4.4. Hasil Uji Asumsi Klasik Multikolinieritas Pada Lampiran 4 terdapat hasil uji asumsi klasik multikolinieritas yang
dilakukan dengan menggunakan SPSS 16. Penggunaan alat analisis yang berbeda ditujukan untuk mempermudah penelitian dalam melakukan uji asumsi klasik
multikolinieritas dengan menggunakan data panel yang sama. Hasil uji klasik menunjukkan nilai VIF seluruh variabel kurang dari 10, maka dapat disimpulkan
bahwa model tidak memiliki masalah multikolinieritas.
4.5. Hasil Uji Asumsi Klasik Heteroskedastisitas Dapat dilihat hasil uji heteroskedastisitas pada Lampiran 5 membuktikan
bahwa model tidak mengandung masalah heteroskedastisitas. Dengan menggunakan metode Glejser, diperoleh p-value seluruh variabel independen
terhadap nilai absolut residualnya lebih besar dari nilai α 0,05. Maka dapat dinyatakan bahwa model bebas dari gejala heteroskedastisitas, atau mengalami
homoskedastisitas.
4.6. Prediksi Financial Distress Sektor Agrikultur Indonesia
Setelah diketahui kondisi financial distress dari masing-masing perusahaan pada sektor agrikultur di Indonesia, maka perhitungan rasio keuangan dilakukan
dengan menggunakan data-data keuangan yang diperoleh dari laporan keuangan berupa laporan laba rugi dan neraca yang dipublikasikan di Bursa Efek Indonesia.
Rasio keuangan yang digunakan adalah NPM, CR, ROE, EBITDATA, dan ROA. Rasio dihitung dengan rumus keuangan sederhana. NPM diperoleh dengan
membandingkan pendapatan bersih net income dengan penjualan total sales. CR diperoleh dengan membandingkan aset lancar current assets dengan
kewajiban lancar current liabilities. ROE diperoleh dengan membandingkan pendapatan bersih net income dengan total ekuitas total equity. EBITDATA
membandingkan pendapatan sebelum dikurangi beban bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi dengan total aset. ROA diperoleh dengan membandingkan net
income dengan total aset.
Tabel 6. Perhitungan rasio keuangan
Net Profit Margin Current Ratio
Return on Equity EBITDA to Total Assets
+ +
+ +
Return on Asset Sumber: Warren 2006, Ruster 1996
Penelitian menggunakan data time-series dan data cross-section, sehingga metode yang digunakan untuk menganalisis data ini tidak bisa menggunakan
metode regresi biasa, tetapi harus menggunakan metode regresi panel data.
Bentuk model regresi penelitian “Analisis Kondisi Financial Distress Pada Sektor Agrikultur Indonesia” adalah sebagai berikut:
= +
+ +
+ +
+ + ……………………………… 9
Dari hasil analisis regresi panel data pada Lampiran 2 dapat dilihat bahwa
nilai F-statistik sebesar 11,0195
dengan p-value sebesar 0,000. Karena nilai F- statistik lebih besar dari F-tabel 2,422 dan nilai p-value lebih kecil dari nilai
α sebesar 0,05, maka dapat dinyatakan bahwa model sesuai fit. Model penelitian
memiliki nilai Adjusted R
2
, yaitu koefisien determinasi yang telah dikoreksi dengan jumlah variabel dan ukuran sampel, sebesar 75,41. Hal ini berarti nilai
DSCR dapat dijelaskan oleh ke lima variabel independen tersebut sebesar 75,41. Variabel independen NPM memiliki nilai t-statistik sebesar 2,056209 dan
p-value sebesar 0,0475. Karena p-value lebih besar dari nilai α 0,05 dan t-
statistik lebih kecil dari nilai t-tabel 2,009, maka dapat dinyatakan bahwa NPM memiliki pengaruh yang signifikan terhadap DSCR. Koefisien variabel ini sebesar
1,228274, yang berarti bahwa variabel ini memiliki pengaruh positif terhadap nilai debt service coverage dan apabila variabel independen lainnya diasumsikan tetap,
maka peningkatan satu satuan variabel NPM akan meningkatkan DSCR sebesar 1,228274.
CR memiliki nilai t-statistik sebesar 4, 097702
dengan nilai p-value sebesar 0,00002. Karena nilai t-statistik lebih besar dari nilai t-tabel dan nilai p-value
lebih kecil dari nilai α, maka dapat dinyatakan bahwa CR memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap DSCR. Koefisien CR sebesar 0,114502 menunjukkan bahwa apabila variabel independen lain dianggap tetap dan CR bertambah satu satuan,
maka nilai DSCR akan meningkat sebesar 0,114502. Dengan kata lain, CR
memiliki pengaruh positif terhadap DSCR, meskipun nilai pengaruhnya kecil. Sehingga dengan meningkatnya nilai CR, maka perusahaan cenderung mendekati
kondisi non-financial distress. Variabel independen ketiga, yaitu ROE, memiliki nilai t-hitung sebesar -
2,563921 yang lebih kecil dari nilai t-tabel -2,009, dan nilai p-value sebesar 0,0149 yang lebih kecil dari nilai α. ROE juga memiliki koefisien sebesar -
0,184734. P-value yang lebih kecil dari α dan t-hitung yang lebih besar dari t-tabel
menunjukkan bahwa ROE memiliki pengaruh yang signifikan terhadap DSCR. Namun pengaruh yang dimiliki adalah pengaruh negatif, yaitu semakin besar nilai
ROE maka semakin kecil nilai DSCR. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan nilai ROE menyebabkan perusahaan lebih mendekat kepada kondisi financial
distress. Rasio perbandingan antara EBITDA earning before interest, tax,
depretiation, and amortization dengan TA total assets memiliki nilai t-hitung sebesar 0,475212 dan nilai p-value sebesar 0,6393. Nilai t-hitung yang lebih kecil
dari nilai t-tabel dan nilai p-value yang lebih besar dari α menyimpulkan bahwa
rasio perbandingan EBITDA dengan TA tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap nilai DSCR, sehingga rasio ini tidak mempengaruhi kondisi financial
distress perusahaan. ROA juga tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap nilai DSCR.
