1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Penyelenggaraan pendidikan di sekolah diwujudkan dengan adanya interaksi belajar mengajar antara peserta didik dan guru dalam proses
pembelajaran. Untuk meningkatkan kualitas pendidikan khususnya kegiatan pembelajaranya pemerintah memberlakukan kebijakan Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan KTSP yang kemudian disempurnakan menjadi Kurikulum 2013. Kurikulum ini menekankan pembelajaran yang berbasis
kompetensi yaitu pembelajaran ke arah penciptaan dan peningkatan serangkaian kemampuan dan potensi siswa agar mampu mengantisipasi
tantangan dalam kehidupannya yang beraneka ragam. Pendidikan tidak lagi berpusat pada guru, tetapi berpusat kepada siswa karena guru bukanlah satu-
satunya sumber belajar. Dengan demikian, guru dapat memanfaatkan lingkungan siswa untuk memperoleh pengalaman belajar.
Kurikulum KTSP berorientasi pada tercapainya kompetensi siswa. Kompetensi siswa akan lebih mudah tercapai, apabila pembelajaran berpusat
pada siswa dan didukung konteks atau kenyataan di lingkungan yang dihadapinya. Tugas dan peran guru sesuai dengan KTSP adalah menjadi
fasilitator yang memberi kemudahan belajar kepada seluruh siswa untuk dapat mencapai kompetensi yang diharapkan Mulyasa, 2006:142. Guru
harus mampu memilih dan menggunakan model pembelajaran yang sesuai dengan kompetensi yang akan dicapai dan melibatkan siswa secara aktif
membangun sendiri pengetahuannya dalam pembelajaran. Guru harus
2
menciptakan kondisi dan lingkungan belajar yang kondusif dan
menyenangkan bagi siswa untuk belajar. Salah satu mata pelajaran dalam KTSP adalah IPA Ilmu Pengetahuan
Alam. IPA adalah pengetahuan yang rasional dan obyektif tentang alam semesta dengan segala isinya Hendro Darmodjo, 1992 : 3. Berdasarkan
pengertian tersebut, IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis. IPA bukan hanya sekedar penguasaan kumpulan
pengetahuan berupa fakta-fakta, konsep, atau prinsip tetapi juga sebuah proses untuk menemukan. Pengetahuan tentang alam hendaknya dibangun
sendiri oleh siswa melalui kegiatan belajarnya dengan mengamati maupun mengalami langsung fenomena-fenomena yang terjadi di alam. Hal ini sesuai
pendapat Sumaji 1998: 35 bahwa pembelajaran IPA ditujukan agar siswa mampu memahami dan menguasai konsep-konsep IPA serta keterkaitannya
dengan kehidupan nyata untuk memecahkan masalah. Oleh karena itu, proses pembelajaran IPA menekankan pada pemberian pengalaman langsung agar
siswa mengembangkan kompetensinya untuk memahami dan memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan alam sekitar.
Kenyataan yang terjadi di kelas VB SD Negeri Rejondani Kabupaten Sleman menunjukkan pembelajaran IPA masih berpusat pada guru. Guru
belum memberi kesempatan kepada siswa untuk belajar melalui kegiatan nyata, menyelidiki masalah-masalah yang berkaitan kehidupan sehari-hari
secara langsung. Pembelajaran lebih sering disampaikan melalui ceramah sehingga guru lebih aktif menyampaikan pelajaran, sedangkan siswa-siswa
3
cenderung pasif kecuali mendengarkan dan mencatat. Pembelajaran berlangsung searah. Metode ini menjadi kebiasaan dan menjadikan anak didik
kurang mandiri dalam belajar. Siswa-siswa menjadi kurang termotivasi untuk belajar. Guru memberikan pengetahuan IPA kepada siswa secara teoritis dan
abstrak, sedangkan siswa hanya menerima dan menghafalkan pengetahuan IPA yang disampaikan guru begitu saja.
Pembelajaran yang disampaikan melalui ceramah menjadikan objek belajar tampak abstrak atau tidak nyata sehingga menjadikan pelajaran IPA
juga kurang menarik. Hal ini menjadikan materi pelajaran sulit dipahami. Salah satu upaya yang dapat dilakukan guru untuk menarik perhatian siswa
dalam belajar IPA antara lain dengan mengaitkan materi yang disajikan dengan konteks kehidupan nyata sehari-hari yang dikenal siswa di
sekelilingnya atau dengan memberikan informasi manfaat materi yang sedang dipelajari bagi pengembangan kepribadian dan kemampuan siswa untuk
menyelesaikan masalah Cahya Prihandoko, 2006: 10. Permasalahan yang diangkat dari kehidupan anak lebih mudah dipahami oleh anak, karena nyata,
terjangkau oleh imajinasinya, dan dapat dibayangkan sehingga lebih mudah baginya untuk mencari kemungkinan penyelesaian menggunakan kemampuan
yang telah dimiliki Pitadjeng, 2006: 53-54. Pembelajaran yang didominasi oleh guru kelas bukan hanya berdampak
pada rendahnya motivasi belajar, tetapi juga rendahnya hasil belajar. Hasil belajar ini tampak dari masih banyaknya siswa yang mendapat nilai ulangan
di bawah KKM yang ditetapkan yaitu 75. Dengan demikian, perlu adanya
4
tindakan yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa dengan menerapkan pendekatan pembelajaran yang menjadikan siswa terlibat aktif dalam kegiatan
belajar Upaya yang telah dilakukan guru untuk memperbaiki proses
pembelajaran adalah dengan menggunakan metode demonstrasi dan penggunaan media, tetapi belum memberikan hasil yang optimalkarena
pembelajaran masih berpusat pada guru. Demonstrasi masih dilakukan sendiri oleh guru, sedangkan siswa belum diberi kesempatan untuk melakuakn
demonstrasi. Untuk itu, diperlukan suatu pendekatan pembelajaran IPA yang berpusat pada siswa student centered sehingga siswa dapat membangun
sendiri pengetahuannya. Oleh karena itu, peneliti mencoba melakukan pendekatan pembelajaran
sebagai salah satu upaya untuk memperbaiki proses pembelajaran IPA yang diharapkan akan mempengaruhi peningkatan hasil belajarnya dengan
menggunakan pendekatan CTL Contectual Teaching and Learning. Berdasarkan uraian di atas, diharapkan dengan penerapan pendekatan
pembelajaran Contextual Teaching and Learning CTL ini dapat meningkatkan penguasaan konsep pada materi pembelajaran IPA bagi siswa
yang ditandai dengan meningkatkan hasil belajar ranah kognitif siswa.
B. Identifikasi Masalah