Sumber Data Sistematika Penulisan

48 Profil Bappeda 2015 pendapatan penduduk. Hasil ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada pemerintah serta pengguna data lainnya tentang posisi pembangunan manusia di Kabupaten Sleman.

b. Ruang Lingkup dan Cakupan

Ruang lingkup wilayah dalam pembahasan buku mencakup IPM Kabupaten Sleman yang dibandingkan dengan IPM kabupatenkota lainnya di DIY. Periode waktu dalam analisis fokus pada IPM tahun 2014 dan beberapa tahun sebelumnya sebagai pembanding. Cakupan dalam pembahasan meliputi ketiga aspekkomponen penyusun IPM beserta indikator pendukungnya.Ketiga aspekkomponenini meliputi kesehatan, pendidikan, dan pendapatan.

c. Sumber Data

Data yang digunakan dalam pembahasan ini sebagian besar berasal dari hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional Susenas 2011-2014, Survei Angkatan Kerja Nasional Sakernas 2011-2014, Produk Domestik Regional Bruto PDRB tahun 2011-2014, Inflasi tahun 2011-2014 dan beberapa data penunjang yang berasal dari dinasinstansi seperti Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga, Dinas Kesehatan dan instansi lainnya. Sebagai sumber data pokok, adalah data hasil kegiatan Susenas tahun 2014.

d. Sistematika Penulisan

Sistematika penyusunan buku IPM ini dibagi menjadi tujuh 7 bab yang terdiri dari: Bab I, Pendahuluan, menguraikan tentang latar belakang, maksud dan tujuan, ruang lingkup dan cakupan, dan sistematika penulisan. Bab II, Metode BaruPenghitungan IPM, berisi konsep, ruang lingkup pembangunan manusia, dan pengukuran indeks pembangunan manusia. Bab III, Gambaran Umum, berisi kondisi geografis, kependudukan, dan ketenagakerjaan. Bab IV, Tinjauan Ekonomi, berisi tentang struktur ekonomi, pertumbuhan ekonomi, PDRB per kapita, dan inflasi.Bab V, Kesehatan, berisi tentang angka harapan hidup, angka kematian bayi, dan angka kesakitan.Bab VI, Pendidikan, berisi antara lain rasio murid – kelas, rasio murid – guru, tingkat partisipasi sekolah, rata-rata lama sekolah, dan angka melek huruf.Bab VII, Posisi Pembangunan Manusia, berisi 49 Profil Bappeda 2015 uraian mengenai penggabungan beberapa indikator menjadi satu indeks komposit yaitu IPM.Bab VIII, Penutup, berisi tentang kesimpulan terkait IPM. Secara ringkas isi Buku IPM tahun 2014 adalah sbb : Konsep dan definisi : Untuk penghiitungan IPM tahun 2014 menggunakan metode baru. Konsep pembangunan manusia .UNDP merumuskan konsep pembangunan manusia sebagai perluasan pilihan bagi penduduk yang dilihat sebagai proses upaya kea rah perluasan pilihan atau sekaligus sebagai taraf yang dicapai dari upaya tersebut. Konsep ini mengkaji manusia dari dua sisi yakni : meningkatkan kapabilitas fisik atau pembentukan kemampuan berfungsi manusi melalui jalur perbaikan taraf kesehatan,pengetahuan,dan ketrampilan. Sisi kedua : bagaimana meanfaatkan kapabiltas atau kemampuan yang dimilki untuk melakukan aktivitas yang sifanya produktif. Konsep ini diajukan oleh Mahbub ul Haq dan Amartya sen. Menurut mereka perluasan pilihan hanya mungkin direalisasikan jika penduduk minimal memiliki tiga aspek mendasar yakni : peluang panjang umur dan sehat, pengetahuan dan ketrampilan memadai serta peluang untuk merelasisikan pengetahuan yang hakiki dalam kegiatan yang produktif yang mampumeningkatkan daya belinya. Pendekatan ini menyempurnakan pendekatan yang telah ada lebih dulu yang lebih menekankan pada spek PDRB perkapita sebagai indicator tunggal untuk mengukur kemajuan pembangunan. Pengukuran IPM : IPM diukur dengan 3 indkator : dimensi kesehatan : direpresentasikan dengan umur panjang dan sehat. uraian tentang ini . Diukur dengan rumus usia harapan hidup : metode tak langsung menggunakan bantuan perangkat lunak : motpak For windows. Sumber data yang digunakan adalah SUSENAs. Formula angka harapan hidup adalah : model coaled an denemy. Tambahan metode baru adalah : harapan lama sekolah ini mreupakan variable pengganti melek huruf dlm penghitungan IPM, karena angka melek huruf tidk relevan lagi dalam mengukur pendidikan secara utuh. HLS adalah : lamanya tahun sekolah yang diharapkan akan dirasakan oleh anak pada umur tertentu di masa mendatang. Dimensi Standar Hidup Yang Layak : Standar hidup layak menggambar- kan kualitas kehidupan atau tingkat kesehajteraan yang dinikmati oleh penduduk 50 Profil Bappeda 2015 sebagai dampak dari semakin membaiknya kondisi ekonomi maupun tingkat pemerataannya. UNDP menggunakan pendekatan PNBP riil. Tahapan penghi- tungan rata rata pengeluaran perkapita riil yang disesuaikan. Jumlah komoditas yang digunakan untuk menghitung niai PPP per unit : 96 komoditas yang tercakup dalam SUSENAS. Penyempurnaan metode secara umum memberikan dampak terhadap penurunan level IPM atau level IPM dengan metode baru lebih rendah dibandingkan dengan IPM metode lama. Gambaran umum : diisi gambaran umum yang terdiri dari : kondisi geografis, kependudukan, Kabupaten Sleman tahun 2010 – 2014. Ketenagakerjaan : Yang dibahas adalah mengkaitkan beberapa hal antara lain tingkat partisipasi angkatan kerja, tingkat pengangguran terbuka, kualitas tenaga kerja menurut pendidikan, serta daya serap masing masing lapangan usaha. Indikator TPAK dihitung dari rasio antara jumlah angkatan kerja dengan penduduk usia kerja. TPAK kabupaten Sleman tahun 2014 tercatat 68,05 persen, meningkat dibandingkan tahun 2013. Komposisi penduduk bekerja. : penduduk bekerja menurut pendidikan tinggi, menurut lapangan usaha, menurut status pekerjaan. tampilkan tabel indicator ketengakerjaan di Kabupaten Sleman tahun 2010 – 2014. Tingkat pengangguran terbuka : bagian dari angkatan kerja yang tidak terserap oleh pasar tenaga kerja termasuk dalam pengangguran. Konsep pembangunan manusia : UNDP merumuskan konsep embangunan manusia sebagai perluasan pilihan bagi penduduk yang dilihat sebagai proses upaya kea rah perluasan pilihan atau sekaligus sebagai taraf yang dicapai dari upaya tersebut. Konsep ini mengkaji manusia dari dua sisi yakni : meningkatkan kapabilitas fisik atau pembentukan kemampuan berfungsi manusi melalui jalur perbaikan taraf kesehatan,pengetahuan,dan ketrampilan. Sisi kedua : bagaimana meanfaatkan kapabiltas atau kemampuan yang dimilki untuk melakukan aktivitas yang sifanya produktif. Konsep ini diajukan oleh Mahbub ul Haq dan Amartya sen. Menurut mereka perluasan pilihan hanya mungkin direalisasikan jika penduduk minimal memiliki tiga aspek mendasar yakni : peluang panjang umur dan sehat, pengetahuan dan ketrampilan memadai serta peluang untuk merelasisikan pengetahuan yang hakiki dalam kegiatan yang produktif yang mampu meningkatkan daya belinya. Pendekatan ini menyempurnakan pendekatan yang 51 Profil Bappeda 2015 telah ada lebih dulu yang lebih menekankan pada spek PDRB perkapita sebagai indicator tunggal untuk mengukur kemajuan pembangunan.

A. Tinjauan ekonomi :

PDRB yang disajikan dalam buku ini merupakan PDRB seri 2010 yang dihitung menggunakan tahun dasar baru 2010=0 dan telah mengadopsi Sistem Neraca Nasional SNA 2008. PDRB ini telah dihitung sampai level kabupatenkota, termasuk Kabupaten Sleman dan sudah dirilis mulai tahun 2014. Dampak perubahan tahun dasar dan penggunaan SNA 2008 akan menaikkan level PDRB dan merubah struktur perekonomian, karena cakupan yang bertambah dan dalam penyajiannya jumlah kategori lapangan usaha bertambah lebih banyak. 1 PDRB ADHB dan ADHK 2010 Berdasarkan penghitungan menggunakan pendekatan SNA 2008 PDRB Atas Dasar Harga Berlaku ADHB Kabupaten Sleman tahun 2014 tercatat sebesar Rp 31,01 triliun. Nilai PDRB tersebut memberi andil sebesar 33,19 persen terhadap perekonomian DIY pada tahun 2014. Andil tersebut juga menjadi yang terbesar di antara PDRB kabupaten kota lainnya di seluruh DIY. Secara riil atau Atas Dasar Harga Konstan ADHK 2010, nilai PDRB tersebut setara dengan Rp 26,74 triliun. 2 Struktur Ekonomi Struktur perekonomian yang dihitung menggunakan andil setiap kategori terhadap PDRB ADHB menunjukkantidak ada lapangan usaha yang mendominasi struktur perekonomian Kabupaten Sleman selama tahun 2010-2014. Semua lapangan usaha memiliki kontribusi di bawah 15 persen terhadap total perekonomian Kabupaten Sleman. Lima lapangan usaha yang memiliki andil terbesar dalam perekonomian Kabupaten Sleman tahun 2014 adalah kategori usaha industri pengolahan sebesar 13,90 persen, konstruksi sebesar 10,77 persen, akomodasi dan makan minum sebesar 9,95 persen, jasa pendidikan sebesar 9,49 persen, dan pertanian sebesar 8,87 persen. Kondisi ini berbeda dengan angka PDRB dengan pendekatan SNA 1968 PDRB seri 2000 yang 52 Profil Bappeda 2015 didominasi oleh empat lapangan usaha yakni sektor perdagangan, hotel dan restoran; sektor jasa-jasa; sektor industri pengolahan; dan sektor pertanian. 3 Pertumbuhan Ekonomi Laju pertumbuhan ekonomi dihitung dari perubahan nilai PDRB atas dasar harga konstan PDRB riil. Dengan menghilangkan pengaruh perubahan harga, nilai pertumbuhan yang diperoleh benar-benar merepresentasikan pertambahan kuantitas barang dan jasa yang dihasilkan dan bukan pertambahan yang disebabkan oleh perubahan harga. PDRB atas dasar harga konstan tahun 20142010=100 Kabupaten Sleman tercatat sebesar Rp. 26,74 triliun, sehingga nilai tambahperekonomian tumbuh sebesar 5,41 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang sebesar Rp 25,37 triliun. Level pertumbuhan tersebut mengalami perlambatan jika dibandingkan dengan pertumbuhan tahun sebelumnya yang mencapai 5,89 persen. Secara umum, perlambatan ini disebabkan oleh guncangan eksternal berupa kondisi perekonomian global dan nasional yang lesu dan mengalami perlambatan akibat perang mata uang. Pada tahun 2014, semua kategori lapangan usaha di Kabupaten Sleman memiliki pertumbuhan positif kecuali kategori pertanian yang mengalami kontraksi sebesar 4,76 persen akibat penurunan nilai tambah pada lapangan usaha tanaman pangan, hortikultura, dan perkebunan. Kategori lapangan usaha yang memiliki laju pertumbuhan tertinggi selama tahun 2014 adalah secara berturut-turut adalah kategori jasa keuangan dan asuransi 11,18 ; jasa perusahaan 9,03 ; jasa pendidikan 8,57 ; real estat 8,37 ; dan jasa kesehatan 8,01 ’ Semua kategori lapangan usaha tersebut merupakan bagian dari sektor tersier atau jasa-jasa. Sementara, pertumbuhan kategori lapangan usaha lainnya terutama sektor primer dan sekunder bervariasi di bawah 7 persen. Dari sisi andil terhadap pertumbuhan, kategori lapangan usaha yang memberikan sumbangan tertinggi adalah industri pengolahan sebesar 0,71. Andil pertumbuhan terbesar berikutnya disumbang oleh kategori konstruksi; informasi dan komunikasi; jasa pendidikan; dan akomodasi dan makan minum dengan andil masing-masing sebesar 0,61; 0,56; 0,54; dan 0,52. Sektor pertanian yang mengalami pertumbuhan negatif juga masih mampu menyumbang pertumbuhan 53 Profil Bappeda 2015 sebesar 0,4, karena share terhadap perekonomian Sleman masih cukup besar. Kategori lapangan usaha lainnya memberikan andil pertumbuhan dengan level yang bervariasi di bawah 0,5 sejalan dengan kontribusinya dalam perekonomian Sleman. 4 PDRB per Kapita Secara nominal, PDRB per kapita Kabupaten Sleman terus meningkat dari Rp 17,12 juta pada tahun 2008 menjadi Rp 26,68 juta pada tahun 2014. Sementara itu, nilai PDRB perkapita riil pada tahun 2014 tercatat sebesar Rp 23,00 juta dan menunkukkan kecenderungan yang semakin meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Sejak tahun 2008 PDRB perkapita riil mengalami pertumbuhan rata-rata per tahun sebesar 3,79 persen. Peningkatan level PDRB perkapita riil ini dapat memengaruhi terjadinya perbaikan daya beli penduduk karena secara kuantitas konsumsi mereka meningkat dibandingkan tahun sebelumnya dengan asumsi hasil pertumbuhan dinikmati sepenuhnya oleh penduduk Sleman. Pola konsumsi penduduk berdasarkan kelompok makanan maupun non makanan secara tidak langsung menggambarkan tingkat kesejahteraannya. Berdasarkan pola konsumsi hasil Susenas 2014, konsumsi makanan penduduk Kabupaten Sleman memiliki proporsi sebesar 44,17 persen. Sementara, konsumsi non makanan penduduk memiliki proporsi sebesar 55,83 persen. Kondisi tersebut menggambarkan secara ekonomi penduduk Kabupaten Sleman masuk kategori relatif sejahtera karena konsumsi non makanan yang lebih tinggi dibandingkan dengan konsumsi makanan. Dalam empat tahun terakhir, konsumsi penduduk Kabupaten Sleman didominasi oleh pengeluaran non makanan. 5 Inflasi Pada tahun 2014 laju inflasi mengalami perlambatan bila dibandingkan tahun 2013. Inflasi yang terjadi pada tahun 2014 sebesar 5,85 persen atau mengalamiperlambatan bila dibandingkan dengan tahun 2013 yang sebesar 6,92 persen. Bila dilihat pada kelompok pengeluaran, kenaikan inflasi dan perlambatan inflasi cukup bervariasi. Tinggi rendahnya inflasi bervariasi pada masing-masing kelompok pengeluaran. 54 Profil Bappeda 2015 Pada tahun 2014 kelompok pengeluaran transpor dan komunikasi juga mengalami inflasi terbesar yaitu sebesar 8,41 persen.Kelompok pengeluaran bahan makanan mencapai 7,85 persen. Kelompok perumahan sebesar 6,16 persen. Kelompok pengeluaran makanan jadi, minuman dan rokok mengalami inflasi sebesar 4,35 persen. Kondisi ini mengalami perlambatan bila dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 8,48 persen. Kelompok pengeluaran kesehatan juga mengalami inflasi pada tahun 2014 yaitu sebesar 3,50 persen atau mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2013 yang sebesar 2,24 persen. Kelompok sandang mengalami inflasi sebesar 3,11 persen. Kelompok pengeluaran yang mengalami inflasi terendah adalah kelompok pengeluaran pendidikan, rekreasi, dan olah raga.

B. Tinjauan Pendidikan

1. Rasio Murid-Kelas

Rasio murid-kelas SDMI dan Paket A Kabupaten Sleman pada tahun 2014 tercatat sebesar 24, artinya setiap kelas menampung rata-rata 24 murid. Secara rata-rata SD negeri menampung 25 siswa per kelas, SD swasta menampung 24 siswa per kelas dan MI menampung 22 siswa per kelas. Untuk tingkat SMPMTs dan Paket B, rasio murid-kelas sebesar 30 murid per kelas pada tahun 2014. Angka ini berarti setiap kelas pada tingkat SLTP sederajat menampung sebanyak 30 siswa. Nilai rasio ini cenderung mengalami penurunandalam lima tahun terakhir, dari33 pada tahun 2010 menjadi 30 pada tahun 2014. Kondisi ini terjadi karena adanya tren penurunan jumlah murid sedangkan jumlah kelas yang tersedia relatif tetap. Pada tingkat SMAMASMK, rasio murid-kelas tercatat sebesar 26 orang per kelas pada tahun 2014. Rasio ini relative sama bila dibandingkan dengan rasio tahun 2013 yang juga sebesar 26. Kondisi ini mengindikasikanpeningkatan jumlah murid masih sebanding dengan peningkatan jumlah kelas yang tersedia.

2. Rasio Murid-Guru

Pada tahun 2014 di tingkat SDMI dan Paket A, rasio murid-guru sebanyak 15, kondisi ini sedikit meningkat jika dibandingkandengan kondisi pada tahun 2013 yaitu sebanyak 14 murid untuk setiap guru. 55 Profil Bappeda 2015 Untuk tingkat SMPMTs dan Paket B, seorang guru mengajar rata-rata 13 orang murid pada tahun 2014. Rasio beban ini juga meningkat jika dibandingkan dengan tahun 2013 yaitu sebesar 12. Kondisi ini dikarenakan peningkatan jumlah murid yang relatif lebih cepat jikadibandingkan dengan peningkatan jumlah guru. Rasio murid-guru pada jenjang pendidikan SMAMASMKdi tahun 2014sebesar 9. Rasio ini tidak mengalamiperubahan sejaktahun 2010 yaitu sebesar 9. Kondisi ini mengindikasikan peningkatan jumlah murid yangsebanding peningkatan jumlah guru. Berdasarkan jenisnya maka SLTA negeri tercatat memiliki rasio murid-guru tertinggi sebesar 12 dan diikuti oleh SMK dan MA dengan rasio masing-masing sebesar 9. Dengan mengamati angka-angka tersebut di atas, terlihat bahwa ketersediaan tenaga pengajar untuk tingkat SDMI, SMPMTs maupun SMAMASMKtidak menjadi kendala bagi pelaksanaan proses belajar- mengajar.Apabila hanya dilihat dari ketersediaannya, maka seharusnya kegiatan belajar mengajar pada tingkat SDMI, SMPMTs dan SMAMASMK di kelas seharusnya dapat berjalan secara efektif, karena rasio jumlah murid-guru masih ideal 20. Apabila masih ada sekolah yang kekurangan guru, maka yang perlu diperhatikan adalah distribusi gurunya.

3. Tingkat Partisipasi Sekolah

Tingkat partisipasi sekolah peserta didik menunjukkan seberapa besar daya serap sistem pendidikan terhadap pendudu usia sekolah di suatu wilayah.Salah ukuran untuk mengetahui gambaran tersebut adalah angka partisipasi murni APM. Penduduk usia sekolah untuk jenjang SDMI adalah mereka yang berumur antara 7-12 tahun, SMPMTs berumur 13-15 tahun dan jenjang SMAMASMK adalah mereka yang berusia 16-18 tahun. Nilai APM masih memiliki kelemahan, misalnya seorang anak berusia 6 tahun yang telah masuk SDMI tidak dilibatkan dalam penghitungan APM SDMI, karena usia di luar kisaran usia SD. Demikian pula bagi anak-anak yang terpaksa mengulang kelas sehingga usianya melampaui 12 tahun namun masih duduk di bangku SDMI, juga tidak dicakup dalam penghitungan APM SDMI. Angka partisipasi murni untuk tingkat SDMI pada kisaran 100 persen. Hal ini berarti bahwa semua penduduk berusia 7–12 tahun dapat mengenyam bangku sekolah dasar. APM SDMI pada tahun 2014 tercatat sebesar 102,07 persen. 56 Profil Bappeda 2015 Pada tingkat SMPMTs, nilai APM yang dicapai pada tahun 2014sebesar 81,63 persen, Angka ini menggambarkan penduduk yang berusia 13-15 tahun yang sedang mengenyam pendidikan pada tingkat SLTP sederajat. Pada jenjang SLTA sederajat, nilai APM masih relatif rendah dan tercatat sebesar 57,73 persen pada tahun 2014 atau sedikit meningkat jika dibandingkan tahun 2013 sebesar 55,23. Hal ini mengindikasikan masih banyak penduduk yang berusia 16-18 tahun tidak melanjutkan sekolah sampai tingkat SMAMASMK, karena sebagian siswa melanjutkan sekolah di luar Kabupaten Sleman. Secaraumum, nilai APM semakin menurun seiring dengan meningkatnya jenjang pendidikan, sehingga APM SDSLTPSLTA. Berdasarkan jenis kelamin, APM di semua tingkatan tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Hal ini mencerminkan kesetaraan jender dalam hal memperoleh kesempatan pendidikan sampai level pendidikan menengah di Kab Sleman sudah tercapai.

4. Rata-rata Lama Sekolah

Kualitas modal manusia dapat dilihat dari Rata-rata Lama Sekolah RLS yang ditempuh oleh penduduk berusia produktif. Mulai tahun 2010, terjadi perubahan referensi penduduk untuk menghitung angka rata-rata lama sekolah dari penduduk berusia 15 tahun ke atas menjadi berusia 25 tahun ke atas. Konsekuensi perubahan referensi penduduk ini akan sedikit merurunkan level rata-rata lama sekolah. . Pada tahun 2014, rata-rata lama sekolah penduduk Kabupaten Sleman tercatat mencapai 10,28 tahun atau setara dengan kelas satuSLTA sederajat. Pencapaian ini meningkat jika dibandingkan dengan kondisi tahun 2010 yang berada pada level 9,79 tahun. Pencapaian rata-rata lama sekolah ini sudah termasuk dalam kategori tinggi jika dibandingkan dengan kabupatenkota lainnya di DIY atau secara nasional. Kondisi ini tak dapat dilepaskan dari posisi Kabupaten Sleman sebagai pusat kegiatan pendidikan di D.I Yogyakarta yang ditandai dengan banyaknya perguruan tinggi negeri maupun swasta.

5. Angka Melek Huruf Dewasa

Angka melek huruf dewasa penduduk Kabupaten Sleman pada tahun 2014 sebesar 95,11 persen relative tidak mengalami perubahan bila dibandingkan dengan angka di tahun 2013 yang juga sebesar 95,11. Secara umum, angka 57 Profil Bappeda 2015 melek huruf tersebut memiliki arti terdapat 95 persen penduduk berusia 15 tahun ke atas telah memiliki kemampuan baca tulis, sementara sisanya sebesar 5 persen masih berstatus buta huruf tidak memiliki kemampuan baca tulis. Berdasarkan jenis kelaminnya, secara umum AMH penduduk laki-laki selalu lebih tinggi dibandingkan dengan AMH wanita. Secara tidak langsung, fenomena tersebut menggambarkan adanya sedikit gap atau ketimpangan antar jender dalam memperoleh kesempatan pendidikan pada masa lampau, meskipun besarnya gap terlihat semakin mengecil. Dibandingkan dengan AMH secaranasional, maka AMH di Kabupaten Sleman selama satu dekadet terakhir cenderung lebih rendah.

C. Tinjauan Kesehatan

Indikator yang dapat mengukur pencapaian pembangunan kesehatan, antara lain dengan memanfaatkan ukuran seperti usia harapan hidup dan angka kematian bayi infant mortality rate - IMR. angka kesakitan, lamanya sakit serta rasio ketersediaan fasilitas kesehatan. 1. Angka Harapan Hidup Pada tahun 2014, angka harapan hidup penduduk Kabupaten Sleman yang diestimasi menggunakan hasil proyeksi penduduk 2010-2035 tercatat sebesar74,47 tahun. Angka ini menggambarkan rata-rata usia dalam satua tahun yang akan dijalani oleh seorang penduduk Kabupaten Sleman yang dilahirkan hidup pada tahun 2014 hingga akhir hayatnya. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, angka harapan hidup relatif stabil dan tidak mengalami perubahan secara nyata. Hal ini terjadi karena level angka harapan hidup Kabupaten Sleman sudah relatif tinggi dibandingkan dengan empat kabupatenkota lainnya di DIY atau bahkan kabupatenkota pada level nasional.Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kualitas hidup penduduk Sleman relatif lebih baik dibandingkan dengan banyak daerah lain di Indonesia. 2. Angka Kematian Bayi Angka kematian bayi di Kabupaten Sleman pada tahun 2014 diperkirakan sekitar4,65orang untuk setiap 1000 kelahiran hidup. Artinya bahwa dari 1000 bayi yang terlahir dengan menunjukkan tanda-tanda kehidupan, 4,65 diantaranya 58 Profil Bappeda 2015 meninggal sebelum genap berumur setahunSekilas Info, Media Informasi Dinas Kesehatan Sleman. Berbagai program pemerintah seperti Program Keluarga Harapan PKH, Jamkesmas, Jamkesos, Jamkesda telahdianggarkan bagi rumah tangga miskin.Program ini salah satu tujuannya adalahagarmasyarakat miskin bisa mendapatkan pelayanan kesehatan dasar secara gratis di Puskesmas dan pelayanan kebidanan serta pelayanan rujukan. Selain program-program di atas masih ada lagi program Jampersal yang diharapkan mampu mendukung upaya pemerintah dalam menurunkan angka kematian bayi dan meningkatkan kualitas kesehatan ibu. 3. Angka Kesakitan Berdasarkan hasil Susenas 2014, persentase penduduk yang mengalami keluhan kesehatan tercatat sebanyak 43,8 persen danmeningkat dibandingkan dengan tahun 2013 yang tercatat sekitar 35,5 persen. Disisi lain, rata-rata lama sakit juga meningkat menurun dari 3,5 hari pada tahun 2013 menjadi 4,6 hari pada tahun 2014. Relatif meningkatnyakeluhan kesehatan ini menunjukkan derajat kesehatan penduduk Kabupaten Sleman pada tahun 2014yang tidak lebih baik dibandingkan dengan kondisi tahun 2013. Faktor musim yang tidak menentu ditambah dengan akumulasi penurunan kualitas lingkungan akibat aktivitas produksi dan konsumsi ditengarai menjadi penyebab meningkatnya angka kesakitan. Pada tahun 2014, Jumlah Puskesmas di Kabupaten Sleman tercatat sebanyak 25unit. Untuk menjangkau pelayanan sampai daerah pelosok dibantu oleh Pustu dengan jumlah 70 unit. Di samping itu, juga disediakan Puskesling sebanyak 41 unit yang bergerak secara mobile melayani sampai tingkat pedukuhan. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, jumlah Puskesmas, Pustu, maupun Puskesling tidak mengalami perubahan. Jika diasumsikan setiap penduduk memiliki akses terhadap ketiga fasilitas tersebut, maka pada tahun 2014 setiap unit Puskesmas melayani sekitar 44.559 penduduk dan Pustu melayani sekitar 16.559 penduduk. 59 Profil Bappeda 2015

D. Posisi Pembangunan Manusia

Pada bagian ini, berisi mengenai penggabungan beberapa indikator menjadi satu indeks komposit yang dikenal sebagai Indeks Pembangunan Manusia IPM. Titik berat pembangunan manusia adalah berupaya memberdayakan penduduk sehingga mereka memiliki pilihan yang lebih luas dalam menjalani kehidupan. Upaya tersebut dijabarkan melalui akses yang lebih luas bagi penduduk untuk meningkatkan derajat kesehatan, memperoleh pengetahuan dan ketrampilan, dan peluang untuk menaikkan taraf ekonomi rumah tangga yang pada akhirnya akan mendorong partisipasi mereka dalam pelaksanaan pembangunan. 1. Perkembangan IPM Kabupaten Sleman 1999-2014 Perkembangan capaian IPM Kabupaten Sleman selama periode 1999- 2014 menunjukkan pola yang semakin meningkat. Pada tahun 1999, IPM Kabupaten Sleman tercatat sebesar 69,8. Angka ini semakin meningkat hingga menjadi 80,73 pada tahun 2014. Secara umum, perkembangan angka ini menggambarkan kualitas pembangunan manusia yang semakin membaik dari tahun ke tahun. Penyempurnaan metode penghitungan IPM yang mulai dilimplementasikan pada tahun 2010 memberi pengaruh positif terhadap level peningkatan IPM Kabupaten Sleman pada periode 2010-2014. Fenomena ini sedikit berbeda dengan kondisi IPM di mayoritas kabupatenkota lainnya di Indonesia atau IPM secara nasional yang justru mengalami penurunan level pasca implementasi metode penghitungan baru. Gambar 7.1 mengilustrasikan level IPM nasional yang menurun dari 71,76 di tahun 2009 menjadi 66,53 di tahun 2010 setelah implementasi metode penghitungan IPM baru. Secara umum, level IPM Kabupaten Sleman selama periode 1999-2014 terlihat lebih tinggi dibandingkan level IPM DIY dan IPM nasional. Hal ini memberi gambaran capaian kualitas pembangunan manusia di Kabupaten Sleman yang lebih baik dibandingkan dengan level DIY maupun nasional. Berdasarkan klasifikasinya, IPM Kabupaten Sleman pada tahun 2010 termasuk dalam kategori IPM tinggi 70 ≤ IPM 80. Mulai tahun 2011-2014 klasifikasi IPM Kabupaten Sleman terlihat semakin meningkat dan berada pada kategori sangat tinggi IPM ≥ 80. Sementara, IPM DIY 60 Profil Bappeda 2015 selama periode 2010-2014 termasuk dalam kategori tinggi dan IPM nasional dalam waktu yang sama termasuk dalam kategori sedang. 2. Perkembangan Indeks Penyusun IPM 2010-2014 Tingginya level IPM Kabupaten Sleman dan perkembangannya yang semakin membaik tidak terlepas dari perkembangan semua indikator penyusunnya yang juga tercatat sangat baik. Semua indikator penyusun memiliki kontribusi positif terhadap level IPM dengan nilai indeks yang bervariasi. a. Indeks Kesehatan Indeks kesehatan yang direpresentasikan oleh angka harapan hidup penduduk memiliki nilai tertinggi sebesar 0,84. Nilai indeks ini relatif stabil selama periode 2010-2014. Tingginya level indeks kesehatan dipengaruhi oleh pencapaian harapan hidup penduduk pada saat lahir yang berada di atas level 74 tahun dalam lima tahun terakhir. Angka 74 tahun ini menggambarkan perkiraan rata-rata usia yang akan dijalani oleh bayi yang dilahirkan hidup pada tahun 2014 hingga akhir hayatnya. Dibandingkan dengan kabupatenkota lainnya di Indonesia, level angka harapan hidup penduduk Kabupaten Sleman relatif lebih tinggi, bahkan termasuk dalam kelompok 20 daerah yang memiliki angka harapan hidup tertinggi di Indonesia. b. Indeks Pengeluaran Level indeks yang terbesar berikutnya adalah indeks pengeluaran yang tercatat sebesar 0,81 pada tahun 2014. Nilai indeks ini sedikit meningkat dibandingkan dengan tahun 2010 yang tercatat sebesar 0,80. Tingginya nilai indeks pengeluaran dipengaruhi oleh level pengeluaran riil perkapita yang disesuaikan. Berdasarkan hasil Susenas 2014 nilai pengeluaran perkapita riil di Kabupaten Sleman tercatat sebesar Rp 14.170,- per hari. Dibandingkan dengan kabupatenkota lainnya di Indonesia, nilai pengeluaran perkapita riil penduduk Kabupaten Sleman berada pada kelompok 25 tertinggi. Fenomena ini juga menjadi gambaran daya beli penduduk Kabupaten Sleman yang berada di atas rata-rata level DIY dan nasional. Artinya, tingkat kesejahteraan penduduk di Kabupaten Sleman secara rata-rata lebih baik dibandingakan dengan level DIY 61 Profil Bappeda 2015 maupun nasional. Hal ini tidak lepas dari perkembangan kelas menengah yang terlihat semakin mewarnai kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat. c. Indeks Pengetahuan Indeks pengetahuan memiliki level sebesar 0,78 pada tahun 2014. Nilai indeks ini mengalami peningkatan yang cukup nyata dibandingkan dengan tahun 2010 0,75. Secara umum, level indeks pengetahuan di Kabupaten Sleman lebih banyak dipengaruhi oleh indikator harapan lama sekolah dengan nilai indeks tahun 2014 sebesar 0,87. Salah satu faktor yang mendorong tingginya harapan lama sekolah adalah tingkat partisipasi sekolah pada berbagai tingkatan, karena kemudahan penduduk berusia sekolah dalam mengakses sarana pendidikan yang tersedia. Faktor yang lainnya adalah keberadaan beberapa perguruan tinggi ternama, baik negeri maupun swasta yang menjadi pendorong mahasiswa dari luar daerah untuk bermigrasi dengan tujuan melanjutkan studi dan tinggal di Kabupaten Sleman. Keberadaan mereka mendorong level partisipasi sekolah pada tingkat perguruan tinggi, sehingga harapan lama sekolah secara agregat tercatat cukup tinggi hingga mencapai sebesar 15,64 tahun. Dibandingkan dengan kabupatenkota lainnya, harapan lama sekolah penduduk Sleman berada dalam kelompok lima terbesar secara nasional.

3. Perbandingan IPM dengan KabupatenKota di DIY

IPM yang tertinggi di DIY dicapai oleh Kota Yogyakarta dengan nilai IPM sebesar 83,78 dan diikuti oleh Kabupaten Sleman di peringkat kedua tertinggi dengan nilai IPM 80,73. Berdasarkan klasifikasinya, maka IPM Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta termasuk dalam kategori sangat tnggi IPM ≥ 80. Kabupaten Bantul dan Kulonprogo dengan IPM masing-masing sebesar 77,11 dan 70,68 berada di peringkat ketiga dan keempat tertinggi di DIY. Klasifikasi IPM kedua daerah ini berada dalam kategori tinggi 70 ≤ IPM 80. Sementara, IPM Kabupaten Gunungkidul 67,03 berada di peringkat terbawah di antara kabupatenkota di DIY dan termasuk dalam kategori sedang 60 ≤ IPM 70. Secara umum, Penyempurnaan metode penghitungan memberi dampak penurunan level IPM di Kabupaten Kulonprogo dan Gunungkidul. Keunggulan Kabupaten Sleman terletak pada aspek kesehatan, sedangkan Kota Yogyakarta lebih unggul pada aspek pengetahuan dan daya beli. 62 Profil Bappeda 2015 Sementara, Kabupaten Gunungkidul dan Kulonprogo lebih tertinggal dari aspek pengetahuan dan aspek daya beli. Secara keseluruhan fenomena di atas menggambarkan ada kesenjangan yang cukup lebar dalam hal capaian kualitas pembangunan manusia antar wilayah di DIY. Kecepatan perkembangan capaian IPM yang telah ditempuh dengan IPM sebelumnya dalam suatu kurun waktu diukur menggunakan pertumbuhan per tahun. Berdasarkan rata-rata pertumbuhan per tahun selama periode 2010-2014, Kabupaten Sleman terlihat memiliki nilai yang tertinggi sebesar 1,08 persen dan diikuti oleh Kabupaten Bantul 0,66 persen. Hal ini menggambarkan tingkat kecepatan pencapaian pembangunan manusia yang dimiliki oleh Kabupaten Sleman lebih tinggi dibandingkan dengan kabupatenkota lainnya di DIY maupun level nasional. Secara umum, level IPM DIY 76,81 maupun kabupatenkota selain Gunungkidul berada di atas IPM nasional 68,90. Peringkat IPM DIY berada di urutan kedua tertinggi di antara 34 provinsi secara nasional setelah Provinsi DKI Jakarta. Penutup : a Secara umum, kualitas capaian pembangunan manusia Kabupaten Sleman sampai tahun 2014 sudah berjalan dengan baik dan berada dalam kondisi yang sangat memuaskan. Hal ditunjukkan oleh nilai IPM yang berada pada kategori sangat tinggi dan berada di peringkat kedua di DIY dan keenam secara nasional. b Tingginya pencapaian level IPM didorong oleh tingginya level dari ketiga indeks penyusunnya, yaitu indeks kesehatan, pengetahuan, dan standar hidup yang layak. c Kecepatan perkembangan capaian IPM Kabupaten Sleman yang dalam lima tahun terakhir menjadi yang tercepat di level DIY dengan rata-rata pertumbuhan per tahun di atas 1 persen, sehingga perlu dijaga konsistensinya. d Dari keempat indikator penyusunnya IPM, indikator usia harapan hidup, harapan lama sekolah, dan pengeluaran perkapita riil disesuaikan menjadi keunggulan Kabupaten Sleman dan memberi andil yang lebih besar 63 Profil Bappeda 2015 dibandingkan dengan rata-rata lama sekolah. Untuk meningkatkan kualitas pembangunan manusia di masa mendatang diperlukan upaya untuk menjaga konsistensi capaian indeks kesehatan dan daya beli dan memberi perhatian yang lebih pada aspek pendidikan.

