PENERAPAN TEORI RELATIVITAS UMUM

BAB IV PENERAPAN TEORI RELATIVITAS UMUM

Telah diturunkan persamaan gravitasi Einstein dengan pengabaian tetapan kosmologi yang dirumuskan sebagai

2 g µν R = − ( 8 π G / c ) T µν (4.1) Selanjutnya persamaan tersebut akan diterapkan untuk menelaah beberapa gejala alam. Pertama kali akan diturunkan solusi persamaan gravitasi Einstein untuk objek statik bermassa M yang diletakkan pada pusat koordinat dengan pemilihan koordinat empat dimensi berupa 3 dimensi koordinat ruang polar ( r , θ , φ ) dan satu dimensi koordinat waktu (t). yang nantinya dikenal solusi Schwarzschild.

1 4 R µν −

4.1 Penyelesaian Schwarzschild

Berikut ini akan diturunkan metrik yang mendeskripsikan medan gravitasi isotropik statik. Agar lebih mudah diperoleh, metrik ruang − waktu 4 dimensi (3 dimensi ruang dan 1 dimensi waktu) akan dirumuskan dalam wakilan koordinat bola. Dalam koordinat bola, 3 koordinatnya adalah

(4.2) Metrik ruang − waktu datar dalam wakilan koordinat bola diberikan oleh

2 2 2 2 2 2 2 2 ds = − c dt + dr + r ( d θ + sin θ d φ ) . (4.3) Mengikuti penulisan Weinberg (1972), nilai c sementara diisikan sama dengan 1

sehingga metrik di atas menjadi

2 2 2 2 2 2 2 ds = − dt + dr + r ( d θ + sin θ d φ ) (4.4) Selanjutnya akan ditinjau metrik untuk medan gravitasi isotropik statik.

Tensor metrik untuk medan tersebut, yang dalam hal ini untuk komponen tt g dan

g rr hanya merupakan fungsi radial r. Bentuk metriknya menjadi

2 2 2 2 2 2 2 ds = − B ( r ) dt + A ( r ) dr + r ( d θ + sin θ d φ ) (4.5) 2 2 2 2 2 2 2 ds = − B ( r ) dt + A ( r ) dr + r ( d θ + sin θ d φ ) (4.5)

2 2 2 g tt = − B ( r ) , g rr = A ( r ), g θθ = r , g φφ = r sin θ (4.6) dengan fungsi A (r ) dan B (r ) ingin dicari untuk dapat menyelesaikan persamaan medan gravitasi. Mengingat g µν bersifat diagonal, komponen tensor metrik

kontravarian bernilai

, g = 2 , g = 2 2 . (4.7)

r sin θ Selanjutnya determinan matriks yang menyajikan komponen tensor metrik adalah

g yang bernilai

4 2 g = − A ( r ) B ( r ) r sin θ (4.8) sehingga elemen volume invarian adalah

2 dV = g dr d θ d φ = A ( r ) B ( r ) r sin θ dr d θ d φ . (4.9) Hubungan affine (affine connection) atau lambang Christoffel dapat

dihitung dengan menggunakan formula

Dengan rumus di atas dan metrik yang diberikan oleh pers. (4.6) dan (4.7), komponen-komponen lambang Christoffel yang tak lenyap bernilai

Γ r θ = Γ θ r = Γ φ r = Γ r φ = , (4.15)

Γ θ φφ = − sin θ cos θ , (4.16)

Γ φθ = Γ θφ = cot θ , (4.17) dan

Lebih lanjut, dibutuhkan besaran tensor Ricci yang dirumuskan sebagai

Dari lambang-lambang Christoffel di atas, komponen-komponen tensor Ricci diberikan sebagai

(4.24) Pada persamaan –persamaan di atas, tanda aksen berarti turunan / derivatif

R µν = 0 untuk µ ≠ ν .

ke r. Dari hasil di atas, komponen R r θ , R r φ , R t θ , R t φ dan R θφ lenyap, serta R 2

φφ = R θθ sin θ yang menunjukkan konsekuensi dari invariansi terhadap transformasi rotasi pada metrik tersebut. Sementara itu R lenyap akibat rt

konsekuensi adanya invariansi bentuk metrik ketika dilakukan transformasi pembalikan waktu t → − t .

Selanjutnya persamaan medan gravitasi Einstein akan diterapkan untuk metrik isotropik statik tersebut. Persamaan medan gravitasi Einstein untuk ruang kosong tersebut berbentuk

(4.25) Dari pers. (4.20) dan (4.23), hubungan antara R rr dan R tt dapat ditulis menjadi

Dengan menerapkan pers. (4.25), persamaan di atas menjadi

atau

(4.28) Selanjutnya syarat batas untuk A dan B adalah bahwa untuk r → ∞ , bentuk

A ( r ) B ( r ) = konstan.

metrik isotropik statik tersebut harus kembali ke bentuk metrik Minkowski dalam koordinat bola, yang berarti

lim A ( r ) lim B ( r ) 1 .

