggap paling efisien. Untuk dapat mengerti dan memahami mengapa pemerintah harus mengatur pasar, mengapa dan bagaimana para politisi sibuk dan getol sekali pada nuansa pemerataan pendapatan, atau bagaimana

Formulasi & Legitimasi Kebijakan

Evaluasi thd implementasi, kinerja & dampak kebijakan Implementasi Kebijakan

Kebijakan Baru

Kebijakan

Kinerja & Dampak Kebijakan Tindakan Kebijakan


(42)

kekuatan pasar dapat mempengaruhi hasil akhir atau outcome politik, falsafah ilmu ekonomi dan ilmu politik tidak hanya harus dipahami secara lebih menyeluruh, tetapi juga harus diletakkan pada perspektif teori yang sama. Perspektif teori itulah yang kemudian dikenal dengan ekonomi politik.

Ekonomi politik dimaksudkan untuk membahas keterkaitan antara berbagai aspek, proses, dan institusi politik dengan kegiatan ekonomi (produksi, investasi, pembentukan harga, perdagangan, konsumsi, dan lain-lain). Penelusuran mendalam tentang ekonomi politik biasanya didekati dari format dan pola hubungan antara pemerintah, swasta, masyarakat, partai politik, organisasi buruh, lembaga konsumen, dan sebagainya.86 Ekonomi politik jelas tidak dapat dipisahkan dari suatu kebijakan publik, mulai dari proses perancangan, perumusan, sistem organisasi dan implementasinya. Sesuai dengan perkembangan ekonomi politik, kebijakan publik, terutama tentang ekonomi adalah suatu pilihan (terbaik) yang diperoleh melalui suatu perjuangan para kelompok kepentingan, yang berlangsung pada suatu setting institusi politik yang sedang berkuasa saat ini, bukan semata setting pasar. Artinya, negara juga punya kewajiban membangun suatu struktur kelembagaan yang mampu mendorong inisiatif para pelaku dan agen ekonomi sebagai individu dan sebagai anggota masyarakat, sekaligus wajib menciptakan suatu proses dan kesempatan agar struktur kelembagaan itu dapat dimodifikasi jika kondisi sosial ekonomi memungkinkan.

86 Bustanul Arifin dan Didik J. Rachbini. 2001. Ekonomi Politik dan Kebijakan Publik. Jakarta : Grasindo. Hlm. 3.


(43)

Sistem ekonomi akan dapat bekerja dengan baik dan menjadi viable apabila aransemen kelembagaan yang ada mampu secara jelas mencegah, melarang, dan mengatasi dampak sosial yang merugikan. Sistem hak dan kewajiban individu tidak akan pernah terwujud dengan baik apabila tidak ada struktur penegakan yang baik pula. Inilah esensi nation state yang tidak lain adalah sistem otoritas yang berfungsi untuk memberikan legitimasi kepada seluruh transaksi, bukan malah menjadi pemangsa sistem pasar. Dalam hal ini, ekonomi nasional Indonesia harus memulai langkah rekonstitusi sistem ekonomi. Dalam artian bahwa suatu nation state memerlukan lebih dari sekadar adanya pemerintahan baru, walau dibentuk berdasarkan hasil keputusan sosial yang sangat demokratis sekalipun.

Upaya-upaya rekonstitusi dan reformasi kebijakan ekonomi dapat dilihat sebagai suatu langkah sistematis beberapa komponen negara, terutama tingkah laku pemerintah atau cara pemerintah menentukan pilihan yang dapat mempengaruhi roda perekonomian. Tingkah laku pemerintah diletakkan sebagai faktor endogen dari keseluruhan proses perumusan kebijakan ekonomi. Kebijakan ekonomi tidak terbentuk dari suatu proses optimalisasi saja, yang jelas pasti terdistorsi oleh kepentingan pribadi, tetapi sebagai suatu produk kompromis dari sekumpulan kepentingan yang mengatasnamakan kepentingan bersama dan dibawa oleh para politisi dengan segala ambisi dan tujuannya dalam suatu proses transaksi politik.87 Domain ekonomi politik selalu concerned dengan peranan kelembagaan

87


(44)

dalam setiap perumusan, organisasi, dan implementasi kebijakan pembangunan.

