Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Mekanisme Koping Pasien Diabetes Melitus di RSUD Deli Serdang
HUBUNGAN DUKUNGAN KELUARGA DENGAN
MEKANISME KOPING PASIEN DIABETES MELITUS
DI RSUD DELI SERDANG
SKRIPSI
Oleh
ANRI AMALIYAH NASUTION 101101013
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(2)
(3)
PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat
dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi penelitian ini dengan judul
“hubungan dukungan keluarga dengan mekanisme koping pasien diabetes melitus
di RSUD Deli Serdang”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada :
1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas
Sumatera Utara.
2. Erniyati S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara.
3. Evi Karota Bukit S.Kep, MNS selaku Pembantu Dekan II Fakultas
Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
4. Ikhsanuddin Ahmad Harahap S.Kp, MNS selaku Pembantu Dekan III Fakultas
Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
5. Mula Tarigan, S.Kp, M.Kes selaku dosen pembimbing yang telah banyak
memberikan petunjuk dan bimbingan serta arahan dalam menyelesaikan
skripsi penelitian ini.
6. Nur Asnah Sitohang S.Kep, M.Kep selaku dosen penguji I yang telah
memberikan saran, kritikan dan koreksi dalam penyempurnaan skripsi
(4)
7. Ellyta Aizar S.Kp, M.Biomed selaku dosen penguji II yang juga telah
memberikan saran, kritikan dan koreksi dalam penyempurnaan skripsi
penelitian ini.
8. Ayahanda Sudirman Nst dan Ibunda Rosmalini Pulungan yang telah
mencurahkan segala kasih sayang, do’a, perhatian, pengorbanan dan dorongan
semangat sehingga anakmu dapat meraih cita-cita.
9. Ahmad Syaipuddin,SP (abang), Elvina Rizki S.Pd (kakak), Aziz Tua,SP
(abang), Zulpadly (adik) dan Yusuf Syakir (adik) yang telah memberikan
banyak perhatian selama ini.
10.Eflina Mastuana S.Kep, Ns dan semua pihak keluarga yang tak tersebutkan
namanya.
11.Listianawati, Sri Rahayu, Fadilah, Mia, Ulfa dan teman-teman Fakultas
Keperawatan USU.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan
dan kesalahan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat
diharapkan demi tercapainya tujuan dari penelitian ini. Semoga skripsi ini
bermanfaat bagi peningkatan dan pengembangan ilmu dan praktik keperawatan.
Medan, Desember 2013
(5)
DAFTAR ISI
Lembar Pengesaha Skripsi………..……….……….i
Prakata………..……..………..………ii
Daftar Isi……….iv
Daftar Tabel………...vii
Abstrak………..viii
BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang………..……….1
1.2 Rumusan Masalah………….…….………...5
1.3 Tujuan Penelitian……….……….5
1.4 Manfaat Penelitian……….………...6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1Koping…….…...………7
2.1.1 Definisi Koping………...………..………...7
2.1.2 Strategi Koping…………...……..………...8
2.1.3 Mekanisme Koping………..……..………...10
2.1.4 Jenis – jenis Koping……… ………...11
2.1.5 Jenis – jenis koping yang konstruktif……….14
2.2Keluarga..………...17
2.2.1 Definisi Keluarga….………..17
2.2.2 Struktur Keluarga……….………..17
2.2.3 Fungsi Keluarga………..………...19
2.2.4 Dukungan Keluarga………...21
2.2.5 Dimensi Dukungan Keluarga……….22
2.3Diabetes Melitus.………..23
(6)
2.3.3 Faktor Resiko………...………25
2.3.4 Manifestasi Klinis……….………...26
2.3.5 Penatalaksanaan Diabetes Melitus………...27
BAB III KERANGKA PENELITIAN 3.1 Kerangka Konsep………30
3.2 Definisi Operasional………...31
3.3 Hipotesa…………..………..32
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian………33
4.2 Populasi dan Sampel 4.2.1 Populasi………..33
4.2.2 Sampel..………..33
4.2 Lokasi dan Waktu………...35
4.4 Pertimbangan Etik………...35
4.5 Instrumen Penelitian………....36
4.6 Uji Validitas dan Reliabilitas………..37
4.7 Prosedur Pengumpulan Data………...38
4.8 Analisa Data………...39
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian………...40
5.1.1 Data Demografi Responden……….40
5.1.2 Distribusi Frekuensi Dukungan Keluarga………42
5.1.3 Distribusi Frekuensi Dimensi Istrumen………...42
5.1.4 Distribusi Frekuensi Dimensi Informasi………..42
5.1.5 Distribusi Frekuensi Dimensi Penghargaan……….43
(7)
5.1.2.2 Distribusi Frekuensi Mekanisme Koping………...44 5.1.2.3 Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Mekanisme Koping Pasien Diabetes Melitus Di RSUD Deli Serdang………..44 5.2 Pembahasan……….45 5.2.1 Dukungan Keluarga Pasien Diabetes Melitus di RSUD Deli Serdang……45 5.2.1 Mekanisme Koping Pasien Diabetes Melitus di RSUD Deli Serdang…….47 5.2.2 Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Mekanisme Koping Pasien Diabetes Melitus di RSUD Deli Serdang………..48
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan………..49 6.1 Saran……….49
Daftar Pustaka………..50
Lampiran
1. Tabel Distribusi Frekuensi Data Demografi 2. Tabel Distribusi Frekuensi Variabel 3. Uji Reliabilitas instrumen
4. Tabel Hasil Kuesioner Responden 5. Lembar konsultasi penelitian 6. Taksasi dana
7. Lembar persetujuan responden 8. Instrumen penelitian
9. Surat Izin Penelitian 10.Riwayat hidup
(8)
DAFTAR TABEL
Tabel 5.1.1 Distribusi Frekuensi Data Demografi……….55
Tabel 5.1.2 Distribusi Frekuensi Dukungan Keluarga………...57
Tabel 5.1.3 Distribusi Frekuensi Dimensi Instrumen………57
Tabel 5.1.4 Distribusi Frekuensi Dimensi Informasi……….57
Tabel 5.1.5 Distribusi Frekuensi Dimensi Penghargaan………57
Tabel 5.1.2.1 Distribusi Frekuensi Dimensi Emosional………..………..58
Tabel 5.1.2.2 Distribusi Frekuensi Mekanisme Koping………58
Tabel 5.1.2.3 Korelasi Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Mekanisme Koping………..…..58
Tabel 5.1.2.4 Hasil Uji Reliabilitas………..….59
(9)
Judul :Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Mekanisme Koping Pasien Diabetes Melitus Di RSUD Deli Serdang Nama Mahasiswa : Anri Amaliyah Nasution
NIM : 101101013
Jurusan : Ilmu Keperawatan (S1) Tahun Akademik : 2014
Abstrak
Diabetes melitus termasuk penyakit degeneratif yang memerlukan upaya penanganan yang tepat dan serius, jika tidak diatasi penyakit diabetes melitus dapat menimbulkan berbagai komplikasi lainnya. Dukungan keluarga merupakan proses yang terjadi selama masa hidup, yang memungkinkan keluarga berfungsi secara penuh dan dapat meningkatkan adaptasi dalam kesehatan keluarga. Dukungan keluarga dapat membantu untuk meningkatkan mekanisme koping pasien diabetes melitus. Sedangkan mekanisme koping adaptif atau maladaptif tergantung faktor internal dan eksternal. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan antara dukungan keluarga yang ditinjau dari empat dimensi (instrumen, informasi, penghargaan dan emosional) dengan mekanisme koping pasien diabetes melitus di RSUD Deli Serdang. Desain dalam penelitian ini menggunakan deskriptif korelasi dengan pendekatan cross sectional dengan jumlah sampel 35 pasien diabetes melitus. Analisa data menggunakan uji spearman rank. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan antara dukungan keluarga ditinjau dari empat dimensi yaitu dimensi instrumen (54,3%),dimensi informasi (65,7%), dimensi penghargaan (51,4%), dimensi emosional (71,4%) dengan mekanisme koping (85,7%) pasien dabetes melitus dengan nilai (r 0,342) dan nilai signifikan (p=0,044) (p<0,05). Dapat disimpulkan bahwa semakin baik dukungan yang diberikan keluarga, maka mekanisme koping pasien diabetes melitus semakin baik juga.
(10)
Title :The Relationship of Family Support and Coping Mechanism of Diabetes Mellitus in Regional General Hospital of Deli Serdang
Name of Student : Anri Amaliyah Nasution Student Number : 101101013
Program : Nursing Science
Year : 2014
Abstract
Diabetes mellitus belongs to generative disease that needs an appropriate and serious handling, if it is not immediately treated diabetes mellitus can cause various other complication. Family support is a process that takes place during the life span, that is possible for the family to run the function completely and it can enhance adaptation in the family health. Family support can raise coping mechanism of patients of diabetes mellitus. But adaptive coping mechanism or maladaptive depends on the internal and the external factors. This research aims to identify the relationship between family in term of four dimensions (instrument, information, awards and emotional) with coping mechanism of patients of diabetes mellitus in Regional General Hospital of Deli Serdang. Descriptive correlation was the design used in this research with cross sectional approach with samples of 35 patients of diabetes mellitus. Data analysis used spearman rank. The result of the research showed that there is a relationship between family support in term of four dimensions namely dimension of instrument (54,3%), dimension of information (65,7%), dimension of awards (51,4%), dimension of emotional (71,4%) with coping mechanism (85,7%) patients of diabetes mellitus with value (r 0,342) and significant value (p=0,044) (p<0,05). It can be concluded that the better the support given by the family the better the coping mechanism of patients of diabetes mellitus.
(11)
Judul :Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Mekanisme Koping Pasien Diabetes Melitus Di RSUD Deli Serdang Nama Mahasiswa : Anri Amaliyah Nasution
NIM : 101101013
Jurusan : Ilmu Keperawatan (S1) Tahun Akademik : 2014
Abstrak
Diabetes melitus termasuk penyakit degeneratif yang memerlukan upaya penanganan yang tepat dan serius, jika tidak diatasi penyakit diabetes melitus dapat menimbulkan berbagai komplikasi lainnya. Dukungan keluarga merupakan proses yang terjadi selama masa hidup, yang memungkinkan keluarga berfungsi secara penuh dan dapat meningkatkan adaptasi dalam kesehatan keluarga. Dukungan keluarga dapat membantu untuk meningkatkan mekanisme koping pasien diabetes melitus. Sedangkan mekanisme koping adaptif atau maladaptif tergantung faktor internal dan eksternal. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan antara dukungan keluarga yang ditinjau dari empat dimensi (instrumen, informasi, penghargaan dan emosional) dengan mekanisme koping pasien diabetes melitus di RSUD Deli Serdang. Desain dalam penelitian ini menggunakan deskriptif korelasi dengan pendekatan cross sectional dengan jumlah sampel 35 pasien diabetes melitus. Analisa data menggunakan uji spearman rank. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan antara dukungan keluarga ditinjau dari empat dimensi yaitu dimensi instrumen (54,3%),dimensi informasi (65,7%), dimensi penghargaan (51,4%), dimensi emosional (71,4%) dengan mekanisme koping (85,7%) pasien dabetes melitus dengan nilai (r 0,342) dan nilai signifikan (p=0,044) (p<0,05). Dapat disimpulkan bahwa semakin baik dukungan yang diberikan keluarga, maka mekanisme koping pasien diabetes melitus semakin baik juga.
