Analisis Input-Output Metode Analisis Data

input I-O yang baru berdasarkan matriks koefisien teknologi pada tahun sebelumnya dengan ditambahkan beberapa informasi mengenai total penjualan output antar sektor, total pembelian input antar sektor, dan total output secara keseluruhan. Metode RAS merupakan suatu metode untuk memperkirakan matriks koefisien input yang baru pada tahun t”At” dengan menggunakan informasi koefisien input tahun dasar “A0”, total permintaan antara tahun t, dan total input tahun t. Oleh karena itu matriks koefisien input untuk tahun proyeksi t diperkirakan dengan rumus At= R A0 S, dimana R dan S mewakili tingkat perubahan koefisien teknologi pada dua periode yang berbeda. Elemen matriks diagonal R mewakili efek substitusi teknologi yang diukur melalui penambahan jumlah permintaan antara tiap output sektor-sektor industri. Elemen matriks S menunjukkan efek perubahan jumlah input pada tiap sektor industri efek pabrikasi. Estimasi matriks teknologi I-O dalam metode RAS menggunakan pendekatan optimasi yang dilakukan dengan cara meminimumkan selisih antara koefisien matriks teknologi pada tahun dasar dengan koefisien matriks teknologi yang diestimasi melalui proses iterasi. Proses yang dilakukan dibatasi dengan dua ketentuan yang berlaku pada tabel I-O, yaitu : 1. Jika koefisien matriks teknologi yang diestimasi dikalikan dengan output, kemudian dijumlahkan menurut kolom, maka jumlahnya harus sama dengan jumlah pembelian input antar sektor. 2. Jika hasil perkalian tadi dijumlahkan menurut baris, maka hasilnya harus sama dengan jumlah penjualan output antar sektor. Metode RAS yang digunakan untuk mendapatkan Tabel I-O Kota Sabang Tahun 2010 dengan mengacu Tabel I-O Provinsi Aceh Tahun 2006 menjadi Tabel I-O Provinsi Aceh Tahun 2010 dengan 36 sektor perekonomian 36x36 yang diturunkan di RAS menjadi Tabel I-O Kota Sabang Tahun 2010 dengan 25 sektor 25x25. Penurunan Tabel I-O Provinsi Aceh ke Tabel I-O Kota Sabang dilakukan dengan asumsi bahwa terdapat kemiripan struktur ekonomi antara Provinsi Aceh dan Kota Sabang. Sektor-sektor perekonomian dalam Tabel I-O Kota Sabang Tahun 2010 dengan 25 sektor 25x25 Tabel 3 merupakan hasil agregasi dari sektor-sektor dalam Tabel I-O Provinsi Aceh Tahun 2010 36 sektor yang disesuaikan dengan klasifikasi sektor lapangan usaha untuk penentuan PDRB. Tabel 3. Sektor-Sektor Perekonomian Tabel I-O Kota Sabang Tahun 2010 25x25 sektor Hasil Update Kode Sektor Kode Sektor 1. Tanaman Bahan Makanan 14. Angkutan Jalan Raya 2. Tanaman Perkebunan 15. Angkutan Sungai, Danau dan Penyebrangan 3. Peternakan dan Hasil- hasilnya 16. Jasa Penunjang Angkutan 4. Perikanan 17. Komunikasi 5. Kehutanan 18. Bank 6. Pertambangan dan Penggalian 19. Lembaga Keuangan Tanpa Bank Jasa Penunjang Keuangan 7. Industri Pengolahan 20. Sewa Bangunan 8. Listrik 21. Jasa Perusahaan 9. Air Bersih 22. Pemerintahan Umum Pertahanan 10. Bangunan 23. Sosial Kemasyarakatan 11. Perdagangan Besar dan Eceran 24. Hiburan dan Rekreasi 12. Hotel 25. Perorangan dan Rumahtangga 13. Restoran Pelaksanaan metode RAS dalam penelitian ini dilakukan dengan bantuan Microsoft Excel dan GAMS untuk melakukan optimasi matriks koefisien teknologi. Data-data yang dibutuhkan disini adalah Tabel I-O Provinsi Aceh Tahun 2006; PDRB Provinsi Aceh Tahun 2010 dan PDRB Kota Sabang Tahun 2010 untuk mendapatkan nilai impor, final demand dan total PDRB. Tahapan metode RAS yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Tabel I-O Provinsi Aceh Tahun 2006 diagrerasi menjadi Tabel I-O Provinsi Aceh Tahun 2010. 2. Selanjutnya dibuat matriks koefisien teknologi Tabel I-O Provinsi Aceh Tahun 2010. 28 3. Dari data PDRB Kota Sabang Tahun 2010, dilakukan konversi data PDRB menjadi total input Kota Sabang Tahun 2010 berdasarkan proporsi data PDRB dan total input Provinsi Aceh Tahun 2010. 