4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Rekonfirmasi Isolat Cronobacter spp.
Rekonfirmasi isolat Cronobacter spp. dilakukan berdasarkan pengamatan morfologi dan karakteristik biokimia. Cronobacter spp. merupakan bakteri Gram
negatif yang berbentuk batang, setelah inkubasi pada suhu 37 °C selama 24 jam pada media BHI Brain Heart Infusion mampu membentuk endapan atau sedimen
di bagian dasar tabung. Pada media kromogenik DFI Druggan Forsythe Iversen isolat Cronobacter spp. membentuk koloni berwarna hijau-biru yang berfluorosen,
sedangkan pada media TSA Tryptone Soy Agar mampu membentuk koloni berwarna kuning berdiameter 1,5-3 mm. Hasil rekonfirmasi isolat Cronobacter
spp. dapat dilihat pada Tabel 4. sedangkan gambar hasil konfirmasi dapat dilihat pada Lampiran 2.
Tabel 4. Hasil rekonfirmasi isolat Cronobacter spp.
No Karakteristik
Hasil
1. 2.
3.
4. 5.
Morfologi Pewarnaan Gram
Kemampuan tumbuh pada medium BHI Brain Heart Infusion pada
suhu 37 °C selama 24 jam Kemampuan tumbuh pada media
DFI Druggan Forsythe Iversen Kemampuan tumbuh pada media
TSA Tryptone Soy Agar -
Berbentuk batang -
Gram negatif -
Positif keruh dan membentuk endapansedimen
- Membentuk koloni berwarna
hijau-biru yang berfluorosen -
Membentuk koloni berwarna kuning
4.2 Skrining Cepat Ketahanan Panas Isolat Cronobacter spp.
Isolat yang memiliki ketahanan terhadap perlakuan panas pada suhu yang diujikan akan mengalami log reduksi yang lebih rendah. Hasil skrining cepat
menunjukkan bahwa isolat Cronobacter spp. yang berasal dari susu formula YRt2a dan YRc3a dan susu formula lanjutan E6 mengalami reduksi lebih
rendah dibandingkan isolat dari sumber lain, yaitu isolat asal makanan bayi Des b7a dan Des b10, coklat bubuk Des d3, maizena Des c13 dan isolat klinis
ATCC 51329. Hasil uji berganda Duncan DMRT menunjukkan bahwa ketahanan panas isolat Cronobacter spp. pada suhu 50 °C selama 30 menit dari
sumber yang sama tidak berbeda nyata α0,05, yaitu isolat asal susu formula dan
makanan bayi, sedangkan isolat dari sumber berbeda secara statistik ketahanan panasnya
berbeda nyata α0,05. Data lengkap hasil pengujian ketahanan panas dan data perhitungan statistik dapat dilihat pada Lampiran 6 dan 7. Data
penurunan logaritma Cronobacter spp. selama skrining cepat dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Penurunan jumlah Cronobacter spp. setelah pemanasan pada suhu 50 °C selama 30 menit dalam media TSB Tryptose Soy Broth
No Perlakuan
Rerata Log Reduksi CFUml
Asal Jenis Isolat
Isolat
1 Des b7a
1,88
b
Makanan Bayi 2
Des b10 2,11
b
Makanan Bayi 3
Des c13 3,72
c
Maizena 4
Des d3 1,97
b
Bubuk Coklat 5
YR t2a 1,25
a
Susu Formula 6
YR c3a 1,27
a
Susu Formula 7
E6 1,58
d
Formula Lanjutan 8
ATCC 51329 3,13
e
Klinis Keterangan : angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan
ketahanan panas isolat Cronobacter spp. tidak berbeda nyata α0,05
Sumber atau asal isolat dapat mempengaruhi karakteristik ketahanan panas Cronobacter spp. Ketahanan panas isolat klinis ATCC 51329 pada penelitian ini
lebih rendah dibandingkan dengan ketahanan panas isolat lokal asal susu formula, namun jika dibandingkan dengan isolat asal maizena yaitu Des c13 ketahanan
panas isolat klinis ATCC 51329 masih lebih tinggi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Seftiono 2012 juga menunjukkan bahwa isolat klinis ATCC
51329 memiliki nilai D
50 °C
= 104.17-172.41 menit, yang lebih rendah daripada D
50 °C
isolat asal susu formula yakni 119.05-169.40 menit YR t2a, 103.09-243.90 menit YRc2a, dan 200-256.41
menit E6. Studi ketahanan panas yang dilakukan oleh Edelson-Mammel dan Buchanan 2004 terhadap 12 jenis
isolat E. sakazakii isolat klinis yang dimiliki berbagai badan kesehatan dunia, isolat asal susu bubuk dan lingkungan produksi pangan, menunjukkan bahwa
ketahanan panas isolat ATCC 51329 lebih rendah dibandingkan dengan isolat asal susu bubuk 4.01C dan juga paling rendah dibandingkan sebelas isolat lainnya,
dengan nilai D
58 °C
= 0,51 menit. Isolat yang memiliki ketahanan panas paling tinggi adalah isolat klinis asal FDA 607 dengan nilai D
58 °C
= 9,87 menit. Isolat Cronobacter spp. asal susu formula dan bubuk coklat memiliki
ketahanan panas yang relatif lebih tinggi, mungkin disebabkan karena pada proses pengolahan kedua produk tersebut terdapat lebih banyak tahapan proses panas.