Hal yang perlu diperhatikan adalah caranya untuk menerangkan siapa yang mendapat manfaat dan siapa yang menanggung beban akibat adanya suatu regulasi/kebijakan atau aturan ekonomi. Dalam setiap regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah pasti memiliki tujuan tertentu, dan selain manfaat yang diharapkan, sering pula datang secara bersamaan dampak negatif yang disebabkan oleh regulasi tersebut. Karena itu diperlukan sebuah analisis untuk melihat besaran manfaat dan kerugian dari suatu regulasi ekonomi. Didik J. Rachbani menjelaskan analisis ini dengan Teori Regulasi Ekonomi.88 Secara lebih luas teori regulasi ditujukan untuk melihat manfaat dan kerugian individu di dalam suatu kelompok, yang bisa dikaitkan dengan Teori Optimal Pareto. Arti Teori Optimal ini adalah suatu proposisi karena proses alokasi sumber-sumber ekonomi, tetapi tanpa mengakibatkan kerugian pada individu lainnya.89 Teori regulasi ekonomi tidak lepas dari proposisi tersebut karena regulasi harus diinstitusikan dengan manfaat sebanyak mungkin pada publik atau konstituen yang dikenai regulasi tersebut dengan dampak negatif kerugian yang minimal atau bila perlu tanpa harus menyebabkan yang lainnya merugi.

Keseluruhan aspek di atas, secara jelas juga merujuk kepada sebuah pembangunan (terkhusus dalam bidang ekonomi politik) dalam sebuah negara. Adanya perkembangan pasar secara global zaman ini,

88

Didik J. Rachbani. 2004. Ekonomi Politik : Kebijakan dan Strategi Pembangunan. Jakarta : Granit. Hlm. 10-11.

89


(45)

mewajibkan seluruh komponen di dalam sebuah negara memasang kondisi siap siaga. Pembangunan adalah upaya untuk membuat kehidupan yang lebih baik untuk setiap orang. Negara memberi regulasi yang dapat mendukung setiap pergerakan dan aspirasi serta memberi status kepada manusia sebagai masyarakat sosial, kemudian memberi wadah pasar (ekonomi baik secara nasional maupun global) dalam mendukung pemenuhan kebutuhan manusia yang tidak terbatas. Pembangunan dalam sebuah negara tidak dapat diartikan sebagai pembangunan jika hanya mengarah kepada bertumbuhnya perkonomian. Tetapi dalam segala aspek yang turut membantu membuat setiap masyarakat dalam negara tersebut memiliki kesempatan untuk merasakan kehidupan yang lebih baik. Dengan demikian, sebuah tatanan ekonomi politik, secara lebih spesifik, keterlibatannya di dalam sebuah kebijakan publik harus melindungi kepentingan masyarakat.

G. Definisi Konsep

Definisi Konsep dimaksudkan untuk membatasi istilah serta memperjelasnya agar tidak mengalami makna ganda (ambigu). Maka defenisi konsep dalam penelitian ini adalah :

G.1. Ritel

Perdagangan ritel adalah suatu kegiatan menjual barang atau jasa kepada seseorang untuk keperluan diri sendiri, keluarga, maupun dalam rumah tangga. Ritel adalah usaha bisnis yang menjual barang-barang terutama untuk konsumsi rumah tangga dan digunakan secara non bisnis.


(46)

Ritel disebut juga pasar. Secara umum, jenis ritel dapat dibagi menjadi dua yaitu; ritel modern dan ritel tradisional.

Seperti yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya, dalam Peraturan Presiden No 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern telah memberikan definisi mengenai pasar, dimana pasar terbagi lagi menjadi dua bagian yaitu pasar tradisional dan pasar/toko modern. Pada pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa definisi pasar tradisional adalah sebagai berikut :

“ Pasar Tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil, menengah, swadaya masyarakat atau koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil dan dengan proses jual beli barang dagangan melalui tawar menawar.”

Sedangkan pada pasal 1 ayat 5 disebutkan bahwa toko modern :

“ Toko Modern adalah toko dengan sistem pelayanan mandiri, menjual berbagai jenis barang secara eceran yang berbentuk Minimarket, Supermarket, Department Store, Hypermarket ataupun grosir yang berbentuk Perkulakan.”

Dibawah ini akan djelaskan mengenai perbedaan karakteristik ritel modern dan tradisional.


