Variabel Penelitian Pengembangan Bahan Ajar

Sebelum soal tes disusun, kisi-kisi soal dibuat terlebih dahulu, dilanjutkan dengan menentukan kriteria penskoran yang akan digunakan untuk mengukur kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa. Tes kemampuan pemahaman matematis siswa disusun sedemikian rupa sehingga siswa menjawab sesuai dengan indikator kemampuan pemahaman matematis yang dimaksud yaitu menyajikan konsep dalam berbagai macam bentuk representasi matematika, memberikan contoh dan bukan contoh dari suatu konsep, dan menerapkan konsep secara algoritma. Tes kemampuan komunikasi matematis disusun sedemikian rupa sehingga siswa menjawab sesuai dengan indikator kemampuan komunikasi matematis yang dimaksud yaitu kemampuan siswa dalam menyatakan suatu situasi dengan gambar, tabel atau grafik, kemampuan siswa dalam menjelaskan ide atau situasi dengan kata-kata sendiri, dan kemampuan siswa dalam menyatakan suatu situasi ke dalam bentuk model matematika. Kriteria pemberian skor, baik untuk tes pemahaman maupun komunikasi, berpedoman pada Holistic Scoring Rubrics yang dikemukakan oleh Cai, Lane, dan Jakabcsin Ansari, 2004 sebagai berikut: Tabel 3.1 Kriteria Skor Kemampuan Pemahaman Matematis Skor Kriteria 4 Menunjukkan kemampuan pemahaman: a. Penggunaan konsep dan prinsip terhadap soal matematika secara lengkap b. Penggunaan algoritma secara lengkap dan benar, dan melakukan perhitungan dengan benar 3 Menunjukkan kemampuan pemahaman: a. Penggunaan konsep dan prinsip terhadap soal matematika hampir lengkap b. Penggunaan algoritma secara lengkap, namun mengandung sedikit kesalahan dalam perhitungan 2 Menunjukkan kemampuan pemahaman: a. Penggunaan konsep dan prinsip terhadap soal mattematika kurang lengkap b. Penggunaan algoritma, namun mengandung perhitungan yang salah 1 Menunjukkan kemampuan pemahaman: a. Penggunaan konsep dan prinsip terhadap soal matematika sangat terbatas b. Jawaban sebagian besar mengandung perhitungan yang salah Tidak ada jawaban, kalaupun ada tidak menunjukkan pemahaman konsep dan prinsip terhadap soal matematika Tabel 3.2 Kriteria Skor Kemampuan Komunikasi Matematis Skor Menulis Written Text Menggambar Drawing Ekspresi matematis Mathematical Expression Tidak ada jawaban, kalaupun ada menunjukkan tidak memahami konsep sehingga informasi yang diberikan tidak berarti apa-apa 1 Hanya sedikit dari penjelasan yang benar Gambar, diagram, atau tabel yang dibuat hanya sedikit yang benar Hanya sedikit dari model matematika yang benar 2 Penjelasan secara matematis masuk akal, namun hanya sebagian lengkap dan benar Membuat gambar, diagram, atau tabel namun kurang lengkap dan benar Membuat model matematika dengan benar dan melakukan perhitungan, namun ada sedikit kesalahan atau salah dalam mendapatkan solusi 3 Penjelasan secara matematis masuk akal dan benar, meskipun tidak tersusun secara logis dan ada sedikit kesalahan Membuat gambar, diagram atau tabel dengan lengkap dan benar Membuat model matematika dengan benar, melakukan perhitungan, dan mendapatkan solusi secara lengkap dan benar 4 Penjelasan secara matematis masuk akal, benar, dan tersusun secara logis Skor maksimal: 4 Skor maksimal: 3 Skor maksimal: 3 Agar memenuhi syarat sebagai instrumen yang baik, soal tes diujicobakan terlebih dahulu kepada siswa lain yang tidak menjadi sampel penelitian. Hasil uji coba tersebut dianalisis untuk mengetahui validitas, reliabilitas, indeks kesukaran, dan daya pembeda.