B. Subbidang Penelitian dan Pengembangan

1. Analisis Komoditas Unggulan Sleman 2012

A. Latar Belakang Salah satu usaha dalam memajukan dan mengembangkan pertanian unggul adalah dengan menentukan jenis komoditas yang akan diusahakan. Pemetaan komoditas pertanian unggulan disesuaikan dengan potensi daerah yang akurat dan lengkap sangat dibutuhkan untuk mendukung data lapangan. Peta ini akan menjadi acuan dan pendekatan dalam perencanaan pengembangan untuk komoditas pertanian unggulan meliputi; tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan. Pengembangan komoditas pertanian unggul merupakan salah satu implementasi dari kebijakan pengembangan wilayah dalam rangka pengembangan ekonomi masyarakat di daerah. Prioritas kegiatan pengembangan kawasan pertanian unggul diarahkan antara lain; komoditas unggulan tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan yang berwawasan industrial diperdesaan agar dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat dan memacu pertumbuhan ekonomi daerah. Dalam pemanfaatan potensi komoditas yang unggul perlu dipertimbangkan agar tidak mengeksploitasi sumberdaya tetapi lebih kepada upaya optimalisasi sumberdaya dengan tanpa mengorbankan sumberdaya dimasa mendatang. Karenanya ada enam upaya penilaian yang perlu dilakukan, yaitu : 1 Melakukan deskripsi jenis-jenis pengembangan komoditas pertanian unggul secara sistematis. 2 Melakukan klasifikasi jenis-jenis pengembangan komoditas pertanian unggul yang potensial wilayah secara sistematis. 3 Melakukan deskripsi dimana setiap potensi pengembangan komoditas pertanian unggul yang sudah diklasifikasikan tersebut. 4 Melakukan deskripsi jumlah ketersediaan pengembangan komoditas pertanian unggul potensi wilayah, yaitu melakukan identifikasi dengan 64 Profil Bappeda 2015 memberikan deskripsi berapa jumlah pengembangan komoditas pertanian unggul yang sudah diklasifikasikan di setiap lokasi. 5 Melakukan deskripsi pengembangan komoditas pertanian uggulan sesuai potensi wilayah, yaitu melakukan identifikasi dengan memberikan deskripsi pengembangan komoditas pertanian unggul yang telah dikembangkan dengan orientasi pemikiran akan adanya nilai tambah terhadap potensi wilayah. 6 Melakukan deskripsi perubahan-perubahan atas komoditas pertanian unggul yang telah diidentifikasi, yaitu melakukan identifikasi dengan memberi deskripsi terhadap jenis komoditas pertanian pertanian unggul yang telah berubah. B. Tujuan Tujuan dari kegiatan ini adalah membuat Perencanaan Pembangunan komoditas pertanian unggulan di Kabupaten Sleman dengan rincian sebagai berikut: 1 Mencari kesesuaian komoditas pertanian unggulan bagi tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan. 2 Menyusun perwilayahan, tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan 3 Menyusun pengembangan komoditas pertanian unggulan; tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan. 4 Menumbuhkan konsep industrial diperdesaan berbasis komoditas unggulan : tanaman pangan, hortikultura, peternakan dan perkebunan, unggulan C. Hasil Dari serangkaian riset dan FGD tim peneliti narasumber dan analisis data menggunakan metode LQ, analisis rerata dan Participatory RRA yang dilakukan, dapat disimpulkan : Komoditas Unggulan Setiap Kecamatan di Kab. Sleman adalah sebagai berikut : 65 Profil Bappeda 2015

1. Tanaman Pangan Dan Hortikultura Kecamatan

Padi Dan Palawija Sayur Buah Musiman Sayur Buah Tahunan Tanaman Biofar Maka Tanaman Hias SLEMAN Kacang Tanah SEMANGKA SAWO Laos DRACAENA MLATI Kacang Tanah Melon NANGKA Pace MELATI GAMPING Padi Sawah KUBIS MARKISA KONYAL KUNYIT Tanaman Sukulen NGEMPLAK JAGUNG SEMANGKA JERUK BESAR LIDAH BUAYA ANYELIR NGAGLIK Kacang Tanah Tomat PEPAYA Pace Anthurium Bunga DEPOK Ubijalar Ketimun Belimbing Kencur CALADIUM GODEAN Padi Sawah Bawang Merah Melinjo Mahkota Dewa ADENIUM MOYUDAN Padi Sawah BAWANG MERAH MANGGA Jahe Tanaman Air MINGGIR KACANG HIJAU Melon MANGGA KAPULAGA Tanaman Air SEYEGAN Kacang Tanah Kacang Panjang Nangka Mahkota Dewa DRACAENA TEMPEL Jagung LABU SIAM SALAK PONDOH Lempuyang MONSTERA TURI UBIJALAR Kacang Panjang SALAK BIASA PONDOH MAHKOTA DEWA Anthurium Daun PAKEM UBIJALAR KEMBANG KOL ALPOKAT PACE KRISAN CANGKRINGAN Ubijalar KENTANG ALPOKAT DLINGO SOKA KALASAN KACANG TANAH CABE RAWIT NANAS KEJIBELING MELATI BERBAH KACANG HIJAU Jamur JAMBU AIR Lempuyang PALEM PRAMBANAN PADI LADANG Bayam BELIM BING LEMPUYANG DRACAENA Tanaman Sukulen Anggrek epifit

2. Peternakan Kecamatan

Ternak Besar Ternak Kecil Unggas SLEMAN Sapi Potong Kelinci Ayam Buras 66 Profil Bappeda 2015

3. Perikanan

MLATI Sapi Potong Kelinci BURUNG PUYUH GAMPING Sapi Potong BABI ITIK NGEMPLAK Sapi Potong Kelinci AYAM PETELU NGAGLIK Sapi Potong Kelinci Ayam Petelu DEPOK Sapi Potong Domba Ayam Buras GODEAN KERBAU BABI ITIK MOYUDAN Kerbau BLIGON Itik MINGGIR Kerbau KELINCI Itik SEYEGAN KERBAU KELINCI Ayam Buras TEMPEL KERBAU SAPI POTONG KELINCI Itik TURI Kerbau SAPI PERAH PE Ayam Buras PAKEM SAPI PERAH KUDA Kelinci AYAM POTON CANGKRINGAN SAPI PERAH KUDA Bligon BURUNG PUYUH KALASAN SAPI POTONG Domba AYAM POTON BERBAH SAPI POTONG Bligon AYAM PETELUR PRAMBANAN SAPI POTONG BLIGON Ayam Petelu KECAMATAN BENIH IKAN IKAN KONSUMSI IKAN HIAS SLEMAN Lele TAWES BETA MLATI GRASSCARP GRASSCARP BAWAL KOMET GAMPING Gurami Tawes Plati NGEMPLAK NILA NILALELE JENIS LAIN NGAGLIK Gurami Tawes Plati 67 Profil Bappeda 2015

4. Perkebunan Dan Kehutanan Kecamatan

Tanaman Perkebunan Hasil Hutan Kayu Hasil Hutan Bukan Kayu SLEMAN TEMBAKAU VIRGINIA Sonokeling Bambu MLATI Lada Mahoni Bambu GAMPING METE JATI Bambu NGEMPLAK TEMBAKAU RAKYAT Jenis Lainnya Bambu NGAGLIK KAPUK RANDU Mahoni Bambu DEPOK Tebu Sonokeling Bambu GODEAN KAKAO Jati Bambu MOYUDAN KAKAO JATI Bambu MINGGIR MENDONG Jati Bambu SEYEGAN NILAM Jati BAMBU TEMPEL TEMBAKAU Sengon Bambu DEPOK NILA Grasscarp KOMET GODEAN Gurami Lele Black Moly MOYUDAN Lele GURAMI BLACK MOLY MINGGIR GURAMI UDANG GALAH BLACK GOST SEYEGAN Lele LELE BLACK MOLY TEMPEL Gurami Tawes Plati TURI TAWES Tawes Beta PAKEM Karper TAWES Plati CANGKRINGAN Karper KARPER Plati KALASAN GRASSCARP NILA BAWAL PLATI BERBAH LAINNYA BAWAL KOKI PRAMBANAN Gurami Lainnya Black Moly 68 Profil Bappeda 2015 RAKYAT TURI NILAM Jenis Lainnya Bambu PAKEM KOPI ROBUSTA JENIS LAINNYA BAMBU CANGKRINGAN KOPI ARABIKA SENGON BAMBU KALASAN KENANGA SONOKELING Bambu BERBAH METE Jati Bambu PRAMBANAN JARAK PAGAR SONOKELING Bambu CATATAN : Komoditas Unggulan setiap kecamatan digolongkan menjadi 4, yaitu : Komoditas ditulis TEBAL, KAPITAL artinya sudah layak menjadi Komoditas Unggulan UTAMA Kelas A. Komoditas ini dalam kecamatan tersebut memiliki kontribusi paling besar ke kabupaten dan volume tanamjumlah populasinya terbesar tingkat kabupaten juga. Komoditas ditulis TIPIS, KAPITAL artinya menjadi Komoditas Unggulan BIASA Kelas B. Komoditas ini dalam kecamatan tersebut memiliki kontribusi paling besar ke kabupaten tetapi volume tanamjumlah populasinya terbesar ke 2 atau 3 tingkat kabupaten. Komoditas ditulis Tipis, Non Kapital artinya menjadi Komoditas Unggulan PERSIAPAN Kelas C. Komoditas ini dalam kecamatan tersebut memiliki kontribusi paling besar ke kabupaten tetapi volume tanamjumlah populasinya masih terlalu kecil sedikit. Komoditas ditulis Tipis, non Kapital, Merah artinya masih Calon Komoditas Unggulan Kelas D. Komoditas ini belum terdapat di lapangan atau tidak ada dalam serial data tetapi prospektif dikembangan di kecamatan tersebut. 69 Profil Bappeda 2015 Pada beberapa kecamatan terdapat 2 jenis komoditas unggulan dengan pertimbangan bahwa jumlah populasivolume tanaman volume produksi komoditas-komoditas tersebut dan kontribusinya ke kabupaten menempati posisi 3 besar. Komoditas Unggulan Kabupaten adalah sebagai berikut : Bidang Jenis Komoditas Komoditas Unggulan Umum Komoditas Unggulan Spesifik TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA PADI DAN PALAWIJA Padi Sawah Padi Ladang SAYUR BUAH SEMUSIM Cabe Besar dan Kangkung Jamur SAYUR BUAH TAHUNAN Melinjo dan Pisang Salak Pondoh dan Jambu Dalhari TANAMAN BIOFARMAKA Jahe Pace TANAMAN HIAS Adenium Anggrek Vanda tricolor merapi Melati, Titonia sp PETERNAKAN TERNAK BESAR Sapi Potong Kerbau TERNAK KECIL Domba Kelinci TERNAK UNGGAS Ayam Buras Itik PERIKANAN BENIH IKAN Lele Mujahir IKAN KONSUMSI Nila Gurami IKAN HIAS Koi Beta PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN PERKEBUNA N Kelapa dan Tebu Mendong HASIL HUTAN KAYU Sengon Laut Jati HASIL HUTAN NON KAYU Bambu Kayu putih dan Umbi-umbian Kebun Catatan : Komoditas Unggulan Umum merupakan istilah untuk komoditas yang terpilih sebagai unggulan kabupaten dengan pertimbangan utama dari hasil analisis 70 Profil Bappeda 2015 LQ, analisis rerata volume jumlah populasi dan analisis kualitatifnya, berpeluang besar untuk dikembangkan masal dan merata. Komoditas Unggulan Spesifik merupakan istilah untuk komoditas terpilih sebagai unggulan kabupaten dengan pertimbangan utama pada analisis kualitatif tentang nilai kulturalnya, kekhasannya, tingginya peluang dikembangkan pada lahan sempitmarginal, tingginya manfaat dalam mendukung pertanian berkelanjutan, mudah diakses oleh kelompok marginal, adaptif terhadap perubahan iklim. Kawasan Sentra Pengembangan berdasarkan komoditas unggulan adalah sebagai berikut : Kawasan Pangan Dan Hortikultura Perkebunan Kehutanan Peternakan Perikanan LERENG GUNUN G MERAPI Sentra pengembangan salak biasa, ubijalar dan salak pondoh di Turi; kembang kol, krisan, alpokat dan pace di Pakem; salak pondoh, labu siam, monstera di Tempel; aneka tanaman hias soka, kentang, alpokat, jamur dan dlingo di Cangkringan; kawasan sentra pelestarian- pengembangan anggrek Sentra pengembang an nilam di Turi; Kopi di Pakem dan Cangkringan; Tembakau rakyat di Tempel; kawasan sentra pengembang an alpokat Sentra sengon dan bambu di Cangkringan ; akasia, mindi, nangka, pinus, trembesi dll. di Turi dan Pakem Sentra kerbau dan kelinci di Tempel; PE dan sapi perah di Turi; sapi perah dan ayam potong di Pakem; sapi perah dan burung puyuh di Cangkringan Sentra benih karper, pembesaran karper dan budidaya plati di Cangkringan; budidaya tawes di Pakem, pembenihan tawes di Turi SLEMAN BARAT Godean: adenium, bawang merah; Moyudan:bawang merah dan mangga; Minggir: kacang hijau, kapulaga, mendong dan Sentra kakao di Moyudan dan Godean; mendong di Minggir Seyegan sebagai sentra kelinci; kawasan sentra pengemban gan kerbau Moyudan sentra black moly dan pembesaran gurami, Minggir sentra black gost dan pembesaran udang galah 71 Profil Bappeda 2015 Kawasan Pangan Dan Hortikultura Perkebunan Kehutanan Peternakan Perikanan mangga; Seyegan: dracaena; calon sentra tanaman hias perairan SLEMAN TENGAH Sleman untuk dracaena dan sawo; Mlati untuk melati dan nangka; Gamping untuk markisa konyal dan kunyit; Ngemplak untuk jagung dan semangka; Ngaglik untuk pepaya; Depok untuk pusat pemasaran. Jenis tnm. hias peneduh- pagar halaman, potensial di kawasan ini Sleman untuk sentra pengemban gan tembakau virginia, Seyegan untuk tembakau awutan, Ngemplak untuk tembakau rakyat Potensial dikembang- kan untuk sentra tanaman hias epifit menempel di tanaman pekarangan. Bambu pada DAS Gamping sebagai sentra babi; Ngemplak sebagai sentra ayam petelur. Aneka ternak hias burung kicauan potensial dikembangka n disini. Mlati: sentra komet dan pembesaran grasscarp, Ngemplak : pembenihan - pembesaran Nila, serta aneka jenis ikan hias lain SLEMAN TIMUR Kalasan : cabe rawit dan kejibeling; Berbah untuk palem dan jambu dalhari; Prambanan untuk padi ladang, belimbing dan lempuyang. Kalasan sebagai sentra pengemban gan kenanga; Prambanan sentra jarak pagar dan mete Prambanan sbg. sentra sonokeling, jati, kayu putih aneka umbi- umbian kebun Prambanan sebagai sentra sapi potong dan kambing bligon Kalasan sebagai sentra plati dan pembenihan grasscarp; Berbah sentra koki dan aneka benih ikan lain Catatan : Pengembangan kawasan sentra dimaknai sebagai pusat pengembangan komoditas tertentu yang terbukti sesuai dan memiliki volume produksi bagus di kawasan tersebut atau secara ekologis potensialsudah dikembangkan. Pengembangan kawasan sentra dengan inti komoditas tertentu pada satu atau dua kecamatan di suatu kawasan dimaknai sebagai pusat pengembangan 72 Profil Bappeda 2015 budidaya pengolahan, pendidikan, budaya dan ekowisata berbasis komoditas tersebut. Pengembangan kawasan potensial sentra untuk komoditas tertentu didasarkan atas peluang pembudidayaan dan pemanfaatannya secara berkelanjutan baik ekonomis maupun ekologis untuk mendukung konservasi komoditas tersebut. Pengembangan kawasan sentra merupakan hitungan potensial membangun hubungan saling memperkuat antar komoditas dalam kawasan tersebut hingga meningkatkan kontribusi komoditas tersebut ke wilayah yang lebih besar.

2. Agenda Riset Daerah Kabupaten Sleman

Pembangunan di Kabupaten Sleman tahun 2011 – 2015 dilaksanakan berdasarkan pada Visi Kabupaten, yakni terwujudnya masyarakat Sleman yang lebih sejahtera lahir batin, berdaya saing, dan berkeadilan gender pada tahun 2015. Untuk dapat mewujudkan masyarakat Sleman yang lebih sejahtera lahir batin, berdaya saing dan berkeadilan gender maka kebijakan, program dan pelayanan publik di Kabupaten Sleman pro-kesejahteraan, pro-poor, pro-keadilan dan pro- gender. Dicegah adanya kebijakan yang merugikan kepentingan penduduk miskin, merugikan kepentingan perempuan, mengurangi jumlah penduduk miskin, meningkatkan akses penduduk miskin terhadap pekerjaan, pelayanan publik dan keterlibatan dalam proses politik. Ilmu pengetahuan dan teknologi ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan unsur utama dalam kemajuan peradaban manusia. Secara umum peranan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah untuk: a. meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat; b. meningkatkan daya saing bangsa; c. memperkuat kesatuan dan persatuan nasional; d. mewujudkan pemerintahan yang transparan; dan e. meningkatkan jatidiri bangsa di tingkat internasional. Selain itu melalui ilmu pengetahuan dan teknologi, manusia dapat mendayagunakan kekayaan alam untuk menunjang kesejahteraan dan meningkatkan kualitas kehidupan. Oleh karena itu, pembangunan juga harus berbasis pada ilmu 73 Profil Bappeda 2015 pengetahuan dan teknologi. Tujuan Penyusunan ARD 1. Menjawab permasalahan pembangunan melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. 2. Memberikan arah bagi kegiatan penelitian, pengembangan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dilakukan oleh pemerintah, akademisi, pebisnis dan masyarakat bagi Kabupaten Sleman. Untuk itu, DRD Kabupaten Sleman perlu merumuskan kebijakan riset yang diantaranya dituangkan dalam ARD. Kerangka kerja legal-formal dan strategis yang dirujuk dalam penyusunan dokumen ARD diperlihatkan pada gambar berikut: Fokus Area Pembangunan Daerah Bidang Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi Mengacu pada tujuan pembangunan yang ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Sleman Tahun 2011–2015, dan Kebijakan Strategis Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Tahun 2005– 2009 maka bidang-bidang fokus penelitian pada Agenda Riset Daerah Kabupaten Sleman Tahun 2011–2015 terdiri atas enam bidang fokus: 1 Pertanian dan Ketahanan Pangan; 2 Infrastruktur dan Teknologi Informasi; 3 Lingkungan dan Kebencanaan; 4 Kesehatan dan Obat; 5 Keamanan dan Ketertiban; 6 Sosial Kemasyarakatan. A. Bidang Fokus Pertanian dan Ketahanan Pangan Isu strategis pada urusan pertanian adalah masih cukup tingginya alih fungsi lahan, biaya produksi tidak sebanding dengan harga jual, belum optimalnya manajemen agribisnis, dan akses pemodalan yang belum merata. Isu strategis pada urusan ketahanan pangan adalah belum optimalnya diversifikasi produk pangan lokal. Kondisi ini tidak terlepas dari adanya kecenderungan bergesernya pola konsumsi masyarakat. Kesadaran masyarakat dalam mengkonsumsi produk pangan lokal cenderung menurun. Selain Itu di beberapa daerah di Kabupaten Sleman juga rawan terhadap bencana alam, khususnya 74 Profil Bappeda 2015 dari erupsi Gunungapi Merapi. Permasalahan lainnya adalah masih banyaknya penggunaan bahan adiktif yang berpengaruh pada keamanan pangan. B. Bidang Fokus Infrastruktur dan Teknologi Informasi Isu strategis pada urusan komunikasi dan informatika adalah belum optimalnya implementasi e-government dan pelayanan perijinan yang menggunakan teknologi informasi, sedangkan isu strategis pada urusan perhubungan adalah kurangnya sarana dan prasarana lalulintas dan angkutan jalan dalam memperkokoh fungsi jaringannya, serta kurangnya kesadaran masyarakat dalam berlalu lintas. Isu strategis pada urusan pekerjaan umum adalah tingkat kerusakan jalan dan upaya pemeliharaannya, jembatan dan irigasi belum sebanding dengan kebutuhannya serta masih rendahnya kesadaran masyarakat dalam pemeliharaan sarana dan prasarana. C. Bidang Fokus Lingkungan dan Kebencanaan Isu strategis pada urusan lingkungan dan kebencanaan yakni 1 terjadinya degradasi lingkungan, rendahnya kesadaran masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup, dan dampak pemanasan global; 2 perlunya integrasi kegiatan mulai dari pra bencana, saat terjadi bencana, dan paska bencana secara seimbang dan sinergis. D. Bidang Fokus Kesehatan dan Obat Isu strategis pada masalah kesehatan adalah terbatasnya sumberdaya kesehatan, belum optimalnya pelayanan kesehatan, masih adanya ancaman penyakit menular maupun penyakit yang tidak menular, dan masih banyaknya penduduk yang belum menjadi peserta jaminan pemeliharaan kesehatan. E. Bidang Fokus Keamanan dan Ketertiban Isu strategis pada urusan kesatuan bangsa dan politik dalam negeri adalah meningkatnya gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat dan kurangnya kesadaran masyarakat dalam memenuhi peraturan. F. Bidang Fokus Sosial Kemasyarakatan Isu strategis pada urusan pendidikan adalah belum optimalnya aksesibilitas, 75 Profil Bappeda 2015 sarana dan prasarana dan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraaan pendidikan. Isu strategis pada urusan kebudayaan adalah masih rendahnya penerapan nilai-nilai luhur budaya dalam kehidupan sehari-hari, belum optimalnya pengelolaan kekayaan budaya, dan masih terbatasnya kualitas sumberdaya manusia pelaku budaya. Isu strategis pada urusan sosial adalah masih cukup tingginya angka kemiskinan dan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial PMKS.

C. Subbidang Perencanaan Daerah

1. Kajian Lingkungan Hidup Strategis KLHS

Pilar utama pembangunan adalah aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan. Keberhasilan pembangunan selain dicirikan oleh peningkatan pertumbuhan dan pemerataan kesejahteraan, juga harus ada jaminan keberlanjutan. Untuk konteks pemerintah Kabupaten Sleman, pengarusutamaan pembangunan berkelanjutan telah ditetapkan sebagai landasan operasional pembangunan, sebagaimana tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah dan Rencana Tata Ruangnya. Setiap proses perencanaan sampai dengan pelaksanaan pembangunan diharuskan mengandung kepentingan pelestarian lingkungan hidup. Perhatian terhadap pelestarian lingkungan hidup idealnya sudah muncul dan ditempatkan sejak proses awal perumusan strategi hingga pelaksanaan pembangunan. Konsekuensi dari tuntutan ini adalah adanya instrument pengkajian terhadap lingkungan hidup pada tataran strategis setara dengan strategi pembangunan itu sendiri. Kajian Lingkungan Hidup Strategis yang selanjutnya disingkat KLHS adalah serangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh dan partisipatif untuk memastikan bahwa kaidah pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah danatau kebijakan, rencana, dan atau program. Tujuan KLHS hakikatnya adalah lahirnya kebijakan, rencana, dan program melalui proses partisipasi, transparan, dan akuntabel dengan memperhatikan aspek lingkungan hidup dan keberlanjutan. 76 Profil Bappeda 2015 KLHS dilaksanakan dengan mekanisme pengkajian pengaruh kebijakan, rencana, danatau program-program RPJMD terhadap kondisi lingkungan hidup di wilayah Kabupaten Sleman; perumusan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana, danatau program-program RPJMD; serta rekomendasi perbaikan untuk pengambilan keputusan kebijakan, rencana, danatau program-program RPJMD dengan mengintegrasikan prinsip pembangunan berkelanjutan. Mekanisme pengkajian pengaruh kebijakan, rencana, danatau program- program terhadap kondisi lingkungan hidup di wilayah Kabupaten Sleman dilakukan melalui tahap: a. melakukan Persiapan, b. melakukan Pelingkupan, dan c. menyusun Baseline Data. Pada tahap penyusunan Rumusan Rancangan Awal RPJMD Kabupaten Sleman 2016-2020 ini penyusunan KLHS dilakukan baru sampai dengan tahapan Pelingkupan. Penyusuna KLHS secara komprehensif akan terus dilakukan pada Tahun 2016 berbarengan dengan penyusunan Rumusan Rancangan Akhir RPJMD Kabupaten Sleman 2016-2020. 2. Rumusan Rancangan Awal Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Tahun 2016-2020 Rancangan Awal Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD merupakan penjabaran dari rencana teknokratik sebelum ditetapkannya Kepala Daerah terpilih, yang penyusunannya berpedoman kepada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah RPJPD dan memperhatikan RPJM Nasional serta Agenda Nawacita. Pedoman untuk menyusun RPJMD adalan Permendagri Nomor 54 Tahun 2010 pada Lampiran 3. Dalam pedoman itu diamanatkan beberapa kegiatan dalam proses penyusunan RPJMD, yakni working paper, penyusunan rancangan awal RPJMD sebagai bagian dalam rencana penyusunan RPJMD secara keseluruhan. Setelah ditetapkannya Kepala Daerah terpilih, maka selambat- lambatnya 6 bulan sudah harus ditetapkan RPJMD. 77 Profil Bappeda 2015 Proses penyusunan Rancangan Awal RPJMD didahului dengan Telaah Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW, Telaah RPJM Nasional, Analisis Permasalahan, dan Telaah Kajian Lingkungan Hidup Strategis. Telaah RTRW Kabupaten Sleman meliputi: 1. Telaah Struktur Ruang, 2. Telaah Pola ruang, dan 3. Telaah Penataan Ruang KabupatenKota di wilayah perbatasan. Dalam penyusunan RPJMD, rencana struktur ruang RTRW Kabupaten Sleman menjadi gambaran titik pengikat pemanfaatan ruang. Struktur ruang yang terdiri atas rencana pengembangan sistem pusat kegiatan dan rencana jaringan prasarana menjadi pengikat tulang dan sendi dari kegiatan pemanfaatan ruang di Kabupaten Sleman. Rencana pola ruang di Kabupaten Sleman diarahkan untuk merealisasikan tujuan penataan ruan wilayah Kabupaten Sleman yang mengharapkan ketanggapan terhadap bencana, wawasan lingkungan, serta peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dalam merealisasikan tujuan penataan ruang, pola ruang dibagi menjadi dua kawasan utama yakni kawasan lindung dan kawasan budidaya. Kawasan lindung mengarahkan Kabupaten Sleman untuk menjaga kelestarian alam, kelestarian lingkungan bawahan, kelestarian lingkungan permukiman dan ketanggapan terhadap bencana. Fokus utama adalah kawasan resapan air dan kawasan rawan bencana. Sedangkan pada kawasan budidaya perlu ditekankan pentingnya perwujudan kawasan permukiman perkotaan Kawasan Perkotaan Yogyakarta KPY sebagai PKN yang memerlukan kerjasama di dalam perwujudannya, serta pentingnya kawasan pertanian. Telaah RPJMN meliputi telaah terhadap arah kebijakan RPJMN disandingkan dengan agenda nawacita berupa: menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman kepada seluruh warga negara, membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis dan terpercaya, membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan, memperkuat kehadiran negara dalam melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya, meningkatkan kualitas hidup manusia dan masyarakat Indonesia, meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional, peningkatan kedaulatan pangan, melakukan revolusi karakter bangsa, dan memperteguh kebhinekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia. 78 Profil Bappeda 2015 Analisa permasalahan diawali dengan pengumpulan data lima tahun sebelumnya yang bersumber pada data Laporan Pertanggungjawaban Pemerintah Daerah LPPD, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban LKPJ, Laporan Akhir Masa Jabatan AMJ, Evaluasi RPJMD 5 tahun sebelumnya dan data RKPD tahun 2016. Analisis permasalahan dilakukan bersama-sama dengan SKPD terkait yang dikemas dalam bentuk Forum Discussion Group FGD, yang selanjutnya permasalahan dikelompokkan dalam 3 aspek, yakni aspek kesejahteraan masyarakat, aspek pelayanan umum, dan aspek daya saing daerah, sehingga ditemukan 11 kelompok permasalahan sesuai fokus dan kondisi daerah Sleman. Telaah Kajian Lingkungan Hidup Strategis KLHS sampai dengan tahun 2015 ini baru sebatas pada tahap Pelingkupan, yang dibagi dalam daftar panjang issue pembangunan berkelanjutan di Kabupaten Sleman. Sistematika penyusunan rancangan awal RPJMD meliputi: Bab 1 Pendahuluan Bab 2 Gambaran Umum Kondisi Daerah Bab 3 Gambaran Pengelolaan Keuangan Daerah serta Kerangka Pendanaan Bab 4 Analisis isu-isu strategis Bab 5 Draft Visi dan Misi Calon Kepala Daerah Bab 6 Strategi dan Arah Kebijakan Bab 7 Kebijakan Umum dan Program Pembangunan Daerah Bab 8 Indikasi Rencana Program Prioritas Bab 9 Penetapan Indikator Kinerja Daerah Bab 10 Pedoman Transisi dan Kaidah Pelaksanaan

4.1.1.2 Bidang Fisik dan Prasarana A.

Subbidang Penataan Ruang, Pertanahan, dan Perumahan 1. RDTR Kecamatan Berbah Penyusunan RDTR Kecamatan Berbah merupakan salah satu bagian dari kegiatan dalam penataan ruang. Rencana Detail Tata Ruang penataan ruang terdiri dari 3 kegiatan yaitu perencanaan Tata Ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Rencana Tata Ruang diperlukan dalam pembangunan daerah agar alokasi pembangunan dapat diarahkan secara tepat sesuai dengan tuntutan perkembangan dan keterbatasan yang ada dan mampu mengakomodasi perkembangan masyarakat. Hal ini menuntut konsekuensi 79 Profil Bappeda 2015 bahwa rencana pembangunan daerah yang berwujud rencana pengembangan tata ruang dan pengembangan sektoral harus dapat berdampingan dan sejalan dengan perumusan kebijaksanaan, strategi, program dan kegiatan pembangunan. Perubahan kondisi yang terjadi pada aspek ekonomi dan budaya di Kabupaten Sleman secara langsung maupun tidak langsung berdampak pada perubahan kegiatan di beberapa titik di hampir semua kecamatan. Perkembangan tersebut memerlukan sebuah wadah untuk perencanaan dan antisipasi serta perlindungan potensi-potensi yang ada. Pertumbuhan pusat – pusat kegiatan baru di beberapa tempat ini memerlukan perencanaan sebagai bahan pengendalian sekaligus arahan pengembangan wilayah. Maka dari itu perencanaan tata ruang yang terpadu dan terarah menjadi salah satu aspek penting sebagai antisipasi perubahan yang terjadi dengan pertimbangan potensi yang ada dan kelestarian lingkungan tanpa meninggalkan peran serta masyarakat. Salah satu kecamatan di Kabupaten Sleman yang berbatasan langsung dengan Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul adalah Kecamatan Berbah. Laju pertumbuhan pembangunan di Kecamatan Berbah tergolong cepat. Salah satu parameter yang bisa langsung dilihat adalah peningkatan bangunan fisik baik yang berfungsi sebagai perumahan maupun fungsi lain. Hal ini dipengaruhi oleh perkembangan Kota Yogyakarta yang menyebabkan wilayah Kecamatan Berbah menampung berbagai kegiatan yang tidak dapat ditampung di Kota Yogyakarta. Penyusunan RDTR Kecamatan Berbah merupakan upaya untuk menyediakan dokumen rencana yang mutakhir up to date dan berkesinambungan sustainable terhadap perubahan yang terjadi dan dapat digunakan sebagai dasar untuk pemanfaatan ruang dan mampu mengakomodasi perkembangan masyarakat. Penyusunan ini juga patut untuk dilaksanakan sehubungan adanya paradigma baru dalam pembangunan, yaitu antara lain meningkatkan memperbesar peran serta masyarakat dan swasta dalam proses pembangunan, pelaksanaan otonomi daerah dan sistem pengendalian pelaksanaan pembangunan daerah sebagai konsekuensi operasionalnya. Perubahan pemanfaatan ruang terutama banyak tarjadi di desa Sendangtirto dan Tegaltirto terutama di sepanjang jalan Yogyakarta – Piyungan – Wonosari dan jalan Piyungan - Prambanan, sedangkan di desa Kalitirto perubahan pemanfaatan ruang relatif lebih lambat. Kegiatan-kegiatan yang ada di wilayah 80 Profil Bappeda 2015 Kecamatan Berbah terutama yang berada di sepanjang jalan utama kecamatan dan kawasan yang berbatasan dengan Kota Yogyakarta sampai saat ini belum terakomodasikan dalam bentuk perencanaan. Sehingga belum ada acuan yang bersifat komprehensif, yang dapat digunakan untuk pelaksanaan program pembangunan. Sebagai konsekuensinya timbul peluang terjadinya tumpang tindih program kegiatan pembangunan antar sektor. Untuk mengantsipasi permasalahan tersebut, perlu dilakukan pengaturan dan arahan kegiatan pembangunan, agar tepat guna dan berhasil guna. Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan Berbah merupakan suatu arahan pembangunan wilayah kecamatan yang meliputi rencana sektoral dan Rencana Tata Ruang Kawasan. Arahan pembangunan yang akan diwujudkan dalam berbagai rencana program, disusun berdasarkan peraturan yang ada tanpa mengabaikan aspirasi masyarakat. Di dalam RTRW Kabupaten Sleman informasi yang menyangkut rencana Kecamatan Berbah masih bersifat umum, sehingga rencana yang lebih detail perlu disusun guna penyiapan pemanfaatan ruang.

