Ikatan Pemuda Pelajar Tanah Rencong (Iptr) Di Medan Tahun 1953-2000
IKATAN PEMUDA PELAJAR TANAH RENCONG (IPTR) DI MEDAN
TAHUN 1953-2000
SKRIPSI SARJANA
Dikerjakan
O L E H
NA
MA : Roni Rezeki NIM : 090706009DEPARTEMEN SEJARAH
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(2)
IKATAN PEMUDA PELAJAR TANAH RENCONG (IPTR) DI MEDAN
TAHUN 1953-2000
SKRIPSI SARJANA
Dikerjakan
O L E H
NAMA
: RONI REZEKI
NIM
: 090706009
Diketahui Oleh : Pembimbing
Dra. Nurhabsyah, M.Si. NIP 195912311985032005
Skripsi ini diajukan kepada panitia ujian Fakultas Ilmu Budaya USU Medan untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Sastra dalam bidang Ilmu Sejarah.
DEPARTEMEN SEJARAH FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
(3)
Lembar Persetujuan Ujian Skripsi
IKATAN PEMUDA PELAJAR TANAH RENCONG (IPTR) DI MEDAN
TAHUN 1953-2000
Dikerjakan oleh:
NAMA
: RONI REZEKI
NIM
: 090706009
Telah disetujui untuk diujikan dalam ujian skripsi oleh:
Pembimbing
Dra. Nurhabsyah, M.Si. Tanggal…… Oktober 2013
NIP 195912311985032005
Ketua Departemen Sejarah
Drs. Edi Sumarno, M.Hum Tanggal…… Oktober 2013 NIP : 196409221989031001
DEPARTEMEN SEJARAH FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2013
(4)
PENGESAHAN
Diterima oleh :
Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu syarat ujian Sarjana Sastra dalam bidang Ilmu Sejarah pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan
Pada : Tanggal : Hari :
Fakultas Ilmu Budaya USU Dekan
Dr. Syahron Lubis, M. A Nip :195110131976031001
Panitia Ujian :
No Nama Tanda Tangan
1. Drs. Edi Sumarno, M.Hum ……….
2. Dra. Nurhabsyah, M.Si. ……….
3. Dra. Nina Karina, M.SP ………..
4. Dra. Ratna, M.S ………..
(5)
LEMBAR PENGESAHAN KETUA DEPARTEMEN
Disetujui Oleh :
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2013
Departemen Sejarah Ketua Departemen,
Drs. Edi Sumarno, M.Hum NIP : 196409221989031001
(6)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas berkah dan rahmatNya
kepada penulis. Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis baik secara
moril dan materi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini guna memenuhi salah satu
syarat memperoleh gelar Sarjana Sejarah pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera
Utara.
Judul skripsi ini adalah, “Ikatan Pemuda Pelajar Tanah Rencong (IPTR) di Medan
Tahun 1953-2000.” Pada proses penulisan skripsi ini penulis banyak mengalami rintangan dan
hambatan, tetapi penulis memperoleh banyak bantuan serta bimbingan yang sangat bernilai dari
berbagai pihak, terutama dari staf pengajar Departemen Sejarah.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan. Penulis mengharapkan
kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini.
Medan, Oktober 2013
Penulis,
RONI REZEKI NIM : 090706009
(7)
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan berkah dan rahmatNya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih atas bantuan tenaga,
pikiran, serta bimbingan yang telah diberikan dalam menyelesaikan skripsi ini, kepada yang
terhormat:
1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan, berkat bantuan dan fasilitas yang penulis peroleh di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan, maka penulis dapat menyelesaikan studi.
2. Bapak Drs. Edi Sumarno, M.Hum sebagai Ketua Departemen Sejarah Fakultas Ilmu Budaya USU dan sekaligus sebagai motivator yang telah banyak memberikan nasihat dan motivasi kepada penulis.
3. Bapak Drs.Wara Sinuhaji, M.Hum sebagai dosen Penasehat Akademik penulis yang telah sangat sabar dan tanpa henti-hentinya memberi wejangan dan nasehat bagi penulis walaupun penulis belum bisa menjadi anak didik yang baik.
4. Terkhusus kepada Ibu Dra. Nurhabsyah, M.Si selaku Pembimbing skripsi saya, terima kasih atas segala arahan dan bantuannya dalam penulisan skripsi ini. Masukan dan bimbingan Ibu sangat penting dalam menuntun saya dalam penulisan ini.
5. Terima kasih banyak penulis haturkan kepada seluruh Bapak/Ibu dosen penulis khususnya di Departemen Sejarah, semoga ilmu yang diberikan dapat penulis amalkan, juga kepada bang Amperawira selaku Tata Usaha Departemen Sejarah (terima kasih atas arahannya bang).
6. Kepada kedua orang tua penulis bapak Rusli Saleh dan Ibunda Ernawati, yang telah merawat, membesarkan, mendidik, dan selalu menyayangi penulis dengan penuh cinta (terimakasih atas segalanya, not ever drop your tears because of me, forever love you mom and dad). Abang penulis Irfan Efendi, Kakak penulis Ema Ratna Sari, serta Adik penulis Rifaldi atas bantuan yang telah kalian berikan kepada penulis baik materi maupun dukungan moril selama penulis di bangku perkuliahan.
(8)
7. Kepada IPTR Cabang Medan, Mantan Ketua Umum IPTR Bapak Bustami Usman yang telah memberi banyak masukan kepada penulis.
8. Keluarga besar Sejarah stambuk 2009: Mustika, Elisa, Wifky, Hendra, Alpha, Shinta, Toti, Nurlailisa, Rizal, Ita, Suryania, Ratna, Dara, Mifani, Roventina, Suwandi, Rona, Sigmer, Andri, Muklis, Philip, Sadam A.T, Sadam Pulungan, Aprianta, Humala, Giant, Adi Nova, Saut, Dedi, Doli, Hunter, Poli, Rudi, Andi, kalian memberi warna berbeda bagi penulis selama masa perkuliahan, kebersamaan kita sangat berharga bagi penulis.
9. Keluarga besar Komando Resimen Mahasiswa USU: Komandan Satuan Zulvia Ginting, beserta Staf Komando dan seluruh anggota, disinilah penulis menghabiskan waktu selama masa perkuliahan dan menjadi rumah kedua bagi penulis. Kepada abangda Julianto Silaen yang telah memberi dukungan penuh kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. 10.Keluarga besar Himpunan Mahasiswa Islam : Andi Wiranata beserta seluruh Anggota. 11.Keluarga besar IPTR USU : Akil beserta seluruh anggota.
12.Spesial terima kasih penulis sampaikan kepada adinda Putri Nurmawati yang tidak henti-hentinya memberikan motivasi serta bantuan kepada penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini.
13.Kepada Bapak Usman Pelly, Bapak Muhammad TWH, yang telah banyak memberikan informasi dan data-data kepada penulis.
14.Kepada semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Skripsi ini tidak luput dari kekurangan, karena itu penulis mengharapkan kritik dan
saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini berguna bagi kita
semua. Kiranya Allah melimpahkan berkah dan karuniaNya kepada kita semua.
Medan, Oktober 2013 Penulis
RONI REZEKI NIM : 090706009
(9)
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR... i
UCAPAN TERIMA KASIH ... ii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL ... vi
ABSTRAK ... vii
BAB I PENDAHULUAN... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 6
1.3 Tujuan Dan Manfaat ... 7
1.4 Tinjauan Pustaka ... 8
1.5 Metode Penelitian ... 11
BAB II LATAR BELAKANG BERDIRINYA IPTR DI KOTA MEDAN ... 15
2.1 Heterogenitas Kota Medan ... 15
2.2 Kompetisi Dalam Membentuk Etnik ... 25
2.3 Pekerjaan Masyarakat Aceh di Kota Medan ... 25
2.4 Berdirinya Ikatan Pemuda Pelajar Tanah Rencong (IPTR) ... 29
2.5 Struktur Organisasi IPTR ... 32
2.6 Sumber Dana ... 39
BAB III PERKEMBANGAN IPTR DI KOTA MEDAN ... 42
3.1 Periode Awal Berdiri Hingga Tahun 1965 ... 42
3.2 Periode Kepemimpinan IPTR dari Tahun 1960 sampai Tahun 1980 ... 44
3.3 Periode 1980-2000 sebagai tahun kevakuman bagi kegiatan IPTR ... 47
BAB IV ... PERANAN IPTR DI KOTA MEDAN 50
4.1 Bagi Masyarakat Aceh di Kota Medan ... 50
4.2 Peranan IPTR Dalam Bidang Sosial Politik ... 54
4.3 Peranan IPTR Dalam Bidang Budaya ... 72
BAB V KESIMPULAN ... 74
5.1 Kesimpulan ... 74
(10)
DAFTAR PUSTAKA ... viii DAFTAR INFORMAN ... x LAMPIRAN
(11)
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel I Perbandingan Komposisi Penduduk Kota Medan berdasarkan tahun
dalam persen (%) ... 18 Tabel II Persentase Penduduk Kota Medan Menurut Agama Tahun
(12)
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul, “Ikatan Pemuda Pelajar Tanah Rencong di Medan Tahun 1953-2000.” Penelitian ini membahas sejarah berdirinya IPTR mulai dari tahun 1953 sampai mulai aktif kembali tahun 2000 dan peranannya dalam kehidupan masyarakat Aceh di Kota Medan.
Hasil penelitian di lapangan menunjukkan Ikatan Pemuda Pelajar Tanah Rencong memiliki peranan yang strategis dalam masa konflik bagi masyarakat Aceh. IPTR menjadi wadah bagi pelajar Aceh di Kota Medan ketika Konflik DI/TII tahun 1953 pimpinan Daud Beureueh, IPTR membantu pemuda dan pelajar Aceh yang mengalami kesulitan biaya hidup, tidak hanya mengakomodasi korban konflik, IPTR juga menggagas pembentukan Kongres Pemuda Pelajar Mahasiswa Masyarakat Aceh di Kota Medan untuk mencari solusi konflik Aceh yang kemudian menghasilkan Ikrah Lamteh. IPTR dalam perkembangan selanjutnya tidak hanya berfokus pada isu-isu lokal IPTR ikut serta menganyang PKI di Medan tahun 1965 dengan keikutsertanya dalam Komando Aksi Penganyangan PKI. IPTR tidak hanya berfokus pada isu-isu yang berkembang di zamannya, IPTR juga menjadi wadah yang penting dalam mempertahankan budaya dan adat istiadat di tengah-tengah masyarakat Kota Medan melalui sanggar-sanggar tari yang dibentuk. IPTR menjadi wadah bagi pemuda dan pelajar Aceh yang berada di Medan untuk menyalurkan aspirasi-aspirasinya. Mulai pertama berdiri tahun 1953 hingga tahun 2000 IPTR telah banyak memberikan sumbangsihnya bagi masyarakat Aceh di Kota Medan maupun masyarakat Kota Medan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejarah IPTR sejak awal berdiri tahun 1953 sampai dengan tahun 2000 dan peranannya dalam kehidupan masyarakat Aceh di Kota Medan.
Skripsi ini menggunakan metode penelitian sejarah yaitu: heuristik (pengumpulan sumber), verifikasi (pengkritikan sumber), interpretasi (penafsiran sumber) dan historiografi (penulisan). Penelitian ini diuraikan secara deskriptif analisis dengan bantuan ilmu sosial lainnya untuk mendapatkan sejarah yang kronologis.
(13)
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul, “Ikatan Pemuda Pelajar Tanah Rencong di Medan Tahun 1953-2000.” Penelitian ini membahas sejarah berdirinya IPTR mulai dari tahun 1953 sampai mulai aktif kembali tahun 2000 dan peranannya dalam kehidupan masyarakat Aceh di Kota Medan.