(12)
Title :The Relationship of Family Support and Coping Mechanism of Diabetes Mellitus in Regional General Hospital of Deli Serdang
Name of Student : Anri Amaliyah Nasution Student Number : 101101013
Program : Nursing Science
Year : 2014
Abstract
Diabetes mellitus belongs to generative disease that needs an appropriate and serious handling, if it is not immediately treated diabetes mellitus can cause various other complication. Family support is a process that takes place during the life span, that is possible for the family to run the function completely and it can enhance adaptation in the family health. Family support can raise coping mechanism of patients of diabetes mellitus. But adaptive coping mechanism or maladaptive depends on the internal and the external factors. This research aims to identify the relationship between family in term of four dimensions (instrument, information, awards and emotional) with coping mechanism of patients of diabetes mellitus in Regional General Hospital of Deli Serdang. Descriptive correlation was the design used in this research with cross sectional approach with samples of 35 patients of diabetes mellitus. Data analysis used spearman rank. The result of the research showed that there is a relationship between family support in term of four dimensions namely dimension of instrument (54,3%), dimension of information (65,7%), dimension of awards (51,4%), dimension of emotional (71,4%) with coping mechanism (85,7%) patients of diabetes mellitus with value (r 0,342) and significant value (p=0,044) (p<0,05). It can be concluded that the better the support given by the family the better the coping mechanism of patients of diabetes mellitus.
(13)
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Pola penyakit saat ini dapat dipahami dalam rangka transisi epidemiologis,
suatu konsep mengenai perubahan pola kesehatan dan penyakit. Konsep tersebut
hendak mencoba menghubungkan hal-hal tersebut dengan morbiditas dan
mortalitas pada beberapa golongan penduduk dan menghubungkannya dengan
faktor sosioekonomi serta demografi masyarakat masing-masing. Dikenal 3
periode dalam transisi epidemiologis. Hal tersebut terjadi tidak saja di Indonesia
tetapi juga di negara-negara lain yang sedang berkembang. Salah satu diantara 3
periode tersebut adalah Periode III. Periode ini merupakan era penyakit
degeneratif dan pencemaran. Karena komunikasi yang lebih baik dengan
masyarakat barat serta adopsi cara kehidupan barat, penyakit-penyakit degeneratif
seperti hipertensi, penyakit kardiovaskular dan diabetes melitus meningkat
(Suyono, 2009).
Di antara penyakit degeneratif, diabetes adalah salah satu di antara
penyakit tidak menular yang akan meningkat di masa datang. Diabetes sudah
merupakan salah satu ancaman utama bagi kesehatan umat manusia pada abad 21.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (WHO) membuat perkiraan bahwa pada tahun 2000
jumlah pengidap diabetes di atas umur 20 tahun berjumlah 150 juta orang dan
dalam kurun waktu 25 tahun kemudian, pada tahun 2025 jumlah itu akan
(14)
Meningkatnya prevalensi diabetes melitus di beberapa negara
berkembang, akibat peningkatan kemakmuran di negara bersangkutan akhir-akhir
ini banyak disoroti. Peningkatan pendapatan per kapita dan perubahan gaya hidup
terutama di kota-kota besar, menyebabkan peningkatan prevalensi penyakit
degeneratif, seperti penyakit jantung koroner (PJK), hipertensi, hiperlipidemia,
diabetes dan lain-lain. Data epidemiologis di negara berkembang memang masih
belum banyak. Oleh karena itu angka prevalensi yang dapat ditelusuri terutama
berasal dari negara maju (Suyono, 2009).
Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit degeneratif yang memerlukan
upaya penanganan yang tepat dan serius. Jika tidak diatasi, DM akan
menimbulkan berbagai komplikasi penyakit serius lainnya seperti penyakit
jantung, stroke, disfungsi ereksi, gagal ginjal, dan kerusakan sistem saraf. Oleh
karena itu DM merupakan salah satu ancaman terbesar bagi kesehatan manusia
(Widyanto & Triwibowo, 2013). Menurut American Diabetes Association (ADA)
(2009) dalam Suyono (2009), DM dibagikan menjadi empat klasifikasi yaitu DM
tipe 1, DM tipe 2, DM tipe lain dan diabetes kehamilan.
Dalam Diabetes Atlas 2000 (International Diabetes Federation)
tercantum perkiraan penduduk Indonesia diatas 20 tahun sebesar 125 juta dan
dengan asumsi prevalensi DM sebesar 4,6%, diperkirakan pada tahun 2000
berjumlah 5,6 juta. Berdasarkan pola pertambahan penduduk seperti saat ini,
diperkirakan pada tahun 2020 nanti akan ada sejumlah 178 juta penduduk berusia
diatas 20 tahun dan dengan asumsi prevalensi DM sebesar 4,6% akan didapatkan
(15)
Lebih dari 171 juta penduduk dunia diperkirakan menderita DM. Pada
tahun 2030, sebanyak 366 juta orang di dunia diproyeksikan akan menderita DM
(Pontes et al, 2011 dalam Widyanto & Triwibowo, 2013). Tercatat 4 dari 5 negara
di dunia dengan jumlah penderita diabetes yang terbesar ada di Asia, yaitu India
(32,7 juta penderita), Cina (22,6 juta penderita), Pakistan (8,8 juta penderita), dan
Jepang (7,1 juta penderita) (Widyanto & Triwibowo, 2013).
Menurut Depkes (2011, dalam Widyanto & Triwibowo, 2013),
peningkatan penderita DM juga terjadi di Indonesia. Pada tahun 2007 penyebab
kematian akibat DM pada kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaan
mencapai 14,7% dan diperkirakan pada tahun 2030 akan mencapai 21,3 juta.
Peningkatan kejadian kasus DM, dipengaruhi berbagai faktor seperti perubahan
pola gaya hidup, perubahan struktur usia karena angka harapan hidup yang
meningkat, dan kultur.
Selain itu beberapa faktor risiko turut berperan dalam kejadian DM, yaitu
usia lebih 45 tahun, berat badan lebih (obesitas), tekanan darah tinggi (hipertensi),
gangguan metabolisme lemak, riwayat keturunan DM, riwayat keguguran
berulang, dan melahirkan anak dengan berat badan lebih dari 4 kilogram
(Misnadiarly, 2006, dalam Widyanto & Triwibowo, 2013).
Mekanisme koping merupakan mekanisme yang muncul akibat terjadinya
stres pada diri individu yang akan mempermudah terjadinya proses adaptasi.
Mekanisme koping adalah cara yang dilakukan individu dalam menyelesaikan
masalah, menyesuaikan diri dengan perubahan, serta respon terhadap situasi yang
(16)
perubahan kognitif dan perilaku secara konstan dalam upaya untuk mengatasi
tuntutan internal dan atau eksternal khusus yang melelahkan atau melebihi sumber
individu.
Mekanisme koping dapat adaptif dan mal adaptif tergantung faktor internal
dan eksternal. Faktor internal berasal dari individu tersebut, misalnya tahap
perkembangan, pengalaman masa lalu dan tipe kepribadian. Faktor eksternal
berasal dari stresor yang dapat dilihat dari jumlah, sifat dan lamanya. Faktor
eksternal yang lain berupa dukungan orang terdekat (Stuart & Sundeen, 1995).
Orang yang terdekat biasanya berasal dari anggota keluarganya.
Menurut Lazarus (1985) dukungan keluarga dapat membantu
meningkatkan mekanisme koping individu dengan memberikan dukungan emosi
dan saran-saran mengenai strategi alternatif yang didasarkan pada pengalaman
sebelumnya dan mengajak orang lain berfokus pada aspek-aspek yang lebih
positif. Pernyataan ini didukung oleh Friedman (1998) yang menjelaskan bahwa
dukungan keluarga akan menciptakan keluarga harmonis. Ia menjelaskan bahwa
dukungan keluarga adalah sebuah proses yang terjadi sepanjang masa kehidupan.
Friedman (1998) menyimpulkan bahwa baik efek penyangga (dukungan
keluarga menahan efek-efek negatif dari stres terhadap kesehatan) dan efek-efek
utama (dukungan keluarga secara langsung mempengaruhi kesehatan). Efek
penyangga dan utama dari dukungan keluarga terhadap kesehatan berfungsi secara
bersamaan. Secara lebih spesifik, keberadaan dukungan keluarga yang adekuat
terbukti berhubungan dengan menurunnya mortalitas, lebih mudah sembuh dari
(17)
Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
tentang hubungan dukungan keluarga dengan mekanisme koping pasien diabetes
melitus di RSUD Deli Serdang.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1Bagaimana dukungan keluarga dengan mekanisme koping pasien diabetes
melitus di RSUD Deli Serdang?
1.2.2Bagaimana mekanisme koping pasien diabetes melitus di RSUD Deli
Serdang?
1.2.3Bagaimana hubungan dukungan keluarga dengan mekanisme koping
pasien diabetes melitus di RSUD Deli Serdang?
1.2Tujuan Penelitian
1.2.1Tujuan Umum
Mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan mekanisme koping
pasien diabetes melitus di RSUD Deli Serdang.
1.2.2Tujuan Khusus
1. Mengetahui dukungan keluarga yang diterima pasien diabetes melitus
di RSUD Deli Serdang.
2. Mengetahui mekanisme koping yang digunakan pasien diabetes
(18)
1.3Manfaat Penelitian
1.3.1Peneliti
Mengetahui tentang dukungan keluarga yang diterima pasien dan
mekanisme koping yang digunakan pasien diabetes melitus serta
menambah wawasan dalam menerapkan dan mengembangkan ilmu yang
didapat selama perkuliahan pendidikan keperawatan.
1.3.2Praktek Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan bagi perawat untuk
membuat rencana keperawatan dengan melibatkan keluarga klien untuk
memberikan perhatian dan dukungan bagi pasien diabetes melitus.
1.3.3Institusi pendidikan
Merupakan bahan masukan yang bermanfaat untuk pengembangan ilmu
keperawatan, sehingga dapat meningkatkan mutu asuhan keperawatan
selanjutnya.