2. RDTR

RDTR Kecamatan Cangkringan Rencana tata ruang wilayah Kecamatan Cangkringan sangat diperlukan agar pembangunan yang direncanakan sesuai dengan potensi dan keterbatasan dari wilayah tersebut. Hal ini dimaksudkan agar perkembangan wilayah dapat menguntungkan masyarakat serta berintegrasi dan saling menguntungkan dengan daerah sekitarnya, mengingat Kecamatan Cangkringan sebagian berada di dalam area kawasan resapan air sehingga menuntut penataan yang bersifat lebih terhadap konservasi, sebagian merupakan area kawasan budidaya seperti pertanian, permukiman, dan komersial. Hal tersebut menuntut konsekuensi bahwa rencana pembangunan daerah yang berwujud rencana pengembangan tata ruang dan pengembangan sektoral harus dapat berdampingan dan sejalan dengan perumusan kebijaksanaan, strategi, program dan kegiatan pembangunan. Penyusunan rencana tata ruang adalah bagian dari kegiatan penataan ruang. Dalam UU No.262007 tentang penataan ruang, penataan ruang terdiri dari 3 kegiatan, yaitu perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Menurut Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW Kabupaten Sleman, Cangkringan berfungsi sebagai: 81 Profil Bappeda 2015 1 Secara pola ruang merupakan bagian dari pengelolaan kawasan budidaya, sebagai bagian wilayah yang dialokasikan untuk mewadahi fungsi pertambangan, militer, industri, perdagangan, pariwisata, permukiman dan pertanian dan Kebijaksanaan pengembangan kota-kota, menurut tata jenjang pusat-pusat pelayanan pada konstelasi tingkat kabupaten, kota- kota di wilayah Kabupaten Sleman; 2 Secara struktur berfungsi sebagai Pusat Kegiatan Lingkungan PKL dengan fungsi: a. Pemerintahan kecamatan b. Pendidikan c. Sosial d. Permukiman Secara umum, kegiatan ekonomi di daerah ini sudah terfasilitasi oleh keberadaan sarana yang tersedia termasuk sarana yang berada di daerah sekitar wilayah penelitian. Sebagai contoh, meskipun di daerah ini tidak terdapat bank besar, namun sarana pendukung kegiatan finansial dari masyarakat pada daerah penelitian ini tetap terfasilitasi dari keberadaan kantor perbankan yang ada di daerah sekitar. Demikian, dengan sarana yang lain. Keberadaan wilayah Kecamatan Cangkringan diprediksikan akan mempengaruhi pola ruang dan pertumbuhan ekonomi. Perkembangan tersebut memerlukan sebuah wadah untuk perencanaan pembangunan dan antisipasi serta perlindungan potensi-potensi yang ada terhadap perkembangan. Untuk itulah disusun Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan Cangkringan yang merupakan suatu arahan pembangunan yang diwujudkan dalam berbagai rencana program, dengan mempertimbangkan sektor unggulan dengan tanpa meninggalkan sektor pertanian dan kelestarian lingkungan hidup. Dalam usaha mewujudkan ruang wilayah yang nyaman produktif dan berkelanjutan guna terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan; keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang, UU No.262007 tentang Penataan Ruang mengamatkan 3 kegiatan guna mewujudkan tujuan penyelenggaraan penataan ruang, yaitu perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian 82 Profil Bappeda 2015 pemanfaatan ruang. Kegiatan Revisi Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan Cangkringan merupakan salah satu bentuk perencanaan tata ruang yang digunakan sebagai dasar pengambilan kebijakan spasial guna mengembangkan potensi wilayah dengan mempertimbangkan keselarasankelestarian lingkungan dan fungsi ruang wilayah

3. RDTR RDTR Kecamatan Depok

Penyelenggaraan penataan ruang merupakan proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang yang bertujuan untuk terlaksananya perencanaan tata ruang secara terpadu dan menyeluruh, terwujudnya tertib pemanfaatan ruang, penyelenggaraan, pengendalian, serta pemanfaatan ruang dengan baik. Konteks penyelenggaraan penataan ruang berkaitan dengan penyelenggaraan pembangunan di daerah yang pada hakikatnya merupakan refleksi dinamika masyarakat, sehingga penataan ruang harus mampu dan tanggap terhadap setiap gejolak dan perubahan yang terjadi dengan adanya aktivitas pembangunan. Agar penyelenggaraan pembangunan daerah dapat memberikan manfaat yang besar dalam menciptakan kesejahteraan masyarakat dan kemajuan- kemajuan di berbagai bidang, maka perlu disusun suatu rencana tata ruang yang mampu mengakomodasikan setiap dinamika yang terjadi. Dalam kaitan dengan ini rencana tata ruang bukanlah merupakan produk yang kaku, ketat dan mutlak, melainkan dapat selalu tanggap terhadap setiap perubahan yang terjadi dalam batas-batas tertentu sesuai dengan kondisi daerah yang bersangkutan dan faktor- faktor yang mempengaruhinya. Dalam Peraturan Daerah No. 12 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sleman tahun 2011-2031, Kecamatan Depok termasuk dalam fungsional kawasan perkotaan dan karena letak yang berbatasan dengan Kota Yogyakarta maka dalam perkembangannya juga dipengaruhi oleh Kawasan Perkotaan Yogyakarta KPY. Rencana kebijakan yang ada saat ini hanya mewakili beberapa spot kawasan saja. Oleh karena itu, penyusunan RDTRK Kecamatan Depok perlu dilakukan untuk mengakomodasi kebijakan yang ada agar bisa sinergi dengan perkembangan yang terjadi saat ini. 83 Profil Bappeda 2015 Dalam usaha mewujudkan ruang wilayah yang nyaman produktif dan berkelanjutan guna terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan; keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang, UU No.262007 tentang Penataan Ruang mengamatkan 3 kegiatan guna mewujudkan tujuan penyelenggaraan penataan ruang, yaitu perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Kegiatan Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan Depok merupakan salah satu bentuk perencanaan tata ruang yang digunakan sebagai dasar pengambilan kebijakan spasial guna mengembangkan potensi wilayah dengan mempertimbangkan keselarasankelestarian lingkungan dan fungsi ruang wilayah.

4. RDTR Kecamatan Gamping

Penyelenggaraan penataan ruang merupakan proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang yang bertujuan untuk terlaksananya perencanaan tata ruang secara terpadu dan menyeluruh, terwujudnya tertib pemanfaatan ruang, penyelenggaraan, pengendalian, serta pemanfaatan ruang dengan baik. Konteks penyelenggaraan penataan ruang berkaitan dengan penyelenggaraan pembangunan di daerah yang pada hakikatnya merupakan refleksi dinamika masyarakat, sehingga penataan ruang harus mampu dan tanggap terhadap setiap gejolak dan perubahan yang terjadi dengan adanya aktivitas pembangunan. Agar penyelenggaraan pembangunan daerah dapat memberikan manfaat yang besar dalam menciptakan kesejahteraan masyarakat dan kemajuan- kemajuan di berbagai bidang, maka perlu disusun suatu rencana tata ruang yang mampu mengakomodasikan setiap dinamika yang terjadi. Dalam kaitan dengan ini rencana tata ruang bukanlah merupakan produk yang kaku, ketat dan mutlak, melainkan dapat selalu tanggap terhadap setiap perubahan yang terjadi dalam batas-batas tertentu sesuai dengan kondisi daerah yang bersangkutan dan faktor- faktor yang mempengaruhinya. 84 Profil Bappeda 2015 Dalam Peraturan Daerah No. 12 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sleman tahun 2011-2031, Kecamatan Gamping termasuk dalam fungsional kawasan perkotaan dan karena letak yang berbatasan dengan Kota Yogyakarta maka dalam perkembangannya juga dipengaruhi oleh Kawasan Perkotaan Yogyakarta KPY. Rencana kebijakan yang ada saat ini hanya mewakili beberapa spot kawasan saja. Oleh karena itu, penyusunan RDTRK Kecamatan Gamping perlu dilakukan untuk mengakomodasi kebijakan yang ada agar bisa sinergi dengan perkembangan yang terjadi saat ini. Dalam usaha mewujudkan ruang wilayah yang nyaman produktif dan berkelanjutan guna terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan; keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang, UU No.262007 tentang Penataan Ruang mengamatkan 3 kegiatan guna mewujudkan tujuan penyelenggaraan penataan ruang, yaitu perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Kegiatan Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan Gamping merupakan salah satu bentuk perencanaan tata ruang yang digunakan sebagai dasar pengambilan kebijakan spasial guna mengembangkan potensi wilayah dengan mempertimbangkan keselarasankelestarian lingkungan dan fungsi ruang wilayah.

5. RDTR

Kecamatan Godean Rencana tata ruang wilayah Kecamatan Godean sangat diperlukan agar pembangunan yang direncanakan sesuai dengan potensi dan keterbatasan dari wilayah tersebut. Hal ini dimaksudkan agar perkembangan wilayah dapat menguntungkan masyarakat serta berintegrasi dan saling menguntungkan dengan daerah sekitarnya, mengingat Kecamatan Godean sebagian berada di dalam area kawasan resapan air sehingga menuntut penataan yang bersifat lebih terhadap konservasi, sebagian merupakan area kawasan budidaya seperti pertanian, permukiman, dan komersial. Hal tersebut menuntut konsekuensi bahwa rencana pembangunan daerah yang berwujud rencana pengembangan tata ruang dan pengembangan sektoral harus dapat berdampingan dan sejalan dengan 85 Profil Bappeda 2015 perumusan kebijaksanaan, strategi, program dan kegiatan pembangunan. Penyusunan rencana tata ruang adalah bagian dari kegiatan penataan ruang. Dalam UU No.262007 tentang penataan ruang, penataan ruang terdiri dari 3 kegiatan, yaitu perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Menurut Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW Kabupaten Sleman, Godean berfungsi sebagai: 1 Secara pola ruang merupakan bagian dari pengelolaan kawasan budidaya, sebagai bagian wilayah yang dialokasikan untuk mewadahi fungsi pertambangan, militer, industri, perdagangan, pariwisata, permukiman dan pertanian dan Kebijaksanaan pengembangan kota-kota, menurut tata jenjang pusat-pusat pelayanan pada konstelasi tingkat kabupaten, kota- kota di wilayah kabupaten Sleman; 2 Secara struktur berfungsi sebagai Pusat Kegiatan Lingkungan PKL dengan fungsi: a. Pemerintahan kecamatan b. Pendidikan c. Sosial d. Permukiman Secara umum, kegiatan ekonomi di daerah ini sudah terfasilitasi oleh keberadaan sarana yang tersedia termasuk sarana yang berada di daerah sekitar wilayah penelitian. Sebagai contoh, meskipun di daerah ini tidak terdapat bank besar, namun sarana pendukung kegiatan finansial dari masyarakat pada daerah penelitian ini tetap terfasilitasi dari keberadaan kantor perbankan yang ada di daerah sekitar. Demikian, dengan sarana yang lain. Sebagian besar wilayah Kecamatan Godean termasuk Aglomerasi Perkotaan Yogyakarta. Keberadaan kawasan tersebut diprediksikan akan mempengaruhi pola ruang dan pertumbuhan ekonomi. Perkembangan tersebut memerlukan sebuah wadah untuk perencanaan pembangunan dan antisipasi serta perlindungan potensi-potensi yang ada terhadap perkembangan. Untuk itulah disusun Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan Godean yang merupakan suatu arahan pembangunan yang diwujudkan dalam berbagai rencana program, dengan mempertimbangkan sektor unggulan dengan tanpa meninggalkan sektor pertanian dan kelestarian lingkungan hidup. 86 Profil Bappeda 2015 Dalam usaha mewujudkan ruang wilayah yang nyaman produktif dan berkelanjutan guna terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan; keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang, UU No.262007 tentang Penataan Ruang mengamatkan 3 kegiatan guna mewujudkan tujuan penyelenggaraan penataan ruang, yaitu perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Kegiatan Revisi Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan Godean merupakan salah satu bentuk perencanaan tata ruang yang digunakan sebagai dasar pengambilan kebijakan spasial guna mengembangkan potensi wilayah dengan mempertimbangkan keselarasankelestarian lingkungan dan fungsi ruang wilayah

6. RDTR Kecamatan Minggir

Penyusunan rencana tata ruang adalah bagian dari kegiatan penataan ruang, yang meliputi perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang. Perencanaan tata ruang dilakukan untuk menghasilkan rencana umum dan rencana rinci tata ruang UU Penataan Ruang Nomor 26 Tahun 2007. Rencana rinci tata ruang disusun sebagai perangkat operasional rencana umum tata ruang. Salah satu perwujudan rencana rinci tata ruang adalah rencana detail tata ruang RDTR. Rencana tata ruang wilayah Minggir sangat diperlukan agar pembangunan di daerah tersebut dapat lebih sesuai dengan potensi dan keterbatasan dari wilayah tersebut. Hal ini dimaksudkan agar perkembangan wilayah dapat menguntungkan masyarakat di Kecamatan Minggir serta dapat berintegrasi dan saling menguntungkan dengan wilayah di sekitarnya. Hal tersebut menuntut konsekuensi bahwa rencana pembangunan daerah yang berwujud rencana pengembangan tata ruang dan pengembangan sektoral harus dapat berdampingan dan sejalan dengan perumusan kebijaksanaan, strategi, program dan kegiatan pembangunan. 87 Profil Bappeda 2015 Menurut Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sleman, Kecamatan Minggir berfungsi sebagai: a. Bagian dari arahan kawasan strategis pertumbuhan ekonomi yakni fungsi keamanan dan ketahanan pangan wilayah; b. Bagian kecil dari arahan kawasan lindung bawahan yakni sebagai fungsi kawasan resapan air; c. Bagian dari Pusat Pelayanan Kawasan PPK yang meliputi Ibukota Kecamatan Minggir; dan d. Bagian dari Pusat Pelayanan Lingkungan PPL yang meliputi seluruh pusat pemerintahan desa yang berada di luar Ibukota Kecamatan Minggir. Selain memperhatikan potensi dan keterbatasan wilayah, perencanaan tata ruang juga harus memperhatikan perencanaan-perencanaan yang telah ada sebelumnya untuk wilayah tersebut dan sekitarnya. Salah satu perencanaan penting yang telah ada untuk Kecamatan Minggir adalah Rencana Umum Tata Ruang Kota Minggir. Keberadaan kawasan tersebut diprediksikan akan mempengaruhi pola ruang dan pertumbuhan ekonomi. Perkembangan tersebut memerlukan sebuah wadah untuk perencanaan pembangunan dan antisipasi serta perlindungan potensi-potensi yang ada terhadap perkembangan. Untuk itulah disusun Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan Minggir yang merupakan suatu arahan pembangunan yang diwujudkan dalam berbagai rencana program, dengan mempertimbangkan sektor unggulan dengan tanpa meninggalkan sektor pertanian dan kelestarian lingkungan hidup. Perkembangan Kecamatan Minggir tidak akan terlepas dari potensi-potensi sumberdaya alam maupun sosial ekonomi budaya. Potensi wilayah ini perlu dirumuskan dan diskenariokan pemanfaatannya, salah satunya adalah dengan instrumen penataan ruang. Potensi wilayah ini akan mejadi isu-isu strategis di dalam penyusunan rencana penataan ruang. Kecamatan Minggir merupakan salah satu lumbung padi bagi Kabupaten Sleman. Penduduk Minggir sebagaimana penduduk di Kabupaten Sleman mayoritas masih tinggal di perdesaan dengan mata pencaharian di sektor pertanian. Beberapa permasalahan yang tekait dengan kondisi pertanian di Kecamatan Minggir yang juga mencerminkan kondisi pertanian di Kabupaten Sleman antara lain sebagai berikut : 88 Profil Bappeda 2015 Alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian masih cukup tinggi;  Sarana dan prasarana produksi pertanian sering tidak terjangkau oleh petani;  Serangan hama dan penyakit pertanian masih cukup tinggi;  Harga hasil produksi pertanian tidak stabil;  Pengelolaan lahan tegalan belum optimal;  Kemampuan dalam pengolahan pasca panen dan pemasaran hasil produk pertanian masih rendah;  Kapasitas kelembagaan pertanian belum optimal;  Tata guna dan tata kelola air belum optimal; Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan Minggir merupakan kegiatan menemukenali potensi dan permasalahan kawasan, mengintegrasikan dengan rencana yang telah ada serta memformulasikan dalam bentuk Rencana Detail Tata Ruang RDTR Kecamatan Minggir, sehingga diharapkan dapat mengakomodasi pengembangan kebijakan, tujuan dan sasaran pembangunan, serta dinamika pembangunan dan sebagai alat di dalam pemanfaatan dan pengendalian ruang.

7. RDTR

Kecamatan Mlati Rencana tata ruang wilayah Kecamatan Mlati sangat diperlukan agar pembangunan yang direncanakan sesuai dengan potensi dan keterbatasan dari wilayah tersebut. Hal ini dimaksudkan agar perkembangan wilayah dapat menguntungkan masyarakat serta berintegrasi dan saling menguntungkan dengan daerah sekitarnya, mengingat Kecamatan Mlati sebagian berada di dalam area kawasan resapan air sehingga menuntut penataan yang bersifat lebih terhadap konservasi, sebagian merupakan area kawasan budidaya seperti pertanian, permukiman, dan komersial. Hal tersebut menuntut konsekuensi bahwa rencana pembangunan daerah yang berwujud rencana pengembangan tata ruang dan pengembangan sektoral harus dapat berdampingan dan sejalan dengan perumusan kebijaksanaan, strategi, program dan kegiatan pembangunan. Penyusunan rencana tata ruang adalah bagian dari kegiatan penataan ruang. Dalam UU No.262007 tentang penataan ruang, penataan ruang terdiri dari 89 Profil Bappeda 2015 3 kegiatan, yaitu perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Menurut Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW Kabupaten Sleman, Mlati berfungsi sebagai: 1 Secara pola ruang merupakan bagian dari pengelolaan kawasan budidaya, sebagai bagian wilayah yang dialokasikan untuk mewadahi fungsi pertambangan, militer, industri, perdagangan, pariwisata, permukiman dan pertanian dan Kebijaksanaan pengembangan kota-kota, menurut tata jenjang pusat-pusat pelayanan pada konstelasi tingkat kabupaten, kota-kota di wilayah kabupaten Sleman; 2 Secara struktur berfungsi sebagai Pusat Kegiatan Lingkungan PKL dengan fungsi: a. Pemerintahan kecamatan b. Pendidikan c. Sosial d. Permukiman Secara umum, kegiatan ekonomi di daerah ini sudah terfasilitasi oleh keberadaan sarana yang tersedia termasuk sarana yang berada di daerah sekitar wilayah penelitian. Sebagai contoh, meskipun di daerah ini tidak terdapat bank besar, namun sarana pendukung kegiatan finansial dari masyarakat pada daerah penelitian ini tetap terfasilitasi dari keberadaan kantor perbankan yang ada di daerah sekitar. Demikian, dengan sarana yang lain. Sebagian besar wilayah Kecamatan Mlati termasuk Aglomerasi Perkotaan Yogyakarta. Keberadaan kawasan tersebut diprediksikan akan mempengaruhi pola ruang dan pertumbuhan ekonomi. Perkembangan tersebut memerlukan sebuah wadah untuk perencanaan pembangunan dan antisipasi serta perlindungan potensi-potensi yang ada terhadap perkembangan. Untuk itulah disusun Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan Mlati yang merupakan suatu arahan pembangunan yang diwujudkan dalam berbagai rencana program, dengan mempertimbangkan sektor unggulan dengan tanpa meninggalkan sektor pertanian dan kelestarian lingkungan hidup. Dalam usaha mewujudkan ruang wilayah yang nyaman produktif dan berkelanjutan guna terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan; keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan 90 Profil Bappeda 2015 sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang, UU No.262007 tentang Penataan Ruang mengamatkan 3 kegiatan guna mewujudkan tujuan penyelenggaraan penataan ruang, yaitu perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Kegiatan Revisi Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan Mlati merupakan salah satu bentuk perencanaan tata ruang yang digunakan sebagai dasar pengambilan kebijakan spasial guna mengembangkan potensi wilayah dengan mempertimbangkan keselarasankelestarian lingkungan dan fungsi ruang wilayah

8. RDTR

Kecamatan Ngaglik Rencana tata ruang wilayah Kecamatan Ngaglik sangat diperlukan agar pembangunan yang direncanakan sesuai dengan potensi dan keterbatasan dari wilayah tersebut. Hal ini dimaksudkan agar perkembangan wilayah dapat menguntungkan masyarakat serta berintegrasi dan saling menguntungkan dengan daerah sekitarnya, mengingat Kecamatan Ngaglik sebagian berada di dalam area kawasan resapan air sehingga menuntut penataan yang bersifat lebih terhadap konservasi, sebagian merupakan area kawasan budidaya seperti pertanian, permukiman, dan komersial. Hal tersebut menuntut konsekuensi bahwa rencana pembangunan daerah yang berwujud rencana pengembangan tata ruang dan pengembangan sektoral harus dapat berdampingan dan sejalan dengan perumusan kebijaksanaan, strategi, program dan kegiatan pembangunan. Penyusunan rencana tata ruang adalah bagian dari kegiatan penataan ruang. Dalam UU No.262007 tentang penataan ruang, penataan ruang terdiri dari 3 kegiatan, yaitu perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Menurut Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW Kabupaten Sleman, Ngaglik berfungsi sebagai: 1 Secara pola ruang merupakan bagian dari pengelolaan kawasan budidaya, sebagai bagian wilayah yang dialokasikan untuk mewadahi fungsi pertambangan, militer, industri, perdagangan, pariwisata, permukiman dan pertanian dan Kebijaksanaan pengembangan kota-kota, menurut tata 91 Profil Bappeda 2015 jenjang pusat-pusat pelayanan pada konstelasi tingkat kabupaten, kota- kota di wilayah kabupaten Sleman; 2 Secara struktur berfungsi sebagai Pusat Kegiatan Lingkungan PKL dengan fungsi: a. Pemerintahan kecamatan b. Pendidikan c. Sosial d. Permukiman Secara umum, kegiatan ekonomi di daerah ini sudah terfasilitasi oleh keberadaan sarana yang tersedia termasuk sarana yang berada di daerah sekitar wilayah penelitian. Sebagai contoh, meskipun di daerah ini tidak terdapat bank besar, namun sarana pendukung kegiatan finansial dari masyarakat pada daerah penelitian ini tetap terfasilitasi dari keberadaan kantor perbankan yang ada di daerah sekitar. Demikian, dengan sarana yang lain. Sebagian besar wilayah Kecamatan Ngaglik termasuk Aglomerasi Perkotaan Yogyakarta. Keberadaan kawasan tersebut diprediksikan akan mempengaruhi pola ruang dan pertumbuhan ekonomi. Perkembangan tersebut memerlukan sebuah wadah untuk perencanaan pembangunan dan antisipasi serta perlindungan potensi-potensi yang ada terhadap perkembangan. Untuk itulah disusun Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan Ngaglik yang merupakan suatu arahan pembangunan yang diwujudkan dalam berbagai rencana program, dengan mempertimbangkan sektor unggulan dengan tanpa meninggalkan sektor pertanian dan kelestarian lingkungan hidup. Dalam usaha mewujudkan ruang wilayah yang nyaman produktif dan berkelanjutan guna terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan; keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang, UU No.262007 tentang Penataan Ruang mengamatkan 3 kegiatan guna mewujudkan tujuan penyelenggaraan penataan ruang, yaitu perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. 92 Profil Bappeda 2015 Kegiatan Revisi Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan Ngaglik merupakan salah satu bentuk perencanaan tata ruang yang digunakan sebagai dasar pengambilan kebijakan spasial guna mengembangkan potensi wilayah dengan mempertimbang- kan keselarasankelestarian lingkungan dan fungsi ruang wilayah

9. RDTR

Kecamatan Ngemplak Rencana tata ruang wilayah Kecamatan Ngemplak sangat diperlukan agar pembangunan yang direncanakan sesuai dengan potensi dan keterbatasan dari wilayah tersebut. Hal ini dimaksudkan agar perkembangan wilayah dapat menguntungkan masyarakat serta berintegrasi dan saling menguntungkan dengan daerah sekitarnya, mengingat Kecamatan Ngemplak sebagian berada di dalam area kawasan resapan air sehingga menuntut penataan yang bersifat lebih terhadap konservasi, sebagian merupakan area kawasan budidaya seperti pertanian, permukiman, dan komersial. Hal tersebut menuntut konsekuensi bahwa rencana pembangunan daerah yang berwujud rencana pengembangan tata ruang dan pengembangan sektoral harus dapat berdampingan dan sejalan dengan perumusan kebijaksanaan, strategi, program dan kegiatan pembangunan. Penyusunan rencana tata ruang adalah bagian dari kegiatan penataan ruang. Dalam UU No.262007 tentang penataan ruang, penataan ruang terdiri dari 3 kegiatan, yaitu perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Menurut Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW Kabupaten Sleman, Ngemplak berfungsi sebagai: 1 Secara pola ruang merupakan bagian dari pengelolaan kawasan budidaya, sebagai bagian wilayah yang dialokasikan untuk mewadahi fungsi pertam- bangan, militer, industri, perdagangan, pariwisata, permukiman dan perta- nian dan Kebijaksanaan pengembangan kota-kota, menurut tata jenjang pusat-pusat pelayanan pada konstelasi tingkat kabupaten, kota-kota di wilayah kabupaten Sleman; 2 Secara struktur berfungsi sebagai Pusat Kegiatan Lingkungan PKL dengan fungsi: a. Pemerintahan kecamatan b. Pendidikan c. Sosial 93 Profil Bappeda 2015 d. Permukiman Secara umum, kegiatan ekonomi di daerah ini sudah terfasilitasi oleh keberadaan sarana yang tersedia termasuk sarana yang berada di daerah sekitar wilayah penelitian. Sebagai contoh, meskipun di daerah ini tidak terdapat bank besar, namun sarana pendukung kegiatan finansial dari masyarakat pada daerah penelitian ini tetap terfasilitasi dari keberadaan kantor perbankan yang ada di daerah sekitar. Demikian, dengan sarana yang lain. Keberadaan wilayah Kecamatan Ngemplak diprediksikan akan mempengaruhi pola ruang dan pertumbuhan ekonomi. Perkembangan tersebut memerlukan sebuah wadah untuk perencanaan pembangunan dan antisipasi serta perlindungan potensi-potensi yang ada terhadap perkembangan. Untuk itulah disusun Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan Ngemplak yang merupakan suatu arahan pembangunan yang diwujudkan dalam berbagai rencana program, dengan mempertimbangkan sektor unggulan dengan tanpa meninggalkan sektor pertanian dan kelestarian lingkungan hidup. Dalam usaha mewujudkan ruang wilayah yang nyaman produktif dan berkelanjutan guna terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan; keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang, UU No.262007 tentang Penataan Ruang mengamatkan 3 kegiatan guna mewujudkan tujuan penyelenggaraan penataan ruang, yaitu perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Kegiatan Revisi Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan Ngemplak merupakan salah satu bentuk perencanaan tata ruang yang digunakan sebagai dasar pengambilan kebijakan spasial guna mengembangkan potensi wilayah dengan mempertimbangkan keselarasankelestarian lingkungan dan fungsi ruang wilayah

10. RDTR

Kecamatan Pakem Rencana tata ruang wilayah Kecamatan Pakem sangat diperlukan agar pembangunan yang direncanakan sesuai dengan potensi dan keterbatasan dari wilayah tersebut. Hal ini dimaksudkan agar perkembangan wilayah dapat 94 Profil Bappeda 2015 menguntungkan masyarakat serta berintegrasi dan saling menguntungkan dengan daerah sekitarnya, mengingat Kecamatan Pakem sebagian berada di dalam area kawasan resapan air sehingga menuntut penataan yang bersifat lebih terhadap konservasi, sebagian merupakan area kawasan budidaya seperti pertanian, permukiman, dan komersial. Hal tersebut menuntut konsekuensi bahwa rencana pembangunan daerah yang berwujud rencana pengembangan tata ruang dan pengembangan sektoral harus dapat berdampingan dan sejalan dengan perumusan kebijaksanaan, strategi, program dan kegiatan pembangunan. Penyusunan rencana tata ruang adalah bagian dari kegiatan penataan ruang. Dalam UU No.262007 tentang penataan ruang, penataan ruang terdiri dari 3 kegiatan, yaitu perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Menurut Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW Kabupaten Sleman, Pakem berfungsi sebagai: 1 Secara pola ruang merupakan bagian dari pengelolaan kawasan budidaya, sebagai bagian wilayah yang dialokasikan untuk mewadahi fungsi pertambangan, militer, industri, perdagangan, pariwisata, permukiman dan pertanian dan Kebijaksanaan pengembangan kota-kota, menurut tata jenjang pusat-pusat pelayanan pada konstelasi tingkat kabupaten, kota- kota di wilayah kabupaten Sleman; 2 Secara struktur berfungsi sebagai Pusat Kegiatan Lingkungan PKL dengan fungsi: a. Pemerintahan kecamatan b. Pendidikan c. Sosial d. Permukiman Secara umum, kegiatan ekonomi di daerah ini sudah terfasilitasi oleh keberadaan sarana yang tersedia termasuk sarana yang berada di daerah sekitar wilayah penelitian. Sebagai contoh, meskipun di daerah ini tidak terdapat bank besar, namun sarana pendukung kegiatan finansial dari masyarakat pada daerah penelitian ini tetap terfasilitasi dari keberadaan kantor perbankan yang ada di daerah sekitar. Demikian, dengan sarana yang lain. Keberadaan wilayah Kecamatan Pakem diprediksikan akan mempengaruhi pola ruang dan pertumbuhan ekonomi. Perkembangan tersebut memerlukan 95 Profil Bappeda 2015 sebuah wadah untuk perencanaan pembangunan dan antisipasi serta perlindungan potensi-potensi yang ada terhadap perkembangan. Untuk itulah disusun Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan Pakem yang merupakan suatu arahan pembangunan yang diwujudkan dalam berbagai rencana program, dengan mempertimbangkan sektor unggulan dengan tanpa meninggalkan sektor pertanian dan kelestarian lingkungan hidup. Dalam usaha mewujudkan ruang wilayah yang nyaman produktif dan berkelanjutan guna terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan; keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang, UU No.262007 tentang Penataan Ruang mengamatkan 3 kegiatan guna mewujudkan tujuan penyelenggaraan penataan ruang, yaitu perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Kegiatan Revisi Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan Pakem merupakan salah satu bentuk perencanaan tata ruang yang digunakan sebagai dasar pengambilan kebijakan spasial guna mengembangkan potensi wilayah dengan mempertimbangkan keselarasankelestarian lingkungan dan fungsi ruang wilayah

11. RDTR Kecamatan Seyegan

Penyusunan rencana tata ruang adalah bagian dari kegiatan penataan ruang, yang meliputi perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang. Perencanaan tata ruang dilakukan untuk menghasilkan rencana umum dan rencana rinci tata ruang UU Penataan Ruang Nomor 26 Tahun 2007. Rencana rinci tata ruang disusun sebagai perangkat operasional rencana umum tata ruang. Salah satu perwujudan rencana rinci tata ruang adalah rencana detail tata ruang RDTR. Rencana tata ruang wilayah Seyegan sangat diperlukan agar pembangunan di daerah tersebut dapat lebih sesuai dengan potensi dan keterbatasan dari wilayah tersebut. Hal ini dimaksudkan agar perkembangan wilayah dapat menguntungkan masyarakat di Kecamatan Seyegan serta dapat 96 Profil Bappeda 2015 berintegrasi dan saling menguntungkan dengan wilayah di sekitarnya. Hal tersebut menuntut konsekuensi bahwa rencana pembangunan daerah yang berwujud rencana pengembangan tata ruang dan pengembangan sektoral harus dapat berdampingan dan sejalan dengan perumusan kebijaksanaan, strategi, program dan kegiatan pembangunan. Menurut Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sleman, Kecamatan Seyegan berfungsi sebagai: 1. Bagian dari arahan kawasan strategis pertumbuhan ekonomi yakni fungsi keamanan dan ketahanan pangan wilayah; 2. Bagian kecil dari arahan kawasan lindung bawahan yakni sebagai fungsi kawasan resapan air; 3. Bagian dari Pusat Pelayanan Kawasan PPK yang meliputi Ibukota Kecamatan Seyegan; dan 4. Bagian dari Pusat Pelayanan Lingkungan PPL yang meliputi seluruh pusat pemerintahan desa yang berada di luar Ibukota Kecamatan Seyegan. Selain memperhatikan potensi dan keterbatasan wilayah, perencanaan tata ruang juga harus memperhatikan perencanaan-perencanaan yang telah ada sebelumnya untuk wilayah tersebut dan sekitarnya. Salah satu perencanaan penting yang telah ada untuk Kecamatan Seyegan adalah Rencana Umum Tata Ruang Kota Seyegan. Keberadaan kawasan tersebut diprediksikan akan mempengaruhi pola ruang dan pertumbuhan ekonomi. Perkembangan tersebut memerlukan sebuah wadah untuk perencanaan pembangunan dan antisipasi serta perlindungan potensi-potensi yang ada terhadap perkembangan. Untuk itulah disusun Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan Seyegan yang merupakan suatu arahan pembangunan yang diwujudkan dalam berbagai rencana program, dengan mempertimbangkan sektor unggulan dengan tanpa meninggalkan sektor pertanian dan kelestarian lingkungan hidup.

1.1.1. Dinamika dan Isu-Isu Strategis di Kecamatan Seyegan

Penduduk di Kecamatan Seyegan pada tahun 2000 mencapai angka 42.036 jiwa, sedangkan pada akhir tahun 2010 mencapai angka 45.659 jiwa. Dalam kurun waktu sepuluh tahun penduduk Kecamatan Seyegan mengalami peningkatan sebesar 3.623 jiwa. Pertambahan penduduk ini yang membawa 97 Profil Bappeda 2015 konsekuensi kebutuhan lahan yang semakin meingkat pula, sementara lahan yang tersedia adalah tetap. Hal inilah yang perlu diantisipasi apalagi dengan kondisi lingkungan yang relatif baik maka lama kelamaan Seyegan akan menjadi tujuan hunian sebagai akibat ekspansi hunian dari kota. Kecamatan Seyegan menyumbang terciptanya PDRB Kabupaten Sleman sebesar 3,37 dan menempati urutan ke-13 dalam kontribusi tersebut. Berdasarkan PDRB per sektor atas Dasar Harga Berlaku 2008 di Kecamatan Seyegan, urutan kontribusi per sektor didominasi oleh sektor pertanian, diikuti dengan sektor industri pengolahan, sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, disusul dengan sektor keuangan, persewaan, jasa perusahaan. Perekonomian Kecamatan Seyegan didukung oleh sektor pertanian sebesar 24,03, dengan komoditas unggulan berupa padi dan palawija. Adapun distribusi prosentase sektor primer, sekunder dan tersier Kecamatan Seyegan didominasi oleh sektor tersier sebesar 39,17, disusul sektor sekunder sebesar 35,35 dan sektor primer sebesar 25,48. Perkembangan Kecamatan Seyegan tidak akan terlepas dari potensi- potensi sumberdaya alam maupun sosial ekonomi budaya. Potensi wilayah ini perlu dirumuskan dan diskenariokan pemanfaatannya, salah satunya adalah dengan instrumen penataan ruang. Potensi wilayah ini akan mejadi isu-isu strategis di dalam penyusunan rencana penataan ruang. Beberapa isu-isu strategis yang dapat dijadikan landasan dalam penyusunan rencana detail tata ruang di Kecamatan Seyegan antara lain :

1. Kecamatan Seyegan sebagai “Lumbung Padi” Kabupaten Sleman

Kecamatan Seyegan merupakan salah satu lumbung padi bagi Kabupaten Sleman. Penduduk Seyegan sebagaimana penduduk di Kabupaten Sleman mayoritas masih tinggal di perdesaan dengan mata pencaharian di sektor pertanian. Beberapa permasalahan yang tekait dengan kondisi pertanian di Kecamatan Seyegan yang juga mencerminkan kondisi pertanian di Kabupaten Sleman antara lain sebagai berikut :  Alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian masih cukup tinggi;  Sarana dan prasarana produksi pertanian sering tidak terjangkau oleh petani; 98 Profil Bappeda 2015  Serangan hama dan penyakit pertanian masih cukup tinggi;  Harga hasil produksi pertanian tidak stabil;  Pengelolaan lahan tegalan belum optimal;  Kemampuan dalam pengolahan pasca panen dan pemasaran hasil produk pertanian masih rendah;  Kapasitas kelembagaan pertanian belum optimal;  Tata guna dan tata kelola air belum optimal;

2. Kecamatan Seyegan sebagai “Kawasan Resapan Air”

Dalam penetapan suatu kawasan resapan air di suatu wilayah harus berdasarkan kriteria-kriteria teknis dan lingkungan yang digunakan untuk menilai suatu kawasan. Kriteria-kriteria teknis dan lingkungan adalah sebagai berikut:  Daerah yang memiliki curah hujan tinggi 2000 mm per tahun  Daerah yang meiliki struktur tanah yang mudah meresap air, tingkat permeabilitas 27,7 mm per jam. Perlindungan terhadap kawasan resapan air nampaknya diantisipasi melalui pengaturan koefisien dasar bangunan KDB, demikian juga di wilayah Kecamatan Seyegan yang masuk dalam kawasan resapan air. Dalam implemen- tasinya belum memperlihatkan kekuatan hukum yang jelas. Lebih jauh dalam antisipasinya dianjurkan bahwa pemanfaatan lahan untuk bangunan disarankan untuk menyisakan seluas 30, yang dipergunakan sebagai kawasan hijau.

