Interaksi Biofisik Kondisi Ekologis

pula merupakan pengaruh manusia yang sering melakukan penangkapan ikan di daerah tersebut karena sisi selatan pulau merupakan daerah penangkapan ikan tradisional oleh masyarakat dua desa di Pulau Pasi yaitu desa Kahu-Kahu dan desa Bontoborusu serta nelayan-nelayan dari Pulau Selayar yang dekat dengan lokasi tersebut. Pada sisi utara dan barat pulau yang memiliki pantai berpasir, penyelam seringkali menemukan penyu yang berenang di sekitar terumbu sehingga kemungkinan daerah tersebut merupakan salah satu tempat untuk hidup atau jalur migrasi penyu atau bahkan dapat saja merupakan tempat bertelurnya penyu namun hal ini masih perlu penelitian yang lebih dalam. Pada sisi utara pulau, penyelam juga menemukan ikan hiu yang merupakan salah satu daya tarik bagi penyelam untuk melihat ikan yang dianggap ganas tersebut.

4.2.3 Analisis Kesesuaian Kawasan untuk Pengembangan Ekowisata

Bahari Keseuaian kawasan wisata bahari yang ditinjau dari aspek ekologis berupa kondisi ekosistem terumbu karang dan lingkungannya. Analisis kesesuaian ekologis berikut ini :

4.2.3.1 Kesesuaian Kawasan untuk Wisata Snorkeling

Analisis kesesuaian kawasan untuk wisata snorkeling dilakukan di stasiun yang memiliki kedalaman 3 - 6 meter. Hasil analisis disajikan pada Tabel 16. Tabel 16 Hasil analisis kesesuaian wisata bahari kategori wisata snorkeling di Pulau Pasi Stasiun Lokasi IKW Kategori Keterangan 2 sisi selatan pulau Pasi 75,44 S2 Sesuai 6 sisi barat pulau Pasi 77,19 S2 Sesuai 8 sisi barat pulau Pasi 85,96 S1 Sangat Sesuai 9 sisi utara pulau Pasi 85,96 S1 Sangat Sesuai IKW = Indeks Kesesuaian Wisata Hasil analisis pada Tabel 16 memperlihatkan bahwa terdapat 2 stasiun yang sangat sesuai S1 yaitu stasiun 8 dan 9 di sisi barat dan utara pulau. Nilai IKW stasiun 8 dan 9 sama yaitu 85,96 sedangkan nilai pada stasiun 2 dan 6 masing-masing 75,44 dan 77,19. Kekuatan stasiun 8 dalam analisis snorkeling adalah kecerahan yang mencapai 100, tutupan karang hidup sebanyak 58,33 yang terdiri dari 53,50 non-acropora dan 4,83 acropora, jumlah bentic lifeform 12 jenis, kecepatan arus 3,62 cmdetik, kedalaman terumbu karang 5 meter dan lebar hamparan datar terumbu di atas 500 meter. Sedangkan pada stasiun 9, kecerahan sebanyak 100, tutupan karang hidup 62,67 yang terdiri dari 57,33 non-acropora dan 3,33 acropora, jumlah benthic lifeform sebanyak 11 jenis, kecepatan arus 3,82 cmdetik, kedalaman terumbu karang 5 meter dan lebar hamparan terumbu di atas 500 meter. Pada stasiun 2 dan stasiun 6, berdasarkan perhitungan kesesuaian kawasan hanya mencapai kategori sesuai S2. Untuk peruntukan kawasan wisata bahari kategori snorkeling, stasiun ini masih dapat dikembangkan namun kondisi yang tidak optimal disebabkan beberapa kelemahan. Adapun kelemahan yang dimiliki stasiun 2 adalah tutupan karang hidup yang hanya sebesar 43,73 yang terdiri dari acropra 33,50 dan non acropora 10,23, kecepatan arus yang kuat yaitu sebesar 20,83 cmdetik dan jumlah lifeform sebanyak 11 jenis. Kelemahan stasiun 6 adalah tutupan karang hidup yang hanya 46.67 yang terdiri dari acropora 4,33 dan non acropora 42,33, dan jumlah lifeform hanya 11 jenis. Nilai tambah yang dimiliki stasiun 2 adalah tingginya persentase tutupan karang acropora yaitu sebanyak 33,50 berupa karang jenis lifeform acropora tabulate 17,67, acropora branching 9,83 dan acropora submassive 6. Peta kesesuaian wisata snorkeling dapat dilihat pada Gambar 10. Berdasarkan perhitungan kesesuaian wisata snorkeling pada 10 stasiun penelitian, masih terdapat satu stasiun yang sangat cocok S1 yaitu stasiun 10 dengan IKW 87,72 Lampiran 3, namun karena wisata snorkeling hanya diperuntukkan bagi kawasan terumbu karang dengan kedalaman kurang dari 6 meter, maka stasiun 10 tidak memenuhi syarat tersebut karena memiliki kedalaman 9 meter.