Pembahasan HASIL DAN PEMBAHASAN

28 2,59±2,19, sedangkan pada perlakuan pompa DC dengan solar cell SES sebesar 1,61±0,87. Menurut Gambar 18. di atas dapat dilakukan analisa data dengan tabel ANOVA dan SPSS 16 Lampiran 10 yang kemudian dapat dilihat pada Tabel 14 di bawah ini. Tabel 14. Laju pertumbuhan spesifik SGR, postlarva udang vaname dengan perlakuan pompa DC dan sumber energi yang berbeda Laju Pertumbuhan Spesifik SGR, SES SEP 1,61±0,87 a 2,59±2,20 a Keterangan : Nilai yang tertera merupakan nilai rata-rata ± standar deviasi. Huruf superscript di belakang nilai standar deviasi yang berbeda pada setiap baris menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata p0,05. Berdasarkan tabel laju pertumbuhan spesifik postlarva udang vaname dengan sumber energi yang berbeda, dapat diketahui bahwa nilai laju pertumbuhan spesifik potlarva udang vaname pada perlakuan SES sebesar 1,61 , sedangkan laju pertumbuhan spesifik postlarva udang vaname dengan perlakuan SEP sebesar 2,59 . Nilai laju pertumbuhan spesifik SGR kedua perlakuan tidak beda nyata.

3.2 Pembahasan

Listrik alternatif diperlukan karena sesuai faktanya konsumsi listrik PLN terus meningkat hingga tahun 2020 mendatang sedangkan penyediaannya tidak ikut meningkat atau terbatas Nurdyastuti, 2011. Oleh karena itu diperlukan listrik alternatif yang dapat menggantikan listrik PLN untuk disalurkan ke daerah- daerah terpencil khususnya. Instalasi listrik tenaga surya sebagai pembangkit listrik memerlukan beberapa komponen antara lain panel surya solar cells, charge controller, inverter, dan baterai. Panel surya menghasilkan energi listrik tanpa biaya, dengan mengkonversikan tenaga matahari menjadi listrik Edwards et al., 1965. Menurut Razykov et al. 2011 solar panel mengkonversikan tenaga matahari menjadi listrik. Sel silikon solar cells yang disinari mataharisurya, membuat photon yang menghasilkan arus listrik. Sebuah solar cells menghasilkan kurang lebih tegangan 0.5 Volt. Jadi sebuah panel surya 12 Volt terdiri dari kurang lebih 36 sel untuk menghasilkan 17 Volt tegangan maksimun. Sistem listrik tenaga surya ini diharapkan mampu menjadi sumber energi alternatif yang digunakan terutama 29 pada peralatan pompa untuk meningkatkan oksigen terlarut dalam suatu sistem budidaya. Pada budidaya perairan biasanya listrik didapatkan dari PLN, namun banyak areal budidaya yang belum dijangkau PLN. Banyak areal yang belum dijangkau PLN ini disebabkan lokasinya yang terpencil. Listrik sangat berperan dalam peningkatan produktivitas dalam budidaya perairan. Pada daerah terpencil dan sumber daya alam yang melimpah umumya cocok digunakan untuk sebuah areal budidaya, hatchery udang vaname misalnya. Pada sebuah hatchery vaname sangat diperlukan listrik untuk menunjang prasarana dalam peningkatan produktivitas udang vaname. Listrik pada hatchery udang vaname digunakan untuk pompa aerasi selain untuk penerangan Anandasari, 2011. Sedangkan aerasi merupakan faktor penting untuk menyuplai oksigen terlarut pada kelangsungan hidup dan pertumbuhan benih udang vaname. Proses aerasi diperlukan untuk meningkatkan kembali kandungan oksigen dalam air sehingga mencukupi untuk proses oksidasi biologis pada perlakuan air selanjutnya dengan prinsip proses