3. Kecamatan Seyegan sebagai “Sentra Industri Kecil”

Kecamatan Seyegan sudah lama dikenal dengan industri batik dalam skala menengah. Perajin batik tergabung dalam Kelompok Keluarga Batik Sri Sadana di Dusun Susukan, Desa Margokaton, Kecamatan Seyegan ini sedang berupaya keras untuk mampu menembus pasar internasional. Batik yang diproduksi kelompok batik berjumlah 40 anggota itu berupa kain cap atau biasa disebut batik cap yang dipadukan dengan batik tulis. Dengan 17 tenaga perajin, kelompok usaha batik ini mampu memproduksi kurang lebih 50 lembar hingga 100 lembar kain batik cap setiap bulan. Pemasaran masih sebatas wilayah Sleman dan sekitarnya dan hanya sebagian kecil yang dipasarkan ke pasaran luar daerah, seperti Kalimantan, Medan, dan Papua. Selain batik, Seyegan dikenal pula 99 Profil Bappeda 2015 sebagai sentra industri pengolahan makanan seperti emping yang mempunyai kualitas tinggi , industri kerajinan tas serta beberapa kerajinan tangan yang lain dalam skala rumah tangga.

4. Pengembangan Desa Wisata di Kecamatan Seyegan

Kabupaten Sleman yang memiliki berbagai daya tarik wisata yang sangat beragam dari wisata alam, wisata budaya, wisata pendidikan maupun minat khusus. Wisatawan yang berkunjung ke Kabupaten sleman semakin hari semakin beragam. beberapa tahun terakhir ini kunjungan wisatawan mulai me lirik ke wisata pedesaan atau desa wisata. Di Kecamatan Seyegan dikembangkan desa wisata berbasis kehidupan lokal masyarakat pada bidang pertanian. Dusun Mandungan, Desa Margoluwih merupakan salah satu desa wisata di Kabupaten Sleman yang dikenal dengan keberadaan “Joglo Tani”. Joglo Tani merupakan sebuah bangunan khas Jawa yang diharapkan dapat menjadi naungan sekaligus sarana, dan pusat pembelajaran serta sambung rasa atau sarasehan diantara komunitas petani dan setiap pemangku kepentingan dunia pertanian yang terkait. Bangunan yang merupakan simbol dari desa wisata di Margoluwih. Atraksi wisata yang dikedepankan di desa wisata ini adalah menampilkan cara-cara petani bekerja di sawah, pengunjung diberi kesempatan untuk terjun langsung ke sawah seperti ngluku membajak sawah, tanam padi, menyemprot hama, merabuk, mencangkul dan ani-ani memetik padi. Tidak terbatas hanya tradisi pertanian, wisatawan bisa juga memanfaatkan sebuah irigasi yang airnya bersih untuk berendam, maupun mandi. Bagi yang ingin menginap disana, wisatawan dapat menginap di rumah-rumah penduduk. 5 Angka Kemiskinan yang cukup tinggi di Kecamatan Seyegan Berdasarkan data angka kemiskinan di Kabupaten Sleman tahun 2010, Kecamatan Seyegan termasuk kecamatan yang tinggi prosentase kemiskinannya. Tercatat jumlah 12.576 jiwa masuk dalam kelompok miskin dari 56.055 penduduk Kecamatan Seyegan, atau berkisar 23. 6 Persentase jumlah tidak layak huni yang tinggi di Kecamatan Seyegan Salah satu fenomena yang menarik di Kecamatan Seyegan adalah jumlah rumah tidak layak huni yang relatif cukup tinggi. Tercatat pada tahun 2008, jumlah 100 Profil Bappeda 2015 rumah tidak layak huni mencapai angka 1.649 unit dari total rumah 11.194 unit di tingkat kabupaten, atau berkisar 14,73. Kecamatan dengan jumlah rumah tidak layak huni terbesar adalah Kecamatan Tempel yakni 1.919 unit. Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan Seyegan merupakan kegiatan menemukenali potensi dan permasalahan kawasan, mengintegrasikan dengan rencana yang telah ada serta memformulasikan dalam bentuk Rencana Detail Tata Ruang RDTR Kecamatan Seyegan, sehingga diharapkan dapat mengakomodasi pengembangan kebijakan, tujuan dan sasaran pembangunan, serta dinamika pembangunan dan sebagai alat di dalam pemanfaatan dan pengendalian ruang.

12. RDTR

Kecamatan Tempel Rencana tata ruang wilayah Kecamatan Tempel sangat diperlukan agar pembangunan yang direncanakan sesuai dengan potensi dan keterbatasan dari wilayah tersebut. Hal ini dimaksudkan agar perkembangan wilayah dapat menguntungkan masyarakat serta berintegrasi dan saling menguntungkan dengan daerah sekitarnya, mengingat Kecamatan Tempel sebagian berada di dalam area kawasan resapan air sehingga menuntut penataan yang bersifat lebih terhadap konservasi, sebagian merupakan area kawasan budidaya seperti pertanian, permukiman, dan komersial. Hal tersebut menuntut konsekuensi bahwa rencana pembangunan daerah yang berwujud rencana pengembangan tata ruang dan pengembangan sektoral harus dapat berdampingan dan sejalan dengan perumusan kebijaksanaan, strategi, program dan kegiatan pembangunan. Penyusunan rencana tata ruang adalah bagian dari kegiatan penataan ruang. Dalam UU No.262007 tentang penataan ruang, penataan ruang terdiri dari 3 kegiatan, yaitu perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Menurut Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW Kabupaten Sleman, Tempel berfungsi sebagai: 1 Secara pola ruang merupakan bagian dari pengelolaan kawasan budidaya, sebagai bagian wilayah yang dialokasikan untuk mewadahi fungsi pertambangan, militer, industri, perdagangan, pariwisata, permukiman dan pertanian dan Kebijaksanaan pengembangan kota-kota, menurut tata 101 Profil Bappeda 2015 jenjang pusat-pusat pelayanan pada konstelasi tingkat kabupaten, kota-kota di wilayah kabupaten Sleman; 2 Secara struktur berfungsi sebagai Pusat Kegiatan Lingkungan PKL dengan fungsi: a. Pemerintahan kecamatan b. Pendidikan c. Sosial d. Permukiman Secara umum, kegiatan ekonomi di daerah ini sudah terfasilitasi oleh keberadaan sarana yang tersedia termasuk sarana yang berada di daerah sekitar wilayah penelitian. Sebagai contoh, meskipun di daerah ini tidak terdapat bank besar, namun sarana pendukung kegiatan finansial dari masyarakat pada daerah penelitian ini tetap terfasilitasi dari keberadaan kantor perbankan yang ada di daerah sekitar. Demikian, dengan sarana yang lain. Keberadaan wilayah Kecamatan Tempel diprediksikan akan mempengaruhi pola ruang dan pertumbuhan ekonomi. Perkembangan tersebut memerlukan sebuah wadah untuk perencanaan pembangunan dan antisipasi serta perlindungan potensi-potensi yang ada terhadap perkembangan. Untuk itulah disusun Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan Tempel yang merupakan suatu arahan pembangunan yang diwujudkan dalam berbagai rencana program, dengan mempertimbangkan sektor unggulan dengan tanpa meninggalkan sektor pertanian dan kelestarian lingkungan hidup. Dalam usaha mewujudkan ruang wilayah yang nyaman produktif dan berkelanjutan guna terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan; keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang, UU No.262007 tentang Penataan Ruang mengamatkan 3 kegiatan guna mewujudkan tujuan penyelenggaraan penataan ruang, yaitu perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Kegiatan Revisi Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan Tempel merupakan salah satu bentuk perencanaan tata ruang yang digunakan sebagai dasar pengambilan kebijakan spasial guna mengembangkan potensi wilayah 102 Profil Bappeda 2015 dengan mempertimbangkan keselarasankelestarian lingkungan dan fungsi ruang wilayah.

B. Subbidang Lingkungan Hidup, Energi, dan Sumber Daya Mineral

1. Kerjasama Pengelolaan Persampahan 2011 – 2015

Sampah telah menjadi permasalahan yang rumit baik ditingkat kabupatenkota dan merupakan permasalahan nasional, sehingga pengelolaannya perlu dilakukan secara komprehansif dan terpadu dari sumber sampah sampai tempat pengelolaan akhir. Pemerintah Sleman telah bekerjasama dengan Pemerintah Kota Boras, Swedia, Universitas Gadjah Mada, dan Swedish International Center for Local Democracy ICLD dalam The City Clusters in Sleman dan kerjasama antara Pemerintah Kabupaten Sleman, Fakultas Teknik Kimia UGM dan Koperasi Induk Buah “Gemah Ripah” Gamping Sleman Yogyakarta. Kerjasama ini meliputi : a Peningkatan kemampuan dalam pengelolaan sampah khususnya pasar buah gemah ripah Gamping melalui pengelolaan sampah buah menjadi energi listrik. b Transfer teknologi khususnya dalam pengelolaan sampah secara umum dengan Pengembangan program daur ulang sampah dan pemisahan sampah

2. Kajian Lingkungan Hidup Strategis Perkotaan Dan Perdesaan 2012 –

2014 Kajian Lingkungan Hidup Strategis adalah serangkaian analisis yang sistematis,menyeluruh dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah danatau kebijakan, rencana danatau program tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Keluaran KLHS adalah suatu dokumen telaah assessment document yang disertai dengan suatu saran untuk KRP RDTR kecamatan. 103 Profil Bappeda 2015

3. Neraca Sumber Daya Alam Daerah

Neraca sumber daya alam daerah diartikan sebagai alat untuk mengetahui besarnya cadangan awal sumber daya alam hutan,lahan, air dan mineral yang dinyatakan sebgai aktiva dan besarnya pemanfaatan sebagai pasiva. Neraca sumberdaya alam merupakan perimbangan antara kondisi sumberdaya alam awal dengan kondisi akhir. Neraca sumberdaya alam merupakan informasi mengenai potensi, keberadaan dan kondisi sumberdaya alam Kabupaten Sleman sehingga menjadi acuan dalam pengambilan kebijakan, strategis dan arah pembangunan serta skala prioritas pembangunan.

4. Rekomendasi Kebijakan Pengelolaan Das Dan GNKPA

Pengelolaan daerah Aliran Sungai DAS pada hakekatnya merupakan perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan sumberdaya alam berbasis ekosistem DAS untuk kesejahteraan manusia dan kelestarian ekosistem DAS itu sendiri. Kegiatan pengelolaan DAS tersebut menimbulkan dampak positif maupun negatif yang diantaranya dapat dilihat melalui indicator aliran air di DAS yang bersangkutan. Adanya keterkaitan antar kegiatan pengelolaan sumberdaya DAS dan dampak yang ditimbulkannya memungkinkan untuk mengukur keberlanjutan pengelolaan sumberdaya yang dilakukan. Hal ini yang melandasi digunakannya ekosistem DAS sebagai satuan terbaik dalam pengelolaan sumberdaya berbasis ekosistem. Pengelolaan DAS kini mencakup banyak persoalan yang tengah dihadapi antara kegiatan manusia dengan sumber daya lahan dan air. Diantaranya penggunaan lahan berupa pertanian, pertenakan, kehutanan, perikanan, social, budaya, infrastruktur, pemukiman, dan lain-lain. Adanya pertumbuhan penduduk dan peningkatan kegiatan pembangunan ekonomi menyebabkan semakin besarnya tekanan terhadap sumberdaya hutan, lahan dan air. Tekanan tersebut menyebabkan bertambahnya luasan hutan penggunaan di luar sektor kehutanan, peningkatan laju erosi yang berakibat menurunnya produktifitas lahan dan peningkatan aliran air permukaan yang menyebabkan meningkatnya ancaman bencana banjir, sedimentasi, pendangkalan serta kekeringan. Salah satu metode pendekatan yang efektif untuk mengatasi laju degradasi hutan dan lahan yaitu dengan system pengelolaan DAS terpadu. Pengelolaan sumberdaya dalam suatu DAS harus dapat dirumuskan secara holistik yaitu memandang masalah secara 104 Profil Bappeda 2015 utuh, terpadu dan memecahkannya secara multidisiplin, lintas sektoral, lintas daerah sesuai dengan konsep DAS sebagai satu kesatuan ekosistem.

5. Review Strategi Sanitasi Kabupaten Sleman 2015

Strategi Sanitasi Kabupaten Sleman adalah dokumen perencanaan yang berisi kebijakan dan strategi pembangunan sanitasi secara komprehensif yang dimaksudkan untuk memberikan arah yang jelas, tegas dan menyeluruh bagi pembangunan sanitasi di wilayah Kabupaten Sleman dengan tujuan agar pembangunan sanitasi dapat berlangsung secara sistematis, terintegrasi, dan berkelanjutan. Dokumen SSK ini pada dasarnya adalah pemutakhiran dari dokumen SSK Kabupaten Sleman tahun 2011-2015, serta tindak lanjut dokumen sanitasi wilayah dalam RPJMD Kabupaten Sleman tahun 2011-2015 dan RTRW Kabupaten Sleman tahun 2011-2031. Pemutakhiran ini perlu dilakukan mengingat beberapa kondisi di bawah ini: a. Periode pelaksanaan yang tercantum dalam dokumen SSK telah melampaui masa berlaku atau telah kadaluarsa, yaitu lebih dari 5 tahun. b. Peningkatan kualitas dokumen dari SSK sebelumnya yang disebabkan oleh ketidaklengkapan data maupun akibat adanya keraguan atas validitas data yang digunakan. c. Adanya kebutuhan untuk mempercepat implementasi terutama terkait dengan pencapaian target Universal Access di tahun 2019. d. Apabila ada penyesuaianperubahan RPJMD yang menjadi acuan dari SSK. Perubahan RPJMD terjadi akibat adanya perubahan Kepala Daerah.

C. Subbidang Pekerjaan Umum, Perhubungan, dan Komunikasi dan

Informatika Hasil Kegiatan strategis Tahun 2011 1. Sekber Kartamantul : - Rapat Rutin dengan DIY, Kota Yogyakarta , Kab Bantul dan Kab Sleman di Kantor Sekber - Rapat Rutin dengan Sektor terkait PU, LH, Tapem, bag Hukum, PDAM di Kabupaten - Iuran Sekber Kartamantul 105 Profil Bappeda 2015

2. Perencanaan dan Monitoring DAK

Alokasi DAK Tahun 2011 sejumlah Rp 42.650.500.000,- meliputi Bidang Pendidikan, Bidang Kesehatan, Infrastruktur Air Minum, Infrastruktur Sanitasi, Kelautan dan Perikanan, Bidang Irigasi. Laporan Monitoring DAK triwulan I, II,III, IV tahun 2011 - Bidang Pendidikan sejumlah Rp 28.529.500.000,- untuk SD Rp21.893.400,- SMP Rp 6.636.100.000 - Bidang Kesehatan sejumlah Rp 4.607.400.000,- untuk pelayanan dasar kesehatan, obat, gudang farmasi dan rujukan, mobil - Bidang Infrastruktur Air Minum sejumlah Rp 984.400.000,- - Bidang Infrastruktur Sanitasi sejumlah Rp 1.317.400.000,- untuk SLBM dan jaringan air limbah - Bidang Kelautan dan Perikanan sejumlah Rp 2.985.000.000,- untuk sarana prasarana perikanan - Bidang Irigasi sejumlah Rp 3.877.800.000,- untuk rehab dan peningkatan Daerah Irigasi, rehab dan peningkatan bending. Laporan Akhir Monitoring DAK Tahun 2011, laporan pelaksanaan ke 6 bidang tersebut di atas. Hasil Kegiatan Strategis Tahun 2012 1. Sekber Kartamantul : - Rapat Rutin dengan DIY, Kota Yogyakarta , Kab Bantul dan Kab Sleman di Kantor Sekber - Rapat Rutin dengan Sektor terkait PU, LH, Tapem, bag Hukum, PDAM di Kabupaten - Iuran Sekber Kartamantul

2. Perencanaan dan Monitoring DAK

Alokasi DAK tahun 2012 berjumlah Rp 52.237.390.000,- terdiri dari 11 bidang meliputi Bidang Pendidikan, Bidang Kesehatan, bidang Infrastruktur Jalan, Bidang Infrastruktur Air Minum, Bidang Infrastruktur Sanitasi, Bidang Irigasi, Bidang Kelautan dan Perikanan, Bidang Pertanian, Bidang Kehutanan, Bidang Lingkungan Hidup dan Sub Bidang Keluarga Berencana. 106 Profil Bappeda 2015 Laporan Monitoring DAK triwulan I, II,III, IV tahun 2012. - Bidang Lingkungan Hidup sejumlah Rp 951.470.000.000,- - Bidang Kesehatan terdiri dari Dunas Kesehatan Rp 4.881.370.000,-, RSUD Sleman layanan rujukan, rehab ruang rawat inap Rp 2.513.737.000,- RSUD Prambanan Rp 837.913.000,- - Bidang Infrastruktur Jalan sejumlah Rp 5.471.180.000,- untuk pemeliharaan berkala jalan kabupaten. - Bidang Irigasi sejumlah Rp 3.866.290.000,- untuk rehab dan peningkatan DI dan bendung. - Bidang Infrastruktur air minum sejumlah Rp 1.944.550.000,- - Bidang Infrastruktur Sanitasi sejumlah Rp 1.501.410.000,- untuk SLBM dan Jaringan air limbah. - Bidang Kelautan Perikanan sejumlah Rp 2.539.840.000,-untuk prasarana dan sarana perikanan. - Bidang Pertanian sejumlah Rp 4.039.060.000,- - Bidang Kehutanan sejumlah Rp 1.276.700.000,- - Sub Bidang Keluarga Berencana sejumlah Rp 1.267.730.000,- Laporan Akhir Monitoring DAK Tahun 2012, laporan pelaksanaan kegiatan ke 11 bidangsub bidang tersebut di atas. 3. Peningkatan KelembagaanPemberdayaan Masyarakat melalui Water Resources and Irrigation Sector Management WISMP Tahun 2012. Alokasi Dana WISMP untuk Bappeda Tahun 2012; dari World Bank Loan sebesar Rp 162.925.000,- dan APBD Rp 96.935.750,- untuk melaksanakan kegiatan - Pembinaan Sektor Ekonomi Teknis Kelembagaan PSETK: Profil Daerah Irigasi dan kelembagaannya Sampai dengan 31 Desember 2012, progress keuangan untuk Loan sebesar 90 dan APBD 92 . Hasil Kegiatan strategis Bappeda Tahun 2013 1. Sekber Kartamantul : - Rapat Rutin dengan DIY, Kota Yogyakarta , Kab Bantul dan Kab Sleman di Kantor Sekber 107 Profil Bappeda 2015 - Rapat Rutin dengan Sektor terkait PU, LH, Tapem, bag Hukum, PDAM di Kabupaten - Iuran Sekber Kartamantul 2. Perencanaan dan Monitoring DAK Alokasi Dana DAK untuk Tahun 2013 sebesar Rp 50.823,330.000,- terdiri dari 13 bidang meliputi : Bidang Pendidikan, Kesehatan, Infrastruktur Jalan, Infrastruktur Air Minum, Infrastruktur Sanitasi, Bidang Irigasi, Bidang Kelautan dan Perikanan, Bidang Pertanian, Bidang Kehutanan, Bidang Lingkungan Hidup, Bidang Keluarga Berencana, Bidang Keselamatan Transportasi Darat Perhubungan, Bidang Perdagangan. Laporan Monitoring DAK triwulan I, II,III, IV tahun 2013 - Bidang Pendidikan sejumlah Rp 19.058.080.000,-dengan alokasi untuk SD sejumlah Rp 4.807.750.000,-; SMP Rp 5.084.430.000,-; SMA Rp 2.940.320.000,- untuk Prasarana dan sarana Pendidikan dan Sarana Peningkatan Mutu pendidikan. - Bidang Kesehatan, sejumlah Rp 5.400.590.000,- pelayanan dasar kesehatan , gudang farmasi dan farmasiobat-obatan, rujukan. - Bidang Infrastruktur Air Minum sejumlah Rp 1.232.010.000,- untuk prasarana dan sarana air bersih PSAB - Bidang Sanitasi berupa Sistem Air Limbah Berbasis MasyarakatSLBM dan Jaringan Air Limbah, dengan alokasi sejumlah Rp 2.046.410.000,- - Bidang Irigasi, dengan alokasi sebesar Rp 6.186.010.000,- untuk Rehab DI 6 unit, peningkatan DI 11 unit, Rehab Bendung 4 unit, Peningkatan Bendung 3 unit. - Bidang Kelautan dan Perikanan dengan alokasi sebesar Rp 2.959.030.000,- untuk sarana prasarana perikanan. - Bidang Infrastruktur Jalan untuk pemeliharaan berkala jalan kabupaten sebesar Rp 5.582.870.000,- - Bidang Pertanian sebesar Rp 3.856.930.000,- untuk rehab BP3K, rehab jaringan irigasi, jalan usaha tani, dll untuk focus ketahanan pangan. - Bidang Kehutanan sebesar Rp 1.062.810.000,- untuk Hutan Rakyat 200 Ha, Konservasi Tanah dan Air. 108 Profil Bappeda 2015 - Bidang Lingkungan Hidup sebesar Rp 926.150.000,- - Bidang Keluarga Berencana sebesar Rp 931.420.000,- untuk Balai Penyuluhan Sarana Prasarana KB, BKB Kit, KIE Kit. - Bidang Transportasi Darat, sebesar Rp 562.060.000,- untuk rambu lalu lintas, Marka Jalan - Bidang Perdagangan sebesar Rp 918.960.000,- untuk rehabilitasi pasar. Laporan Akhir Monitoring DAK Tahun 2013, laporan pelaksanaan ke 13 bidang tersebut di atas. 3. Peningkatan Kelembagaan Pemberdayaan Masyarakat melalui Water Resources and Irrigation Sector Management WISMP tahun Tahun 2013 Alokasi Dana WISMP untuk Bappeda Tahun 2013 ; dari World Bank Loan sebesar Rp 188.636.000,- dan APBD Rp 112.457.000,- untuk melaksanakan kegiatan - Pembinaan Sektor Ekonomi Teknis Kelembagaan PSETK: Profil Daerah Irigasi dan kelembagaannya Sampai dengan 31 Desember 2012, progress keuangan untuk Loan sebesar 89 dan APBD 94 . 4. Kajian Dampak Pemindahan Bandara Kajian Pengembangan Kawasan Perkotaan Melakukan kajian dampak sosial ekonomi, rencana pemindahan pembangunan Bandara Baru terhadap wilayah Sleman pada Koridor Jalan Prambanan-Wates. 5. Lay Out Kompleks Perkantoran Pemerintah Kabupaten Sleman Kebutuhan pengembangan komplek perkantoran pemerintah kabupaten membutuhkan identifikasi berkaitan dengan aspek legalitas, tanah dan bangunan perkantoran yang ada. Dari hasil identifikasi dilakukan ploting pemanfaatan serta aspek teknis dan bangunan. Hasil Kegiatan strategis Bappeda Tahun 2014 1. Sekber Kartamantul : - Rapat Rutin dengan DIY, Kota Yogyakarta , Kab Bantul dan Kab Sleman di Kantor Sekber 109 Profil Bappeda 2015 - Rapat Rutin dengan Sektor terkait PU, LH, Tapem, bag Hukum, PDAM di Kabupaten - Iuran Sekber Kartamantul 2. Perencanaan dan Monitoring DAK Alokasi DAK tahun 2014 sebesar Rp47.095.342.700 untuk 11 sebelas bidang antara lain BIdang Pendidikan, Kesehatan, Infrastruktur Jalan, Air Minum, Sanitasi Bidang Irigasi, Bidang Pertanian, Bidang Kelautan dan Perikanan, Bidang Pertanian, Bidang Kehutanan, Bidang KB dan Bidang Transportasi Darat Perhubungan. Laporan Monitoring DAK Triwulan I, II,III, IV tahun 2014 - Bidang Pendididikan dengan alokasi sebesar Rp 18.518,280.000,- SD sejumlah Rp 9.390.350.000,- SMP sejumlah Rp 6.042,640.000,- SMA sejumlah Rp 3.085.290.000,- yang antara lain untuk prasarana pendidikan Ruang Kelas Baru, Rehab RK, Perpustakaan, laboratorium, peningkatan mutu pendidikan pengadaan mebeler, buku-buku, alat laboratorium. - Bidang Kesehatan dengan alokasi sebesar Rp 4.608.250.000,- Farmasi Rp 2.957.020.000,- Rujukan Rp 1.651.230.000,- - Bidang Sanitasi , sebesar Rp 1.215.080.000,- untuk SLBM sebanyak 221 KK SR air limbah. - Bidang Irigasi, sebesar Rp 4.400.960.000,- untuk 593.000 Ha lahan pertanian, dengan kegiatan Peningkatan DI 11 unit, rehab DI 2 unit, peningkatan bending 1 unit dan rehab bending 2 unit. - Bidang Kelautan dan Perikanan sebesar Rp 3.424.760.000,- untuk rehabilitasi dan peningkatan prasarana dan sarana perikanan termasuk Balai Benih Ikan BBI.Bangsal pengolahan hasil perikanan. - Bidang Infrastruktur Jalan alokasi sebesar Rp 6.500.650.000,- untuk pemeliharaan berkala jalan kabupaten sepanjang 7,55 KM 5 lokasi. - Bidang Infrastruktur Air Minum sebesar Rp 1.805.660.000,-Jaringan Air BersihAir Minum untuk 413 KK di Kec Tempel, Seyegan, Moyudan, Pakem dan Minggir. 110 Profil Bappeda 2015 - Bidang Pertanian sebesar Rp 5.201.370.000,- untuk rehab gedung UPT, lumbung pangan, pengadaan traktor, pompa air, jalan usaha tani, jaringan irigasi. - Bidang Kehutanan sebesar Rp 1.419.780.000,- untuk konservasi tanah dan air, sarana prasarana kehutanan, bantuan bibit untuk hutan rakyat. - Bidang KB sebesar Rp 1.017.720.000,- untuk Balai Penyuluhan KB, BKB Kit, KIE Kit. - Bidang Transportasi darat sebesar Rp 552,700.000,- untuk rambu-rambu lalu lintas dan marka jalan. Laporan Akhir Monitoring DAK Tahun 2014, laporan akhir pelaksanaan DAK ke 11 bidang tersebut di atas. 3. Peningkatan Kelembagaan Pemberdayaan Masyarakat melalui Water Resources and Irrigation Sector Management WISMP tahun 2014 Alokasi Dana WISMP untuk Bappeda Tahun 2014 ; dari World Bank Loan sebesar Rp 161.099.500,- dan APBD Rp 153.198.500,- untuk melaksanakan kegiatan - Pembinaan Sektor Ekonomi Teknis Kelembagaan PSETK: Profil Daerah Irigasi dan kelembagaannya Sampai dengan 31 Desember 2012, progress keuangan untuk Loan sebesar 96 dan APBD 93 . 4. Review Perencanaan Pembangunan Jaringan Air BersihAir Minum RISPAM Wewenang dan tanggung jawab Pemerintah Kabupaten Sleman dalam Penyelenggaraan SPAM antara lain meliputi : - Menetapkanmembuat Rencana Induk Sistem Penyediaan Air Minum RISPAM - Membuat Detail Engineering Design DED Sistem Penyediaan Air Minum Kewajiban menyusun Rencana Induk Sistem Penyediaan Air Minum , sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum adalah merupakan tanggung jawab Pemerintah Kabupaten. Keluaran yang dihasilkan adalah : - Rencana Kebutuhan Air Minum dan Kebutuhan Air Baku 111 Profil Bappeda 2015 - Rencana Penentuan dan Pemanfaatan Sumber Air Baku, serta Analisis Rencana Alokasi Sumber Air Baku. - Rencana Sistem Penyediaan Air Minum dan alternative Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum - Rencana Program Investasi Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum untuk jangka pendek. Jangka menengah, jangka panjang. - Rencana Pembiayaan dan Investasi Pengembangan system Penyediaan Air Minum - Rencana Konsep Pengembangan Kelembagaan Penyelenggaraan Sistem penyediaan Air minum. - Rencana Konsep kerjasama lintas wilayah kabupatenkota atau lintas provinsi dalam pengembangan penyelenggaraan dan pelayanan system penyediaan air minum. 5. Analisis dan Evaluasi Pelaksanaan Pembangunan PNPM Perkotaan, PNPM Perdesaan dan PDPM Pelaksanaan kegiatan PNPM Mandiri lebih didominasi pelaksanaan pemanfaatan Bantuan Langsung Masyarakat BLM melalui Program PNPM Mandiri Perkotaan, PNPM Mandiri Perdesaan regular, PNPM Mandiri Integrasi. Alokasi dana PNPM MP sebesar Rp 12.454.100.000,- PNPM MPd regular sebesar Rp 3.471.285.000,- PNPM MPd Integrasi sebesar Rp. 3.000.000.000,- PDPM sebesar Rp 17.191.484.000,-. Progres pencairan dan penyaluran keuangan sampai dengan 31 Desember 2014 sudah 100 cair sampai ke rekening BKM, tetapi pelaksanaan fisik di lapangan sampai dengan akhir Februari 2015 masih berkisar rata-rata 75 60 s.d 100 . Pelaksanaan fisik selesai akhir Maret 2015. Progres fisik agak terlambat karena proses pecairan baru dilaksanakan pada bulan Desember 2014. Kegiatan fisik yang banyak dilaksanakan Rehabilitasi Rumah Tidak Layak Huni, yang proses pelaksanaannya memerlukan waktu relative agak lama. Hal positif dari program ini adalah mendorong sawadaya masyarakat yang mencapai 20-60 dari alokasi BLM yang ada, berupa material maupun tenaga. Hasil Kegiatan strategis Bappeda Tahun 2015 1. Sekber Kartamantul : 112 Profil Bappeda 2015 - Rapat Rutin dengan DIY, Kota Yogyakarta, Kab Bantul dan Kab Sleman di Kantor Sekber - Rapat Rutin dengan Sektor terkait PU, LH, Tapem, bag Hukum, PDAM di Kabupaten - Penyusunan Kebijakan Strategis Daerah Sistem Penyediaan Air Minum Jakstrada SPAM Mengingat pentingnya ketersediaan air minum untuk warganya maka pemerintah melalui Peraturan Menteri PU Nomor 13 Tahun 2013 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum, menegaskan Pemerintah Daerah perlu menyusun dan menetapkan Kebijakan dan Strategi Daerah Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum setiap 5 lima tahun sekali. Pengembangan SPAM Kabupaten Sleman harus sejalan dengan visi Kabupaten Sleman yang tercantum dalam RPJP Kabupaten Sleman yang tercantum dalam RPJP Kabupaten Sleman 2006-2025, yaitu “ terwujudnya masyarakat Kabupaten Sleman yang sejahtera, demokratis, dan berdaya saing” Misi yang mendukung pengembangan SPAM ini adalah misi ketiga “meningkatkan kualitas hidup masyarakat” yang dilakukan melalui peningkatan akses, pemerataan, dan relevansi mutu pelayanan dasar. Dan arah pembangunan daerah diarahkan untuk mengembangkan perumahan yang standar rumah sehat secara merata dan menjangkau MBR dan perumahan vertical di wilayah perkotaan, membangun fasilitas umum untuk memenuhi kebutuhan masyarakat serta meningkatkan peran serta swasta dan masyarakat. Sedangkan dalam RPJM Kabupaten Sleman 2011-2015, visi yang ingin dicapai adalah “Terwujudnya masyarakat Sleman yang lebih sejahtera lahir batin, berdaya saing dan berkeadilan gender pada tahun 2015” Misi yang mendukung pengembangan SPAM adalah misi keempat yaitu “memantapkan pengelolaan prasarana dan sarana sumberdaya alam dan lingkungan hidup.” - Raperbup Jakstrada SPAM Raperbup berisi tentang Kebijakan dan Strategi Daerah Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum. 113 Profil Bappeda 2015

2. Perencanaan dan Monitoring DAK

Alokasi DAK Reguler Tahun 2015, sebesar Rp 14.433.000.000,- untuk Bidang Infrastruktur Air Minum Rp 3.108.290.000,- ,Bidang Irigasi Rp 4.880.010.000,- Bidang Pertanian Rp 6.444.700.000 ,-. Alokasi DAK Tambahan P3K2 sebesar Rp 18.735.100.000,- untuk Bidang Irigasi Rp. 3.099.900.000,- dan Bidang Pertanian sebesar Rp 15.635.200.000,- . Pelaksanaan Bidang Irigasi P3K2 untuk Rehab DI 3 paket, Rehab Bendung 4 paket, Peningkatan DI 1 paket, Peningkatan Bendung 3 paket. Bidang Pertanian P3K2 sebesar Rp 2.870.753.750,- rehab jaringan irigasi 3 paket 16 lokasi Pembangunan JUT 3 paket 9 lokasi Perencanaan JUT 15 paket. Laporan Monitoring DAK triwulan I, II,III, IV tahun 2015 - Bidang Infrastruktur Air minum, alokasi DAK Rp3.108.290.000,- pendamping Rp 310.829.000,- kontrak Rp 3.148.639.000,- Progres fisik dan keuangan 100 kecuali lokasi Prapak Kulon kontrak senilai Rp649.191.000,- progress sampai pertengahan desember baru 37,58 , perpanjangan waktu 50 hari dan diberlakukan denda untuk penyedia jasanya CV Nathan. - Bidang Irigasi, alokasi DAK regular sebesar Rp 4.880.010.000,- dan DAK tambahan P3K2 sebesar Rp 3.099.900.000,- progress fisik dan keuangan baik DAK regular maupun tambahan selesai 100 . Progres keuangan 100 dari kontrak. - Bidang Pertanian, alokasi DAK regular sebesar Rp 6.444.700.000 ,-, dan DAK tambahan sebesar Rp 15.635.200.000,- namun hanya dapat dilaksanakan sebesar Rp 2.870.753.750,- rehab jaringan irigasi 3 paket 16 lokasi Pembangunan JUT 3 paket 9 lokasi Perencanaan JUT 15 paket. Laporan Akhir Monitoring DAK Tahun 2015, laporan pelaksanaan DAK ketiga bidang tersebut di atas. Perencanaan DAK Tahun 2016, Perencanaan DAK Tahun 2016 meliputi usulan DAK Reguler dan DAK Infrastruktur Publik. 3. Peningkatan Kelembagaan Pemberdayaan Masyarakat melalui Water Resources and Irrigation Sector Management WISMP - Succes Story 114 Profil Bappeda 2015 Keberhasilan pelaksanaan program WISMP II: - Kelembagaan Irigasi - Produktivitas masyarakat.

4.1.1.3 Bidang Ekonomi A.

Subbidang Tenaga Kerja dan Pariwisata 1. Indeks Gini Kab. Sleman 2015  Indeks Gini IG dapat digunakan untuk mengetahui distribusi dan ketimpangan pendapatan di Kabupaten Sleman dan memberikan gambaran ringkas kondisi kemiskinan penduduk Kabupaten Sleman pada tahun 2014.  IG dapat digunakan sebagai bahan untuk menelaah berbagai kemungkinan yang dapat ditawarkan dalam analisis ekonomi untuk memecahkan persoalan ketimpangan dan kemiskinan.  IG dapat digunakan untuk menggali kebijakan alternatif yang akan diterapkan oleh Pemerintah Kabupaten Sleman dalam mengurangi ketimpangan distribusi pendapatan dan kemiskinan di wilayahnya.  Pola konsumsi penduduk Kabupaten Sleman menunjukkan bahwa pada tahun 2014 konsumsi non makanan lebih tinggi dibandingkan dengan konsumsi makanan yaitu 56,92 persen berbanding 43,08 persen.  Dari kurva Lorens, terlihat bahwa ketimpangan pendapatan di Kabupaten Sleman pada tahun 2014 lebih kebar dibandingkan pada tahun 2013.  Indeks Gini Kabupaten Sleman tahun 2014 sebesar 0,4082 dan termasuk kategori ketimpangan moderat, namun perlu mendapatkan perhatian. Dibandingkan tahun 2013 yang sebesar 0,3841, Indeks Gini Kabupaten Sleman mengalami peningkatan.  Berdasarkan kriteria Bank Dunia, pada tahun 2014 kelompok penduduk yang termasuk dalam kategori 40 pendapatan rendah memperoleh 16,44 persen dari total pendapatan penduduk se- Kabupaten Sleman, lebih rendah dibandingkan dengan yang diterima pada tahun 2013 18,03 persen. Sedangkan kelompok penduduk yang termasuk dalam kategori 20 pendapatan tinggi menerima 115 Profil Bappeda 2015 48,20 persen total pendapatan penduduk se-Kabupaten Sleman, lebih tinggi dibandingkan dengan yang diterima pada tahun 2013 46,93 persen.  Dari ketiga indikator di atas kurva Lorenz, Indeks Gini, dan kriteria Bank Dunia dapat disimpulkan tingkat kesenjangan pendapatan di Kabupaten Sleman semakin melebar.