(47)

Tabel 1.1 Perbedaan Karakteristik Ritel Modern dan Tradisional90

No Aspek Ritel Modern Tradisional

1 Histori Fenomena Baru Evolusi panjang

2 Fisik Baik dan mewah Umumnya kurang baik

meski sebagian ada yang baik

3 Pemilikan/Kelembagaan Umumnya

perorangan/swasta

Milik masyarakat/desa,

pemda, sedikit swasta

4 Modal Modal kuat/ digerakkan

swasta

Modal

lemah/subsidi/swadaya masyarakat

5 Konsumen Umumnya menengah ke

atas

Menengah ke bawah

6 Metode Swalayan Tawar-menawar

7 Status tanah Tanah perorangan/swasta Tanah negara, sedikit

swasta

8 Pembiayaan Tidak disubsidi Kadang-kadang disubsidi

9 Pembangunan Swasta Pemda/Desa

10 Pedagang yang masuk Pemilik modal juga

pedaganngnya (tunggal) atau beberapa pedagang formal skala menengah dan besar

Beragam, massal

90


(48)

11 Peluang

masuk/Partisipasi

Terbatas, umumnya

pedagang tunggal dan menengah ke atas

Bersifat massal

12 Jaringan Sistem rantai koorporasi

atau bahkan terkait

dengan modal luar negeri

Pasar regional, pasar kota, pasar kawasan

G.2. Studi Interlinkages91

Tulisan ini memakai studi perkaitan (interlinkages) sebagai acuan untuk meneliti masalah. Secara singkat, bahwa apa yang dinamakan dengan perkaitan (interlinkages), persoalannya tidaklah terletak pada siapa penyebab dan siapa penerima akibat, juga bukan karena efek langsung dari akibat, tetapi adanya hubungan sub ordinasi lingkaran di antara sub variabel akibat tersebut. Perkaitan antar variabel lebih ditentukan oleh suatu bentuk hubungan yang bersifat interlinkages yakni adanya kaitan hubungan dari efek-akibat sehingga menimbulkan peristiwa tertentu baik terhadap variabel yang mempengaruhi maupun variabel yang dipengaruhi sehingga menghasilkan fakta tertentu yang dapat dihubungkan satu sama lain. Di samping itu, jika interlinkages berlangsung maka terdapat unsur yang bersifat intervening variable misalnya faktor psikologis. Namun ia juga terbentuk karena adanya unsur rangkaian antara variabel tertentu dengan variabel yang lain sekalipun terjadi perbedaan materi dalam objek dan subjeknya. Dalam implementasinya suatu peristiwa sub ordinat tertentu

91


(49)

yang tidak secara langsung memiliki kaitan dapat menimbulkan keterhubungan secara interlinkages yakni melalui suatu apa yang sering dikenali sebagai “benang merah”.

H. Metodologi Penelitian H.1. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah campuran (mixed methods). Penelitian merupakan suatu langkah penelitian dengan menggabungkan dua bentuk penelitian yaitu penelitian kualitatif dan penelitian kuantitatif. Menurut pendapat Sugiyono92, bahwa mixed methods

adalah suatu metode penelitian, yang mengkombinasikan atau

menggabungkan antara metode kualitatif dengan metode kuantitatif untuk digunakan secara bersama-sama dalam suatu kegiatan penelitian , sehingga diperoleh data yang lebih komprehensif, valid, reliable, dan objektif.

Menurut Creswell93, terdapat 3 strategi dalam mixed methods, yaitu :

1. Sequential mixed methods 2. Concurent mixed methods 3. Transformation mixed methods

Penelitian ini menggunakan Sequential mixed methods (metode campuran bertahap), yang mana metode ini merupakan strategi bagi peneliti untuk menggabungkan data yang ditemukan dari satu metode dengan metode lainnya. Strategi ini dilakukan dengan interview terlebih dahulu

92 Dikutip dari buku Prof. Dr. Sugiyono, tahun terbit : 2011 dengan judul

Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods)-Bandung : Alfabeta, hlm. 404 oleh Titin Ariska Sirnayatin dalam skripsi. 2013. Membangun Karakter Bangsa Melalui Pembelajaran Sejarah. Bandung : Univ. Pendidikan Indonesia. Bab 3 Metodologi Penelitian. Hlm. 49.

93 Dikutip dari buku John W. Creswell, tahun terbit :2010 dengan judul Research Design : Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed-Jakarta: Pustaka Pelajar. Hlm. 316-324.


