Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kedatangan orang-orang Aceh ke Sumatera Utara khususnya Kota Medan sangat dipengaruhi oleh dibukanya beberapa peluang bisnis terutama dengan dibukanya perkebunan besar. Medan sebagai ibu kota Keresidenan Sumatera Timur di tahun 1870 menjadikannya sebagai tempat yang menarik bagi para pendatang termasuk dari Aceh untuk mencari pekerjaan ataupun mendapatkan pendidikan yang lebih baik. 1 Di Kota Medan para pendatang umumnya tinggal dalam kelompoknya masing-masing, karena sebagian besar mereka datang melalui jalur keluarga atau kenalan sekampung. Hal ini terlihat dari pola pemukiman penduduk yang ada di Kota Medan cenderung berkelompok menurut etnisnya masing-masing. Etnis Minangkabau misalnya banyak bermukim di daerah Sukaramai, etnis Karo mayoritas bermukim di daerah Padang Bulan, etnis Batak Toba banyak memilih bermukim di daerah Pasar Merah, etnis Mandailing banyak bermukim di daerah jalan Serdang. 2 Adapun Etnis Aceh lebih suka tinggal bersama-sama kelompok etnis muslim lainnya misalnya dengan orang Minangkabau, Mandailing dan Jawa. 3 1 Aceh Sepakat, 40 Tahun Kiprah Masyarakat Aceh Di Sumatera Utara, belum diterbitkan, Aceh Sepakat: Medan, 2008, hlm. 2. Mayoritas masyarakat Aceh yang datang ke Sumatera Utara dan berdomisili di Kota Medan umumnya adalah orang-orang yang 2 Lucki Armanda, “Organisasi Aceh Sepakat Di Kota Medan 1968-1990 ”, dalam Skripsi S1, belum diterbitkan, Medan : Fakultas Sastra, Jurusan Ilmu Sejarah, Universitas Sumatera Utara, 2007, hlm. 2. 3 Usman Pelly, Urbanisasi dan Adaptasi: Peranan Misi Budaya Minangkabau dan Mandailing, Jakarta: LP3ES, 1998, hlm 107. Universitas Sumatera Utara berasal dari Kabupaten Pidie, Kabupaten Aceh Besar, dan Kabupaten Aceh Utara. Mereka ini kebanyakan adalah para pedagang yang mengembangkan usahanya disektor ekspor impor, pedagang kain dan transportasi darat. Bagi orang yang datang dari Kabupaten Pidie selain Kota Medan dekat dengan Pidie, hal ini juga merupakan bagian dari tradisi yang mereka jalankan secara turun-temurun sejak dari para orang tua mereka. Hal ini karena didukung oleh semangat merantau ke daerah lain untuk mengadu nasib dalam bidang perdagangan. Masyarakat Aceh yang berprofesi sebagai pedagang memusatkan perhatiannya pada perdagangan di daerah Pusat Pasar, Sentral Pasar dan di daerah Pajak Ikan lama di Kota Medan. Pemusatan pedagang-pedagang Aceh di Pusat Pasar dan Pasar ikan Lama sudah ada sekitar tahun 1950-an dimana mayoritas mereka adalah berjualan kain dan usaha impor tekstil yang pada akhir-akhir ini sumber bahan baku yang paling dominan adalah berasal dari daratan China. Banyak para saudagar tekstil yang terkemuka di Kota Medan pada saat itu misalnya FirmaTawison, Firma Puspa, Firma Pulau Perca, Firma Permai, dan Firma Aceh Kongsi dengan Toko Telaga Sarinya berada di Jalan Kesawan Jalan Jendral Ahmad Yani. 4 Firma Aceh Kongsi juga bergerak dibidang impor dan ekspor serta kegiatan perkopian. 5 4 Firma adalah sebuah bentuk persekutuan untuk menjalankan usaha antara dua orang atau lebih dengan memakai nama bersama.Pemilik firma terdiri dari beberapa orang yang bersekutu dan masing-masing anggota persekutuan menyerahkan kekayaan pribadi sesuai yang tercantum dalam akta pendirian perusahaan. Masih dengan saudagar yang datang dari Kabupaten Pidie, mereka juga ada yang membuka restoran-restoran, misalnya salah satu yang cukup terkenal pada masa itu adalah restoran Aceh dijalan Bandung 5 Aceh Sepakat.,op.cit., hlm. 4-5. Universitas Sumatera Utara Medan. Dalam bidang transportasi antar provinsi yang cukup dikenal di Sumatera Utara dan Aceh misalnya Firma Nasional yang didirikan oleh Teuku Jusuf Muda dalam, NV ATRA, Dan Firma PMTOH yang telah mereka rintis sejak tahun 1959. Pada umumnya mereka ini berlokasi di beberapa tempat sekitar Kota Medan. Saat ini telah muncul lagi perusahaan transportasi milik pengusaha Aceh yang terkenal misalnya CV. Kurnia, CV. Anugrah, CV. Pelangi, CV. Pusaka dan Perusahaan Otobus lainnya. 6 Selain alasan diatas, kedatangan masyarakat Aceh ke Kota Medan juga di sebabkan oleh faktor keamanan karena pada saat itu kondisi Aceh sudah mulai tidak kondusif terlebih setelah 1950 ketika pemerintah pusat menghapus provinsi Aceh dan mengabungkannya kedalam provinsi Sumatera Utara. 7 Tidak terima akan hal tersebut, terjadilah pemberontakan yang dimpin oleh Daud Beureueh. Faktor pendidikan juga merupakan salah satu alasan mengapa orang Aceh lebih memilih melanjutkan pendidikannya di Medan. Pada saat itu Aceh masih kekurangan guru sebagai pengajar serta saranaprasarana pendidikan yang masih minim, terutama ditingkat menengah keatas. Begitu juga halnya dengan perguruan tinggi yang baru berdiri pada tahun 1961 yaitu Universitas Syiah Kuala di Banda Aceh. Melihat semakin banyaknya masyarakat Aceh yang ada di Kota Medan, maka para pemuda dan pelajar Aceh berinisiatif untuk membentuk sebuah ikatan kesukuan masyarakat 6 Ibid., hlm. 5. 7 Pada tanggal 14 Agustus 1950 dikeluarkanlah Peraturan Penganti Undang-Undang No. 5 tahun 1950 yang ditandatangani oleh acting Presiden Mr. Assaat yang memuat ketentuan sebagai berikut: 1. Mencabut peraturan Wakil Perdana Menteri penganti Peraturan Pemerintah No. 8DesWpm1949 tentang pembahagian Sumatera menjadi dua Provinsi. 2. Mengesahkan penghapusan Pemerintah Daerah Keresidenan Aceh, Sumatera Timur dan Tapanuli serta pembubaran Dewan Perwakilan Rakyat daerah-daerah tersebut. 3. Menetapkan pembentukan Provinsi Sumatera Utara yang meliputi Keresidenan Aceh, Sumatera Timur, dan Tapanuli. Universitas Sumatera Utara Aceh yang ada di Kota Medan yang selanjutnya dikenal dengan nama Ikatan Pemuda Pelajar Tanah Rencong IPTR. Pada awal berdiri Ikatan Pemuda Pelajar Tanah Rencong, untuk memudahkan pengurusan dan pengawasan terhadap anggota pemuda IPTR membentuk rayon. 8 Sedangkan untuk memudahkan kepengurusan terhadap pelajar dan mahasiswa maka IPTR membetuk Komisariat. 9 Adapun rayon yang pertama adalah Rayon Medan Baru, sedangkan Komisariat yang pertama adalah Komisariat Fakultas Kedokteran USU. Anggota IPTR tidak berdomisili disatu tempat yang sama melainkan seputaran Kota Medan. Pada tahun 1956 IPTR dibawah pimpinan M. Noernikmat menggagas Kongres Pemuda Pelajar Mahasiswa Masyarakat Aceh se-Indonesia KPPMA untuk mencari solusi dan memberi saran kepada pemerintah guna penyelesaian konflik berdarah di Aceh yang meletus pada akhir tahun 1953. Kongres berlangsung dengan sukses pada tanggal 15-19 September 1956 bertempat di Gedung Kesenian Jalan Bali, sekarang Jalan Veteran yang dihadiri sekitar seribu peserta dan menghasilkan kata kunci penyelesaian damai yaitu dengan cara musyawarah, prinsip ini berhasil diterapkan beberapa tahun kemudian. Keuntungan lainnya dari kongres ini adalah Aceh menjadi Provinsi sendiri. 10 Sejak berdirinya IPTR tahun 1953, telah banyak berperan bagi masyarakat Aceh di Kota Medan, terlebih dibidang pendidikan dan bidang lainnya. Tahun 1965 para anggota IPTR juga 8 Rayon yaitu cabang IPTR tempat berkumpulnya para pemuda Aceh non pelajarbukan mahasiswa yang berada di wilayah dalam Kota Medan. 9 Komisariat yaitu cabang IPTR yang terdapat di Universitas dan merupakan tempat berkumpulnya anggota IPTR baik pelajar maupun mahasiswa. 10 Panitia Ulang Tahun Ke XIII, Buku Kenang-Kenangan hari Lahir Yang Ke XIII, Medan : Panitia Ulang Tahun Ke XIII, 1966, hlm. 21. Universitas Sumatera Utara ikut berperan dalam penganyangan PKI dengan membentuk Komando Aksi Penganyangan G30SPKI. Pada tahun 1990-an adalah masa menurunnya kegiatan IPTR karena pada saat ini sedang memuncaknya pergerakan GAM Gerakan Aceh Merdeka di Aceh yang berimbas secara langsung pada masyarakat Aceh di Medan. Aktivitas IPTR senantiasa dimata-matai oleh pihak berwajib.Setiap ada kegiatan yang dilakukan IPTR selalu diamati dan dicurigai sehingga kegiatan IPTR menjadi tidak nyaman yang berujung menjadi lesunya kegiatan IPTR. Pada tahun inilah anggota-anggota IPTR sedikit demi sedikit mulai meninggalkan IPTR dan otomatis banyak jabatan-jabatan di IPTR yang kosong dan membuat program kerja tidak berjalan. Kevakuman IPTR ternyata tidak berlangsung lama, tetapi tahun 2000 IPTR bangkit kembali dan semakin banyak rayon-rayon baru yang bertambah. Berdasarkan latar belakang masalah diatas, penelitian ini diberi judulIkatan Pemuda Pelajar Tanah Rencong di Medan Tahun 1953-2000. Adapun alasan penulis memilih judul tersebut, karena penulis merasa tertarik, selain dari pada itu IPTR ini belum pernah diteliti atau ditulis orang lain. Penelitian dimulai dari scope temporal tahun 1953 sesuai dengan awal berdirinya Ikatan Pemuda Pelajar Tanah Rencong di Kota Medan dan diakhiri pada tahun 2000. Batasan waktu hingga tahun 2000 karena pada tahun itu IPTR kembali bangkit setelah sekian lama dalam kevakuman. Scope spasial penelitian adalah IPTR di Kota Medan. Pemilihan tempat ini berdasarkan karena organisasi ini pertama kalinya berdiri di Kota Medan dan hanya terdapat di seputaran Kota Medan saja. Universitas Sumatera Utara

1.2 Rumusan Masalah