Tempat dan Waktu Penelitian Sungai Ciliwung di Kelurahan Sempur

24 BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian terdiri dua bagian; survey lapangan dan pengukuran. Survey lapang dilakukan di Sungai Ciliwung yang melewati Kelurahan Sempur, Bogor sepanjang ± 1 km. Pengambilan data di lapangan antara lain untuk pengambilan sampel tanah, pengukuran kecepatan aliran sungai, pengukuran kedalaman sungai, pengukuran lebar sungai untuk pembuatan profil hidraulik sungai dan perhitungan faktor friksi tanaman. Gambar 7. Peta lokasi penelitian 25

3.2. Metode Penelitian

3.2.1. Survey sungai

Profil hidraulik sungai dianalisis dengan tujuan untuk memperoleh gambaran tentang luas penampang sungai pada potongan tertentu, kecepatan air dan debit.Hasil perhitungan profil tersebut dapat dijadikan dasar dalam penentuan luas areal banjir dan muka air banjir pada sungai. Potongan melintang sungai diukur dengan menggunakan theodolith dan water pass, sedang kecepatan air diukur dengan menggunakan current meter sebanyak tiga kali pada setiap lokasi. Informasi tinggi muka air secara cepat dapat diamati dari bekas genangan yang terjadi. Analisis hidraulika dilakukan untuk memperoleh muka air banjir untuk berbagai periode di setiap lokasi penelitian.Adapun tahapan yang dilakukan pada analisis disajikan pada Gambar 8. Gambar 8. Tahapan analisis hidraulika Perhitungan Luas Penampang Sungai Data :  Lebar sungai  Kedalaman sungai Sungai  Tinggi tanggul Perhitungan geometri Luas Penampang sungai A Rumus Manning Nilai koefisien kekasaran untuk setiap titik pembacaan Simulasi kapasitas banjir Perhitungan kecepatan air V Pengukuran kecepatan air aktual menggunakan current meter Perhitungan kapasitas sungai Q Q = V.A 26

3.2.2. Survey tanaman

Survey dilakukan untuk mendapatkan informasi jenis tumbuhan lokal yang hidup di daerah riparian dan floodplain Sungai Ciliwung. Jenis vegetasi pelindung tebing yang dipilih dapat memenuhi kriteria yang disebutkan oleh Mulatsih dan Kirno 2007 yaitu: ada manfaat ekonomi, kemudahan mencari bibit, tingkat ketahanan hidup, dan fisik tanaman termasuk bentuk akar yang terkait dengan kuat tarik terhadap serangan arus sungai.

3.2.3. Studi literatur

Dilakukan untuk mengetahui kekuatan tarik tanaman tertentu.Mulatsih dan Kirno 2007 merekomendasikan rumput gajah dan gelagah untuk penguat tebing di Kali Andong Bengawan Solo. Informasi tentang flow resistance akan dikompilasi dari publikasi ilmiah terutama untuk kasus Indonesia.