Hasil penelitian di lapangan menunjukkan Ikatan Pemuda Pelajar Tanah Rencong memiliki peranan yang strategis dalam masa konflik bagi masyarakat Aceh. IPTR menjadi wadah bagi pelajar Aceh di Kota Medan ketika Konflik DI/TII tahun 1953 pimpinan Daud Beureueh, IPTR membantu pemuda dan pelajar Aceh yang mengalami kesulitan biaya hidup, tidak hanya mengakomodasi korban konflik, IPTR juga menggagas pembentukan Kongres Pemuda Pelajar Mahasiswa Masyarakat Aceh di Kota Medan untuk mencari solusi konflik Aceh yang kemudian menghasilkan Ikrah Lamteh. IPTR dalam perkembangan selanjutnya tidak hanya berfokus pada isu-isu lokal IPTR ikut serta menganyang PKI di Medan tahun 1965 dengan keikutsertanya dalam Komando Aksi Penganyangan PKI. IPTR tidak hanya berfokus pada isu-isu yang berkembang di zamannya, IPTR juga menjadi wadah yang penting dalam mempertahankan budaya dan adat istiadat di tengah-tengah masyarakat Kota Medan melalui sanggar-sanggar tari yang dibentuk. IPTR menjadi wadah bagi pemuda dan pelajar Aceh yang berada di Medan untuk menyalurkan aspirasi-aspirasinya. Mulai pertama berdiri tahun 1953 hingga tahun 2000 IPTR telah banyak memberikan sumbangsihnya bagi masyarakat Aceh di Kota Medan maupun masyarakat Kota Medan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejarah IPTR sejak awal berdiri tahun 1953 sampai dengan tahun 2000 dan peranannya dalam kehidupan masyarakat Aceh di Kota Medan.
Skripsi ini menggunakan metode penelitian sejarah yaitu: heuristik (pengumpulan sumber), verifikasi (pengkritikan sumber), interpretasi (penafsiran sumber) dan historiografi (penulisan). Penelitian ini diuraikan secara deskriptif analisis dengan bantuan ilmu sosial lainnya untuk mendapatkan sejarah yang kronologis.
(14)
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kedatangan orang-orang Aceh ke Sumatera Utara khususnya Kota Medan sangat
dipengaruhi oleh dibukanya beberapa peluang bisnis terutama dengan dibukanya perkebunan
besar. Medan sebagai ibu kota Keresidenan Sumatera Timur di tahun 1870 menjadikannya
sebagai tempat yang menarik bagi para pendatang termasuk dari Aceh untuk mencari pekerjaan
ataupun mendapatkan pendidikan yang lebih baik.1
Di Kota Medan para pendatang umumnya tinggal dalam kelompoknya masing-masing,
karena sebagian besar mereka datang melalui jalur keluarga atau kenalan sekampung. Hal ini
terlihat dari pola pemukiman penduduk yang ada di Kota Medan cenderung berkelompok
menurut etnisnya masing-masing. Etnis Minangkabau misalnya banyak bermukim di daerah
Sukaramai, etnis Karo mayoritas bermukim di daerah Padang Bulan, etnis Batak Toba banyak
memilih bermukim di daerah Pasar Merah, etnis Mandailing banyak bermukim di daerah jalan
Serdang.2
Adapun Etnis Aceh lebih suka tinggal bersama-sama kelompok etnis muslim lainnya
misalnya dengan orang Minangkabau, Mandailing dan Jawa.3
1
Aceh Sepakat, 40 Tahun Kiprah Masyarakat Aceh Di Sumatera Utara, belum diterbitkan, Aceh Sepakat: Medan, 2008, hlm. 2.
Mayoritas masyarakat Aceh yang
datang ke Sumatera Utara dan berdomisili di Kota Medan umumnya adalah orang-orang yang
2
Lucki Armanda, “Organisasi Aceh Sepakat Di Kota Medan ( 1968-1990 )”, dalam Skripsi S1, belum diterbitkan, Medan : Fakultas Sastra, Jurusan Ilmu Sejarah, Universitas Sumatera Utara, 2007, hlm. 2.
3
Usman Pelly, Urbanisasi dan Adaptasi: Peranan Misi Budaya Minangkabau dan Mandailing, Jakarta: LP3ES, 1998, hlm 107.
(15)
berasal dari Kabupaten Pidie, Kabupaten Aceh Besar, dan Kabupaten Aceh Utara. Mereka ini
kebanyakan adalah para pedagang yang mengembangkan usahanya disektor ekspor impor,
pedagang kain dan transportasi darat.
Bagi orang yang datang dari Kabupaten Pidie selain Kota Medan dekat dengan Pidie,
hal ini juga merupakan bagian dari tradisi yang mereka jalankan secara turun-temurun sejak
dari para orang tua mereka. Hal ini karena didukung oleh semangat merantau ke daerah lain
untuk mengadu nasib dalam bidang perdagangan. Masyarakat Aceh yang berprofesi sebagai
pedagang memusatkan perhatiannya pada perdagangan di daerah Pusat Pasar, Sentral Pasar dan
di daerah Pajak Ikan lama di Kota Medan.
Pemusatan pedagang-pedagang Aceh di Pusat Pasar dan Pasar ikan Lama sudah ada
sekitar tahun 1950-an dimana mayoritas mereka adalah berjualan kain dan usaha impor tekstil
yang pada akhir-akhir ini sumber bahan baku yang paling dominan adalah berasal dari daratan
China.
Banyak para saudagar tekstil yang terkemuka di Kota Medan pada saat itu misalnya
FirmaTawison, Firma Puspa, Firma Pulau Perca, Firma Permai, dan Firma Aceh Kongsi
dengan Toko Telaga Sarinya berada di Jalan Kesawan (Jalan Jendral Ahmad Yani).4 Firma Aceh Kongsi juga bergerak dibidang impor dan ekspor serta kegiatan perkopian.5
4
Firma adalah sebuah bentuk persekutuan untuk menjalankan usaha antara dua orang atau lebih dengan memakai nama bersama.Pemilik firma terdiri dari beberapa orang yang bersekutu dan masing-masing anggota persekutuan menyerahkan kekayaan pribadi sesuai yang tercantum dalam akta pendirian perusahaan.
Masih dengan
saudagar yang datang dari Kabupaten Pidie, mereka juga ada yang membuka restoran-restoran,
misalnya salah satu yang cukup terkenal pada masa itu adalah restoran Aceh dijalan Bandung
5
(16)
Medan. Dalam bidang transportasi antar provinsi yang cukup dikenal di Sumatera Utara dan
Aceh misalnya Firma Nasional (yang didirikan oleh Teuku Jusuf Muda dalam), NV ATRA,
Dan Firma PMTOH yang telah mereka rintis sejak tahun 1959.
Pada umumnya mereka ini berlokasi di beberapa tempat sekitar Kota Medan. Saat ini
telah muncul lagi perusahaan transportasi milik pengusaha Aceh yang terkenal misalnya CV.
Kurnia, CV. Anugrah, CV. Pelangi, CV. Pusaka dan Perusahaan Otobus lainnya.6Selain alasan diatas, kedatangan masyarakat Aceh ke Kota Medan juga di sebabkan oleh faktor keamanan
karena pada saat itu kondisi Aceh sudah mulai tidak kondusif terlebih setelah 1950 ketika
pemerintah pusat menghapus provinsi Aceh dan mengabungkannya kedalam provinsi Sumatera
Utara.7
Tidak terima akan hal tersebut, terjadilah pemberontakan yang dimpin oleh Daud Beureueh.
Faktor pendidikan juga merupakan salah satu alasan mengapa orang Aceh lebih memilih
melanjutkan pendidikannya di Medan. Pada saat itu Aceh masih kekurangan guru sebagai
pengajar serta sarana/prasarana pendidikan yang masih minim, terutama ditingkat menengah
keatas. Begitu juga halnya dengan perguruan tinggi yang baru berdiri pada tahun 1961 yaitu
Universitas Syiah Kuala di Banda Aceh.
Melihat semakin banyaknya masyarakat Aceh yang ada di Kota Medan, maka para
pemuda dan pelajar Aceh berinisiatif untuk membentuk sebuah ikatan kesukuan masyarakat
6
Ibid., hlm. 5.
7
Pada tanggal 14 Agustus 1950 dikeluarkanlah Peraturan Penganti Undang-Undang No. 5 tahun 1950 yang ditandatangani oleh acting Presiden Mr. Assaat yang memuat ketentuan sebagai berikut:
1. Mencabut peraturan Wakil Perdana Menteri penganti Peraturan Pemerintah No. 8/Des/Wpm/1949 tentang pembahagian Sumatera menjadi dua Provinsi.
2. Mengesahkan penghapusan Pemerintah Daerah Keresidenan Aceh, Sumatera Timur dan Tapanuli serta pembubaran Dewan Perwakilan Rakyat daerah-daerah tersebut.
3. Menetapkan pembentukan Provinsi Sumatera Utara yang meliputi Keresidenan Aceh, Sumatera Timur, dan Tapanuli.
(17)
Aceh yang ada di Kota Medan yang selanjutnya dikenal dengan nama Ikatan Pemuda Pelajar
Tanah Rencong (IPTR).
Pada awal berdiri Ikatan Pemuda Pelajar Tanah Rencong, untuk memudahkan
pengurusan dan pengawasan terhadap anggota (pemuda) IPTR membentuk rayon.8 Sedangkan untuk memudahkan kepengurusan terhadap pelajar dan mahasiswa maka IPTR membetuk
Komisariat.9
Adapun rayon yang pertama adalah Rayon Medan Baru, sedangkan Komisariat yang pertama
adalah Komisariat Fakultas Kedokteran USU.
Anggota IPTR tidak berdomisili disatu tempat yang sama melainkan seputaran
Kota Medan.
Pada tahun 1956 IPTR dibawah pimpinan M. Noernikmat menggagas Kongres Pemuda
Pelajar Mahasiswa Masyarakat Aceh se-Indonesia (KPPMA) untuk mencari solusi dan
memberi saran kepada pemerintah guna penyelesaian konflik berdarah di Aceh yang meletus
pada akhir tahun 1953. Kongres berlangsung dengan sukses pada tanggal 15-19 September
1956 bertempat di Gedung Kesenian Jalan Bali, sekarang Jalan Veteran yang dihadiri sekitar
seribu peserta dan menghasilkan kata kunci penyelesaian damai yaitu dengan cara musyawarah,
prinsip ini berhasil diterapkan beberapa tahun kemudian. Keuntungan lainnya dari kongres ini
adalah Aceh menjadi Provinsi sendiri.10
Sejak berdirinya IPTR tahun 1953, telah banyak berperan bagi masyarakat Aceh di Kota
Medan, terlebih dibidang pendidikan dan bidang lainnya. Tahun 1965 para anggota IPTR juga
8
Rayon yaitu cabang IPTR tempat berkumpulnya para pemuda Aceh non pelajar/bukan mahasiswa yang berada di wilayah dalam Kota Medan.
9
Komisariat yaitu cabang IPTR yang terdapat di Universitas dan merupakan tempat berkumpulnya anggota IPTR baik pelajar maupun mahasiswa.
10
Panitia Ulang Tahun Ke XIII, Buku Kenang-Kenangan hari Lahir Yang Ke XIII, Medan : Panitia Ulang Tahun Ke XIII, 1966, hlm. 21.
(18)
ikut berperan dalam penganyangan PKI dengan membentuk Komando Aksi Penganyangan
G30S/PKI.
Pada tahun 1990-an adalah masa menurunnya kegiatan IPTR karena pada saat ini
sedang memuncaknya pergerakan GAM (Gerakan Aceh Merdeka) di Aceh yang berimbas
secara langsung pada masyarakat Aceh di Medan. Aktivitas IPTR senantiasa dimata-matai oleh
pihak berwajib.Setiap ada kegiatan yang dilakukan IPTR selalu diamati dan dicurigai sehingga
kegiatan IPTR menjadi tidak nyaman yang berujung menjadi lesunya kegiatan IPTR. Pada
tahun inilah anggota-anggota IPTR sedikit demi sedikit mulai meninggalkan IPTR dan
otomatis banyak jabatan-jabatan di IPTR yang kosong dan membuat program kerja tidak
berjalan. Kevakuman IPTR ternyata tidak berlangsung lama, tetapi tahun 2000 IPTR bangkit
kembali dan semakin banyak rayon-rayon baru yang bertambah.
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, penelitian ini diberi judulIkatan Pemuda
Pelajar Tanah Rencong di Medan Tahun 1953-2000. Adapun alasan penulis memilih judul
tersebut, karena penulis merasa tertarik, selain dari pada itu IPTR ini belum pernah diteliti atau
ditulis orang lain. Penelitian dimulai dari scope temporal tahun 1953 sesuai dengan awal
berdirinya Ikatan Pemuda Pelajar Tanah Rencong di Kota Medan dan diakhiri pada tahun 2000.
Batasan waktu hingga tahun 2000 karena pada tahun itu IPTR kembali bangkit setelah sekian
lama dalam kevakuman.