Dengan syarat batas ini hubungan antara A (r ) dan B (r ) dapat dituliskan secara lebih eksplisit dalam bentuk

Adapun komponen tensor Ricci yang lain pada pers. (4.20) − (4.21) dapat dituliskan menjadi R θθ = − 1 + B ' ( r ) r + B ( r ) (4.31)

2 B rB 2 rB yang dengan mengingat bahwa R θθ = 0 maka

rB ' + B = () rB = 1 .

dr

Solusi persamaan diferensial di atas adalah

(4.34) Untuk menentukan nilai tetapan integrasi di atas, kita ingat bahwa untuk jarak

rB ( r ) = r + tetapan.

yang cukup jauh dari pusat massa M yang terletak di pusat koordinat O, yang cukup jauh dari pusat massa M yang terletak di pusat koordinat O,

Jadi nilai tetapan integrasi di atas adalah − 2GM, sehingga

Akhirnya bentuk metrik isotropik statik untuk ruang − waktu 4 dimensi berkoordinat bola adalah

2 2 2 2 2 ds = −  1 −  dt +  1 −  dr + r ( d θ + sin θ d φ ) . (4.37) 

2  2 GM  2  2 GM 

Bentuk metrik ini pertama kali diturunkan oleh K. Schwarzschild pada tahun 1916. Karena itu, metrik ini sering disebut metrik Schwarzschild. Bentuk metrik tersebut masih mengisikan nilai c = 1. Apabila nilai c diisikan, bentuk metrik Schwarzschild menjadi

2 c dt + 1 − 2 dr + r ( d θ + sin θ d φ ) . (4.38) 

2 2 2 2 2 ds = − 1 −

2  2 GM    2 2  2 GM   

Bentuk 2 2 GM / c sering disingkat menjadi m (bersatuan panjang), sehingga metrik di atas menjadi

2 2 2 2 2 ds = −  1 −  c dt +  1 −  dr + r ( d θ + sin θ d φ ) (4.39) 

Metrik Schwarzschild ini bersifat simetri bola dan merepresentasikan medan gravitasi di luar suatu partikel bersimetri bola dengan pusat partikel terletak pada pusat koordinat bola ( r , θ , φ ) .

Dari pers. (4.39) tampak bahwa metrik tersebut tidak valid untuk

2 GM

r = 2 m = 2 (4.40)

Jarak tersebut dinamakan radius Schwarzschild. Dalam satuan SI, c = 3 8 × 10 dan untuk bumi, GM = 3,991 14 × 10 , sehingga radius Schwarzschild untuk partikel Jarak tersebut dinamakan radius Schwarzschild. Dalam satuan SI, c = 3 8 × 10 dan untuk bumi, GM = 3,991 14 × 10 , sehingga radius Schwarzschild untuk partikel

Gambar 4.1 lubang hitam Schwarzschild bermassa M beradius r S

Metrik Schwarzschild dapat dinyatakan dalam bentuk “isotropik”, yaitu dengan mengenalkan variabel koordinat radial baru :

2 ( r − m + r − 2 mr ) (4.41)

atau transformasi baliknya adalah

Substitusi bentuk di atas ke dalam metrik Schwarzschild akan memberikan

( d ρ + ρ ( d θ + sin φ d θ ) ) . (4.43)

2 2 2 2 ds 2 = −   c dt +  1 + 

Dapat pula dibentuk koordinat harmonik

X 1 = R sin θ cos φ (4.44)

X 2 = R sin θ sin φ (4.45)

X 3 = R cos θ (4.46) dan

t=t

 4 ( X ⋅ d X ) (4.49)

(4.50) Metrik Schwarzschild dapat juga dinyatakan dalam bentuk koordinat kuasi- Minkowski dengan mendefinisikan

1 x = r sin θ cos φ (4.51)

2 x = r sin θ sin φ (4.52)

3 x = r cos θ (4.53) dan

(4.54) sehingga diperoleh

  r Adapun jika dilakukan transformasi

dihasilkan metrik

2 2 4 / 3 2 2 2 ds = − dv +

2 / 3 du + µ ( u − v ) ( d θ + sin θ d φ ) (4.58)

dengan

2 a = 2 m (4.59) dan

4.2 Presesi Orbit Planet

Ditinjau partikel-partikel berupa planet-planet yang bergerak mengelilingi matahari. Di sini dipilih koordinat bola dengan matahari diletakkan pada pusat koordinat. Materi matahari tersebut menyebabkan ruang-waktu di sekitarnya menjadi ruang-waktu bermetrik Schwarzschild. Tentu saja massa planet yang mengelilingi matahari memberikan sumbangan perubahan metrik, namun mengingat massa total planet jauh lebih kecil daripada massa matahari, sumbangan tersebut dapat diabaikan. Dengan demikian sistem yang ditinjau adalah partikel planet bergerak mengelilingi matahari dengan menempuh lintasan geodesik.