(50)

untuk mendapatkan data data kualitatif, lalu diikuti dengan data kuantitatif dalam hal ini menggunakan survey. Strategi ini menjadi tiga bagian, yaitu :  Strategi eksplanatoris sekuensial, tahap pertama dalam strategi ini adalah

mengumpulkan dan menganalisis data kualitatif yang dibangun berdasarkan hasil awal kuantitatif. Bobot atau prioritas ini diberikan kepada data kualitatif.

 Strategi ekploratoris sekuensial, merupakan kebalikan dari strategi eksplanatoris sekuensial, pada tahap pertama peneliti mengumpulkan dan menganalisis data kualitatif kemudian mengumpulkan dan menganalisis data kuantitatif yang didasarkan kepada hasil tahap pertama. Bobot utama strategi ini adalah pada data data kualitatif.

 Strategi transformatif sekuensial, dima apada strategi ini peneliti menggunakan perspektif teori untuk membentuk prosedur-prosedur tertentu dalam penelitian. Dalam model ini, peneliti boleh memilih untuk menggunakan salah satu dari dua metode dalam tahap pertama , dan bobotnya diberikan pada salas satu dari keduanya atau dibagikan secara merata pada masing-masing tahap penelitian.

Dalam penelitian ini, memakai metode ekploratoris sekuensial.

H.2. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ilmu sosial rancangan penelitian umumnya terbagi atas 3 (tiga) bentuk, yaitu penelitian eksploratif, penelitian deskriptif, dan penelitian eksplanatori/penjelasan.94 Penelitian eksploratif

94

Laporan Praktek Kerja Lapangan Mantily dkk. 2014. Peran Biiro Otonomi Daerah dan Kerjasama Dalam Mengevaluasi Daerah Otonomi Baru. Medan. Hlm. 15-16.


(51)

adalah jenis penelitian yang berusaha mencari ide-ide atau hubungan-hubungan yang baru. Sedangkan, penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk menguraikan sifat-sifat atau karakteristik dari suatu fenomena tertentu. Terakhir, penelitian eksplanatori merupakan penelitian yang bertujuan menganalisis hubungan-hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya atau bagaimana suatu variabel mempengaruhi variabel lainnya. Melihat pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penelitian ini berjenis penelitian eksploratif. Hal ini dikarenakan dalam penelitian ini ingin melihat dan mencari hubungan dan fakta-fakta baru dari permasalahan yang ada.

H.3. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah kota Medan, secara spesifik adalah lokasi ritel yaitu Carrefour , Alfamart, Indomaret (lokasi sampel : Simpang Kampus USU - Pasar V, Kecamatan Medan Baru) dan Pasar Tradisional (Pasar Pagi, dan Pasar Sore), yang semuanya berada di Jalan Jamin Ginting, kecamatan Medan Baru.

H.4. Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh warga Kecamatan Medan Baru.

H.6. Sampel Penelitian

Dalam hal ini peneliti menggunakan metode purposive sampling yaitu teknik pengambilan sampel secara sengaja sesuai dengan persyaratan sampel yang diperlukan. Maksudnya, peneliti menentukan sendiri sampel


(52)

yang diambil karena ada pertimbangan tertentu. Maka, informan kunci (key informan) yang dipilih ialah Pemerintah kota Medan (Bidang Perekonomian dan Pembangunan), Ketua KPPU Kota Medan, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan kota Medan, dan Kepala Badan Pelayanan Perizinan Terpadu kota Medan, hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan data secara kualitatif. Sedangkan untuk data kuantitatif dilakukan kepada masyarakat, yaitu konsumen ritel modern ( Carrefour, Alfamart dan Indomaret) dan konsumen di pasar tradisional (Pasar Pagi/Pasar Sembada dan Pasar Sore). Untuk data kuantitatif akan digunakan teknik Accidental Sampling (teknik sampling kebetulan). Teknik ini dilakukan apabila pemilihan anggota sampelnya dilakukan terhadap orang yang kebetulan ada atau dijumpai.95.

Penentuan jumlah sampling diambil dengan menggunakan rumus Taro Yamane96 yaitu :

1

2  

Nd N n

n = Jumlah Sampel N = Jumah Populasi

d = presisi (yang ditetapkan 10% dengan derajat kepercayaan 90%)

Jumlah penduduk di Kecamatan Medan Baru, tercatat sebanyak 39577. Maka sesuai dengan rumus di atas, maka jumlah sampelnya adalah sebagai berikut :

95

Husaini Usman & Purnomo Setiadi Akbar. 2009. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta : Bumi Aksara. Hlm. 45.