1.3.4Keluarga
Sebagai bahan masukan bagi keluarga untuk dapat meningkatkan
kemampuan keluarga dalam memberikan perhatian, bantuan, penghargaan,
(19)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Koping
2.1.1 Definisi Koping
Koping didefinisikan sebagai perubahan kognitif dan perilaku secara
konstan berupaya untuk mengatasi tuntutan internal dan atau eksternal khusus
yang melelahkan atau melebihi sumber individu. Koping yang dilakukan ini
berbeda dengan perilaku adaptif otomatis karena koping membutuhkan suatu
usaha, yang apabila usaha tersebut berhasil dilakukan menjadi perilaku otomatis
lewat proses belajar. Koping dipandang sebagai suatu usaha untuk menguasai
situasi tertekan, tanpa memperhatikan akibat dari tekanan tersebut. Namun,
koping bukan merupakan suatu usaha untuk menguasai seluruh situasi yang
menekan, karena tidak semua situasi tersebut dapat benar-benar dikuasai. Maka,
koping yang efektif untuk dilakukan adalah koping yang membantu seseorang
untuk mentoleransi dan menerima situasi menekan dan tidak merisaukan tekanan
yang tidak dapat dikuasainya (Lazarus & Folkman, 1984).
Koping adalah apa yang dilakukan oleh individu untuk menguasai situasi
yang dinilai sebagai suatu tantangan atau ancaman. Koping lebih mengarah pada
apa yang orang lakukan untuk mengatasi tuntutan-tuntutan yang penuh tekanan
atau yang membangkitkan emosi. Dengan kata lain, koping adalah bagaimana
(20)
Menurut Nasir & Muhith (2011), koping diartikan sebagai proses dimana
seseorang mencoba untuk mengatur perbedaan yang diterima antara keinginan
(demand) dan pendapatan (resource) yang dinilai dalam suatu keadaan yang
penuh tekanan. Walaupun usaha koping dapat diarahkan untuk memperbaiki atau
mengatasi masalah, hal ini juga dapat membantu seseorang untuk mengubah
persepsinya atas ketidaksesuaian, menolerir atau menerima bahaya, juga
melepaskan diri atau menghindari stres.
2.1.2 Strategi Koping
Menurut Lazarus dan Folkman (1984), dalam melakukan koping ada dua
strategi yang bisa dilakukan, yaitu:
1) Koping yang berfokus pada masalah (problem focused coping)
Problem focused coping, yaitu usaha mengatasi stres dengan cara
mengatur atau mengubah masalah yang dihadapi dan lingkungan sekitarnya yang
menyebabkan terjadinya tekanan. Koping ini bertujuan untuk mengurangi stresor
atau meningkatkan sumber daya dalam menghadapi stres. Seseorang cenderung
menggunakan bentuk ini berdasarkan keyakinannya bahwa tuntutan stresor atau
sumber daya masih dapat diubah. Individu akan cenderung menggunakan strategi
ini apabila dirinya yakin akan dapat mengubah situasi, individu secara aktif
mencari penyelesaian dari masalah untuk menghilangkan kondisi atau situasi yang
menimbulkan stres. Adapun strategi yang dipakai antara lain sebagai berikut:
a) Confrontative coping: usaha untuk mengubah keadaan yang dianggap
menekan dengan cara yang agresif, tingkat kemarahan yang cukup tinggi, dan
(21)
b) Seeking social support: usaha untuk mendapatkan kenyamanan emosional dan
bantuan informasi dari orang lain.
c) Planful problem solving: usaha untuk mengubah keadaan yang dianggap
menekan dengan cara yang hati-hati, bertahap, analitis.
2) Koping yang berfokus pada emosi (emotion focused coping)
Yaitu usaha mengatasi stres dengan cara mengatur respons emosional
dalam rangka menyesuaikan diri dengan dampak yang akan ditimbulkan oleh
suatu kondisi atau situasi yang dianggap penuh tekanan. Emotion focused coping
ditujukan untuk mengontrol respons emosional terhadap situasi stres. Seseorang
dapat mengatur respons emosionalnya melalui pendekatan perilaku dan kognitif.
Adapun strategi yang digunakan antara lain, yaitu:
a) Self control : usaha untuk mengatur perasaan ketika menghadapi situasi yang
menekan.
b) Distancing : usaha untuk tidak terlibat dalam permasalahan, seperti
menghindar dari permasalahan seakan tidak terjadi apa-apa atau menciptakan
pandangan-pandangan yang positif.
c) Positif reappraisal : usaha mencari makna positif dari permasalahan dengan
berfokus pada pengembangan diri, biasanya juga melibatkan hal-hal yang
bersifat religius.
d) Accepting responsibility : usaha untuk menyadari tanggung jawab diri sendiri
dalam permasalahan yang dihadapinya dan mencoba menerimanya untuk
membuat semuanya menjadi lebih baik. Strategi ini baik, terlihat bila masalah
(22)
e) Escape/avoidance : usaha untuk mengatasi situasi menekan dengan lari dari
situasi tersebut atau menghindarinya dengan beralih pada hal lain seperti
makan, minum, merokok, atau menggunakan obat-obatan.
Individu cenderung menggunakan problem focused coping dalam
menghadapi masalah-masalah yang menurut mereka dapat dikontrolnya.
Sebaliknya, individu cenderung menggunakan emotion focused coping dalam
menghadapi masalah-masalah yang menurutnya sulit untuk dikontrol. Terkadang
individu dapat menggunakan kedua strategi tersebut secara bersamaan namun
tidak semua strategi koping pasti digunakan oleh individu.
2.1.3 Mekanisme Koping
Mekanisme koping merupakan cara yang dilakukan oleh individu dalam
menyelesaikan masalah, menyesuaikan diri terhadap perubahan, respon terhadap
situasi yang mengancam (Keliat, 1999). Berdasarkan penggolongannya, menurut
(Stuart dan Sundeen, 1995) mekanisme koping dibagi menjadi dua yaitu :
1. Mekanisme koping adaptif
mekanisme koping yang mendukung fungsi integrasi, pertumbuhan,
belajar dan mencapai tujuan. Adapun kategorinya adalah berbicara dengan orang
lain, memecahkan masalah secara efektif, teknik relaksasi, latihan seimbang dan
(23)
2. Mekanisme koping mal adaptif
Merupakan mekanisme koping yang menghambat fungsi integrasi,
memecah pertumbuhan, menurunkan otonomi dan cenderung menguasai
lingkungan. Adapun kategorinya yaitu makan berlebihan atau tidak makan,
bekerja berlebihan, menghindar.
2.1.4 Jenis-jenis Koping
Lazarus (1984) membagi koping menjadi dua jenis, yaitu:
1. Tindakan langsung (direct action)
Koping jenis ini adalah setiap usaha tingkah laku yang dijalankan oleh individu untuk mengatasi kesakitan atau luka, ancaman atau tantangan dengan cara mengubah hubungan yang bermasalah dengan lingkungan. Individu menjalankan direct action bila dia melakukan perubahan posisi terhadap masalah yang dialami.
Ada 4 macam jenis tindakan langsung, antara lain:
a) Mempersiapkan diri untuk menghadapi luka
Dalam hal ini individu melakukan langkah aktif dan antisipatif (beraksi)
untuk menghilangkan atau mengurangi bahaya dengan cara menempatkan diri
secara langsung pada keadaan yang mengancam dan melakukan aksi yang sesuai
(24)
b) Agresi
Adalah tindakan yang dilakukan oleh individu dengan menyerang agen
yang dinilai mengancam atau akan melukai. Agresi dilakukan bila individu
menilai dirinya lebih kuat terhadap agen yang mengancam tersebut.
c) Penghindaran
Tindakan ini terjadi bila agen yang mengancam dinilai lebih berkuasa dan
berbahaya sehingga individu memilih cara menghindari atau melarikan diri dari
situasi yang mengancam.
d) Apati
Jenis koping merupakan pola orang yang berputus asa. Apati dilakukan
dengan cara individu yang bersangkutan tidak bergerak dan menerima begitu saja
agen yang melukai dan tidak ada usaha apa-apa untuk melawan.
2. Peredaan atau peringanan (palliation)
Jenis koping ini lebih mengacu pada mengurangi atau menghindari
ataupun menolerir tekanan-tekanan fisik, motorik atau gambaran afeksi dari
tekanan emosi yang dibangkitkan oleh lingkungan yang bermasalah. Ataupun bisa
diartikan bahwa bila individu menggunakan jenis koping ini, posisinya dengan
masalah relatif tidak berubah, yang berubah adalah diri individu yakni dengan
cara merubah persepsi atau reaksi emosinya. Ada 2 macam jenis peredaan atau
palliation, yaitu:
a. Diarahkan pada gejala (symptom directed modes)
Koping ini digunakan bila gejala-gejala gangguan muncul dari diri
(25)
gangguan yang berhubungan dengan emosi yang disebabkan oleh tekanan atau
ancaman tersebut. Melakukan relaksasi, meditasi ataupun berdoa untuk mengatasi
ketegangan juga tergolong ke dalam symptom directed modes yang bersifat
positif.
b. Cara intrapsikis (intrapsychis modes)
Koping jenis peredaan ini dilakukan dengan cara intrapsikis yaitu
cara-cara yang menggunakan perlengkapan psikologis kita, yang biasa dikenal dengan
istilah mekanisme pertahanan diri (defense mechanism).
Adapun macam-macam mekanisme pertahanan diri, yaitu :
1. Identifikasi
Yaitu menginternalisasi ciri-ciri yang dimiliki oleh orang lain yang
berkuasa dan dianggap mengancam.
2. Pengalihan (displacement)
Yaitu memindahkan reaksi dari objek yang mengancam ke objek yang
lank arena objek yang asli tidak ada atau berbahaya bila diagresi secara
langsung.
3. Represi
Menghalangi impuls-impuls yang ada atau tidak bisa diterima sehingga
tidak dapat diekspresikan secara sadar dalam tingkah laku.
4. Denial
Yaitu melakukan bloking atau menolak terhadap kenyataan yang ada
(26)
5. Reaksi Formasi
Dorongan yang mengancam diekspresikan dalam bentuk tingkah laku
secara terbalik.
6. Proyeksi
Yaitu menerapkan dorongan-dorongan yang dimiliki pada orang lain
karena dorongan tersebut mengancam integritas.
7. Rasionalisasi
Dua gagasan yang berbeda dijaga supaya tetap terpisahkan karena bila
bersama-sama akan mengancam.
8. Sublimasi
Yaitu dorongan yang ditransformasikan menjadi bentuk yang diterima
secara sosial sehingga dorongan tersebut menjadi sesuatu yang benar-benar
berbeda dari dorongan aslinya.
2.1.5 Jenis-jenis Koping yang Konstruktif
Adapun jenis-jenis koping yang dianggap konstruktif menurut Harber &
Runyon (1984), antara lain:
1. Penalaran (reasoning)
Yaitu penggunaan kemampuan kognitif untuk mengeksplorasi bebagai
macam alternatif pemecahan masalah dan kemudian memilih salah satu alternatif
yang dianggap paling menguntungkan. Individu secara sadar mengumpulkan
berbagai informasi yang relevan berkaitan dengan persoalan yang dihadapi,
(27)
yang paling menguntungkan dimana resiko kerugiannya paling kecil dan
keuntungan yang diperoleh paling besar.
2. Objektifitas
Merupakan kemampuan untuk membedakan antara komponen-komponen
emosional dan logis dalam pemikiran, penalaran maupun tingkah laku.