difusi dari udara ke dalam air Boyd, 1982. Aerasi dapat digunakan untuk secara mekanis meningkatkan konsentrasi oksigen terlarut dalam kolam. Aerasi kadangkala dipakai untuk mencegah sratifikasi suhu dan oksigen dalam kolam. Selama penelitian dilakukan pengukuran kestabilan sumber energi yang dilihat dari kestabilan arus listrik dan potensial listrik voltase kedua perlakuan. Pengukuran dilakukan pada pukul 07.00, 13.00 dan 19.00 atau selama 6 jam sekali. Nilai arus listrik perlakuan listrik surya dari hari ke-1 hingga hari ke-4 berkisar 5,216-6,498 Ampere. Kemudian nilai arus dari hari ke-5 hingga hari ke-9 pukul 07.00 sebesar arus 0 A, disebabkan pompa DC mati dan listrik yang tersimpan dalam baterai habis . Mati listrik menyebabkan pompa DC pada listrik surya mati pula sehingga tidak ada aerasi selama 5 hari. Kemudian listrik mulai diisi kembali oleh panel surya yang disimpan dalam aki dengan kuat arus berangsur naik dari 1,177 Ampere hingga 7,474 Ampere pada hari ke-15. Setelah itu terjadi mati listrik kembali pada hari ke-17 hingga selesai pemeliharaan pada hari ke-20 arus 0 A. Sedangkan kestabilan listrik pada listrik PLN relatif stabil sebesar 5 A dikarenakan pada perlakuan pompa DC dengan listrik PLN dilakukan 30 pemasangan adaptor hingga listrik PLN tersebut stabil 12 V, 5A dan merupakan alat yang merubah arus AC menjadi arus DC. Voltase pada listrik surya juga stabil yaitu berkisar 11,379-12,896 Volt ketika listrik pada baterai terisi penuh, sedangkan berkisar 0,012-0,082 Volt ketika listrik dalam baterai mulai kosong dan dalam keadaan sedang pengisian charge. Dilihat dari kestabilan arus dan voltase listrik perlakuan tenaga surya ada terus menerus kontinu, kecuali ketika kondisi hujan atau musim penghujan dimana panel surya tidak dapat menangkap energi matahari. Disolved Oxygen DO merupakan faktor yang sangat penting pada sistem intensif. Menurut Boyd and Linchtkoppler 1982 b , kelarutan oksigen dalam air tergantung dari berbagai faktor diantaranya adalah suhu, salinitas dan ketinggian. Untuk lingkungan air tawar oksigen terlarut tergantung dari suhu dan ketinggian, sedangkan pada lingkungan air laut oksigen terlarut tergantung dari salinitas dan suhu. Menurut Effendi 2009, kadar oksigen terlarut juga berfluktuasi secara harian dan musiman, tergantung pada pencampuran dan pergerakan massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi, dan limbah yang masuk ke badan air. Oleh karena itu, pengukuran oksigen terlarut lebih baik diukur per hari untuk melihat fluktuatif nilai DO selama penelitian. Pengukuran oksigen terlarut pada penelitian dilakukan secara 8 jam sekali. Pengukuran DO yang dilakukan setiap hari dengan nilai tertinggi yaitu pada hari ke-4 pukul 07.00 sebesar 11,5 mgl dengan suhu 25,9 °C. nilai DO terendah terukur pada hari terakhir pemeliharaan sebesar 2,3 mgl dengan suhu 27,8 °C pada pukul 22.00. Menurut Anonim 2003 dalam Tahe 2008 kualitas air yang layak untuk budidaya udang vaname pada DO nya sebesar 4 mgL toleransi minimum sebesar 0,8 mgL. Oksigen terlarut pada media pemeliharaan postlarva udang vaname perlakuan SES masih dalam batas toleransi minimum sehingga udang masih bisa bertahan hidup. Nilai DO pada awal penelitian naik secara bertahap dari