96 Jalaluddin Rakhmat. 1991. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung : Remaja Rosdakarya. Hlm. 81.


(1)

 Kalau pasar stabil, investor juga mudah tertarik dalam penanaman modal. Jadi, kita berusaha untuk menjaga kestabilan pasar.

2. Badan Pelayanan Perizinan Terpadu- Kabag Tata Usaha (Bapak M. Syafruddin)

 Tugas dan fungsi BPPT, selengkapnya ada di website

 Kalau menurut perubahan Perwal No 20/2011, perizinan ritel modern dilakukan disini. Namun, tidak ada bedanya dengan proses perizinan badan usaha lainnya. Kita memproses dengan cara yang sama , tidak ada cara khusus untuk ritel modern.

 BPPT berdiri tahun 2009, dan mulai melakukan proses perizinan di tahun 2010. Jadi, tahun 2010 sudah ada permohonan dari pihak ritel modern. Ada yang bisa diterbitkan izinnnya, tapi , banyak yang ditolak karena tidak sesuai persyaratan. Salah satu persyaratan bagi ritel modern adalah adanya IMB (Izin Mendirikan Bangunan) sesuai dengan peruntukan toko perdagangan.

 Persyaratan dan proses sekarang lebih mudah. Karena BPPT juga menyediakan media secara online. Jadi, proses dan permohonan izin tidk hanya untuk ritel tapi untuk semua usaha perdagangan. Untuk semakin mempermudah , kita juga punya layanan SMS Gateway. Masyarakat tinggal pantau sendiri apakah permohonan sudah diurus atau belum.

 BPPT tidak tahu menahu soal wilayah mana yang belum tersentuh pembangunan ritel modern, itu bukan tanggung jawab BPPT.


(2)

 Pengawasan produk atau izin pemasukan produk juga bukan wewenang dari BPPT. Kami hanya bertindak sebagai pemberi izin usaha. BPPT tidak punya tugas dan fungsi pengawasan dan pengendalian kepada usaha perdagangan. Dinas teknis yang melakukan hal tersebut adalah Disperindag

 Banyak sebenarnya ritel modern yang tidak punya izin. Ada ratusan. Tapi kita tidak punya data yang tidak punya izin, yang kita punya data yang masuk dan diproses. Kalau yang tidak diproses di BPPT, kita tidak punya datanya.

 BPPT juga tidak punya wewenang dalam memberikan sanksi.

 Ya. Izin mendirikan UMKM juga diurus di BPPT. Semua usaha industri yang ingin punya izin harus melalui BPPT.

 Kalau menurut saya, maraknya ritel modern tidak memperngaruhi UMKM, tapi lebih mempengaruhi pasar trradisional dan pedagang kecil/kelontong. Jadi, mengapa IMB tetap diharuskan dalam persyaratan supaya ritel modern ini tidak sesuka hati membangun. Kalau misalnya, BPPT tidak menyertakan syarat IMB, ritel modern terkhusus minimarket akan ada dibangun di jalan-jalan kecil atau gang-gang.

 BPPT melakukan sosialisasi melalui spanduk. Kemarin ada radio juga yang meliput tentang tupoksi, juga melalui surat kabar setempat. Jadi, sosialiasi sudah banyak dilakukan, dan masyarakat sudah mengenal kami.


(3)

 Program baru tahun ini yang sudah direalisasikan adalah SMS Gateway. BPPT ingin mengutamakan kemudahan dan kenyamanan masyarakat.

3. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Medan – Kasek Usaha Perdagangan dan Kemitraan (Bapak Abdul Rahim)

 Tugas Disperindag yang paling utama adalah pengawasan

 Karena perwal No 20 sudah diubah, disperindag tidak punya weweang lagi dalam mengatur hal izin.

 Disperindag juga tidak punya produk hukum khusus dalam mengatur pembangunan ritel modern

 Setelah Perwal No 20 diganti, semua toko modern langsung membangun secara beramai-ramai di tahun 2012. Karena memang Perwal itu mempermudah mereka.

 Tindakan dalam pengawasan memang kurang. Karena setelah perwal diubah, tindakan untuk perizinan dan pengaturan tidak lagi menjadi wewenang Disperindag

4. Komisi Pengawas Persaingan Usaha Kota Medan – Bagian Humas (Ibu Betty) dan PIC Penegakan Hukum (Bapak Ridho)

a. Bagian Humas – Ibu Betty

 Hal terpenting adalah pembentukan political will, yaitu kebijakan pemerintah dalam mengatur keberadaan ritel modern


(4)

 Pengaruh KPPU dalam pembuaatan kebijakan/output, hanya sebatas memberi saran dan pertimbangan.

