commit to user 26
BAB II PROFIL DAN POTENSI OBJEK WISATA CANDI SUKUH
A. Profil Objek Wisata Candi Sukuh
1. Candi Sukuh
Candi Sukuh adalah sebuah candi Hindu yang terletak di Dusun Sukuh, di lereng Gunung Lawu, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar,
Jawa Tengah. Bagi masyarakat modern, candi sukuh termasuk candi yang luar biasa. Di gerbang utama candi ini dilukiskan secara vulgar alat kelamin
laki-laki penis dan alat kelamin perempuan vagina dal am keadaan “siap
tempur”. Oleh sebab itu, orang sering menyatakan Candi Sukuh sebagai “candi jorok, candi porno, candi saru, atau candi norak, candi seks”. Namun
pandangan seperti itu adalah sebuah pandangan yang sama sekali tidak benar. Candi Sukuh adalah sebuah candi sakral dengan bentuk arsitek mirip
piramida. Kehadiran lukisan penis dan vagina di dasar pintu masuk candi merupakan ajaran bahwa manusia harus mengenal ”asal-usul dumadi” yang
tidak lain berasal dari air mani yang kemudian berproses di rahim ibu. Hal inilah yang hampir diajarkan oleh setiap ajaran agama di dunia manapun agar
manusia tidak sombong karena berasal dari setitik air mani yang memancar. Candi Sukuh adalah candi yang menarik dari segi tata arsitektur. Candi
tersebut mengambil bentuk piramida mirip dengan bentuk kuil di Inca, Meksiko atau piramit Mesir.
commit to user 27
Candi Sukuh juga memunculkan unsur-unsur Indonesia asli dan hal ini tergambar dalam relief-relief yang relief-relief tersebut bersumber dari teks-
teks Jawa Kuna dan Jawa Tengahan Garudeya, Wirataparwa, Sudamala, Bima Suci, dan Gatotkacasraya. Candi Sukuh adalah candi dari masa Hindu
yang di dalamnya bercampur antara kebudayaan prasejarah Jawa dengan kebudayaan Hindu. Di dalam Candi Sukuh muncul unsur-unsur Indonesia asli
yang pada masa kejayaan Majapahit tenggelam akibat dominasi kebudayaan Hindu.
Bentuk arsitektur dan tata ruang Candi Sukuh berkaitan dengan makna simbolis yang menunjukan adanya pergeseran filosofi dari pemujaan dewa-
dewa India ke pemujaan dewa-dewa kesuburan dalam kepercayaan lokal. Sebagai misal, pergeseran pemujaan dewa Siwa ke tokoh manusia Sadewa
yang tercermin dalam teks Sudamala Jawa Tengahan yang kemudian dijadikan dasar cerita ruwatan. Pergeseran ini juga tampak pada
kemenonjolan tokoh garuda daripada tokoh Wisnu dalam teks Garudeya Wirataparwa. Pergeseran lain tampak pula pada piktogram Bima dan Dewa
Ruci yang merupakan teks tentang kemenonjolan perjuangan spiritual Bima dalam mencari air suci her banyu adi tirta wening dibanding perjuangan
lahiriah peperangan.
commit to user 28
Untuk memahami Candi Sukuh perlu memahami teks-teks dari masanya, di antaranya seperti:
1. Teks Samodramantana yang mengisahkan para dewa menguras
lautan untuk mendapatkan air amerta. 2.
Teks Sudamala yang mengisahkan Sudamala atau Sadewa yang berhasil meruwat Uma Istri dewa Siwa yang dikutuk menjadi Durga
raksasa siluman perempuan yang menakutkan. 3.
Teks Gatotkacasraya yang mengisahkan Gatotkaca ketika membantu perkawinan Abimanyu.
4. Nawa Ruci Bima Suci yang mengisahkan Bima ketika mencari air
suci dan ditengah lautan harus mengalahkan naga Sembur Nawa. Setelah tewasnya naga semburnawa, maka Dewa dijumpai Dewa Ruci
yang menjelaskan tentang asal-usul dumadi. 5.
Cerita Panji yang mengisahkan Panji berjuang untuk menemukan istrinya sehingga terjadilah suatu kisah romantis penuh liku-liku
Zoetmulder, 1985 ; 56. Sebagian besar candi-candi di Jawa, khususnya yang dibangun mulai
abad ke-9, di dinding-dindingnya selalu dipahatkan relief dari teks-teks darmasastra. Relief yang paling spektakuler adalah relief Candi Prambanan
yang memahatkan teks darmasastra Ramayana. Relief Candi Sukuh menyajikan relief dari teks-teks yang memiliki nilai lokal dan bukan teks
commit to user 29
darmasastra, melainkan teks-teks yang dalam cerita pewayangan Jawa dikenal sebagai teks carangan. Pergeseran relief dari teks darmasastra ke teks-teks
carangan berkaitan dengan pergeseran nilai dalam masyarakat Jawa abad ke- 15. Di antara teks-teks yang kemudian disebut sebagai teks-teks Jawa
Tengahan dalam ekspresi kidung bukan kakawin adalah Dewaruci, Sudamala, Kidung Subrata, Panji Anggraeni, dan Sri Tanjung. Sutarjo,
2008 ; 15. Candi Sukuh sudah banyak dikaji para ahli sejak awal abad ke-19.
Penelitian tentang Candi Sukuh dirintis oleh Raflles pada tahun 1817 dalam bukunya History of Java. Penelitian ini dilanjutkan oleh peneliti-peneliti lain,
di antaranya sebagai berikut. Kajian tentang candrasengkala dan prasasti yang terdapat pada Candi Sukuh telah dilakukan oleh Van der Vlis pada tahun
1843. Menurut Vlis dalam bukunya Incription van de Candi Sukuh, relief-
relief tertentu di Candi Sukuh mengandung angka tahun Saka yang dikenal dengan candrasengkala. Di antaranya, di awal gapura paling bawah terdapat
relief raksasa yang memakan manusia yang dapat dinyatakan sebagai candrasengkala “gapura buto amangan wong” yang bermakna 1359 Saka
atau 1437 Masehi. Dari candrasengkala tersebut diketahui bahwa Candi Sukuh tidak
dibangun bersamaan, melainkan setahap demi setahap. Hal ini tampak pada
candra sengakala di candi utama yang berbunyi “katur karungu kram purusa”
yang bermakna tahun 1362 Saka tau1440 Masehi. Menurut kajian Van der Vlis, di Candi Sukuh ditemukan candrasengkala berupa patung manusia
commit to user 30
garuda yang berdiri sendiri di Halalaman ketiga. Patung tersebut berjumlah dua buah berbetuk burung garuda. Akan tetapi, kedua patung itu berbeda.
Patung yang satu bersayap, berbadan, berkaki, seperti manusia manusia- garuda serta ada angka tahun 1362 Saka 1440 M sedangkan yang lainnya
berstilir manusia, tetapi tidak bertangan serta tidak mengandung inskripsi Diparta Karanganyar, 2010 ; 18. Penelitian tentang Candi Sukuh tersebut
dilanjutkan oleh Muusses 1929 yang meneliti Sang Awikramawardhana sebagai saat-saat akhir Majapahit yang kemungkinan membangun Candi
Sukuh. Stutterheim 1925 meneliti tentang relief Ramayana di Indonesia.
Sesuatu yang menarik perhatian Stutterheim di Candi Sukuh adalah relief tentang garuda yang mencengkeram gajah dan kura-kura untuk dimakan.
Kisah ini adalah kisah garuda dalam mencari air amrta yang dalam tradisi Jawa terjelma juga dalam kisah Bima mencari air suci Nawa Ruci. Tindakan
garuda memakan gajah dan kura-kura ternyata merupakan bentuk ruwatan karena gajah dan kura-kura adalah sebuah makhluk yang terkena kutukan
kemudian dimakannya gajah dan kura-kura tersebut justru menjadikannya kembali ke bentuk aslinya sebagai dewa hlm 23. Candi Sukuh juga
mempertemukan tradisi Mahabharata dan Ramayana. Menurut kajian Stuterheim, di Candi Suku terdapat relief yang menggambarkan Arjuna
dengan bendera perangnya bergambar kera. Di pihak lain, terdapat relief Hanoman yang sedang menghadapi seseorang yang sedang tafakur.
commit to user 31
Bernet Kempers telah meneliti seni-seni yang ada di Indonesia klasik 1959. Dijelaskan bahwa relief vagina dan phalus secara naturalistik di Candi
Sukuh adalah gambaran peristiwa mistik yang berkaitan dengan kesuburan dan kemakmuran. Di Candi Sukuh digambarkan juga adanya Dwarapala yang
menyimpang dari gaya India dan muncul dengan langgam prasejarah Casparis tentang inskripsi 1950 yang di dalamnya Casparis membahas sedikti tentang
prasasti di dalam Candi Sukuh yang pada umumnya prasasti tersebut sudah rusak dan sulit dibaca, meskipun prasasti tersebut muncul pada abad ke-14.
Kesadaran tentang keunikan Candi Sukuh dengan candi-candi lainnya seperti Candi Borobudur, Prambanan, Plaosan dan candi-candi di Jawa Tengah pada
umumnya telah dikemukanan oleh Sri Sugiyanti 2006. Menurut Sri Sugiyanti, yang membedakan Candi Sukuh dengan candi
lainnya terutama terletak pada bentuk arsitektur, tokoh-tokoh, dan relief-relief yang dipahatkan. Dari uraian di atas tampak bahwa aspek arsitektur dan tata
ruang Candi Sukuh belum banyak dikaji orang. Unsur yang banyak dikaji adalah aspek naratif relief. Kesulitan pengkajian aspek arsitektur dan tata
ruang Candi Sukuh karena candi tersebut sudah menyimpang dari tuntunan percandian India.
Percandian India diatur dalam Vastusastra yang dihitung berdasar diagram-diagram yang disebut vastupursamandala. Sementara itu, Candi
Sukuh menunjukkan konsep-konsep lokal mengenai ruwatan dan sangkan paran yang di dalamnya banyak dipengaruhi oleh paham filosofi asli Jawa.
commit to user 32
Perubahan konsep tata ruang dan arsitektur Candi Sukuh menyimpang dari pola India memiliki alasan sosial dan kultural. Sukatno 2003 menjelaskan
bahwa konsep mandala suatu candi tidak hanya berkait dengan konteks arsitektural bangunan candi yang suci.
Bangunan ini segera terasa pada amplifikasi penokohan relief-relief Candi Sukuh yang mengangkat tokoh Sadewa. Padahal, tokoh tersebut di
dalam Mahabharata India adalah tokoh pendukung setelah Arjuna. Mengenai cerita yang mendasari relief, Candi Sukuh pernah dibahas oleh
Callenfels 1925 yang membahas relief-relief yang ada hubungannya dengan Kisah Sudamala. Cerita Sudamala tersebut kemudian juga dibahas panjang
lebar oleh Zoetmulder 1974 dalam bukunya Kalangwan yang menyoroti secara mendalam Kisah Sudamala dari sisi filologis dan sastra. Relief Candi
Sukuh dan Kisah Sudamala pernah juga dibahas oleh Sri Mulyono 1978 ketika membahas mengenai tokoh Semar. Menurut Sri Mulyono, di Candi
Sukuh tokoh Semar pertama-tama muncul dalam relief. Candi Sukuh juga disinggung oleh Holt 19672000 bahwa di kedua candi tersebut muncul
unsur-unsur prehistoris dan penyajian alat seks secara vulgar. Arca-arca di Candi Sukuh mencerminkan nenek moyang masa purba.
2. Sejarah Singkat Penemuan Candi Sukuh