Proses pengolahan susu formula terdapat tahapan pemanasan seperti pasteurisasi dan pengeringan semprot, sedangkan pada proses pengolahan bubuk coklat
terdapat tahapan pengeringan biji coklat dan penyangraian. Ketahanan isolat asal maizena adalah yang paling rendah, hal ini mungkin karena pada proses
pembuatan tepung maizena tidak terdapat tahapan proses yang menggunakan panas. Umumnya bakteri yang sering terpapar suhu tinggi, akan menjadi lebih
tahan terhadap panas thermotolerance karena memproduksi heat shock protein Hsps untuk mencegah kerusakan sel akibat denaturasi protein Wong et al.
2010. Arroyo et al. 2009 menjelaskan bahwa salah satu faktor yang juga
mempengaruhi ketahanan panas E. sakazakii adalah tipe galur yang digunakan. Galur Cronobacter spp. yang berbeda mungkin memiliki karakteristik ketahanan
panas yang berbeda. Hasil skrining ketahanan panas menunjukkan jika profil ketahanan panas dari kedelapan isolat cukup bervariasi. Berdasarkan analisis
filogeni yang dilakukan oleh Gitapratiwi 2011, ke-7 isolat lokal Cronobacter spp. isolat Des b7a, Des b3, Des b10, Des c13, E6, YR t2a, dan YR c3a terbagi
ke dalam dua klaster, hanya isolat DES b10 berada pada klaster yang berbeda dengan galur-galur acuan E. sakazakii E. sakazakii ATCC 29544, ATCC BAA-
894, isolat-isolat dari luar negeri dan isolat lokal lainnya. Satu isolat klinis E. sakazakii yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu ATCC 51329 merupakan
isolat acuan dari Cronobacter muytjensii yang berada di klaster 3 Iversen et al. 2007. Dari hasil analisis statistik diketahui bahwa ketahanan panas isolat Des b10
tidak berbeda nyata dengan 2 isolat lokal lainnya isolat Des b7a dan Des d3 yang berada pada klaster berbeda. Namun isolat klinis ATCC 51329 memiliki
ketahanan panas yang berbeda nyata dengan ke 7 isolat lokal Cronobacter spp. yang berada pada dua klaster berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa jenis galur dari
isolat lokal tidak mempengaruhi ketahanan panas Cronobacter spp. pada suhu 50 °C selama 30 menit.
Berdasarkan hasil skrining ketahanan panas, dapat diketahui bahwa isolat asal susu formula yaitu Cronobacter spp. YRc3a dan YRt2a memiliki ketahanan
panas yang paling tinggi, namun untuk diujikan pada penelitian selanjutnya hanya 1 isolat. Isolat yang dipilih adalah isolat YRc3a berdasarkan pertimbangan hasil
penelitian Ardelino 2011 tentang kajian ketahanan panas terhadap isolat lokal asal susu formula YRt2a dan YRc3a dalam medium TSB Tryptose Soy Broth.
Hasil skrining cepat pada suhu 54 °C selama 32 menit, menunjukkan bahwa isolat YRc3a mengalami log reduksi paling kecil 1,66 log CFUml dengan nilai D
lebih tinggi dibandingkan isolat YRt2a pada range suhu 54 °C 9,13 menit, 56 °C 3,83±0,33 menit, 58 °C 1,38±0,03 menit dan nilai Z 5.8±0,43 menit. Selain itu
studi ketahanan panas terhadap isolat lokal asal susu formula YRt2a dan YRc3a pada medium susu formula yang dilakukan oleh Seftiono 2012 menunjukkan
bahwa isolat YRc3a memiliki nilai D maksimal pada suhu 50 °C lebih tinggi D
50 °C
= 243,90 menit dibandingkan isolat YRt2a D
50 °C
= 169,40 menit Dipilihnya isolat asal susu formula YRc3a pada penelitian ini juga atas pertimbangan susu
formula merupakan sumber utama infeksi Cronobacter spp. pada bayi dengan kondisi imun tertentu CDC 2002.
4.3
Sintas Cronobacter sp. YRc3a dalam Susu Skim Selama Pengeringan Semprot dan Saat Rekonstitusi
4.3.1 Sintas Cronobacter sp. YRc3a dalam Susu Skim Selama Pengeringan
Semprot
Proses pengeringan semprot dengan suhu inlet 160 °C dan outlet 82 °C Permadi 2010 menurunkan jumlah Cronobacter sp. YRc3a sebesar 4,19 log
CFUg berdasarkan berat kering susu skim. Data lengkap hasil perhitungan penurunan logaritma Cronobacter sp. selama pengeringan semprot dapat dilihat
pada Lampiran 4. Hasil analisis jumlah koloni Cronobacter sp. YRc3a dalam 40 susu skim wv sebelum dan sesudah pengeringan semprot dapat dilihat pada
Tabel 6.