3.2.4. Analisis dan strategi restorasi

 Opsi desain kanal Gambar 9 menyajikan opsi pilihan desain kanal yang akan direkomendasikan. Gambar 9. Opsi desain kanal sungai  Pemilihan vegetasi Dari data survey vegetasi dan informasi faktor friksi atau kekuatan kuat tarik tanaman yang diperoleh melalui pengukuran dan studi literatur, maka dilakukan pemilihan tanaman lokal dan tanaman non-lokal untuk restorasi bantaran sungai sesuai kebutuhan setempat. Pemilihan tanaman lokal lebih diutamakan untuk pelindung tebing karena vegetasi yang hidup di suatu tempat sangat spesifik tergantung pada faktor tanah, dinamika aliran air, penyinaran matahari serta temperatur dan iklim mikro lainnya. Untuk kepentingan 27 pengembangan daerah Kelurahan Sempur, tanaman non-lokal yang bernilai ekonomi tinggi juga dapat dikembangkan dengan syarat menyesuaikan karakter lokal seperti dinamika aliran, iklim mikro dan jenis tanah. Tanaman yang dipilih harus dapat mengurangi kecepatan arus pada saat banjir. Sedangkan restorasi di riparian bertujuan untuk mendapatkan kombinasi tanaman yang cocok untuk mengatasi erosi di riparian dan mengurangi kecepatan aliran air yang masuk ke tebing sehingga tebing sungai tetap terjaga. Jenis tanaman harus mampu memperkuat tebing sungai. Untuk daerah riparian, tanaman yang dipilih dapat mengurangi erosi dan kecepatan aliran permukaan. Hasil akhir dari penelitian ini yaitu berupa desain restorasi bantaran sungai dengan pendekatan ekohidraulika dengan menggunakan tanaman. 28 BAB IV KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum DAS Ciliwung 4.1.1. Bentuk dan Wilayah DAS Ciliwung DAS Ciliwung dari mulai hulu sampai titik patusan di Teluk Jakarta meliputi areal seluas 347 km 2 . Panjang sungai utamanya adalah 117 km. Menurut toposekuensnya DAS Ciliwung dibagi ke dalam tiga bagian, yaitu: hulu, tengah dan hilir, masing-masing dengan stasiun pengamatan arus sungai di Bendung Katulampa Bogor, Ratujaya Depok, dan Pintu Air Manggarai Jakarta Selatan Pawitan, 2002. Masing-masing bagian tersebut mempunyai karakteristik fisik, penggunaan lahan, dan sosial ekonomi masyarakat yang sedikit banyak berbeda. Distribusi penutupan lahan di DAS Ciliwung dapat dilihat pada Gambar 10 yang diperoleh berdasarkan hasil penafsiran citra satelit Landsat ETM tahun 2001 oleh Fakultas Kehutanan IPB. Gambar 10. Penutupan lahan di DAS Ciliwung Tahun 2001 Fakultas Kehutanan IPB, 2001 29 Berdasarkan wilayah administrasi, DAS Ciliwung dari hulu sampai hilir melingkupi Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kota Depok, dan Propinsi DKI Jakarta dengan deliniasi wilayah sebagai berikut : a. Bagian hulu DAS Ciliwung sebagian besar termasuk wilayah Kabupaten Bogor Kecamatan Megamendung, Cisarua dan Ciawi dan sebagian kecil Kota Bogor Kecamatan Kota Bogor Timur dan Kota Bogor Selatan. b. Bagian tengah DAS Ciliwung termasuk wilayah Kabupaten Bogor Kecamatan Sukaraja, Cibinong, Bojonggede dan Cimanggis, Kota Bogor Kecamatan Kota Bogor Timur, Kecamatan Bogor Tengah, Kecamatan Bogor Utara, dan Tanah Sareal dan Kota Administratif Depok Kecamatan Pancoran Mas, Sukmajaya dan Beji. c. Bagian hilir sampai dengan Pintu Air Manggarai termasuk wilayah administrasi Jakarta Selatan dan Jakarta Pusat, lebih ke hilir dari Pintu Air Manggarai, termasuk saluran buatan Kanal Barat, Sungai Ciliwung ini melintasi wilayah administrasi Jakarta Pusat, Jakarta Barat dan Jakarta Utara.

4.1.2. Pembagian DAS Ciliwung

1. Bagian Hulu DAS Ciliwung Bagian hulu DAS Ciliwung mencakup areal seluas 146 km 2 yang merupakan daerah pegunungan dengan elevasi antara 300 m sampai 3.000 m dpl. Di bagian hulu paling sedikit terdapat 7 Sub DAS, yaitu: Tugu, Cisarua, Cibogo, Cisukabirus, Ciesek, Ciseuseupan, danKatulampa. Bagian hulu dicirikan oleh sungai pegunungan yang berarus deras, variasi kemiringan lereng yang tinggi, dengan kemiringan lereng 2-15 70,5 km 2 , 15-45 52,9km 2 , dan sisanya lebih dari 45. Di bagian hulu masih banyak dijumpai mata air yang bergantung pada komposisi litografi dan kelulusan batuan. 2. Bagian Tengah DAS Ciliwung Bagian tengah mencakup areal seluas 94 km2 merupakan daerah bergelombang danberbukit-bukit dengan variasi elevasi antara 100 m sampai 300 m di atas permukaan laut. Di bagian tengah terdapat dua anak sungai, yaitu: 30 Cikumpay dan Ciluar, yang keduanya bermuara di sungai Ciliwung. Bagian tengah Ciliwung didominasi area dengan kemiringan lereng 2-15. 3. Bagian Hilir DAS Ciliwung Bagian hilir sampai stasiun pengamatan Kebon BaruManggarai mencakup areal seluas 82 km2 merupakan dataran rendah bertopografi landai dengan elevasi antara 0 m sampai 100 m dpl. Bagian hilir didominasi area dengan kemiringan lereng 0-2 , dengan arus sungai yang tenang. Bagian lebih hilir dari Manggarai dicirikan oleh jaringan drainase, yang sudah dilengkapi dengan Kanal Barat sebagai penangkal banjir berupa saluran kolektor. Dalam kondisi demikian batas DAS menjadi tidak tegas.