3.5.1.1 Analisis Validitas

Validitas merupakan tingkat keabsahan atau ketepatan suatu tes. Suatu instrumen dikatakan valid absah atau sahih bila instrumen itu mampu mengevaluasi apa yang seharusnya dievaluasi Suherman dan Kusumah, 1990. Validitas suatu instrumen hendaknya dilihat dari berbagai aspek. Dalam penelitian ini, analisis penelitian yang dilakukan meliputi validitas isi dan validitas butir soal. Validitas isi berkenaan dengan ketepatan materi yang dievaluasikan. Dengan kata lain, materi yang dipakai sebagai alat evaluasi merupakan sampel representatif dari pengetahuan yang harus dikuasai siswa Suherman dan Kusumah, 1990. Validitas isi yang dinilai adalah kesesuaian antara butir soal dengan kisi-kisi soal, penggunaan bahasa atau gambar dalam soal, dan kebenaran materi atau konsep, kemudian hasilnya dikonsultasikan dengan dosen pembimbing. Validitas butir soal digunakan untuk mengetahui dukungan suatu butir soal terhadap skor total. Dengan demikian, dari hasil perhitungan validitas ini dapat diselidiki lebih lanjut butir-butir soal yang mendukung dan yang tidak mendukung. Dukungan setiap butir soal dinyatakan dalam bentuk korelasi, sehingga untuk mendapatkan validitas butir soal bisa digunakan rumus Product Moment Pearson, yaitu: r xy = ∑ . – ∑ ∑ ∑ ∑ ∑ ∑ , dengan: r xy = koefisien validitas, x i = skor butir soal, y i = skor total, n = jumlah siswa. Hasil perhitungan koefisien korelasi diinterpretasikan dengan menggunakan klasifikasi koefisien validitas yang dapat dilihat pada Tabel 3.3. Tabel 3.3 Klasifikasi Koefisien Validitas Besarnya r xy Klasifikasi 0,80 r xy ≤ 1,00 Validitas sangat tinggi sangat baik 0,60 r xy ≤ 0,80 Validitas tinggi baik 0,40 r xy ≤ 0,60 Validitas sedang cukup 0,20 r xy ≤ 0,40 Validitas rendah kurang 0,00 r xy ≤ 0,20 Validitas sangat rendah r xy ≤ 0,00 Tidak valid Sumber: Suherman dan Kusumah, 1990. Kemudian untuk mengetahui apakah antara dua variabel, dalam hal ini adalah skor butir soal dan skor total, terdapat hubungan dependen atau tidak terdapat hubungan independen, dilakukan tes siginifikan korelasi dengan uji-t. Hipotesis nol yang diuji adalah kedua variabel independen, sedangkan hipotesis alternatifnya adalah kedua variabel dependen. Uji-t yang digunakan yaitu: t hitung = r xy , Sudjana 2005, dengan: n = jumlah siswa, r xy = koefisien validitas, Untuk taraf signifikan = 0,05, H diterima jika –t tabel t hitung t tabel , selain itu H ditolak. Hasil perhitungan dan interpretasi validitas butir soal tes kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis dapat dilihat pada Tabel 3.4. Tabel 3.4 Hasil Perhitungan dan Interpretasi Validitas Tes Jenis Tes No Soal Koefisien Korelasi r xy Interpretasi Koefisien Validitas t hitung t tabel Kesimpu lan Kemampuan Pemahaman Matematis 1 0,740 Tinggi 6,026 1,697 Valid 3 0,692 Tinggi 5,250 1,697 Valid 5 0,750 Tinggi 6,210 1,697 Valid 7 0,679 Tinggi 5,066 1,697 Valid 9 0,678 Tinggi 5,052 1,697 Valid Kemampuan Komunikasi Matematis 2 0,751 Tinggi 6,229 1,697 Valid 4 0,791 Tinggi 7,081 1,697 Valid 6 0,841 Tinggi 8,514 1,697 Valid 8 0,711 Tinggi 5,538 1,697 Valid 10 0,724 Tinggi 5,748 1,697 Valid

