17
Sel-sel folikel yang telah mengalami ovulasi diubah menjadi korpus luteum, yang mengeluarkan progesteron serta estrogen pada masa luteal, dimana
progesteron lebih dominan dibandingkan dengan estrogen. Progesteron sangat menghambat FSH dan LH, yang terus menurun selama fase luteal. Korpus luteum
berdegenerasi dalam waktu sekitar dua minggu apabila ovum yang dikeluarkan tidak dibuahi dan tidak tertanam di uterus. Kadar progesteron dan estrogen
menurun secara tajam pada saat korpus luteum berdegenerasi, sehingga pengaruh inhibitorik pada sekresi FSH dan LH lenyap. Kadar kedua hormon ini kembali
meningkat dan merangsang berkembangnya folikel baru seiring dimulainya fase folikel Sherwood, 2001. Fase-fase di uterus yang terjadi pada saat yang
bersamaan mencerminkan pengaruh hormon-hormon ovarium pada uterus. Awal fase folikel, lapisan endometrium yang kaya akan nutrien dan pembuluh darah
terlepas. Pelepasan itu terjadi akibat turunnya estrogen dan progesteron ketika korpus luteum tua berdegenerasi pada akhir fase luteal sebelumnya. Akhir fase
folikel, kadar estrogen yang meningkat menyebabkan endometrium menebal. Setelah ovulasi, progesteron dari korpus luteum menimbulkan perubahan vaskuler
dan sekretorik di endometrium yang telah dirangsang oleh estrogen untuk menghasilkan lingkungan yang ideal untuk implantasi. Sewaktu korpus luteum
berdegenerasi, dimulailah fase folikel dan fase haid uterus yang baru Sherwood, 2001.
2.7 Siklus estrus
Mamalia selain primata tidak mengalami haid, dan siklus seksual mereka disebut dengan siklus estrus. Siklus ini diberi nama demikian karena adanya
18
periode birahi estrus yang mencolok pada saat ovulasi, yang biasanya merupakan satu-satunya waktu saat terjadinya peningkatan hasrat seksual pada
hewan betina Ganong, 2008. Siklus estrus dapat diartikan sebagai jarak antara satu estrus sampai pada estrus berikutnya Partodihardjo, 1980.
Tikus dan mencit termasuk hewan poliestrus. Artinya, dalam periode satu tahun terjadi siklus reproduksi yang berulang-ulang. Siklus estrus mencit
berlangsung 4-5 hari, sedangkan hewan tikus satu kali siklus selesai dalam 6 hari. Daur estrus kedua jenis hewan ini dibedakan menjadi lima fase yaitu proestrus,
estrus, matestrus I, matestrus II dan diestrus Akbar, 2010. Setiap fase dari siklus estrus dapat dikenali melalui pemeriksaan apusan
vagina. Siklus secara kasar dapat dibagi menjadi empat stadium sebagai berikut: a.
Fase proestrus Fase ini berlangsung selama 12 jam. Preparat apus vagina pada fase
proestrus ditandai akan tampak jumlah sel epitel berinti dan leukosit berkurang, digantikan dengan sel epitel bertanduk, dan terdapat lendir yang banyak.
b. Fase estrus
Fase ini berlangsung selama 12 jam. Ovulasi hanya terjadi pada fase ini. Pada preparat apus vagina ditandai dengan menghilangnya leukosit dan sel epitel
berinti, yang ada hanya epitel bertanduk dengan bentuk tidak beraturan dan berukuran besar. Kelenjar-kelenjar endometrium pada fase estrus menghasilkan
cairan estrus yang diperlukan spermatozoa mendewasakan diri. c.
Fase matestrus
19
Fase ini berlangsung selama 21 jam. Pada preparat apus vagina ciri yang tampak yaitu sel epitel berinti dan leukosit terlihat lagi dan jumlah epitel
menanduk makin lama makin sedikit. d.
Fase diestrus Fase ini berlangsung selama 48 jam. Pada preparat apus vagina dijumpai
banyak sel darah putih dan epitel berinti yang letaknya tersebar dan homogen Akbar, 2010.
Untuk memperoleh gambaran yang lebih singkat mengenai suatu siklus estrus, seringkali fase-fase yang diterangkan di atas disingkat menjadi dua fase.
Fase proestrus dan estrus menjadi fase folikel, karena pada fase inilah folikel tumbuh secara cepat, sedangkan fase matestrus dan diestrus disebut fase luteum,
karena pada fase ini korpus luteum tumbuh dan berfungsi. Fase folikel pada umumnya berlangsung lebih singkat dari pada fase luteum berbeda dengan yang
terjadi pada wanita dimana fase folikel lebih panjang dari pada fase luteum Partodihardjo, 1980.
2.8 Diosgenin