4. Berdasarkan data-data yang sudah disiapkan, selanjutnya dengan metode RAS akan didapatkan Tabel I-O Kota Sabang Tahun 2010. Tabel 4. Struktur Dasar Tabel Input-Output Output Input Permintaan Internal Wilayah Permintaan Eksternal Wilayah Total Output Permintaan Antara Permintaan Akhir 1 2 … j … n C G I E In p u t In tern al Wi la y ah In p u t An tara 1 X 11 … … X 1j … X 1n C 1 G 1 I 1 E 1 X 1 2 X 21 … … X 2j … X 2n C 2 G 2 I 2 E 2 X 2 : … … … … … … … … … … … i … … … X ij … … C i G i I i E i X i : … … … … … … … … … … … n X n1 … … X nj … X nn C n G n I n E n X n Nilai Tamb ah W W 1 … … W j … W n C W G W I W E W W T T 1 … … T j … T n C T G T I T E T T S S 1 … … S j … S n C S G S I S E S S Input Eksternal Wilayah M M 1 … … … … M n C M G M I M - M Total Input X 1 … … X j … X n C G I E X Sumber : Rustiadi, et.al 2009 Keterangan : ij : sektor ekonomi Xij : banyaknya output sektor i yang digunakan sebagai input sektor j Xi : total output sektor i Xj : total output sektor j; untuk sektor yang sama i=j, total output sama dengan total input Ci : permintaan konsumsi rumah tangga terhadap output sektor i Gi : permintaan konsumsi pengeluaran belanja rutin pemerintah terhadap output sektor i Ii : permintaan pembentukan modal tetap netto investasi dari output sektor i; output sektor i yang menjadi barang modal Ei : ekspor barang dan jasa sektor i, output sektor i yang diekspordijual ke luar wilayah, permintaan wilayah eksternal terhadap output sektor i Yi : total permintaan akhir terhadap output sektor i Yi=Ci+Gi+Ii+Ei Wj : pendapatan upah dan gaji rumah tangga dari sektor j, nilai tambah sektor j yang dialokasikan sebagai upah dan gaji anggota rumah tangga yang bekerja di sektor j Tj : pendapatan pemerintah Pajak Tak Langsung dari sektor j, nilai tambah sektor j yang menjadi pendapatan asli daerah dari sektor j Sj : surplus usaha sektor j, nilai tambah sektor j yang menjadi surplus usaha Mj : impor sektor j, komponen input produksi sektor j yang diperolehdibeli dari luar wilayah Tabel I-O Kota Sabang yang dihasilkan, masih perlu dirinci lagi terutama pada bagian input primer yaitu nilai tambah bruto NTB menjadi upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan dan pajak tidak langsung. Pendetailan dilakukan dengan pendekatan secara proporsional dari Tabel I-O dasar Tabel I-O Provinsi Aceh Tahun 2010 . Secara umum struktur dasar Tabel Input-Output ditunjukkan pada Tabel 4. Beberapa parameter teknis yang dapat diperoleh melalui analisis I-O adalah: 1. Keterkaitan langsung ke belakang direct backward linkage Bj yang menunjukkan efek permintaan suatu sektor terhadap perubahan tingkat produksi sektor-sektor yang menyediakan input antara bagi sektor tersebut secara langsung. α untuk mengukur secara relatif perbandingan dengan sektor lainnya terdapat ukuran normalized B j yang merupakan rasio antara kaitan langsung ke belakang sektor j dengan rata-rata backward linkage sektor-sektor lainnya. B 1 n ∑ B n. B ∑ B 30 Nilai B j 1 menunjukkan bahwa sektor j memiliki keterkaitan ke belakang yang kuat terhadap pertumbuhan sektor-sektor lain dalam memenuhi turunan permintaan yang ditimbulkan oleh sektor ini. 2. Keterkaitan langsung kedepan direct forward linkage Fi yang menunjukkan banyaknya output suatu sektor yang dipakai oleh sektor-sektor lain. x α Normalized Fi atau F i dirumuskan sebagai berikut : ∑ ∑ Nilai F i menunjukkan bahwa sektor i memiliki keterkaitan ke depan yang kuat terhadap pertumbuhan sektor-sektor lain dalam suatu wilayah. 3. Keterkaitan ke belakang langsung dan tidak langsung indirect backward linkage BL j yang menunjukkan pengaruh tidak langsung dari kenaikan permintaan akhir satu unit sektor tertentu yang dapat meningkatkan total output seluruh sektor perekonomian. BL b dimana b ij adalah elemen-elemen matriks B atau I – A -1 yang merupakan matriks Leontif. 4. Keterkaitan ke depan langsung dan tidak langsung indirect forward linkage FL i , yaitu peranan suatu sektor dalam memenuhi permintaan akhir dari seluruh sektor perekonomian. FL 5. Daya sebar ke belakang atau indeks daya penyebaran backward linkages effect ratio α j yang menunjukkan kekuatan relatif permintaan akhir suatu sektor dalam mendorong pertumbuhan produksi total seluruh sektor perekonomian. ∑ 1 ∑ ∑ ∑ ∑ ∑ Besaran nilai α j dapat mempunyai nilai sama dengan 1; lebih besar dari 1 atau lebih kecil dari 1. Bila α j =1, hal tersebut berarti bahwa daya penyebaran seluruh sektor j sama dengan rata-rata daya penyebaran seluruh sektor ekonomi. 