hari kehari yaitu hingga hari ke-4. Kemudian mulai hari ke-5 hingga hari ke-10 aerasi mati dikarenakan baterai pada sistem tenaga surya kosong dengan pengukuran DO sebesar 3,8 mgl pada hari ke-10, jadi diperlukan waktu 5 hari hingga lampu kontrol berwarna hijau dan siap digunakan. Solar charge controller akan mengisi 31 baterai sampai level tegangan tertentu, kemudian apabila level tegangan drop, maka baterai akan diisi kembali Chiras, 2010. Pengisian ke dalam baterai memakan waktu hingga 5 hari dikarenakan musim pada bulan November yaitu mulai penelitian ini adalah musim hujan sehingga ketika running penelitian panel surya mendapatkan sedikit energi matahari. Setelah baterai penuh, listrik surya dapat digunakan selama 6 hari sehingga nilai DO tidak terlalu turun yaitu dari hari ke-11 hinga hari ke-16 sebesar 5,9-8,7 mgl. Namun pada hari ke-17 baterai kembali kosong hingga pemeliharaan berakhir. Pada perlakuan listrik PLN memiliki nilai DO berkisar 5,6-11,6 mgl. Nilai DO pada listrik PLN tidak mengalami mati aerasi seperti pada perlakuan SES sehingga nilai DO eperlakuan SEP tidak mengalami penurunan yang drastis seperti pada perlakuan SES. Kelarutan oksigen dalam air menurun dengan meningkatnya suhu dan dengan meningkatnya salinitas Boyd, 1982 a . Pengukuran suhu dilakukan secara bersamaan pengukuran DO menggunakan DO meter. Nilai kisaran suhu pada perlakuan SES adalah 25-28,6 °C, sedangkan perlakuan SEP berkisar 25-28,1 °C. Salinitas media pemeliharaan perlakuan SES dan SEP berurutan berkisar 31-33 ppt dan 31-33,5 ppt. Nilai kisaran suhu dan salinitas pada pemeliharaan postlarva udang vaname ini masih dalam batas kisaran normal kualitas air pada budidaya udang vaname yaitu sebesar 26-30 °C dan sebesar 5-35 ppt Brock and Main, 1994. Nilai suhu dan salinitas media pemeliharaan dalam kisaran normal, sehingga nilai oksigen terlarutpun dalam kisaran normal. Nilai oksigen 4 mgl yaitu sebesar 2,3 mgl pada perlakuan SES disebabkan faktor lain yaitu daya listrik yang dialirkan ke pompa DC yang mengaerasi media pemeliharaan postlarva udang vaname. Nilai pH berkisar antara 7,48 - 8,49 masih berada dalam kisaran normal menurut Brock and Main 1994 yaitu pH 7-9. pH air laut cenderung basa, oleh karena itu biasanya nilai CO 2 rendah. Pengukuran CO 2 dilakukan dengan nilai CO 2 tertinggi pada awal pengukuran yaitu sebelum aerasi dijalankan sebesar 87,75 mgl. Kemudian setelah aerasi dijalankan terus menerus, nilai CO 2 menjadi menurun hingga 4,875 mgl. Hal ini juga masih dalam kisaran normal menurut Brock and Main 1994 yaitu sebesar 20 mgl. Namun pada terakhir pengukuran yaitu pada hari ke-20 nilai CO 2 kembali naik dikarenakan aerasi tidak ada baterai 32 kosong tapi tidak berakibat fatal pada udang vaname. Nilai CO 2 yang rendah ini dikarenakan adanya aerasi terus menerus dan adanya pergantian air setiap pagi hari sebanyak 10 volume media. Pergantian air yang biasanya digunakan dalam kolam udang berkisar 10 sampai 15 volume kolam per hari. Tidak dianjurkan untuk dilakukan terus menerus pada kolam pemeliharaan udang dikarenakan unsur hara, nutrien, dan fitoplankton akan ikut terbuang. Pergantian air sebanyak 2 sampai 5 volume kolam per hari dapat meminimalkan peningkatan salinitas selama musim