Kemampuan ini juga meliputi kemampuan untuk membedakan antara
pikiran-pikiran yang berhubungan dengan persoalan dengan yang tidak berkaitan.
Kemampuan untuk melakukan koping jenis objektifitas mensyaratkan individu
yang bersangkutan memilki kemampuan untuk mengelola emosinya sehingga
individu mampu memilih dan membuat keputusan yang tidak semata didasari oleh
pengaruh emosi.
3. Konsentrasi
Yaitu kemampuan untuk memusatkan perhatian secara penuh pada
persoalan yang sedang dihadapi. Konsentrasi memungkinkan individu untuk
terhindar dari pikiran-pikiran yang mengganggu ketika berusaha untuk
memecahkan persoalan yang sedang dihadapi. Pada kenyataannya, justru banyak
individu yang tidak mampu berkonsentrasi ketika menghadapi tekanan.
4. Humor
Merupakan kemampuan untuk melihat segi yang lucu dari persoalan yang
dihadapi, sehingga perspektif persoalan tersebut menjadi lebih luas, terang dan
tidak dirasa sebagai hal yang menekan lagi ketika dihadapi dengan humor. Humor
(28)
sudut pandang manusiawinya, sehingga persoalan diartikan secara baru, yaitu
sebagai persoalan yang biasa, wajar dan dialami oleh orang lain juga.
5. Supresi
Yaitu kemampuan untuk menekan reaksi yang mendadak terhadap situasi
yang ada sehingga memberikan cukup waktu untuk lebih menyadari dan
memberikan reaksi yang lebih konstruktif. Koping supresi juga mengandaikan
individu memiliki kemampuan untuk mengelola emosi sehingga pada saat tekanan
muncul, pikiran sadarnya tetap bisa melakukan kontrol secara baik.
6. Toleransi terhadap ambiguitas
Merupakan kemampuan untuk memahami bahwa banyak hal dalam
kehidupan yang bersifat tidak jelas dan oleh karenanya perlu memberikan ruang
bagi ketidakjelasan tersebut. Kemampuan melakukan toleransi mengandaikan
individu sudah memiliki perspektif yang matang, luas dan memiliki rasa aman
yang cukup.
7. Empati
Empati merupakan kemampuan untuk melihat sesuatu dari pandangan
orang lain. Empati juga mencakup kemampuan untuk menghayati dan merasakan
apa yang dihayati dan dirasakan oleh orang lain. Kemampuan ini memungkinkan
individu mampu memperluas dirinya dan menghayati perspektif pengalaman
orang lain sehingga individu yang bersangkutan menjadi semakin kaya dalam
(29)
2.2 Keluarga 2.2.1 Definisi Keluarga
Menurut Departemen Kesehatan RI (1998), keluarga adalah unit terkecil
dari masyarakat yang terdiri atas Kepala Keluarga dan beberapa orang yang
berkumpul dan tinggal di suatu tempat dibawah suatu atap dalam keadaan saling
ketergantungan. Effendy (1997), mendefinisikan keluarga adalah sekelompok
manusia yang tinggal dalam suatu rumah tangga dalam kedekatan yang konsisten
dan hubungan yang erat.
Sedangkan menurut Friedman (2010), keluarga adalah dua orang atau
lebih, yang disatukan oleh kebersamaan dan kedekatan emosional serta yang
mengidentifikasi dirinya sebagai bagian dari keluarga. Keluarga juga diartikan
sebagai kelompok individu yang tinggal bersama dengan atau tidak adanya
hubungan darah, pernikahan, adopsi dan tidak hanya terbatas pada keanggotaan
dalam suatu rumah tangga.
2.2.2 Struktur Keluarga
Struktur dan fungsi merupakan hal yang berhubungan erat dan
terus-menerus berinteraksi satu sama lain. Struktur didasarkan pada organisasi, yaitu
perilaku anggota keluarga dan pola hubungan dalam keluarga. Hubungan yang
ada dapat bersifat kompleks, pola hubungan itu akan membentuk kekuatan dan
struktur peran dalam keluarga. Struktur keluarga dapat diperluas dan dipersempit
tergantung dari kemampuan keluarga tersebut untuk merespon stres yang ada
dalam keluarga.
(30)
Menurut Friedman (2002) struktur keluarga terdiri atas empat, yaitu:
1. Pola dan proses komunikasi
Pola interaksi keluarga yang berfungsi: bersifat jujur dan terbuka, selalu
menyelesaikan konflik keluarga, berpikir positif, dan tidak mengulang-ulang isu
dan pendapat sendiri. Komunikasi dalam keluarga ada yang berfungsi dan ada
yang tidak, hal ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor yang ada dalam
komponen komunikasi tersebut.
2. Struktur peran
Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai dengan posisi
sosial yang diberikan. Yang dimaksud dengan posisi atau status adalah posisi
individu dalam masyarakat, misalnya status sebagai istri, suami atau anak.
3. Struktur kekuatan
Kekuatan merupakan kemampuan potensial atau aktual dari individu untuk
mengendalikan atau mempengaruhi untuk merubah orang lain ke arah yang
positif.
4. Nilai-nilai keluarga
Nilai merupakan suatu sistem, sikap dan kepercayaan yang secara sadar
atau tidak, empersatukan anggota keluarga dalam satu budaya. Nilai keluarga juga
merupakan suatu pedoman perilaku dan pedoman bagi perkembangan norma
peraturan.
(31)
2.2.3 Fungsi Keluarga
Dalam suatu keluarga ada beberapa fungsi keluarga yang dapat dijalankan.
Menurut Friedman (2002) terdapat 5 fungsi dasar keluarga, yaitu:
1. Fungsi Afektif dan koping
Fungsi afektif berhubungan erat dengan fungsi internal keluarga, yang
merupakan basis kekuatan keluarga. Fungsi afektif berguna untuk pemenuhan
kebutuhan psikososial. Keberhasilan melaksanakan fungsi afektif tampak pada
kebahagiaan dan kegembiraan dari seluruh anggota keluarga. Tiap anggota
keluarga saling mempertahankan iklim yang positif. Hal tersebut dipelajari dan
dikembangkan melalui interaksi dan hubungan dalam keluarga. Dengan demikian,
keluarga yang berhasil melaksanakan fungsi afektif, seluruh anggota keluarga
dapat mengembangkan konsep diri yang positif.
Adapun komponen yang perlu dipenuhi oleh keluarga dalam
melaksanakan fungsi afektif, antara lain:
a) Saling mengasuh. Cinta kasih, kehangatan, saling menerima, saling
mendukung antar anggota. Setiap anggota yang mendapatkan kasih sayang
dan dukungan dari anggota yang lain maka kemampuannya untuk memberikan
kasih sayang akan meningkat, yang pada akhirnya tercipta hubungan yang
hangat dan saling mendukung.
b) Saling menghargai. Apabila anggota keluarga saling menghargai dan
mengakui keberadaan dan hak setiap anggota keluarga serta selalu
(32)
c) Ikatan dan identifikasi. Adanya ikatan antara anggota keluarga dikembangkan
melalui proses identifikasi dan penyesuaian pada berbagai aspek kehidupan
anggota keluarga.
2. Fungsi sosialisasi
Sosialisasi adalah proses perkembangan dan perubahan yang dilalui
individu, yang menghasilkan interaksi sosial dan belajar berperan dalam
lingkungan sosial. Sosialisasi dimulai sejak lahir, keluarga merupakan tempat
individu untuk belajar bersosialisasi. Keberhasilan perkembangan individu dan
keluarga dicapai melalui interaksi atau hubungan antar anggota keluarga yang
diwujudkan dalam sosialisasi.
3. Fungsi reproduksi
Keluarga berfungsi untuk meneruskan kelangsungan keturunan dan
menambah sumber daya manusia. Dengan adanya program keluarga berenacana
maka fungsi ini sedikit terkontrol.
4. Fungsi ekonomi
Fungsi ekonomi merupakan fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan
seluruh anggota keluarga, seperti kebutuhan akan makanan, pakaian dan tempat
berlindung.
5. Fungsi perawatan kesehatan
Keluarga juga berfungsi untuk melaksanakan praktek asuhan kesehatan,
yaitu untuk mencegah terjadinya gangguan kesehatan atau merawat anggota
keluarga yang sakit. Kemampuan keluarga dalam memberikan asuhan kesehatan
(33)
2.2.4 Dukungan Keluarga
Menurut Friedman (1998) dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan
penerimaan keluarga terhadap penderita yang sakit. Dimana dukungan keluarga
merupakan proses yang terjadi sepanjang masa kehidupan, sifat dan jenis
dukungan sosial yang berbeda-beda dalam berbagai tahap kehidupan. Namun
demikian, dalam semua tahap kehidupan dukungan keluarga membuat keluarga
mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal, sebagai akibatnya hal ini
meningkatkan kesehatan dan adaptasi keluarga.
Dukungan keluarga mengacu kepada dukungan sosial yang dipandang
sebagai sesuatu yang dapat diadakan untuk keluarga (dukungan sosial bisa atau
tidak digunakan, tetapi anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat
mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan).
Dukungan sosial keluarga berupa keluarga internal seperti suami atau isteri atau
saudara kandung dan dukungan sosial keluarga eksternal.
Dukungan sosial keluarga adalah proses yang terjadi selama masa hidup,
dengan sifat dan tipe dukungan soaial bervariasi pada masing-masing tahap siklus
kehidupan keluarga. Walaupun demikian, dalam semua tahap siklus kehidupan,
dukungan sosial keluarga memungkinkan keluarga berfungsi secara penuh dan
dapat meningkatkan adaptasi dalam kesehatan keluarga (Friedman, 2010).
(34)
2.2.5 Dimensi Dukungan Keluarga
Menurut Friedman (1998), dukungan keluarga dibagi menjadi empat,
yaitu:
1) Dukungan instrumental, yaitu keluarga merupakan sumber pertolongan
praktis dan konkrit
2) Dukungan informasional, keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan
disseminator (penyebar informasi)
3) Dukungan penilaian (appraisal), yaitu keluarga bertindak sebagai sebuah
umpan balik, membimbing dan menengahi pemecahan masalah dan sebagai
sumber dan validator identitas keluarga.
4) Dukungan emosional, keluarga sebagai tempat yang aman dan damai untuk
istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi.
Menurut House (Smet, 1994: 136) setiap bentuk dukungan sosial keluarga
mempunyai ciri – ciri antara lain:
1.Informatif, yaitu bantuan informasi yang disediakan agar dapat digunakan
oleh seseorang dalam menanggulangi persoalan – persoalan yang dihadapi,
meliputi pemberian nasehat, pengarahan, idea atau informasi lainnya yang
dibutuhkan dan informasi ini dapat disampaikan kepada orang lain yang mungkin
menghadapi persoalan yang sama.