Scope spasial penelitian adalah IPTR di Kota Medan. Pemilihan tempat ini berdasarkan
karena organisasi ini pertama kalinya berdiri di Kota Medan dan hanya terdapat di seputaran
(19)
1.2 Rumusan Masalah
Dalam melakukan sebuah penelitian, maka yang menjadi landasan dari penelitian adalah
akar masalah yang ada dalam topik yang dibahas.Hal inilah yang diungkapkan dalam
pembahasannya.Akar permasalahannya merupakan hal yang sangat penting karena di dalamnya
diajukan konsep yang dibahas dalam penelitian dan menjadi alur dalam penulisan.
Berdasarkan argumentasi di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini
memfokuskan kepada:
1. Apa latar belakang berdirinya IPTR di Kota Medan?
2. Bagaimana perkembangan IPTR di Kota Medan sejak tahun 1953 - 2000?
3. Apa peranan IPTR di Kota Medan?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan Rumusan Masalah yang akan diungkap dalam penelitian ini, maka adapun
tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui latar belakang berdirinya IPTR di Kota Medan.
2. Mengetahui perkembangan IPTR di Kota Medan sejak tahun 1953-2000.
3. Menjelaskan peranan IPTR di Kota Medan.
Adapun manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini nantinya adalah :
1. Bagi displin Ilmu Sejarah, memberikan sumbangan pemikiran dan dapat berguna
bagi penelitian tentang masyarakat Aceh dimasa yang akan datang.
2. Bagi masyarakat, penelitian ini dapat menambah wawasan dan dapat merenungkan
(20)
3. Dapat menjadi acuan bagi para penulis yang lain manakala penelitian ini dirasa
perlu penyempurnaan ataupun sebagai referensi.
1.4 Tinjauan Pustaka
Dalam kajian ini, selainmelakukan penelitian lapangan, peneliti juga menggunakan
beberapa literatur kepustakaan berupa buku-buku dan laporan sebagai bentuk studi kepustakaan
yang dilakukan selama penelitian.
Buku pertama yang berjudul 40 Tahun Kiprah Masyarakat Aceh di Sumatera
Utara(2008). Buku ini merupakan kumpulan sejarah organisasi-organisasi paguyuban
masyarakat Aceh di kota Medan. Secara khusus buku ini membahas tentang awal mula
dibentuknya IPTR. IPTR merupakan organisasi yang dibentuk untuk membantu masyarakat
Aceh yang ingin melanjutkan pendidikannya di kota Medan. Didalam buku ini juga diceritakan
bagaimana peran IPTR sebagai cikal bakal terbentuknya Aceh Sepakat.11
Buku kedua karangan Misri A.Muchsin yang berjudul Potret Aceh Dalam Bingkai
Sejarah (2007) menceritakan bagaimana Sejarah Aceh dalam dua zaman yaitu pada masa era
Kesultanan dan pada masa setelah Kemerdekaan.Buku ini menceritakan bagaimana awal mula
terjadinya konflik Aceh baik dalam era kolonial maupun setelah proklamasi.Konflik yang
terjadi di Aceh banyak disebabkan oleh kekecewaan para pemimpin-pemimpin Aceh yang Buku ini menjadi
sumber utama bagi penulis dalam penelitian Ikatan Pemuda Pelajar Tanah Rencongdi Kota
Medan.Walaupun buku ini kurang menjelaskan secara mendetail bagaimana terbentuknya
IPTR, tetapi cukup berguna sebagai landasan pemikiran untuk meneliti peran IPTR di Kota
Medan.
11
(21)
merasa dikhianati oleh pemimpin republik yang berada dipusat.Kekecewaan para pemimpin
Aceh ini mengakibatkan meletusnya peristiwa DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia)
pada tahun 1952. Masyarakat Aceh yang berada di perantauan mengambil peran dalam konflik
ini sebagai mediator antara pemerintah pusat dengan para pemimpin DI/TII melalui organisasi
IPTR yang berada di kota Medan. IPTR mengadakan Kongres Pemuda Pelajar Mahasiswa
Masyarakat Aceh se Indonesia (KPPMA) di Medan dan berlangsung sukses pada tahun
1956.Kongres ini yang nantinya menghasilkan Ikrar Lam Teh antara pihak pemerintah dan
pihak NII.12
Buku ketiga Skripsi Sarjana (S1) karya Lucki Armanda berjudul “Organisasi Aceh
Sepakat di Kota Medan Tahun 1968-1990 (2007), membantu penulis untuk menjelaskan
lahirnya organisasi Aceh sepakat yang erat kaitannya dengan Ikatan Pemuda Pelajar Tanah
Rencong (IPTR). Banyak tokoh IPTR yang bergabung kedalam Aceh Sepakat. Di dalam
tulisannya Lucki Armanda juga menjelaskan tentang bagaimana awal mula terbentuknya
Organisasi Aceh Sepakat serta kegiatannya di Kota Medan. Berbeda dengan penelitian yang
penulis lakukan, yaitu penulis lebih melihat tentang awal mula, perkembangan, peranan, hingga
kondisi IPTR sampai dengan tahun 2000. Dari berbagai bentuk organisasi kesukuan yang ada
di kota Medan, maka dua diantaranya adalah organisasi kesukuan dari Etnis Aceh yang
bernama IPTR dan Aceh Sepakat. Kedua Organisasi ini hanya ada di Sumatera Utara dan
berpusat di Kota Medan.13
Buku keempat karangan Usman Pelly, Urbanisasi dan Adaptasi : Peran Misi Budaya
Minangkabau dan Mandailing (1998), buku ini secara khusus membahas interaksi dan adaptasi
12
Misri A. Muchsin, Potret Aceh Dalam Sejarah, Banda Aceh: Ar-Raniry Press, 2007, hlm. 90.
13
(22)
kelompok-kelompok suku di Medan terutama etnis Minangkabau dan Mandailing. Walaupun
kajiannya khusus membahas dua kelompok suku tersebut, Usman Pelly juga mengambarkan
bagaimana interaksi etnis-etnis lain di kota Medan, salah satunya etnis Aceh. Usman Pelly
memaparkan bahwa Medan adalah tempat berbagai macam etnis yang tidak mengalami
integrasi budaya, hal ini mengakibatkan kelompok-kelompok etnis saling menguatkan diri
dengan asosiasi-asosiasi sukarela etnis yang sesuai dengan kelompok daerah asalnya.Akibatnya
banyak berdiri asosiasi-asosiasi berlatarkan etnis maupun kedaerahan seperti IPTR.Dalam buku
ini Usman Pelly juga mengungkapkan tentang peranan asosiasi orang Aceh yang memainkan
peran cukup strategis dan produktif.Asosiasi-asosiasi panguyuban masyarakat Aceh banyak
melakukan aksi sosial seperti mendirikan bangunan Masjid, Sekolah dan Rumah Sakit.14Buku ini sangat membantu penulis untuk memahami bagaimana posisi dan interaksi masyarakat
Aceh yang bermukim di Kota Medan.
Keempat tulisan ini menjadi dasar bagi penulis yang digunakan sebagai pendukung
untuk penulisan ilmiah ini karena dalam isinya dibahas masalah bagaimana masyarakat etnis
Aceh menyesuaikan diri dengan masyarakat lain yang ada di kota Medan sehingga dapat terus
melangsungkan kegiatan sosial ekonomi dilingkungan perkotaan.
1.5 Metode Penelitian
Dalam menulis kejadian masa lalu yang dituangkan dalam historiografi harus
menggunakan metode sejarah. Metode sejarah adalah proses menguji dan menganalisa secara
14
(23)
kritis rekaman dan peninggalan masa lampau15
Metode sejarah dianggap ilmiah jika yang dimaksud dengan ilmiah itu berlandaskan
fakta.Fakta yang dimaksud di sini adalah hasil dari sumber-sumber yang telah diverifikasi
secara khusus.Dalam penerapannya, metode sejarah ada empat tahapan yaitu heuristik,
verifikasi, interpretasi dan historiografi.
. Kemudian menurut Kuntowijoyo, Metode
sejarah ialah petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis tentang bahan, kritik, interpretasi dan
penyajian sejarah :
Langkah pertama adalah Heuristik yaitu proses menemukan dan mengumpulkan sumber
sesuai dengan permasalahan penelitian.16
Penulis dalam penelitian ini mengunakan metode wawancara dengan mempersiapan
suatu pedoman wawancara (intervieu guide) dalam bentuk pertanyaan terbuka dan mendalam,
dimana pertanyaan disusun sedemikian rupa sehingga informan tidak merasa terbatas dalam
memberikan jawaban. Informan dalam penelitian ini dibagi dalam dua kategori pertama
informan kunci yaitu orang yang memiliki pengetahuan dan pemahaman luas tentang IPTRdi
Medan. Dalam hal ini Informan kunci yaitu, Bustami Usman, Usman Pelly, Muhammad TWH
dan ketua IPTR baik yang masih menjabat maupun tidak pada susunan pengurus IPTR Medan
saat ini. Informan yang kedua adalah informan biasa yaitu orang-orang yang dapat memberikan Metode yang digunakan untuk pengumpulan data atau
sumber adalah studi pustaka dan wawancara.Sumber-sumber ini nantinyadikumpulkan guna
mendapatkan data yang relevan sesuai dengan topik yang diteliti yaitu IPTRdi Kota
Medan.Pengumpulan sumber-sumber sejarah dilakukan dengan metode wawancara dan studi
kepustakaan.
15
Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah, terjemahan dari Nugroho Notosusanto, Jakarta: UI Press, 1985,hal. 32.
16
(24)
informasi untuk melengkapi data yang sudah ada. Informan biasa yang dimaksud adalah
orang-orang yang mengetahui dan terlibat dalam kegiatan IPTR.
Untuk melengkapi sumber-sumber selanjutnya yaitu studi pustaka dilakukan dengan
cara mengumpulkan sejumlah sumber tertulis, baik primer maupun sekunder, yakni berupa
buletin IPTR, laporan, skripsi. Selain itu, laporan berupa laporan perjalanan, penelitian dan
laporan instansi pemerintah Republik Indonesia serta buku-buku yang berkaitan dengan objek
penelitian. Studi kepustakaan yang dimaksudkan adalah untuk memperoleh sumber-sumber
tertulis yang relevan dengan penulisan yang terdapat di Perpustakaan Aceh Sepakat,
Perpustakaan IPTR, Perpustakaan Universitas Sumatera Utara dan Perpustakaan lain yang
memiliki refrensi tentang IPTR. Sumber-sumber yang didapat dari perpustakaan digabungkan
dan kemudian dijabarkan secara sistematis hingga didapat wujud dalam bentuk penulisan.
Setelah data terkumpul maka tahapan selanjutnya dilakukan kritik sumber baik kritik
intern maupun kritik ekstern. Kritik ekstern menyangkut dokumennya yaitu meneliti apakah
dokumen itu memang dibutuhkan, apakah asli atau palsu, utuh atau sudah diubah sebagian.
Pada tahap kritik sumber, setelah sumber-sumber yang terkumpul pada kegiatan
heuristik kemudian disaring dan diseleksi. Data yang terkumpul tersebut baik merupakan data
hasil wawancara maupun data tulisan/pustaka akan disaring dan diseleksi guna mengetahui asli
atau tidaknya sumber tersebut. Kritik sumber ini terbagi dua, yakni kritik ekstern yakni
meliputi berbagai sumber yang penulis kumpulkan baik berupa dokumenatau sumber pustaka
dimana aspek fisiknya tersebut diuji dengan memperhatikan aspek dominan yang
(25)
kritik intern adalah berupa pengujian atas keaslian isi data yang kita peroleh, apakah data
tersebut dapat dipercaya berdasarkan komposisi dan legalitas data yang dipercaya (credible).17 Tahapan selanjutnya interpretasi yaitu membuat analisis dan sintesis terhadap data yang
telah diverifikasi. Hal ini diperlukan untuk membuat sumber-sumber yang tampaknya terlepas
satu dengan yang lainnya menjadi satu hubungan yang saling berkaitandari fakta-fakta yang
diperoleh. Pada tahap ini sangat diperlukan kecermatan dan sikap menghindari subyektifitas
terhadap fakta pada perkembangan IPTR Kota Medan.
Tahapan yang terakhir dalam metode sejarah adalah historiografi. Historiografi
merupakan konstruksi fakta yang terlepas satu sama lain untuk digabungkan menjadi satu
perpaduan yang harmonis dan logis. Pada tahap ini, studi ini berusaha untuk memahami
historic realite (sejarah sebagaimana yang dikisahkan), sehingga mampu dikisahkan dan
disajikan masalah ”Ikatan Pemuda Pelajar Tanah Rencong (IPTR) di Medan Tahun
1953-2000” secara kronologis pada masyarakat Kota Medan.