3.5.1.2 Analisis Reliabilitas

Reliabilitas soal merupakan ukuran yang menyatakan tingkat keajegan atau kekonsistenan dari soal tes. Menurut Suherman dan Kusumah, 1990, suatu alat evaluasi dikatakan reliabel jika hasil evaluasi tersebut relatif tetap jika digunakan untuk subjek yang sama pada waktu yang berbeda. Tes di dalam penelitian ini berbentuk uraian, sehingga perhitungan reliabiltas tes menggunakan rumus Cronbach’s Alpha, yaitu: r 11 = 1 − ∑ , Suherman dan Kusumah, 1990, dengan: r 11 = derajat reliabilitas, n = jumlah butir soal, 2 = variansi skor butir soal, 2 = variansi skor total. Perhitungan derajat reliabilitas soal dilakukan dengan menggunakan program Anates. Hasil perhitungan derajat reliabilitas kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan klasifikasi derajat reliabilitas yang dapat dilihat pada Tabel 3.5. Tabel 3.5 Klasifikasi Derajat Reliabilitas Besarnya r 11 Klasifikasi r 11 ≤ 0,20 Derajat reliabilitas sangat rendah 0,20 r 11 ≤ 0,40 Derajat reliabilitas rendah 0,40 r 11 ≤ 0,70 Derajat reliabilitas sedang 0,70 r 11 ≤ 0,90 Derajat reliabilitas tinggi 0,90 r 11 ≤ 1,00 Derajat reliabilitas sangat tinggi Sumber: Suherman dan Kusumah 1990 Hasil perhitungan dan interpretasi derajat reliabilitas tes soal kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis dapat dilihat pada Tabel 3.6. Tabel 3.6 Hasil Perhitungan dan Derajat Reliabiltas Tes Jenis Tes Derajat Reliabilitas Kategori Pemahaman Matematis 0,71 Tinggi Komunikasi Matematis 0,78 Tinggi

3.5.1.3 Analisis Daya Pembeda

Daya pembeda suatu butir soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara siswa yang pandai menguasai materi yang ditanyakan dengan siswa yang kurang pandai belum tidak menguasai materi yang ditanyakan. Daya pembeda suatu butir soal menyatakan seberapa jauh kemampuan butir soal tersebut mampu membedakan antara siswa yang dapat menjawab soal dan siswa yang tidak dapat menjawab soal Suherman dan Kusumah, 1990. Daya pembeda dihitung dengan membedakan subjek menjadi dua kelompok setelah diurutkan menurut peringkat perolehan skor hasil tes. Kelompok itu adalah 50 kelompok atas dan 50 kelompok bawah. Rumus yang digunakan untuk daya pembeda tiap butir soal sebagai berikut: DP = atau DP = Suherman dan Kusumah, 1990, dengan: DP = Daya pembeda JB A = Jumlah siswa kelompok atas yang menjawab soal dengan benar, JB B = Jumlah siswa kelompok bawah yang menjawab soal dengan benar, JS A = Jumlah siswa kelompok atas, JS B = Jumlah siswa kelompok bawah. Hasil perhitungan daya pembeda diinterpretasikan dengan menggunakan klasifikasi daya pembeda yang dapat dilihat pada Tabel 3.7. Tabel 3.7 Klasifikasi Daya Pembeda Besarnya DP Klasifikasi DP ≤ 0,00 Sangat jelek 0,00 DP ≤ 0,20 Jelek 0,20 DP ≤ 0,40 Cukup 0,40 DP ≤ 0,70 Baik 0,70 DP ≤ 1,00 Sangat Baik Sumber: Suherman dan Kusumah 1990 Hasil perhitungan dan interpretasi daya pembeda soal tes kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis dapat dilihat pada Tabel 3.8. Tabel 3.8. Hasil Perhitungan dan Interpretasi Daya Pembeda Jenis Tes No Soal Daya Pembeda Kategori Pemahaman Matematis 1 0,50 Baik 3 0,69 Baik 5 0,44 Baik 7 0,44 Baik 9 0,56 Baik Komunikasi Matematis 2 0,38 Cukup 4 0,50 Baik 6 0,47 Baik 8 0,38 Baik 10 0,34 Baik