4.1.3. Penggunaan Lahan

Kondisi penggunaan lahan, dalam hal ini tingkat penutupan lahan merupakan indikator penting dalam mengenali kondisi keseluruhan DAS. Hal ini berkaitan dengan terpeliharanya daerah resapan air, pengurangan aliran permukaan serta pengendalian erosi saat musim penghujan dan mencegah kekeringan saat musim kemarau. Berdasarkan hasil kajian Direktorat Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah, Ditjen RRL, Departemen Kehutanan 1997, pola penggunaan lahan di wilayah DAS Ciliwung bagian hulu danbagian tengah secara garis besar dibedakan menjadi 4 empat jenis pemanfaatan lahan yaitu hutan, pertanian, pemukiman termasuk diantaranya industri, perdagangan, dll, dan lain-lain termasuk situ. Baik DAS bagian hulu maupun bagian tengah masih didominasi oleh kawasan pertanian yaitu masing-masing sebesar 63,9 dan 72,2. Akan tetapi, DAS bagian hulu masih terdapat kawasan hutan sekitar 25 sedangkan DAS bagian tengah sudah tidak mempunyai kawasan hutan sama sekali.Berdasarkan penggunaan lahan tahun 1996, ternyata daerah permukiman 11.590 ha merupakan penggunaan lahan terluas di DAS Ciliwung dan diikuti secara berurutan oleh pertanian tegalan 7.770 ha, kebun campuran 5.730, hutan 5.094 ha, sawah 1.665 ha, dan penggunaan lainnya 724 ha. 31 Gambar 11. Tata guna lahan di DAS Ciliwung Tahun 1996 Sedangkan berdasarkan penggunaan lahan tahun 2001-2002, jenis pemanfaatan lahannya semakin bertambah yaitu antara lain sawah, tegalan, perkebunan, kebun campuran, hutan, pemukiman, dan kawasan industri. Pada tahun 2001, daerah pemukiman masih merupakan penggunaan lahan terluas dari DAS Ciliwung namun prosentasenya meningkat drastis yaitu menjadi 64, sedangkan luasan hutan menurun secara drastis yaitu menjadi hanya 0,17. Prosentase penggunaan lahan pada tahun 2001-2002 dapat dilihat dalam Gambar 12 berikut. Gambar 12. Tata guna lahan di DAS Ciliwung Tahun 2001 – 2002 32 Karena setiap tipe penggunaan lahan mempunyai kemampuan yang berbeda dalam menginfiltrasikan meresapkan air hujan ke dalam tanah, maka jumlah air hujan yang meresap ke dalam tanah dan yang mengalir di atas permukaan tanah akan berbeda pada setiap tipe penggunaan lahan. Proporsi air hujan yang mengalir di atas permukaan tanah pada setiap penggunaan lahan dikenal dengan istilah koefisien aliran permukaan atau koefisien limpasan.Besarnya koefisien aliran permukaan itu memang masih dipengaruhi oleh tipe tanah dan pengelolaan manajemen lahan. Perbedaan manajemen lahan dan permukaan lahan, menyebabkan nilai koefisien limpasan di daerah permukiman berkisar dari 25-40 di pinggiran kota dan pedesaan, 35-70 di perkotaan, 50-90 di daerah industri, 50-95 di daerah perkotaan dan perdagangan. Di daerah pertanian besarnya koefisien limpasan berkisar 21-65 , daerah penggembalaan 17-23 , dan di daerah hutan adalah 2-15 .Berdasarkan luas dan nilai koefisien limpasan daerah permukiman adalah yang terbesar, maka kontribusi daerah permukiman adalah yang terbesar mengakibatkan banjir Ciliwung, disusul oleh daerah pertanian tegalan dan kebun campuran. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh mahasiswa PS DAS IPB melalui simulasi model, dengan data penggunaan lahan tahun 1996 dan curah hujan 88 mm pada 11 Februari 1996, maka debit Stasiun Katulampa hanya 205 m3 debit di Stasiun Ratujaya 320 m3dan debit diStasiunManggarai383m3.Data tersebut menunjukkan bahwa kontribusi bagian hulu sekitar 33 , tengah 35 , dan hilir 32 . Proyeksi penggunaan lahan sampai tahun 2012 yang didasarkan pada kecenderungan perubahan 1990-1996 menunjukkan bahwa daerah permukiman akan meningkat menjadi 48 , tetapi kebun campuran dan tegalan menurun menjadi hanya 12 dan 17 . Hal ini akan meningkatkan koefisien limpasan meningkat menjadi 48 di bagian hulu, 60 di bagian tengah, dan 65 di bagian hilir. Perubahan penggunaan lahan dari pertanian tegalan dan kebun campuran menjadi permukiman di bagian tengah dan hilir DAS Ciliwung tampaknya lebih cepat daripada proyeksi tahun 2012 karena besarnya tekanan penduduk. Hal ini 33 akan mengakibatkan kontribusi bagian tengah DAS terhadap banjir Jakarta semakin besar. Apabila tidak ada inisiatif mengatasi perubahan itu, maka aliran Ciliwung akan menjadi lebih tidak terkendali. Jakarta dapat terhindar dari amukan banjir yang lebih dahsyat dengan cara Sungai Ciliwung harus diatur dengan debit aliran di Stasiun Ratujaya Depok tidak melebihi 350 m 3 .