Metrik Schwarzschild dapat diubah bentuknya menjadi

2  2 m  2 1  dr

 dt − 

+ r ( d θ + sin θ d φ )  (4.61)

 dengan koordinat-4 tetap berbentuk

(4.62) Dengan menggunakan persamaan geodesik berikut (Lawden, 1982)

diperoleh set persamaan geodesik sebagai berikut

2 2 2 2 d 2  r dr  m  dr   d   d  mc  dt  

− r sin θ   + 2   = 0

r  d τ  (4.64)

 − r sin θ cos θ   = 0 (4.65)

 r sin θ

dan dan

Bentuk metrik Schwarzschild (4.61) dapat dituliskan menjadi

  = − c . (4.68) r − 2 m  d τ 

 d τ  Selanjutnya dipilih koordinat bola sedemikian sehingga planet tersebut

bergerak pada bidang planar atau

(4.69) Maka

dan dari integrasi pers. (4.66) dan (4.67) serta mengisikan θ = π / 2 , diperoleh

dengan h dan k adalah tetapan integrasi. Substitusi d θ / d τ dan dt / d τ dari dua persamaan terakhir di atas, serta

mengisikan θ = π / 2 ke pers. (4.68), selanjutnya dihasilkan

Selanjutnya dengan mengeliminasi τ d dari persamaan di atas dan pers. (4.71) didapat persamaan orbit planet dalam bentuk

r Dengan substitusi

bentuk di atas berubah menjadi

2 ( k − 1 ) + 2 u + 2 mu . (4.76)

Dengan menurunkan persamaan terakhir di atas ke φ , akhirnya dihasilkan persamaan orbit planet mengelilingi matahari bermassa M dalam bentuk

Sementara itu dalam mekanika klasik, persamaan orbit planet menurut mekanika Newton adalah

GM

2 + u = 2 (4.78)

dengan M adalah massa matahari dan h adalah momentum sudut konstan persatuan massa partikel planet yang dirumuskan sebagai

dt

Jika variabel waktu t dalam mekanika klasik bersesuaian dengan swawaktu ( proper time ) τ dalam teori relativitas, pers. (4.71) dan (4.79) menjadi identik dan

pemilihan nilai h yang terdapat dalam pers. (4.71) dapat diterima. Selanjutnya juga diperoleh

GM

m = 2 (4.80)

hal mana yang juga telah diperoleh sebelumnya dari pers. (40). Pers. (4.77) yang diperoleh secara relativistik ternyata bersesuaian dengan hasil dari mekanika klasik [pers. (4.78)] dengan adanya suku tambahan sebesar 2 3mu . Perbandingan

antara suku tambahan ini yang sebesar 2 3mu dengan bentuk awal dalam

2 mekanika klasik yang sebesar 2 mc /h adalah

Faktor r adalah komponen transversal kecepatan planet, dan untuk planet-planet ɺ φ yang terdapat dalam tata surya, nilai terbesar dimiliki oleh planet Merkurius, yaitu

4 sebesar 8 4 , 8 × 10 m/s. Mengingat c = 3 × 10 m/s, nilai perbandingan di atas

− untuk planet Merkurius adalah 8 7 , 7 × 10 . Nilai ini sangat kecil, namun efek ini bersifat akumulatif sehingga untuk rentang waktu yang cukup panjang, perubahan

nilai dapat diamati secara signifikan. Penyelesaian untuk persamaan klasik (4.78) adalah

u = 2 { 1 + e cos( φ − ω ) } (4.82)

dengan e = eksentrisitas orbit dan ω = longitude perihelion. Dari solusi klasik tersebut, suku tambahan relativistik bernilai

2 3 mu =

4 { 1 + e cos( φ − ω ) } .