Hal ini dapat dilihat dari nilai t-hitung yang lebih kecil dari t-tabel, yaitu sebesar 0,505816, serta dilihat dari nilai p-value
yang lebih besar dari nilai α, yaitu sebesar 0,6162. Sehingga ROA tidak memiliki pengaruh terhadap kondisi
financial distress suatu perusahaan.
Variabel dummy SM mewakili kondisi krisis subprime mortgage yang terjadi pada tahun 2007 dan 2008. Variabel ini memiliki nilai t-statistik sebesar -
1,544092 dan memiliki nilai p-value sebesar 0,1318. Nilai t-statistik yang lebih kecil dari t-tabel dan p-value
yang lebih besar dari nilai α, membuktikan bahwa krisis global subprime mortgage tidak berpengaruh terhadap kondisi financial
distress perusahaan sektor agrikultur di Indonesia. Hasil analisis model panel data di atas dapat memberikan kesimpulan
terhadap hipotesis dari penelitian ini. Hipotesis 1 melihat ada atau tidaknya hubungan yang signifikan antara NPM dengan DSCR. Dari hasil analisis dapat
dinyatakan bahwa NPM memberikan pengaruh positif terhadap DSCR sehingga
hipotesis 1 tidak terbukti, tolak H1 terima H1
1
. Hipotesis 2 menguji hubungan yang signifikan antara CR dengan DSCR.
Telah terbukti bahwa CR memiliki pengaruh positif terhadap DSCR, sehingga hipotesis 2 terbukti, tolak H2
terima H2
1
. Sama halnya dengan Hipotesis 3 yang melihat hubungan antara ROE dengan DSCR, juga terbukti ada hubungan
pengaruh, namun pengaruh yang diberikan ROE berupa pengaruh negatif, tolak H3
terima H3
1
. Hipotesis 4 menguji hubungan yang signifikan antara rasio EBITDATA
dengan DSCR dan terbukti rasio EBITDATA tidak memiliki pengaruh terhadap DSCR, sehingga hipotesis 4 tidak terbukti, tolak H4
1
terima H4 .
Hipotesis 5 melihat hubungan antara ROA dengan DSCR. Telah dibuktikan
bahwa tidak ada pengaruh yang diberikan oleh ROA terhadap DSCR. Sehingga
dapat disimpulkan, tolak H5
1
terima H5 .
Hipotesis yang terakhir, yaitu Hipotesis 6 menguji hubungan antara krisis
global subprime mortgage yang berdampak pada kondisi perekonomian dunia, terhadap kondisi financial distress pada perusahaan sektor agrikultur di Indonesia.
Telah dibuktikan bahwa krisis tersebut tidak berdampak pada kondisi financial distress perusahaan sektor agrikultur Indonesia. Sehingga dapat disimpulkan,
tolak H6
1
terima H6 .
Dari analisis yang dilakukan dengan metode regresi panel data diperoleh persamaan penelitian sebagai berikut:
= ,
+ , + ,
− ,
+ , + ,
− ,
+ ................................................................10 Persamaan tersebut memberikan arti bahwa DSCR dapat dipengaruhi oleh
rasio NPM, CR, dan ROE, dimana NPM dan CR berpengaruh secara positif dan ROE berpengaruh secara negatif. Apabila NPM, CR, dan ROE dianggap sama
dengan 0, yang terjadi ketika net income dan current assets bernilai 0, maka DSCR bernilai sebesar 0,144532. Ketika NPM meningkat sebesar satu satuan, dan
variabel lain dianggap konstan, maka DSCR akan mengalami peningkatan sebesar 1,228274. Ketika CR meningkat sebesar satu satuan, dan variabel lain dianggap
konstan, maka DSCR akan mengalami peningkatan sebesar 0,184734. Ketika ROE meningkat sebesar satu satuan, dan variabel lain dianggap konstan, maka
DSCR akan mengalami penurunan sebesar 0,184734. Dari ketiga variabel pengaruh, terlihat bahwa NPM memiliki pengaruh
yang paling besar karena nilai koefisien yang besar yaitu 1,228274. Berarti dengan peningkatan NPM sebesar satu satuan, atau sebesar 100, maka suatu
perusahaan di sektor agrikultur secara pasti akan berada pada posisi non-financial distress, tanpa dipengaruhi kondisi sebelumnya. NPM yang dihitung dengan
menggunakan cash basis, bukan accrued basis, memperlihatkan kas yang tersedia di perusahaan pada saat tertentu. Kas tersebut tentunya sangat berguna untuk
membayar kewajiban kepada pihak ketiga, yaitu semakin tinggi nilai kas yang tersedia maka semakin besar kemampuan perusahaan untuk melunasi hutangnya.
4.7. Emergence Financial Distress