2. Kegiatan Penghitungan Inflasi 2015

Tujuan Penghitungan Inflasi Tujuan penghitungan inflasi dan IHK adalah untuk memantau gejolak perubahan harga di sektor riil yang terjadi di masyarakat, sehingga dapat dipakai sebagai informasi dasar untuk pengambilan keputusan dan penentuan kebijakan baik tingkat ekonomi mikro maupun makro. Kegunaan angka inflasi Secara spesifik kegunaan angka inflasi antara lain sebagai berikut : a. Rumah Tanggamasyarakat, dapat memanfaatkan angka inflasi sebagai dasar penyesuaian kebutuhan sehari-hari dengan pendapatan mereka yang relatif tetap. b. Indeksasi upah dan tunjangan gaji pegawai Wage-Indexation. c. Penyesuaian Nilai Kontrak Contractual Payment. d. Eskalasi Nilai Proyek Project Escalation. e. Penentuan Target Inflasi Inflation Targeting. f. Indeksasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Budget Indexation. g. Sebagai deflator penghitungan PDB, PDRB GDP Deflator. h. Sebagai proxy perubahan biaya hidup Proxy of Cost of Living. Metodologi : a. Pemilihan Sampel b. Penyusunan Paket Komoditas dan Diagram Timbang c. Penghitungan IHK  Penghitungan Angka Inflasi  Laju InflasiDeflasi Per Bulan 116 Profil Bappeda 2015  Laju InflasiDeflasi Kumulatif  Laju InflasiDeflasi Year on Year  Sumbangan InflasiDeflasi Perkembangan Indeks Harga Konsumen Indeks Harga Konsumen IHK merupakan salah satu indikator ekonomi yang sering digunakan untuk mengukur tingkat perubahan harga inflasideflasi di tingkat konsumen. Perubahan IHK dari waktu ke waktu menunjukkan pergerakan harga dari paket komoditas yang dikonsumsi oleh rumah tangga. Di Indonesia, tingkat inflasi diukur dari persentase perubahan IHK. Mulai Januari 2014, pengukuran inflasi di Indonesia menggunakan IHK tahun dasar 2012=100. Ada beberapa perubahan yang mendasar dalam penghitungan IHK baru 2012=100 dibandingkan IHK lama 2007=100, khususnya mengenai cakupan kota, paket komoditas, dan diagram timbang. Perubahan tersebut didasarkan pada Survei Biaya Hidup SBH 2012 yang dilaksanakan oleh BPS, yang merupakan salah satu bahan dasar utama dalam penghitungan IHK. Hasil SBH 2012 sekaligus mencerminkan adanya perubahan pola konsumsi masyarakat dibandingkan dengan hasil SBH sebelumnya. Pergerakan harga beberapa komoditas di Kabupaten Sleman pada triwulan kedua Tahun 2014 ini sangat mungkin terjadi karena pada bulan April – Mei merupakan musim panen padi sehingga persediaan komoditas bahan makanan pokok tersebut sudah mulai mencukupi yang mengakibatkan harga beras mulai turun. Sementara pada Bulan Juni 2014 justru terjadi kenaikan beberapa komoditas yang disebabkan naiknya permintaan karena dimulainya musim liburan anak sekolah dan memasuki awal Ramadhan. Perubahan harga beberapa komoditas selama triwulan kedua pada tahun 2015 secara umum menunjukkan adanya kenaikan sehingga menyebabkan inflasi. Indeks Harga Konsumen IHK pada akhir triwulan kedua tercatat sebesar 115,97 lebih tinggi dibandingkan angka indek pada akhir triwulan pertama pada tahun 2015 yang mencapai 114,62 sehingga sampai dengan triwulan kedua Tahun 2015 Sleman mengalami inflasi 2,24 persen laju inflasi pada tahun kalender 2015. Sedangkan inflasi year on year perubahan Juni 2015 terhadap Juni 2014 sebesar 6,85 persen. 117 Profil Bappeda 2015 Inflasi Bulanan Bulan April 2015 Indeks Harga Konsumen Kabupaten Sleman pada bulan April 2015 mencapai 115,18 atau naik dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai 114,52. Artinya, pada bulan April 2015 terjadi inflasi sebesar 0,57 persen. Inflasi pada bulan April 2015 terjadi karena adanya kenaikan Indeks Harga Konsumen IHK. Dari tujuh kelompok pengeluaran konsumsi yang dihitung IHK- nya, semua kelompok pengeluaran mengalami kenaikan, yaitu: kelompok transpor, komunikasi, dan jasa keuangan naik 1,51 persen; kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau naik 0,73 persen; kelompok bahan makanan 0,42 persen; kelompok kesehatan 0,35 persen; kelompok sandang 0,06 persen; kelompok pendidikan,rekreasi dan olahraga yang cenderung tidak ada perubahan. Bulan Mei 2015 Selama bulan Mei 2015 angka indeks Sleman terhitung 115,42 atau lebih tinggi dibandingkan angka indek bulan sebelumnya yang mencapai 115,18. Dengan demikian terjadi inflasi pada bulan Mei 2015 sebesar 0,21 persen dengan laju inflasi pada tahun kalender 2015 Mei 2015 terhadap Desember 2014 1,76 persen. Pada bulan ini, dari tujuh kelompok pengeluaran yang dihitung angka indeknya, 6 kelompok pengeluaran mengalami kenaikan angka indeks, yaitu: kelompok kesehatan naik 0,95 persen; kelompok transpor,komunikasi dan jasa keuangan naik 0,19 persen; kelompok bahan makanan naik 0,18 persen; kelompok pendidikan, rekreasi, dan olah raga naik 0,17 persen; kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar naik 0,11 persen. Sedangkan kelompok mengalami penurunan angka indek, adalah kelompok sandang turun 2,39 persen. Bulan Juni 2015 Pada bulan Juni 2015 angka indeks mencapai 115,97 lebih tinggi dibandingkan angka indeks di bulan Mei yang sudah mencapai 115,42. Dengan demikian pada bulan ini terjadi inflasi sebesar 0,47 persen. Sedangkan laju inflasi tahun kalender sebesar 2,24 persen. 118 Profil Bappeda 2015 Selama bulan Juni 2015, dari tujuh kelompok pengeluaran yang dihitung angka indeknya, semua kelompok pengeluran mengalami kenaikan, yaitu: kelompok bahan makanan naik 1,53 persen; kelompok sandang naik 0,60 persen; kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau naik 0,51 persen; kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan naik 0,32 persen; kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga naik 0,06 persen; kelompok kesehatan dan kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar masing-masing naik 0,01 persen. Inflasi menurut Kelompok Pengeluaran Kelompok bahan namakan: Dari sebelas sub kelompok yang ada, enam sub kelompok mengalami kenaikan, yaitu:  sub kelompok padi-padian, umbi-umbian, dan hasilnya naik 18,00 persen;  sub kelompok ikan segar naik 6,51 persen;  sub kelompok telur, susu dan hasil-hasilnya naik 7,19 persen;  sub kelompok kacang-kacangan naik 13,27 persen;  sub kelompok lemak dan minyak naik 2,22 persen;  sub kelompok bahan makanan lainnya naik 12,37 persen. Sub kelompok yang mengalami penurunan :  sub kelompok daging dan hasil-hasilnya turun 7,65 persen;  sub kelompok ikan diawetkan turun 4,11 persen;  sub kelompok sayur-sayuran turun 4,56 persen;  sub kelompok buah-buahan turun 3,75 persen;  serta sub kelompok bumbu-bumbuan turun 23,05 persen. Andil Komoditas yang Dominan Terhadap Laju Inflasi April 2015 Kelompok yang mengalami kenaikan harga sehingga memberikan andil inflasi pada bulan April 2015 adalah  kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan sebesar 0,27 persen,  kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau sebesar 0,14 persen, 119 Profil Bappeda 2015  kelompok bahan makanan dengan andil sebesar 0,08 persen,  kelompok bahan perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar memberikan andil sebesar 0,06 persen,  kelompok kesehatan dengan andil sebesar 0,02 persen. Komoditas yang memberikan andil terjadinya inflasi adalah :  beras memberikan andil sebesar 0,3309 persen;  bensin termasuk Pertamax memberikan andil 0,2691 persen;  air kemasan memberikan andil 0,0536 persen;  bahan bakar rumah tangga memberikan andil 0,0435 persen;  roti tawar memberikan andil 0,0243 persen;  telur asin memberikan andil 0,0225 persen;  telur ayam ras memberikan andil 0,0218;  semen memberikan andil 0,0160 persen;  kenaikan tarif dokter spesialis memberikan andil 0,0150 persen;  cabe merah memberikan andil 0,0147 persen. Mei 2015 Kelompok pengeluaran yang memberikan andil paling besar dalam pembentukan angka inflasi adalah :  kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau dengan memberikan andil sebesar 0,16 persen,  kelompok kesehatan dengan andil 0,06 persen,  kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan yang memberikan andil 0,04 persen, kelompok bahan makanan dan kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar dengan memberikan andil masing-masing sebesar 0,03 persen,  kelompok pendidikan, rekreasi dan olah raga memberikan andil 0,01 persen. Kelompok pengeluaran yang dapat menahan laju inflasi adalah  Kelompok sandang turun 0,12 persen. 120 Profil Bappeda 2015 Komoditas bahan makanan yang mengalami kenaikan harga sehingga memberikan andil terjadinya inflasi :  telur ayam ras memberikan andil sebesar 0,0827 persen;  cabe merah memberikan andil sebesar 0,0426 persen;  minuman ringan memberikan andil sebesar 0,0332 persen;  bayam naik memberikan andil sebesar 0,0322 persen;  nasi memberikan andil 0,0242 persen;  susu untuk balita memberikan andil 0,0219 persen;  salak memberikan andil 0,0196 persen;  seragam sekolah anak memberikan andil 0,0188 persen;  obat dengan resep memberikan andil 0,0186 persen. Komoditas yang mengalami penurunan harga sehingga menjadi penahan laju inflasi adalah  beras memberikan andil sebesar -0,2070 persen;  cabe merah memberikan andil sebesar -0,1547 persen;  memberikan andil sebesar -0,0666 persen;  minyak goreng memberikan andil -0,0219 persen;  bawang merah memberikan andil -0,0144 persen;  cabe rawit memberikan andil -0,0065;  jeruk memberikan andil -0,0057;  kentang memberikan andil -0,0048;  wortel memberikan andil -0,0038 persen  daun singkong memberikan andil -0,0029 persen. Juni 2015 Kelompok yang memberikan andil positif terbesar adalah :  kelompok bahan makanan memberikan andil sebesar 0,28 persen,  kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau dengan memberikan andil sebesar 0,09 persen;  kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan sebesar 0,06 persen;  kelompok sandang memberikan andil sebesar 0,03 persen;  kelompok pendidikan, rekreasi dan olah raga sebesar 0,01 persen. 121 Profil Bappeda 2015 Komoditas yang mengalami kenaikan harga sehingga mempertinggi angka inflasi diantaranya adalah  bensin memberikan andil sebesar 0,0581 persen;  telur ayam ras memberikan andil sebesar 0,0534 persen;  beras naik memberikan andil 0,0316 persen;  cabe merah memberikan andil sebesar 0,0304 persen;  kelapa memberikan andil sebesar 0,0300 persen;  petai memberikan andil sebesar 0,0,0289 persen;  bawang merah memberikan andil 0,0270 persen;  gudeg memberikan andil 0,0239 persen;  terong panjang memberikan andil 0,0212 persen;  bayam memberikan andil 0,0206 persen. Inflasi Tahun Kalender Januari-Juni 2015  Tingkat inflasi nasional periode Januari-Juni 2015 tercatat sebesar 0,96 persen atau lebih rendah 1,28 poin daripada inflasi Kabupaten Sleman pada periode yang sama.  Kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau mengalami inflasi tertinggi yaitu sebesar 3,30 persen;  kelompok kesehatan mengalami inflasi sebesar 2,76 persen;  kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar dengan inflasi sebesar 2,18 persen;  kelompok sandang sebesar 2,05 persen;  kelompok pendidikan, rekreasi dan olah raga sebesar 0,69 persen;  kelompok bahan makanan sebesar 0,57 persen;  kelompok yang menghambat inflasi adalah kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan sebesar -2,77 persen. Inflasi Bulanan  Pada bulan April 2015, tingkat inflasi nasional mencapai -0,36 persen, lebih rendah 0,21 poin dibandingkan tingkat inflasi Kabupaten Sleman yang mencapai 0,57 persen.  Bulan Mei 2015 inflasi nasional sebesar 0,50 persen, lebih tinggi 0,29 poin dibandingkan dengan inflasi Kabupaten Sleman yang mencapai 0,21 122 Profil Bappeda 2015 persen. Pada bulan Juni 2015, tingkat inflasi nasional sebesar 0,54 persen, lebih tinggi 0,19 poin dibandingkan dengan inflasi Kabupaten Sleman yang sebesar 0,35 persen.

3. Kajian Ekonomi Pasca Erupsi Merapi

Penyusunan kajian ini bertujuan untuk desiminasi hasil penelitiankajian yang dilakukan berbagai pihak terkait pasca erupsi Merapi kepada instansi terkait di lingkungan pemerintah Kabupaten Sleman sebagai bahan referensi ataupun untuk ditindaklanjuti dalam upaya percepatan pemulihan pasca erupsi Merapi. Kajian ini berisi hasil penelitian yang dilakukan oleh Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi BPTP Yogyakarta untuk sektor pertanian dan PUM Netherlands senior expert untuk sektor pariwisata dan ketersediaan air PDAM. Disamping itu, atas ijin Direktorat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat DPPM Universitas Islam Indonesia UII Yogyakarta, dalam laporan ini juga dimasukkan sebagian hasil penelitian yang terdapat dalam prosiding seminar nasional yang diselenggarakan oleh DPPM UII Yogyakarta. Hasil penelitian BPTP Yogyakarta adalah 1 Rehabilitasi Lahan Pasca Erupsi Gunung Merapi melalui Penanaman Sayuran dan 2 Penanaman Jagung Rapat untuk Penyediaan Pakan Ternak Pasca Erupsi Merapi. Untuk penelitian yang dilakukan PUM adalah 1 Gunung Merapi: the active volcano dan 2 Drinking water Combined With Energy. Adapun hasil penelitian DPPM UII Yogyakarta berupa: 1 Bangkit Cangkringan: Rancangan Strategi Recovery Industri Kecil Menengah Korban Erupsi Merapi, 2 Analisis Dampak Bencana Merapai terhadap Aktivitas Industri di Kawasan Cangkringan, 3 Kebijakan Pembiayaan pada UMKM untuk Pemulihan Ekonomi Pasca Erupsi Merapi, 4 Recovery Pengembangan Wisata Pasca Bencana Erupsi Merapi di Kawasan Kabupaten Sleman, 5 Pemulihan masyarakat Korban Erupsi Merapi melalui Pengadaan Tanaman Obat Keluarga TOGA sebagai bagian dari program Disaster Recovery Planning DRP Tahun 2010, dan 6 Potensi Pemanfaatan Lahan Kawasan Merapi sebagai Sentra Industri Minyak Atsiri. Beberapa hasil penelitian: a Sektor pertanian: rehabilitasi lahan pasca erupsi gunung Merapi yang dilakukan di Dusun Kopeng, Kepuharjo, Cangkringan dapat dilakukan dengan penanaman tanaman bayam, sawi, kangkung, dan daun bawang. 123 Profil Bappeda 2015 Pupuk yang digunakan berupa pupuk kandang dengan dosis 5 tonha, 10 tonha, 15 tonha dan tanpa pupuk kandang, selain itu juga menggunakan pupuk kimia dengan dosis yang sama pada semua perlakuan. Pengolahan tanah dengan mencampur abu dan pasir yang berada dibawahnya, serta diberi pupuk sesuai perlakuan. Hasil tertinggi diperoleh pada dosis pemupukan pupuk kandang 15 tonha yang dapat menghasilkan produksi bayam 10,27 kg 35 hari, 1 kali panen, sawi 15,98 kg 35 hari, 1 kali panen, kangkung 17,80 kg 60 hari, 2 kali panen dan daun bawang 4,46 kg 80 hari, 1 kali panen. Adapun hasil analisis usahatani dengan luasan 250 m2 diperoleh keuntungan untuk satu kali panen pada tanaman bayam sebesar Rp745.500,00; pada tanaman sawi Rp1.039.500,00; pada tanaman daun bawang Rp 566.500,00; dan pada tanaman kangkung dengan dua kali panen sebesar Rp 1.471.000,00. b Sektor pariwisata: untuk pengembangan pariwisata di lereng Merapi pasca erupsi tahun 2010 dapat dilakukan dengan cara: 1 Keberadaan organisasi tunggal untuk pemasaran pariwisata bersama dengan lingkup wilayah 5 lima kabupatenkota di DIY. 2 Menciptakan Merapi sebagai “branded icon” 3 Memperluas travel dialog 4 Memperbaiki “Guidebook Tourism Sleman” 5 Mengembangkan “airport welcome” dengan menggunakan alat visual banner, informasi faktual selebaran, dan pemberi informasi 6 Penyederhanaan struktur desa wisata 7 Mendirikan monumen memorial di pusat Desa Kinahrejo 8 Adanya “calendar event” untuk kegiatan seremonial dan kegiatan desa wisata 9 Menyebarkan informasi obyek wisata ke level nasional 10 Mengembangkan ‘’newsletter” yang informatif. c Sektor industri: untuk pemulihan ekonomi masyarakat di sektor industri, diperlukan permodalan dan pendampingan pada pelaku industri untuk memperbaiki sarana produksi atau membuka jenis usaha baru. Tingkat kerusakan pada sektor industri di wilayah Cangkringan mencapai hampir 50 dengan kelompok industri yang terkena dampak terbesar pada jenis 124 Profil Bappeda 2015 industri makanan dan industri batupasir. Ada dua potensi industri yang bisa dikembangkan pasca erupsi yaitu industri yang diolah dari bahan dasar batu dan pasir seperti batako dan cobek serta industri gula kelapa.

4. Penyusunan ICOR 2011

Salah satu indikator yang bisa digunakan untuk evaluasi dan perencanaan yang berkaitan dengan investasi adalah Incremental Capital Output Ratio ICOR. Kegiatan penyusunan Indikator Ekonomi Daerah di Kabupaten Sleman Tahun Anggaran 2011 ini dimaksudkan untuk menghitung besaran ICOR di Kabupaten Sleman sebagai bahan pertimbangan dalam penentuan pencapaian target pertumbuhan ekonomi maupun capaian pembangunan pada umumnya. Hasil kajian penyusunan indikator ekonomi ICOR Kabupaten Sleman Tahun 2011 adalah sebagai berikut : a Pada tahun 2010 perekonomian Kabupaten Sleman tumbuh sebesar 4,49 persen dengan sektor-sektor yang menjadi andalan adalah Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran yang memberikan konstribusi sebesar 22,76 persen, Sektor Jasa-jasa sebesar 18,80 persen, Sektor Industri Pengolahan sebesar 14,16 persen, dan Sektor Pertanian sebesar 13,02 persen. b Berdasarkan harga konstan 2000, perkembangan nilai investasi di Kabupaten Sleman selama lima terakhir terus mengalami peningkatan meski dengan laju pertumbuhan yang kurang menggembirakan, bahkan pada tahun 2010 hanya mampu tumbuh 2,10 persen. Perkembangan investasi PMA dan PMDN selama tiga tahun terakhir juga mengalami penurunan akibat faktor ekonomi global dan nasional. c Dari hasil perhitungan diperoleh dugaan koefisien ICOR Kabupaten Sleman tahun 2010 sebesar 8,69 lebih tinggi dari rata-rata ICOR Provinsi DIY sebesar 7,93 persen dan ICOR nasional pada tahun yang sama sebesar 4,43 persen. Secara sektoral nilai ICOR dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori. Pertama, ICOR negatif, yakni Sektor Pertanian dan Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran khususnya Subsektor Hotel yang memiliki nilai ICOR masing-masing -46,28 dan -4,49. Kedua, yakni sektor dan subsektor yang tercatat memiliki nilai ICOR tinggi dua digit, meliputi 125 Profil Bappeda 2015 Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih seluruh subsektor, Pengangkutan dan Komunikasi Subsektor Pengangkutan dan Sektor Jasa-jasa Subsektor Pemerintahan Umum. Ketiga, sektor dan subsektor dengan nilai ICOR rendah efisien, yang meliputi: Sektor Pertanian Subsektor Perikanan, Sektor Pertambangan dan Penggalian, Sektor Industri Pengolahan, Sektor Perdagangan Hotel dan Restoran Subsektor Perdagangan Besar dan Eceran dan Restoran, Sektor Pengangkutan dan Komunikasi Subsektor Komunikasi, Sektor Keuangan, dan Sektor Jasa-jasa Subsektor Swasta. d Dengan skenario proyeksi pertumbuhan ekonomi, bahwa PDRB akan tumbuh moderat berada pada kisaran 5 persen maka nilai ICOR lima tahun ke depan diprediksi masih berada pada kisaran 7 – 9 persen dengan kebutuhan investasi 2,49 – 2,82 trilyun rupiah per tahun. e Secara umum pelaku usaha kegiatan perdagangan dan non perdagangan optimis akan adanya peningkatan omzet dan jumlah produksi, yang disertai oleh peningkatan permintaan relatif jika dibandingkan tahun sebelumnya. Namun demikian, persepsi pelaku usaha untuk menambah investasi pembentukan modal relatif tetap jika dibanding tahun sebelumnya. Pelaku usaha juga memandang masih terdapat kendala dalam melakukan investasi, diantaranya adalah kesulitan modal dan masalah pemasaran. Rekomendasi 1. Nilai ICOR Kabupaten Sleman secara total yang tinggi mencerminkan inefisiensi kinerja investasi yang kurang baik dan sekaligus kebutuhan akan investasi yang tinggi. Untuk itu, kebutuhan investasi bisa ditopang oleh dunia usaha mengingat keterbatasan anggaran pemerintah. Merespon hal tersebut maka, iklim usaha yang kondusif dan serangkaian kebijakan dan aturan maupun prosedur yang terkait dengan investasi untuk disederhanakan. 2. Mengendalikan perencanaan dan pengembangan investasi secara konsisten dan sistematis dalam rangka memperbaiki kinerja unit-unit kerja terkait di lingkungan Pemerintah Kabupaten Sleman yang menangani pengembangan investasi. Jika dipandang perlu, untuk merealisasikan target pencapaian investasi pada sektor tertentu yang dilandasi oleh implementasi 126 Profil Bappeda 2015 Rencana Aksi Pengembangan Investasi dapat dibuat business map peluang investasi beserta bentuk-bentuk dukungan dari Pemerintah Kabupaten termasuk aspek perizininan dan insentif. 3. Pilihan terhadap sektor dan subsektor investasi dengan terlebih dahulu mempertimbangkan indikator seperti ICOR, serapan tenaga kerja, keterkaitan ke hulu dan hilir serta kepemilikan sumberdaya resource endowment penting untuk dilakukan. Namun demikian, bukan berarti meninggalkan atau menegasikan sektor dan subsektor yang tidak memenuhi kriteria dalam indikator-indikator yang digunakan. 4. Peran Investasi pemerintah melalui pengeluaran pembangunan dapat lebih difokuskan kepada pembenahan infrastruktur dan kelembagaan guna menunjang iklim investasi yang baik serta mereduksi munculnya potensi ekonomi biaya tinggi. Di samping itu, perlu diakomodir berbagai skema kerjasama pemerintah swasta public private partnership dalam investasi penyediaan barang-barang publik sebagai upaya mengatasi keterbatasan anggaran pemerintah. 5. Terhadap sektor-sektor yang memenuhi kriteria, Nilai ICOR, kontribusi terhadap PDRB, serapan tenaga kerja, ketersediaan sumberdaya, sebagai beikut: a. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran  Mengembangkan Obyek dan Daya Tarik Wisata ODTW, termasuk recovery kawasan Kaliurang.  Mengembangkan pemasaran pariwisata  Meningkatkan kapasitas pedagang pasar tradisional  Meningkatkan penataan pasar umum b. Sektor Pertanian  Mengembangkan sektor pertanian ke arah usaha agribisnis dengan memperkuat sistem pertanian tanaman pangan, peternakan, perikanan, kehutanan, dan perkebunan dalam artian luas  Meningkatkan ketahanan pangan daerah melalui penganekaragaman sumber daya pangan lokal, peningkatan 127 Profil Bappeda 2015 produksi hasil tanaman pangan dengan penerapan teknologi tepat guna  Meningkatkan penerapan teknologi tepat guna dibidang pertanian, perkebunan. peternakan, dan perikanan  Meningkatkan sarana dan prasarana tanaman pangan, kehutanan, perkebunan, peternakan, dan perikanan  Meningkatkan pemasaran hasil produksi pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan  Mengembangkan budidaya perikanan air tawar melalui pengembangan dan pengelolaan kawasan minapolitan c. Sektor Industri Pengolahan  Meningkatkan kapasitas manajemen produksi, pemasaran, keuangan, SDM UMKM dan di sentra IKM  Mengembangkan sentra-sentra industri potensial  Mengembangkan industri yang menghasilkan input bagi sektor pertanian,dan pengolahan pasca panen pembibitan, pembenihan, rekayasa, pengembangan makanan olahan.  Mengembangkan Industri Kecil dan Menengah IKM yang berorientasi ekspor dan banyak menyerap tenaga kerja  Meningkatkan sarana dan prasarana bidang perindustrian dan perdagangan 5. Kajian Perencanaan Ketenagakerjaan Daerah Kabupaten Sleman Dokumen Perencanaan Ketenagakerjaan Daerah merupakan hasil analisis dan potret situasi ketenagakerjaan, permasalahan dan karakteristik ketenagakerjaan pada saat ini serta prediksinya di masa mendatang. Dokumen ini diharapakan menjadi acuan dalam perencanaan pembangunan ketenagakerjaan. Selanjutnya dalam pelaksanaannya, pembangunan ketenagakerjaan dapat berkesinambungan dan sejalan dengan perencanaan tenaga kerja provinsi maupun nasional. Perencanaan Ketenagakerjaan Daerah dijabarkan dalam perencanaan program dan kegiatan pembangunan ketenagakerjaan sebagai bentuk dari peta pembangunan ketenagakerjaan daerah, serta sebagai acuan 128 Profil Bappeda 2015 dalam penentuan indek pembangunan ketenagakerjaan sebagai ukuran keberhasilan pembangunan ketenagakerjaan. Pembangunan bidang ketenagakerjaan bukan hanya menjadi tanggung jawab Dinas Tenaga Kerja, Sosial dan Transmigrasi semata, tetapi hal ini menjadi tanggung jawab bersama semua pihak baik pemerintah dalam hal ini pemerintah daerah, dunia usaha, masyarakat dan lembaga ketenagakerjaan. Secara makro permasalahan ketenagakerjaan yang muncul adalah rendahnya tingkat partisipasi angkatan kerja, tingginya angka pengangguran, pertumbuhan kesempatan kerja yang lebih lambat dibandingkan dengan pertumbuhan tenaga kerja. Secara mikro permasalahan yang muncul adalah unskill labor tenaga kerja tidak terampil termasuk mismatch antara output dunia pendidikan dengan pasar tenaga kerja, rendahnya produktifitas dan perlindungan tenaga kerja. Supaya berbagai permasalahan ketenagakerjaan yang muncul bisa diminimalisir, maka salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan melakukan perencanaan pembangunan ketenagakerjaan yang lebih baik, terkoordinasi dan memperhatikan kondisi data existing ketenagakerjaan yang ada baik makro maupun mikro. Indeks Pembangunan Ketenagakerjaan merupakan salah satu ukuran keberhasilan pemerintah daerah dalam melaksanakan Pembangunan dibidang Ketenagakerjaan. Alat ukur yang digunakan terdiri dari 9 Sembilan Indikator Utama meliputi : a Perencanaan Tenaga Kerja b Penduduk dan Tenaga Kerja c Kesempatan Kerja d Pelatihan dan Kompetensi Kerja e Produktivitas Tenaga Kerja f Hubungan Industrial g Kondisi Lingkungan Kerja h Pengupahan dan Kesejahteraan Pekerja i Jaminan Sosial Tenaga Kerja Masing-masing indikator utama kemudian dijabarkan dalam sub indikator Sesuai dengan data yang tersedia di Kab. Sleman, indeks pembangunan ketenagakerjaan di Kabupaten masuk dalam kategori sedang atau menegah. Beberapa indikator utama yang memberikan sumbangan besar pada pencapaian 129 Profil Bappeda 2015 nilai indeks adalah perencanaan tenaga kerja, penduduk dan tenaga kerja, kesempatan kerja, pelatihan dan kompetensi kerja serta jaminan sosial tenaga kerja. Sesuai dengan hasil pencapaian indeks pembangunan ketenagakerjaan tersebut, ditindaklanjuti dengan penyusunan peta pembangunan ketenagakerjaan sebagai dasar pembangunan ketenagakerjaan yang dijabarkan dalam program dan kegiatan ketenagakerjaan dijabarkan dalam bentuk matrik program aksi perencanaan tenaga kerja. Sesuai dengan program aksi prioritas dalam rangka mendukung strategi kebijakan, beberapa kegiatan pendukung yang harus segera disusun dan diimplementasikan antara lain : a Penyusunan sistem Informasi manajemen ketenagakerjaan. Informasi merupakan hal yang paling penting dalam pengembangan potensi masyarakat termasuk dalam hal tenaga kerja. Dengan SIM yang mantap dan aplikatif maka akan terjadi simetris informasi antara masyarakat dengan pemerintah dalam peningakatan pelayanan tenaga kerja b Program perluasan dan pengembangan kesempatan kerja melalui penempatan tenaga kerja antar propinsi wilayah dan antar negara melalui sosialisasi intens dengan masyarakat c Peningkatan kemampuan tenaga kerja melalui pelatihan – pelatihan dengan BLK maupun LPK pada tingkat kabupaten, propinsi atau bahkan dalam skala nasional. d Program perlindungan ketenagakerjaan antara lain dengan pengembangan hubungan industrial yang terbina dan selalu terkontrol agar tidak menimbulkan masalah yang berkepanjangan khususnya yang berkaitan dengan hak – hak dan kewajiban tenaga kerja baik itu UMK, jaminan kesejahteraan dan kesehatan bagi tenaga kerja maupun hubungan persyaratan ketenagakerjaan sehingga tidak memunculkan skema tenaga kerja yang merugikan salah satu pihak misalnya dengan out sourching atau tenaga kontrak. 130 Profil Bappeda 2015

6. Perencanaan Pengembangan Ketenagakerjaan Rencana Aksi Daerah

Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk bagi Anak RAD PBTA Dokumen ini memuat rumusan kebijakan dan rencana strategis penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk bagi anak sebagai upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia Kabupaten Sleman. Sejak tahun 2011, Kabupaten Sleman diproyeksikan menjadi Kabupaten Layak Anak dan telah berhasil memperoleh penghargaan sebagai Kabupaten Layak Anak KLA. Berdasarkan Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak No. 11 Tahun 2011, KLA adalah kabupatenkota yang mempunyai sistem pembangunan berbasis hak anak melalui pengintegrasian komitmen dan sumberdaya pemerintah, masyarakat dan dunia usaha yang terencana secara menyeluruh dan berkelanjutan dalam kebijakan, program dan kegiatan untuk menjamin terpenuhinya hak anak. Untuk itu diperlukan kajian mengenai pekerja anak di Kabupaten Sleman agar bisa dirumuskan strategi dan kebijakan yang bertujuan untuk menghapus bentuk-bentuk pekerjaan terburuk bagi anak. Diharapkan anak di Sleman sebagai generasi masa depan bisa berkembang dan memiliki bekal pengetahuan dan pengalaman yang baik dan mencukupi sehingga kedepan bisa menjadi sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing tinggi. Hasil analisis: a Hasil analisis data sekunder dan data primer ditemukan kondisi dan bentuk- bentuk pekerja anak di Kabupaten Sleman didominasi oleh pekerjaan- pekerjaan yang termasuk kategori sektor berbahaya dan terburuk bagi anak-anak. Temuan data sekunder mencerminkan pekerja anak mayoritas laki-laki, berumur 16-18 tahun dan 13-15 tahun, serta bekerja secara serabutan. Temuan data primer mencerminkan pekerja anak mayoritas laki- laki, berumur 14-17 tahun, bahkan ditemukan pekerja anak berumur 12 tahun, pendidikan tertinggi lulus SMP, serta bekerja di sektor konstruksibangunan, industri rumah tangga, dan jalanan. Pekerja anak di sektor konstruksibangunan umumnya bekerja sebagai buruh bangunan atau laden, di sektor industri rumah tangga umumnya bekerja sebagai karyawan, di jalanan umumnya bekerja sebagai pengamen. Hasil survey 131 Profil Bappeda 2015 yang menunjukkan orang tua pekerja anak umumnya petani, buruh tani, dan tukang bangunantukang kayu mempunyai konsistensi dengan temuan data sekunder, khususnya jenis pekerjaan KK miskin yang didominasi oleh petani, buruh tani, dan buruh bangunan atau laden. Lebih lanjut, hasil survey menunjukkan alasan bekerja mayoritas karena kemauan sendiri, sedangkan penggunaan penghasilan mayoritas untuk memenuhi kebutuhan sendiri yang biasanya bersifat konsumtif, seperti pembelian dan operasional handphone. b Faktor penyebab muncul dan berkembangnya pekerja anak mencakup faktor ekonomi, faktor sosial budaya, faktor pendidikan, dan faktor kebijakan. Analisis menemukan inti permasalahan dari faktor penyebab ekonomi adalah kondisi keluarga yang miskin; adanya peluang bagi anak untuk bekerja; serta adanya pihak-pihak yang bertujuan mempekerjakan dan mengeskploitasi anak secara ekonomis. Sementara itu inti permasalahan dari faktor penyebab sosial budaya adalah melemahnya peran dan fungsi kontrol sosial masyarakat; adanya nilai, persepsi, dan budaya lama yang tidak mendukung pemenuhan hak anak; serta gaya hidup dan pergaulan yang menyebabkan anak berpikir pragmatis. Inti permasalahan dari faktor penyebab pendidikan adalah kurangnya motivasi anak untuk mengikuti pendidikan serta lingkungan sekolah yang kurang ramah anak. Sedangkan inti permasalahan dari faktor penyebab kebijakan adalah adanya celah regulasi yang membolehkan anak untuk bekerja serta lemahnya pengawasan dan penegakan regulasi di bidang ketenagakerjaan anak. c Kebijakan, program, dan kegiatan untuk mengatasi permasalahan pekerja anak di Kabupaten Sleman belum terintegrasi dan belum dilakukan secara komprehensif karena masing-masing pemangku kepentingan stakeholder masih jalan sendiri-sendiri atau belum ada kesamaan persepsi dan tindakan dalam Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak PBTA. Rekomendasi a Berdasarkan temuan profil pekerja anak di Kabupaten Sleman yang bekerja pada pekerjaan-pekerjaan yang termasuk kategori sektor berbahaya dan terburuk bagi anak, maka perlu adanya kebijakan yang tidak hanya karitatif 132 Profil Bappeda 2015 atau yang bersifat solusi sesaat seperti memadamkan kebakaran, tetapi harus diambil kebijakan yang bersifat pencegahan atau preventif terhadap muncul dan berkembangnya pekerja anak. b Kebijakan, program, dan kegiatan untuk mengatasi muncul dan berkembangnya pekerja anak di Kabupaten Sleman harus memperhatikan akar penyebab permasalahan pekerja anak dan inti permasalahan untuk masing-masing faktor penyebab agar kebijakan, program, dan kegiatan yang ditempuh tepat sasaran. Dalam rangka mewujudkan Sleman Zona Bebas Pekerja Anak SZBPA, perlu dirumuskan Peraturan Daerah Perda tentang larangan mempekerjakan anak yang akan menjadi landasan untuk mengintegrasikan seluruh kebijakan, program, dan kegiatan dari berbagai pemangku kepentingan stakeholder, seperti SKPD, pelaku bisnis, dan masyarakat

7. Perencanaan Pengembangan Investasi

Dokumen ini berisi perencanaan strategis untuk pengembangan investasi di Kabupaten Sleman sebagai upaya meningkatkan kapasitas perekonomian daerah yang disesuaikan dengan potensi, kondisi, dan karakteristik lokal. Perencanaan diarahkan pada pengembangan investasi apa yang tepat bagi Kabupaten Sleman. Untuk tujuan ini pengembangan investasi di Kabupaten Sleman akan disesuaikan dengan hasil evaluasi tingkat inklusifitas masing-masing sektor ekonomi yang sebelumnya akan dirumuskan dalam kajian ini. Inklusifitas tersebut ditandai dengan luas dan signifikannya dampakkontribusi dari suatu sektor ekonomi bagi peningkatan perekonomian daerah, kemanfaatan bagi masyarakat dan lingkungan. Berdasarkan hasil analisis data sekunder, data primer dan temuan dilapangan serta berdasarkan hasil FGD Focus Group Discussion bersama stakeholders dan responden expert kajian ini memberikan kesimpulan sebagai berikut : a Inklusivitas dalam pengembangan investasi di Kabupaten Sleman untuk instrumen indikator makro didasarkan pada parameter rata-rata share sektoral terhadap PDRB, rata-rata share sektoral terhadap penyerapan tenaga kerja dan rata-rata share sektoral terhadap PAD. 133 Profil Bappeda 2015 b Inklusivitas dalam pengembangan investasi di Kabupaten Sleman untuk instrumen indikator mikro didasarkan pada 6 enam parameter sebagai berikut: 1 Tingkat pemanfaatan potensi lokal bahan baku, produk, dll 2 Serapan tenaga kerja lokal 3 Rantai distribusi 4 Kemampuan menumbuhkan pelaku usaha pendukung 5 Dampak lingkungan 6 Alokasi CSRkemanfaatan pada masyarakat c Inklusivitas dalam pengembangan investasi di Kabupaten Sleman didasarkan pada indikatro makro, data pengamatan di lapangan, kuesioner, FGD dan indikator mikro, maka dapat disimpulkan bahwa : 1 sektor yang dapat dikatagorisasi inklusif adalah sektor jasa-jasa 2 Sektor yang potensial inklusif adalah sektor PHR Perdagangan, Hotel dan Restoran, sektor pertanian dan sektor industri pengolahan. 3 Sektor yang tidak potensial inklusif adalah sektor bangunan. Berdasarkan hasil pembahasan dan kesimpulan, maka kajian ini merekomendasikan beberapa hal yaitu : a Secara makro perencanaan pengembangan investasi daerah, khususnya di Kabupaten Sleman perlu dibedakan antara sektor yang bersifat inklusif, sektor yang potensial inklusif dan sektor yang tidak inklusif. b Kebijakan investasi yang perlu dikembangkan hendaknya diarahkan pada sektor-sektor prioritas dan diarahkan untuk sektor-sektor yang potensial inklusif, yang meliputi : sektor pertanian, sektor pengolahan dan sektor PHR Perdagangan, Hotel dan Restoran. c Kebijakan untuk sektor yang inklusif yaitu sektor jasa-jasa, khususnya jasa- jasa yang disediakan oleh pemerintah, maka kebijakan yang perlu dilakukan adalah peningkatan pelayanan, peningkatan fasilitas dan jangkauan pelayanan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. d Kebijakan untuk sektor yang tidak inklusif yaitu sektor bangunan adalah perlu adanya regulasi dan pelaksanaan SOP perizinan IMB yang tegas, Kebijakan pengetatan regulasi RTRW, Perizinan IMB, pemberlakuan 134 Profil Bappeda 2015 Infrastruktur air, daya dukung jalan, listrik, fasum, fasos dalam pengembangan sektor ini.