Pers. (4.77) dapat dituliskan menjadi

2 + u = 2 + 4 { 1 + e cos( φ − ω ) } . (4.84)

Dengan adanya suku tambahan yang telah diisikan di atas, diperoleh penyelesaian yaitu penyelesaian mula-mula yang berbentuk pers. (4.83) ditambah dengan penyelesaian khusus yang berbentuk

4 [ + 2 e − 6 e cos 2 ( φ − ω ) + e φ sin( φ − ω ) ] . (4.85)

h Dengan menjumlahkan penyelesaian di atas ke dalam penyelesaian pers. (4.82) akan diperoleh

3 m µ e  u = 2 1 + e cos( φ − ω ) + 2 φ sin( φ − ω )

h 

h  (4.86)

= 2 [ 1 + e cos( φ − ω − δω ) ]

untuk mana suku berorde 2 O ( δω ) telah diabaikan. Persamaan di atas mengindikasikan bahwa longitude perihelion seharusnya

secara ajeg meningkat dengan besarnya pertambahan sebesar

dengan

µ (4.89) adalah semi latus rectum orbit. Dengan mengambil satuan SI : 20 µ = 1 , 33 × 10

8 untuk matahari, 10 c = 3 × 10 dan l = 5 , 79 × 10 untuk Merkurius, maka nilai prediksi presesi orbit perihelion planet Merkurius selama seratus tahun (satu abad)

Prediksi ini ternyata bersesuaian dengan hasil eksperimen yang telah dilakukan oleh Clemence pada tahun 1943 (Weinberg, 1972). Clemence menemukan bahwa presesi planet Merkurius dalam jangka waktu 1 abad sebesar

( 43 , 11 ± 0 , 45 )' ' . Ilustrasi presesi orbit planet yang bersifat kumulatif ini disajikan pada Gambar 4.2.

Gambar 4.2 Presesi Orbit Planet

Sebenarnya nilai presesi orbit planet Merkurius yang diamati dalam eksperimen jauh lebih besar itu. Nilai menurut eksperimen adalah ∆ φ eksp = ( 5600 , 73 ± 0 , 41 ) ' ' (4.90)

Sedangkan teori Newton memberikan presesi Merkurius sebesar ∆ φ Newton = ( 5557 , 62 ± 0 , 20 )' ' (4.91)

yang mana angka menurut prediksi teori newton tersebut meliputi 5025 yang ' ' berasal dari rotasi bumi berdasarkan sistem kerangka koordinat astronomik, dan yang mana angka menurut prediksi teori newton tersebut meliputi 5025 yang ' ' berasal dari rotasi bumi berdasarkan sistem kerangka koordinat astronomik, dan

Adapun data perbandingan presesi beberapa planet antara prediksi relativitas umum dengan hasil eksperimen diberikan pada tabel di bawah ini (Weinberg, 1972)

Tabel 4.1 Perbandingan presesi beberapa planet antara relativitas umum dengan hasil eksperimen

Prediksi TRU eksperimen No

Sudut Presesi tiap

Jumlah

Planet

(detik/abad) (detik/abad) 1 Merkurius

revolusi (detik)

revolusi / abad

Dengan membandingkan antara prediksi teori relativitas umum dengan hasil eksperimen nampak adanya kecocokan yang cukup baik. Hasil ini mendukung kebenaran teori relativitas umum dalam menelaah gejala jagad raya akibat adanya interaksi gravitasi antar partikel massif.

4.3 Pembelokan cahaya bintang di sekitar massa massif

Cahaya melintasi ruang-waktu melalui lintasan geodesik. Untuk cahaya, elemen garis yang ditempuh olehnya sama dengan nol atau

(4.92) Dari nolnya kuadrat elemen garis, swawaktunya juga nol. Karena itu persamaan metrik Schwarzschild dengan dituliskan dengan substitusi τ → λ yang merupakan parameter sembarang sebagai

ds = 0 .

2 2 2 2 r 2  dr 

2  d φ    c  dt    + r    + sin θ    − ( r − 2 m )   = 0 . (4.93)

  d λ 

 d λ   r

Tanpa kehilangan peninjauan secara umum, diisikan θ = π / 2 sehingga berkas cahaya ditinjau dalam bidang ekuator, dan dengan penurunan yang sama seperti halnya pada presesi gerak planet, diperoleh persamaan diferensial

2 + u = 3 mu (4.94)

dengan

Pada pendekatan pertama untuk solusi pers. (4.94), suku kanan diabaikan terlebih dahulu. Bentuk penyelesaiannya adalah

u = cos( φ + α ) (4.96)

dengan R adalah tetapan integrasi. Ini adalah persamaan polar untuk garis lurus, dimana jarak tegak lurus dari pusat atraksi adalah R.

Tanpa kehilangan generalisasi, nilai α diisikan sama dengan nol. Dengan mengisikan

cos φ

pada ruas kanan pers. (4.94), bentuk persamaan tersebut menjadi

2 + u = 2 cos φ .