17
(26)
BAB II
LATAR BELAKANG BERDIRINYA IPTR DI KOTA MEDAN
2.1Heterogenitas Kota Medan (1930-2000-an)
Kota Medan secara geografis terletak pada 3° 30' – 3° 43' Lintang Utara dan 98° 35' -
98° 44' Bujur Timur. Untuk itu topografi Kota Medan cenderung miring ke utara dan berada
pada ketinggian 2,5 - 37,5 meter di atas permukaan laut. Medan dengan Pelabuhan Belawan,
pada awalnya merupakan pusat pemerintahan Keresidenan Sumatera Timur bagi usaha-usaha
dagang perkebunan dan bagi pemerintahan Kolonial Belanda.
Pada kedatangan bangsa Eropa yang pertama, Medanmerupakan sebuah desa kecil di
dalam wilayah Kesultanan Deli yang terletak di persimpangan Sungai Babura dan
Deli.Menurut Tengku Lukman Sinar Kota Medan didirikan oleh Guru Patimpus, seorang Batak
Karo yang mendirikan Medan pada 1 Juni 1590.18
18
Luckman Sinar, Sejarah Medan Tempoe Doeloe, Medan, tanpa penerbit, 1994.,hlm.11-13.
Dengan pertumbuhan ekonomi perkebunan,
Medan dengan cepat berubah secara menyeluruh menjadi Kota Kolonial. Sejak pergantian
abad, penduduk Medan tumbuh terus menerus dari 14.000 ada tahun 1905 menjadi 75.000 pada
tahun 1930.Ketika Kota Medan semakin berkembang, Kota Medan meluas ke tanah
perkebunan dengan izin Sultan Deli, yang harus menerima bahwa wilayahnya memiliki sistem
hukum ganda dari koloni, Sultan tidak memiliki kekuasaan formal atas Kota Medan.
Konsekuensinya Sultan tidak memiliki kekuasaan resmi atas penduduk yang hidup di dalam
kota, apa pun latar belakang etnisnya. Dengan demikian jelaslah bahwa di Medan ada tekanan
kuat pada kelompok-kelompok etnis pribumi untuk menjadi Melayu selama dua atau tiga
(27)
kekuasaan komunitas Melayu berimplikasi bahwa mereka bisa menentukan kondisi-kondisi
interaksi etnis dimasa lalu .19
Pada tahun 1920-an, tatanan etnis di Medan mulai berubah, perkembangan perkebunan
sebagai faktor pendorong utama menarik sejumlah etnis untuk bermigrasi ke Kota Medan.
Statistik komposisi etnis penduduk di Medan pada tahun 1930 menunjukkan bahwa Medan
adalah sebuah mikrokosmo dari masyarakat multikultural dan hal ini merupakan karakteristik
sebuah mikrokosmos dengan fitur-fiturnya sendiri. Medan merupakan kota yang terkotak-kotak
dimana bangsa Eropa, Cina, India, dan pribumi menempati daerah kediaman yang
terpisah.20
Sebelum tahun 1942, pemerintah kolonial mendaftar identitas-identitas etnis
rakyatnya.Contoh yang paling terkenal adalah sensus 1930.Dalam Indonesia yang merdeka,
statistik etnis bagi warga Negara Indonesia belum secara umum belum dihimpun, karena
komposisi etnis pada suatu daerah secara umum merupakan hal yang sensitif. Akan tetapi
setidaknya di Medan, para pejabat ditingkat administratif kelurahan dalam sensus tahun
1980-an masih mendata identitas etnis seseor1980-ang. Pada tahun 1980, 1980-antropolog d1980-an sejaraw1980-an,
Usman Pelly memanfaatkan data ini untuk menyusun statistik etnis pertama tentang Kota
Medan setelah perang.Meskipun survey menunjukkan populasi penduduk berdasarkan etnis,
terjadi suatu perubahan yang signifikan terjadi pada penumpukan etnis dalam populasi yang
terjadi setelah tahun 1930.Etnis Cina merupakan kelompok etnis terbesar dalam tahun 1930. Kondisi demikian berlanjut sampai kejatuhan Hindia Belanda ke tangan Jepang tahun
1942.
19
Usman Pelly.,op.cit., hlm. 77. 20
JohanHasselgren,Batak Toba Di Medan: Perkembangan Identitas Etno-Religius Batak Toba di Medan (1912-1965), Medan: Bina Media Perintis, 2008, hlm 47-48.
(28)
Tetapi meskipun mereka bertambah secara signifikan dalam jumlah yang absolut, persentase
populasi mereka pada tahun 1980 adalah 14 %, kurang dari separuh angka pada tahun 1930.21 Orang Jawa kelompok terbesar kedua pada tahun 1930.Setelah menjadi satu-satunya
kelompok etnis terbesar. Mereka mewakili sekitar duakali lipat jumlah kelompok lain atau
hampir mencapai 30% dari populasi total. Karena kebanyakan Orang Jawa adalah bekas
pekerja perkebunan, maka mereka secara umum kurang berpendidikan, mereka tidak
mendapatkan pekerjaan yang bermutu.Seperti halnya pada masa kolonial mereka adalah para
pekerja disektor informal.22Terlepas dari kenyataan bahwa Orang Jawa merupakan kelompok etnis terbesar di Kota Medan setelah tahun 1950, mereka tidak dapat mentransformasi ukuran
jumlah mereka menjadi kekuatan politik dan sosial yang setara.23 TABEL 1
Perbandingan Komposisi Penduduk Kota Medan berdasarkan tahun dalam persen(%).
21
Lihat Tabel 1.
22
Pelly.,op.cit.,hlm. 128-136 dan 162.
23
Johan Helsselgren,op.cit.,hlm. 384.
Suku Bangsa Tahun
1930 (76.584) 1980 (1.294.132) 2000 (1.904.273)
Jawa 25.5 31.3 33.03
Batak Toba 1.1 14.1 19.21
Cina 35.6 12.8 10.65
Mandailing dan Angkola 6.4 11.9 9.36 Minang 7.3 10.9 8.6
Melayu 7.1 8.6 6.69
Karo 0.2 4.0 4.1
Aceh 0.5 1.9 2.78
Simalungun 0.7 1.8 0.69
Pakpak 2.3 0.2 0.34
Nias - 0.2 0.69
(29)
Sumber : Johan Hasselgren, Batak Toba Di Medan: Perkembangan Identitas Etno-Religius Batak Toba di Medan (1912-1965). Lihat juga Usman Pelly, Urbanisasi dan Adaptasi: Peranan Misi Budaya Minangkabau dan Mandailing.
Berdasarkan tabel 1 kelompok Muslim Sumatra yaitu etnis Mandailing dan etnis
Minangkabau pada tahun 1980 telah meningkat persentase mereka dalam populasi menjadi
sekitar 11,9% untuk etnis Mandailing dan 10,9% untuk etnis Minangkabau. Sementara suku
Melayu hanya meningkat sedikit, dari 7% pada tahun 1930 menjadi 8% pada tahun 1980.
Akan tetapi etnis Aceh menunjukkan peningkatan, pada data statistik resmi tahun 1930
populasi etnis Aceh mencapai 0.5%.
Akan tetapi berdasarkan literatur sejarah, etnis Aceh sudah sejak lama bermukim di
Medan, dimana wilayah kerajaan-kerajaan Sumatera Timur dalam masa awal abad ke 8-18
merupakan wilayah taklukan Kerajaan Aceh. Kemudian dalam fase-fase selanjutnya orang
Aceh bermigrasi ke Medan mengalami peningkatan yakni 1,9% dari populasi tahun 1980.
Pertumbuhan populasi ini didukung oleh berbagai faktor dalam sejarah Aceh selain itu, prestise
Orang Aceh sebagai kelompok kelas pengusaha di Kota Medan juga mendorong pertembahan
penduduk ini. Tetapi padatahun 2000 jumlahnya telah mencapai sekitar 2,78%.
Setelah tahun 1950, terdapat beberapa kelompok etnis utama di Kota Medan yakni
Jawa, yang jumlahnya banyak tetapi relatif tidak berdaya, Batak Toba, China, Mandailing,
Minangkabau,Melayu, Aceh dan suku lainnya. Kelompok Melayu mewakili 8-15% populasi.
Dibanding dengan kelompok-kelompok etnis ini, kelompok lain yang telah bermigrasi dari
bagian pulau Sumatera dan Indonesia masih secara signifikan lebih kecil jumlahnya. Apa yang
(30)
sebuah kota yang lebih plural dibandingkan dengan zaman kolonial. Berkenaan dengan struktur
kekuatan etnis, tidak satu kelompokpun bisa berhasil mengklaim hak untuk mendominasi
kelompok lain.
Periode Melayu-Muslim sebagai sebuah budaya lokal dominan sebelum tahun 1920
telah berlalu. Setelah tahun 1950 Kota Medan menurut E.burner adalah sebuah “kota para
minoritas”, sebuah tempat yang sangat kompetitif di mana ketegangan dan konflik etnis sering
muncul, dan indentitas memainkan peranan yang penting dalam kehidupan sehari-hari.24
Berkenaan dengan agama data statistik Kota Medan Tahun 2000 menunjukkan bahwa
67% dari populasi Kota Medan merupakan pemeluk Agama Islam, banyak etnis pemeluk
agama Islam di Kota Medan antara lain adalah etnis Aceh (lihat tabel dibawah). Sejak
kedatangan masyarakat Aceh di Kota Medan mereka telah berusaha untuk beradaptasi dengan
pola kehidupan masyarakat kota yang majemuk. Perbedaaan kebudayaan antara orang Aceh
yang dikenal cukup dekat dengan nilai-nilai agama Islam agak sedikit berbeda dengan pola
kehidupan masyarakat Medan yang lebih terbuka dalam mempraktekkan kehidupan agamanya.
Perbedaan ini terlihat dari sikap masyarakat Aceh yang lebih suka berinteraksi dengan
masyarakat yang beragama Islam, namun bukan berarti etnis Aceh tidak memiliki simpati
terhadap masyarakat lain.25
Sementara etnis lainnya yang berada di Kota Medan tidak lagi menggangap masalah
keagamaan sebagai masalah yang harus memisahkan tali kekerabatan. Hal ini dapat dilihat dari
daerah pemukiman, bahwa etnis Aceh lebih suka tinggal di daerah pemukiman yang mayoritas
penduduknya beragama Islam, misalnya di daerah pemukiman Minangkabau, Mandailing dan
24
Ibid. hlm.108. JohanHasselgren mengutip dari Bruner.
25
(31)
Jawa. Akan tetapi keadaan ini tidak menjadi hambatan bagi orang-orang Aceh untuk
berkembang di daerah perantauannya.Nilai-nilai agama yang dikenal dekat dengan masyarakat
Aceh tidak ditinggalkan mereka walaupun mereka berada di daerah perantauan. Hal ini ditandai
dengan kegiatan-kegiatan masyarakat Aceh di Kota Medan yang tidak terlepas dari budaya asli
mereka. Usaha tersebut adalah dengan mendirikan pusat pendidikan agama seperti Pondok
Pesantren yang ditujukan untuk mengembangkan pendidikan agama Islam di Kota Medan.
Pusat pendidikan yang dibangun tidak hanya diperuntukan bagi etnis Aceh saja, melainkan
dapat digunakan semua etnis.
Di dalam data tersebut juga di jelaskan bahwa pemeluk agama Kristen mencapai 21,02,
dan 10% orang Buddis. Dua kelompok terakhir ini hampir terdiri dari orang China dan Orang
Batak serta suku lain Indonesia yang bermigrasi ke Kota Medan.26 TABEL 2
Persentase Penduduk Kota Medan Menurut Agama Tahun 2000.
Agama Jumlah dalam persent
(%) n= 1.904.273 Islam Khatolik Protestan Hindu Budha Lainnya 67,83 2,89 18,13 0,68 10,40 0,07
Sumber : Usman Pelly, Urbanisasi dan Adaptasi: Peranan Misi Budaya Minangkabau dan Mandailing.
Masuknya para migran ke Kota Medan secara umum merupakan orang-orang dari
berbagai kelompok etnis, penting untuk dicatat bahwa mereka tidak tersebar secara homogeni
di seluruh kota. Dibandingkan dengan zaman Kolonial, Kota Medan tidak lagi terbagi secara
26
(32)
formal diantara kelompok etnis yang berlainan. Setiap orang pada prinsipnya boleh bermukim
dimana ia suka.27
Akan tetapi kelompok-kelompok etnis cenderung menyukai wilayah tertentu dan
membentuk kampung-kampung etnis, dimana sebuah proporsi signifikan dari tetangga mereka
merupakan bagian dari kelompok etnis yang sama. Dinamika etnis ini pada umumnya
merupakan fakta yang sudah dikenal di Kota Medan tetapi yang dibuktikan oleh data sensus
penduduk Kota Medan Tahun 2000.