2.Perhatian emosional, setiap orang pasti membutuhkan bantuan afeksi dari
orang lain, dukungan ini berupa dukungan simpatik dan empati, cinta,
kepercayaan, dan penghargaan. Dengan demikian seseorang yang menghadapi
(35)
lain yang memperhatikan, mau mendengarkan segala keluhannya, bersimpati, dan
empati terhadap persoalan yang dihadapinya, bahkan mau membantu
memecahkan masalah yang dihadapinya.
3.Bantuan instrumental, merupakan bantuan yang bertujuan untuk
mempermudah seseorang dalam melakukan aktifitasnya berkaitan dengan
persoalan – persoalan yang dihadapinya atau menolong secara langsung kesulitan
yang dihadapinya.
4.Bantuan penilaian, yaitu suatu bentuk penghargaan yang diberikan
seseorang kepada pihak lain berdasarkan kondisi sebenarnya dari penderita.
Penilaian ini bisa positif dan negatif yang mana pengaruhnya sangat berarti bagi
seseorang.
2.3 Diabetes Melitus
2.3.1 Pengertian Diabetes Melitus
Menurut American Diabetes Association (ADA), 2005 Diabetes Melitus
adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia
yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka
panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal,
syaraf, jantung dan pembuluh darah.
Diabetes melitus merupakan gangguan metabolik yang dikarakteristikkan
dengan hiperglikemi bersama dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak
dan protein yang disebabkan oleh defek sekresi insulin dan aksi insulin (Alberti,
(36)
metabolisme karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan oleh kekurangan
sekresi insulin atau penurunan sensitivitas jaringan terhadap terhadap insulin.
Menurut Boron & Boulpaep (2009), DM ditandai dengan tingginya
konsentrasi glukosa darah, namun abnormalitas ini hanya salah satu dari
banyaknya gangguan biokimia dan fisiologi yang terjadi pada penyakit ini. DM
tidak hanya satu gangguan, akan tetapi merupakan kumpulan dari berbagai macam
gangguan yang diakibatkan defek regulasi dari sintesis, sekresi dan aksi dari
insulin. Gangguan tersebut dapat menyebabkan kerusakan jangka panjang dan
gangguan fungsi organ-organ terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh
darah.
2.3.2 Klasifikasi Diabetes Melitus
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2009, ada empat
klasifikasi dari DM, yaitu:
1) DM tipe I, yang juga disebut sebagai insulin dependent diabetes mellitus
(IDDM), yang disebabkan oleh kekurangan sekresi insulin (Guyton & Hall,
2011).
2) DM tipe II, yang juga disebut sebagai non insulin dependent diabetes mellitus
(NIDDM), yang disebabkan oleh menurunnya sensitivitas dari jaringan target
terhadap efek metabolisme dari insulin. Berkurangnya sensitivitas insulin
biasanya disebut sebagai resistensi insulin (Guyton & Hall, 2011).
3) DM tipe lain, disebabkan oleh berbagai kelainan genetik spesifik (kerusakan
genetik sel beta pankreas dan kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas,
(37)
CMV atau Cito Megalo Virus, sebab imunologi yang jarang atau sindrom
genetik lain yang berkaitan dengan DM.
4) DM Gestasional, hanya muncul pada kehamilan yang disebabkan karena hormone hasil eksresi plasenta yang mengganggu kerja insulin (Price &
Wilson, 2006).
2.3.3 Faktor Resiko
Adapun faktor resiko yang memungkinkan seseorang terkena apabila
ditemukan kondisi-kondisi berikut ini:
1. Riwayat keluarga dengan DM
Orang tua atau saudara kandung mengidap DM. Sekitar 40% diabetes
terbukti terlahir dari keluarga yang juga mengidap DM, dan lebih kurang 60-90%
kembar identik merupakan penyandang DM.
2. Obesitas
Berat badan berlebih: BMI >25. Kelebihan berat badan 20% meningkatkan
resiko dua kali. Prevalensi obesitas dan diabetes berkorelasi positif, terutama
obesitas sentral.
3. Usia
Risiko bertambah sejalan dengan usia. Insiden DM tipe 2 bertambah
sejalan dengan pertambahan usia (jumlah sel beta yang produktif berkurang
seiring pertambahan usia). Upayakan memeriksa gula darah puasa jika usia telah
diatas 45 tahun, atau segera jika ada faktor risiko lain.
4. Tekanan darah tinggi
(38)
5. Kolesterol HDL
<40 mg/dL untuk laki-laki dan <50 mg/dL untuk wanita
6. DM kehamilan
Riwayat DM kehamilan atau pernah melahirkan anak dengan BB>4 kg.
kehamilan, trauma fisik, dan stres psikologi menurunkan seksresi serta kepekaan
insulin.
7. Riwayat ketidaknormalan glukosa
Riwayat toleransi glukosa terganggu dan glukosa darah puasa terganggu.
8. Gaya hidup
Olahraga kurang dari 3 kali seminggu ( atau bahkan sedentary). Olahraga
bagi penderita diabetes merupakan potent protective factor yang meningkatkan
kepekaan insulin hingga 6%.
9. Kelainan lain
Riwayat penyakit pembuluh darah dan sindrom ovarium polisiklik.
2.3.4 Manifestasi Klinis
Menurut (Widyanto & Triwibowo, 2013) Diabetes melitus ditandai
dengan hiperglikemia atau peningkatan kadar glukosa darah dan gangguan
metabolism karbohidrat. Adapun hal yang menyebabkan munculnya gejala-gejala
awal yang khas, yaitu:
1) Glikosuria
Yaitu kehilangan glukosa dalam urin karena ambang ginjal untuk
mereabsorbsi glukosa semakin tinggi.
(39)
2) Poliuria
Keadaan yang menyebabkan kehilangan natrium dan air dalam jumlah
besar pada urin karena tekanan osmotik yang dibentuk oleh glukosa berlebih
dalam tubulus ginjal yang dapat mengurangi reabsorpsi air.
3) Polidipsia
Yaitu keadaan rasa haus dan konsumsi air berlebihan yang terjadi karena
penurunan volume darah yang mengaktivasi pusat haus di hipotalamus.
4) Polifagia
Kondisi nafsu makan besar dan lahap yang terjadi karena kekurangan
karbohidrat dalam sel-sel tubuh.
5) Ketonemia dan ketonuria
Yaitu adanya penumpukan asam lemak dan keton dalam darah dan urin
yang terjadi akibat adanya proses katabolisme abnormal lemak sebagai sumber
energi.
2.3.5 Penatalaksanaan Diabetes Melitus
Penatalaksanaan DM bertujuan untuk mengurangi gejala-gejala,
mempertahankan berat badan ideal dengan mengatur pola makan dan mencegah
terjadinya komplikasi. Secara garis besar penatalaksanaannya dilakukan dengan:
1. Diet
Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar dari penatalaksanaan
DM. Konsensus Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) menetapkan
bahwa asupan nutrisi yang dianjurkan pada klien dengan DM yaitu karbohidrat
(40)
dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stres akut, dan kegiatan jasmani untuk
mencapai berat badan ideal. Adapun penatalaksanaan nutrisi pada penderita DM
diarahkan untuk mencapai tujuan berikut ini :
A. Memberikan semua unsur makanan esensial seperti vitamin dan mineral
B. Mencapai dan mempertahankan berat badan yang ideal.
C. Memenuhi kebutuhan energy.
D. Mencegah terjadinya fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya dengan
mengupayakan kadar glukosa darah mendekati normal melalui cara-cara yang
aman dan praktis.
E. Menurunkan makan pada penderita DM.
2. Olahraga atau latihan
Sangat penting dalam penatalaksanaan DM karena efeknya dapat
menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi faktor risiko kardiovaskuler.
Latihan akan menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan
pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian insulin, sirkulasi
darah dan tonus otot. Latihan ini sangat bermanfaat pada penderita DM karena
dapat menurunkan berat badan, mengurangi rasa stres dan mempertahankan
kebugaran tubuh. Dapat mengubah kadar lemak darah yaitu meningkatkan kadar
High Density Lipoprotein (HDL) kolesterol dan menurunkan kadar kolesterol total
serta trigeliserida.
Adapun latihan yang dianjurkan adalah 3-4 kali seminggu selama 30
menit. Latihan dengan kadar glukosa darah yang tinggi akan meningkatkan
(41)
ini membuat hati melepas lebih banyak glukosa sehingga terjadi kenaikan kadar
glukosa darah.
3. Obat-obatan
a. Golongan sulfonilurea
Adapun cara kerja golongan obat ini merangsang sel beta pankreas untuk
mengeluarkan insulin, jadi hanya bekerja bila sel-sel beta utuh. Obat ini juga
mampu menghalangi peningkatan insulin, mempertinggi kepekaan jaringan
terhadap insulin dan menekan pengeluaran glukogen.
b. Golongan Biguanid
Golongan obat ini tidak sama dengan sulfonilurea karena tidak
merangsang sekresi insulin. Biguanid menurunkan kadar glukosa darah menjadi
normal dan istimewanya tidak menyebabkan hipoglikemia.
c. Insulin
Adapun indikasi untuk pemberian insulin pada penderita DM yaitu:
1. Semua penderita DM dari setiap umur, baik (IDDM/NIDDM) dalam keadaan
ketoasidosis
2. Diabetes yang masuk dalam klasifikasi IDDM, yaitu juvenile diabetes.
3. Penderita yang kurus.
4. Bila dengan obat oral tidak berhasil
5. Kehamilan
(42)
BAB III
KERANGKA PENELITIAN
3.1 Kerangka Konsep
Kerangka penelitian ini menjelaskan tentang variabel yang akan diamati
atau diukur melalui penelitian. Variabel dependen adalah mekanisme koping,
sedangkan variabel independen adalah dukungan keluarga. Dalam penelitian ini
menjelaskan adanya hubungan dukungan keluarga dengan mekanisme koping
pasien diabetes melitus di RSUD Deli Serdang.
Skema 1. Kerangka konseptual penelitian
Dukungan keluarga:
1. Dimensi instrumen 2. Dimensi informasi 3. Dimensi penghargaan 4. Dimensi emosional
Mekanisme koping:
1. Adaptif 2. Mal adaptif
(43)
3.2 Definisi Operasional
Tabel 1. Definisi operasional hubungan dukungan keluarga dengan
mekanisme koping pasien diabetes melitus di RSUD Deli Serdang.
No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala
1. Dukungan
Keluarga
Suatu bentuk dukungan
yang diberikan keluarga
kepada pasien DM
berupa dukungan
instrumen, informasi,
penghargaan dan
emosional
Terdiri dari
4 kuesioner
berjumlah
25
pernyataan
Menggunakan skala
Likert. Untuk
pertanyaan positif,
yaitu:
4: selalu,
3: sering , 2: jarang,
Dengan kategori
Baik : 63% - 100%
Tidak Baik : 25%
-62%.