Penyelesaian dalam penghampiran kedua dalam bentuk persamaan polar sinar cahaya adalah

Pada akhir sinar, nilai u = 0 (4.100) sehingga

cos φ − cos φ −

Dengan asumsi

persamaan kuadrat tersebut memiliki akar yang kecil dan akar yang besar. Untuk akar yang kecil, penghampiran nilainya adalah

pada keadaan awal dan akhir lintasan cahaya. Maka nilai sudut pembelokan cahaya bintang yang melintasi massa massif yang diletakkan di pusat koordinat yang menimbulkan medan Schwarzschild adalah

Untuk cahaya yang melintas dekat matahari : R = jari-jari matahari = 6,95 ×

8 10 3 m dan m = 1,5 × 10 m, sehingga nilai prediksi pembelokan adalah

= 8,62 × 10 radian = 1 , 77 '' =

derajat. (4.106) R

Ilustrasi pembelokan cahaya bintang di sekitar massa massif terdapat pada Gambar 4.3.

θ matahari

Gambar 4.3 Pembelokan cahaya bintang di sekitar matahari

Prediksi ini juga secara umum bersesuaian dengan hasil eksperimen. Pengamatan pertama kali dilakukan pada tahun 1919, saat beberapa team ekspedisi berangkat ke Sobral, Brazil dan Principe, Teluk Guinea untuk Prediksi ini juga secara umum bersesuaian dengan hasil eksperimen. Pengamatan pertama kali dilakukan pada tahun 1919, saat beberapa team ekspedisi berangkat ke Sobral, Brazil dan Principe, Teluk Guinea untuk

Tabel 4.2 Pengamatan pembelokan cahaya bintang pada beberapa peristiwa gerhana

Jumlah bintang Sudut pembelokan No

Tanggal gerhana

Tempat pengamatan

yang diamati (detik)

7 1,98 ± 0,16 1 29 Mei 1919

Sobral, Brazil

Principe, Teluk Guinea

18 1,42 s.d. 2,16 2 21 September 1922

8 1,28 s.d. 2,13 5 20 Mei 1947

Sejak tahun 1919 telah dilakukan pengamatan kira-kira terhadap 380 bintang sepanjang gerhana matahari yang terjadi pada tahun 1922, 1929, 1936, 1947 dan 1952. Data hasil eksperimen tersebut disajikan pada Tabel 4.2. Nilai Sejak tahun 1919 telah dilakukan pengamatan kira-kira terhadap 380 bintang sepanjang gerhana matahari yang terjadi pada tahun 1922, 1929, 1936, 1947 dan 1952. Data hasil eksperimen tersebut disajikan pada Tabel 4.2. Nilai

setelah bukti pertama di atas, yaitu prediksi presisi sudut orbit planet yang berevolusi memutari matahari.

4.4 Gelombang gravitasi

Untuk menelaah gelombang gravitasi, diasumsikan bahwa medan gravitasi

bersifat lemah, sehingga koordinat x bersifat quasi − Minkowski. Karena tensor metrik diberikan sebagai

g µν = δ µν + h µν (4.107) dengan h µν < < 1 dan suku derajat dua atau lebih tinggi dari h µν atau derivatifnya dapat diabaikan. Ditinjau kerangka koordinat tersebut bersifat

harmonik sehingga tensor metrik memenuhi persamaan

(4.108) Untuk orde pertama, pers. (4.108) tereduksi ke bentuk

g Γ µν = 0 .

[ µµ , α ] = h µα , µ − 2 h µµ , α = 0.

(4.109) Dengan diturunkan, bentuk di atas menjadi

(4.110) Dengan menukar indeks ν dan α , kemudian menambahkan persamaan baru tersebut ke pers. (4.110), diperoleh

1 h µα

, µν − 2 h µµ , να = 0 .

(4.111) Bentuk tensor Ricci untuk tensor metrik (4.107) adalah

∂ x ∂ x  Dengan menggunakan hasil (4.111), pers. (4.112) tereduksi ke bentuk

2  ∂ x ∂ x

2 h να , µµ (4.113) sehingga skalar kelengkungan R bernilai

1 R να =

(4.114) Selanjutnya tensor Einstein diberikan oleh

να = 2 h νν , µµ .

2 g να R = 2 h να , µµ − 4 δ να h ββ , µµ = 2 h ' να , µµ (4.115) dengan

1 1 1 1 R να −

(4.116) Akhirnya persamaan gravitasi Einstein dapat dinyatakan dalam bentuk

(4.117) Dalam ruang hampa, tensor energi-momentum lenyap, sehingga pers. (4.117)

tereduksi ke bentuk

 2 2 2 2 2  h ' να = 0 . (4.118)

Pers. (4.118) di atas merupakan persamaan gelombang yang menunjukkan bahwa gelombang gravitasi merambat dalam ruang hampa dengan laju sama dengan laju cahaya.