Tabel 6 Sintas Cronobacter sp. YR c3a dalam susu skim sebelum dan setelah proses pengeringan semprot suhu inlet 160 °C dan outlet 82 °C
Jumlah sel sebelum pengeringan
CFUg Jumlah sel setelah
pengeringan CFUg
Penurunan jumlah Cronobacter sp. YRc3a
Log CFUg
3,84x10
9
2,51x10
5
4,19 Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan yang dilaporkan oleh Wan-
Ling et al. 2009 yang melakukan pengujian viabilitas E. sakazakii dalam medium 40 susu skim wv selama mengalami proses pengeringan semprot
suhu inlet 180±1 °C dan suhu outlet 80 °C, dimana dengan jumlah awal populasi sel 10
7
-10
8
CFUg terjadi penurunan jumlah sel sebesar 4.81 ± 0.06 siklus log. Penelitian tentang ketahanan bakteri lainnya terhadap proses pengeringan semprot
juga dilakukan oleh Wong et al. 2010, dengan parameter proses suhu inlet 160 C dan suhu outlet 85 2 C, jumlah sel yang bertahan berkisar 6,30x10
5
CFUg penurunan 3,35 siklus log.
Penurunan populasi Cronobacter sp. selama proses pengeringan semprot pada penelitian ini lebih besar dibandingkan dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Permadi 2010 yaitu sebesar 2,54 log CFUg. Jenis isolat, yaitu Cronobacter sp. YR c3a dan parameter proses suhu inlet 160 °C dan outlet 82
°C, peralatan, serta media susu skim 40 yang digunakan pada penelitian ini sama, perbedaan penurunan logaritma mungkin terjadi karena perbedaan jumlah
awal inokulum yang diinokulasikan. Pada penelitian Permadi 2010 jumlah inokulum awal sebesar 10
8
-10
9
CFUml, sedangkan pada penelitian ini digunakan inokulum awal sebesar 10
10
-10
11
CFUml. Menurut Costa et al. 2000 jumlah sel yang mampu bertahan selama proses pengeringan dipengaruhi oleh jumlah awal
inokulum dan medium yang digunakan. Pada medium susu skim yang berfungsi sebagai protectant dengan jumlah awal sel berkisar 10
10
-10
11
CFUml menghasilkan jumlah bakteri yang bertahan paling rendah dibandingkan dengan
penggunaan jumlah awal sel 10
8-
10
9
CFUml. Survivor paling tinggi dengan jumlah awal sel tinggi akan dihasilkan jika medium yang digunakan dari jenis
disakarida, seperti sukrosa dan trehalosa. Penggunaan disakarida akan memberikan perlindungan maksimal terhadap viabilitas sel sebesar 60 dari
jumlah awal sel yang diinokulasikan sebelum pengeringan dibandingkan dengan
monosakarida. Protein yang terkandung dalam susu skim tidak cukup memberikan perlindungan terhadap keseluruhan dinding sel bakteri dengan jumlah sel yang
cukup tinggi. Selama proses pengeringan, air pada lipid bilayer membran sel akan terevaporasi yang menyebabkan terjadinya peningkatan interaksi Van der waals
antar rantai acyl sehingga terbentuk fase gel dari dry bilayer. Fase gel dari membran bilayer ini dapat merubah permeabilitas membran akibat terjadinya
pemisahan komponen membran dan kebocoran sel. Kemampuan mengikat air water binding capacity dari disakarida lebih besar dibandingkan protein susu,
sehingga dapat mencegah kerusakan sel akibat perubahan membran menjadi fase gel. Selain itu medium pelindung berupa disakarida akan menggantikan posisi air
dalam membran setelah pengeringan dan mencegah kerusakan protein akibat putusnya ikatan hidrogen Lesli et al. 1995
4.3.2 Sintas Cronobacter sp. YRc3a dalam Susu Skim Saat Rekonstitusi
Sebelum dan Sesudah Pengeringan Semprot
Penurunan logaritma Cronobacter sp.YRc3a dalam susu skim yang belum mengalami proses pengeringan semprot saat direkonstitusi menggunakan suhu 50
°C lebih tinggi rata-rata 0,64 log CFUml dibandingkan Cronobacter sp. YRc3a dalam susu skim yang telah mengalami proses pengeringan semprot rata-rata 0,35
log CFUml. Sintas Cronobacter sp. saat direkonstitusi, yaitu saat sebelum dan sesudah mengalami pengeringan semprot dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5 Sintas Cronobacter sp. YRc3a selama rekonstitusi di dalam susu skim sebelum dan setelah pengeringan semprot
0.64
0.35
0.1 0.2
0.3 0.4
0.5 0.6
0.7 0.8
1 2
3
L o
g Reduk
si 1
cf um
l
Kondisi Isolat
Pada penelitian ini jumlah awal Cronobacter sp. dalam susu skim yang direkonstitusi sebelum dan sesudah pengeringan semprot berbeda. Jumlah awal
