68
sekolah. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh seorang guru senior bahwa:
“
Dalam pelaksanaan kewirausahaan, Bapak kepala sekolah lebih mempercayakan dan memberi tanggungjawab kepada
karyawan perempuan untuk mengelolah. Beliau Kepala sekolah nantinya akan memonitoring keuangan sebulan
sekali dan meminta pelaporannya ”.
Kepala sekolah laki-laki cenderung memberikan tanggungjawab kepada karyawan perempuan untuk
mengelolah. Kepala sekolah laki-laki hanya akan memonitoring keuangan bulanannya. Kepala sekolah
laki-laki lebih suka memberikan kepercayaan kepada orang agar dapat memonitoring dengan cepat.
4.4.4. Kompetensi Supervisi
Salah satu tugas dari kepala sekolah adalah memberikan
supervisi kepada
tenaga pendidik
menyangkut dengan tugas mereka. Kepala sekolah laki- laki memuji kompetensi supervisi kepala sekolah
perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Demikian pernyataannya:
“Saya senang melihat kemampuan Kepala sekolah perempuan
dalam merencanakan
program supervisi
akademik untuk meningkatkan profesionalisme guru yang sangat jauh berbeda bahkan lebih baik dari pada laki-laki.
mereka kepala sekolah perempuan perencanaannya lengkap, kepala sekolah perempuan menilai guru satu per
satu
”.
Dari hasil wawancara di atas dapat penulis simpulkan bahwa memang ada perbedaan dalam
69
perencanaan maupun pelaksanaan supervisi yang dilakukan oleh kepala sekolah laki-laki maupun kepala
sekolah perempuan.
Kepala sekolah
perempuan merencanakan
supervisi akademik
untuk meningkatkan profesionalisme para guru yang dipimpin
secara komprehensif.
Masing-masing guru
mendapatkan penilaian, indikator dan skoring yang jelas, demikian pula dalam melaksanakan supervisi
proses belajar mengajar kepala sekolah perempuan lebih jeli dan lengkap. Seperti yang di sampaikan oleh
kepala sekolah laki-laki bahwa:
“Dalam melaksanakan supervisi proses belajar mengajar ibu-ibu lebih jeli dan lengkap. Perempuan tidak suka
menggampangkan sesuatu
dalam melakukan
tugas supervisi.
Mungkin karena
mempunyai pengalaman
mengajar cukup lama. Lain dengan yang dilakukan oleh kepala
sekolah laki-laki,
tidak suka
berlama-lama melakukan supervisi
”.
Dari hasil wawancara di atas penulis berpendapat bahwa kepala sekolah perempuan lebih jeli dan lengkap
dalam merencanakan
supervisi proses
belajar mengajar dibandingkan dengan kepala sekolah laki-
laki. Kepala sekolah laki-laki mengakui bahwa pada umumnya mereka kurang sabar dan teliti dalam
melakukan supervisi. Relasi dengan orang lain juga berbeda antara kepala sekolah laki-laki dan perempuan
seperti yang di sampaikan oleh guru senior perempuan bahwa:
70
“Menurut saya, Dalam membangun hubungan dengan guru, staf, dan siswa saya menilai kepala sekolah
perempuan biasanya memakai kata-kata yang halus dan hati-hati. Tapi pemimpin laki-laki lebih berani menegur,
jika ada kesalahan atau masalah
”.
Dari pernyataan di atas penulis berpendapat bahwa ciri kepribadian kepala sekolah perempuan yang
feminim telah berdampak pada bagaimana mereka berkomunikasi dalam berelasi dengan warga sekolah,
sedangkan kepala
sekolah laki-laki
dengan maskulinitasnya terpancar pada bagaimana cara
komunikasi lebih memakai bahasa yang bersifat langsung, perhatian kepada masalah yang di alami
guru, kadang-kadang terkesan hanya formalitas. Sedangkan kepala sekolah perempuan dalam menegur
dan memotivasi guru biasanya memakai bahasa yang sederhana, halus, dan hati-hati, sehingga para guru
seringkali merasa lebih dekat dan terbuka dengan kepala sekolah perempuan.
4.4.5. Kompetensi Sosial