8. Rencana Aksi Daerah Pengentasan Pengangguran

Dari jumlah angkatan kerja di tahun 2014 yang mencapai 560.772 orang, sebanyak kurang lebih 6.17 nya menganggur, untuk itulah perlu dirumuskan rencana aksi yang tepat dan solutif berdasarkan inti permasalahan dari pengangguran itu sendiri. Dalam perumusan Rencana Aksi Daerah Pengentasan Pengangguran, survey telah dilakukan terhadap 170 orang pencari kerja penganggur dan 36 perusahaan yang ada di Kabupaten Sleman. Dari kajian, dirumuskan beberapa poin mengenai penyebab dan profil penganggur, diantaranya: Dari sisi penganggur, para penganggur yang disurvey dapat diklasifikasikan kedalam 2 kelompok berdasarkan usia dan minat, yaitu pertama, kelompok usia 33 tahun yang minatnya didominasi untuk menjadi tenaga kerja sebesar 84 dan menjadi wirausahawan sebesar 16, dan kedua, kelompok usia ≥ 33 tahun yang minatnya didominasi untuk menjadi wirausahawan sebesar 65.2 dan menjadi tenaga kerja sebesar 34.8. 86 dari penganggur yang ada merupakan penganggur terdidik, dan 33.96 keluarga responden merupakan keluarga miskin. Adapun penyebab utama dari munculnya pengangguran adalah motivasi yang rendah dari para penganggur, mentalitas tidak siap kerja, tingkat keterampilan yang rendah, terlalu memilih pekerjaan, stereotype keluarga dan lingkungan, tingkat pendidikan relatif rendah dan adanya keinginan untuk berwirausaha. Untuk melengkapi sudut pandang mengenai penyebab terjadinya pengangguran, diidentifikasi pula penyebab pengangguran dari sisi perusahaan, dimana diantaranya adalah; ketidaksesuaian gaji, habis kontrakPHK, tingginya persaingan untuk mendapatkan kesempatan kerja, ketidaksesuaian antara pekerjaan dengan kualifikasi dan keahlian pencari kerja, informasi lowongan kerja yang terbatas, sampai masalah lokasi kerja yang jauh dan kesulitan transportasi bagi para pencari kerja. Dari identifikasi penyebab dan permasalahan penganggur inilah kemudian dirumuskan alternatif solusi untuk menangani penyebab dan permasalahan mendasar tersebut. Adapun strategi dan program yang dirumuskan untuk 135 Profil Bappeda 2015 mengatasi permasalahan pengangguran di Kabupaten Sleman, diantaranya ; penguatan karakter calon tenaga kerja melalui character building dan future orientation bagi siswa dan lulusan SMUSMK, pembentukan Unit Latihan Kerja yang akan bekerjasama dengan perusahaan dan LPK, untuk melaksanakan pelatihan kerja berbasis real job desc, pembentukan Tempat Uji Kompetensi TUK untuk melaksanakan standarisasi dan sertifikasi tenaga kerja yang dilatih, pengembangan Sistem Informasi lowongan kerja dan usaha serta database pencari kerja di tingkat desa, pembentukan Balai Latihan Kerja BLK Career Center, pembentukan, pendampingan dan pembinaan kelompok pencari kerja dan usaha pemula, fasilitasi pembukaan akses bantuan bagi usaha kecil dan pemula melalui Corporate Social Responsibility, intensifikasi bursa kerja khusus bagi masyarakat Sleman dan lulusan BLK, serta analisis kebutuhan infrastruktur dan aksesibilitas di kawasan peruntukkan industri guna pengembangan infrastruktur dan aksesibilitas di kawasan peruntukkan industri. Strategi dan program tersebut diatas akan dilaksanakan selama 5 tahun kedepan, mulai dari tahun 2017 sampai dengan 2021. Diharapkan melalui program-program yang bersifat inovatif dan solutif tersebut pengangguran di Sleman dapat berkurang secara signifikan, dan peningkatan kualitas dan daya saing SDM di Sleman dapat tercapai.

9. Penyusunan Rencana Pengembangan Investasi Berbasis Sektor

Potensial Inklusif Investasi inklusif adalah investasi yang memberikan manfaat yang besar kepada semua stakeholder baik investor itu sendiri, pemerintah dan terutama masyarakat, selain itu juga tidak memberikan dampak negative bahkan mampu memberikan dampak positif bagi kelestarian lingkungan. Dari hasil kajian diperoleh data dan informasi mengenai kondisi dan tingkatan inklusifitas 3 sektor potensial inklusif di Kabupaten Sleman, yaitu Sektor Pertanian, Sektor Perdagangan Hotel dan Restoran, serta Sektor Industri Pengolahan sebagaimana telah dirumuskan pada kajian terdahulu. Untuk menyusun RAD, digunakan 2 analisis yaitu pertama, analisis gap antara kondisi ideal inklusif dengan kondisi yang ada dilapangan untuk masing-masing sektor, yang kemudian dirumuskan akar permasalahannya, baru kemudian dirumuskan strategi, kebijakan program dan kegiatan untuk mengatasi akar masalah dan 136 Profil Bappeda 2015 mengurangi gap antara kondisi ideal dengan kondisi riil sektoral. Analisis gap ini dapat dilakukan karena untuk pengukuranparameternya digunakan parameter mikro inklusifitas yang terdiri dari 7 parameter, yaitu; tingkat pemanfaatan dan kemanfaatan produk dan bahan baku lokal, tingkat pemanfaatan tenaga kerja lokal, tingkat pemberdayaan supplier dan distributor lokal, tingkat kemampuan menumbuhkembangkan usaha pendukung dan sekitar, tingkat kontribusi terhadap kelestarian dan penataan lingkungan, tingkat dukungan terhadap pembangunan masyarakat sekitar dan tingkat kontribusi dalam mendorong kinerja perekonomian lokal. Analisis kedua adalah analisis isu strategis sektoral yang berhubungan erat dengan kinerja sektoral, setelah diidentifikasi akar permasalahan dan kondisinya, baru kemudian dirumuskan strategi, kebijakan, program dan kegiatan guna mengatasi permasalahan tersebut. Untuk memperoleh data dan informasi dalam perumusan kajian ini, dilakukan survey dan in depth interview dengan lebih dari 20 perusahaan di ketiga sektor potensial inklusif yang ada di Kabupaten Sleman. Untuk merumuskan strategi, kebijakan, program dan kegiatan, dilakukan melalui FGD, in-depth interview dan diskusi intensif dengan SKPD dan pelaku investasi yang ada di Kabupaten Sleman. Untuk menentukan tingkatan inklusifitas, dirumuskan besaran nilai dengan rentang antara 0 35 dikategorikan rendah, 35 – 65 dikategorikan sedang, dan 65 dikategorikan tinggi tingkat inklusifitasnya. Dari hasil penenlusuran, diketahui bahwa Sektor Pertanian memiliki tingkat inklusifitas yang relatif tinggi, dengan skor 66,66. Tingkat inklusifitas di Sektor Pertanian masih dapat ditingkatkan dengan berbagai rumusan program dan kegiatan diantaranya; peningkatan link and match antara permintaan dan produksi bahan baku dan produk pertanian, pengembangan komoditi pertanian dengan value added tinggi, peningkatan pengolahan paska panen, fasilitasi branding dan kerjasama antara kelompok tani dengan pelaku distribusi dan pemasaran baik di dalam maupun luar negeri, optimalisasi CSR ke Sektor Pertanian, pengembangan teknologi tepat guna, rekayasa genetika dan peningkatan kuantitas dan kualitas SDM pertanian khususnya generasi muda. Untuk mengatasi isu strategis di Sektor Pertanian, dirumuskan beberapa kebijakan, strategi, program dan kegiatan diantaranya; pengembangan kawasan pertanian organik dan agrowisata, pengembangan kawasan pertanian dengan komoditi yang memiliki value added tinggi, 137 Profil Bappeda 2015 pengembangan kawasan minapadi dan ugadi, peningkatan investasi perbenihan hortikulutra, land banking dan penyelamatan lahan rawan alih fungsi, pengembangan program “Aku Bangga Jadi Petani” dan pengembangan sistem informasi pasokan dan jaringan pemasaran produk pertanian unggulan. Untuk Sektor PHR, skor tingkatan inklusifitas sebesar 54,52 atau tergolong kategori sedang, dimana nilai yang relative lebih rendah adalah untuk tingkat pemberdayaan supplier dan distributor lokal, kontribusi terhadap lingkungan dan pemanfaatan produk dan bahan baku lokal. Adapun kebijakan, strategi, program dan kegiatan yang dirumuskan untuk meningkatkan inklusifitas Sektor PHR antara lain; peningkatan serapan produk dan bahan baku lokal melalui regulasi, peningkatan serapan tenaga kerja lokal melalui kerjasama pelatihan dan rekrtumen antara Pemerintah Daerah dengan Sektor PHR, penciptaan sinergi dan penumbuhan usaha pendukung dan usaha lain di sekitar hotel, penegakan regulasi terkait dengan penggunaan ABT dan Ruang Terbuka Hijau serta peningkatan CSR bagi pembangunan masyarakat sekitar. Untuk mengatasi permasalahan dalam isu strategis, dirumuskan kebijakan, strategi, program dan kegiatan diantaranya; peningkatan kapasitas pasar dan toko tradisional, penetapan kawasan untuk PHR, penanganan permasalahan sosial di kawasan sekitar PHR dan peningkatan penggunaan PDAM bagi PHR. Untuk Sektor Industri Pengolahan, nilai inklusifitasnya sebesar 48,76 dan tergolong kategori sedang. Nilai rendah di sektor ini terletak pada tingkat pemberdayaan supplier dan distributor lokal, tingkat kontribusi dalam mendorong kinerja perekonomian lokal, kemampuan menumbuhkembangkan usaha pendukung dan sekitar, pemanfaatan bahan baku, produk dan tenaga kerja lokal. Adapun kebijakan, strategi, program dan kegiatan untuk meningkatkan inklusifitas di sektor ini antara lain; peningkatan serapan produk dan bahan baku lokal melalui peningkatan kapasitas produsen, supplier dan distributor produk dan bahan baku lokal, penciptaan sinergi antara sektor ini dengan sektor lain melalui kerjasama lintas sektor, peningkatan serapan tenaga kerja lokal melalui peningkatan kapasitas SDM dan sebaran informasi sampai tingkat desa, penataan industri ke kawasan peruntukkan industri, peningkatan inovasi, daya saing dan kerjasama pengembangan industri lokal. Untuk mengatasi permasalahan dalam isu strategis sektoral, dirumuskan kebijakan, strategi, program dan kegiatan diantaranya pengembangan infrastruktur di kawasan peruntukkan industri dan sentra industri, 138 Profil Bappeda 2015 pengembangan cluster berbasis IT, dan peningkatan sinergi antara industri menengah besar dengan industri kecil dan mikro yang ada di Kabupaten Sleman. Kesemua kebijakan, strategi, program dan kegiatan tersebut kemudian dijabarkan ke dalam RAD selama 5 tahun mulai dari tahun 2017 – 2021. Untuk menjamin keberlangsungan program, rencananya RAD tersebut akan dituangkan kedalam Instruksi Bupati sehingga memudahkan koordinasi dan sinkronisasi program dan kegiatan di SKPD.

10. Rencana Aksi Pengembangan Desa Wisata

Desa wisata adalah suatu wilayah dengan luasan tertentu dan memiliki potensi keunikan daya tarik wisata yang khas dengan komunitas masyarakatnya yang mampu menciptakan perpaduan berbagai daya tarik wisata dan fasilitas pendukungnya untuk menarik kunjungan wisatawan termasuk tumbuhnya fasilitas akomodasi yang disediakan oleh masyarakat setempat. Tren atau kecenderungan yang signifikan pada dua dekade terakhir akan adanya segmen pasar wisata minat khusus memberikan pengaruh kepada perkembangan desa wisata. Wisatawan dengan berbagai motivasi melakukan perjalanan wisata ke desa wisata untuk bisa menikmati kehidupan masyarakat, berinteraksi secara aktif dalam berbagai aktivitas di lokasi desa wisata dan juga belajar kebudayaan lokal setempat. Hal ini merupakan peluang yang sangat baik untuk dapat meningkatkan jumlah kunjungan ke Desa Wisata khususnya dan Sleman umumnya. Untuk itu pembenahan dan peningkatan kualitas dan daya tarik Desa Wisata menjadi urgen untuk dilakukan. Melalui penyusunan Rencana Aksi Daerah Pengembangan Desa Wisata ini, dirumuskan strategi, kebijakan dan program kegiatan prioritas yang diperlukan untuk dapat meningkatkan kualitas dan daya tarik di Desa Wisata. Lingkup keluaran kegiatan ini adalah perumusan kebijakan, strategi, program dan kegiatan pengembangan desa wisata di Kabupaten Sleman. Dalam RAD ini dirumuskan kebijakan, strategi, programkegiatan untuk masing-masing klasifikasi desa yang meliputi desa wisata mandiri, desa wisata berkembang, dan desa wisata tumbuh, serta desa-desa wisata yang mendapat prioritas pengembangan. Selain itu ditambahkan pula 1 kalsifikasi baru untuk Desa Wisata, yaitu Desa Wisata Unggulan, dimana Desa Wisata tersebut merupakan Desa Wisata yang Berdaya Saing Internasional. Desa Wisata Unggulan tersebut harus memenuhi 6 139 Profil Bappeda 2015 kriteria yaitu; memiliki keunikan skala nasional, memiliki tingkat kunjungan yang tinggi termasuk wisatawan mancanegara, memiliki kelembagaan pengelolaan yang kuat, memiliki brand yang cukup berkembang, memiliki keragaman atraksi dan memiliki jaringan dengan industri pariwisata, maupun industri secara umum. Desa Wisata Unggulan tersebut diharapkan dapat menjadi brand baik di level nasional maupun internasional untuk preferensi destinasi wisata bertajuk Desa Wisata, sehingga akan menjadi leverage bagi pengembangan dan pemasaran Desa Wisata lain yang ada di Sleman. Tahapan tujuan yang ingin dicapai dari penyusunan Rencana Aksi Daerah ini adalah untuk meningkatkan kelas Desa Wisata, dari Desa Wisata Tumbuh menjadi Desa Wisata Berkembang, dari Desa Wisata Berkembang menjadi Desa Wisata Mandiri, dan dari Desa Wisata Mandiri menjadi Desa Wisata Unggulan. Secara teknis Rencana Aksi ini dibagi kedalam 4 kategori pendekatan pembangunan, yaitu pendekatan pembangunan dari sisi destinasi di Desa Wisata, pendekatan pembangunan dari sisi industri, pendekatan pembangunan pemasaran dan pendekatan pembangunan kelembagaan di Desa Wisata.

B. Subbidang Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi

Tahun 2011

1. Inflasi Kabupaten Sleman Tahun 2011

Penyusunan buku inflasi Kabupaten Sleman dilaksanakan per triwulan. Tujuan penghitunan inflasi dan IHK adalah untuk memantau gejolak perubahan harga di sektor riil yang terjadi di masyarakat, sehingga dapat dipakai sebgai informasi dasar untuk pengambilan keputusan dan penentuan kebijakan baik tingkat ekonomi mikro maupun makro. Inflasi Kabupaten Sleman pada tahun 2013 secara kumulatif adalah sebesar 3,19 yang berada di bawah tingkat inflasi nasional 3,79 dan DIY 3,88. Kelompok pengeluaran yang menyumbang inflasi terbesar pada tahun 2013 adalah kelompok pengeluaran sandang sebesar 9,40, diikuti oleh kelompok pengeluaran makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau sebesar 7,07. 140 Profil Bappeda 2015

2. Indeks Gini Kabupaten Sleman Tahun 2010

Penyusunan buku indeks gini Kabupaten Sleman bertujuan untuk mengetahui distribusi dan ketimpangan pendapatan di Kabupaten Sleman pada tahun 2013, dan dimaksudkan untuk memberikan gambaran ringkas kondisi kemiskinan penduduk Kabupaten Sleman pada tahun 2010. Indeks Gini Kabupaten Sleman pada tahun 2010 adalah sebesar 0,3746 dan termasuk kategori moderat.

3. Produk Domestik Regional Bruto Kecamatan di Kabupaten Sleman

Tahun 2010 Maksud penyusunan buku PDRB Kecamatan adalah untuk menyediakan data PDRB Kecamatan sebagai dasar perencanaan pembangunan daerah, untuk kepentingan penelitian maupun kepentingan lainnya. Adapun tujuannya adalah untuk mengetahui laju pertumbuhan ekonomi, struktur perekonomian daerah, serta pendapatan per kapita di Kecamatan. Pada tahun 2010. Kecamatan Minggir, Kecamatan Prambanan, Kecamatan Gamping, dan Kecamatan Depok merupakan kecamatan dengan tingkat pertumbuhan di atas 6,00 persen. Sedangkan Kecamatan Cangkringan merupakan kecamatan dengan pertumbuhan negatif 16,72 persen dikarenakan bencana erupsi Gunungapi Merapi.

4. Produk Domestik Regional Bruto berdasarkan Penggunaan Kabupaten

Sleman, 2006-2010 Maksud penyusunan buku PDRB menurut penggunaan adalah untuk menyediakan data PDRB sebagai dasar untuk perencanaan pembangunan daerah, untuk kepentingan penelitian maupun kepentingan lainnya. Adapun tujuannya adalah untuk menghitung produk barang dan jasa yang digunakan untuk tujuan konsumsi, investasi dan diperdagangkan dengan pihak luar negeri, menghitung distribusi PDRB menurut penggunaan, dan menghitung laju pertumbuhan konsumsi, investasi, dan perdagangan luar negeri. Manfaat yang dapat diperoleh dari penyusunan buku PDRB menurut penggunaan adalah 1 mengetahui produk barang dan jasa yang digunakan untuk tujuan konsumsi, investasi dan diperdagangkan dengan pihak luar; 2 mengetahui peranan kelembagaan dalam menggunakan barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai 141 Profil Bappeda 2015 sektor ekonomi; dan 3 mengetahui laju pertumbuhan konsumsi, investasi dan perdagangan luar negeri. Seperti halnya dengan tahun-tahun sebelumnya, pengeluaran konsumsi rumah tangga memegang peranan penting dalam pembentukan PDRB Kabupaten Sleman, dimana 52,78 persen PDRB Kabupaten Sleman pada tahun 2010, atau sebesar Rp 7,184 trilyun digunakan untuk keperluan konsumsi rumah tangga. Konsumsi pemerintah pada tahun 2010 menunjukkan kenaikan sebesar Rp 383,06 milyar dibandingkan tahun sebelumnya, namun secara persentase terhadap pembentukan PDRB menunjukkan penurunan dari 23,38 persen 2009 menjadi 23,37 persen 2010. Pada tahun 2010, sekitar Rp 6,360 trilyun digunakan untuk pembentukan modal tetap bruto sebagai bagian dari investasi. Laju pertumbuhan pembentukan modal tetap bruto pada tahun 2011 adalah sebesar 2,10 persen.

5. Produk Domestik Regional Bruto berdasarkan Lapangan Usaha

Kabupaten Sleman, 2006-2010 Maksud penyusunan buku PDRB menurut lapangan usaha adalah untuk menyediakan data PDRB sebagai dasar perencanaan pembangunan daerah, untuk kepentingan penelitian maupun kepentingan lainnya. Adapun tujuannya adalah untuk mengetahui laju pertumbuhan ekonomi, struktur perekonomian daerah, serta pendapatan per kapita. Manfaat yang dapat diperoleh dari penyusunan buku PDRB menurut lapangan usaha adalah 1 mengetahui kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu daerah; 2 mengetahui laju pertumbuhan ekonomi daerah maupun laju pertumbuhan setiap sektor; 3 mengetahui struktur perekonomian atau peranan setiap sektor ekonomi dalam suatu daerah; dan 4 mengetahui pendapatan yang memungkinkan untuk dinikmati oleh penduduk satu daerah pendapatan per kapita. Pada tahun 2010 kontribusi sektor tersier di Kabupaten Sleman naik dari 57,72 persen 2009 menjadi 58,19 persen 2010, sedangkan kontribusi sektor primer turun dari 14,11 persen 2009 menjadi 13,55 persen 2010 dan sektor sekunder naik dari 28,17 persen 2009 menjadi 28,26 persen 2010. Seperti tahun sebelumnya, perekonomian di Kabupaten Sleman didominasi oleh empat sektor, yaitu sektor perdagangan, hotel dan restoran 22,87 persen, sektor jasa- 142 Profil Bappeda 2015 jasa 18,85 persen, sektor industri pengolahan 14,39 persen, dan sektor pertanian 12,74 persen. Tingkat pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Sleman pada tahun 2010 adalah sebesar 4,49 persen, dengan pertumbuhan sektoral tertinggi terjadi pada sektor pertambangan dan penggalian 15,24 persen dan sektor bangunan 6,59 persen. Pendapatan per kapita penduduk Kabupaten Sleman meningkat dari Rp 11.634.944,- 2009 menjadi Rp 12.451.096,- 2010 mengacu pada harga berlaku atau meningkat dari Rp 5.675.733,- 2009 menjadi Rp 5.829.778,- 2010 mengacu pada harga konstan. Tahun 2012 6. Inflasi Kabupaten Sleman Tahun 2012 Penyusunan buku inflasi Kabupaten Sleman dilaksanakan per triwulan. Tujuan penghitunan inflasi dan IHK adalah untuk memantau gejolak perubahan harga di sektor riil yang terjadi di masyarakat, sehingga dapat dipakai sebgai informasi dasar untuk pengambilan keputusan dan penentuan kebijakan baik tingkat ekonomi mikro maupun makro. Inflasi Kabupaten Sleman pada tahun 2013 secara kumulatif adalah sebesar 3,90 yang berada di bawah tingkat inflasi nasional 4,32 dan DIY 4,12. Kelompok pengeluaran yang menyumbang inflasi terbesar pada tahun 2013 adalah kelompok pengeluaran bahan makanan sebesar 7,25, diikuti oleh kelompok pengeluaran makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau sebesar 6,27. Hal ini dapat dipahami karena kondisi iklim yang tidak menentu disamping tata niaga produk bahan makanan dan makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau yang perlu ditata ulang.

7. Indeks Gini Kabupaten Sleman Tahun 2011

Penyusunan buku indeks gini Kabupaten Sleman bertujuan untuk mengetahui distribusi dan ketimpangan pendapatan di Kabupaten Sleman pada tahun 2013, dan dimaksudkan untuk memberikan gambaran ringkas kondisi kemiskinan penduduk Kabupaten Sleman pada tahun 2011. Indeks Gini Kabupaten Sleman pada tahun 2011 adalah sebesar 0,4174 dan termasuk kategori moderat. Berdasarkan kriteria Bank Dunia, ketimpangan pendapatan di Kabupaten Sleman termasuk sedang, dimana kelompok 40 143 Profil Bappeda 2015 penduduk berpendapatan rendah menguasai 16,07 persen total pendapatan penduduk di Kabupaten Sleman. Sementara 49,29 persen total pendapataan penduduk di Kabupaten Sleman dikuasai oleh kelompok 20 penduduk berpendapatan tinggi.

8. Produk Domestik Regional Bruto Kecamatan di Kabupaten Sleman

Tahun 2011 Maksud penyusunan buku PDRB Kecamatan adalah untuk menyediakan data PDRB Kecamatan sebagai dasar perencanaan pembangunan daerah, untuk kepentingan penelitian maupun kepentingan lainnya. Adapun tujuannya adalah untuk mengetahui laju pertumbuhan ekonomi, struktur perekonomian daerah, serta pendapatan per kapita di Kecamatan. Kecamatan Depok, Sleman, Gamping dan Mlatimerupakan kecamatan dengan pertumbuhan ekonomi di atas 6,00 persen. Kecamatan Depok menyumbang PDRB terbesar dengan pertumbuhan 6,99 persen dengan sektor perdagangan, hotel dan restoran sebagai sektor dominan. Seentara itu Kecamatan Moyudan merupakan kecamatan dengan pertumbuhan terendah di Kabupaten Sleman pada tahun 2011, sebesar negatif 1,05 persen.

9. Produk Domestik Regional Bruto berdasarkan Penggunaan Kabupaten

Sleman, 2007-2011 Maksud penyusunan buku PDRB menurut penggunaan adalah untuk menyediakan data PDRB sebagai dasar untuk perencanaan pembangunan daerah, untuk kepentingan penelitian maupun kepentingan lainnya. Adapun tujuannya adalah untuk menghitung produk barang dan jasa yang digunakan untuk tujuan konsumsi, investasi dan diperdagangkan dengan pihak luar negeri, menghitung distribusi PDRB menurut penggunaan, dan menghitung laju pertumbuhan konsumsi, investasi, dan perdagangan luar negeri. Manfaat yang dapat diperoleh dari penyusunan buku PDRB menurut penggunaan adalah 1 mengetahui produk barang dan jasa yang digunakan untuk tujuan konsumsi, investasi dan diperdagangkan dengan pihak luar; 2 mengetahui peranan kelembagaan dalam menggunakan barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai sektor ekonomi; dan 3 mengetahui laju pertumbuhan konsumsi, investasi dan perdagangan luar negeri. 144 Profil Bappeda 2015 Seperti halnya dengan tahun-tahun sebelumnya, pengeluaran konsumsi rumah tangga memegang peranan penting dalam pembentukan PDRB Kabupaten Sleman, dimana 50,18 persen PDRB Kabupaten Sleman pada tahun 2011, atau sebesar Rp 7,576 trilyun digunakan untuk keperluan konsumsi rumah tangga. Konsumsi pemerintah pada tahun 2011 menunjukkan kenaikan sebesar Rp 286,18 milyar dibandingkan tahun sebelumnya, namun secara persentase terhadap pembentukan PDRB menunjukkan penurunan dari 23,37 persen 2010 menjadi 22,27 persen 2011. Pada tahun 2011, sekitar Rp 6,645 trilyun digunakan untuk pembentukan modal tetap bruto sebagai bagian dari investasi. Laju pertumbuhan pembentukan modal tetap bruto pada tahun 2011 adalah sebesar 7,14 persen.

10. Produk Domestik Regional Bruto berdasarkan Lapangan Usaha

Kabupaten Sleman, 2007-2011 Maksud penyusunan buku PDRB menurut lapangan usaha adalah untuk menyediakan data PDRB sebagai dasar perencanaan pembangunan daerah, untuk kepentingan penelitian maupun kepentingan lainnya. Adapun tujuannya adalah untuk mengetahui laju pertumbuhan ekonomi, struktur perekonomian daerah, serta pendapatan per kapita. Manfaat yang dapat diperoleh dari penyusunan buku PDRB menurut lapangan usaha adalah 1 mengetahui kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu daerah; 2 mengetahui laju pertumbuhan ekonomi daerah maupun laju pertumbuhan setiap sektor; 3 mengetahui struktur perekonomian atau peranan setiap sektor ekonomi dalam suatu daerah; dan 4 mengetahui pendapatan yang memungkinkan untuk dinikmati oleh penduduk satu daerah pendapatan per kapita. Pada tahun 2011 kontribusi sektor tersier di Kabupaten Sleman naik dari 58,19 persen 2010 menjadi 58,30 persen 2011, sedangkan kontribusi sektor primer turun dari 13,55 persen 2010 menjadi 13,31 persen 2011 dan sektor sekunder naik dari 28,26 persen 2010 menjadi 28,39 persen 2011. Seperti tahun sebelumnya, perekonomian di Kabupaten Sleman didominasi oleh empat sektor, yaitu sektor perdagangan, hotel dan restoran 22,87 persen, sektor jasa- jasa 18,85 persen, sektor industri pengolahan 14,39 persen, dan sektor pertanian 12,74 persen. 145 Profil Bappeda 2015 Tingkat pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Sleman pada tahun 2011 adalah sebesar 5,19 persen, dengan pertumbuhan sektoral tertinggi terjadi pada sektor pertambangan dan penggalian 14,35 persen dan sektor bangunan 6,95 persen. Pendapatan per kapita penduduk Kabupaten Sleman meningkat dari Rp 12.451.096,- 2010 menjadi Rp 13.634.558,- 2011 mengacu pada harga berlaku atau meningkat dari Rp 5.829.778,- 2010 menjadi Rp 6.054.435,- 2011 mengacu pada harga konstan. Tahun 2013 11. Indeks Harga Perdagangan Besar Bahan BangunanKonstruksi Kabupaten Sleman, 2013 Penyusunan Indeks Harga Perdagangan Besar Bahan Bangunan Konstruksi Kabupaten Sleman adalah untuk menyiapkan indikator yang dapat digunakan untuk penghitungan eskalasi proyek dan untuk menghitung tingkat biaya relatif bangunankonstruksi dalam rangka penghitungan DAU. Hasil yang diperoleh adalah bahwa berdasarkan hasil pengamatan IHPB Kabupaten Sleman selama periode Januari – Desember 2013 menunjukkan pergerakan yang cenderung meningkat. Sedangkan IKK di Kabupaten Sleman relatif lebih rendah daripada IKK Daerah Istimewa Yogyakarta.

12. Inflasi Kabupaten Sleman Tahun 2013

Penyusunan buku inflasi Kabupaten Sleman dilaksanakan per triwulan. Tujuan penghitunan inflasi dan IHK adalah untuk memantau gejolak perubahan harga di sektor riil yang terjadi di masyarakat, sehingga dapat dipakai sebgai informasi dasar untuk pengambilan keputusan dan penentuan kebijakan baik tingkat ekonomi mikro maupun makro. Inflasi Kabupaten Sleman pada tahun 2013 secara kumulatif adalah sebesar 6,92 yang berada di bawah tingkat inflasi nasional 8,36 dan DIY 7,32. Kelompok pengeluaran yang menyumbang inflasi terbesar pada tahun 2013 adalah kelompok pengeluaran bahan makanan sebesar 12,89, diikuti oleh kelompok pengeluaran transport, komunikasi dan jasa keuangan sebesar 12,09. Hal ini dapat dipahami karena adanya pengaruh kenaikan harga bahan bakar minyak pada naiknya biaya yang harus dikeluarkan pada sektor transportasi dan 146 Profil Bappeda 2015 kondisi iklim yang tidak menentu disamping tata niaga produk bahan makanan yang perlu ditata ulang.

13. Indeks Gini Kabupaten Sleman Tahun 2012

Penyusunan buku indeks gini Kabupaten Sleman bertujuan untuk mengetahui distribusi dan ketimpangan pendapatan di Kabupaten Sleman pada tahun 2013, dan dimaksudkan untuk memberikan gambaran ringkas kondisi kemiskinan penduduk Kabupaten Sleman pada tahun 2012. Indeks Gini Kabupaten Sleman pada tahun 2012 adalah sebesar 0,4413 dan termasuk kategori moderat. Berdasarkan kriteria Bank Dunia, ketimpangan pendapatan di Kabupaten Sleman termasuk sedang, dimana kelompok 40 penduduk berpendapatan rendah menguasai 14,14 persen total pendapatan penduduk di Kabupaten Sleman. Sementara 53,49 persen total pendapataan penduduk di Kabupaten Sleman dikuasai oleh kelompok 20 penduduk berpendapatan tinggi.

14. Produk Domestik Regional Bruto Kecamatan di Kabupaten Sleman

Tahun 2012 Maksud penyusunan buku PDRB Kecamatan adalah untuk menyediakan data PDRB Kecamatan sebagai dasar perencanaan pembangunan daerah, untuk kepentingan penelitian maupun kepentingan lainnya. Adapun tujuannya adalah untuk mengetahui laju pertumbuhan ekonomi, struktur perekonomian daerah, serta pendapatan per kapita di Kecamatan. Kecamatan Depok, dan Godean merupakan kecamatan dengan pertumbuhan ekonomi di atas 6,00 persen. Kecamatan Depok menyumbang PDRB terbesar dengan pertumbuhan 6,99 persen dengan sektor perdagangan, hotel dan restoran sebagai sektor dominan. Seentara itu Kecamatan Moyudan merupakan kecamatan dengan pertumbuhan terendah di Kabupaten Sleman pada tahun 2012, sebesar 2,88 persen.