4.2. Sungai Ciliwung di Kelurahan Sempur

Kelurahan Sempur merupakan salah satu wilayah yang yang dilalui oleh Sungai Ciliwung.Pada beberapa kejadian banjir Sungai Ciliwung, Kelurahan Sempur termasuk wilayah yang memiliki dampak yang paling parah karena melintasi perkampungan, perumahan padat, dan pemukiman-pemukiman kumuh.Sepanjang kanan kiri Sungai Ciliwung yang melintas di Sempur sebagian besar adalah pemukiman padat penduduk.Dari masa ke masa, jumlah penduduk yang bermukim dan berusaha di sepanjang tepian Ciliwung tersebut terus tumbuh dan berkembang.Kini, daya dukung Ciliwung bagi kehidupan manusia yang hidup di sepanjang tepiannya tampaknya sudah melampaui ambang batas.Okupasi lahan bahkan sampai ke badan sungai yang dipastikan bakal dibanjiri air kala sungai meluap pada musim hujan. Sungai Ciliwung yang melintas di Kelurahan Sempur sudah tidak memiliki bantaran sungai yang ideal.Bantaran sungai di sebelah sisi timur Sungai Ciliwung ini telah penuh dengan perumahan padat penduduk. Sedangkan bantaran sebelah barat Sungai Ciliwung hanya sekitar 1 meter. Hasil survey yang dilakukan menunjukkan sungai Ciliwung ini pun telah mengalami banyak yang mengalami penyempitan dan pendangkalan yang mengakibatkan Sungai Ciliwung memiliki potensi terbesar penyebab banjir.Dinding atau tebing sungaipun banyak yang telah mengalami penggerusan dikarenakan aliran yang deras. Dari sisi kualitas air, air sungai itu bahkan tak layak lagi dipakai untuk konsumsi sehari-hari mandi, cuci dan sanitasi . Pada Bulan Januari 2010, banjir bandang melanda sebagian wilayah Bogor yang disebabkan oleh meluapnya Sungai Ciliwung. Akibat luapan air Sungai Ciliwung tersebut menyebabkan longsor tebing sungai yang mengakibatkan beberapa rumah masyarakat yang dibangun dipinggir aliran sungai Ciliwung 34 hanyut bersama aliran air. Longsor terjadi di sepanjang aliran sungai Ciliwung diantaranya kawasan Lebak Kantin.Ketinggian air Sungai Ciliwung pada saat itu adalah 3 meter. Banjir yang terjadi tersebut diperkirakan menjadi banjir terbesar selama kurun waktu 10 tahun terakhir. 35 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Batas Sempadan atau Bantaran Sungai