Selanjutnya ditinjau solusi untuk pers. (4.118) di atas dalam bentuk persamaan gelombang − datar :

h ' µν = e µν exp( ik λ x ) + e µν exp( − ik λ x ) . (4.119) bentuk di atas memenuhi pers. (4.118) jika k µ µ k = 0 (4.120)

dimana hubungan antara vektor kontravarian k dan vektor kovarian k µ

dihubungkan oleh tensor metrik g µν sebagai

k µ = g µν k .

Bentuk matriks e µν bersifat simetri :

e µν = e νµ (4.122) yang sering pula disebut tensor polarisasi (polarization tensor)

4.5 Lubang hitam Schwarzschild dan Kruskal −−−− Szekeres

Geometri ruang − waktu Schwarzschild yang diberikan oleh metrik

2 2 2 2 ds 2 = −  1 −  c dt + + r ( d θ + r sin d φ ) (4.123) 

2 2 dr

tampak memiliki sifat singularitas saat r = 2 m , karena pada keadaan tersebut g tt menjadi lenyap dan g rr bernilai takhingga. Daerah tersebut sering disebut sebagai

jari-jari Schwarzschild, permukaan Schwarzschild, horison Schwarzschild, bola Schwarzschild atau singularitas Schwarzschild.

Pada daerah di sekitar r = 2 m , ada sifat yang berbeda untuk koordinat r dan t . Pada daerah r >2 m , pada t direction atau ∂ / ∂ t bersifat bak − waktu ( timelike ) karena g tt < 0 , sedangkan r direction atau ∂ / ∂ r adalah bak − ruang ( spacelike )

karena g rr > 0 . Sebaliknya pada daerah r < 2 m , ∂ / ∂ t adalah bak − ruang ( spacelike ) karena g tt > 0 dan ∂ / ∂ r adalah bak − waktu ( timelike ) karena

g rr < 0 . Dengan sifat di sekitar r = 2 m ini, Kruskal dan Szekeres melakukan

transformasi koordinat yang menghubungkan antara koordinat r dan t dengan koordinat radial takberdimensi u dan koordinat waktu takberdimensi v yang dirumuskan sebagai

r / 4 u m = r / 2 m − 1 e cosh( t / 4 m )

} untuk r > 2 m (4.124)

r / 4 v m = r / 2 m − 1 e sinh( t / 4 m )

Dengan transformasi koordinat ini, metrik Schwarzschild berubah menjadi

2 2 2 2 2 2 ds = ( 32 m / r ) e ( − dv + du ) + r ( d θ + sin θ d φ ) (4.125) Metrik di atas dikatakan sebagai geometri Schwarzschild dalam koordinat

Kruskal-Szekeres. Di sini, besaran r dapat dinyatakan dalam fungsi u dan v sebagai

Motivasi untuk melakukan transformasi koordinat Kruskal-Szekeres diawali dengan mengenalkan sistem koordinat yang berbeda, pertama kali dilakukan oleh Eddington (4.1924) dan Finkelstein (4.1958) (Misner dkk, 1973). Mereka

mengenalkan koordinat U dan V yang masing-masing melambangkan koordinat radial keluar (outgoing) dan masuk (ingoing) pada geodesik nol, yaitu untuk gerak foton jatuh bebas (freely falling photon). Untuk gerakan radial foton jatuh bebas

2 ds = 0 (4.127) dan

d θ = d φ = 0 (4.128) sehingga metrik Schwarzschild menjadi (c = 1)

Untuk gerak foton keluar, dilakukan transformasi

U = t − r * (4.130) sedangkan untuk gerak foton masuk, persamaan transformasinya adalah

V = t + r * (4.131) Di sini r* diberikan sebagai

r * = r + 2 m ln

Untuk gerakan radial foton keluar (outgoing), metrik Schwarzschild pada pers. (4.123) menjadi

 d V + 2 d V dr .

Persamaan di atas memiliki dua akar, yaitu

dr

dan

dr 1 − 2 m / r

Sedangkan untuk gerak radial foton masuk (ingoing), bentuk metrik Schwarzschild menjadi

 d U − 2 d U dr .

Persamaan di atas memiliki dua akar yaitu

Eddington − Finkelstein ke Kruskal − Szekeres dilakukan, pertama dengan menuliskan dari pers. (4.130) dan

V − U = 2 r * (4.139) dan

V + U = 2 t (4.140) sehingga metrik Schwarzschild berubah menjadi

2 2 2 2 ds = −  1 −  d U d V + r ( d θ + sin θ d φ ) . (4.141)

Dalam metrik di atas masih terdapatbentuk 1 − 2 m/ r yang menunjukkan adanya

singularitas di r = 2 m . Kemudian disusun persamaan berikut

Berikutnya dengan mendefinisikan

 r   t  u ~ = − exp  −

− 1 exp   exp  −  (4.143)

 4 m   4 m  dan

v = − exp   = − 1 exp   exp   , (4.144) v = − exp   = − 1 exp   exp   , (4.144)

3  32 m   r 

2 2 2 ds 2 = − ~ 

  exp  −  d u d v ~ + r ( d θ + sin θ d φ ) (4.145)

Tampak bahwa bentuk 1 − 2 m/ r telah lenyap, sehingga metrik tersebut tetap valid untuk r = 2 m . Terakhir dengan melakukan substitusi berikut, diperoleh metrik dalam koordinat Kruskal − Szekeres, yaitu :

 t  u = ( v − u ) = − 1 exp   cosh   (4.146)

 4 m  dan

v ( ~ v = ~ + u ) = − 1 exp   sinh   (4.147)

sehingga diperoleh pula

(4.148) Akhirnya diperoleh metrik berkoordinat Kruskal − Szekeres yang berbentuk

2 2 dv − du = d v ~ d u ~ .

32 3 m   r 

 exp  −  ( du − dv ) + r ( d θ + sin θ d φ ) . (4.149)

2 2 2 2 2 2 ds =  

Ilustrasi metrik berkoordinat Kruskal − Szekeres disajikan pada Gambar 4.4.

Gambar 4.4 Ilustrasi ruang−waktu bermetrik Kruskal−Szekeres

4.6 Struktur Bintang

Berikut ini akan ditelaah struktur bintang statik simetri bola beserta dinamika tekanan, rapat massa dan medan gravitasi. Dari metrik isotropik statik (nilai c diisikan sama dengan 1) yang berbentuk

2 2 2 2 2 2 2 ds = − B ( r ) dt + A ( r ) dr + r ( d θ + sin θ d φ ) (4.150) komponen tensor metrik kovarian adalah

(4.151) Diasumsikan tensor energi-momentum pada keadaan ini berbentuk tensor untuk

dan

g µν = 0 untuk µ ≠ ν .

fluida sempurna (perfect fluid) yang berbentuk T µν = pg µν + ( p + ρ ) U µ U ν (4.152)

dengan : p

= tekanan pribadi (proper pressure), ρ = rapat energi total pribadi (proper total energy density), dan

U = vektor kecepatan − 4, yang memenuhi persamaan

(4.153) Mengingat fluida dalam keadaan rehat, diambil nilai-nilai

U r = U θ = U φ = 0 (4.154) dan

tt = − B ( r ) .

Diasumsikan bahwa sistem yang ditinjau tak gayut waktu t serta bersifat simetri bola yang membawa konsekuensi bahwa tekanan p dan rapat energi ρ hanya

fungsi koordinat radial r. Dengan menggunakan nilai-nilai komponen tensor metrik, tensor energi- momentum fluida sempurna ke dalam tensor Ricci dan persamaan gravitasi Einstein, diperoleh persamaan-persamaan berikut :

R rr =

= − 4 π G ( ρ − p ) A (4.156)

2 B 4 B  A B  rA r  A ' B '  1

R θθ = − 1 

2 + − +  + = − 4 π G ( ρ − p ) r (4.157)

= − 4 π G ( ρ + 3 p ) B . (4.158)

2 A 4 A  A B  rA

Tanda aksen yang terdapat pada persamaan di atas menunjukkan d / dr . Sebagai tambahan analisis, persamaan yang menyatakan keseimbangan hidrostatik ( hydrostatic equilibrium ) diberikan oleh (Weinberg, 1972)

Langkah pertama untuk menyelesaikan persamaan-persamaan di atas adalah mencari nilai A (r ) , yaitu dengan membentuk persamaan berikut

Persamaan di atas dapat dituliskan menjadi

dr  A 

Penyelesaian persamaan diferensial di atas dengan syarat A ( r = 0 ) berhingga diberikan dalam bentuk

A ( r ) =  1 −  (4.162)

dengan

Untuk mengeliminasi A (r ) dan B (r ) dari pers. (4.157), digunakan pers. (4.159) dan (4.162) yang kemudian menjadi  2 G Μ  

rp '  G Μ

2 − 2 1 +  1 −   1 −  + − 4 π G ρ r = − 4 π G ( ρ − p ) r . (4.164) 