(44)
2. Mekanisme
koping
Mekanisme koping
adalah cara yang
dilakukan oleh pasien
DM dalam
menyelesaikan masalah,
menyesuaikan diri
terhadap perubahan
akibat penyakit DM,
serta respon terhadap
situasi yang
mengancam. Terdiri dari
koping yang berfokus
pada masalah dan
koping yang berfokus
pada emosi. Terdiri dari 2 kuesioner berjumlah 26 pernyataan Menggunakan skala Likert, yaitu:
4 : selalu
3 : sering
2 : jarang
1 : tidak pernah
Sedangkan untuk
pertanyaan negatif,
yaitu:
1 : selalu,
2: sering, 3: jarang,
4 : tidak pernah
Dengan kategori
adaptif : 65%-104%
mal adaptif : 26% –
64%.
Ordinal
3.3 Hipotesis
Untuk melihat ada hubungan dukungan keluarga dengan mekanisme
(45)
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis deskriptif korelasi dengan menggunakan
pendekatan cross sectional yaitu jenis penelitian yang menekankan waktu
pengukuran atau observasi data variabel independen dan dependen dinilai secara
simultan pada suatu saat dan tidak ada tindak lanjut (Nursalam, 2009).
4.2 Populasi dan Sampel 4.2.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian (Suyanto, 2011). Populasi
penelitian ini adalah seluruh pasien DM yang berkunjung ke Poliklinik RSUD
Deli Serdang sebanyak 270 orang pada Januari – Nopember tahun 2013.
4.2.2 Sampel
Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek penelitian
dan dianggap mewakili populasi (Suyanto, 2011). Pengambilan sampel dalam
penelitian ini menggunakan teknik non probability sampling dengan pendekatan
purposive sampling yaitu pengambilan sampel yang didasarkan atas pertimbangan
dan sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi.
Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah :
1. Responden didiagnosa Diabetes Melitus
2. Dapat berkomunikasi verbal dengan baik
(46)
Sedangkan kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah pasien diabetes
melitus yang mengalami masalah kesehatan yang mendadak seperti pusing, letih,
lemah dan masalah lain yang tidak memungkinkan untuk menjadi responden.
Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus yang dikemukakan
oleh Yaman.
n = N
1 + N (d)2
Keterangan :
n = Besar sampel
N = Besar populasi
d = Tingkat signifikansi (p)
Perhitungan besarnya sampel adalah:
n = N
1 + N (d)2 n= 270
1 + 270 (0,05)2
n= 270
1 + 270 (0,025)
n= 270
7,75
n= 34,83
n= 35
(47)
4.3 Lokasi dan Waktu
Penelitian telah dilaksanakan di Poliklinik Rumah Sakit Umum Daerah
Deli Serdang. Pemilihan di RSUD Deli Serdang sebagai tempat penelitian
dikarenakan rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit pendidikan yang
memberikan fasilitas atau pelayanan yang cukup memadai. Waktu penelitian
dilakukan pada bulan September 2013 – Juni 2014.
4.4 Pertimbangan Etik
penelitian ini dilakukan setelah proposal penelitian disetujui dan setelah
peneliti mendapat izin dari fakultas keperawatan. Kemudian peneliti akan
menemui responden dengan menjelaskan maksud dan tujuan penelitian. Apabila
calon responden bersedia, maka calon responden dipersilahkan untuk
menandatangani surat perjanjian (informed consent). Tetapi, jika calon responden
tidak bersedia maka calon responden berhak untuk menolak dan mengundurkan
diri. Pengunduran diri dapat dilakukan pada saat pengumpulan data akan dimulai
dan pada saat pengumpulan data berlangsung. Peneliti akan memberikan
kesempatan kepada responden untuk bertanya tentang hal-hal yang tidak
dimengerti sehubungan dengan penelitian ini. Penelitian ini tidak menimbulkan
risiko bagi individu yang menjadi responden baik berupa risiko fisik maupun
psikis. Privasi responden kerahasiaan (confidentiality) merupakan masalah etika
yang paling utama dalam penelitian ini dan kerahasiaan catatan mengenai data
calon responden akan dijaga, dengan tidak menuliskan nama pada instrument
(anonymity). Data-data yang diperoleh dari responden hanya akan digunakan
(48)
4.5 Instrumen Penelitian
Instrumen dukungan keluarga yang digunakan dalam penelitian ini dalam
bentuk kuesioner yang dimodifikasi oleh Yusra (2011) dari Hensarling (2009),
yaitu Hensarling Diabetes Family Support Scale (HDFSS). HDFSS mencakup
dimensi emosional yang terdiri dari 10 item (pertanyaan no
4,5,6,7,13,15,17,24,27,28), dimensi penghargaan 8 item (pertanyaan no 8, 10, 12,
14, 18, 19, 20, 25), dimensi instrumen 8 item (pertanyaan no 9, 11, 16, 21, 22, 23,
26, 29), dan dimensi informasi 3 item (pertanyaan no 1, 2, 3). Jumlah total
pertanyaan dukungan keluarga adalah 29 dengan alternatif jawaban :
Untuk pertanyaan positif: selalu; 4, sering; 3, jarang; 2, tidak pernah; 1.
Untuk pertanyaan negatif: selalu; 1, sering; 2, jarang; 3, tidak pernah; 4. Dan
dengan kategori dukungan keluarga ‘Baik’ dan ‘Tidak baik’.
Instrumen mekanisme koping yang digunakan dalam penelitian ini
diadopsi dari Brief Cope yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia
oleh Fathi (2010) dalam tesis yang berjudul Workplace Stressors and Coping
Strategies Among Public Hospital Nurses in Medan, Indonesia. Brief COPE ini
dikembangkan oleh Charles S.Carver (1997). Brief cope mempunyai 14
subskala, yaitu active coping (pertanyaan no. 1,2), planning (no. 3,4), positive
reframing (no. 5,6), acceptance (no. 7,8), humor (no. 9,10), religion (no. 11,12),
using emosional support (no. 13,14), using instrumental support (no. 15,16), self
distraction (no. 17,18), denial (no. 19,20), venting (no. 21,22), substance use (no.
(49)
Brief Cope terdiri atas 28 pertanyaan dengan rentang jawaban: tidak
pernah; 0, jarang; 1, sering; 2, selalu; 3. Dan dengan kategori mekanisme koping
‘Adaptif’ dan ‘Mal adaptif’.
4.6 Uji Validitas dan Reliabilitas 4.6.1 Uji Validitas
Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benar-benar
mengukur apa yang diukur. Untuk mengetahui apakah kuesioner yang kita susun
tersebut mampu mengukur apa yang hendak kita ukur, maka perlu dilakukan diuji
dengan uji korelasi antara skors (nilai) tiap-tiap item (pertanyaan) dengan skors
total kuesioner tersebut. Bila semua pertanyaan itu mempunyai korelasi yang
bermakna (construct validity). Apabila kuesioner tersebut telah memiliki validitas
konstruk, berarti semua pertanyaan yang ada di dalam kuesioner itu mengukur
konsep yang kita ukur (Notoadmojo, 2010).
Instrumen dukungan keluarga berdasarkan kuesioner yang telah digunakan
Yusra (2011) yang dimodifikasi dari kuesioner Hensarling (2009). pada kuesioner
dukungan keluarga terdapat 4 item pertanyaan yang tidak valid yaitu no 12
(dimensi penghargaan), no 13 dan 17 (dimensi emosional), serta no 26 (dimensi
instrumen). Keempat pertanyaan tersebut dikeluarkan dari instrumen, sehingga
pertanyaan yang valid adalah 25 item dengan nilai validitas (r 0,395-0,856).
Sedangkan instrumen mekanisme koping yang telah diterjemahkan ke
dalam Bahasa Indonesia, Brief COPE yang terdiri dari 14 subskala dan telah
(50)
‘substance use’ dihilangkan karena hasilnya tidak terlalu diperlukan dalam
penelitian sebelumnya.
4.6.2 Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat
pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini berarti menunjukkan
sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten bila dilakukan pengukuran dua
kali atau lebih terhadap gejala yang sama, dengan menggunakan alat ukur yang
sama (Notoadmojo, 2010).
Uji reliabilitas instrumen dukungan keluarga nilai reliabelnya
menggunakan (Alpha Cronbach 0,940). Sedangkan Uji reliabilitas instrumen
mekanisme koping yang dilakukan Carver (1997) dengan menggunakan
Cronbach Alpha yang menunjukkan bahwa hampir semua subskala menghasilkan
koefisien reliabilitas diatas 0.6, kecuali venting, denial, dan acceptance. Koefisien
reliabilitas secara keseluruhan dari alat ukur ini adalah 0.881.
4.7 Prosedur Pengumpulan Data
Pengumpulan data dimulai setelah peneliti memperoleh surat izin
pelaksanaan penelitian dari Fakultas Keperawatan USU dan Kepala Ruangan
Poliklinik RSUD Deli Serdang. Peneliti mengidentifikasi pasien DM di Poliklinik
RSUD Deli Serdang, kemudian memilih sampel yang sesuai dengan kriteria
inklusi. Peneliti menjelaskan tujuan, manfaat, dan prosedur pelaksanaan penelitian
kepada calon responden dan yang bersedia berpartisipasi mengikuti penelitian,
(51)
ada pernyataan yang tidak dipahami. Waktu pengisian kuisioner tiap responden
dilakukan 20 – 30 menit. Responden yang tidak mampu mengisi sendiri dibantu
oleh peneliti dengan cara membacakan kuesioner. Setelah selesai pengisian,
peneliti mengambil lembar kuesioner kemudian memeriksa kelengkapan data dan
jawaban. Jika ada data yang kurang lengkap diklarifikasi kembali kepada
responden untuk dilengkapi. Selanjutnya data yang telah terkumpul dianalisa.
4.8 Analisa Data
Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Analisa univariat, yaitu untuk mendeskripsikan mekanisme koping dan
dukungan keluarga.
2. Analisa bivariat, yaitu untuk menguji hipotesis penelitian dan digunakan uji
pearson bila distribusi normal, bila distribusi tidak normal maka dilakukan uji
spearman.
Analisa data dilakukan setelah semua data terkumpul dimulai dari
pengolahan data dengan memeriksa (editing) untuk semua kelengkapan identitas
dan data dari responden serta memastikan bahwa data tersebut telah diisi.
Kemudian data yang telah terkumpul diberi kode untuk mengklasifikasikan
jawaban-jawaban responden ke dalam kategori dengan menggunakan kode angka
pada masing-masing jawaban yang diberikan responden. Hasil pengolahan data
(52)
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini menguraikan tentang hasil penelitian dan pembahasan hubungan
dukungan keluarga dengan mekanisme koping pasien diabetes melitus di RSUD
Deli Serdang. Penelitian ini mulai dilaksanakan pada tanggal 24 Februari 2014
sampai dengan 24 April 2014 di RSUD Deli Serdang dengan jumlah responden 35
orang.
5.1 Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini dibagi atas empat bagian yaitu distribusi karakteristik
data demografi responden, dukungan keluarga, mekanisme koping, dan
mengidentifikasi ada tidaknya hubungan dukungan keluarga dengan mekanisme
koping pasien diabetes melitus di RSUD Deli Serdang.