 Tugas KPPU memperhatikan dan mengawasi kebijakan-kebijakan Pemda yang tidak sesuai dengan UU NO 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli Usaha.

 KPPU pernah memproses penegakan hukum bagi ritel modern yaitu kasus PT. Indomarco Pratama yang membawahi Indomaret di tahun 2005 tapi, tidak ditemukan bukti pelanggaran.

 Dengan Pemko Medan, KPPU belum punya kerjasama yang cukup berarti, selain adanya diskusi untuk membahas tentang pembangunan ritel modern. KPPU pernah diajak berdiskusi oleh DPRD tentang masalah ritel modern yang marak, dan memperbincangkan tentang peran KPPU dalam mengatasi hal itu, namun dalam tugas KPPU, hal itu tidak menjadi tanggung jawab kami. Hal tersebut kembali kepada Pemda.

 Tugas dan fungsi KPPU memang terkesan gantung. Karena kita tidak punya hak menyita.

 Sebenarnya perlu juga kita perhatikan masyarakat. Secara umum, masyarakat sekarang ini lebih memilih belanja ke ritel modern daripada ke pasar tradisional atau pedagang kelontong. Nah, kalau hal ini tidak menjadi perhatian Pemda, pasar tradisional akan tergerus. Masyarakat, kan diatur oleh negara sebenarnya. Tapi kalau peraturannya pun membebaskan, ya masyarakat kan ikut saja. Maka niat beli juga akan tinggi, padahal belum tentu daya beli juga tinggi.


(5)

b. PIC(Person in Charge) Penegakan Hukum (Bapak Ridho)

 Untuk mencari tahu mana ritel yang melanggar hukum atau yang memonopoli usaha kita harus lakukan analisis lagi. Jadi ritel modern belum bisa dikategorikan sebagai usaha yang memonopoli. KPPU juga sampai sekarang tidak menemukan bukti bahwa ritel-ritel modern seperti Indomaret, Alfamart, Carrefour, dan sebagainya telah melanggar peraturan yang tercantum di UU No.5 Tahun 1999.  Seperti yang telah disampaikan, KPPU pernah melakukan tindak

penyelidikan namun tidak menemukan bukti pelanggaran.

 KPPU melakukan penegakan hukum terhadap monopoli usaha dengan cara inisiatif dan juga pelaporan dari masyarakat. Maksudnya, KPPU bisa berinisiatif sendiri melakukan penyelidiakan atau mendapat laporan dari penyelidikan masyarakat. Jika sudah ditemukan indikasi awal, KPPU akan melakukan penyelidikan untuk mencari alat bukti, minimal dua alat bukti. Kemudian setelah mendapat alat bukti, KPPU melakukan proses persidangan. KPPU memliki peradilan sendiri untuk mengadili pelanngar. Yang menjadi Hakim adalah Komisioner KPPU, dan kita punya investigator, yang kalau dalam persidangan umum disebut jaksa penuntut. Jika ditemukan bersalah (pihak yang diadukan) , KPPU memberi sanksi administrasi. KPPU tidak punya wewenang memberikan sanksi pidana.

 Dasar hukum KPPU tetap berpusat pada UU NO 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli Usaha.


(6)

 Kelemahan KPPU dalam upaya penegakan hukum di bidang persaingan usaha adalah KPPU tidak memiliki wewenang penyidikan. Kita hanya punya wewenang penyelidikan. Karena kedua hal itu berbeda. Kalau penyidikan, ada tindakan sita dan paksa, penyelidikan tidak ada. Jadi, kita hanya bisa berharap pada barang bukti yang ada, atau paling tidak melakukan lagi penggalian bukti secara mendalam.

 Kesalnya memang, maraknya pembangunan ritel modern adalah pelanggaran persaingan usaha kalau ditinjau dari kondisinya, karena baik secara langsung atau tidak langsung akan merugikan pihak lain seperti toko-toko kelontong dan pasar tradisional. Namun, kembali kepada peraturan daerahnya. Apalagi pusat memberi wewenang kepada daerah untuk mengatur sendiri sesuai kepentingan daerah.