3.5.1.4 Analisis Indeks Kesukaran

Analisis indeks kesukaran tiap butir soal dihitung berdasarkan jawaban seluruh siswa yang mengikuti tes. Skor hasil tes yang diperoleh siswa diklasifikasikan atas benar dan salah seperti pada analisis daya pembeda. Rumus yang digunakan untuk menghitung indeks kesukaran adalah sebagai berikut: IK = , Suherman dan Kusumah, 1990 dengan: IK = Indeks Kesukaran, JB A = Jumlah siswa kelompok atas yang menjawab soal dengan benar, JB B = Jumlah siswa kelompok bawah yang menjawab soal dengan benar, JS A = Jumlah siswa kelompok atas, JS B = Jumlah siswa kelompok bawah. Hasil perhitungan indeks kesukaran diinterpretasikan dengan menggunakan klasifikasi indeks kesukaran yang dapat dilihat pada Tabel 3.9. Tabel 3.9 Klasifikasi Indeks Kesukaran Besarnya IK Klasifikasi IK = 0,00 Soal terlalu sukar 0,00 IK ≤ 0,30 Soal sukar 0,30 IK ≤ 0,70 Soal sedang 0,70 IK 1,00 Soal mudah IK = 1,00 Soal terlalu mudah Sumber: Suherman dan Kusumah 1990 Hasil perhitungan indeks kesukaran soal tes kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis yang telah diujicobakan dapat dilihat pada Tabel 3.10. Tabel 3.10 Hasil Perhitungan dan Interpretasi Indeks Kesukaran Jenis Tes No Soal Indeks Kesukaran Kategori Kemampuan Pemahaman Matematis 1 0,50 Sedang 3 0,53 Sedang 5 0,47 Sedang 7 0,41 Sedang 9 0,41 Sedang Kemampuan Komunikasi Matematis 2 0,63 Sedang 4 0,50 Sedang 6 0,47 Sedang 8 0,38 Sedang 10 0,34 Sedang

3.5.2 Lembar Observasi

Lembar observasi diberikan kepada pengamat untuk memperoleh gambaran secara langsung aktivitas belajar siswa dan bertujuan untuk membuat refleksi terhadap proses pembelajaran dan keterlaksanaan model pembelajaran kooperatif dengan teknik TPS.

3.5.3 Angket untuk Siswa

Angket adalah sekumpulan pernyataan atau pertanyaaan yang harus dilengkapi oleh responden dengan memilih jawaban, atau menjawab pertanyaan melalui jawaban yang sudah disediakan, atau melengkapi kalimat dengan jalan mengisi Ruseffendi, 2003. Angket dalam penelitian ini digunakan untuk mengungkap respon yang berkenaan dengan pembelajaran matematika, pembelajaran kooperatif dengan teknik TPS, dan pengaruh pembelajaran kooperatif dengan teknik TPS terhadap kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis. Angket ini dibuat dengan berpedoman pada bentuk skala Likert dengan empat pilihan jawaban. Tes skala sikap ini diberikan kepada siswa kolompok eksperimen setelah semua kegiatan pembelajaran berakhir yaitu setelah postes. Agar pernyataan dalam angket ini memenuhi persyaratan yang baik, maka terlebih dahulu meminta pertimbangan dosen pembimbing untuk memvalidasi isi setiap itemnya. Pada angket disediakan empat skala pilihan yaitu: Sangat Setuju SS, Setuju S, Tidak Setuju TS dan Sangat Tidak Setuju STS. Pilihan netral N tidak digunakan, untuk menghindari jawaban aman, sekaligus mendorong siswa untuk menunjukkan keberpihakannya terhadap pernyataan yang diajukan. Angket yang digunakan terdiri dari 21 pernyataan yang menggabungkan antara pernyataan positif dan negatif. Pernyataan positif dan negatif ini bertujuan agar jawaban siswa menyebar, tidak menuju pada satu arah saja di samping itu untuk menjaring kekonsistenan siswa dalam memberikan respon. Angket sikap diisi kelompok eksperimen setelah melaksanakan postes.

3.5.4 Angket untuk Guru

Angket diberikan kepada guru untuk dimintai tanggapannya tentang pembelajaran kooperatif dengan teknik TPS yang digunakan selama penelitian. Guru diminta tanggapannya tentang model pembelajaran pembelajaran kooperatif dengan teknik TPS, saran dan kritikan yang dilakukan dalam penelitian. Pemberian angket diberikan setelah seluruh proses penelitian dilakukan. Angket diberikan kepada guru matematika di sekolah tempat penelitian yang bertindak sebagai pengamat.