5.1.1 Data Demografi Responden
Pada penelitian ini karakteristik responden yang diamati adalah umur,
jenis kelamin, agama, suku, pendidikan, penghasilan, lama menderita DM, dan
keluarga yang selama ini merawat. Hasil penelitian menunjukkan, berdasarkan
umur mayoritas responden berada pada rentang usia 56-75 tahun sebanyak 17
orang (45,7%), sebagian besar responden berjenis kelamin laki-laki sebanyak 18
orang (51,4%), beragama Islam sebanyak 21 orang (60%), suku batak sebanyak
16 orang (45,7%), pendidikan SMA sebanyak 13 orang (37,1%), berpenghasilan
(53)
lama menderita DM kurang dari lima tahun sebanyak 29 orang (82,9%),
dan keluarga yang selama ini merawat pasien DM adalah istri sebanyak 15 orang
(42,9%).
Tabel 5.1.1 Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik responden (n=35) di RSUD Deli Serdang pada bulan Februari – April 2014.
No Karakteristik Frekuensi Persentasi (%) 1 Umur
36-55 Tahun 16 45,7
56-75 Tahun 17 48,6
≥76 Tahun 2 5,7
2 Jenis Kelamin
Laki-laki 18 51,4
Perempuan 17 48,6
3 Agama
Islam 21 60,0
Kristen 14 40,0
4 Suku
Batak 16 45,7
Jawa 14 40,0
Melayu 5 14,3
5 Pendidikan
SD 12 34,3
SMP 9 25,7
SMA 13 37,1
Perguruan Tinggi 1 2,9
6 Penghasilan
< 1.000.000 19 54,3
> 1.000.000 16 45,7
7 Lama Menderita DM
< 5 Tahun 29 82,9
> 5 Tahun 6 17,1
8 Keluarga Yang Selama Ini Merawat
Suami 7 20,0
(54)
5.1.2 Distribusi Frekuensi Dukungan Keluarga
Berdasarkan hasil analisa data, didapatkan bahwa dukungan keluarga mayoritas ada pada kategori baik sebanyak 24 orang (68,6%), tidak baik (31,4%).
Tabel 5.1.2 Distribusi Frekuensi Dan Persentase Dukungan Keluarga
5.1.3 Distribusi Frekuensi Dimensi Instrumen
Variabel dimensi instrumen diukur berdasarkan tujuh indikator
pertanyaan. Berdasarkan jawaban responden yang berkaitan dengan dimensi
instrumen, maka dapat disimpulkan bahwa mayoritas pada kategori baik sebanyak
19 orang (54,3%).
Tabel 5.1.3 Distribusi Frekuensi Dan Persentase Dimensi Instrumen
5.1.4 Distribusi Frekuensi Dimensi Informasi
Variabel dimensi informasi diukur berdasarkan tiga indikator pertanyaan.
Berdasarkan jawaban responden yang berkaitan dengan dimensi informasi, maka
dapat disimpulkan bahwa distribusi frekuensi dimensi informasi mayoritas
kategori baik sebanyak 23 orang (65,7%).
Dukungan Keluarga Jumlah Persentase
Baik 24 68,6
Tidak Baik 11 31,4
Total 35 100
Dimensi Instrumen Jumlah Persentase
Baik 19 54,3
Tidak Baik 16 45,7
(55)
Tabel 5.1.4 Distribusi Frekuensi dan Persentase Dimensi Informasi
5.1.5 Distribusi Frekuensi Dimensi Penghargaan
Pengukuran variabel dimensi emosional berdasarkan tujuh indikator
pertanyaan. Berdasarkan jawaban responden, terdapat sedikit perbedaan antara
dimensi penghargaan baik dan tidak baik namun demikian dapat disimpulkan
bahwa mayoritas pada kategori baik sebanyak 18 orang (51,4%).
Tabel 5.1.5 Distribusi Frekuensi Dan Persentase Dimensi Penghargaan
5.1.2.1 Distribusi Frekuensi Dimensi Emosional
Pengukuran variabel dimensi emosional berdasarkan delapan indikator
pertanyaan. Berdasarkan dimensi emosional didapatkan hasilnya persentasenya
mayoritas pada kategori baik sebanyak 25 orang (71,4%).
Tabel 5.1.2.1 Distribusi Frekuensi Dan Persentase Dimensi Emosional
Dimensi Informasi Jumlah Persentase
Baik 23 65,7
Tidak Baik 12 34,3
Total 35 100
Dimensi Penghargaan Jumlah Persentase
Baik 18 51,4
Tidak Baik 17 48,6
Total 35 100
Dimensi Emosional Jumlah Persentase
Baik 25 71,4
Tidak Baik 10 28,6
(56)
5.1.2.2 Distribusi Frekuensi Mekanisme Koping
Mekanisme koping yang diukur dalam hal ini adalah adaptif dan mal
adaptif yang dilakukan pasien DM. Pengukuran variabel mekanisme koping
berdasarkan 24 indikator pertanyaan. Berdasarkan distribusi mekanisme koping paling banyak pada kategori adaptif sebanyak 30 orang (85,7%), sedangkan untuk
kategori adaptif sebanyak 5 orang (14,3%).
Tabel 5.1.2.2 Distribusi Frekuensi Dan Persentase Mekanisme Koping
5.1.2.3 Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Mekanisme Koping Pasien Diabetes Melitus Di RSUD Deli Serdang
Analisa hubungan dukungan keluarga dengan mekanisme koping pasien
diabetes melitus di RSUD Deli Serdang diukur dengan menggunakan uji korelasi
spearman rank didapat koefisien korelasi (r) yaitu dengan tingkat signifikan (p)
(<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara
dukungan keluarga dengan mekanisme koping pasien diabetes melitus di RSUD
Serdang.
Tabel 5.1.2.3 Hasil Analisa Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Mekanisme Koping Pasien Diabetes Melitus Di RSUD Deli Serdang
Variabel r p
Dukungan Keluarga 0,376 0,026
Mekanisme Koping
α = 0,05 (2-tailed)
Kategori Jumlah Persentase
Adaptif 30 85,7
Mal adaptif 5 14,3
(57)
5.2 PEMBAHASAN
5.2.1 Dukungan Keluarga Pasien Diabetes Melitus Di RSUD Deli Serdang
Berdasarkan hasil analisa data yang dilakukan kepada 35 responden
mengenai dukungan keluarga pasien diabetes melitus di RSUD Deli Serdang
menunjukkan bahwa hasil distribusi frekuensi dan persentase dimensi instrumen
baik 54,3% dan tidak baik 45,7%. Menurut Friedman 1998 Keluarga merupakan
sumber pertolongan yang praktis dan konkrit. Hal ini dilakukan untuk
memberikan bantuan penuh kepada anggota keluarga yang sakit baik berupa
bantuan tenaga, dana maupun menyediakan waktu untuk mendengarkan keluarga
yang sakit dalam menyampaikan perasaannya. Hasil distribusi frekuensi dan
persentase didapatkan dimensi informasi baik 65,7% dan tidak baik 34,3 %. Dan
berdasarkan hasil penelitian tingkat pendidikan responden mayoritas SMA yaitu
sebanyak 37,1%. Hal ini menunjukkan bahwa keluarga memberikan informasi
baik berupa saran, masukan, nasehat atau informasi penting lainnya terkait dengan
kondisi yang dialami oleh pasien DM dalam upaya untuk meningkatkan status
kesehatannya..
Sedangkan hasil dari distribusi frekuensi dan persentase dimensi
penghargaan baik 51,4% dan tidak baik 48,6%. Hasil penelitian ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan Karlina (2013) mayoritas dukungan penilaian
(penghargaan) baik sebanyak 46 orang (51,1%). Dimensi penghargaan dalam
penelitian ini adalah upaya dari keluarga untuk memberikan umpan balik berupa
(58)
dapat bersifat positif atau negatif. Penilaian atau penghargaan yang positif dari
keluarga dapat meningkatkan status psikososial, semangat, motivasi dan harga diri
karena dianggap masih berguna dan berarti untuk keluarga, Apalagi jika orang
tersebut sedang menghadapi masalah, baik ringan maupun berat. Pada saat
menghadapi masalah seseorang akan mencari dukungan sosial dari orang-orang di
sekitarnya, sehingga dirinya merasa dihargai, diperhatikan dan dicintai.(Friedman,
1998).
Sedangkan hasil distribusi frekuensi dan persentase dimensi emosional
baik 71,4% dan tidak baik 28,6%. Dimensi emosional melibatkan ekspresi, rasa
empati dan perhatian terhadap pasien DM sehingga membuatnya merasa lebih
baik, memperoleh kembali keyakinannya, merasa dimiliki dan dicintai pada saat
stres. Dengan demikian pasien DM yang menghadapi persoalan merasa dirinya
tidak menanggung beban sendiri tapi masih ada keluarga yang memperhatikan,
mau mendengarkan segala keluhan, bahkan mau membantu memecahkan masalah
yang dihadapinya. Friedman (1998), menyatakan bahwa fungsi dasar keluarga
antara lain adalah fungsi efektif, yaitu fungsi internal keluarga untuk pemenuhan
kebutuhan psikososial, saling mengasuh dan memberikan cinta kasih, serta saling
menerima dan mendukung.
Jadi, secara keseluruhan distribusi dan frekuensi dukungan keluarga
(dimensi instrumen, informasi, penghargaan, emosional) pada kategori dukungan
baik sebanyak 68,6%, tidak baik sebanyak 31,4%. Hasil penelitian ini sesuai
(59)
memperoleh dukungan sosial keluarga cukup. Friedman (1998) juga mengatakan
bahwa dukungan keluarga merupakan proses yang terjadi sepanjang masa
kehidupan, sifat dan jenis dukungan sosial yang berbeda-beda dalam berbagai
tahap kehidupan. Dukungan keluarga mengacu kepada dukungan sosial yang
dipandang sebagai sesuatu yang dapat diadakan untuk keluarga (dukungan sosial
bisa atau tidak digunakan, tetapi anggota keluarga memandang bahwa orang yang
bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika
diperlukan).
Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan
Nainggolan, Armiyati, dan Supriyono (2012) dukungan keluarga baik sebanyak
60%. Dukungan keluarga merupakan bagian yang dekat dan tidak dapat
dipisahkan. Pasien akan merasa senang dan tentram apabila mendapat perhatian
dan dukungan dari keluarganya, karena dengan dukungan tersebut akan
menimbulkan kepercayaan dirinya untuk menghadapi atau mengelola penyakitnya
dengan baik.
5.2.2 Mekanisme Koping Pasien Diabetes Melitus Di RSUD Deli Serdang
Mekanisme koping merupakan cara yang dilakukan oleh individu dalam
menyelesaikan masalah, menyesuaikan diri terhadap perubahan, respon terhadap
situasi yang mengancam. Berdasarkan hasil analisa data mekanisme koping pasien
DM pada kategori adaptif sebanyak 85,7% dan pada kategori mal adaptif
sebanyak 14,3%. Hasil penelitian ini sesuai dengan teori Green (2000 dalam
(60)
bersemangat untuk melakukan perubahan perilaku dalam hal ini adalah menjadi
lebih memperhatikan kepada hal yang sedang dijalankan. Dengan adanya
perhatian dan motivasi keluarga kepada penderita DM dapat memberikan
kesadaran kepada penderita DM sehingga dapat menjalankan dietnya dengan baik
dan benar.