Usman Pelly menunjukkan bahwa penghidupan utama kelompok etnis memainkan
peranan dalam menentukan di mana mereka memilih untuk bermukim. Misalnya, orang Batak
Karo, yang pada tahun 1980 hanya mencapai 5% dari populasi total, tersebar dibagian selatan
distrik Kecamatan Medan Baru, sebelah barat Bandara Polonia. Dalam tiga kelurahan,
Beringin, Titi Rante dan Padang Bulan, populasi pada tahun 1980 mencapai 65% Orang Karo.
Mengikuti tradisi dari masa Kolonial, banyak Orang Karo mengeluti usaha suplai makanan,
utamanya sayuran dan buah-buahan, ke Kota Medan.28 Etnis Cina masih mendominasi bagian timur kota, para anggota komunitas Cina bergerak menuju wilayah ini. Mereka diikuti oleh
etnis Minangkabau, yang berpencaharian sebagai seniman dan pemilik toko-toko
kecil.29Kecamatan-kecamatan yang ditambah pada tahun 1973 di dominasi oleh etnis Jawa dan Melayu.30
27
JohanHasselgren., op.cit., hlm. 385.
Salah satu contoh adalah Kecamatan Deli dan Labuhan, sekitar 70% dari
populasinya adalah etnis Jawa dan Melayu.Setelah Tahun 1950, batas-batas administratif secara
prinsip ditarik tanpa memandang batas-batas kampung etnis.Kebijakan ini pada taraf tertentu
28
Usman Pelly, op.cit.,hlm. 42 dan 310.
29
Ibid., hlm.23.
30
Kota Medan telah mengalami tiga kali perluasan untuk menampung laju perkembangan kota Medan dari luas awal 5.130 Ha menjadi 26.510 Ha dengan memasukkan beberapa bagian dari wilayah Kabupataen Deli Serdang. Kantor Secretariat Kotamadya Medan 1992.
(33)
diambil dalam upaya menghilangkan arti penting kampung etnis.Oleh karena itu, orang bisa
menjumpai wilayah-wilayah dengan konsentrasi kelompok etnis tertentu yang lebih tinggi,
meskipun hal ini tidak muncul dalam statistik yang ada.
Meskipun keragaman dan komposisi etnis merupakan aspek yang penting dari
perkembangan Kota Medan setelah tahun 1950, akan tetapi terdapat juga beberapa tendensi
sebaliknya yang menjembatani kesenjangan antar kelompok etnis.
Dalam angakatan bersenjata dan birokrasi sipil yang tengah berkembang loyalitas
bersama terhadap negara dipupuk, meskipun faktor-faktor etnis masih memiliki arti penting
dalam perjungan mencapai kedudukan. Bahasa nasional Bahasa Indonesia, yang secara kuat
dianjurkan dalam pendidikan dan media setelah tahun 1950, merupakan faktor yang lain.
Di Kota Medan transisi ini berlangsung secara lebih mudah dan menentukan ketimbang
di bagian Indonesia lainnya. Hal ini dikarenakan oleh Bahasa Melayu yang secara umum
merupakan cikal-bakal Bahasa Indonesia telah merupakan Lilingua francadiantara orang-orang
pribumi selama masa Kolonial di Kota Medan. Tidak adanya kelompok etnis yang
mendominasi setelah tahun 1950-an juga menyiratkan bahwa tidak ada bahasa etnis tertentu
yang bisa mengkalim lebih diatas yang lain. Bahasa Indonesia dipandang modern dan netral
dalam batasan etnis, sedangkan pengunaan bahasa etnis hanya terbatas di rumah atau di
kampung etnis tertentu.31
Adaptasi kebudayaan yang dilakukan masyarakat Aceh di Kota Medan adalah dengan
proses perkawinan. Hal ini ditujukan untuk memperluas tali silaturahmi dan hubungan
kekeluargaan antara masyarakat Aceh dan masyarakat lainnya di Kota Medan. Hal ini
menunjukan bahwa orang-orang Aceh berusaha untuk memperkenalkan budaya mereka
31
(34)
terhadap masyarakat luar, tetapi mereka juga tidak menutup diri untuk mempelajari budaya
masyarakat lain yang masih dianggap relevan dengan nilai-nilai agama. Secara aktifitas
masyarakat Aceh di Kota Medan mampu berinteraksi dengan baik dengan keadaan sosial di
Kota Medan.32
Heterogenistas yang tercipta sejak masa Kolonial di Kota Medan menciptakan sebuah
kondisi kota yang plural. Dalam kerangka masyarakat yang prural di Kota Medan didalamnya
terdapat unsur-unsur etnis yang tetap hidup dan mempertahankan identitasnya dalam bentuk
asosiasi-asosiasi etnis yang hidup berdampingan.Salah satu asosiasi etnis yang berkembang di
Kota Medan adalah IPTR sebagai asosiasi etnis Aceh yang bertujuan untuk mempertahankan
identitas kesukuan Aceh di tengah-tengah kemajemukan masyarakat Kota Medan.
2.2Kompetisi Dalam Membentuk Dinasti Etnik
Antara tahun 1950 dan 1960, terjadi persaingan yang terlihat jelas antara pedangang
Minangkabau dan Cina di pusat Pasar Sentral. Pedangang Cina mulai menguasai Pasar Sentral
setelah terjadi kebakaran. Pedagang Cina mampu membeli tempat yang baru dibangun kembali
sedangkan pedagang Minangkabau hanya mampu menguasai 10% - 15% nya saja. Tidak hanya
di Pusat Pasar saja, pada tahun 1950an Pajak Ikan lama di kuasai oleh pedagang-pedagang
Aceh, tetapi berhasil juga di geser oleh dominasi etnis keturunan Cina. Masyarakat etnis
keturunan Cina mulai menguasai perdagangan Kota Medan dan mengeser pedagang-pedagang
pribumi seperti Pedagang Minangkabau dan Aceh. Pedagang Aceh khususnya mulai
32
(35)
mengalami kemunduran yang cukup besar, bahkan sangat banyak perusahaan milik Aceh
terpaksa gulung tikar.33
2.3Pekerjaan Masyarakat Aceh di Kota Medan
Terdapat beberapa kelompok etnis di Kota Medan antara lain Mandailing,
Minangkabau, Aceh, Jawa, Karo, Cina, Sunda, Nias dan lain sebagainya. Tetapi terdapat 2
kelompok etnis terbesar yaitu Mandailing dan Batak Toba. Kelompok etnis Mandailing dan
Batak Toba bersaing dalam mendominasi lapangan kerja kepegawaian.Walaupun orang
Mandailing telah menegakkan suatu dinasti dalam bidang itu selama periode Kolonial.
Sejumlah besar orang Toba yang dididik sekolah-sekolah gereja berpindah ke kota dan
merupakan tantangan bagi posisi Mandailing. Orang Batak Toba yang berpendidikan itu
memperoleh pekerjaan-pekerjaan di Kota sebagai pegawai negeri, dan pekerja setengah
terampil untuk bisnis dan perkebunan.
Demikian juga diberbagai kantor pemerintah, terutama Kantor Gubernur, Agraria,
ABRI, Industri, Keuangan, Pekerjaan Umum, Kesehatan, Pendidikan dan kantor-kantor
pemerintahan lainnya.diberbagai kantor-kantor pemerintah dan perusahaan-perusahaan swasta,
suku Mandailing (termasuk Sipirok, Angkola dan Padang Lawas) jumlah melebihi
kelompok-kelompok etnis lain dan mereka berusaha bersatu menghadapi masuknya orang Batak Toba
keposisi-posisi yang mereka kuasai. Mereka juga berusaha membentuk persekutuan yang
33
Wawancara, dengan Usman Pelly, Medan, 19 September 2013, dalam wawancara tersebut Usman Pelly juga mengatakan bahwa ketika pedagang-pedagang Aceh masih jaya, mereka sering memberikan bantuan kepada organisasi-organisasi Islam yang melaksanakan kegiatan di Kota Medan. Bahkan mereka menjadi donatur utama.
(36)
didasarkan solidaritas Islam dengan kelompok-kelompok etnis lain seperti Melayu dan
Minangkabau.34
Dari kelompok etnis Muslim yang bermigrasi ke kota setelah kemerdekaan
(Mandailing, Minangkabau, Aceh, Sunda, dan Jawa), suku Mandailing berada pada posisi
paling menguntungkan untuk memperoleh pekerjaan-pekerjaan bagus dalam dinas
kepegawaian negeri tanpa memperoleh hambatan-hambatan sosial atau politis.
Berbeda dengan orang Melayu, akibat dari sebagian besar elit mereka yang terlibat
dalam membentuk dan memimpin Negara Sumatera Timur yang dianggap anti republik,
mereka sangat sulit memperoleh jabatan-jabatan ditingkat tinggi. Orang Minangkabau dan
Jawa tidak dianggap di Sumatera Utara sebagai penduduk asli, dan sukar untuk memperoleh
jabatan-jabatan politis tertinggi. Kebijakan ‘Putera Daerah” ini di dasarkan pada perasaan anti
Jawa (pusat) yang berkembang permulaan 1957 (sebelum peristiwa PRRI). Ketika itu
daerah-daerah luar Jawa meminta bagian yang lebih banyak dalam Anggaran Nasional untuk
pembangunan dan kesempatan bagi bukan suku Jawa untuk memegang jabatan kepemimpinan
nasioanal. Pergolakan ini dikenal sebagai “ Pergolakan Daerah” memiliki suatu efek psikologis
yang positif bagi orang Mandailing (Angkola/Sipirok) di Sumatera Utara. Sebab berbeda
dengan orang Minangkabau, orang Mandailing merupakan penduduk asli Sumatera Utara.
Karena itu, situasi politis dan sosial tersebut memberi mereka alasan untuk mempertahankan
kedudukan sentral mereka atas posisi-posisi tinggi dalam pemerintahan daerah.Walau terdapat
banyak orang Minangkabau yang berpendidikan, hanya lulusan universitas yang memiliki
kecenderungan kuat untuk menjadi pegawai negeri.
34
(37)
Kebanyakan orang Minangkabau lulusan SMA (sederajat) mencari pekerjaan dalam
bidang perdagangan, dan menghindari pekerjaan seperti pesuruh, juru ketik di kantor-kantor
pemerintah. Sebab orang Minangkabau tidak menganggap pekerjaan-pekerjaan terakhir ini
cukup bergengsi bagi mereka.
Hanya sedikit sekali dari kelompok etnis Aceh yang memegang jabatan-jabatan tinggi
di Kota Medan, karena kebanyakan dari orang mereka telah pulang ke Aceh setelah
pemberontakan Darul Islam (DI) dalam tahun 1958. Tahun 1958 terdapat pesetujuan
“Pemulihan Keamanan” antara gerakan DI pimpinan Daud Beureueh dengan pemerintah pusat
di Jakarta.
Para pemberontak Darul Islam kembali kepangkuan republik dan memperoleh amnesti
umum, dan diizinkan kembali memasuki dinas militer dan pemerintahan. Lebih jauh, Aceh
menjadi sebuah Provinsi terpisah dari Sumatera Utara dalam otonomi khusus dalam bidang
pendidikan dan agama. Status ini disebut sebagai Daerah Istimewa. Sejak saat itu, banyak
orang Aceh yang berpendidikan dari Medan dan kota-kota lain kembali ke Aceh. Sebagai
putera-putera daerah, mereka bisa memperoleh posisi-posisi yang lebih baik di Aceh, terutama
mereka yang berpendidikan universitas.35
Kelompok Etnis Aceh, tersebar di berbagai tempat di Kecamatan Kota Medan.
Kebanyakan pedagang, pegawai, dan pekerja harian. Orang Aceh pada tahun 1950-1960an
banyak yang menguasai perdagangan besar, terutama perdagangan hasil bumi, ekspor dan
impor, serta perbankan.
Tahun 1981, terdapat empat macam bank di Medan, yaitu Bank Negara, Bank Swasta
Nasional, Bank Swasta Cina, dan Bank Asing. Sebelum 1972, dua dari enam bank swasta
35
(38)
adalah milik pengusaha pribumi Indonesia dan selebihnya milik pedagang keturunan Cina.