Kita dapat menuliskan persamaan di atas dalam bentuk

r  Ketika kita menghitung ρ ( r ), Μ ( r ) dan p (r ) , dapat dengan segera diperoleh

A (r ) dari pers. (4.162). Selanjutnya untuk memperoleh B (r ) , pers. (4.165) dapat digunakan untuk menuliskan pers. (4.159) dalam bentuk

Solusi untuk syarat batas B ( ∞ ) = 1 adalah

B ( r ) = exp  − ∫ 2 ( Μ ( r ~ ) + 4 π r ~ p ( ~ r ) 

) 1 − ~  d r  (4.167)

  Di luar bintang, p (r ) dan ρ (r ) lenyap, dan Μ (r ) adalah tetapan yang bernilai Μ (R ) , sehingga pers. (4.162) dan (4.167) memberikan

 r ~ = r r

untuk r ≥ R . (4.168)

Sekarang ditinjau keadaan dimana bintang memiliki rapat energi konstan : ρ = konstan. (4.169)

Dengan ρ konstan, pers. (4.164) dapat ditulis menjadi − − 1

3  Di permukaan bintang dengan r = R, nilai tekanan pribadi (proper pressure)

p haruslah lenyap atau p ( r = R ) = 0 (4.171)

sehingga syarat batas ini memberikan bentuk

Untuk mencari tekanan p, rapat energi ρ dinyatakan dalam massa bintang secara

3 untuk r < R (4.173) 3 untuk r < R (4.173)

2 3  3 M  1 − ( 2 GM / R ) − 1 − ( 2 GMr / R  p ( r ) = 3 .

2 3   1 − ( 2 GMr / R − 3 1 − ( 2 GM / R )  Komponen tensor metrik A (r ) dapat dihitung menggunakan pers. (4.162) :

sedangkan komponen tensor metrik B (r ) dapat dihitung dengan menggunakan pers. (4.174) ke dalam integral (4.167) yang memberikan

1 2 GM

2 GMr

3  . (4.176)

Soal-Soal Latihan BAB IV

1. Bagaimanakah konsep gravitasi Newton dan Einstein terhadap kasus : sebuah massa M simetri bola ditempatkan di pusat koordinat.

2. Apakah metrik Schwarzschild menyimpan singularitas di dalamnya? Ketika dilakukan transformasi koordinat ke koordinat Kruskal − Szekeres, apakah seluruh singularitas menjadi lenyap? Jelaskan.

3. Tunjukkan bahwa transformasi Kruskal − Szekeres

u = r / 2 m − 1 exp( r / 4 m ) cosh( ct / 4 m ) , v = r / 2 m − 1 exp( r / 4 m ) sinh( ct / 4 m )

mengubah metrik Schwarzschild ke bentuk

2 32 m ( du − dv ) 2 2 2 2 ds =

+ r ( d θ + sin θ d φ )

r exp( r / 2 m )

dengan r diberikan dalam bentuk u dan v oleh persamaan

2 u 2 − v = ( r / 2 m − 1 ) exp( r / 2 m ) .

Tunjukkan bahwa persamaan lintasan foton yang bergerak radial adalah u ± v = tetapan.

4. Tunjukkan bahwa transformasi

3 / u 2 = v + 2 r / 3 a , v 2 = t + 2 a r − a ln[( r + a ) /( r − a ) ]

2 dengan a = 2 m akan mengubah metrik Schwarzschild ke bentuk

3 2 dengan µ = 9 a / 4 .

5. Tunjukkan bahwa dengan melakukan transformasi koordinat

ke dalam metrik Schwarzschild diperoleh metrik dalam bentuk ‘isotropik” yaitu

 c dt .  2 r ' 

ds =  1 +  ( dr ' + r ' ( d θ + sin θ d φ )) − 

6. Pada metrik Schwarzschild : (a) Tentukan jari-jari dimana sebuah foton menempuh gerakan melingkar. (b) Tentukan periode orbit foton tersebut yang diukur oleh seorang pengamat tetap.

7. Buktikan persamaan (4.43).

8. Buktikan persamaan (4.49).

9. Buktikan persamaan (4.55).

10. Buktikan persamaan (4.58).

11. Buktikan bahwa jika peristiwa pembelokan cahaya bintang hanya dipandang sebagai tarikan foton relativistik oleh medan gravitasi Newton benda massif, maka sudut pembelokan cahaya bintang tersebut hanya bernilai setengah dari ramalan relativitas umum.

12. Carilah lintasan gerak foton pada metrik Kruskal−Szekeres.

13. Buktikan persamaan (4.156)−(4.158).