DINAMIKA GERAK PARTIKEL DAN FOTON

BAB VII DINAMIKA GERAK PARTIKEL DAN FOTON

17, gravitasi Newton menjadi hukum yang melandasi dan mendeskripsikan gerak benda − benda yang terikat dalam interaksi gravitasi. Keakuratannya untuk menganalisis dinamika gerak benda langit misalnya, tak diragukan lagi. Namun, ada beberapa gejala yang tak mampu dijelaskan dengan gravitasi Newton, seperti presesi orbit planet di

Selama beberapa abad sejak kemunculannya di abad ke −

sekitar matahari (sebagai benda massif), pembelokan cahaya ketika melewati benda massif (misalnya cahaya bintang yang lewat di sekitar matahari) dan sebagainya (Bose, 1980)

Teori relativitas umum yang dirumuskan oleh Einstein pada tahun 1915 dalam bentuk teori gravitasi Einstein ternyata mampu menerangkan fenomena tersebut. Teori ini menyempurnakan gravitasi Newton dengan memasukkan efek kelengkungan ruang − waktu akibat hadirnya materi di dalamnya. Gravitasi Newton merupakan bentuk khusus dari gravitasi Einstein untuk medan gravitasi lemah (Lawden, 1982).

Persamaan gravitasi Einstein dirumuskan dalam bentuk persamaan tensor. Jika dinamika sistem ingin diselidiki melalui persamaan ini, mula − mula metrik ruang − waktu sistem tersebut dirumuskan sehingga diperoleh nilai tensor metrik. Selanjutnya nilai komponen simbol Christoffel, tensor Ricci dan skalar kelengkungan dapat ditentukan. Selain itu, tensor energi − momentum dalam sistem tersebut harus dirumuskan pula. Pada akhirnya semua nilai tersebut diisikan ke dalam persamaan gravitasi Einstein lalu diselesaikan.

Kasus yang dapat diselesaikan secara analitik harus memiliki persyaratan simetri ruang − waktu misalnya penempatan materi statik bermassa M di pusat koordinat. Untuk sistem ini, Schwarszchild menemukan penyelesaian berupa metrik Schwarszchild (Misner dkk, 1973). Untuk objek bermassa M massif, terdapat besaran ruji Schwarszchild 2 R

s = GM /c . Dari metrik tersebut, dapat diturunkan ___________________________________________________________________ s = GM /c . Dari metrik tersebut, dapat diturunkan ___________________________________________________________________

Pada bab ini dikaji berbagai perilaku gerak foton dan partikel (yang bermassa jauh lebih kecil dari massa lubang hitam Schwarszchild) di sekitar lubang hitam Schwarszchild.

7.1 PERSAMAAN GRAVITASI EINSTEIN

Persamaan gravitasi Einstein (Weinberg, 1972) dirumuskan sebagai

µν − (/) 12 gR µν =− (8 π GcT / ) µν (7.1) dengan R µν = tensor Ricci kovarian rank − 2, g µν = tensor metrik kovarian rank − 2,

R = skalar kelengkungan, G = tetapan gravitasi universal, c = laju cahaya di ruang hampa dan T µν = tensor energi − momentum kovarian rank − 2.

Penyelesaian persamaan gravitasi Einstein untuk objek partikel statik bermassa M yang diletakkan di pusat koordinat (0,0,0) dalam koordinat ruang − waktu 4 dimensi

0 1 2 x 3 = ( x , x , x , x ) = ( ct , r , θ , φ )

adalah metrik (elemen garis) Schwarszchild yang berbentuk (Lawden, 1982)

ds = − ( 1 − 2 m / r ) c dt + ( 1 − 2 m / r ) dr + r ( d θ + sin θ d φ ) . (7.2)

dengan ds 2 = kuadrat elemen garis, dan

m 2 = GM/c . Dari metrik (7.2) di atas diperoleh komponen tensor metrik kovarian rank-2

sebagai berikut : − 1 2 g 2

00 = − ( 1 − 2 m / r ) , g 11 = ( 1 − 2 m / r ) , g 22 = r , g 33 = r sin θ ___________________________________________________________________ 00 = − ( 1 − 2 m / r ) , g 11 = ( 1 − 2 m / r ) , g 22 = r , g 33 = r sin θ ___________________________________________________________________

7.2 PERSAMAAN GEODESIK

Dinamika partikel bermassa (dengan massa partikel = m p <<< M ) yang bergerak jatuh bebas di dalam ruang lengkung mematuhi persamaan geodesik

yang dapat diubah bentuknya menjadi

Dinamika gerak untuk foton dapat diperoleh dengan mengisikan ds 2 = 0 pada metrik ruang-waktu.

7.3 DINAMIKA GERAK PARTIKEL DALAM MEDAN SCHWARZSCHILD

Dengan menggunakan persamaan (7.4b) untuk tensor metrik kovarian rank − 2 yang terdapat pada persamaan (7.3), diperoleh set persamaan geodesik partikel di ruang − waktu tersebut yaitu :

r  ds  (7.5a)

Persamaan metrik

µν dx dx = ν (7.6a) ___________________________________________________________________

2 ds g µ 2 ds g µ

sehingga persamaan (7.2) menjadi

2  d φ   c ( r − 2 m )  dt    + r    + sin θ    −

2 2 r 2  dr   2  

  = 1 . (7.7) r − 2 m  ds 

 ds  Dalam rangka mengolah persamaan (7.5) lebih lanjut, selanjutnya

  ds 

 ds  

diintroduksikan kaitan antara s = elemen garis dengan τ = waktu pribadi yang dirumuskan sebagai (Lawden, 1982)

(7.8) Dengan kaitan ini, persamaan (7.5a), (7.5b), (7.5c) dan (7.5d) dapat dilakukan substitusi sehingga diperoleh hasil : untuk persamaan tersebut, bentuknya tetap

2 2 ds 2 = − c d τ .

setelah melalui penggantian s → τ . Sedangkan persamaan (7.7) berubah sedikit menjadi :

2 2 2 2 r 2  dr  

2  d φ   c ( r − 2 m )  dt 

2 + r   + sin θ    −   = − c . (7.9) r − 2 m  d τ 

  d τ 

 d τ  

 d τ  Ditinjau partikel yang jatuh bebas pada daerah r > 2 m secara radial dengan θ

dan φ konstan, yang berarti d θ = d φ = 0 . Persamaan (7.5d) di atas dapat dituliskan menjadi

(7.10) dengan k merupakan suatu suatu tetapan. Jika kita mengambil keadaan awal saat

dengan 0 ≤ u < c , akhirnya diperoleh

2 2 2 2 2  3 dr  ( r − 2 m ) ( 2 mc ( R − r )( R − 2 m ) + u R ( r − 2 m ))   =

3 3 . (7.11)  dt 

Selanjutnya pengintegralan persamaan (7.11) di atas menghasilkan

3 / 2 3 / r 2 ( R − 2 m ) dr

∫ dt = t = ∫

2 2 2 3 1 / 2 . (7.12) t = 0 r = R ( r − 2 m ){ 2 mc ( R − r )( R − 2 m ) + u R ( r − 2 m )}

Terlihat dari integral (7.12) di atas, jika batas atas integrasi r → 2 m , maka t → ∞ . Hal ini mengindikasikan bahwa rentang waktu t digelar menuju takhingga. Untuk kasus khusus dimana partikel dilepaskan dalam keadaan rehat ( u = 0), persamaan (7.11) tereduksi menjadi

2 2 − 1 2 − 1 − ( 1 dr / dt ) = 2 mc ( 1 − 2 m / R ) ( 1 − 2 m / r ) ( r − R ) , (7.13) atau

dr / dt = ± c 2 m /( 1 − 2 m / R ) ( 1 − 2 m / r ) ( 1 / r − 1 / R ) .