Cronobacter sp. dalam susu skim yang direkonstitusi sebelum pengeringan semprot berkisar 10
8
CFUml, sedangkan setelah pengeringan berkisar 10
4
CFUml. Perbedaan jumlah sel yang diinokulasikan ini mungkin berpengaruh terhadap kemampuan protein dari susu skim melindungi sel dan jumlah sel yang
terpapar suhu rekonstitusi 50 °C. Hasil uji lanjut berganda Duncan DMRT menunjukkan bahwa penurunan logaritma Cronobacter sp. sebelum dan sesudah
pengeringan semprot saat rekonstitusi be rbeda nyata α0,05. Perhitungan
statistik selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 10. Data lengkap hasil perhitungan log reduksi saat rekonstitusi sebelum dan sesudah pengeringan
semprot dapat dilihat pada Lampiran 4. Susu skim bubuk hasil pengeringan semprot pada penelitian ini memiliki
rata-rata kadar air awal 3,26 dengan aktivitas air a
w
0,32. Secara umum ketahanan bakteri terhadap panas akan meningkat dengan menurunnya aktivitas
air a
w
, sel E. sakazakii memiliki ketahanan panas paling tinggi pada kondisi pH netral dan a
w
rendah. Log reduksi yang lebih kecil ketahanan terhadap suhu 50 °C meningkat setelah isolat mengalami proses pengeringan semprot dapat terjadi
karena sel E. sakazakii yang telah terpapar proses panas dan mengalami kerusakan subletal sublethal injury akan menginduksi terjadinya mekanisme perlindungan
terhadap panas dalam sel. Salah satu cara untuk menstabilkan kondisi membran phospolipid, sel akan mengakumulasi komponen gula non reduksi trehalosa yang
berpengaruh pada peningkatan ketahanan panas sel Cronobacter spp. Arroyo et al. 2009.
Hasil penelitian Chang et al. 2009 menunjukkan bahwa perlakuan heat shock pada suhu 47 °C selama 15 menit dapat meningkatkan ketahanan panas E.
sakazakii selama proses pengeringan semprot. Menurut Shebuskhi et al. 2000 secara umum organisme akan mensintetis berbagai jenis stres protein saat terpapar
kondisi stres sehingga dapat melindungi selnya. Salah satu yang dilakukan oleh sel adalah dengan memproduksi heat shock protein Hsps untuk mencegah
kerusakan sel akibat denaturasi protein, sehingga sel menjadi lebih tahan terhadap perlakuan panas atau peningkatan suhu Arroyo et al. 2009; Wong et al. 2010.
4.4 Sintas Cronobacter sp. YRc3a dalam Susu Skim selama Penyimpanan
pada RH Berbeda
Gambar 6 menunjukkan perubahan aktivitas air a
w
dan kadar air susu bubuk skim terkontaminasi Cronobacter sp. YRc3a selama 12 minggu
penyimpanan. Produk hasil pengeringan semprot mempunyai sifat yang sangat higroskopis sehingga mudah menyerap air ataupun uap air dari lingkungan
sekitarnya. Susu bubuk skim hasil pengeringan semprot yang disimpan ini memiliki rata-rata kadar air awal 3,26 dengan a
w
0,32.
Gambar 6 Perubahan aktivitas air a
w
dan kadar air susu skim bubuk selama penyimpanan RH 50 , RH 70 , dan RH 90
Aktivitas air susu skim bubuk telah mencapai atau mendekati a
w
kesetimbangan setelah penyimpanan lebih dari 2 minggu. Berdasarkan hasil uji ANOVA dan uji lanjut berganda Duncan DMRT, a
w
susu skim bubuk dengan variasi RH penyimpanan berbeda nyata α0,05, namun lama penyimpanan tidak
mempengaruhi a
w
susu skim bubuk yang disimpan pada kondisi RH yang sama. Data perhitungan statistik selengkapnya dapat dilihat di Lampiran 12.
Penggunaan suhu outlet pada proses pengeringan semprot akan mempengaruhi kadar air dari produk pangan kering yang dihasilkan, pengeringan
semprot dengan suhu outlet 80 °C, akan menghasilkan produk dengan kadar air berkisar 4 Ananta 2005. Saat produk kering disimpan ke dalam desikator yang
memiliki kelembaban relatif lebih tinggi RH 50, 70, dan 90, produk pangan tersebut akan berangsur-angsur menyerap air dari lingkungan hingga
kondisi kesetimbangan dengan lingkungannya tercapai, yaitu pada saat a
w
pangan
0.1 0.2
0.3 0.4
0.5 0.6
0.7 0.8
0.9
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10 11 12 13
Ak tiv
ita s
Air Aw
Minggu Ke-
10 20
30 40
50 60
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10 11 12 13
K a
d a
r Ai
r
Minggu Ke-
sama dengan lingkungan ERH100 desikator atau tidak lagi terjadi migrasi air dari atau ke pangan Kusnandar, 2009.