3.6 Pengembangan Bahan Ajar

Bahan ajar yang digunakan dalam penelitian ini berisi tugas-tugas yang harus diselesaikan oleh siswa dan mengerjakannya dalam diskusi kelompok. Selain itu, tugas-tugas disusun sedemikian rupa sehingga bisa memenuhi indikator-indikator kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis yang ditentukan dalam penelitian ini. Materi yang dipilih dalam penelitian ini adalah materi kelas VIII SMP yaitu pokok bahasan fungsi. Materi ini merujuk pada Kurikulum 2006.

3.7 Prosedur Pelaksanaan Penelitian

3.7.1 Tahap Persiapan Penelitian

Tahap ini diawali dengan kegiatan studi kepustakaan mengenai kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis siswa dengan pembelajaran kooperatif dengan teknik TPS. Kemudian dilanjutkan dengan menyusun instrumen yang disertai dengan proses bimbingan dengan dosen pembimbing, mengujicobakan instrumen penelitian, mengolah data hasil uji coba, dan membuat rencana pembelajaran untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol.

3.7.2 Tahap Pelaksanaan Penelitian

Pada tahap ini, kegiatan diawali dengan menentukan sekolah yang akan dijadikan tempat penelitian. Kemudian menentukan dua kelas VIII yang memiliki kemampuan homogen. Dilanjutkan dengan penentuan kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kegiatan selanjutnya adalah mengadakan pretes pada kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk mengetahui kemampuan awal siswa mengenai kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis. Setelah pretes dilakukan, dilanjutkan dengan melaksanakan pembelajaran kooperatif dengan teknik TPS pada kelas eksperimen dan pembelajaran konvensional pada kelas kontrol. Pada kelas eksperimen, selama pembelajaran berlangsung dilakukan observasi. Bertindak sebagai observer adalah guru matematika di sekolah. Setelah seluruh kegiatan pembelajaran selesai, dilakukan postes pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Selain postes, kepada siswa kelas eksperimen juga diberikan angket untuk siswa. Kepada guru matematika yang bertindak sebagai observer pada penelitian ini, diberikan Angket untuk guru. Sebagai kegiatan akhir adalah menganalis data yang diperoleh dan membuat kesimpulan. Keseluruhan rangkaian kegiatan penelitian mulai dari awal hingga akhir disajikan pada Gambar 3.1 berikut.

Dokumen yang terkait

Perbedaan hasil belajar biologi antara siswa yang menggunakan pembelajaran kooperatif teknik think pair share dan teknik think pair squre

0 4 174

Pengaruh Metode Write Pair Switch Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Berdasarkan Tingkat Kemampuan Kognitif

10 55 143

Penerapan model pembelajaran cooperative teknik think pair square (Tps) dalam meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran fiqih kelas VIII H di Mts pembangunan uin Jakarta

0 15 161

PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DAN THINK PAIR SHARE (TPS).

0 4 44

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMA NEGERI 6 PADANGSIDIMPUAN MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK-PAIR-SHARE (TPS) BERBANTUAN AUTOGRAPH.

0 5 32

PERBEDAAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS DAN SIKAP SISWA YANG DIBERI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE DENGAN TIPE THINK PAIR SQUARE PADA SMP NEGERI PEMATANG SIANTAR.

0 3 46

PERBEDAAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN KOMUNIKASI MATEMATIS ANTARA SISWA YANG DIBERI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK-PAIR-SQUARE DENGAN THINK-PAIR-SHARE.

0 2 24

PERBEDAAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK-PAIR-SQUARE MENGGUNAKAN AUTOGRAPH DENGAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK-PAIR-SQUARE TANPA AUTOGRAPH.

0 1 28

KEMAMPUAN PEMAHAMAN, BERPIKIR KRITIS, DAN DISPOSISI MATEMATIS SISWA SMA MELALUI STRATEGI PEMBELAJARAN THINK-PAIR-SQUARE-SHARE DENGAN PENDEKATAN INDUKTIF-DEDUKTIF.

0 2 46

MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIKA SISWA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE ‘THINK- PAIR-SQUARE’ DI SMP NEGERI 1 YOGYAKARTA DENGAN TOPIK

0 7 279