5.2.3 Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Mekanisme Koping Pasien Diabetes Melitus di RSUD Deli Serdang
Hasil penelitian dukungan keluarga (dimensi instrumen, dimensi
informasi, dimensi penghargaan, emosional) dengan mekanisme koping pasien
DM berhubungan secara positif dengan interpretasi nilai kekuatan hubungan
lemah dengan nilai r = 0,376. Hasil analisa data memiliki nilai signifikan antara
kedua variabel yaitu (p=0,026), dimana terdapat hubungan antara dukungan
keluarga dengan mekanisme koping pasien DM di RSUD Deli Serdang. Hal ini
menunjukkan bahwa hipotesa penelitian ini diterima. Dari 35 orang yang menjadi
responden dalam penelitian ini, 24 responden (68,6%) memiliki dukungan
keluarga yang baik, 11 responden (31,4%) memiliki dukungan keluarga yang
tidak baik. Sedangkan untuk mekanisme koping 30 responden (85,7%) koping
adaptif dan 5 responden (14,3%) koping mal adaptif.
Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat William (2007 dalam
penelitian Triyanto 2010) yang mengungkapkan bahwa keluarga harus
memberikan dukungan yang positif agar anggota keluarga yang mengalami stres
dapat melakukan koping adaptif. Bila kondisi stres dapat dikendalikan melalui
(61)
penelitian ini juga didukung oleh teori Lazarus (1985) yang mengatakan
dukungan keluarga dapat membantu meningkatkan mekanisme koping individu
dengan memberikan dukungan emosi dan saran-saran mengenai strategi alternatif
yang didasarkan pada pengalaman sebelumnya dan mengajak orang lain berfokus
(62)
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat diambil beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
1. Dukungan keluarga (dimensi informasi, dimensi emosional, dimensi
penghargaan dan dimensi instrumen) memiliki hubungan dengan mekanisme
koping pasien diabetes melitus di RSUD Deli Serdang.
2. Dukungan yang diperoleh responden dari keluarga, dimana nilai rata-rata
dukungan adalah 68,6%. Hal ini menunjukkan bahwa dukungan keluarga
sering diperoleh responden baik dari dimensi informasi, emosional,
penghargaan maupun dimensi instrumen. Sedangkan nilai rata-rata mekanisme
koping adaptif 85,7%. Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang
bermakna antara dukungan yang diberikan keluarga dengan mekanisme
koping pasien DM.
6.2 Saran
1. Peneliti
Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan dasar penelitian selanjutnya
mengenai mekanisme koping pasien DM. Beberapa masalah yang dapat
diteliti antara lain tentang faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi
(63)
2. Praktek Keperawatan
Perlu mengembangkan program baru terkait dengan mekanisme koping yang
sebaiknya digunakan pasien DM demi meningkatkan status kesehatannya.
3. Institusi Pendidikan
Perlu mengembangkan materi dukungan keluarga dan juga mekanisme koping
khususnya pada penderita penyakit kronis sehingga asuhan keperawatan yang
akan diberikan lebih komprehensif dengan berfokus pada pasien dan keluarga.
4. Keluarga
Perlu lebih memperhatikan bagaimana meningkatkan status kesehatan anggota
keluarga yang sakit baik kesehatan fisik maupun psikis.
(64)
DAFTAR PUSTAKA
Alberti, K. G. M. M. (2010). The Classification and Diagnosis Of Diabetes Melitus In Textbook of Diabetes Fourth Edition. Ed: Richard, I. G. H., Clive, S. C., Allan, F., & Barry, J. G. London: Willey – Blackwell.
Arisman. (2013). Obesitas, Diabetes Mellitus, & Dislipidemia: Konsep, Teori, dan Penanganan Aplikatif. Jakarta: EGC.
Boron, W. F., & Boulpaep, E. L. (2009). Medical Phisiology: A Cellular and Molecular Approach two edition. Philadelphia: Saunder Elsevier.
Carver, C. S. (1997). You want to measure coping but you protocol’s too long:
consider the brief COPE. International Journal of Behavioral Medicine,
4(1), 92-100.
Depkes. (2011). Stop TB Terobosan Menuju Akses Universal Strategi Nasional
Pengendalian TB di Indonesia 2010 – 2014. Direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
Depkes RI. (1998). Panduan asuhan keperawatan keluarga. Jakarta: Dep. Kes RI. Effendy, N. (1997). Dasar-dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Jakarta:
EGC.
Fathi, A. (2010). Workplace Stressors and Coping Strategies Among Public
Hospital Nurses in Medan, Indonesia. Diakses di
https://www.google.com/search?newwindow=1&site=&source=hp&q=copi ng+strategies+achmad+fathi&btnG=Search tanggal 1 Desember 2013. Friedman, M. M. (1998). Keperawatan Keluarga Teori dan Praktik Edisi 3.
Jakarta: EGC.
Friedman, M. M. (2002). Keperawatan Keluarga Teori dan Praktik. Jakarta: EGC.
Friedman, M. M., Bowden, V. R., & Jones, E. G. (2010). Buku Ajar Keperawatan Keluarga: Riset, teori, dan praktik Edisi 5. Jakarta: EGC.
Guyton., & Hall. (2011). Textbook of Medical Physiology twelfth edition.
Philadelphia: Saunders Elsevier.
Harber, A., & Runyon, R. (1984). Psycology of Adjusment. Homewood, Illionis: The Dorsey Press.
Hensarling, J. (2009). Development and Psyhcometric testing of Hensarling’s
diabetes family support scale, a dissertasion. Degree of Doctor of
(65)
Keliat. (1998). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Lazarus, R.S., & Folkman, S. (1984). Stress, Appraisal, and Coping. New York : McGraw-Hill, Inc.
Misnadiarly. (2006). Diabetes Melitus, Gangren, Ulcer, Infeksi. Jakarta: Pustaka Populer Obor.
Muhlisin, A. (2012). Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Gosyen Publishing. Nasir, A., & Muhith, A. ((2011). Dasar-dasar keperawatan jiwa: Pengantar dan
teori. Jakarta: EGC.
Notoadmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Nursalam. (2009). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan: Pedoman skripsi, tesis, dan instrumen penelitian keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Pontes, D. A., et al. (2011). Ejaculatory Dysfunction in Stretozotocinh – Induced Diabetics Rats: The Role Of Testosterone. Pharmaco L Rep, 63: 130-138. Pujiantini. (2006). Hubungan Dukungan Sosial Keluarga Terhadap Stres
Psikologis Pasien TB Paru Di Kecamatan Binjai Timur Kota Binjai.
Setiadi. (2008). Konsep & proses keperawatan keluarga. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Siswanto. (2007). Kesehatan Mental: Konsep, cakupan, dan perkembangannya.
Yogyakarta: ANDI.
Smet, B. (1994). Psikologi Kesehatan. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.
Soegondo, S., Soewondo, P., & Subekti, I. (2009). Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu, Jakarta: FKUI.
Stuart, G, W., & Sundeen, S, J. (1998). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 3.
Jakarta: EGC.
Sudoyo, A. W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., & Setiadi, S. (2010). In Suyono, S., & Purnamasari, D (Eds.), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (3 ed. 5). Jakarta: Interna Publishing.
Suyanto. (2011). Metodologi dan Aplikasi Penelitian Keperawatan. Yogyakarta: Nuha Medika.
Triyanto, E. (2010). Hubungan antara dukungan suami dengan mekanisme koping
(66)
Yusra, A. (2011). Hubungan antara dukungan keluarga dengan kualitas hidup pasien diabetes mellitus tipe 2 di Poliklinik Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta. Depok: Universitas Indonesia.
Wahyuni, Arlinda. S. (2011). Statistika Kedokteran (disertai aplikasi dengan
SPSS). Jakarta Timur : Bamboedoea Communication.
Widyanto, F. C., & Triwibowo, C. (2013). Trend Disease Tren Penyakit Saat Ini.
Jakarta: TIM.
Wiyati, R., Dyah, W., & Esti, D.W. (2010). Pengaruh psikoedukasi keluarga terhadap kemampuan keluarga dalam merawat klien isolasi sosial.
Purwokerto: Jurnal Keperawatan Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 5, No. 2.
(67)
Tabel 5.1.1 Distribusi Frekuensi Data Demografi Umur Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Valid 36-55 16 45.7 45.7 45.7
56-75 17 48.6 48.6 94.3 76 ATAU
LEBIH 2 5.7 5.7 100.0 Total 35 100.0 100.0
JK
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent Valid Lk 18 51.4 51.4 51.4
Pr 17 48.6 48.6 100.0 Total 35 100.0 100.0
Agama
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Islam 21 60.0 60.0 60.0 Kristen 14 40.0 40.0 100.0 Total 35 100.0 100.0
Suku
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Batak 16 45.7 45.7 45.7 Jawa 14 40.0 40.0 85.7 Melayu 5 14.3 14.3 100.0 Total 35 100.0 100.0
(68)
Pendidikan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent Valid SD 12 34.3 34.3 34.3
SMP 9 25.7 25.7 60.0 SMA 13 37.1 37.1 97.1 Perguruan Tinggi 1 2.9 2.9 100.0 Total 35 100.0 100.0
Penghasilan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid 1 19 54.3 54.3 54.3 2 16 45.7 45.7 100.0 Total 35 100.0 100.0
LamaMenderitaDM
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent Valid < 5 tahun 29 82.9 82.9 82.9
> 5 tahun 6 17.1 17.1 100.0 Total 35 100.0 100.0
KeluargaYangSelamaIniMerawat Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid Suami 7 20.0 20.0 20.0 Istri 15 42.9 42.9 62.9 Anak 13 37.1 37.1 100.0 Total 35 100.0 100.0
(69)
Tabel 5.1.2 Distribusi Frekuensi Dukungan Keluarga
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent Valid tidak baik 11 31.4 31.4 31.4
baik 24 68.6 68.6 100.0 Total 35 100.0 100.0
Tabel 5.1.3 Distribusi Frekuensi Dimensi Instrumen
Tabel 5.1.4 Distribusi Frekuensi Dimensi Informasi
Tabel 5.1.5 Distribusi Frekuensi Dimensi Penghargaan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent Valid Tidak Baik 17 48.6 48.6 48.6
Baik 18 51.4 51.4 100.0 Total 35 100.0 100.0
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent Valid Tidak Baik 16 45.7 45.7 45.7
Baik 19 54.3 54.3 100.0 Total 35 100.0 100.0
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent Valid Tidak Baik 12 34.3 34.3 34.3
Baik 23 65.7 65.7 100.0 Total 35 100.0 100.0
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)