Kadar air pangan terukur yang telah mengalami kesetimbangan dalam desikator merupakan kadar air kesetimbangan. Dari Gambar 6 terlihat bahwa
kadar air kesetimbangan susu skim bubuk telah tercapai pada kondisi RH 50 dan 70 setelah penyimpanan lebih dari 2 minggu. Kadar air bahan pangan mencapai
kesetimbangan jika produk sudah tidak mengalami perubahan atau pengurangan bobot produk yang ditunjukkan dengan garis linier horizontal pada kurva setelah
penyimpanan lebih dari 2 minggu. Sedangkan kadar air susu bubuk skim yang disimpan pada RH 90 tercapai kadar air kesetimbangan setelah periode
penyimpanan lebih dari 7 minggu rata-rata 46.69. Hasil uji ANOVA dan uji lanjut berganda Duncan DMRT menunjukkan bahwa kadar air susu skim bubuk
selama penyimpanan dengan variasi RH penyimpanan dan lama penyimpanan berbeda nyata α0,05. Data perhitungan statistik selengkapnya dapat dilihat di
Lampiran 13. Kadar air susu skim bubuk yang disimpan pada RH 90 sangat tinggi dan
sulit mencapai kesetimbangan, hal ini disebabkan karena kandungan laktosa C
12
H
22
O
11
dalam susu skim yang tinggi 52, kandungan protein 35 dan kandungan lemak rendah 1,17. Selama proses pengeringan untuk
menghasilkan susu bubuk, terjadi evaporasi dengan cepat sehingga laktosa tidak mengalami pengkristalan namun akan membentuk fase amorphous gelas yang
bersifat higroskopis Schuck and Dolivet 2001. Saat disimpan pada RH 50 akan terjadi penyerapanpeningkatan uap air dengan cepat dari lingkungan kandungan
air mencapai 7-9,5. Namun saat ditempatkan pada RH 50, laktosa akan berubah dari fase amorphous menjadi fase kristalin fase kristalin terbentuk
maksimal pada RH 70, yang kemampuannya menyerap uap air menurun bahkan tidak mampu lagi menyerap airnon higroskopis. Kandungan protein yang
tinggi dan kandungan lemak yang rendah pada susu skim dapat berfungsi menghambat kristalisasi anti-crystallisation dari laktosa dengan adanya interaksi
molekular ikatan hidrogen antara gugus polar laktosa dengan protein larut air Morgan et al. 2005. Saat susu skim berada pada kondisi RH 70 tekanan
atmosfer lebih rendah kristalisasi laktosa dapat dihambat dengan adanya protein, dan penyerapan uap air dari lingkungan akan terjadi oleh protein.
Selama 12 minggu penyimpanan pada kondisi penyimpanan RH 70, populasi Cronobacter sp. YRc3a tidak mengalami perubahan yang signifikan
sehingga dapat dikatakan Cronobacter sp. YRc3a stabil dan mampu bertahan pada RH 70. Penurunan jumlah yang terjadi sangat rendah yaitu logaritma sebesar
0,21 log CFUg selama 3 bulan penyimpanan. Selama 12 minggu penyimpanan pada RH 50 terjadi penurunan populasi sebesar 3,13 log CFUg, sedangkan pada
penyimpanan RH 90 terjadi penurunan yang paling tinggi yaitu sebesar 3,31 log CFUg. Gambar 7 menunjukkan menunjukkan kurva viabilitas Cronobacter sp.YR
c3a selama penyimpanan dalam berbagai RH.
Gambar 7 Kurva viabilitas Cronobacter sp. YR c3a selama penyimpanan pada RH 50 , RH 70 , dan RH 90
Data lengkap pengamatan viabilitas Cronobacter sp. YRc3a log CFUg selama penyimpanan pada berbagai RH dapat dilihat di Lampiran 14. Hasil uji
ANOVA dan uji lanjut berganda Duncan DMRT menunjukkan bahwa viabilitas Cronobacter sp. YR c3a dalam susu skim bubuk dengan variasi RH penyimpanan
dan lama penyimpanan berbeda nyata α0,05. Hasil perhitungan statistik selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 15.
Kondisi penyimpanan, lama penyimpanan dan perubahan aktivitas air a
w
produk susu bubuk dimana bakteri disimpan merupakan faktor penting yang mempengaruhi viabilitas bakteri
Lievense and van’t Riet 1994. Salah satu kondisi penyimpanan yang berpengaruh adalah kelembaban relatif RH tempat
produk susu bubuk disimpan, perubahan RH dapat menyebabkan perubahan a
w
yang berpengaruh terhadap viabilitas dari Cronobacter spp. Aktivitas air a
w 1
2 3
4 5
6 7
8
1 2
3 4
5 6
7 8
9 10 11 12 13
Cro n
o b
a cter
sp .