Bank Sumatera (Bank of Sumatera) yang dimiliki pedagang-pedagang Aceh mengalami
kerugian besar ketika beberapa peminjam (kreditornya) yaitu pengusaha-pengusaha Cina kabur
keluar negeri dengan membawa sejumlah uang bank tersebut, akhirnya bank tersebut ditutup.36 Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) pemiliknya yang pertama adalah orang Mandailing,
hampir bangkrut karena mismanajemen, penguasaan atas bank beralih kepada pengusaha
keturunan Cina yang berhasil mengambil alih dan menyelamatkan bank.37
2.4 Berdirinya Ikatan Pemuda Pelajar Tanah Rencong (IPTR)
Sejarah migrasi orang-orang Aceh ke Kota Medan yang dilakukan setelah tahun
1950-an tidak lagi di dominasi oleh faktor ekonomi d1950-an keam1950-an1950-an tapi juga di dorong oleh faktor
pendidikan. Fasilitas pendidikan yang lebih mendukung di Medan mendorong orang-orang
Aceh untuk menyekolahkan anaknya ke Kota Medan.38
Orang Aceh menganggap bahwa pendidikan Kota Medan lebih berkualitas
dibandingkan sekolah-sekolah yang ada di Aceh. Kualitas pendidikan di Sumatera Utara pada
umumnya lebih baik daripada di Aceh. Pada tahun 1950-an, Sekolah Menengah Pertama di
Aceh sangat terbatas dan hanya terdapat di kota-kota besar saja.39
Di Kota Medan para pemuda perantau Aceh menjalin komunikasi dengan
pemuda-pemuda Aceh yang belajar di Kota Medan. Para pemuda-pemuda Aceh biasanya bertemu di
tempat-36
Wawancara, dengan Usman Pelly, Medan, 19 September 2013.
37
Usman Pelly.,op.cit.,hlm 144.
38
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah, Sejarah Pendidikan Daerah Istimewa Aceh,Jakarta : Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1984, hlm 4.
39
(39)
tempat umum seperti kedai kopi untuk bertukar kabar. Dalam tradisi masyarakat Aceh di
kampung asalnya orang-orang Aceh sangat gemar mengunjungi kedai kopi untuk menikmati
kopi dan berdiskusi. Tradisi ini kemudian terus berlanjut ketika mereka bermigrasi ke Kota
Medan. Setelah sering bertemu dan bertukar pikiran dan semakin banyaknya para pemuda dan
pelajar yang ada di Medan membuat mereka berinisiatif untuk membuat suatu asosiasi yang
dapat mengakomodasi kepentingan pemuda-pemuda dan para pelajar (termasuk Mahasiswa)
Aceh di Kota Medan. Asosiasi dapat membantu mereka mempertahankan identitas etnis dan
memberikan suatu forum untuk mengekspresikan kepentingan-kepentingan etnis.40
IPTR didirikan di Medan Oleh Zainuddin Jusuf (seorang pegawai perusahaan), Bukhari
Kasim (pelajar), M. Noernikmat (pengusaha), Mustapa Sulaiman, Said Ibrahim, Cut Zahara dan
beberapa pemuda Aceh lainnya pada tanggal 12 Juli 1953 dan disahkan oleh rapat anggota pada
tanggal 2 Agustus 1953. Rapat tersebut dihadiri ratusan pelajar (SMP, SMEP, SMA, SMEA)
dan para pemuda serta dua orang mahasiswa yang berasal dari Aceh, bertempat di Balai
Prajurit Jalan Bukit Barisan Medan (sekarang gedung BCA).
akhirnya
para pemuda dan pelajar Aceh sepakat membentuk IPTR.
Terbentuknya IPTR memiliki nilai yang sangat positif bagi masyarakat Aceh di Kota
Medan baik yang baru datang ke Medan maupun yang sudah sejak lama bermukim di Kota
Medan. IPTR menjadi tempat pemuda-pemuda Aceh untuk berdiskusi dan membahas
permasalahan yang dihadapi para pelajar di Kota Medan.
Mengenai nama IPTR, pada rapat anggota tanggal 12 Juli 1953 tersebut, ada yang
mengusulkan organisasi ini bernama Ikatan Pemuda Pelajar Aceh, Ikatan Pemuda Seulawah
40
(40)
dan sebagainya.41 Namun nama Ikatan Pemuda Pelajar Tanah Rencong akhirnya secara aklamasi dan disahkan menjadi nama organisasi pemuda dan pelajar masyarakat Aceh di
Medan. Nama IPTR sendiri dicetuskan oleh salah seorang anggota IPTR yang bernama Idris.42 Penggunaan kata Tanah Rencong pada Ikatan Pemuda mahasiswa Tanah Rencong mewakili
seluruh masyarakat Aceh karena Rencong merupakan senjata khas rakyat Aceh dan juga dapat
diterima seluruh peserta rapat.43
Pemuda pelajar yang dimaksud adalah mereka yang berusia remaja baik pelajar,
mahasiswa, maupun pemuda yang telah bekerja, tetapi tidak termasuk pelajar SR (Sekolah
Rakyat) atau SD (Sekolah Dasar) sekarang. Pada saat awal berdirinya IPTR memiliki struktur
organisasi yang sangat sederhana yaitu Zainuddin Yusuf sebagai Ketua, M. Jusuf Hanafiah
sebagai wakil ketua dan Bahdi sebagai sekretaris. Seiring dengan perjalanannya, struktur IPTR
mulai mengalami perubahan besar. Pada saat ini struktur IPTR terdiri dari Penasehat, Dewan
Pertimbangan, setelah itu pengurus utama dipimpin oleh Ketua Umum, Ketua I-V, Sekretaris
Umum, Bendahara Umum, Biro Mahasiswa, Biro Pemuda, Biro Pelajar, dan dibantu dengan
Seksi seperti seksi Keuangan, Seksi Kesenian dan seksi-seksi lainnya. Pada saat berdirinya
IPTR yang menjadi unsur pengurus pertama tahun 1953-1954 adalah Zainuddin Yusuf sebagai
Ketua, M. Jusuf Hanafiah sebagai wakil ketua dan Bahdi sebagai sekretaris. Kepengurusan
selanjutnya yaitu pada tahun 1954-1956 IPTR di pimpin oleh M. Noernikmat sebagai ketua dan
M. Jusuf Hanafiah sebagai wakil ketua. Pada tahun 1956-1957 IPTR dipimpin oleh Zainuddin
Yusuf dan T. Cut Ahmad sebagai wakil ketua. Kepemimpinan IPTR yang paling lama
41
Aceh Sepakat, op.cit., hlm. 35.
42
Idris merupakan anggota kepolisian Sumatera Utara dan juga seorang Back PSMS Medan yang sangat terkenal pada masa itu, dia juga merupakan pemuda Aceh yg tinggal di Kota Medan.
43
(41)
dipegang oleh Bustami Usman sebagai ketua dan Zurbandi Daud sebagai wakil ketua yaitu dari
tahun 1984-2000. 44
Pada saat awal berdiri Seketariat IPTR berada di rumah salah seorang anggota
pengurus. Tahun 1954-1955 ketika ketua umum IPTR dipegang oleh M. Noernikmat IPTR
membeli sebuah rumah sederhana milik tuan Rudin yang terletak di Jalan Amaliun nomor 25
Kelurahan Kota Maksum Kecamatan Medan Area, Kota Medan.45
2.5 Struktur Organisasi IPTR
Struktur organisasi adalah bagan atau kerangka antar hubungan dari satuan-satuan
organisasi atau bidang-bidang kerja yang didalamnya terdapat pimpinan, tugas dan wewenang
serta perang masing-masing personalia dalam totalitas organisasi. IPTR Medan dalam struktur
organisasinya memiliki landasan kerja dengan membentuk empat bidang yang membawahi
departement-departemen di kordinir oleh para ketua I-V dan Sekretaris I-V. Seluruh
departemen berada dibawah pimpinan Umum yang terdiri dari ketua umum, sekretaris umum
dan bendahara umum. (Untuk Lebih Jelas Lihat Lampiran 3)
Pembagian tugas adalah pengelompokan tugas yang sejenis dan menjadi tanggung
jawab yang harus dilaksanakan oleh seorang personalia pengurus. Perincian tugas dari setiap
personalia pengurus secara garis besar adalah sebagai berikut:
Ketua Umum
44
Ibid, hlm 21.
45
Panitia Ulang Tahun Ke XIII, Buku Kenang-Kenangan hari Lahir Yang Ke XIII, Medan : Panitia Ulang Tahun Ke XIII, 1966, hlm. 20.
(42)
Ketua umum adalah penanggungjawab serta koordinator umum organisasi dalam
melakukan tugas-tugas intern maupun ekstern. Dalam menjalankan tugasnya sehari-hari
dibantu oleh sekretaris umum dan bendahara umum serta pengurus harian lainnya.
Ketua Bidang Penelitian dan Pengembangan
Ketua bidang penelitian dan pengembangan adalah penanggungjawab dan koordinator
kegiatan penelitian dan pengembangan. Dalam aktivitas sehari-hari bidang ini dibantu oleh
sekretaris bidang penelitian dan pengembangan, departemen data dan informasi.
Ketua Bidang Pembinaan Anggota
Ketua bidang pembinaan anggota adalah penanggungjawab dan koordinator dibidang
pembinaan anggota yang meliputi pembinaan terhadap anggota di komisariat dan rayon. Dalam
aktivitas sehari-hari dibantu oleh sekretaris bidang pembinaan anggota, departemen
pengkaderan dan departemen dakwah.
Ketua Bidang Pembinaan Aparat Organisasi
Ketua bidang pembinaan aparat organisasi adalah penanggungjawab dan koordinator
kegiatan pembinaan aparat organisasi. Dalam aktivitas sehari-hari dibantu oleh sekretaris
bidang pembinaan aparat organisasi, departemen pengembangan aparat dan departemen
pengembangan organisasi.
Ketua Bidang Minat dan Bakat
Ketua bidang minat dan bakat adalah penanggungjawab dan koordinator kegiatan
dibidang Minat dan bakatyang meliputi persoalan penyaluran hobi dan kesenian anggota.
Dalam aktivitas sehari-hari dibantu oleh sekretaris bidang minat dan bakat, departemen
olahraga dan departemen seni dan budaya.
(43)
Ketua bidang hubungan masyarakat adalah penanggungjawab dan koordinator segala
aktivitas yang berkaitan dengan kerjasama dengan orang-orang, lembaga-lembaga, instansi dan
badan-badan lain dalam rangka meningkat ukhuwah dan keperluan informasi. Dalam aktivitas
sehari-hari bidang ini dibantu oleh sekretaris bidang hubungan masyarakat, departemen
komunikasi dan transformasi serta depatemen hubungan antar lembaga.
Sekretaris Umum
Sekretaris umum adalah penanggungjawab dan koordinator kegiatan dibidang
kesekretariatan, kegiatan luar bersama-sama dengan ketua umum menanggani masalah-masalah
eksternal yang bersifat umum. Dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh para sekretaris
bidang dan departemen kesekretariatan.
Sekretaris Bidang Penelitian dan Pengembangan
Sekretaris bidang penelitian dan pengembangan bersama-sama dengan ketua bidang
penelitian dan pengembangan mengelola kegiatan dibidang penelitian dan pengembangan yang
meliputi departemen data dan Informasi. Bertindak atas nama sekretaris umum melaksanakan
kegiatan sekretaris di bidang penelitian dan pengembangan.
Bidang Pembinaan Anggota
Sekretaris bidang pembinaan anggota bersama-sama dengan ketua bidang pembinaan
anggota mengelola kegiatan di bidang pembinaan anggota yang meliputi kegiatan departemen
pengkaderan dan departemen dakwah. Bertindak atas nama sekretaris umum untuk
melaksanakana kegiatan di bidang pembinaan anggota.
Sekretaris Bidang Pembinaan Aparat Organisasi
Sekretaris bidang pembinaan aparat organisasi bersama-sama dengan ketua bidang
(44)
meliputi departemen pembinaan aparat dan departemen pengembangan organisasi. Bertindak
atas nama sekretaris umum untuk melaksanakan kegiatan sekretaris dibidang pembinaan aparat
organisasi.
Sekretaris Bidang Minat dan Bakat
Sekretaris bidang minat dan bakat bersama-sama dengan ketua bidang minat dan bakat
menggelola kegiatan dibidang minat dan bakat yang meliputi departemen olahraga dan
departemen seni dan budaya. Bertindak atas nama sekretaris umum untuk melaksanakan
kegiatan sekretaris dibidang minat dan bakat.