6. Indeks derajat kepekaan atau sering disebut derajat kepekaan saja forward linkages effect ratio menjelaskan pembentukan output di suatu sektor yang dipengaruhi oleh permintaan akhir masing-masing sektor perekonomian. Ukuran ini digunakan untuk melihat keterkaitan kedepan forward linkage. ∑ 1 ∑ ∑ ∑ ∑ ∑ Nilai βi 1 menunjukkan bahwa derajat kepekaan sektor i lebih tinggi dari rata- rata derajat kepekaan seluruh sektor ekonomi, dan sebaliknya αj 1 menunjukkan derajat kepekaan sektor i lebih rendah dari rata-rata seluruh sektor ekonomi. 7. Multiplier adalah koefisien yang menyatakan kelipatan dampak langsung dan tidak langsung dari meningkatnya permintaan akhir suatu sektor sebesar satu unit terhadap produksi total semua sektor ekonomi suatu wilayah. a. Output multiplier, merupakan dampak meningkatnya permintaan akhir suatu sektor terhadap total output seluruh sektor di suatu wilayah. X = I-A -1 .F d 32 b. Total value added multiplier atau PDRB multiplier adalah dampak meningkatnya permintaan akhir suatu sektor terhadap peningkatan PDRB. Diasumsikan Nilai Tambah Bruto NTB atau PDRB berhubungan dengan output secara linier. V = X dimana V : matriks NTB : matriks diagonal koefisien NTB X : matriks output, X = I-A -1 .F d c. Income multiplier, yaitu dampak meningkatnya permintaan akhir suatu sektor terhadap peningkatan pendapatan rumah tangga di suatu wilayah secara keseluruhan. W = ŵ X dimana W : matriks income ŵ : matriks diagonal koefisien income X : matriks output, X = I-A -1 .F d

3.4.4 Analisis Skalogram

Salah satu cara untuk mengukur tingkat perkembangan atau hirarki suatu kawasan secara cepat dan mudah adalah menggunakan metode skalogram. Pada prinsipnya suatu wilayah berkembang secara ekonomi dicirikan oleh tingkat aksessibilitas masyarakat didalam pemanfaatan sumberdaya yang dapat digambarkan secara fisik maupun non fisik. Metode skalogram ini dipakai untuk menganalisis tingkat hirarki suatu wilayah. Asumsi yang digunakan adalah bahwa wilayah yang memiliki rangking tertinggi adalah lokasi yang dapat menjadi pusat pelayanan. Berdasarkan analisis ini dapat ditentukan prioritas pengadaan sarana dan prasarana di setiap unit wilayah yang dianalisis dan tingkat hirarki wilayahnya. Data yang digunakan pada metode skalogram meliputi data umum kewilayahan, aksessibilitas ke pusat pelayanan, keadaan perekonomian wilayah yang ditunjukkan dengan aktivitas masyarakat yang ada diwilayah tersebut, dan data tentang fasilitas umum yang meliputi data jumlah sarana pendidikan, sarana kesehatan, sarana peribadatan dan jenis data penunjang lainnya. Variabel yang digunakan dalam metode skalogram dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Variabel yang Digunakan Dalam Metode Skalogram No. Variabel 1. Jarak tempuh dari kantor kepala desa lurah ke kantor camat 2. Jarak tempuh dari kantor kepala desa lurah ke kantor bupatiwalikota 3. Jarak desa ke kecamatan 4. Waktu tempuh dari desa ke kecamatan 5. Jarak dari desa ke kabupaten 6. Waktu tempuh dari desa ke kabupaten 7. Jarak dari desa ke kabupaten terdekat 8. Waktu tempuh dari desa ke kabupaten terdekat 9. Jumlah penduduk laki-laki terhadap jumlah penduduk 10. Jumlah penduduk perempuan terhadap jumlah penduduk 11. Jumlah keluarga terhadap jumlah penduduk 12. Jumlah keluarga pertanian 13. Jumlah pelanggan listrik PLN 14. Jumlah industri kerajinan dari kayu 15. Jumlah industri kerajinan dari logam mulia dan bahan dari logam 16. Jumlah industri kerajinan dari anyamangerabah 17. Jumlah industri kerajinan lainnya 18. Jumlah yang menerima kartu ASKEMASASKESDA 19. Jarak ke kantor pos terdekat 20. Jumlah industri makanan 21. Jumlah TK 22. Jumlah SD 23. Jumlah SLTP 24. Jumlah SMUSMK 25. Jumlah PT 26. Jumlah RS umum 27. Jumlah PuskesmasPoskesdesPosyandu 28. Jumlah tempat praktek dokter 29. Jumlah apotik 30. Jumlah mini market 31. Jumlah restoranrumah makan 32. Jumlah tokowarung kelontong 33. Jumlah hotelpenginapan 34. Jumlah bank umum kantor pusatcabangcapem 35. Jumlah KUD 36. Jumlah koperasi simpan pinjam 37. Jumlah koperasi non KUD lainnya 38. Jumlah sarana ibadah 34