YR c3
a
lo g
CFUg
Minggu ke-
menunjukkan banyaknya air bebas yang dapat dimanfaatkan oleh mikroba.
Apabila sel bakteri terpapar dengan a
w
yang lebih rendah atau lebih tinggi dari a
w
optimum pertumbuhannya maka sel dapat mengalami injured dan kematian sel. Selama satu minggu pertama penyimpanan terjadi penurunan populasi
Cronobacter sp. YRc3a, pada penyimpanan RH 50 terjadi penurunan populasi sebesar 1,19 log CFUg, 1,26 log CFUg pada penyimpanan RH 70 dan 0,87 log
CFUg pada penyimpanan RH 90 dari jumlah awal populasi 5,39 log CFUg. Pada penyimpanan satu minggu berikutnya jumlah Cronobacter sp. yang disimpan
pada RH 70 mengalami kenaikan sebesar 1,45 log CFUg, penyimpanan RH 90 terjadi kenaikan jumlah 0,60 log CFUg, dan pada penyimpanan RH 50
terjadi penurunan jumlah Cronobacter sp. sekitar 0,46 log CFUg. Penurunan jumlah Cronobacter sp. di semua kondisi penyimpanan dalam minggu pertama
kemungkinan terjadi karena peningkatan a
w
dan kadar air yang cukup tajam Gambar 6. Aktivitas air susu skim bubuk yang disimpan pada RH 50
meningkat menjadi 0,49, pada RH 70 menjadi 0,68 dan pada RH 90 menjadi 0,80. Menurut Day et al. 2009 secara umum bakteri menunjukkan penurunan
jumlah sel hidup lebih cepat saat terjadi peningkatan aktivitas air. Peningkatan a
w
yang drastis menyebabkan sel Cronobacter sp. mengalami rehidrasi dengan cepat, air dari lingkungan mulai masuk kedalam sitoplasma karena sitoplasma lebih
pekattekanan osmosis lebih tinggi akibat penumpukan solut saat terpapar kondisi kering sehingga terjadi peningkatan tekanan turgor dalam sel yang menyebabkan
kebocoran sel. Fenomena yang dialami oleh bakteri ini biasa disebut dengan hypoosmotic shock. Menurut Brown 1996 meningkatnya kelembaban sekitar sel
kering secara drastis merupakan gangguan fisik terhadap permeabilitas dinding sel. Dalam hal ini dapat menyebabkan perpindahan air pada fase transisi lemak
lapis ganda lipid bilayer pada membran sel, sehingga terjadi perubahan membran.
Penurunan jumlah sel Cronobacter sp. YRc3a yang terjadi pada minggu pertama, selain karena peningkatan kelembaban sekitar sel kering yang terjadi
secara drastis, juga dipengaruhi oleh kondisi sel Cronobacter sp. yang sebagian telah mengalami injured atau stres akibat perlakuan pengeringan semprot.
Perubahan permeabilitas membran sel dapat menyebabkan berdifusinya air dan bahan-bahan terlarut secara bebas melalui selaput membran sehingga mikroba
mengalami lisis atau kebocoran yang dapat mengganggu aktivitas mikrostrukstur sehingga sel dapat mengalami kematian. Studi yang dilakukan oleh Mattick et al.
2001 tentang rehidrasi sel S. cereviceae yang dikeringkan a
w
=0,12-0,46 menunjukkan bahwa rehidrasi cepat dapat meningkatkan jumlah sel yang injured
dan mati karena lisis atau kebocoran sel. Jika rehidrasi dilakukan secara bertahap, akan membantu meningkatkan viabilitas sel, karena sel akan beradaptasi dan
terjadi recovery sel. Metode rehidrasi secara bertahap ini sesuai untuk sel yang sensitif dari pada sel yang tahan, karena dapat menurunkan jumlah sel yang
mengalami stres osmosis. Kurva survival laju penurunanpertumbuhan jumlah mikroba dapat dilihat pada Gambar 8.
Gambar 8 Kurva survival penurunanpertumbuhan Cronobacter sp. YR c3a selama penyimpanan pada RH 50 , RH 70 , dan RH 90
Untuk mengetahui ketahanan Cronobacter sp. selama penyimpanan pada RH berbeda dapat ditunjukkan dengan nilai K. Nilai K didefinisikan sebagai
waktu dalam minggu yang dibutuhkan untuk menurunkanmenaikkan jumlah Cronobacter sp. YRc3a sebesar 1 siklus log. Nilai K 1slope diperoleh dari slope
kurva y= -kt2,303, slope tersebut menunjukkan laju peningkatanpenurunan jumlah mikroba selama penyimpanan yang diperoleh dari persamaan dibawah ini :
Laju penurunankenaikan jumlah Cronobacter sp. selama penyimpanan pada RH berbeda dipengaruhi oleh aktivitas air a
w
susu skim, karena a
w
setimbang dari susu skim tercapai setelah lebih dari 2 minggu penyimpanan, maka
y = -0.031x y = 0.001x
y = -0.045x -0.45
-0.35 -0.25
-0.15 -0.05
0.05
L o
g N
t N
o Minggu ke-
jumlah mikroba awal No pada kurva survival Gambar 8 dibuat berdasarkan jumlah mikroba pada minggu ke 2. Hasil perhitungan nilai K Cronobacter sp.
