70
“Menurut saya, Dalam membangun hubungan dengan guru, staf, dan siswa saya menilai kepala sekolah
perempuan biasanya memakai kata-kata yang halus dan hati-hati. Tapi pemimpin laki-laki lebih berani menegur,
jika ada kesalahan atau masalah
”.
Dari pernyataan di atas penulis berpendapat bahwa ciri kepribadian kepala sekolah perempuan yang
feminim telah berdampak pada bagaimana mereka berkomunikasi dalam berelasi dengan warga sekolah,
sedangkan kepala
sekolah laki-laki
dengan maskulinitasnya terpancar pada bagaimana cara
komunikasi lebih memakai bahasa yang bersifat langsung, perhatian kepada masalah yang di alami
guru, kadang-kadang terkesan hanya formalitas. Sedangkan kepala sekolah perempuan dalam menegur
dan memotivasi guru biasanya memakai bahasa yang sederhana, halus, dan hati-hati, sehingga para guru
seringkali merasa lebih dekat dan terbuka dengan kepala sekolah perempuan.
4.4.5. Kompetensi Sosial
Berelasi adalah indikator terpenting dalam implementasi kompetensi sosial. Dalam membangun
hubungan dengan orang lain, kepala sekolah laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan seperti yang
diungkapkan oleh guru senior perempuan bahwa:
“
Dalam hubungan sosial dengan orang lain kepala sekolah laki-laki lebih memakai pikiran, berbeda dengan kepala
71
sekolah perempuan yang lebih memakai perasaan, lebih sensitif, dan mudah tersinggung. Kalau diperhatikan antara
kepala sekolah laki-laki dan perempuan dalam rapat-rapat atau berbicara dengan orang tua murid atau guru, kepala
sekolah perempuan akan lebih berhati-hati, menjaga perasaan, dan ramah dengan orang lain
”.
Dari pernyataan di atas penulis berpendapat bahwa perbedaan nampak dalam pendekatannya. Laki-
laki lebih logis. Sedangkan kepala sekolah perempuan akan sangat berhati-hati dalam berbicara dengan orang
lain. Selain itu, kepala sekolah perempuan juga lebih peka ketika berpartisipasi dalam kegiatan sosial, seperti
yang diungkapkan oleh guru senior laki-laki bahwa:
“Ibu kepala sekolah sering membangun hubungan komunikasi dengan lingkungan di sekitar sekolah untuk
dapat memantau kepribadian murid-murid di luar sekolah, sehingga
dalam kegiatan-kegiatan
yang sering
dilaksanakan di sekitar lingkungan, sekolah akan ikut berpartisipasi
seperti misalnya
kerja bakti
untuk membersihkan lingkungan sekitar sekolah. Berbeda dengan
kepala sekolah kami yang dulu laki-laki, beliau jarang melaksanakan seperti yang dilakukan oleh ibu kepala
sekolah sekarang ini ”.
Dari pernyataan di atas penulis berpendapat bahwa dalam melaksanakan kompetensi sosial, dalam
kaitan dengan partisipasi kegiatan sosial masyarakat, kepala
sekolah perempuan
sering melakukan
hubungan kerjasama dengan masyarakat yang berada di sekitar lingkungan sekolah. Hal tersebut dilakukan
untuk dapat memonitoring kepribadian para murid di luar sekolah. Selain itu, kepala sekolah perempuan
72
bekerjasama dengan masyarakat melaksanakan kerja bakti
untuk membersihkan
lingkungan sekolah.
Kepekaan sosial terhadap orang atau kelompok lain, dalam
kenyataannya kepala
sekolah perempuan
dianggap lebih baik karena mereka sangat peka pada kesejahteraan
karyawan, guru
bahkan murid-
muridnya, seperti yang di sampaikan oleh kepala sekolah perempuan bahwa:
“Sebagai kepala sekolah perempuan, saya harus lebih peka dan sensitif terhadap bawahan, juga kepada murid-murid
saya. Kesejahteraan guru dan karyawan itu yang paling utama
bagi saya.
Kalau kepala
sekolah laki-laki,
yah …mereka juga pasti melakukan hal yang sama, tetapi
tidak seperti kami perempuan. Dari pengalaman saya sebelum menjadi kepala sekolah memang kepala sekolah
laki-laki kurang begitu perhatian terhadap masalah guru, karyawan
dan juga murid”.
Dari pernyataan di atas penulis berpendapat bahwa kepala sekolah perempuan memiliki perhatian
pada kesejahteraan guru dan karyawan. Kepala sekolah perempuan juga lebih sensitif terhadap bawahan,
terutama kepada murid-murid. Sementara kepala sekolah laki-laki dibandingkan dengan kepala sekolah
perempuan kurang perhatian dengan masalah-masalah bawahan.
73
4.5. Kesenjangan Keberadaan Kepala Sekolah Perempuan Berkaitan Dengan Budaya