Sekretris Bidang Hubungan Masyarakat
Sekretaris bidang hubungan masyarakat bersama-sama dengan ketua bidang hubungan
masyarakat mengelola kegiatan dibidang hubungan masyarakat yang meliputi departemen
komunikasi dan trasnformasi dan departemen hubungan antar lembaga. Bertindak atas nama
sekretaris umum untuk melaksanakan kegiatan sekretaris dibidang hubungan masyarakat.
Bendahara Umum
Bendahara umum adalah penganggungjawab dan koordinator dibidang keuangan dan
logistik. Kegiatan keluar bersama dengan ketua umum menangani masalah-masalah eksternal
yang bersifat umum. Dalam menjalankan tugasnya sehari-hari dibantu oleh wakil bendahara.
Departemen Data dan Informasi
Departemen data dan Informasi bertugas untuk melakukan pendataan terhadap anggota,
data tentang bakat dan minat anggota, potensi daerah dan informasi-informasi untuk
kepentingan organisasi.
(45)
Departemen pengkaderan bertugas untuk melakukan pengkaderan terhadap anggota
baik secara formal maupun informal, melalui kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh organisasi.
Departemen Dakwah
Departemen dakwah bertugas untuk meningkatkan nilai keislaman anggota melalui
kegiatan-kegiatan keislaman seperti pengajian, kajian keislaman, PHBI (Peringatan Hari Besar
Islam), dan lain-lain.
Departemen Pembinaan Aparat
Departemen pembinaan aparat bertugas ubtuk melakukan pembinaan terhadapt aparat
organisasi baik di tingkat cabang maupun penertiban terhadap rayon dan komisariat.
Departemen Pengembangan Organisasi
Departemen pengembangan organisasi bertugas untuk melakukan pengembangan terhadap
adanya kemungkinan pembentukan rayon dan komisariat baru.
Departemen Olahraga
Departemen olahraga bertugas untuk mengelola kegiatan-kegiatan olahraga,
pembentukan klub-klub olahraga serta mengkoordinir manajemen keolahragaan ditingkat
mahasiswa dan pemuda.
Departemen Seni dan Budaya
Departemen seni dan budaya bertugas untuk melakukan pengembangan bakat dan minat
anggota melalui lembaga-lembaga dan sanggar yang dibentuk oleh bidang minat dan bakat.
Departemen Komunikasi dan Transformasi
Departemen komunikasi dan transformasi bertugas untuk melakukan hubungan dengan
(46)
maupun materil serta melakukan pengarahan terhadap anggota dalam bentuk penggerahan
masa.
Departemen Hubungan Antar Lembaga
Departemen hubungan antar lembaga bertugas untuk melakukan hubungan dengan
lembaga-lembaga atau institusi-institusi serta instansi pemerintah dalam rangka membangun
hubungan pertemanan dan persaudaraan dalam rangka menjalin kerjasama dan kebutuhan
informasi.
Departemen Keseketariatan
Departemen keseketariatan bertugas untuk melakukan pengeloloan terhadap
administrasi keseketariatan berupa sirkulasi surat-surat, pengaarsipan, dan lain-lain yang
berhubungan dengan tugas-tugas administrasi perbidang serta bidang umu secara keseluruhan.
Departemen Keuangan dan Logistik
Departemen keuangan dan logistik bertugas untuk mengelola pemasukan dan
pengeluaran dana organisasi serta mencari sumber-sumber pemasukan baru yang berguna bagi
kemandirian organisasi dan melakukan usaha-usaha perawatan terhadap logistik serta
penambahan logistik bagi kebutuhan organisasi.46
2.6 Sumber Dana IPTR
Menurut Anggaran Dasar Pasal VII serta Anggaran Rumah Tangga Pasal V menjelaskan
bahwa sumber dana IPTR berasal dari Uang Pangkal, Uang Iuran, Sumbangan-sumbangan
46
Irman, Maulana. Buku Konstitusi Ikatan Pemuda Pelajar Mahasiswa Tanah Rencong (IPTR). Medan :IPTR Press, hlm. 10-12.
(47)
sukarela dan usaha-usaha lain yang sah. Pada saat awal berdiri sumber dana utama IPTR adalah
dari sumbangan.
Usaha pengumpulan dana melalui iuran anggota tidak pernah berhasil disebabkan faktor
kesulitan ekonomi para anggota terutama kalangan mahasiswa.47 Sumbangan sukarela yang diterima dari para donatur biasanya sangat besar peranannya dalam bergerakannya setiap
kegiatan yang akan dilakukan IPTR. Sumbangan-sumbanganitu berasal baik dari pemerintah,
perorangan, maupun perusahaan. Pada saat awal berdirinya IPTR ketika terjadi peristiwa
DI/TII IPTR juga mendapat bantuan pinjaman dana dari Pemerintah Sumatera Utara melalui
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan guna membantu para pelajar Aceh yang sedang mengalami
kesulitan biaya hidup untuk melanjutkan pendidikannya di Medan.48
Beberapa donatur perorangan berskala nasional yang pernah memberikan sumbangan
berupa dana kepada IPTR pada saat melaksanakan suatu kegiatan yang tercatat antara lain : • Presiden Soekarno sebesar Rp. 25.000
• Bung Hatta sebesar Rp. 20.000 • Abdul Haris Nasution Rp. 25.000 • Idham Khalid Rp. 20.000
• Ali Sastroamijoyo Rp. 20.000 • Kolonel Simbolon Rp. 30.000
Tidak hanya sumbangan dari perorangan saja, donatur IPTR juga banyak dari
perusahaan-perusahaan khususnya perusahaan yang berasal dari Aceh ataupun perusahaan yang
47
Laporan Pertanggungjawaban Dewan Pimpinan Cabang Ikatan Pemuda Pelajar Mahasiswa Tanah Rencong (IPTR) Medan Periode 1984-1987, disampaikan pada : Konferensi luar biasa IPTR Cabang Medan, 15-16 September 2000.
48
(48)
dimiliki oleh orang Aceh.49
• PT. KARTANI adalah perusahaan yang bergerak dibidang Perkebunan
Beberapa perusahaan yang tercatat pernah membantu IPTR antara
lain adalah :
• Firma Ghazali & Co adalah perusahaan yang bergerak di Bidang Ekspor Impor
• PT. KIMIKAJU adalah perusahaan yang bergerak dibidang pembuatan minyak kelapa, penggergajian kayu, penggilingan padai, produsen kopra, ekspor impor dan perdagangan berbagai rempah-rempah
• PT. Gotong Rojong Djaja adalah perusahaan yang bergerak dibidang perkebunan, pertanian, perindustrian serta ekspor impor
• Firma Toko Puspa adalah perusahaan yang bergerak dibidang ekspor impor dan industri • PT. ASDA adalah perusahaan yang bergerak dibidang perkebunan serta perindustrian • PT KUPENA adalah perusahaan yang bergerak dibidang industri karet
• PT. PERSIG adalah perusahaan yang bergerak dibidang ekspor impor
• PRIMKOPAK adalah perusahaan yang bergerak dibidang pengangkutan barang antar provinsi
• Fa. PMTOH adalah perusahaan yang bergerak dibidang pengangkutan umum antar provinsi
• ELOK adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang pengangkutan Medan-Aceh • CV. Nasional adalah perusahaan yang bergerak dibidang pengangkutan barang antar
provinsi
• Firma MURNI TEGUH adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang ekspor impor barang
• KOBPAT (Koperasi Bus Pengangkutan Atjeh Timur) adalah perusahaan yang bergerak dibidang pengangkutan
• CV. TAMAN adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang pengangkutan, perdagangan serta ekspor impor
• CV. AZIMAT adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang pengangkutan Medan-Aceh
• CV. AULA COMPANY adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang ekspor impor • CV. SABAR TRADING COMPANY adalah perusahaan yang bergerak dibidang ekspor
impor
• PT.HARMONI adalah perusahaan yang bergerak dibidang perdagangan
• PT. MURIDA adalah perusahaan yang bergerak dibidang industri perkebunan dan perdagangan
• Apotik WAHID adalah perusahaan yang bergerak dibidang obat-obatan
• Firma DAOOD DJAFAR Coy adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang ekspor dan impor
• PT. MALIGAS DWI USAHA adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang perkebunan, perindustrian, pertanian, serta perdagangan
49
(49)
• CV. ADAT adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang perindustrian, ekspor dan impor.
• NV. PERMAI adalah perusahaan yang beregrak dalam bidang impor dan ekspor • NV. Bank Of Sumatera adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang keuangan
• PT. MASKAPAI ASURANSI “INVESTA” adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang asuransi
• PT. BAHRUNY adalah perusahaan yang beregrak dalam bidang perkebunan • PT. EMHA adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang perkebunan
• Firma Aceh Kongsi adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang perdagangan • PT. Bank INDAKO adalah perusahaan yang bergerak dibidang pembiayaan keuagan.50
50
(50)
BAB III
PERKEMBANGAN IKATAN PEMUDA PELAJAR TANAH RENCONG DI MEDAN
3.1 Periode Awal Berdiri Hingga Tahun 1965
Awal mula Ikatan Pemuda Pelajar Tanah Rencong didirikan pada tahun 1953 yang
menjadi rayon pertama adalah Rayon Medan Baru, sedangkan komisariat yang pertama adalah
Komisariat Fakultas Kedokteran USU. Baru saja menjelang tiga bulan IPTR didirikan dan
dipimpin oleh Zainuddin Yusuf sebagai ketua dan M. Yusuf Hanafiah sebagai wakil ketua
meletuslah peristiwa Aceh yang dikenal dengan nama Pemberontakan DII/TII pimpinan M.
Daud Beureueh tahun 1953, yang mengakibatkan banyaknya pemuda, pelajar serta orang-orang
tua dari Aceh datang dan bermukim di Medan.
Dalam periode 1954/1955 ketika IPTR dipimpin oleh M. Noernikmat IPTR membeli
sebuah rumah tua yang beratapkan nipah, berdinding kayu yang terletak di Jalan Amaliun No.
25 Medan dan hingga sekarang masih dipergunakan sebagai kantor IPTR.
Periode selanjutnya yaitu tahun 1955/1956 masih dibawah pimpinan M. Noernikmat
IPTR berhasil melaksanakan Kongres Mahasiswa/Pemuda/Pelajar/ Masyarakat Aceh se
Indonesia pada bulan September tahun 1956, yang boleh dikatakan sebagai awal dari proses
penyelesaian keamanan dalam peristiwa Aceh. Kongres ini adalah ide dari pada anggota IPTR
sendiri, supaya lebih mencerminkan masyarakat Aceh di Medan.
IPTR telah berhasil merangkul orang-orang tua dan “abang-abang” mereka yang agak lebih tua
dari mereka untuk mensukseskan kongres tersebut.
Periode 1956/1957 ketika IPTR dipimpin oleh Zainuddin Yusuf IPTR kembali
(51)
itu, IPTR juga telah berhasil memperbaiki kantor IPTR. Dalam masa kepemimpinan ini juga
IPTR meminta kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang pada waktu itu dijabat oleh
Sarino agar anggota-anggota IPTR yang ingin masuk sekolah-sekolah kejuruan untuk mendapat
ikatan dinas.
Periode tahun 1957/1958 IPTR mengalami fase penyempurnaan dan percobaan. Pada
tahun ini diadakan acara Halal Bil Halal Masyarakat Aceh Medan dan sekitarnya yang
disponsori oleh IPTR sendiri. Halal Bil Halal terakhir kali diselengarakan sekitar tahun 1954,
tetapi bedanya Halal Bil Halal tahun 1957 ini diselengarakan secara besar-besaran dengan
melibatkan seluruh masyarakat Aceh dalam jumlah besar yang ada di Kota Medan. Dikala
meletusnya Operasi Sabang Merauke (OSM) pada bulan Maret 1958, IPTR dituduh terlibat
dalam OSM.51
Periode 1958/1959 dipimpin oleh Zainuddin Yusuf adalah fase tenang karena dikala
ini sebagian besar pemuda, pelajar dan mahasiwa telah kembali ke Aceh untuk menyumbang Akibatnya para penggurus IPTR banyak yang pulang ke Aceh untuk sementara
waktu. Pada saat diadakannya Biro Asisten Gurbernur Aceh di Medan Tahun 1958, sama
halnya seperti di Jakarta, Bandung dan Jogyakarta, pada dasarnya Biro Assitensi Gubernur
Aceh itu untuk IPTR dalam mencari tenaga-tenaga ke Aceh dan lain-lain. Dengan di sponsori
oleh saudara Iljas Bentjut dari IPTR untuk membentuk Biro Assitensi Gurbernur Aceh. tapi
nyatanya sekarang IPTR diluar dari Biro Assitensi tersebut, yang lebih menitikberatkan kepada
semacam biro pelayanan. Keadaan di kantor IPTR telah disempurnakan dengan mengusahakan
bantuan yang diperoleh dari Komando Daerah Militer Aceh (KDMA) dan Gurbernur Aceh.