YRc3a selama 3 bulan penyimpanan pada RH berbeda dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Nilai K Cronobacter sp. YRc3a selama 3 bulan penyimpanan
pada RH berbeda
RH Slope
-k2,303 Nilai K=1slope
minggu
50 -0,031
32,258 70
0,001 1000
90 -0,045
22,222
slope positif : menunjukkan kurva peningkatanpertumbuhan Cronobacter sp. slope negatif : menunjukkan kurva penurunankematian Cronobacter sp.
Slope y= -kt-2,303 pada penyimpanan RH 70 menunjukkan laju peningkatanpertumbuhan Cronobcter sp. YRc3a, jumlah Cronobacter sp. YRc3a
relatif stabil pada kondisi penyimpanan pada RH 70. Slope kurva pada penyimpanan RH 50 dan RH 90 menunjukkan penurunankematian
Cronobacter sp. YR c3a. Nilai K pada penyimpanan RH 90 lebih kecil dibandingkan nilai K pada penyimpanan dengan RH 50, hal ini menunjukkan
bahwa populasi Cronobacter sp. YRc3a selama penyimpanan mengalami penurunan paling besar dan lebih cepat pada penyimpanan RH 90 .
Penyimpanan susu skim bubuk pada RH 50 selama 12 minggu menyebabkan penurunkan jumlah Cronobacter sp. YRc3a sebesar 3,15 log
CFUg. Kondisi a
w
0,12-0,46 adalah kondisi yang sesuai untuk pemeliharaan kelangsungan hidup sel pada kondisi kering karena aktivitas seluler berhenti. Pada
a
w
rendah, kondisi air di dalam sel terikat sangat kuat dan tidak digunakan untuk aktivitas metabolisme Mattick et al. 2001. Pada penyimpanan RH 50 ini a
w
kesetimbangan susu skim bubuk 0,50 dengan kadar air kesetimbangan 7,06, a
w
susu skim bubuk pada penelitian ini sedikit lebih besar dari 0,46, tipe air pada kondisi ini adalah air adsorbsi atau air permukaan, hanya sedikit air bebas yang
dapat dimanfaatkan oleh mikroorganisme. Kandungan air bebas ini akan merangsang bakteri untuk tumbuh dan melakukan aktivitas selulernya, namun
kandungan air bebas ini tidak cukup untuk mendukung pertumbuhan Cronobacter spp. Hal ini dikarenakan sebelum Cronobacter sp. melakukan metabolisme untuk
pertumbuhannya, bakteri terlebih dahulu melakukan resusitasi untuk memperbaiki kerusakan sel, proses ini membutuhkan energi dan nutrisi yang cukup besar,
karena nutrisi dan air bebas yang diperlukan untuk tumbuh tidak tersedia maka pertumbuhan bakteri menjadi terhambat dan bisa mengalami kematian.
Populasi Cronobacter sp. YRc3a pada susu skim bubuk yang disimpan pada RH 70 selama 12 minggu relatif stabil, dimana jumlah sel tidak mengalami
perubahan yang signifikan rata-rata populasi Cronobacter sp. 5,56 log CFUg. Hal ini menunjukkan bahwa sel Cronobacter sp. memiliki ketahanan yang tinggi
pada kondisi a
w
kesetimbangan 0,72 dengan kadar air kesetimbangan 15,07.. Tipe air pada susu skim pada kondisi ini adalah air bebas Stencl 1999, yang
tidak terlalu hipotonik sehingga bisa dimanfaatkan dan tidak berbahaya bagi mikroorganisme. Pada kondisi ini Cronobacter sp. YRc3a mungkin memiliki
kemampuan untuk beradaptasi dengan kondisi lingkungannya, yaitu mampu menjaga keseimbangan tekanan osmosis didalam dan diluar sel, sehingga aktivitas
seluler tetap berlangsung tanpa sel mengalami lisis atau kebocoran. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Puspawati 2008, dimana kultur
Lactobacillus rhamnosus R21 kering hasil freeze dried memiliki ketahanan yang tinggi saat disimpan pada kondisi RH 75 dengan kadar air yang berkisar
15,14. RH daerah tropis yang lembab pada suhu ± 28 °C berkisar 70 Prianto 2002, Cronobacter spp. yang mengkontaminasi susu bubuk apabila disimpan
pada kondisi ini kemungkinan mampu bertahan dengan baik dan populasi sel cenderung dapat meningkat.