15. Produk Domestik Regional Bruto berdasarkan Penggunaan Kabupaten

Sleman, 2008-2012 Maksud penyusunan buku PDRB menurut penggunaan adalah untuk menyediakan data PDRB sebagai dasar untuk perencanaan pembangunan 147 Profil Bappeda 2015 daerah, untuk kepentingan penelitian maupun kepentingan lainnya. Adapun tujuannya adalah untuk menghitung produk barang dan jasa yang digunakan untuk tujuan konsumsi, investasi dan diperdagangkan dengan pihak luar negeri, menghitung distribusi PDRB menurut penggunaan, dan menghitung laju pertumbuhan konsumsi, investasi, dan perdagangan luar negeri. Manfaat yang dapat diperoleh dari penyusunan buku PDRB menurut penggunaan adalah 1 mengetahui produk barang dan jasa yang digunakan untuk tujuan konsumsi, investasi dan diperdagangkan dengan pihak luar; 2 mengetahui peranan kelembagaan dalam menggunakan barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai sektor ekonomi; dan 3 mengetahui laju pertumbuhan konsumsi, investasi dan perdagangan luar negeri. Seperti halnya dengan tahun-tahun sebelumnya, pengeluaran konsumsi rumah tangga memegang peranan penting dalam pembentukan PDRB Kabupaten Sleman, dimana 53,50 persen PDRB Kabupaten Sleman pada tahun 2012, atau sebesar Rp 8,933 trilyun digunakan untuk keperluan konsumsi rumah tangga. Konsumsi pemerintah pada tahun 2012 menunjukkan kenaikan sebesar Rp 589,45 milyar dibandingkan tahun sebelumnya, namun secara persentase terhadap pembentukan PDRB menunjukkan kenaikan dari 22,27 persen 2011 menjadi 23,82 persen 2012. Pada tahun 2012, sekitar Rp 7,235 trilyun digunakan untuk pembentukan modal tetap bruto sebagai bagian dari investasi. Laju pertumbuhan pembentukan modal tetap bruto pada tahun 2012 adalah sebesar negatif 1,00 persen.

16. Produk Domestik Regional Bruto berdasarkan Lapangan Usaha

Kabupaten Sleman, 2008-2012 Maksud penyusunan buku PDRB menurut lapangan usaha adalah untuk menyediakan data PDRB sebagai dasar perencanaan pembangunan daerah, untuk kepentingan penelitian maupun kepentingan lainnya. Adapun tujuannya adalah untuk mengetahui laju pertumbuhan ekonomi, struktur perekonomian daerah, serta pendapatan per kapita. Manfaat yang dapat diperoleh dari penyusunan buku PDRB menurut lapangan usaha adalah 1 mengetahui kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu daerah; 2 mengetahui laju pertumbuhan ekonomi daerah maupun laju pertumbuhan setiap sektor; 3 mengetahui struktur perekonomian atau peranan setiap sektor ekonomi 148 Profil Bappeda 2015 dalam suatu daerah; dan 4 mengetahui pendapatan yang memungkinkan untuk dinikmati oleh penduduk satu daerah pendapatan per kapita. Pada tahun 2012 kontribusi sektor tersier di Kabupaten Sleman naik dari 58,30 persen 2011 menjadi 58,90 persen 2012, sedangkan kontribusi sektor primer naik dari 13,31 persen 2011 menjadi 13,44 persen 2012 dan sektor sekunder turun dari 28,39 persen 2011 menjadi 27,66 persen 2012. Seperti tahun sebelumnya, perekonomian di Kabupaten Sleman didominasi oleh empat sektor, yaitu sektor perdagangan, hotel dan restoran 23,19 persen, sektor jasa- jasa 19,04 persen, sektor industri pengolahan 13,62 persen, dan sektor pertanian 12,90 persen. Tingkat pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Sleman pada tahun 2012 adalah sebesar 5,45 persen, dengan pertumbuhan sektoral tertinggi terjadi pada sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 9,00 persen dan sektor perdagangan, hotel dan restoran 7,20 persen. Pendapatan per kapita penduduk Kabupaten Sleman meningkat dari Rp 13.634.558,- 2011 menjadi Rp 14.976.756,- 2012 mengacu pada harga berlaku atau meningkat dari Rp 6.054.435,- 2011 menjadi Rp 6.341.066,- 2012 mengacu pada harga konstan.

17. Statistik Industri Besar dan Sedang Kabupaten Sleman 20112012

Penyusunan buku Statistik Industri Besar dan Sedang Kabupaten Sleman 20112012 dimaksudkan untuk mengetahui jumlah industri besar dan sedang di Kabupaten Sleman pada tahun 20112012. Dasar pengklasifikasiannya adalah mengacu pada jumlah tenaga kerja yang ada di perusahaan. Perusahaan dengan jumlah tenaga kerja lebih dari 100 orang akan dikategorikan menjadi industri besar, sedangkan perusahaan dengan jumlah tenaga kerja antara 20-99 orang akan dikategorikan sebagai industri sedang. Sisanya perusahaan dengan jumlah tenaga kerja dibawah 20 orang termasuk dalam kategori kecil dan rumah tangga. Kontribusi sektor Industri Pengolahan terhadap total PDRB Kabupaten Sleman pada tahun 2011 adalah sebesar 14,39 persen dan pada tahun 2012 sebesar 13,762 persen. Penurunan kontribusi ini secara tidak langsung dipengaruhi oleh penurunan jumlah industri besar dan sedang di Kabupaten Sleman sebesar 5,36 persen dari 112 perusahaan 2011 menjadi 106 perusahaan 2012, dikarenakan 1 perusahaan tutup, 1 perusahaan pindah keluar Sleman, 8 perusahaan yang berubah menjadi perusahaan kecil, dan bertambahnya 2 perusahaan baru. 149 Profil Bappeda 2015 Penurunan jumlah industri besar dan sedang di Kabupaten Sleman pada tahun 2012 juga berakibat pada penurunan jumlah tenaga kerja yang diserap oleh industri besar dan sedang sebesar 2,11 persen dari 22.980 orang 2011 menjadi 22.494 2012. Kecamatan Mlati merupakan kecamatan yang memiliki jumlah perusahaan industri besar dan sedang yang terbanyak di Kabupaten Sleman. Pada tahun 2011 dan 2012, perusahaan industri besar dan sedang yang beroperasi di Kabupaten Sleman didominasi oleh perusahaan yang bergerak di industri pakaian jadi, furniture dan industri barang dari kayu, industri barang dari gabus dan barang anyaman dari jerami, rotan, bambu dan sejenisnya. Terkait dengan penggunaan bahan baku impor, terjadi kenaikan sebesar 4,72 persen dari 428.846 juta rupiah 2011 menjadi 449.071 juta rupiah 2012. Namun demikian secara ersentase penggunaan bahan baku impor dibandingkan dengan keseluruhan bahan baku produksi, terjadi penurunan dari 33,98 persen 2011 menjadi 33, 51 persen 2012. Pengguna bahan baku impor tertinggi adalah perusahaan industri pakaian jadi. Nilai tambah yang dihasilkan oleh perusahaan industri besar dan sedang mengalami kenaikan sebesar 15,93 persen dari 1.411.073 juta rupiah 2011 menjadi 1.635.816 juta rupiah 2012 dengan kontribusi terbesar disumbangkan oleh perusahaan industri besar. Tahun 2014 18. Indeks Harga Perdagangan Besar Bahan BangunanKonstruksi Kabupaten Sleman, 2014 Penyusunan Indeks Harga Perdagangan Besar Bahan Bangunan Konstruksi Kabupaten Sleman adalah untuk menyiapkan indikator yang dapat digunakan untuk penghitungan eskalasi proyek dan untuk menghitung tingkat biaya relatif bangunankonstruksi dalam rangka penghitungan DAU. Hasil yang diperoleh adalah bahwa berdasarkan hasil pengamatan IHPB Kabupaten Sleman selama periode Januari – Desember 2014 menunjukkan pergerakan yang cenderung meningkat. Sedangkan IKK di Kabupaten Sleman relatif lebih rendah daripada IKK Daerah Istimewa Yogyakarta. 150 Profil Bappeda 2015

19. Inflasi Kabupaten Sleman Tahun 2014

Penyusunan buku inflasi Kabupaten Sleman dilaksanakan per triwulan. Tujuan penghitunan inflasi dan IHK adalah untuk memantau gejolak perubahan harga di sektor riil yang terjadi di masyarakat, sehingga dapat dipakai sebgai informasi dasar untuk pengambilan keputusan dan penentuan kebijakan baik tingkat ekonomi mikro maupun makro. Inflasi Kabupaten Sleman pada tahun 2014 secara kumulatif adalah sebesar 5,85 yang berada di bawah tingkat inflasi nasional 8,36 dan DIY 6,59. Kelompok pengeluaran yang menyumbang inflasi terbesar pada tahun 2014 adalah kelompok pengeluaran transport, komunikasi dan jasa keuangan sebesar 8,41, diikuti oleh kelompok pengeluaran bahan makanan sebesar 7,85. Hal ini dapat dipahami karena adanya pengaruh kenaikan harga bahan bakar minyak pada naiknya biaya yang harus dikeluarkan pada sektor transportasi dan kondisi iklim yang tidak menentu disamping tata niaga produk bahan makanan yang perlu ditata ulang.

20. Indeks Gini Kabupaten Sleman Tahun 2013

Penyusunan buku indeks gini Kabupaten Sleman bertujuan untuk mengetahui distribusi dan ketimpangan pendapatan di Kabupaten Sleman pada tahun 2013, dan dimaksudkan untuk memberikan gambaran ringkas kondisi kemiskinan penduduk Kabupaten Sleman pada tahun 2013. Indeks Gini Kabupaten Sleman pada tahun 2013 adalah sebesar 0,3841 dan termasuk kategori moderat. Berdasarkan kriteria Bank Dunia, ketimpangan pendapatan di Kabupaten Sleman termasuk sedang, dimana kelompok 40 penduduk berpendapatan rendah menguasai 18,03 persen total pendapatan penduduk di Kabupaten Sleman. Sementara 46,83 persen total pendapataan penduduk di Kabupaten Sleman dikuasai oleh kelompok 20 penduduk berpendapatan tinggi.

21. Produk Domestik Regional Bruto Kecamatan di Kabupaten Sleman

Tahun 2013 Maksud penyusunan buku PDRB Kecamatan adalah untuk menyediakan data PDRB Kecamatan sebagai dasar perencanaan pembangunan daerah, untuk kepentingan penelitian maupun kepentingan lainnya. Adapun tujuannya adalah 151 Profil Bappeda 2015 untuk mengetahui laju pertumbuhan ekonomi, struktur perekonomian daerah, serta pendapatan per kapita di Kecamatan. Kecamatan Depok, Godean, Prambanan, dan Gamping merupakan kecamatan dengan pertumbuhan ekonomi di atas 6,00 persen. Kecamatan Depok menyumbang PDRB terbesar dengan pertumbuhan 6,96 persen dengan sektor perdagangan, hotel dan restoran sebagai sektor dominan. Seentara itu Kecamatan Moyudan merupakan kecamatan dengan pertumbuhan terendah di Kabupaten Sleman pada tahun 2013, sebesar 3,65 persen.

22. Produk Domestik Regional Bruto berdasarkan Penggunaan Kabupaten

Sleman, 2009-2013 Maksud penyusunan buku PDRB menurut penggunaan adalah untuk menyediakan data PDRB sebagai dasar untuk perencanaan pembangunan daerah, untuk kepentingan penelitian maupun kepentingan lainnya. Adapun tujuannya adalah untuk menghitung produk barang dan jasa yang digunakan untuk tujuan konsumsi, investasi dan diperdagangkan dengan pihak luar negeri, menghitung distribusi PDRB menurut penggunaan, dan menghitung laju pertumbuhan konsumsi, investasi, dan perdagangan luar negeri. Manfaat yang dapat diperoleh dari penyusunan buku PDRB menurut penggunaan adalah 1 mengetahui produk barang dan jasa yang digunakan untuk tujuan konsumsi, investasi dan diperdagangkan dengan pihak luar; 2 mengetahui peranan kelembagaan dalam menggunakan barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai sektor ekonomi; dan 3 mengetahui laju pertumbuhan konsumsi, investasi dan perdagangan luar negeri. Seperti halnya dengan tahun-tahun sebelumnya, pengeluaran konsumsi rumah tangga memegang peranan penting dalam pembentukan PDRB Kabupaten Sleman, dimana 52,32 persen PDRB Kabupaten Sleman pada tahun 2013, atau sebesar Rp 9,996 trilyun digunakan untuk keperluan konsumsi rumah tangga. Peningkatan konsumsi rumah tangga tersebut salah satunya disebabkan oleh peningkatan jumlah penduduk di Kabupaten Sleman, dari 1.128.908 jiwa 2012 menjadi 1.141.733 jiwa 2013. Konsumsi pemerintah pada tahun 2013 menunjukkan kenaikan sebesar Rp 427,69 milyar dibandingkan tahun sebelumnya, namun secara persentase terhadap pembentukan PDRB menunjukkan penurunan dari 23,82 persen 2012 152 Profil Bappeda 2015 menjadi 23,05 persen 2013. Pada tahun 2013, sekitar Rp 8,1 trilyun digunakan untuk pembentukan modal tetap bruto sebagai bagian dari investasi. Laju pertumbuhan pembentukan modal tetap bruto pada tahun 2013 adalah sebesar 7,14 persen.

23. Produk Domestik Regional Bruto berdasarkan Lapangan Usaha

Kabupaten Sleman, 2009-2013 Maksud penyusunan buku PDRB menurut lapangan usaha adalah untuk menyediakan data PDRB sebagai dasar perencanaan pembangunan daerah, untuk kepentingan penelitian maupun kepentingan lainnya. Adapun tujuannya adalah untuk mengetahui laju pertumbuhan ekonomi, struktur perekonomian daerah, serta pendapatan per kapita. Manfaat yang dapat diperoleh dari penyusunan buku PDRB menurut lapangan usaha adalah 1 mengetahui kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu daerah; 2 mengetahui laju pertumbuhan ekonomi daerah maupun laju pertumbuhan setiap sektor; 3 mengetahui struktur perekonomian atau peranan setiap sektor ekonomi dalam suatu daerah; dan 4 mengetahui pendapatan yang memungkinkan untuk dinikmati oleh penduduk satu daerah pendapatan per kapita. Pada tahun 2013, kontribusi sektor tersier di Kabupaten Sleman turun dari 58,90 persen 2012 menjadi 58,38 persen 2013, sedangkan kontribusi sektor primer naik dari 13,44 persen 2012 menjadi 13,46 persen 2013 dan sektor sekunder naik dari 27,66 persen 2012 menjadi 28,16 persen 2013. Seperti tahun sebelumnya, perekonomian di Kabupaten Sleman didominasi oleh empat sektor, yaitu sektor perdagangan, hotel dan restoran 23,26 persen, sektor jasa- jasa 18,81 persen, sektor industri pengolahan 13,90 persen, dan sektor pertanian 12,88 persen. Tingkat pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Sleman pada tahun 2013 adalah sebesar 5,70 persen, dengan pertumbuhan sektoral tertinggi terjadi pada sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 7,26 persen dan sektor bangunan 7,14 persen. Pendapatan per kapita penduduk Kabupaten Sleman meningkat dari Rp 14.976.756,- 2012 menjadi Rp 16.733.992,- 2013 mengacu pada harga berlaku atau meningkat dari Rp 6.341.066,- 2012 menjadi Rp 6.544.434,- 2013 mengacu pada harga konstan. 153 Profil Bappeda 2015

24. Statistik Industri Besar dan Sedang Kabupaten Sleman, 2013

Penyusunan buku Statistik Industri Besar dan Sedang Kabupaten Sleman 2013 dimaksudkan untuk mengetahui jumlah industri besar dan sedang di Kabupaten Sleman pada tahun 2013. Dasar pengklasifikasiannya adalah mengacu pada jumlah tenaga kerja yang ada di perusahaan. Perusahaan dengan jumlah tenaga kerja lebih dari 100 orang akan dikategorikan menjadi industri besar, sedangkan perusahaan dengan jumlah tenaga kerja antara 20-99 orang akan dikategorikan sebagai industri sedang. Sisanya perusahaan dengan jumlah tenaga kerja dibawah 20 orang termasuk dalam kategori kecil dan rumah tangga. Kontribusi sektor Industri Pengolahan terhadap total PDRB Kabupaten Sleman ada tahun 2013 sebesar 13,62 persen, turun dari kontribusi sektor Industri Pengolahan pada tahun 2012 sebesar 13,762 persen. Penurunan kontribusi ini secara tidak langsung dipengaruhi oleh penurunan jumlah industri besar dan sedang di Kabupaten Sleman sebesar 5,00 persen dari 106 perusahaan 2012 menjadi 101 perusahaan 2011. Kecamatan Mlati merupakan kecamatan yang memiliki jumlah perusahaan industri besar dan sedang yang terbanyak di Kabupaten Sleman. Pada tahun 2013, perusahaan industri besar dan sedang yang beroperasi di Kabupaten Sleman didominasi oleh perusahaan yang bergerak di industri pakaian jadi, furniture dan industri barang dari kayu, industri barang dari gabus dan barang anyaman dari jerami, rotan, bambu dan sejenisnya.

25. Draft

Raperda Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Kabupaten Sleman Tahun 2015-2025 Draft Raperda Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Kabupaten Sleman Tahun 2015-2015 yang disusun bersama-sama dengan Puspar UGM terdiri dari 9 Bab, 38 Pasal dan Penjelasan, dengan mengacu pada dokumen Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Kabupaten Sleman Tahun 2015- 2025 dan dokumen Naskah Akademis Draft Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Kabupaten Sleman, 2015-2025. Di dalam draft raperda ini tercantum ketentuan umum Pasal 1, visi Pasal 5, misi Pasal 6, tujuan Pasal 7, sasaran Pasal 8, arah pembangunan kepariwisataan daerah Pasal 9, 4 pilar industri kepariwisataan yang terdiri dari destinasi Bab III, pemasaran Bab IV, industri Bab V dan kelembagaan Bab 154 Profil Bappeda 2015 VI, ketentuan penutup dan penjelasan, baik penjelasan umum maupun penjelasan pasal per pasal.

26. Naskah

Akademis Draft Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Kabupaten Sleman, 2015-2025 Penyusunan dokumen naskah akademis Draft Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Kabupaten Sleman, 2015-2025 dimaksudkan untuk memberikan dasar berpikir bagi pembuat kebijakan, dan sebagai persyaratan pembentukan produk hukum daerah yaitu berupa Peraturan Daerah tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Kabupaten Sleman sebagai upaya untuk melakukan pengembangan, pengawasan dan peningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat di sektor pariwisata. Terkait dengan penyusunan naskah akademik ini, dilakukan beberapa identifikasi permasalahan terkait dengan keempat pilar industri kepariwisataan, yang meliputi: 1 inovasi serta pengembangan daya tarik perlu ditingkatkan guna perbaikan citra ataupun positioning Sleman sebagai destinasi sekaligus mempertinggi minat berkunjung kembali repeater; 2 nama besar dan kehebatan Gunung Merapi dan kawasan Taman Nasional TNGM perlu diangkat sebagai wahana pendidikan ekowisata serta kegunungapian dunia; 3 terdapat peninggalan masa lalu, yaitu lava bantal yang belum ditata dan diselamatkan; 4 minimnya sarana transportasi dan tidak nyamannya angkutan ke daya tarik wisata, contoh angkutan umum ke daya tarik wisata Kaliurang; 5 event internasional yang mampu mengangkat nama Sleman baik di bidang event budaya ataupun kontemporer patut secara konsisten dan kontinu diagendakan; 6 keberadaan desa wisata yang perlu dikuatkan melalui perangkat hukum agar memiliki legalitas usaha sehingga dapat memudahkan untuk melakukan pengembangan dan kerjasama dengan pihak lainnya; 7 keberadaan desa wisata perlu dikuatkan melalui perangkat hukum agar memiliki legalitas usaha sehingga dapat memudahkan untuk melakukan pengembangan dan kerjasama dengan pihak lainnya; 8 masih rendahnya lama tinggal wisatawan; 9 mendorong linkage produk kreatif lokal misalnya kuliner, souvenir khas sebagai identitas dan bagian dari industri pariwisata; 10 kontrol dan Penindakan terhadap Usaha Jasa Pariwisata penting diberikan agar tercipta kenyamanan dan keamanan bagi konsumen termasuk wisatawan; 11 pembangunan dan 155 Profil Bappeda 2015 pengembangan sarana akomodasi di Sleman perlu lebih disesuaikan dengan nilai- nilai keistimewaan Yogyakarta serta memperhatikan dimensi sosial kemasyarakatan; 12 pembangunan dan pengembangan sarana akomodasi di Sleman perlu lebih disesuaikan dengan nilai-nilai keistimewaan Yogyakarta serta memperhatikan dimensi sosial kemasyarakatan; 13 perlu pengembangan travel pattern oleh pelaku wisata ASITA Sleman yang menawarkan perjalanan wisata alternatif bagi wisatawan untuk memperlama kunjungan; 14 masih kurang kuatnya pencitraan yang mampu membuat destinasi Sleman lebih unggul di lingkungan regional, nasional maupun internasional; 15 perlu lebih ditingkatkan networking dengan pelakuindustri baik di level dalam dan luar negeri termasuk juga kerjasama dengan media, baik cetak dan elektronik di dalam negeri dan luar negeri; 16 kerjasama pemangku kepentingan yang perlu disinkronkan agar lebih mampu menata lebih baik pembangunan pariwisata dan kebudayaan di Kabupaten Sleman; 17 ditingkat level komunitas, perlu segera ditambah Kelompok Sadar Wisata pokdarwis dan didukung dengan program nyata; dan 18 penguatan manajerial pengelola desa wisata yang tersebar di Sleman secara kontinu perlu diberikan SKPD terkait sekaligus mencoba menjalinkan desa wisata dengan pihak industri, misalnya Asita, HPI, PHRI agar jejaringnya dapat lebih berkembang. Untuk menjawab permasalahan-permasalahan di atas, melalui kajian teoritis dan praktis empiris dan mengacu pada landasan filosofis, yuridis, dan sosiologis, maka disusunlah suatu peraturan daerah yang didalamnya berupaya untuk 1 mendorong terciptanya iklim pariwisata yang harmonis dengan kesesuaian tema pembangunan pariwisata yang ditetapkan; dan 2 mendorong pemerataan kesempatan berusaha dan memperoleh manfaat dari potensi wisata di Kabupaten Sleman yang sekaligus memberikan kepastian hukum. Materi yang selanjutnya diatur dalam peraturan daerah ini meliputi 1 materi dalam ketentuan umum; 2 materi tentang asas, fungsi dan tujuan; 3 materi tentang kawasan strategis pariwisata di Kabupaten Sleman; 4 materi tentang tahapan pengembangan kepariwisataan; 5 materi tentang kewenangan pemerintah daerah; 6 materi tentang koordinasi; dan 7 materi tentang ketentuan penutup. 156 Profil Bappeda 2015

27. Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Kabupaten Sleman,

2015-2025 Dokumen Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan RIPK Kabupaten Sleman, 2015-2025 merupakan kaji ulang Dokumen Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Kabupaten Sleman, 2011-2016 yang dilatar- belakangi 1 potensi daya tarik wisata yang dapat menjadi sektor andalan perekonomian rakyat; 2 perlunya database pariwisata daerah yang memiliki prospek pengembangan yang berkesinambungan; dan 3 perlunyapenguatan secara yuridis dengan mengarahkan terbitnya Perda Kepariwisataan untuk mendukung kontinuitas rencana beserta program yang dirancang. Penyusunan dokumen RIPK menjadi penting karena sektor pariwisata merupakan sektor yang diharapkan akan mendorong pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kesempatan kerja sekaligus memberikan tambahan bagi pendapatan masyarakat. RIPK merupakan bagian dari perencanaan pembangunan wilayah secara keseluruhan. Tujuan penyusunan RIPK adalah 1 menyusun arah pengembangan serta konsep, kebijakan dan rencana strategis yang akan menjadi dasar pengembangan destinasi Sleman di masa yang akan datang; dan 2 menyiapkan arah, strategi dan pola keterpaduan pengembangan destinasi pariwisata Sleman dimasa yang akan datang. Adapun sasarannya adalah tersusunnya pedoman atau arahan pola keterpaduan pengembangan pariwisata dalam format keterpaduan lintas sektor berjangka waktu yang dapat digunakan sebagai acuan bagi pengembangan maupun peningkatan kualitas pariwisata Kabupaten Sleman. Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan RIPK Kabupaten Sleman dijabarkan menjadi dua tahapan, yaitu Tahap I 2015-2020 dan Tahap II 2021- 2025 dengan mengembangkan 4 empat pilar yang harus dikembangkan secara sinergi dalam industri kepariwisataan, yang meliputi destinasi, industri, kelembagaan, dan pemasaran. Pada tahap I, akan dilakukan: 1 pengembangan daya tarik wisata untuk meningkatkan daya saing dan akselerasi perkembangan kawasan pariwisata Kabupaten Sleman; 2 pengembangan atraksi dan fasilitas desa-desa wisata Kabupaten Sleman guna meningkatkan daya saing dan keberlanjutannya; 3 pengembangan infrastruktur dan moda transportasi penunjang ke dan dari objek wisata untuk meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan ke objek wisata; 4 pengembangan sarana penunjang fasilitas wisata di destinasi wisata untuk meningkatkan kenyamanan dan kepuasan wisatawan di 157 Profil Bappeda 2015 objek wisata; 5 pengembangan kapasitas masyarakat sebagai tuan rumah host, baik di desa-desa wisata ataupun di sekitar objek wisata; 6 pengembangan tindakan pelestarian sumber daya wisata dan lingkungan di kawasan wisata dan atau di desa-desa wisata; 7 penyusunan Kajian Pengembangan Kawasan Strategis Pariwisata KSP Daerah sesuai arahan pengembangan yang telah ditetapkan; 8 pengembangan fasilitasi, regulasi, insentif dan disinsentif untuk pengembangan usaha pariwisata; 9 pengembangan fasilitasi, regulasi, insentif dan disinsentif untuk pengembangan usaha pariwisata; 10 pengembangan kemitraan antar para pelaku industri wisata dalam rangka menunjang destinasi Sleman; 11 pengembangan prosedur dan mekanisme tanggung jawab sosial corporate social responsible industri wisata bagi penguatan kapasitas dan lingkungan masyarakat di sekitar objek wisata dan atau desa-desa wisata; 12 pengembangan standardisasi dan sertifikasi SDM dan industri di bidang usaha jasa pariwisata mengantisipasi pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015; 13 penguatan peran Badan Promosi Pariwisata Daerah Kabupaten Sleman dalam melakukan promosi destinasi secara optimal; 14 pengembangan dan penguatan lembaga pengelola desa wisata, Forkom Desa Wisata dan penambahan Kelompok Sadar Wisata Pokdarwis di Kabupaten Sleman; 15 pengembangan kompetensi sumber daya manusia terkait dengan Kapasitas dan Ketrampilan pada beberapa asosiasi: Himpunan Pramuwisata, ASITA, PHRI, Saka Pariwisata, Polisi Pariwisata; 16 pengembangan model pemasaran kepariwisataan guna memperluas pasar, baik wisatawan nusantara atau wisatawan mancanegara; 17 pengembangan strategi dan materi serta content promosi yang up date, komprehensif dalam bahasa Indonesia dan bahasa asing lainnya; 18 pengembangan media promosi yang dipergunakan, baik secara elektronik IT ataupun non elektronik; dan 19 pengembangan citra kepariwisataan Sleman sebagai destinasi wisata yang aman, nyaman dan berdaya saing. Sedangkan pada tahap II 2021-2025, tujuan yang ingin dicapai adalah 1 terwujudnya Sleman sebagai destinasi yang inovatif, aman, nyaman, dan menarik serta mudah dijangkau ditunjang dengan lingkungan yang terjaga sehingga mampu meningkatkan PAD dan kesejahteraan masyarakat; 2 terwujudnya industri pariwisata yang berdaya saing, kredibel, mampu menggerakkan kemitraan usaha, dan bertanggung jawab atas kelestarian dan keseimbangan lingkungan alam dan sosial dan budaya; 3 terwujudnya organisasi kepariwisataan level 158 Profil Bappeda 2015 pemerintah dan masyarakat komunitas, regulasi dan mekanisme operasional yang efektif dan efisien guna mendorong kepariwisataan berkelanjutan; dan 4 terwujudnya pemasaran yang sinergis, unggul dan bertanggung jawab untuk meningkatkan kunjungan dan lama tinggal wisatawan. Tahun 2015 28. Statistik Industri Besar dan Sedang Kabupaten Sleman 2014 Sektor industri pengolahan merupakan sektor tertinggi penyumbang PDRB Kabupaten Sleman, mengacu pada PDRB Lapangan Usaha dengan memakai tahun dasar 2010. Namun demikian, dibandingkan dengan tahun 2013, kontribusi sektor industri pengolahan mengalami penurunan dari 14,21 persen 2013 menjadi 13,90 persen 2014. Penurunan kontribusi sektor industri pengolahan ini tidak lepas dari turunnya jumlah industri besar dan sedang di Kabupaten Sleman sebesar 9,90 persen dari 101 perusahaan 2013 menjadi 91 perusahaan 2014, dimana tercatat 2 perusahaan tutup dan sisanya berubah klasifikasi menjadi industri kecil dan rumah tangga. Kecamatan Mlati dan Kecamatan Kalasan menjadi tempat dimana perusahaan industri besar dan sedang berdomisili. Ada fakta menarik bahwa meskipun jumlah industri besar dan sedang menurun, ternyata tenaga kerja yang diserap di industri besar dan sedang pada tahun 2014 naik sebanyak 1,03 persen dari 22.732 orang 2013 menjadi 22.967 orang 2014, dimana kenaikan terjadi pada perusahaan industri pakaian jadi. Terkait dengan nilai tambah yang dihasilkan industri besar dan sedang di Kabupaten Sleman, bila dibandingkan dengan tahun 2013, terjadi penurunan sebesar 25,54 persen dari 2.318.823 juta rupiah menjadi 1.726.662 juta rupiah 2014. Sementara pengeluaran industri besar dan sedang yang berhubungan dengan bahan baku impor mengalami kenaikan sebesar 6,52 persen dari 417.158 juta rupiah 2013 menjadi 444.351 juta rupiah 2014, dengan pengguna bahan baku impor tertinggi adalah perusahaan industri pakaian jadi.

29. Rekomendasi Perencanaan Pembangunan Ekonomi

Penyusunan rekomendasi perencanaan pembangunan ekonomi dimaksudkan sebagai sarana untuk meningkatkan koordinasi perencanaan pembangunan di sektor ekonomi seperti sektor pertanian, perindustrian, perdagangan, koperasi dan UKM, tenaga kerja, investasi dan pariwisata. Adapun 159 Profil Bappeda 2015 tujuannya adalah untuk meminimalisir duplikasi kegiatan, meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan sumberdaya dan anggaran belanja, serta lebih mengarahkan programkegiatan yang dilaksanakan SKPD dalam pencapaian target pembangunan, melalui koordinasi antar sektor terkait. Pada tahun 2015 ini dilakukan koordinasi terkait dengan pengembangan pasar tradisional, pelatihan, pengembangan kawasan minapolitan, pengembangan sentra industri dan pengembangan investasi daerah. Koordinasi dilakukan melalui kunjungan lapangan yang selanjutnya ditindaklanjuti dengan koordinasi dengan SKPD terkait dengan permasalahan yang ada. Rekomendasi yang dihasilkan adalah sebagai berikut: 1. Rekomendasi terkait pemeliharaanrehabilitasi pasar, sebagai berikut: a. Terkait dengan perluasan Pasar Tempel dan Pasar Pakem agar dapat dilakukan koordinasi dengan Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah BKPRD Kabupaten Sleman dan Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan terkait rencana perluasan pasar b. Terkait dengan pelaksanaan pemeliharaanrehabilitasi bangunan sarana dan prasarana ekonomi, Dinas Pasar disarankan membuat skala prioritas terhadap pelaksanaan pemeliharaanrehabilitasi bangunan pasar tradisional yang ada rusak parah, rusak sedang, rusak ringan. c. Pekerjaan yang akan dilaksanakan pada tahun 2016, antara lain: 1 Pembongkaran bango, pembuatan kanopi antara los, pembuatan drainase, pekerjaan gerbang dan pembangunan mmusholla di Pasar Ngijon; 2 Pembuatan kanopi keliling dan normalisasi sanitasi di Pasar Godean; 3 Pembangunan TPS di Pasar Ngablak; 4 Pembuatan talud, pekerjaan paving halaman dan salasar, dan kanopi depan pasar di Pasar Gendol; 5 Renovasi musholla, perbaikan struktur atap dan pembenahan tempat wudhu di Pasar Tempel; 6 Pembangunan talud pengaman di Pasar Kejambon; 7 Rehabilitasi bangoperluasan los, perbaikan saluran drainase dan penambahan ruang kesehatan dan laktasi di Pasar Cebongan; 8 Pembangunan pagar bumi keliling di Pasar Kebonagung; 9 Pembangunan pos keamanan dan pos kesehatan di Pasar Sambilegi; 160 Profil Bappeda 2015 10Rehabilitasi kios dan kantor pasar di Pasar Kenaran; dan 11Pembuatan gudang alat kebersihan di Pasar Gentan. 2. Rekomendasi terkait pelaksanaan pelatihan, adalah sebagai berikut: a. Disarankan agar koordinasi antar SKPD pelaksana pelatihan sehingga tujuan yang diharapkan bisa tercapai tanpa adanya penganggaran ganda terkait dengan pelaksanaan pelatihan. b. Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi bertanggung jawab untuk melaksanakan pelatihan bagi UMKM, dengan fokus pada pengolahan pangan, pengolahan sandang, pengolahan kimia dan bangunan, kerajinan, logam, penerapan teknologi, pelatihan kewirausahaan, dan pengembangan usaha, dari tingkatan inisiasi, penumbuhan, peningkatan dan pengembangan. c. Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan bertanggung jawab untuk melaksanakan pelatihan bagi kelompok tani, yang terdiri dari pelatihan budidaya, pelatihan panen sampai dengan pasca panen, pelatihan pengolahan bahan pangan alternatif, dan pelatihan ketahanan pangan. d. Balai Latihan Kerja bertanggung jawab untuk melaksanakan pelatihan bagi masyarakat umum dengan tujuan penguasaan keterampilan. e. Dinas Tenaga Kerja dan Sosial bertanggung jawab untuk melaksanakan pelatihan bagi korban PHK sehingga dapat mempunyai embrio usaha. f. Terkait dengan pelatihan yang sifatnya inisiasi, peran aktif kecamatan sangat diperlukan utamanya dalam penyiapan peserta. Sangat diharapkan bahwa usulan pelatihan yang diajukan Kecamatan dalam PIK, bukan sekedar usulan untuk memenuhi kuota yang ditetapkan dalam PIK. g. Pelatihan yang berhubungan dengan UMKM dan masyarakat miskin, harus dikoordinasikan dengan baik antar SKPD terkait: Dinas Tenaga Kerja dan Sosial, Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi, dan Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan sehingga tidak terjadi penganggaran ganda terkait dengan pelaksanaan pelatihan. h. Kewenangan untuk melaksanakan pelatihan ada di SKPD terkait: Dinas Tenaga Kerja dan Sosial, Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi, Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan, dan Balai Latihan Kerja. i. Perlunya disusun kurikulum pelatihan yang komprehensif sehingga bisa menjamin teraplikasikannya hasil-hasil pelatihan. 161 Profil Bappeda 2015 j. Perlunya disusun rencana tindak lanjut terkait dengan monitoring dan evaluasi terhadap efektivitas pelatihan dan hasil-hasilnya. 3. Rekomendasi terkait pengembangan minapolitan, sebagai berikut a. Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi melakukan identifikasi proses pemasaran hasil dan menuangkannya dalam RPIJM; b. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata melakukan identifikasi pengembangan kawasan minapolitan menuju kawasan wisata berbasis perikanan; c. Dinas Pekerjaan Umum melakukan identifikasi pembangunan prasarana pendukung bagi kawasan minapolitan, seperti embung; d. Dinas Sumber Daya Air, Energi dan Mineral melakukan identifikasi saluran irigasi yang mengaliri kawasan minapolitan; dan e. Dinas Pasar melakukan identifikasi terkait distribusi dan pasar produk kawasan minapolitan. 4. Rekomendasi terkait pengembangan sentra industri, sebagai berikut: a. Terkait perizinan, agar tetap menaati aturan yang berlaku, termasuk di dalamnya pemanfaatan tanah yang mengacu pada RTRW yang ada. b. Terkait penggunaan RPA yang dikeluhkan kelompok, Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan akan segera melakukan pengecekan lapangan terhadap RPA yang dimaksud, Hal ini karena RPA tersebut adalah merupakan aset Pemerintah Kabupaten Sleman bantuan dari Pemerintah Jepang. c. Dalam kaitannya dengan perizinan, Badan Lingkungan Hidup mengingatkan tentang dokumen pemantauan lingkungan hidup yang harus disiapkan sebelum proses perizinan dilaksanakan. d. Pada tahun 2015 ini, sentra ayam goreng di Dusun Bendan ini akan ditetapkan menjadi sentra industri ayam goreng oleh Pemerintah Kabupaten Sleman, sehingga pelatihan terkait manajemen usaha, packaging, pengembangan usaha dan lainnya dapat lebih terakomodir dalam programkegiatan di dinas terkait. e. Disarankan kelompokpaguyuban yang ada untuk membentuk koperasi atau badan usaha lain yang berbadan hukum sebagai antisipasi pelaksanaan Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, khususnya Pasal 298 tentang hibah dan bansos. 162 Profil Bappeda 2015 f. Di masa mendatang, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata akan mengembangkan secara terpadu sentra ayam goreng di Dusun Bendan dengan obyek dan daya tarik wisata yang ada di sekitar. g. Terkait dengan sertifikasi produk, disarankan agar dilakukan secara kelompok, termasuk di dalamnya adalah pendaftaran hak cipta, sertifikasi halal, dan SNI produk. 5. Rekomendasi terkait pengembangan investasi daerah meliputi: a. Strategi dan kebijakan investasi untuk sektor yang sudah inklusif sektor jasa-jasa adalah melalui strategi dan kebijakan pengembangan; b. Strategi dan kebijakan investasi untuk sektor yang potensial inklusif sektor pertanian, sektor perdagangan, hotel dan restoran, dan sektor industri pengolahan adalah melalui strategi dan kebijakan yang sifatnya penumbuhan dan percepatan melalui koordinasi antar Dinas terkait Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan, Dinas Sumber Daya Air, Energi dan Mineral, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi, dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata. c. Strategi penumbuhan ini dilakukan dengan melakukan identifikasi subsektor yang akan menjadi target penumbuhan dan pengembangan, dari inisiasi sampai dengan pemasarannya termasuk di dalamnya branding yang melibatkan Dinas terkait, sehingga investasi yang dilaksanakan dapat bermanfaat luas bagi seluruh stakeholder yang terlibat. d. Sedangkan strategi percepatan dilakukan dengan melakukan percepatan pada proyek investasi yang telah dilakukan di sektor yang telah berjalan, dengan memperluas manfaat investasi yang ada melalui penyusunan regulasi terkait. e. Kebijakan-kebijakan di atas akan didukung oleh kebijakan pembagian dan pengembangan wilayah berbasis potensi sektoral. f. Kebijakan investasi di sektor pertanian diarahkan pada pengembangan sektor pertanian organisk, penetapan lahan berkelanjutan, dan land banking agriculture. g. Kebijakan investasi di sektor industri pengolahan diarahkan pada upaya mendorong pertumbuhan industri kecil dan menengah melalui 163 Profil Bappeda 2015 peningkatan produk, produktivitas dan kualitas produk industri kecil dan menengah. h. Kebijakan lain yang akan diambil adalah: 1 Meningkatkan kemitraan antara sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan sektor pertanian dan sektor industri pengolahan; 2 Meningkatkan serapan tenaga kerja lokal melalui regulasi dan pengawasan kebijakan serapan tenaga kerja lokal; 3 Meningkatkan inklusivitas investasi di Kabupaten Sleman dengan menetapkan pola dan aturan pengembangan sektoral.