kering Jana and Webster, 2003. Nilai pH berpengaruh pada nilai amonia media pemeliharaan. Nilai pH yang basa atau tinggi menyebabkan nilai amonia yang tinggi. Oleh karena itu diperlukan sipon feses dan sisa pakan setiap hari. Kisaran amonia sebesar 0,008 - 0,173 mgl pada SES dan 0,008-0,178 mgl pada perlakuan SEP juga masih dalam batasan normal yaitu berkisar 1 mgl Brock and Main, 1994. Amonia yang terukur masih dalam batas normal budidaya udang vaname dikarenakan adanya penyiponan feses dan sisa pakan setiap pagi hari juga adanya pergantian air. Pada kolam intensif, pergantian air diperlukan untuk membuang amonia berlebihan Jana and Webster, 2003. Sedangkan pengukuran salinitas berkisar 31-33,5 ppt yang juga masih dalam batasan normal yaitu sebesar 5-35 ppt. Pengukuran nilai transfer oksigen terlarut dimaksudkan untuk mengukur seberapa besar oksigen yang ditransfer dari udara ke dalam perairan atau laju transfer oksigen melalui kinerja alat aerasi. Kemudian perlu juga dilakukan penghitungan nilai persentase efektivitas dari sebuah alat aerasi yang bisa digunakan sebagai indikator yang menunjukkan seberapa besar gas yang ditransfer dari udara ke dalam sebuah perairan atau pengurangan jumlah gas yang berlebih dalam air supersaturated. Efektivitas aerator juga bisa digunakan untuk membandingkan berbagai tipe aerator, tetapi harus diuji dalam sistem dan kondisi yang sama Lekang, 2007. Nilai OTR pompa DC pada perlakuan solar cell dan PLN adalah 1,65 x 10 -3 dan 1,17 x 10 -3 kg O 2 jam. Nilai kontrol sebesar 9,8 x 10 -5 dengan perlakuan tanpa aerasi pompa DC dan dengan sistem penurunan oksigen menggunakan Na 2 SO 3 . Stuckenberg et al. 1977 dalam Boyd 1982 membahas prosedur baku untuk mengevaluasi berbagai alat aerasi dengan menghilangkan oksigen dalam air terlebih dahulu dengan Na 2 SO 3 dengan dosis 7,9 mgl untuk 33 menghilangkan 1 mgl oksigen terlarut, untuk memastikan oksigen hilang sempurna umumnya ditambahkan 1,5-2 kali dari dosis. Sedangkan pada perlakuan SES dan SEP dilakukan aerasi dengan pompa DC dengan sebelumnya menurunkan DO minimal menggunakan Natrium Sulfit Na 2 SO 3 , kemudian dimulai aerasi hingga 30 menit dalam kondisi suhu dan salinitas yang sama yaitu 26 °C dan 32 ppt serta penghitungan nilai konsentrasi oksigen terlarut jenuh sebesar 6,98 mgl Toonen, 2006. Begitu pula dengan nilai efektivitas dengan nilai E sebesar 86,1 dan 75,3 pada perlakuan A dan B. Kedua perlakuan ini dikatakan efektif karena persentase efektivitas alat yang cukup tinggi. Diperlukan strategi untuk menghasilkan DO yang tinggi dengan cara pemakaian pompa aerasi dengan listrik PLN ketika cuaca hujan dan menggunakan pompa aerasi dengan listrik tenaga surya ketika cuaca panas agar produktivitas budidaya tinggi. Berdasarkan nilai transfer oksigen dan efektivitas alat aerasi, penggunaan DC air pump dengan sumber listrik tenaga surya efektif digunakan di daerah budidaya terpencil. Pemakaian listrik surya efektif diterapkan pada tambak udang dengan menunjukkan nilai oksigen terlarut hingga supersaturasi yaitu 11,8 mgl karena lebih menjanjikan bagi kelangsungan hidup vaname. Selain itu listrik tenaga surya memiliki keuntungan antara lain ramah lingkungan, energi matahari yang bisa dipanen sebanyak-banyaknya