Penyimpanan susu skim bubuk pada RH 90 selama 12 minggu menyebabkan penurunan jumlah Cronobacter sp. yang paling tinggi, yaitu sebesar
3,31 log CFUg. Namun bentuk kurva penurunan jumlah sel Cronobacter sp. yang disimpan pada RH 90 berbeda dengan yang disimpan pada RH 50. Pada RH
50 terjadi penurunan jumlah sel Cronobacter sp. pada setiap minggunya, sedangkan penyimpanan RH 90 terjadi peningkatan jumlah sel pada minggu
kedua, pada minggu selanjutnya jumlah sel relatif stabil dan mulai terjadi penurunan jumlah sel pada minggu ke 6. Perbedaan ini dipengaruhi oleh tingginya
a
w
susu skim bubuk pada RH 90 rata-rata 0,85 dengan kadar air kesetimbangan 46,69. Kandungan air bebas yang lebih tinggi menyebabkan sel Cronobacter sp.
mampu melakukan resusitasi sel sekaligus aktivitas metabolisme dalam sel,
sehingga jumlah sel yang dorman akan berkurang dan sel yang hidup semakin meningkat. Peningkatan jumlah air bebas pada minggu pertama menyebabkan sel
mengalami hypoosmotic shock, untuk dapat bertahan pada kondisi ini sel akan mengeluarkan compatible solute trehalosa, prolin, betain, dan lain-lain dari
sitoplasma ke luar sel untuk menurunkan dan menyeimbangkan tekanan osmosis didalam dan diluar sel. Mekanisme ini membutuhkan energi yang tinggi, jika
terjadi terus menerus sel akan kehabisan ATP dan sel mengalami kematian Moat et al. 2002. Dari kurva perubahan kadar air Gambar 7 terlihat terjadi
peningkatan kadar air secara terus menerus sampai minggu ke 7, kandungan air ini merupakan air bebas yang dapat dimanfaatkan oleh mikroorganisme, hal inilah
yang menyebabkan jumlah Cronobacter sp. YRc3a selama 6 minggu penyimpanan relatif stabil. Pada saat kadar air susu skim bubuk mulai setimbang
minggu ke 7 terlihat mulai terjadi penurunan jumlah sel Cronobacter sp., hal ini terjadi saat nutrisi didalam medium sudah habis dan energi cadangan di dalam sel
sudah habis, jumlah sel yang mati semakin lama akan semakin banyak. Caubilla-Barron dan Forsythe 2007 melaporkan bahwa jumlah E.
sakazakii dalam susu formula bubuk a
w
0,50 terdeteksi dari 1 log CFUg setelah 4-9 bulan penyimpanan pada suhu 30°C. Sedangkan jumlah E. sakazakii
pada susu formula bubuk a
w
0,72 terdeteksi dari 1 log CFUg setelah 24 bulan penyimpanan, serta pada susu formula bubuk a
w
0,86 setelah 4 bulan penyimpanan pada suhu 30°C. Penurunan populasi E. sakazakii yang juga
dilaporkan oleh Edelson-Mammel et al. 2005 dengan populasi awal 6 log CFUg dalam susu formula bubuk a
w
0.14-0.27 adalah sebesar 2,4 log CFUg pada penyimpanan suhu 20-22 °C selama 150 hari, selanjutnya terjadi kembali
penurunan 1 siklus log setelah penyimpanan 534 hari. Penurunan logaritma selama penyimpanan kering dalam susu skim bubuk pada penelitian ini sedikit
lebih besar jika dibandingkan dengan penelitian lainnya, perbedaan ini disebabkan karena kondisi a
w
pada penelitian tersebut lebih rendah yaitu berkisar 0,1-0,3, pada penelitian ini kisaran a
w
adalah 0,3-0,9. E. sakazakii memiliki kemampuan bertahan pada kondisi kekeringan a
w
0,23 dengan mengakumulasi komponen trehalosa, pada kondisi kekeringan jumlah trehalosa E. sakazakii dalam sel
meningkat 5 kali lipat. Trehalosa merupakan komponen polar mudah larut, dapat
menstabilkan protein dan membran selama pengeringan serta saat terjadi perubahan tekanan osmosis Breeuwer et al. 2003. Menurut Lin and Beuchat
2007 serta Gurtler dan Beuchat 2007 Cronobacter spp. memiliki ketahanan lebih besar pada pada kondisi a
w
rendah 0.25 – 0.30 dibandingkan pada kondisi
a
w
tinggi 0.40-0.50. Selain itu Cronobacter spp. juga mampu bertahan pada sereal bayi yang disimpan pada suhu 4°C selama lebih dari 12 bulan pada a
w
rendah 0,30 – 0,69, namun viabilitasnya akan menurun dengan meningkatnya a
w
menjadi 0,82-0,83.
4.5 Sintas Cronobacter sp. YRc3a dalam Susu Skim Saat Rekonstitusi Setelah