51
Operasi Sabang Merauke merupakan operasi pemberantasan PRRI ( Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia) di seluruh Indonesia.
(52)
Dharma Bakti demi kejayaan bangsa dan negara menurut bidangnya masing-masing, sehingga
otomatis kegiatan IPTR menjadi berkurang.
Periode 1959/1960 yang menjadi Ketua Umumnya adalah A. Hamid MS, pada masa
jabatannya IPTR lebih menekankan ke dalam koordinasi sesama anggota dalam organisasi
IPTR. Di periode inilah gedung semi permanen kantor IPTR dijalan Amaliun No. 25 mulai
direnovasi.
Periode tahun 1960/1961 adalah fase kelanjutan dari periode sebelumnya, tetapi
terdapat tambahan kegiatan-kegiatan yang lebih terfokus seperti kegiatan olahraga
perpustakaan dan kesenian.
3.2 Periode Kepemimpinan IPTR dari Tahun 1960 Sampai Dengan Tahun 1980
Periode 1961/1962 IPTR kembali dipimpin oleh Zainuddin yusuf, pada fase ini lebih
menggiatkan kepentingan-kepentingan pribadi di dalam tugasnya masing-masing baik di
bidang pelajar maupun di bidang kemahasiswaan.
Tahun 1962/1963 Ketua Umum IPTR dijabat oleh M. Thaib Thahir, kegiatan organisasi
IPTR lebih ditonjolkan untuk berkomunikasi kepada organisasi-organisasi lain.
Periode 1963/1964 jabatan Ketua Umum masih berada ditangan M. Thaib Thahir
sebagai lanjutan dari periode sebelumnya tetapi lebih mementingkan konsolidasi internal IPTR,
terlebih dalam penyempurnakan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga sesuai dengan
kehendak zaman. Pada periode ini mulai dicoba untuk menambah masa periode kepengurusan
menjadi 2 tahun. Periode ini juga mahasiswa IPTR melakukan study tour ke daerah Aceh.
Memasuki tahun 1964/1965 IPTR dipimpin oleh T. A. Rahman, pada periode ini IPTR
(53)
antara anggota IPTR. Hal ini disebabkan karena pada tahun 1965 banyak sekali
ideologi-ideologi yang berkembang di Kota Medan.
Pada masa kepemimpinan A. Hamid yaitu Tahun 1965/1966 terjadi peristiwa besar
yakni pemberontakan PKI atau yang lebih dikenal dengan peristiwa G30S/PKI di Indonesia.
Akibat dari pemberontakan ini tujuh orang perwira TNI gugur. Peristiwa ini menjadi
momentum bagi berbagai organisasi yang selama ini telah mencurigai PKI untuk segera
menghancurkan PKI, salah satunya IPTR. IPTR kemudian bersama-sama dengan organisasi
lain melancarkan aksi penghancuran basis-basis PKI beserta sayap-sayap partai tersebut. Dalam
hal ini menurut Usman Pelly IPTR lah organisasi yang menjadi penggerak dalam aksi
penghancuran PKI.52 Bahkan IPTR sempat membakar kantor SOBSI (Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia) sayap dari PKI yang letaknya dekat kantor Alwasliyah. Dalam peristiwa itu
ketua SOBSI yaitu Zakir Sobo tewas.53
Memasuki kepengurusan tahun 1966/1967 kepemimpinan IPTR dipegang oleh Aboe
Bakar Oemar, kegiatan IPTR masih terkait masalah konsolidasi internal organisasi setelah
terjadinya penghancuran terhadap G30S/PKI hampir diseluruh Indonesia. Keadaan Indonesia
pun mulai baik di pusat maupun daerah masih sama-sama belum kondusif.
Usman Hasan memimpin IPTR dari tahun 1967 samapai dengan tahun 1978, dimana
pada tahun 1968 para alumni dari IPTR beserta beberapa tokoh Aceh lainnya membentuk Aceh
52
Wawancara, dengan Usman Pelly, Medan, 19 Sptember 2013. 53
Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI) adalah federasi
pertama kali dibentuk di
(54)
Sepakat. Mulai dari tahun 1970 sampai dengan tahun 1978 tidak terjadi regenerasi
kepemimpinan dalam IPTR karena Usman Hasan memimpin IPTR lebih dari 10 tahun.
Pada tahun 1978 mulai terjadi pergantian kepengurusan di IPTR yakni dengan
terpilihnya T. Syaifuddin sebagai ketua umum IPTR yang baru. dr. T. Syaifuddin menjabat
sebagai ketua umum IPTR sampai dengan tahun 1984.
3.3Periode 1980-2000 Sebagai Tahun Kevakuman Bagi Kegiatan IPTR
Memasuki tahun 1984 kepemimpinan IPTR dipegang oleh Bustami Usman. Saat itu
Situasi dan kondisi di penghujung dekade 80-an sebagai titik awal terjadinya usaha-usaha
menyatakan sikap dan tuntutan dari kelompok tertentu di daerah Aceh terhadap pemerintah,
telah membawa dampak sedemikian rupa dalam masyarakat Aceh di Medan terutama di
kalangan pemuda dan mahasiswa. Kecurigaan terhadap generasi muda Aceh di Medan cukup
tinggi dan beralasan karena gejolak awal dan tuntutan pemisahan diri rakyat Aceh pada tahun
1977 yang dikenal dengan Aceh merdeka di motori oleh tokoh pemuda dan mahasiswa di
Medan termasuk dari kalangan IPTR sendiri, sehingga setiap ada upaya berkumpul dan
mengadakan rapat selalu diawasi dengan rasa curiga, apalagi banyak anggota masyarakat dan
pemuda yang diamankan oleh aparat.
Gejolak di Aceh diakhir tahun 80-an dan paruh waktu 90-an dengan diberlakukannya
daerah operasi militer (DOM) di Aceh dan memanasnya suhu politik dan keamanan membawa
dampak menurunnya gairah dan minat berorganisasi di kalangan pemuda dan masyarakat Aceh
di Medan, sehingga keterlambatan pelaksanaan Konferensi ditingkat Cabang dan Rapat
Anggota (RAK) ditingkat Rayon dan Komisariat tidak begitu dihiraukan, sekaligus ada
(1)
c. Seorang Bendahara dan seorang Wakil Bendahara. d. Dilengkapi dengan Seksi-Seksi menurut kebutuhan. 5. Keterangan:
a. Para Ketua, para sekretaris dan para bendahara pada tingkat DPP disebut Pimpinan Harian DPP.
b. Pimpinan Harian DPP ditambah dengan anggota-anggota Pleno disebut DPP.
c. Para Ketua, Para Sekretaris, dan para Bendahara pada tingkat DPC disebut Pimpinan Harian DPC.
d. Para Ketua, para Sekretaris, dan para Bendahara pada tingkat Rayon/Komisariat disebut Pimpinan Harian Rayon/Komisariat.
e. Pimpinan Harian Rayon/Komisariat ditambah dengan Seksi-Seksi Rayon/Komisariat disebut Pleno Rayon/Komisariat.
Pasal IV CABANG
1. Disetiap Daerah Tingkat II dapat didirikan satu Cabang atau lebih.
2. Jika dalam satu Daerah Tingkat II terdapat lebih dari satu Cabang, maka Dewan Pimpinan Pusat dapat menunjuk Koordinator Cabang yang terdiri dari dua orang dan berkedudukan di Ibukota Daerah yang bersangkutan.
3. Anggota organisasi yang berdudukan di suatu Kecamatan yang tidak mempunyai Cabang organisasi dapat menjadi anggota suatu Cabang yang berkaitan.
4. Anggota yang bertempat tinggal di suatu Daerah Cabang diharuskan menjadi anggota Cabang itu.
(2)
5. Cabnag diperkenankan mengadakna peraturan-peraturan khusus yang tidak bertentangan dengan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga organisasi dan Keputusan Kongres. 6. Cabang membentuk Rayon/Komisariat apabila dirasa perlu.
Pasal V
PERBENDAHARAAN
1. Dewan Pimpinan Pusat menetapkan besarnya uang pangkal dan uang iuran.
2. Pimpinan Pusat/Cabang/Rayon/Komisariat, berkewajiban memberikan pertanggungjawab keuangan di dalam Kongres/Konferensi Cabang/ Rapat Anggota.
Pasal VI KONGRES
1. Kongres bersidang sekali dalam 3 (tiga) tahun dan diselenggarakan oleh Dewan Pimpinan Pusat.
2. Peserta Kongres terdiri dari Utusan dan Peninjau.Utusan terdiri dari delegasi Cabang. Peninjau terdiri dari:
a. Delegasi Cabang b. Undangan 3. Hak suara
Yang mempunyai hak suara dalam Kongres adalah Utusan Cabang. 4. Hak bicara
Semua peserta Kongres mempunyai hak mengeluarkan pendapat.
(3)
6. Apabila Kongres tidak dapat dilaksanakan, maka dapat dilakukan Musyawarah Luar Biasa (MUSLUB) atau sejenisnya yang dapat berfungsi sebagai pengganti Kongres.
Pasal VII RAPAT-RAPAT
1. Rapat-rapat terdiri dari: a. Rapat Dewan Penasehat
b. Rapat Dewan Pimpinan Harian DPP c. Rapat Pleno DPP
d. Rapat Bersama DPP dan Dewan Penasehat e. Rapat Pimpinan Harian DPC
f. Rapat Pleno DPC
g. Rapat Pimpinan Harian Rayon/Komisariat h. Rapat Pleno Rayon/Komisariat
i. Rapa-rapat lainnya yang dirasa perlu dengan mengikutsertakan pihak-pihak tertentu menurut kebutuhan.
2. Rapat-rapat dianggap sah apabila dihadiri oleh lebih dari separuh jumlah peserta kecuali rapat menetapkan lain.
3. Keputusan Rapat diambil secara Musyawarah yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan atau dengan pemungutan suara.
Pasal VIII
(4)
AtributorganisasiditetapkanolehKongres.
Pasal IX
KETENTUAN PENUTUP
1. Hal-hal yang belum diatur dalam Anggaran Rumah Tangga ini diserahkan kepada kebijaksanaan Dewan Pimpinan Pusat.
2. Anggaran Rumah Tangga ini disyahkan pada Rapat Anggota IPTR tanggal 12 Juli 1953 kemudian disempurnakan dalam Musyawarah Luar Biasa IPTR di Medan tanggal 30 Juni 1968 dan kemudian disempurnakan dalam Kongres ke-I IPTR Sumatera Utara tanggal 7 April 1975, serta disempurnakan lagi dalam Musyawarah Luar Biasa (MUSLUB) pada tanggal 23 Februari 1987.
Disyahkan pada Sidang Musyawarah Luar Biasa (MUSLUB) Ikatan Pemuda Pelajar Mahasiswa Tanah Rencong (IPTR) Sumatera Utara.
Ketua Sekretaris
Drs.S.M. Yusuf Ali Ishkak Madjid
Lampiran 5
BAGAN STRUKTURAN ORGANISASI IPTR Ketua
(5)
BendaharaUmu m Skretaris Umum Ketua Bidang Hubungan Masyarakat Ketua Bidang Minat dan Bakat Ketua Bidang Pembinaan Aparat Ketua Bidang Penelitian dan Ketua Bidang Pembinaan Skretaris Skretaris Skretaris Skretaris Skretaris Wakil Bendahara Umum Departeme n Keseketari atan Departemen Keuangan dan Logistik Departemen Pengkaderan Departemen
Dakwah Departemen Data dan Informasi Departemen Pembinaan Aparat Departemen Olah Raga Departemen Komunikasi dan Transformasi Departemen Pengembanga n Organisasi Departemen Seni dan Budaya Departemen Hubungan Antar Lembaga
(6)
Lampiran 4
BAGAN STRUKTUR ORGANISASI IPTR AWAL BERDIRI Ketua