(7.14) Dari persamaan (7.14), nilai dr / dt bergantung pada suku ( 1 − 2 m / r ) dan

( 1 / r − 1 / R ) , karena

2 m /( 1 − 2 m / R ) > 0 untuk R > 2 m .

Untuk suku ( 1 − 2 m / r ) , nilai r dapat bernilai sembarang, sehingga keadaan dr / dt ditentukan oleh suku ( 1 / r − 1 / R ) . Pada suku terakhir ini, agar nilai di

dalam akar tidak menjadi imaginer, haruslah dipenuhi syarat

( 1 / r − 1 / R ) > 0 atau r < R.

Hal ini berarti jarak radial partikel tersebut berkurang dengan bertambahnya waktu t. Dari sini dapat ditarik kesimpulan bahwa gerakan partikel tersebut menuju ke arah lubang hitam. Jadi tanda yang diambil pada persamaan (7.14) adalah tanda minus, sehingga lebih tepat dituliskan sebagai

dr / dt = − c 2 m /( 1 − 2 m / R ) ( 1 − 2 m / r ) ( 1 / r − 1 / R ) . (7.15) Penyelesaian persamaan (7.15) adalah

ct = ( R / 2 m − 1 ) ∫

Dari integral (7.16) di atas tampak bahwa nilai t → ∞ saat r → 2m. Ini berarti dalam koordinat Schwarzschild, partikel tersebut membutuhkan koordinat waktu (t) yang tak terhingga untuk mencapai horison peritiwa berupa bola beruji 2m.

Kini yang diukur adalah waktu pribadi ( τ ) partikel tersebut. Jika persamaan (7.10) diisikan ke dalam persamaan (7.9) untuk gerak radial, diperoleh  2 

2 2 3 r 2 dr c ( r − 2 m ) c ( R − 2 m )  r   2  −

R { c ( R − 2 m ) − u R }  r − 2 m  atau

Dengan mengisikan syarat batas :

r = R saat τ = 0 ,

persamaan (7.17) memberikan

1 / 2 1 / 2 2 2 2 2 1 / R 2 r { c ( R − 2 m ) − u R } dr

(7.18) R { 2 mc ( R − r )( R − 2 m ) + u R ( r − 2 m )}

Untuk kasus khusus keadaan awal partikel adalah keadaan rehat ( u = 0), persamaan (7.17) tereduksi menjadi

(7.20) Sama halnya pada telaah untuk nilai dr/dt di atas, agar nilai dr / d τ tidak imaginer

harus dipenuhi syarat

( 1 / r − 1 / R ) > 0 atau r < R

yang menunjukkan bahwa gerak partikel tersebut menuju ke arah lubang hitam. Karena itu juga dipilih tanda minus sehingga (7.20) menjadi

(7.21) Pengintegralan dengan syarat batas :

dr / d τ = − c 2 m ( 1 / r − 1 / R ) .

τ = 0 saat r = R

memberikan hasil

c τ = ( R / 2 m ) ( ρ − ρ + 2 cos ( 2 ρ − 1 ) ) , (7.22)

dengan

ρ = r/ R

dan nilai invers cosinus dapat diambil untuk kuadran satu atau dua. τ adalah waktu yang dihitung oleh jam yang ikut bergerak bersama partikel. Berbeda dengan nilai t ,

ternyata nilai τ tetap berhingga, walaupun r → 2 m .

7.4 DINAMIKA GERAK FOTON DALAM BIDANG DATAR MEDAN SCHWARZSCHILD

Selanjutnya ditinjau gerak foton khusus pada bidang datar dengan θ = π / 2 . Untuk gerakan demikian, metrik Schwarszchild (7.2) menjadi

ds = − ( 1 − 2 m / r ) c dt + ( 1 − 2 m / r ) dr + r d φ (7.23)

Lambang Christoffel dirumuskan sebagai (Weinberg, 1972)

Untuk metrik pada persamaan (7.23) digunakan lambang

0 1 x 2 = t , x = r dan x = φ ,

maka nilai lambang Christoffel yang tak lenyap adalah

01 = Γ 10 = Γ 11 = mr ( 1 − 2 m / r ) , Γ 00 = c m ( 1 − 2 m / r ) r ,

(7.25) Dengan menggunakan persamaan geodesik (7.4a), diperoleh set persamaan

Selanjutnya ditinjau kurva orbit foton di sekitar lubang hitam dengan r = r 0 = konstan. Dalam rangka melihat dinamika gerak yang berhubungan dengan

swawaktu, dilakukan substitusi s → τ , yang selanjutnya persamaan (7.26a), (7.26b) dan (7.26c) memberikan

Penyelesaian persamaan (7.27a) dan (7.27c) adalah t = k 1 τ + k 2 (7.28a) dan φ = k 3 τ + k 4 (7.28b)

dengan tetapan k i adalah tetapan sembarang. Akhirnya untuk r 0 > R s , persamaan (7.27b) memberikan

Mengingat kaitan (7.8), bentuk metrik dapat dipakai untuk mendapatkan

(7.30) yang dengan menggunakan persamaan (7.29) diperoleh

µν dx dx = c ∫ c ( 1 − 2 m / r 0 ) dt − ( r 0 ) d φ

0 ) − c m / r 0 dt = 1 − 3 m / r 0 ∆ t . (7.31) Untuk foton, ∆ τ = 0, mengingat swawaktu foton = 0, yang berarti lintasan gerak

foton tersebut adalah lingkaran dengan ruji r 0 = 3 m .

Persamaan (7.26c) dapat dituliskan menjadi

yang berarti r 2 d φ / d τ = konstan = L (7.32)

dengan tetapan L adalah momentum sudut partikel per satuan massa lubang hitam. Selain tetapan L tersebut terdapat tetapan lain yang dapat diperoleh dengan menuliskan persamaan (7.26a) sebagai

d [( 1 − 2 m / r )( dt / d τ )] / d τ = 0

atau ___________________________________________________________________

[( 1 − 2 m / r )( dt / d τ )] = konstan = E (7.33) dengan tetapan 2 Ec dapat diartikan sebagai energi total partikel (mencakup energi

potensial gravitasi) per satuan massa lubang hitam. Dengan menggunakan dua tetapan di atas, persamaan (7.23) untuk 2 ds = 0 dapat dinyatakan sebagai

2 2 ( 2 Ec ) = ( dr / d τ ) + ( L / r ) ( 1 − 2 m / r ) (7.34) Persamaan (7.34) di atas dapat dibaca sebagai persamaan gerak partikel

1 dengan total energi sama dengan 2

2 ( Ec ) yang bergerak dalam potensial efektif satu dimensi sebesar

(7.35) Nilai ekstrem (maksimum) potensial tersebut didapat melalui

2 dV 2 L L m

dr

atau r = 3 m (7.36) yang mana nilai r tersebut tak gayut terhadap L.

7.5 DINAMIKA GERAK FOTON SECARA RADIAL DALAM MEDAN SCHWARZSCHILD

Selanjutnya untuk gerak foton ( d τ = 0 ) secara radial ( d θ = d φ = 0 ), dari persamaan (7.23) diperoleh

0 = − ( 1 − 2 m / r ) c dt + ( 1 − 2 m / r ) dr

atau

(7.37) Nilai dr / dt dapat dikatakan sebagai laju foton pada daerah di sekitar lubang

dr / dt = c ( 1 − 2 m / r ) .

hitam. Tampak dari persamaan (7.37) di atas bahwa untuk daerah di luar lubang hitam ( r > 2 m ) , nilai laju foton selalu kurang dari c. Bahkan saat foton tepat berada

di horison peristiwa r = 2 m , laju foton tepat sama dengan nol. Ini berarti ketika horison peristiwa berimpit dengan foton yang tepat gagal melepaskan diri dari lubang hitam (pada r = 2 m ). Dari persamaan (7.37) disimpulkan bahwa nilai laju ___________________________________________________________________ di horison peristiwa r = 2 m , laju foton tepat sama dengan nol. Ini berarti ketika horison peristiwa berimpit dengan foton yang tepat gagal melepaskan diri dari lubang hitam (pada r = 2 m ). Dari persamaan (7.37) disimpulkan bahwa nilai laju ___________________________________________________________________

7.6 DINAMIKA GERAK PARTIKEL DAN FOTON DALAM JAGAD RAYA BERMETRIK ROBERTSON-WALKER

Pada tinjauan klasik (non-kuantum), deskripsi jagad raya diperoleh melalui solusi persamaan gravitasi Einstein. Persamaan ini dirumuskan dalam bentuk persamaan tensor. Jika dinamika sistem ingin diselidiki melalui persamaan ini, mula − mula metrik ruang − waktu sistem tersebut dirumuskan sehingga diperoleh nilai tensor metrik. Selanjutnya nilai komponen simbol Christoffel, tensor Ricci dan skalar kelengkungan dapat ditentukan. Selain itu, tensor energi − momentum dalam sistem tersebut harus dirumuskan pula. Pada akhirnya semua nilai tersebut diisikan ke dalam persamaan gravitasi Einstein lalu diselesaikan. Karena tensor yang terlibat adalah tensor rank − 2, maka untuk sistem ruang − waktu 4 dimensi terdapat 16 komponen penyelesaian. Namun tensor metrik sistem biasanya bersifat simetri sehingga 16 komponen penyelesaian tersebut tereduksi menjadi 10 komponen.

Lebih khusus lagi, jika tensor metrik g µν bernilai tak lenyap hanya untuk µ = ν , penyelesaian persamaan itu hanya berisi 4 komponen saja. Akan tetapi di dalam 4

komponen penyelesaian tersebut biasanya berisi suku persamaan diferensial orde 2 yang tak linier sehingga banyak kasus sulit diselesaikan secara analitik. Kasus yang dapat diselesaikan secara analitik harus memiliki persyaratan simetri ruang − waktu.

Akan dikaji gerak foton dan partikel bermassa di dalam jagad raya yang bermetrik Robertson − Walker. Dalam konteks teori relativitas umum, gerak foton dapat ditinjau dengan nolnya selang waktu pribadi yang dimilikinya. Sedangkan gerak partikel dapat ditelaah dengan menggunakan persamaan geodesik untuk gerak jatuh bebas. Persamaan geodesik yang digunakan untuk menelaah gerakan partikel

berbentuk persamaan diferensial non linear orde 2 yang menggabungkan beberapa

7.7 SOLUSI PERSAMAAN EINSTEIN UNTUK JAGAD RAYA

Persamaan gravitasi Einstein dirumuskan sebagai (Weinberg, 1972) R µν − ( 1 / 2 ) g µν R − Λ g µν = − 8 π GT µν (7.38)

Laju cahaya di ruang hampa telah dipasang pada nilai c = 1. Penyelesaian persamaan (7.38) untuk objek jagad raya bermetrik Robertson- Walker adalah dua buah persamaan diferensial (Anugraha, 1997)

2 2 ( 2 dS / dt ) + k − ( Λ / 3 ) S = ( 8 / 3 ) π G ρ S (7.39) dan

2 2 2 2 2 2 S ( d S / dt ) + ( dS / dt ) + k − Λ S = − 8 π GpS . (7.40) Metrik Robertson-Walker itu sendiri dirumuskan sebagai (Weinberg, 1972)

µν dx dx = dt − S dr /( 1 − kr ) − r ( d θ + sin θ d φ ) (7.41) dengan : 2 d τ = kuadrat swa-waktu, S = faktor skala jagad raya, dan k = tetapan

kelengkungan ruang yang dapat bernilai − 1, 0 atau 1. Untuk merumuskan tensor metrik di atas telah digunakan prinsip kosmologi (cosmological principle) yang menyatakan bahwa setiap pengamat (galaksi) memiliki kedudukan yang sama. Tidak ada pengamat yang memiliki kedudukan yang istimewa di jagad raya.

Dari metrik (7.41) di atas diperoleh nilai-nilai tensor metrik 2 2 2 g 2

00 = 1 , g 11 = S /( kr − 1 ) , g 22 = − r , g 33 = − r sin θ

(7.42) Untuk memperoleh hasil persamaan (7.39) dan (7.40) telah diasumsikan jagad

dan g µν = 0 untuk µ ≠ ν .

raya bersifat homogen isotrop dengan gas galaksi seperti fluida sempurna (perfect fluid) dengan tensor energi-momentum kovarian rank-2 yang bersangkutan adalah

T µν = ( ρ + p ) V µ V ν + g µν p (7.43) dan kecepatan-4 kovarian gas yang ikut bergerak bersama pengamat di dalam

kerangka Robertson-Walker adalah ___________________________________________________________________

(7.44) Dinamika partikel bermassa yang bergerak jatuh bebas di dalam ruang

lengkung mematuhi persamaan geodesik (Lawden, 1982)

Adapun dinamika gerak foton dapat diperoleh dengan mengisikan ds 2 = 0 pada metrik tersebut.

7.8 DINAMIKA GERAK PARTIKEL DALAM JAGAD RAYA

Disajikan 3 model jagad raya untuk mana dinamika gerakan partikel dan foton akan ditelaah. Ketiga model jagad raya tersebut sebagai bagian dari penyelesaian persamaan (7.39) dan (7.40) yang mungkin adalah sebagai berikut (Anugraha, 1997).

1. Model debu ( Λ = 0 dan p = 0) dengan k = 0 Pada model ini, sifat jagad raya adalah datar (flat) tak bertekanan, dimana perubahan faktor skala sebagai fungsi waktu adalah

0 (( 3 / 2 ) H 0 t ) (7.46) dengan S = faktor skala jagad raya, t = usia jagad raya, dan 0 H = tetapan Hubble.

2. Model Einstein Pada model ini nilai faktor skala adalah

(7.47) dengan S = faktor skala jagad raya.

S = konstan

3. Model de Sitter Pada model ini nilai H sebagai salah satu papameter jagad raya selalu konstan setiap saat sehingga penyelesaian persamaan gravitasi Einstein untuk faktor skala kosmik sebagai fungsi waktu t adalah

S = S 0 exp( Ht ) (7.48) dengan S = faktor skala jagad raya, t = umur jagad raya, dan H = tetapan Hubble.

1. Model debu ( Λ Λ Λ Λ = 0 dan p = 0) dengan k = 0

Kini ditinjau gerakan partikel secara jatuh bebas di jagad raya bermodel debu datar. Pada model ini jagad raya bersifat datar (flat) dengan kelengkungan ruang sama dengan nol. Akan ditinjau dua jenis gerakan partikel pada jagad raya model ini yaitu gerakan radial (r sebagai fungsi t) dan sudut polar φ sebagai fungsi t.

Dari persamaan (7.46) dengan menurunkan S ke t diperoleh

Dengan mengisikan µ = 0, 1, 2, 3, ke dalam persamaan (7.45), diperoleh set persamaan geodesik sebagai berikut.

∂ t  d τ  atau

1 / 3  dr 

2 + S 0 H 0 ( 3 H 0 t / 2 )    + r   + r sin θ    = 0 (7.50)

∂ r  d τ  atau

2 d 2  dr   d θ   d φ 

2 S 2 + + S r sin θ   = 0 (7.51)

33  d φ  µ =2⇒

 2 g 22  −

atau d 2 

+ 2 S r sin θ cos θ   = 0 (7.52)

d τ  Ditinjau gerakan partikel secara radial sehingga d θ = d φ = 0 . Persamaan (7.50) dan (7.51) tereduksi ke bentuk

1 / 3  dr 

2 + S 0 H 0 ( 3 H 0 t / 2 )   = 0 (7.54)

Dari persamaan (7.55) maka

dr A A

Jika bentuk di atas dibawa ke persamaan (7.54) diperoleh

Melalui substitusi

sehingga persamaan (7.57) dapat dituliskan menjadi

− 7 / pdp 3 = − Bt dt .

Dengan melalukan pengintegralan diperoleh

 2 dt  3 B

− 4 /  3  = t + C (7.59)

dengan C tetapan integrasi.

Persamaan (7.60) di atas dapat diatur sebagai

τ dt = ∫

Persamaan (7.61) di atas menyatakan hubungan antara waktu pribadi partikel yang bergerak jatuh bebas dengan waktu koordinatnya. Sayangnya, integral pada persamaan di atas sulit diselesaikan secara analitik, sehingga diperlukan komputasi numerik. Kecuali jika pada integral (7.61) di atas diambil nilai C= 0 maka integral di atas dapat diselesaikan yaitu

∫ t dt =

t + konstanta (7.62)

Jika hasil (7.60) diisikan ke persamaan (7.52) diperoleh

yang juga sulit diselesaikan secara analitik jika C ≠ 0. Jika dipilih C = 0 maka penyelesaian analitik persamaan di atas adalah

2 2 4 / 3 ∫ t dt

3 t 4   + konstanta.

Persamaan (7.63) maupun (7.64) sama-sama menyatakan hubungan antara koordinat r dalam jagad raya dengan model di atas sebagai fungsi waktu koordinatnya (t).

Selanjutnya ditinjau gerakan pada r konstan = r 0 pada bidang planar θ = π / 2 . Persamaan (7.50), (7.51) dan (7.53) tereduksi ke bentuk

Untuk penyelesaian dengan memperhitungkan persamaan (7.66) terlebih dahulu, diperoleh nilai φ = konstanta sehingga nilai tetapan A = 0, dan dari

persamaan (7.65) : t = τ + konstanta. Namun jika hanya diperhitungkan set persamaan (7.65) dan (7.67) maka kalau hasil (7.67) diisikan ke (7.65) akan diperoleh

Bentuk persamaan di atas mirip dengan persamaan (7.57) sehingga dengan model penyelesaian yang sama akan diperoleh

 2 dt  3 D

− 4 / = 3 t + C (7.69)

dengan C tetapan integrasi. Persamaan di atas dapat diatur sebagai

τ dt = ∫

Lagi-lagi integral pada persamaan (7.71) di atas sulit diselesaikan secara analitik, sehingga diperlukan komputasi numerik. Kecuali jika pada integral (7.34) di atas diambil nilai C= 0 maka integral di atas dapat diselesaikan yaitu

∫ t dt =

t + konstanta (7.72)

3 D 5 Ar 0

Selanjutnya dengan mengisikan (7.70) ke (7.67) diperoleh

d φ dt d φ 3 D − 4 / 3 A

d τ dt 2 2 4 / 3 dt atau S 0 ( 3 H 0 t / 2 )

− 4 / A 3 t dt

+ konstanta (7.73)

yang juga sulit diselesaikan secara analitik, kecuali jika telah dipilih nilai tetapan integrasi C = 0. Untuk kasus pemilihan tetapan C = 0 maka

1 /  6 2  φ =  144 t   3 4 6  + konstanta

Persamaan (7.74) di atas menyatakan hubungan antara sudut polar φ sebagai fungsi waktu t untuk partikel yang bergerak pada r konstan di bidang planar.

Dari dua model gerakan di atas masing-masing untuk r dan φ sebagai fungsi t,

1 / ternyata diperoleh penyelesaian yang serupa yaitu keduanya sebagai fungsi 3 t .

2. Model Einstein

Dari persamaan geodesik (7.65) dan nilai tensor metrik pada persamaan (7.41), jika diisikan µ = 0 maka

dt 

 2 g 00  = 0 atau

dt

= A = konstanta

Jika diisikan µ = 1 diperoleh 2 2 1 2 d 2 r 2 kr  dr   d   d  − 2 2 −

+ 2 r sin θ   = 0 (7.76)

 d τ  Untuk µ = 2 diperoleh

+ r sin θ cos θ   = 0 (7.77)

Sedangkan untuk µ = 3 diperoleh

d τ r sin θ

(7.78) berturut-turut menyatakan 0 = 0 dan B = 0. Persamaan (7.76) menjadi

Dengan mengisikan (7.75) ke (7.79) diperoleh

 dr 

( 1 − kr ) 2 + 2 kr   = 0 (7.80)

dt

 dt 

Dilakukan substitusi v = dr / dt , maka persamaan (7.80) dapat dituliskan menjadi

dengan dua penyelesaian

Penyelesaian pertama memberikan nilai

(7.83) sedangkan dari penyelesaian kedua diperoleh untuk ketiga nilai k berturut-turut adalah

r = konstan

1 − D exp( Et )

k=0 ⇒ v = 0 ⇒ r = konstan (7.85)

(7.86) dengan C, D dan E adalah tetapan integrasi. Jadi penyelesaian untuk jagad raya

k 2 = − 1 ⇒ v = dr / dt = C ( r + 1 ) ⇒ r = tg ( Dt + E ) .

model Einstein untuk gerakan radial adalah persamaan trayektori persamaan (7.84) − (7.86) yang bergantung pada nilai k.

3. Model de Sitter

Persamaan faktor skala jagad raya sebagai fungsi waktu untuk model de Sitter ini adalah

S = S 0 exp( Ht ) (7.87) ___________________________________________________________________

Persamaan geodesik yang bersangkutan adalah 2 d 2 t

2  dr  µ =0⇒

+ HS 0 exp( 2 Ht )   = 0 (7.88)

 + 2 S r sin θ cos θ   = 0 (7.90)

dengan B suatu konstanta. Kembali ditinjau gerakan radial, sehingga d θ = d φ = 0 . Untuk jenis gerakan

ini, persamaan (7.89) menjadi

dr

dengan A suatu tetapan. Dengan mengisikan persamaan (7.92) ke persamaan (7.88) diperoleh

+ C exp( − 2 Ht ) = 0 (7.93)

dengan

AH

Dilakukan substitusi

Persamaan (7.93) dapat dituliskan menjadi

pdp = − C exp( − 2 Ht ) dt

yang jika diintegralkan bernilai

 2 dt 

  = CH exp( − 2 Ht ) + D (7.94)

CH exp( − 2 Ht ) + D Untuk mengintegralkan persamaan (7.95) di atas dilakukan substitusi u = CH exp( − 2 Ht ) + D

sehingga t 2 = − ( 1 / 2 H )(ln[ u − D ) − ln[ CH ])

Persamaan (7.95) menjadi

 du

1   CH exp( − 2 Ht ) + D + D 

2 H D  CH exp( − 2 Ht ) + D − D 

Hasil persamaan (7.94) selanjutnya diisikan ke persamaan (7.92) sehingga dihasilkan

2 dr 4 A D + ( AH / S

0 ) exp( − 2 Ht )

dt

S 0 exp( − 2 Ht )

atau

r = 2 ∫ exp( 2 Ht ) D + ( AH / S 0 ) exp( − 2 Ht ) dt (7.98)

yang sulit diselesaikan secara analitik jika D ≠ 0. Namun jika D = 0 maka

r = 4 exp( Ht ) + konstanta.

Persamaan (7.99) di atas menyatakan hubungan antara r sebagai fungsi t untuk gerakan partikel jatuh bebas dalam jagad raya bermodel de Sitter.

7.9 DINAMIKA GERAK FOTON DALAM JAGAD RAYA

Kalau pada dinamika partikel, gerakan jatuh bebasnya ditelaah dengan persamaan geodesik, maka tidak demikian pada gerakan foton, mengingat nilai

d τ foton = 0. Karena swa-waktu foton bernilai demikian maka gerakannya dikaji dengan mengisikan 2 d τ = 0 dari metrik Robertson-Walker pada persamaan (7.41)

yang dapat dituliskan sebagai

2  1  dr 

2   + r    + r sin θ    = 1 . (7.100)

 dt    Dari persamaan (7.100) di atas dapat ditelaah gerakan foton baik untuk koordinat r,

 1 − kr  dt 

 dt 

θ maupun φ sebagai fungsi t untuk model-model jagad raya di atas, bergantung pada perumusan S sebagai fungsi t.

1. Model debu ( Λ Λ Λ Λ = 0 dan p = 0) dengan k = 0

Pada model ini ditinjau gerakan radial saja, gerakan sudut polar saja dan gerakan sudut θ saja. Untuk gerakan radial semata, persamaan (7.100) tereduksi menjadi

yang jika diintegralkan akan menghasilkan

2 / 3 t + konstanta.

Dengan cara yang sama dapat diperoleh nilai φ sebagai fungsi t untuk gerakan pada

r konstan = r di bidang planar 0 θ = π / 2 yaitu

2 / 3 t + konstanta. (7.103)

Sedangkan nilai θ sebagai fungsi t untuk gerakan pada r konstan = r dan 0 φ = konstan ternyata serupa dengan persamaan (7.103) yaitu

2 / 3 t + konstanta. (7.104)

2. Model Einstein

Untuk model ini, bentuk persamaan gerakannya lebih sederhana lagi karena nilai S yang konstan. Untuk ketiga gerakan foton jatuh bebas seperti halnya pada model debu di atas, diperoleh penyelesaian berturut-turut sebagai berikut :

1. gerakan radial k = + 1 ⇒ r = sin( t / S + C ) (7.105)

k = 0 ⇒ r = t / S + C (7.106) k = − 1 ⇒ r = tg ( t / S + C ) (7.107)

2. gerakan θ untuk ketiga nilai k ⇒ θ = t /( Sr 0 ) + C (7.108)

3. gerakan φ untuk ketiga nilai k ⇒ φ = t /( Sr 0 ) + C (7.109) Untuk semua persamaan pada model ini, C adalah tetapan integrasi.

7.10 DINAMIKA METRIK DE SITTER

Untuk menelaah ruang de Sitter, pertama kali dirumuskan metrik ruang − waktu de Sitter sebagai (Lawden, 1982) ds 2 = g µ

µν dx dx

2 2 2 2 dr

2 2 2 − 2 = ( 1 − r / R ) c dt + r ( d sin d ) . (7.110)

dengan R konstan. Lambang Christoffel dirumuskan sebagai (Lawden, 1982)

µν / ∂ x ) . 2 (7.111)

( ∂ g βµ / ∂ x + ∂ g νβ / ∂ x

Γ α 1 g αβ

Dari nilai-nilai lambang Christoffel, dapat dicari nilai tensor Ricci R µα yang dirumuskan sebagai (Lawden, 1982)

Untuk menelaah gerakan partikel jatuh bebas, dirumuskan persamaan geodesik lintasan partikel dalam ruang bermetrik sebagai (Lawden, 1982)

Gerakan foton dapat diselidiki dengan mengisikan nilai 2 ds = 0 mengingat swawaktunya lenyap.

Pada metrik (7.110) telah dipilih koordinat − 4 yang berbentuk :

0 1 2 = 3 ( x , x , x , x ) = ( ct , r , θ , φ ) . (7.114) Tampak bahwa koordinat − 3 spatial dipilih dalam bentuk koordinat bola. Dari metrik persamaan (7.110), nilai komponen tensor metrik kovarian yang tak lenyap

adalah : 2 2 2 2 2 2 2 g 2

00 = ( r / R ) − 1 , g 11 = R /( R − r ) , g 22 = r , g 33 = r sin θ . (7.115) Adapun nilai g µν untuk µ ≠ ν bernilai lenyap. Nilai komponen tensor metrik dari persamaan (7.115) di atas bersifat simetri. Mengacu pada persamaan (7.115) di atas,

untuk r → R, tensor metrik mengalami singularitas. Sementara itu relasi antara tensor metrik kovarian dan kontravarian adalah

Hubungan di atas memungkinkan untuk mendapatkan komponen tensor metrik kontravarian yang tak lenyap dengan nilai-nilai sebagai berikut :

00 2 2 2 2 g 2 = R /( r − R ) , g

11 = 1 − ( r / R ) ,

(7.117) Sama halnya dengan tensor metrik kovarian, nilai tensor metrik kontravarian juga

22 = 1r / , g 33 = 1 /( r sin θ ) .

bersifat simetri. Demikian pula tensor metrik kontravarian mengalami simgularitas untuk r = 0 dan r = R.

Langkah selanjutnya, dari nilai tensor metrik yang tertera pada persamaan (7.115) dan (7.117), dapat dihitung nilai-nilai lambang Christoffel yang tak lenyap dengan menggunakan rumus persamaan (7.111) sebagai berikut :

00 = r ( r − R ) / R ; Γ 10 = Γ 01 = r /( r − R ) ; Γ 11 = r /( R − r ) ;

22 = r ( r − R ) / R ; Γ 21 = Γ 12 = 1 / r ; Γ 33 = r sin θ ( r − R ) / R ;

13 = Γ 31 = 1 / r ; Γ 33 = − ( 1 / 2 ) sin 2 θ ; Γ 23 = Γ 32 = cot θ . (7.118) Jika diamati, beberapa lambang Christoffel menuju tak hingga untuk r = 0, r = R serta θ = n π dengan n = bilangan bulat.

Nilai-nilai lambang Christoffel yang terdapat pada persamaan (7.118) di atas selanjutnya sapat digunakan untuk menghitung komponen simetri tensor Ricci memanfaatkan persamaan (7.112) sebagai berikut :

Untuk r → R, nilai R 11 → ∞ , sementara R 22 dan R 33 lenyap untuk r = 0. Akhirnya, skalar kelengkungan R dapat ditentukan menggunakan tensor

metrik kontravarian pada persamaan (7.117) dan tensor Ricci pada persamaan (7.119) dengan nilai

Sesuai sifatnya, skalar kelengkungan di atas bernilai konstan, bukan merupakan fungsi variabel koordinat.

7.11 DINAMIKA GERAK FOTON DALAM METRIK DE SITTER

Ditinjau gerak foton untuk mana swa − waktunya lenyap, atau

(7.121) sehingga metrik de Sitter pada persamaan (7.110) untuk gerak foton menjadi 2 2 2 2 2 c 2 ( r − R ) dt R dr

c ds = 0 ,

2 + 2 2 + r ( d θ + sin θ d φ ) = 0 . (7.122)

Akan diambil kasus khusus : pada t = 0, foton berada di r = r dan 0 selanjutnya bergerak keluar sepanjang garis lurus secara radial dengan θ = konstan

dan φ = konstan. Ini menyebabkan d θ = d φ = 0 sehingga persamaan (7.122) menjadi

Jika diambil akar positif (mengingat untuk t positif, r bergerak keluar) diperoleh

Pengintegralan menghasilkan

dengan k tetapan integrasi. Dengan mengingat syarat batas : r ( t = 0 ) = r 0 , untuk mana 0 ≤ r 0 < R memberikan

k = ln

sehingga persamaan (7.125) dapat dituliskan dalam bentuk

Untuk bentuk khusus : r 0 = 0 , persamaan di atas menjadi

ln

Persamaan di atas menunjukkan bahwa nilai t hanya valid untuk daerah 0 ≤ r < R . Untuk r → R maka t → ∞ . Persamaan (7.128) dapat dinyatakan dalam ungkapan

exp( 2 ct / R ) − 1

exp( 2 ct / R ) + 1

Selanjutnya diambil kasus khusus : foton bergerak dengan r = r 0 = konstan dan φ konstan sehingga persamaan (7.122) dapat dituliskan

Jika diambil akar positifnya, diperoleh

d 0 θ = dt ,

Gerakan foton pada kasus ini adalah berupa gerakan azimut melingkar pada r = r 0 = konstan dengan kecepatan sudut azimut konstan sebesar

0 R )( R − r 0 ) .

Pada gerakan ini perlu diberikan pembatasan bahwa r 0 ≠ 0 kecepatan sudutnya tidak tak hingga, juga r 0 ≠ R agar kecepatan sudutnya tidak lenyap. Ini berarti, syarat gerakan melingkar stabil terletak pada daerah 0 < r = r 0 < R . Demikian pula untuk gerakan foton polar dengan r = r 0 = konstan dan

θ= θ 0 = konstan yang menyebabkan persamaan (7.122) memiliki ungkapan

Pengintegralan dengan syarat batas φ ( t = 0 ) = φ 0 memberikan

r 0 sin θ 0 R

Mirip dengan gerakan foton secara azimut di atas, pada gerakan foton polar ini, syarat agar gerakan stabil adalah r 0 ≠ 0 , r 0 ≠ R , θ 0 ≠ 0 dan θ≠ 0 π . Kecepatan

2 2 1 / sudut polar gerak foton ini bernilai konstan = 2 ( c / r

0 sin θ 0 R )( R − r 0 ) .

7.12 DINAMIKA GERAK PARTIKEL DALAM METRIK DE SITTER

Selanjutnya ditelaah persamaan geodesik lintasan partikel di dalam metrik de Sitter. Metrik (7.110) dapat ditulis dalam bentuk

 ds    Dengan menggunakan persamaan geodesik (7.113) maka diperoleh set persamaan

 R − r   ds 

   ds 

diferensial berikut : ___________________________________________________________________

− () r  

φ − r sin θ   = 0, (7.137)

dengan k dan l tetapan integrasi. Ditinjau gerakan partikel secara radial, sehingga d θ = d φ = 0 . Persamaan (7.135) tereduksi ke bentuk

Dengan mengisikan nilai dt / ds dari persamaan (7.136) ke persamaan (7.140) di atas, diperoleh

yang jika disederhanakan menjadi

Dari persamaan di atas, diambil akar positif yang memberikan ungkapan

dr

c dt 2 2 2 2 2 1 / 2 = 3 . (7.143)

kR Ruas kiri persamaan di atas dapat diintegralkan dengan menggunakan rumus

(Abramowitz dkk, 1965) untuk bc > ad

2 1 / 2 1 / dx 2 1 [ b ( cx + d )] + x ( bc − ad )

ln

(7.144) 1 / 2 2 1 / 2 1 / ( 2 ax + b )( cx + d ) 2 [ b ( bc − ad )] [ b ( cx + d )] − x ( bc − ad )

sehingga pengintegralan persamaan (7.143) memberikan

dengan K tetapan integrasi. Untuk syarat batas, misalnya r ( t = 0 ) = 0 diperoleh K = 0 sehingga 2 2 R 2 ( k + 1 ) R − r + kr

t = ln

. (7.146) 2 c 2 2 ( 2 k + 1 ) R − r − kr

Dari persamaan di atas, terdapat syarat : 2 0 ≤ r ≤ R k + 1 agar nilai di dalam akar tidak negatif serta r ≠ R agar penyebut ≠

0. Dua syarat tersebut dapat digabung menjadi 0 2 ≤ r < R atau R < r < R k + 1 .

7.13 METRIK DAN JAGAD RAYA DE SITTER

Dari metrik de Sitter yang terdapat pada persamaan (7.110), dilakukan transformasi dari koordinat − 4 ( ct , r , θ , φ ) ke ( cT , σ , θ , φ ) melalui substitusi

σ  exp( 2 / R

 r = A σ exp( cT / R ) (7.149) dengan A tetapan positif. Melalui transformasi tersebut metrik de Sitter menjadi

2 2 2 2 2 2 2 2 ds 2 = − c dT + A exp( 2 cT / R )[ d σ + σ ( d θ + sin θ d φ )] . (7.150) Bentuk metrik ini sama dengan metrik jagad raya de Sitter yang berasal dari metrik

Robertson − Walker yang dirumuskan sebagai

2 2 2 ds 2   = −

c dT + S 

+ σ ( d θ + sin θ d φ )  2 , (7.151)

 kemudian dengan mengisikan untuk jagad raya de Sitter beberapa nilai berikut : ___________________________________________________________________

• S = A exp(Ht ) yang berasal dari asumsi bahwa nilai tetapan Hubble H = S 1 −

( dS / dt ) selalu konstan sepanjang waktu T . Selanjutnya diperoleh

hubungan H = c / R .

• jagad raya bersifat datar (flat) karena tidak memiliki rapat massa ρ maupun tekanan p sehingga nilai tetapan kelengkungan k = 0.

Dari kedua asumsi di atas, diperoleh metrik de Sitter. Invers transformasi persamaan (7.148) dan (7.149) adalah

r exp( − ct / R )

7.14 DINAMIKA GERAK FOTON DALAM JAGAD RAYA DE SITTER

Ditinjau sebuah foton yang dilepaskan dari titik ( σ , θ , φ ) secara radial ke pusat O pada waktu T dalam jagad raya de Sitter dengan metrik diberikan pada 0 persamaan (7.150). Mengingat untuk foton, swawaktunya lenyap serta gerakannya

dipilih bersifat radial, persamaan (7.150) berbentuk

(7.154) Karena gerakan foton menuju O, diambil akar negatif dari persamaan di atas

2 2 2 c 2 dT = A exp( 2 cT / R ) d σ .

sehingga dapat ditulis menjadi

(7.155) Jika diintegralkan

exp( − cT / R ) dT = − ( A / c ) d σ .

∫ exp( − cT / R ) dT = − d σ

atau

(7.156) Dengan menyederhanakan bentuk di atas, diperoleh

exp( − cT / R ) = exp( − cT 0 / R ) − ( A σ / R ) .

T = T 0 − ln [ 1 − ( A σ / R ) exp( cT 0 / R ) ] .

Dari hasil terakhir di atas, selang waktu yang diperlukan menurut pengamat di ruang de Sitter bagi foton untuk menempuh gerakan tersebut adalah

T = T − T 0 = − ln [ 1 − ( A σ / R ) exp( cT 0 / R ) ] .

Untuk nilai di atas, tentu saja harus dipenuhi

1 − ( A σ / R ) exp( cT 0 / R ) > 0 (7.159) atau

σ < ( R / A ) exp( − cT 0 / R ) .

Soal-Soal Latihan BAB VII

1. Suatu daerah ruang-waktu memiliki metrik

2 2 2 2 2 ds 2 = dx + dy + dz − x dt .

Sebuah partikel pada saat t = 0 berada pada posisi (1, 0, 0). Jika partikel tersebut dilepaskan dan bergerak jatuh bebas, tunjukkan bahwa ia bergerak sepanjang sumbu x dengan persamaan gerakan x = sech t . Sebuah foton

dipancarkan dari titik (1, 0, 0) pada t = 0 pada arah sumbu y positif. Tunjukkan bahwa pada saat tersebut

dx / dt = dz / dt = 0 , dy / dt = 0

2 serta lintasan foton tersebut adalah lingkaran dengan persamaan 2 x + y = 1 .

2. Jagad raya de Sitter memiliki metrik

ds = A dr + r ( d θ + sin θ d φ ) − Ac dt dengan

dan R tetapan. Saat t = 0, sebuah foton meninggalkan pusat r = 0 dan bergerak keluar sepanjang garis lurus dengan θ = tetapan dan φ = tetapan. Carilah

koordinat r pada waktu t dan tunjukkan bahwa

r = R / 2 saat t = ( R ln 3 ) / 2 c

serta

r → R saat t → ∞ .

3. r , θ , z adalah koordinat kuasi − silindris dalam suatu medan gravitasi yang memiliki metrik

2 2 2 2 2 ds 2 = r ( dr + d θ ) + r ( dz − dt ) .

Sebuah partikel diletakkan pada titik r = 1 , θ = z = 0 pada medan tersebut dengan kecepatan dr / dt = dz / dt = 0 , d θ / dt = 3 / 2 . Tunjukkan bahwa jika

θ = 3 π . Sebuah foton dipancarkan dari titik r = 1 , θ = z = 0 dan bergerak dengan kecepatan awal dr / dt = dz / dt = 0 . Tunjukkan bahwa lintasan foton tersebut berbentuk spiral dengan persamaan

pada bidang z = 0.

