35
4.3 Hasil pemeriksaan metabolit sekunder
Pemeriksaan metabolit sekunder dilakukan secara kualitatif. Hal ini perlu dilakukan untuk memberikan informasi golongan senyawa metabolit sekunder
yang terkandung di dalam simplisia dan EEDP. Hasil pemeriksaan skrining fitokimia simplisia dan EEDP dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Hasil pemeriksaan metabolit sekunder simplisia dan EEDP
No Golongan Senyawa
Hasil Pemeriksaan Simplisia
Ekstrak
1 Alkaloida
- -
2 Flavonoida
+ +
3 Glikosida
+ +
4 Saponin
+ +
5 Tanin
+ +
6 Steroidatriterpenoida
+ +
Keterangan: + : mengandung golongan senyawa
- : tidak mengandung golongan senyawa
Hasil skrining fitokimia menunjukkan bahwa simplisa dan EEDP mengandung flavonoida, glikosida, saponin, tanin dan steroidatriterpenoida
namun tidak mengandung senyawa golongan alkaloida.
4.4 Hasil pengujian efek antifertilitas dari EEDP
Uji efek antifertilitas pada mencit betina untuk kelompok kontrol diinduksi dengan suspensi Na CMC 0,5 dengan dosis 1 BB dan untuk kelompok uji
diinduksi dengan EEDP. Hasil pengujian efek antifertilitas dari EEDP dapat dilihat pada Tabel 4.3.
36
Tabel 4.3 Efek antifertilitaas EEDP
Kelompok Mencit
Hamil Pendarahan
1 2
3 4
5 6
Kontrol +
+ +
+ +
+ 100
SK 50 -
+ -
+ +
+ 66,7
SK 100 -
+ -
- +
- 33,3
SK 200 -
- -
- -
- SK-SSK 50
- -
- 50
SK-SSK 100 -
- -
- -
16,66 SK-SSK 200
- -
- -
- -
Keterangan: + : terjadi kehamilan
- : tidak terjadi kehamilan
: terjadi pendarahan Hasil pengujian efek antifertilitas menunjukkan bahwa pada kelompok
kontrol terjadi kehamilan pada setiap mencit, hal ini karena Na CMC tidak memiliki efek anti fertilitas, kelompok ini dijadikan sebagai kelompok
pembanding. Hasil pengujian diperoleh bahwa pada pemberian EEDP seminggu
sebelum kopulasi pada dosis 50 mgkg BB ditemui empat ekor mencit yang hamil, pada dosis 100 mgkg BB ditemui dua ekor mencit yang hamil sedangkan pada
dosis 200 mgkg BB tidak ditemukan mencit yang hamil, ini menunjukkan bahwa dosis 200 mgkg BB adalah paling efektif memberikan efek antifertilitas.
Pemberian EEDP pada seminggu sebelum kopulasi sampai seminggu setelah kopulasi pada dosis 50 mgkg BB ditemui tiga ekor mencit yang hamil dan
mengalami pendarahan, pada dosis 100 mgkg BB ditemui satu ekor mencit yang hamil dan mengalami pendarahan, sedangkan pada dosis 200 mgkg BB tidak
ditemukan mencit yang hamil maupun yang mengalami pendarahan. Pendarahan yang terjadi menandakan adanya efek abortivum, hal ini berarti bahwa EEDP
37
memiliki efek antifertilitas post coitus Wahyuni, 1997. 4.5
Hasil analisis data
Data hasil pengujian efek antifertilitas dari EEDP dianalisis secara statistik statistik menggunakan uji Fisher Exact Probability Test. Yaitu dengan
membandingkan kelompok kontrol dengan masing-masing kelompok uji. Berikut ini tabel perbandingan kelompok kontrol dengan kelompok yang diberi EEDP
setelah dilakukan uji Exact Probability Test.
Tabel 4.4 Perbandingan harga p antara kelompok kontrol dengan kelompok yang
diberi EEDP
Kelompok p
Hipotesis SK 50
0,2270 Diterima
SK 100 0,0303
Ditolak SK 200
1,082.10
-3
Ditolak SK-SSK 50
0,2412 Diterima
SK-SSK 100 7,5757.10
-3
Ditolak SK-SSK 200
1,0822.10
-3
Ditolak α = 0,05
p ≤ α = ditolak
p ≥ α = diterima
Tabel di atas menunjukkan bahwa pada kelompok dosis SK 50 dan SK- SSK 50 hipotesis diterima, ini berarti bahwa induksi EEDP dengan dosis 50
mgkg BB pada pemberian seminggu sebelum kopulasi maupun pada pemberian seminggu sebelum kopulasi sampai seminggu setelah kopulasi tidak memiliki
efek antifertilitas. Sedangkan pada kelompok SK 100, SK 200, SK-SSK 100, SK- SSK 200 hipotesis ditolak ini berarti bahwa EEDP pada dosis 100 mgkg BB dan
dosis 200 mgkg BB pada pemberian seminggu sebelum kopulasi maupun pada pemberian seminggu sebelum kopulasi sampai seminggu setelah kopulasi
memiliki efek antifertilitas pada mencit betina. Perbandingan antara dosis 50 mgkg BB, 100 mgkg BB dan 200 mgkg
38
BB pada pemberian seminggu sebelum kopulasi dan pada pemberian seminggu sebelum kopulasi sampai seminggu setelah kopulasi dapat dilihat pada Tabel 4.5
Tabel 4.5 Perbandingan antara dosis 50 mgKg BB, 100 mgKg BB dan 200
mgKg BB pada pemberian seminggu sebelum kopulasi dan seminggu sebelum kopulasi sampai seminggu setelah kopulasi.
Perlakuan perbandingan p
Hipotesa SK 50 SK 100
0,2435 Diterima
SK 50 SK 200 0,0303
Ditolak SK 100 SK 200
0,2272 Diterima
SK-SSK 50 SK-SSK 100 0,2424
Diterima SK-SSK 50 SK-SSK 200
0,0909 Diterima
SK-SSK 100 SK-SSK 200 0,5
Diterima α = 0,05
p ≤ α = ditolak
p ≥ α = diterima
Jika nilai p berada di daerah penerimaan berarti tidak terdapat perbedaan yang nyata, dan jika p berada di daerah penolakan berati terdapat perbedaan yang
nyata. Hasil dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa hanya dosis 50 mgkg BB yang dibandingkan dengan dosis 200 mgkg BB pada pemberian seminggu
sebelum kopulasi yang memiliki perbedaan yang nyata, sedangkan pada perbandingan dosis yang lain tidak terdapat perbedaan yang nyata, baik pada
pemberian seminggu sebelum kopulasi maupun pada pemberian seminggu sebelum kopulasi sampai seminggu setelah kopulasi. Komponen aktif yang
berperan dalam mencegah kehamilan atau kontrasepsi adalah diosgenin Rahayu, dkk., 2006.
39
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN