commit to user 38
Trap kedua ini lebih tinggi daripada trap pertama dengan pelataran yang lebih luas. Terdapat jejeran tiga tembok dengan pahatan-pahatan
relief yang menggambarkan peristiwa sosial yang menonjol di masyarakat sekitar pada saat pembangunan Candi Sukuh, relief ini disebut relief Pande
Besi. Relief sebelah selatan menggambarkan seorang wanita berdiri di depan tungku pemanas besi, kedua tangannya memegang tangkai
“ububan” peralatan mengisi udara pada pande besi. Pande besi adalah pengrajin yang membuat peralatan untuk menunjang kehidupan, seperti
alat-alat pertanian, alat rumah tangga dan lain-lain.
c. Teras ketiga
Pada teras ketiga ini terdapat pelataran besar dengan candi induk dan beberapa relief di sebelah kiri serta patung-patung di sebelah kanan.
Apabila ingin mendatangi candi induk yang suci ini, maka batuan berundak yang relatif lebih tinggi daripada batu berundak sebelumnya
harus dilalui. Selain itu lorongnya juga sempit. Konon arsitektur ini sengaja dibuat demikian, sebab candi induk yang mirip dengan bentuk
vagina ini, memang dibuat untuk menguji keperawanan para gadis.
Menurut cerita, jika seorang gadis yang masih perawan mendakinya, maka selaput daranya akan robek dan berdarah. Namun apabila ia tidak
perawan lagi, maka ketika melangkahi batu undak ini, kain yang dipakainya akan robek dan terlepas.
commit to user 39
Relief pada sebelah utara menggambarkan seorang laki-laki sedang duduk dengan kaki selonjor. Di depannya tergolek senjata-senjata tajam
seperti keris, tumbak dan pisau. Trap Ketiga ini trap tertinggi yang merupakan trap paling suci. Tepat di bagian tengah candi utama terdapat
sebuah bujur sangkar yang merupakan tempat menaruh sesajian, untuk membakar kemenyan, dupa dan hio.
Dengan struktur bangunan seperti ini, Candi Sukuh dikatakan menyalahi pola dari buku arsitektur Hindu Wastu Widya. Di dalam buku
arsitektur Hindu Wastu Widya diterangkan bahwa bentuk candi harus bujur sangkar dengan pusat persis di tengah-tengahnya, dan yang ditengah
itulah tempat yang paling suci. Sedangkan ikwal Candi Sukuh ternyata menyimpang dari aturan-aturan itu, hal tersebut bukanlah suatu yang
mengherankan, sebab ketika Candi Sukuh dibuat, era kejayaan Hindu sudah memudar, dan mengalami pasang surut, sehingga kebudayaan asli
Indonesia terangkat ke permukaan lagi yaitu kebudayaan prahistori jaman Megalithic, sehingga mau tak mau budaya-budaya asli bangsa Indonesia
tersebut ikut mewarnai dan memberi ciri pada candhi Sukuh ini.
Karena trap ketiga ini trap paling suci, maka ditempat ini banyak terdapat petilasan-petilasan. Seperti halnya trap pertama dan kedua,
pelataran trap ketiga ini juga dibagi dua oleh jalan setapa yang terbuat dari batu. Jalan batu di tengah pelataran candi ini langka ditemui di candi-candi
commit to user 40
pada umumnya. Model jalan seperti itu hanya ada di “bangunan suci”
prasejarah jaman Megalithic.
Kemudian pada bagian kiri candi induk terdapat serangkaian relief- relief yang merupakan mitologi utama Candi Sukuh dan telah
diidentifikasi sebagai relief cerita Kidung Sudamala. Sudamala adalah salah satu 5 ksatria Pandawa atau yang dikenal dengan Sadewa. Disebut
Sudamala suda artinya: bersih, mala berarti: dosa sebab Sadewa telah berhasil “ngruwat” Bathari Durga yang mendapat kutukan dari Batara
Guru karena perselingkuhannya. Sadewa berhasil “ ngruwat ” Bethari Durga yang semula adalah raksasa
betina bernama Durga atau sang Hyang Pramoni kembali ke wajahnya yang semula, yakni seorang bidadari di kayangan dengan nama bethari
Uma Sudamala. Sehingga cerita Sudamala ini kemudian disebutkan dalam sebuah buku kidung, yakni Kidung Sudamala.
Urutan relief dalam fragmen Sudamala adalah sebagai berikut:
1 Relief pertama
Di bagian kiri dilukiskan sang Sahadewa atau Sadewa, saudara kembar Nakula dan merupakan yang termuda dari para Pandawa
Lima. Keduanya adalah putra Prabu Pandu dari istrinya yang kedua, Dewi Madrim. Madrim meninggal dunia ketika Nakula dan Sadewa
masih kecil dan keduanya diasuh oleh Dewi Kunti, istri pertama
commit to user 41
Pandu. Dewi Kunti lalu mengasuh mereka bersama ketiga anaknya dari Pandu, yaitu: Yudhistira, Bima dan Arjuna.
Relief ini menggambarkan Sadewa yang sedang berjongkok dan diikuti oleh seorang punakawan atau pengiring. Berhadapan dengan
Sadewa terlihatlah seorang tokoh wanita yaitu Dewi Durga yang juga disertai seorang punakawan. Relief ini menggambarkan ketika Dewi
Kunthi meminta pada Sadewa agar mau “ngruwat” Bethari Durga namun Sadewa menolak.
2 Relief kedua
Pada relief kedua ini dipahat gambar Dewi Durga yang telah berubah menjadi seorang raksasi raksasa wanita yang berwajah
mengerikan. Dua orang raksasa mengerikan; Kalantaka dan Kalanjaya menyertai Batari Durga yang sedang murka dan mengancam akan
membunuh Sadewa. Kalantaka dan Kalanjaya adalah jelmaan bidadara yang dikutuk karena tidak menghormati Dewa sehingga
harus terlahir sebagai raksasa berwajah buruk.
Sadewa terikat pada sebuah pohon dan diancam dibunuh dengan pedang karena tidak mau membebaskan Durga. Di belakangnya
terlihat antara lain ada Semar. Terlihat wujud hantu yang melayang- layang dan di atas pohon sebelah kanan ada dua ekor burung hantu.
Lukisan mengerikan ini kelihatannya ini merupakan lukisan di hutan
commit to user 42
Setra Gandamayu Gandamayit tempat pembuangan para dewa yang diusir dari sorga karena pelanggaran.
3 Relief ketiga
Pada bagian ini digambarkan bagaimana Sadewa bersama punakawan-nya, Semar berhadapan dengan pertapa buta bernama
Tambrapetra dan putrinya Ni Pradapa di pertapaan Prangalas. Atas perintah Batari Durga yang telah dibebaskannya, Sadewa harus
mengawini anak seorang pendeta buta. Pertapa buta itu pun disembuhkannya dari kebutaan.
4 Relief keempat
Relief keempat menggambarkan Sadewa berhasil “ngruwat” Sang Durga. Sadewa kemudian diperintah pergi kepertapaan
Prangalas, di situ Sadewa menikah dengan Dewi Pradapa. Adegan di sebuah taman indah tempat sang Sadewa sedang bercengkerama
dengan Tambrapetra dan putrinya Dewi Pradapa serta seorang punakawan di pertapaan Prangalas. Tambrapetra berterima kasih dan
memberikan putrinya kepada Sadewa untuk dinikahinya.
commit to user 43
5 Relief kelima
Relief ini melukiskan adegan adu kekuatan antara Bima dan kedua raksasa Kalantaka dan Kalanjaya. Bima dengan kekuatannya
yang luar biasa sedang mengangkat kedua raksasa tersebut untuk dibunuh dengan kuku pancanakanya.
Pada sebelah selatan jalan batu ada terdapat candi kecil, yang didalamnya terdapat arca dengan ukuran yang kecil pula. Di lokasi ini
terdapat dua buah patung Garuda yang merupakan bagian dari cerita pencarian Tirta Amerta yang terdapat dalam kitab Adiparwa, kitab
pertama Mahabharata. Pada bagian ekor sang Garuda terdapat sebuah prasasti yang menandai tahun saka 1363.
Cerita ikwal Garudeya adalah sebagai berikut: Garuda mempunyai ibu bernama Winata yang menjadi budak salah seorang
madunya yang bernama Dewi Kadru. Dewi Winata menjadi budak Kadru karena telah kalah bertaruh tentang warna ekor kuda
uchaiswara. Dewi Kadru menang dalam bertaruh sebab dengan curang dia menyuruh anak-anaknya yang berwujud ular naga yang berjumlah
seribu yang menyemburkan bisa-bisanya di ekor kuda Uchaiswara sehingga warna ekor kuda berubah hitam. Dewi Winata dapat diruwat
San g Garuda dengan cara memohon “tirta amerta” air kehidupan
kepada para Dewa.
commit to user 44
Kemudian sebagai bagian dari kisah pencarian Tirta Amerta air kehidupan di dekat candi kecil terdapat kura-kura yang cukup besar
sejumlah tiga ekor sebagai lambang dari dunia bawah yakni dasar Gunung Mahameru, ini berkaitan dengan kisah suci agama Hindhu
yakni “samudra samtana” yaitu ketika Dewa Wisnu menjelma menjadi kura-kura raksasa untuk membantu para dewa-dewa lain
mencari air kehidupan Tirta Perwita Sari.
Bentuk kura-kura ini menyerupai meja yang kemungkinan didesain sebagai tempat menaruh untuk sesajian. Sebuah piramida
yang puncaknya terpotong melambangkan Gunung Mandaragiri yang diambil puncaknya untuk mengaduk-aduk lautan mencari Tirta
Amerta kisah Pemutaran Laut Mencari Amerta.
d. Bangunan Dan Patung Lainnya