4. Metrik de Sitter dapat dinyatakan dalam bentuk

2 2 2 2 2 ds 2 = exp( 2 ct / R )( dx + dy + dz ) − c dt dengan R suatu tetapan, dan x , y , z dapat diperlakukan sebagai koordinat

Kartesan tegaklurus. Tunjukkan bahwa trayektori partikel jatuh bebas dan foton adalah garis lurus. Sebuah partikel ditempatkan pada pusat saat t = 0 dengan kecepatan V sepanjang sumbu x positif. Tunjukkan bahwa koordinat x pada waktu t diberikan oleh

2 x 2 = ( R / V )[ c − c − V ( 1 − exp( 2 ct / R ) ] . Sebuah benda pada titik x = X di sumbu x memancarkan foton yang bergerak

menuju pusat saat t = 0. Tunjukkan bahwa foton tersebut akan tiba di O pada waktu

t = − ( R / c ) ln( 1 − X / R ) .

5. r , θ , φ adalah koordinat kuasi − kutub bola pada sebuah medan gravitasi yang bersifat simetri bola terhadap pusat r = 0. Metrik ruang − waktu adalah

r + 2 Sebuah partikel diletakkan pada titik r = 1 , θ = π / 2 , φ = 0 pada waktu t = 0 dengan kecepatan sedemikian sehingga dr / dt = d θ / dt = 0 , d φ / dt = 1 / 6 .

Partikel tersebut kemudian bergerak jatuh bebas. Tunjukkan bahwa trayektori ___________________________________________________________________ Partikel tersebut kemudian bergerak jatuh bebas. Tunjukkan bahwa trayektori ___________________________________________________________________

5 − cos( 8 / 3 φ )

3 + cos( 8 / 3 φ )

6. Carilah persamaan gerakan foton yang bergerak secara radial di dalam bola Schwarzschild dan tunjukkan bahwa foton tersebut bergerak keluar dari pusat O mengambil koordinat waktu t yang tak hingga untuk mencapai bola tersebut. Buktikan pula bahwa foton yang bergerak menuju pusat O dari

r = R < 2 m membutuhkan waktu t = T yang diberikan oleh

cT = − R − 2 m ln( 1 − R / 2 m )

untuk mencapai O.

7. Sebuah partikel bergerak sepanjang garis radial menuju O dalam daerah r > 2m. Untuk kondisi awal t = 0 , r = R , dr / dt = 0 , buktikan bahwa

r   r R  Selanjutnya tunjukkan pula bahwa 1 / 2  R 

3 / R 2 r dr ct = 

r ( r − 2 m )( R − r )

[ r ( R − r ) + ( R + 4 m ) cos

r / R − 2 m ln    2 m

+ γ  dengan

r ( R − 2 m ) Tunjukkan bahwa ct → ∞ untuk r → 2 m .

8. Sebuah foton dipancarkan dari titik r = m , θ = π / 2 , φ = 0 di dalam lubang hitam Shwarzschild dengan kecepatan sudut d θ / dt = 0 , d φ / dt = ( 3 3 ) c / m .

Tunjukkan bahwa kecepatan awal diberikan oleh dr / dt = ± 2 7 c . Pada kasus dimana nilai awal dr / dt adalah negatif, tunjukkan bahwa foton tersebut

bergerak pada bidang θ = π / 2 dan jatuh ke O sepanjang trayektori

6 2 m = r [ 3 coth {( α − φ ) / 2 } − 1 ] dengan α = ln 5 + 21 .

9. r , θ , φ adalah koordinat Schwarzschild. Seorang pengamat tetap pada titik R , θ , φ mengirim sinyal secara radial menuju pusat O. Sinyal dipantulkan

oleh sebuah benda kecil pada titik r , θ , φ dan kembali ke pengamat. Tunjukkan bahwa waktu antara transmisi dan penangkapan sinyal kembali

yang diukur oleh jam standar pengamat adalah

 R − r + 2 m ln

10. Sebuah foton dipancarkan dari titik ( r , θ , φ ) sepanjang radius menuju pusat pada waktu t dalam jagad raya de Sitter. Tunjukkan bahwa waktu yang

diperlukan untuk mencapai pusat O adalah

ln( 1 − ( HAr / c ) exp( Ht )

11. Dalam ruang dua dimensi dimana metriknya diberikan oleh

tunjukkan bahwa persamaan diferensial lintasan geodesik dapat dituliskan dalam bentuk

2  dr   

dengan 2 k adalah suatu tetapan, sedemikian sehingga k = 1 jika dan hanya jika, geodesik tersebut null.

12. Didefinisikan koordinat ( r , φ ) pada kerucut lingkaran yang memiliki sudut setengah vertikal α sehingga metrik permukaan kerucut tersebut diberikan

oleh

2 2 2 2 ds 2 = dr + r sin α d φ .

Tunjukkan bahwa keluarga lintasan geodesik diberikan oleh

r = a sec( φ sin α − β )

dengan α , β adalah tetapan sembarang.

13. Suatu ruang tiga dimensi memiliki metrik

2 2 2 2 2 ds 2 = λ dr + r ( d θ + sin θ d φ )

dengan λ merupakan fungsi r saja. Tunjukkan bahwa sepanjang lintasan geodesik untuk θ = π / 2 serta d θ / ds = 0 saat s = 0, berlaku

dengan r = b sec ψ .

14. Jika ruang − waktu memiliki metrik

2 2 kx

2 2 2 ds 2 = e ( dx + dy + dz − dt )

dengan k tetapan, serta

2 2 2 v 2 = ( dx / dt ) + ( dy / dt ) + ( dz / dt ) , tunjukkan bahwa benda yang bergerak jatuh bebas memenuhi persamaan

2 2 2 1 kx − v = ( 1 − V ) e

dengan v = V untuk x = 0.

15. Jika ruang − waktu memiliki metrik

2 2 2 2 2 2 ds 2 = α ( dx + dy + dz ) − α c dt

dengan 1 α = ( 1 − kx ) −

dan k tetapan, serta

2 2 2 v 2 = ( dx / dt ) + ( dy / dt ) + ( dz / dt ) ,

tunjukkan bahwa untuk benda yang bergerak jatuh bebas tersebut dipenuhi persamaan

2 2 V 2 − v = kc x

dengan v = V untuk x = 0.

16. Jika metrik ruang−waktu adalah

2 2 2 2 2 ds 2 = α ( dx + dy + dz ) − k α dt

dengan α adalah fungsi x saja dan k tetapan, carilah persamaan diferensial yang membangun lintasan garis dunia partiel yang bergerak jatuh bebas. Jika x , y dan z diinterpretasikan sebagai koordinat Kartesan tegaklurus oleh seorang pengamat dan t adalah variabel waktunya, tunjukkan bahwa terdapat suatu persamaan energi untuk partikel tersebut dalam bentuk

1 2 v k − = tetapan.

_______________________________________________________________________________