Terdapat beberapa jenis analisis yang dapat dilakukan, yaitu analisis internal, analisis eksternal, analisis horizontal, dan analisis vertikal. Analisis
internal adalah analisis yang dilakukan oleh mereka yang bisa mendapatkan informasi yang lengkap dan terperinci mengenai suatu perusahaan, seperti pihak
manajemen. Analisis eksternal adalah analisis yang dilakukan oleh mereka yang tidak bisa mendapatkan informasi yang lengkap dan terperinci mengenai suatu
perusahaan, seperti bank, kreditur, pemegang saham, calon pemegang saham, dan lainnya. Analisis horizontal adalah analisis perkembangan data keuangan dan data
operasi perusahaan dari tahun ke tahun guna mengetahui kekuatan atau kelemahan keuangan perusahaan yang bersangkutan. Analisa vertikal adalah analisis laporan
keuangan yang terbatas hanya pada satu periode akuntansi saja, misalnya berupa analisis rasio.
2.5. Analisis Rasio Keuangan
Rasio keuangan merupakan kegiatan membandingkan angka-angka yang ada dalam laporan keuangan dengan cara membagi satu angka dengan angka
lainnya Kasmir, 2008. Dalam praktiknya, analisis rasio keuangan suatu perusahaan dapat digolongkan sebagai berikut:
1. Rasio neraca, yaitu membandingkan angka-angka yang hanya bersumber dari neraca.
2. Rasio laporan laba rugi, yaitu membandingkan angka-angka yang hanya bersumber dari laporan laba rugi.
3. Rasio antarlaporan, yaitu membandingkan angka-angka dari dua sumber data campuran, baik yang ada di neraca maupun di laporan laba rugi.
Pada umumnya, terdapat enam jenis rasio keuangan, yaitu: 1. Rasio Likuiditas Liquidity Ratio
2. Rasio Solvabilitas Leverage Ratio 3. Rasio Aktivitas Activity Ratio
4. Rasio Profitabilitas Provitability Ratio 5. Rasio Pertumbuhan Growth Ratio, dan
6. Rasio Penilaian Valuation Ratio
2.6. Financial Distress
Financial distress merupakan suatu kondisi yang dialami oleh perusahaan tepat sebelum kebangkrutan, dimana perusahaan berada dalam keadaan tidak
sehat. Pada kondisi financial distress, kondisi cashflow sangat minimum sehingga menyebabkan terjadinya deadweight losses. Berarti, financial distress berada
antara keadaan solvent dan insolvent Pranowo, 2010. Dengan mengetahui kondisi financial distress perusahaan sejak dini,
perusahaan dapat merancang tindakan untuk mengantisipasi yang mengarah kepada kebangkrutan. Menurut Purwanti 2005, prediksi financial distress
digunakan oleh beberapa pihak, seperti: 1. Pemberi pinjaman. Penelitian berkaitan dengan prediksi financial
distress, baik dalam memutuskan apakah akan memberikan suatu pinjaman dan menentukan kebijakan untuk mengawasi pinjaman yang
telah diberikan. 2. Investor. Model prediksi financial distress dapat membantu investor
ketika akan menilai kemungkinan masalah suatu perusahaan dalam melakukan pembayaran kembali pokok dan bunga.
3. Pembuat peraturan. Lembaga regulator mempunyai tanggung jawab mengawasi kesanggupan membayar hutang dan menstabilkan perusahaan
individu. 4. Pemerintah. Prediksi financial distress juga penting bagi pemerintah.
5. Auditor. Model prediksi financial distress dapat menjadi alat yang berguna bagi auditor dalam membuat penilaian suatu perusahaan.
6. Manajemen. Apabila perusahaan mengalami kebangkrutan maka perusahaan akan menanggung biaya langsung fee akuntan dan
pengacara dan biaya tidak langsung kerugian penjualan atau kerugian paksa akibat ketetapan pengadilan. Sehingga dengan adanya model
prediksi financial distress diharapkan perusahaan dapat menghindari kebangkrutan dan otomatis juga dapat menghindari biaya langsung dan
tidak langsung dari kebangkrutan.
2.7. Perhitungan Financial Distress