dan penghematan bahan bakar bumi yang sudah semakin menurun jumlahnya. Namun tidak terlepas dari kelemahan suatu alat adalah adanya perawatan rangkaian listrik surya yaitu penurunan nilai pemakaian baterai atau aki misalnya penurunan kualitas aki. Berdasar nilai perhitungan ekonomis antara energi surya dan energi PLN Lampiran 13 maka lebih disarankan untuk diterapkan di daerah yang tidak dimasuki listrik PLN serta daerah kecil dan terpencil dengan listrik PLN yang amat tidak stabil agar efektif penggunaannya didaerah-daerah tersebut. Kemudian adanya tantangan pada musim atau cuaca menyebabkan para pembudidaya harus berfikir strategis untuk menghemat daya pemakaian listrik surya menambah baterai dan charge controller agar listrik yang disimpan semakin banyak untuk digunakan pada usaha budidaya udang vaname tersebut. Tingkat kelangsungan hidup merupakan persentase udang vaname yang dipelihara dari PL 10 hingga PL 30. Sedangkan laju pertumbuhan spesifik 34 menggambarkan persentase pertambahan bobot postlarva udang vaname setiap harinya. Hasil analisa data ANOVA pada selang kepercayaan 95 menunjukkan bahwa perlakuan SES dan SEP memberikan hasil tidak beda nyata terhadap tingkat kelangsungan hidup dan laju pertumbuhan spesifik postlarva udang vaname. Nilai kelangsungan hidup udang vaname pada perlakuan listrik PLN dan perlakuan listrik surya sebesar 98,125 dan sebesar 95 . Laju pertumbuhan spesifik pada perlakuan PLN dan perlakuan energi listrik surya berurutan yaitu 2,59 dan 1,61 . 48

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Kestabilan sumber energi listrik surya dilihat dari nilai arus yang dihasilkan relatif kontinu sebanding dengan listrik PLN dalam memasok energi listrik untuk menghidupkan atau menggerakkan pompa DC, kecuali pada musim penghujan dimana panel surya sering tidak dapat menangkap energi matahari. Penggunaan energi listrik yang berbeda untuk menghidupkan pompa DC sebagai alat aerasi pada media pemeliharaan postlarva udang vaname tidak memberikan pengaruh yang secara nyata terhadap kualitas air terutama konsentrasi oksigen terlarut. Hal tersebut ditunjang dengan kinerja pompa DC berdasarkan nilai transfer oksigen dan efektivitas pompa DC yang relatif sama. Pemeliharaan postlarva udang vaname yang menggunakan aerasi dari sumber energi listrik yang berbeda tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kelangsungan hidup dan pertumbuhan postlarva udang vaname yang ditunjukkan dengan nilai kelangsungan hidup SR yang berkisar 95-98,125 serta laju pertumbuhan SGR berkisar 1,61-2,59 . Dengan demikian sumber energi listrik tenaga surya dapat dijadikan sebagai alternatif sumber energi listrik bagi kegiatan pembenihan udang terutama dalam mengoperasikan sistem aerasi dengan sumber arus DC.

4.2 Saran

Diperlukan strategi penerapan listrik surya dengan adanya tantangan musim penghujan untuk menghemat pemakaian listrik surya ketika usaha budidaya berlangsung dan strategi untuk menambah baterai serta controller agar energi listrik surya dapat diserap dan disimpan ke dalam baterai tersebut untuk kemudian digunakan. Kemudian diperlukan penelitian lanjutan untuk menggerakkan fasilitas peralatan budidaya lainnya seperti kincir air, pompa dan prasarana lainnya.