30. Rencana Induk Pembangunan Ekonomi Terpadu Kabupaten Sleman,

2016-2020 Penyusunan Rencana Induk Pembangunan Ekonomi Terpadu Kabupaten Sleman bertujuan untuk memberi arah pembangunan ekonomi, kebijakan dan rencana strategis yang akan menjadi dasar pelaksanaan pembangunan ekonomi di Kabupaten Sleman dalam kurun waktu 5 lima tahun mendatang serta menyiapkan arah, strategi, pola keterpaduan pembangunan ekonomi di Kabupaten Sleman. Adapun manfaat yang diharapkan dapat menjadi acuan bagi SKPD terkai dalam penentuan programkegiatan yang akan dilakukan dalam rangka mempertahankanmeningkatkan pertumbuhan ekonomi. Penyusunan Dokumen Rencana Induk Pembangunan Ekonomi Terpadu Kabupaten Sleman meliputi penyusunan rencana induk sektor perindustrian dan perdagangan, koperasi dan UKM, ketenagakerjaan, pariwisata, pertanian dalam arti luas, penanaman modal, perizinan, dan sarana dan prasarana. Tantangan pembangunan yang dihadapi Kabupaten Sleman antara lain daya saing produk sektor ekonomi lokal yang masih rendah, kualitas sumberdaya manusia, sarana dan prasarana pendukung kegiatan ekonomi, pengelolaan usaha sektor ekonomi lokal, sinergitas antar pelaku sektor ekonomi lokal, alih fungsi lahan yang tidak sesuai dengan ketentuan yang ada, pengelolaan promosi perizinan dan pelayanan perizinan yang belum optimal. Sasaran yang ingin dicapai melalui pembangunan ekonomi Kabupaten Sleman adalah 1 meningkatnya pertumbuhan ekonomi; 2 meningkatnya daya saing ekonomi daerah; 3 meningkatnya prasarana dan sarana perekonomian, dan 4 meningkatnya kontribusi sektor ekonomi lokal. Terkait dengan sasaran tersebut, 164 Profil Bappeda 2015 arah kebijakan yang ditempuh Pemerintah Kabupaten Sleman adalah 1 peningkatan promosi potensi dan produk sektor ekonomi lokal; 2 penciptaan iklim usaha yang kondusif; 3 peningkatan kerja sama dan kemitraan antara UMKM sektor ekonomi lokal dengan lembagainstitusi pendidikan, pelatihan dan penelitian, dengan industri, dan dengan lembaga keuangan; 4 pemberian insentif bagi investor; 5 peningkatan pemanfaatan teknologi bagi UMKM sektor ekonomi lokal; 6 penegakan regulasi; 7 peningkatan kapasitas tenaga kerja, pelaku usaha dan kelembagaan sektor ekonomi lokal; 8 peningkatan pelayanan investasi dan pelayanan perizinan; 9 peningkatan kerja sama dan promosi investasi; 10 peningkatan kesempatan kerja; 11 peningkatan promosi dan pemasaran produk UMKM sektor ekonomi lokal; 12 perluasan pasar tujuan produk UMKM sektor ekonomi lokal; 13 peningkatan kualitas dan diversifikasi produk UMKM sektor ekonomi lokal; 14 peningkatan kualitas obyek dan daya tarik wisata; 15 peningkatan penggunaan produk lokal; 16 pengembangan kemitraan strategis antar UMKM sektor ekonomi lokal; 17 peningkatan standardisasi pelatihan dan sertifikasi tenaga kerja; 18 peningkatan standardisasi dan sertifikasi produk UMKM; 19 peningkatan pemanfaatan teknologi dalam promosi potensi wilayah dan produk sektor ekonomi lokal; 20 peningkatan investasi prasarana dan sarana pendukung perekonomian; 21 peningkatan potensi wilayah; 22 Peningkatan tata kelola sumber daya alam; dan 23 peningkatan daya dukung lingkungan.

4.1.1.4 Bidang Sosial Pemerintahan A.

Subbidang Pendidikan, Pemuda dan Olahraga, dan Kebudayaan 1. Kajian Indeks Pembangunan Gender Kabupaten Sleman 2010 Tujuan penulisan buku Indeks Pembangunan Gender IPG adalah untuk mengukur pencapaian pembangunan gender di Kabupaten Sleman pada aspek kesehatan, pendidikan, dan ekonomi penduduk dengan melihat ketidaksetaraan pencapaian antara laki-laki dan perempuan. Metodologi yang digunakan dalam penyusunan buku ini menggunakan kombinasi analisis deskriptif dan analisis induktif. Indikator yang digunakan yaitu: 1 kesehatan dengan komponen lamanya hidup atau angka harapan hidup yang diukur dengan usia harapan hidup waktu lahir, 2 pendidikan dengan komponen pengetahuan dan keterampilan yang diwakili oleh rata-rata lama sekolah dan 165 Profil Bappeda 2015 angka melek huruf dan 3 ekonomi dengan komponen keterlibatan perempuan dalam dunia kerja yang dikukur dengan persentase angkatan kerja dan upah pekerja perempuan di sektor nonpertanian. Perkembangan IPG Kabupaten Sleman dari tahun ke tahun mengalami perkembangan yang semakin baik sebagaimana yang dapat dilihat dalam tabel berikut: Tabel Indikator IPG Kabupaten Sleman Tahun 2010 No. Uraian Nilai Komponen IPG 1. Angka Harapan Hidup tahun 76,56 2. Angka Melek Huruf 89,40 3. Rata-rata Lama Sekolah tahun 9,66 4. Kontribusi Perempuan terhadap Pendapatan 0,36 Indeks IPG 1. Kesehatan 85,93 2. Pendidikan 81,07 3. Pendapatan 55,51 IPG 74,17 Sumber: BPS Kabupaten Sleman Berdasarkan penghitungan IPG Kabupaten Sleman pada tahun 2010 sebesar 74,17. Apabila dibandingkan dengan IPG di tingkat nasional maka peringkat Kabupatan Sleman menduduki rangking kesepuluh dan hal ini menurun satu peringkat jika dibandingkan dengan tahun 2009. IPG DIY menurut KabupatenKota Tahun 2009 dan 2010 Provinsi Kabupaten Kota Angka Harapan Hidup tahun Angka Melek Huruf persen Rata-rata Lama Sekolah tahun Kontribusi terhadap Pendapatan IPG Peringkat Nasional IPG P L P L P L P L 2009 2010 2009 2010 34. D.I. Yogyakarta 75,16 71,37 86,11 95,83 8,45 9,73 0,38 0,62 72,24 72,51 2 2 01. Kulonprogo 76,24 72,53 85,08 96,46 7,65 8,76 0,32 0,68 66,56 67,04 122 127 02. Bantul 73,32 69,42 85,95 96,23 8,35 9,34 0,37 0,63 71,20 71,33 35 42 03. Gunungkidul 72,99 69,07 77,98 90,75 5,87 7,83 0,38 0,62 64,77 65,42 169 177 04. Sleman 76,86 73,21 89,40 97,89 9,66 11,17 0,36 0,64 73,94 74,17 9 10 71. Yogyakarta 75,37 71,59 96,84 99,77 11,29 11,95 0,41 0,59 77,10 77,56 1 1 Sumber: BPS Kabupaten Sleman 166 Profil Bappeda 2015 Ketimpangan gender yaitu selisih antara nilai IPM dan IPG. Ketimpangan gender yang akan semakin kecil jika jarak nilai antara IPM dan IPG juga semakin kecil. Berikut ini tabel yang menggambarkan ketimpangan gender di Kabupaten Sleman. Ketimpangan Gender di Kabupaten Sleman Tahun 2006, 2009, dan 2010 Tahun Nilai IPM Nilai IPG Ketimpangan Gender 2006 76,22 72,90 3,32 2009 77,70 73,94 3,76 2010 78,20 74,17 4,03 Sumber: BPS Kabupaten Sleman diolah Angka Sementara Ketimpangan gender dari tahun ke tahun semakin mengalami peningkatan sebagaimana yang tertulis pada tabel di atas. Oleh karena itu, perlu adanya perbaikan secara terus menerus agar nilai IPG mendekati nilai IPM sehingga ketimpangan gender menjadi semakin menyempit. Indeks Pemberdayaan Gender IDG mengukur ketimpangan gender di bidang ekonomi, partisipasi politik, dan pengambilan keputusan. Indeks ini berfokus pada peluang yang dimiliki oleh perempuan dan bukan kemampuannya. IDG DIY menurut KabupatenKota Tahun 2009 dan 2010 Provinsi Kabupaten Kota Keterlibatan Perempuan di Parrlemen persen Perempuan sebagai Manajer, Profesional, Administrasi dan Teknisi persen Kontribusi Perempuan dalam Pendapatan Kerja Nonpertanian persen IDG Peringkat IDG 2009 2010 2009 2010 34. D.I. Yogyakarta 26,42 46,01 38,41 62,32 77,70 6 1 01. Kulonprogo 12,50 51,76 31,67 60,87 61,18 87 175 02. Bantul 13,64 46,67 37,35 63,83 67,85 47 70 03. Gunungkidul 11,11 35,95 37,87 58,62 59,36 130 215 04. Sleman 18,00 48,03 36,43 63,04 70,74 52 35 71. Yogyakarta 15,00 43,60 40,70 74,64 69,85 5 42 Sumber: BPS Kabupaten Sleman 167 Profil Bappeda 2015 IDG Kabupaten Sleman pada tahun 2010 berada pada peringkat 35 secara nasional dengan nilai 70,74 dan meningkat tajam dibandingkan dengan tahun 2009 yang sebesar 63,04.

2. Indeks Pembangunan Gender Kabupaten Sleman 2011

Tujuan penulisan buku Indeks Pembangunan Gender IPG adalah untuk mengukur pencapaian pembangunan gender di Kabupaten Sleman pada aspek kesehatan, pendidikan, dan ekonomi penduduk dengan melihat ketidaksetaraan pencapaian antara laki-laki dan perempuan. Metodologi yang digunakan dalam penyusunan buku ini menggunakan kombinasi analisis deskriptif dan analisis induktif. Indikator yang digunakan yaitu: 1 kesehatan dengan komponen lamanya hidup atau angka harapan hidup yang diukur dengan usia harapan hidup waktu lahir, 2 pendidikan dengan komponen pengetahuan dan keterampilan yang diwakili oleh rata-rata lama sekolah dan angka melek huruf dan 3 ekonomi dengan komponen keterlibatan perempuan dalam dunia kerja yang dikukur dengan persentase angkatan kerja dan upah pekerja perempuan di sektor nonpertanian. Perkembangan IPG Kabupaten Sleman dari tahun ke tahun mengalami perkembangan yang semakin baik sebagaimana yang dapat dilihat dalam tabel berikut: Tabel Indikator IPG Kabupaten Sleman Tahun 2010 dan 2011 No. Uraian Nilai 2010 2011 Komponen IPG 1. Angka Harapan Hidup tahun 76,56 76,86 2. Angka Melek Huruf 89,40 89,76 3. Rata-rata Lama Sekolah tahun 9,66 9,97 4. Kontribusi Perempuan terhadap Pendapatan 0,36 0,38 Indeks IPG 1. Kesehatan 85,93 86,43 2. Pendidikan 81,07 82,00 3. Pendapatan 55,51 55,81 IPG 74,17 74,75 Sumber: BPS Kabupaten Sleman Angka Sementara 168 Profil Bappeda 2015 Berdasarkan penghitungan IPG Kabupaten Sleman pada tahun 2011 sebesar 74,75 maka mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun 2010 sebesar 74,17. Apabila dibandingkan dengan IPG di Provinsi DIY maka peringkat Kabupatan Sleman menduduki rangking kedua sebagaimana tercantum dalam tabel di bawah ini. IPG DIY menurut KabupatenKota Tahun 2010 dan 2011 Provinsi Kabupaten Kota Angka Harapan Hidup tahun Angka Melek Huruf persen Rata-rata Lama Sekolah tahun Kontribusi terhadap Pendapatan IPG Peringkat IPG P L P L P L P L 2010 2011 2010 2011 34. D.I. Yogyakarta 75,16 71,37 87,09 96,28 8,67 9,78 0,39 0,61 72,51 73,07 2 2 01. Kulonprogo 76,24 72,53 86,50 96,50 8,07 9,15 0,32 0,68 67,04 67,85 4 4 02. Bantul 73,32 69,42 86,25 96,25 8,36 9,35 0,38 0,62 71,33 71,71 3 3 03. Gunungkidul 72,99 69,07 78,63 92,22 6,32 7,84 0,38 0,62 65,42 66,04 5 5 04. Sleman 76,86 73,21 89,76 97,90 9,97 11,18 0,38 0,62 74,17 74,75 2 2 71. Yogyakarta 75,37 71,59 96,85 99,78 11,30 11,96 0,42 0,58 77,56 77,92 1 1 Sumber: BPS Kabupaten Sleman Angka Sementara Keterangan: peringkat secara nasional Ketimpangan gender yaitu selisih antara nilai IPM dan IPG. Ketimpangan gender yang akan semakin kecil jika jarak nilai antara IPM dan IPG juga semakin kecil. Berikut ini tabel yang menggambarkan ketimpangan gender di Kabupaten Sleman. Ketimpangan Gender di Kabupaten Sleman Tahun 2009, 2010, dan 2011 Tahun Nilai IPM Nilai IPG Ketimpangan Gender 2009 77,70 73,94 3,76 2010 78,20 74,17 4,03 2011 78,79 74,75 4,04 Sumber: BPS Kabupaten Sleman diolah Angka Sementara Ketimpangan gender dari tahun 2009 ke tahun 2011 mengalami peningkatan sebagaimana yang tertulis pada tabel di atas. Oleh karena itu, perlu adanya perbaikan secara terus menerus agar nilai IPG mendekati nilai IPM sehingga ketimpangan gender menjadi semakin menyempit. Indeks Pemberdayaan Gender IDG mengukur ketimpangan gender di bidang ekonomi, partisipasi politik, dan pengambilan keputusan. Indeks ini berfokus pada peluang yang dimiliki oleh perempuan dan bukan kemampuannya. 169 Profil Bappeda 2015 IDG DIY menurut KabupatenKota Tahun 2010 dan 2011 Provinsi Kabupaten Kota Keterlibatan Perempuan di Parrlemen persen Perempuan sebagai Manajer, Profesional, Administrasi dan Teknisi persen Kontribusi Perempuan dalam Pendapatan Kerja Nonpertanian persen IDG Peringkat IDG 2010 2011 2010 2011 34. D.I. Yogyakarta 26,42 44,54 39,18 77,70 77,84 - - 01. Kulonprogo 12,50 44,53 31,97 61,18 61,15 4 5 02. Bantul 13,64 46,53 37,94 67,85 67,46 3 3 03. Gunungkidul 11,11 44,97 38,40 59,36 62,22 5 4 04. Sleman 18,00 44,02 37,79 70,74 70,52 1 1 71. Yogyakarta 15,00 42,74 42,08 69,85 70,00 2 2 Sumber: BPS Kabupaten Sleman Angka Sementara IDG Kabupaten Sleman pada tahun 2011 berada pada peringkat pertama di tingkat provinsi DIY dengan nilai 70,52 dan mengalami sedikit penurunan jika dibandingkan dengan tahun 2010 yang sebesar 70,74.

3. Indeks Pembangunan Gender Kabupaten Sleman 2012

Tujuan penulisan buku Indeks Pembangunan Gender IPG adalah untuk mengukur pencapaian pembangunan gender di Kabupaten Sleman pada aspek kesehatan, pendidikan, dan ekonomi penduduk dengan melihat ketidaksetaraan pencapaian antara laki-laki dan perempuan. Metodologi yang digunakan dalam penyusunan buku ini menggunakan kombinasi analisis deskriptif dan analisis induktif. Indikator yang digunakan yaitu: 1 kesehatan dengan komponen lamanya hidup atau angka harapan hidup yang diukur dengan usia harapan hidup waktu lahir, 2 pendidikan dengan komponen pengetahuan dan keterampilan yang diwakili oleh rata-rata lama sekolah dan angka melek huruf dan 3 ekonomi dengan komponen keterlibatan perempuan dalam dunia kerja yang dikukur dengan persentase angkatan kerja dan upah pekerja perempuan di sektor nonpertanian. Perkembangan IPG Kabupaten Sleman dari tahun ke tahun mengalami perkembangan yang semakin baik sebagaimana yang dapat dilihat dalam tabel berikut: 170 Profil Bappeda 2015 Tabel Indikator IPG Kabupaten Sleman Tahun 2011 dan 2012 No. Uraian Nilai 2011 2012 Komponen IPG 1. Angka Harapan Hidup tahun 76,86 76,97 2. Angka Melek Huruf 89,76 92,01 3. Rata-rata Lama Sekolah tahun 9,97 9,97 4. Kontribusi Perempuan terhadap Pendapatan 0,38 0,37 Indeks IPG 1. Kesehatan 86,43 86,62 2. Pendidikan 82,00 83,50 3. Pendapatan 55,81 57,18 IPG 74,75 75,76 Sumber: BPS Kabupaten Sleman Angka Sementara Berdasarkan penghitungan IPG Kabupaten Sleman pada tahun 2012 sebesar 75,76 maka mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun 2011 sebesar 74,75. Apabila dibandingkan dengan IPG di Provinsi DIY maka peringkat Kabupatan Sleman menduduki rangking kedua sebagaimana tercantum dalam tabel di bawah ini. IPG DIY menurut KabupatenKota Tahun 2011 dan 2012 Provinsi Kabupaten Kota Angka Harapan Hidup tahun Angka Melek Huruf persen Rata-rata Lama Sekolah tahun Kontribusi terhadap Pendapatan IPG Peringkat IPG P L P L P L P L 2010 2011 2011 2012 34. D.I. Yogyakarta 75,21 71,42 88,43 96,55 8,67 9,79 39,55 60,45 73,07 74,11 2 2 01. Kulonprogo 76,34 72,63 88,03 96,99 8,07 9,16 32,07 67,93 67,85 68,41 4 4 02. Bantul 73,33 69,43 87,96 96,45 8,51 9,40 38,87 61,13 71,71 72,69 3 3 03. Gunungkidul 73,02 69,10 79,01 92,23 6,32 7,84 37,64 62,36 66,04 66,62 5 5 04. Sleman 76,97 73,32 92,01 98,46 9,97 11,18 36,72 63,28 74,75 75,76 2 2 71. Yogyakarta 75,40 71,62 96,86 99,79 11,32 12,11 42,97 57,03 77,92 78,71 1 1 Sumber: BPS Kabupaten Sleman Angka Sementara Keterangan: peringkat secara nasional Ketimpangan gender yaitu selisih antara nilai IPM dan IPG. Ketimpangan gender yang akan semakin kecil jika jarak nilai antara IPM dan IPG juga semakin kecil. Berikut ini tabel yang menggambarkan ketimpangan gender di Kabupaten Sleman. Ketimpangan Gender di Kabupaten Sleman Tahun 2010, 2011, dan 2012 Tahun Nilai IPM Nilai IPG Ketimpangan Gender 2010 78,20 74,17 4,03 2011 78,79 74,75 4,04 2012 79,39 75,76 3,63 Sumber: BPS Kabupaten Sleman diolah Angka Sementara 171 Profil Bappeda 2015 Ketimpangan gender dari tahun ke tahun bersifat fluktuatif sebagaimana yang tertulis pada tabel di atas. Pada tahun 2012 ketimpangan semakin kecil jika dibandingkan dengan tahun 2011. Oleh karena itu, perlu adanya perbaikan secara terus menerus agar nilai IPG mendekati nilai IPM sehingga ketimpangan gender menjadi semakin menyempit. Indeks Pemberdayaan Gender IDG mengukur ketimpangan gender di bidang ekonomi, partisipasi politik, dan pengambilan keputusan. Indeks ini berfokus pada peluang yang dimiliki oleh perempuan dan bukan kemampuannya. IDG DIY menurut KabupatenKota Tahun 2011 dan 2012 Provinsi Kabupaten Kota Keterlibatan Perempuan di Parrlemen persen Perempuan sebagai Manajer, Profesional, Administrasi dan Teknisi persen Kontribusi Perempuan dalam Pendapatan Kerja Nonpertanian persen IDG Peringkat IDG 2011 2012 2011 2012 34. D.I. Yogyakarta 21,82 43,83 39,55 77,84 75,57 1 3 01. Kulonprogo 10,00 54,18 32,07 61,15 59,23 5 5 02. Bantul 13,33 45,39 38,87 68,46 68,52 3 3 03. Gunungkidul 13,33 42,06 37,64 62,22 64,58 4 4 04. Sleman 16,00 42,23 36,72 70,52 69,66 1 2 71. Yogyakarta 15,00 42,68 42,97 70,00 70,70 2 1 Sumber: BPS Kabupaten Sleman Angka Sementara IDG Kabupaten Sleman pada tahun 2012 berada pada peringkat kedua di tingkat provinsi DIY dengan nilai 69,66 dan mengalami sedikit penurunan jika dibandingkan dengan tahun 2011 yang sebesar 70,52

4. Indeks Pembangunan Gender Kabupaten Sleman 2013

Tujuan penulisan buku Indeks Pembangunan Gender IPG adalah untuk mengukur pencapaian pembangunan gender di Kabupaten Sleman pada aspek kesehatan, pendidikan, dan ekonomi penduduk dengan melihat ketidaksetaraan pencapaian antara laki-laki dan perempuan. 172 Profil Bappeda 2015 Metodologi yang digunakan dalam penyusunan buku ini menggunakan kombinasi analisis deskriptif dan analisis induktif. Indikator yang digunakan yaitu: 1 kesehatan dengan komponen lamanya hidup atau angka harapan hidup yang diukur dengan usia harapan hidup waktu lahir, 2 pendidikan dengan komponen pengetahuan dan keterampilan yang diwakili oleh rata-rata lama sekolah dan angka melek huruf dan 3 ekonomi dengan komponen keterlibatan perempuan dalam dunia kerja yang dikukur dengan persentase angkatan kerja dan upah pekerja perempuan di sektor nonpertanian. Perkembangan IPG Kabupaten Sleman dari tahun ke tahun mengalami perkembangan yang semakin baik sebagaimana yang dapat dilihat dalam tabel berikut: Tabel Indikator IPG Kabupaten Sleman Tahun 2012 dan 2013 No. Uraian Nilai 2012 2013 Komponen IPG 1. Angka Harapan Hidup tahun 76,97 77,41 2. Angka Melek Huruf 92,01 92,02 3. Rata-rata Lama Sekolah tahun 9,97 10,15 4. Kontribusi Perempuan terhadap Pendapatan 0,37 0,37 Indeks IPG 1. Kesehatan 86,62 87,35 2. Pendidikan 83,50 83,90 3. Pendapatan 57,18 58,10 IPG 75,76 76,45 Sumber: BPS Kabupaten Sleman Angka Sementara Berdasarkan penghitungan IPG Kabupaten Sleman pada tahun 2013 sebesar 76,45 maka mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun 2012 sebesar 75,76. Apabila dibandingkan dengan IPG di Provinsi DIY maka peringkat Kabupatan Sleman menduduki rangking kedua sebagaimana tercantum dalam tabel di bawah ini: IPG DIY menurut KabupatenKota Tahun 2012 dan 2013 Provinsi Kabupaten Kota Angka Harapan Hidup tahun Angka Melek Huruf persen Rata-rata Lama Sekolah tahun Kontribusi terhadap Pendapatan IPG Peringkat IPG P L P L P L P L 2012 2013 2012 2013 34. D.I. Yogyakarta 75,45 71,69 89,11 96,78 8,86 9,82 39,87 60,13 74,11 74,75 2 2 01. Kulonprogo 77,04 73,41 89,95 97,71 8,07 9,16 32,32 67,68 68,41 69,42 4 4 02. Bantul 73,50 69,63 89,18 96,53 8,86 9,64 38,97 61,03 72,69 73,35 3 3 173 Profil Bappeda 2015 Provinsi Kabupaten Kota Angka Harapan Hidup tahun Angka Melek Huruf persen Rata-rata Lama Sekolah tahun Kontribusi terhadap Pendapatan IPG Peringkat IPG P L P L P L P L 2012 2013 2012 2013 03. Gunungkidul 73,25 69,36 79,74 92,27 6,34 7,85 38,05 61,95 66,62 67,29 5 5 04. Sleman 77,41 73,81 92,02 98,62 10,15 11,20 37,16 62,84 75,76 76,45 2 2 71. Yogyakarta 75,53 71,78 97,03 99,98 11,32 12,11 43,34 56,66 78,71 79,04 1 1 Sumber: BPS Kabupaten Sleman Angka Sementara Keterangan: peringkat secara nasional Ketimpangan gender yaitu selisih antara nilai IPM dan IPG. Ketimpangan gender yang akan semakin kecil jika jarak nilai antara IPM dan IPG juga semakin kecil. Berikut ini tabel yang menggambarkan ketimpangan gender di Kabupaten Sleman. Ketimpangan Gender di Kabupaten Sleman Tahun 2011, 2012, dan 2013 Tahun Nilai IPM Nilai IPG Ketimpangan Gender 2011 78,79 74,75 4,04 2012 79,39 75,76 3,63 2013 79,97 76,45 3,52 Sumber: BPS Kabupaten Sleman diolah Angka Sementara Ketimpangan gender dari tahun 2011 ke tahun 2013 mengalami penurunan sebagaimana yang tertulis pada tabel di atas. Pada tahun 2013 ketimpangan semakin kecil jika dibandingkan dengan tahun 2012. Oleh karena itu, perlu adanya perbaikan secara terus menerus agar nilai IPG mendekati nilai IPM sehingga ketimpangan gender menjadi semakin menyempit. Indeks Pemberdayaan Gender IDG mengukur ketimpangan gender di bidang ekonomi, partisipasi politik, dan pengambilan keputusan. Indeks ini berfokus pada peluang yang dimiliki oleh perempuan dan bukan kemampuannya. IDG DIY menurut KabupatenKota Tahun 2012 dan 2013 Provinsi Kabupaten Kota Keterlibatan Perempuan di Parrlemen persen Perempuan sebagai Manajer, Profesional, Administrasi dan Teknisi persen Kontribusi Perempuan dalam Pendapatan Kerja Nonpertanian persen IDG Peringkat IDG 2012 2013 2012 2013 34. D.I. Yogyakarta 21,82 47,95 39,87 75,57 76,36 3 3 01. Kulonprogo 10,00 56,22 32,32 59,23 59,26 5 5 02. Bantul 13,33 47,24 38,97 68,52 68,88 3 3 03. Gunungkidul 13,33 51,41 38,05 64,58 66,01 4 4 174 Profil Bappeda 2015 Provinsi Kabupaten Kota Keterlibatan Perempuan di Parrlemen persen Perempuan sebagai Manajer, Profesional, Administrasi dan Teknisi persen Kontribusi Perempuan dalam Pendapatan Kerja Nonpertanian persen IDG Peringkat IDG 2012 2013 2012 2013 04. Sleman 18,00 45,66 37,16 69,66 72,30 2 1 71. Yogyakarta 15,00 49,96 43,34 70,70 71,75 1 2 Sumber: BPS Kabupaten Sleman Angka Sementara IDG Kabupaten Sleman pada tahun 2013 berada pada peringkat pertama di tingkat provinsi DIY dengan nilai 72,30 dan mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan tahun 2012 yang sebesar 69,66.

5. Kajian Kebutuhan Tenaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pada

Satuan Pendidikan Di Kabupaten Sleman Kajian ini bertujuan untuk 1 memberikan masukan yang dapat digunakan sebagai pedoman bagi sekolah, dalam perencanaan penerimaan tenaga pendidik dan kependidikan; 2 memberikan pedoman bagi dinas tentang teknis dalam pengendalian dan pengawasan GTTPTT; dan 3 memberikan pedoman bagi Pemerintah Kabupaten Sleman dalam penyusunan APBD khususnya yang berkaitan dengan bantuan insentif GTTPTT Kabupaten Sleman pada tahun berikutnya. Metode yang digunakan dalam kajian ini adalah survey dengan pendekatan analisis kualitatif. Hal ini dilakukan karena data lapangan yang diperoleh tidak ada keseragaman sehingga sulit untuk dianalisis dengan metode statistika. Dari data yang diperoleh kemudian dilakukan persentase untuk mengetahui kelayakan hasil yang diharapkan. Setelah memperoleh hasil persentase , selanjutnya dilakukan analisis data secara kualitatif dengan menerapkan langkah-langkah analisis yang prosedural sesuai dengan pendekatan kualitatif. Sebagian data yang dapat dilakukan dengan pendekatan kuantitatif dilakukan olah statistik. Analisis kualitatif terdiri atas tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan atau verifikasi. Dari hasil pembahasan yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut: 1 Rata-rata usia GTT pada setiap jenjang yang tergolong dalam usia produktif yaitu antara 35 – 39 tahun. Rentang usia ini merupakan periode penting 175 Profil Bappeda 2015 untuk menunjukkan eksistensi dirinya pada publik; 2 Rata-rata masa kerja GTT sejak diangkat pertama untuk pamong Paud telah mencapai lebih dari 3 tahun, GTT SD da SMP mencapai 7 tahun, SMA dan SMK mencapai 8 tahun sedangkan pada TK mencapai 9 tahun; 3 Jumlah jam mengajar PAUD sampai dengan SD relative tinggi antara 25 – 30 jam pelajaran, sering tidak sebanding dengan perolehan insentifnya; 4 Rata-rata jam mengajar SMP dan SMASMK cenderung ideal yaitu 12 – 22 jam pelajaran; 5 Kualifikasi akademik GTT relative memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen; 6 Kesesuaian kualifikasi dan kompetensi pada jenjang pendidikan menengah mencapai 70; 7 Jumlah GTT dan PTT cukup besar, yang menerima insentif sebesar 53,90 untuk GTT dan untuk PTT sebesar 70,10: 8 Masih dibutuhkan tenaga pendidk dan tenaga kependidikan untuk semua jenjang; Rekomendasi yang diberikan untuk GTTPTT adalah perlunya dibuatkan peraturan dan kebijakan daerah yang melandasi pemberian insentif , perlunya diterbitkan aturan daerah tentang pengangkatan GTTPTT di sekolah, perlunya kebijakan tentang batasan waktu minimal dalam memberikan insentif kepada GTTPTT dan perlunya kebijakan yang mengatur akan kebutuhan pendidik dan tenaga kependidikan.

6. Penyusunan Rencana Induk Pendidikan Anak Usia Dini PAUD Di

Kabupaten Sleman Pada Tahun 2015 – 2019 Tujuan penyusunan Rencana Induk PAUD 2015 – 2019 adalah : 1 menganalisis permasalahan PAUD yang terdapat di KB dan TK di Kabupaten Sleman; 2 menyusun Rencana Induk masterplan PAUD tahun 2015 – 2019, baik dari sisi peserta didik, tenaga pendidik, kurikulum, sarana dan prasarana, serta evaluasi pembelajarannya. Penyusunan rencana induk PAUD menggunakan metode : diskripsi kualitatif dengan bantuan persentase. Sampel diambil melalui kuota stratifikasi purposive sampling. Adapun untuk menggali informasi lebih banyak maka dibuatlah angket questioner yang berisi tujuh angket meliputi a kemampuan anak; b proses pelayanan PAUD; c jumlah guru dan kualifikasinya; d kompetensi guru; e sarana dan prasarana; f standar isi, proses dan penilaian; g penegelolaan dan pembiayaan. Instrumen lain berupa pedoman Focus Group Discussion FGD. 176 Profil Bappeda 2015 Dari hasil kajian dan analisis dalam rangka penyusunan Rencana Induk PAUD ini adalah bahwa ditemukan permasalahan yang terkait dengan ; 1 kompetensi pendidik dan kualifikasi pendidik; 2 perkembangan anak dan poembelajaran anak; 3 sarana dan prasarana; 4 proses pelayanan; 5 fasilitas; 6 standar isi, proses, penilaian; 7 pengelolaan serta permasalahan yang berasal dari observasi dan FGD terkait dengan pengadaan tes masuk SD, anggapan masyarakat, tuntutan orang tua dan kerja sama dengan tokoh masyarakat. Rekomendasi yang diperlukan adalah : 1 perlu program sosialisasi UU Perlindungan Anak kepada orang tua dan pendidik ; 2 perlu dibuat program yang menghentikan praktek pembelajaran yang beresiko bagi anak dan diciptakan model pembelajaran pengganti yang mengatasi permasalahan; 3 eksploitasi anak dengan dalih prestasi harus dihentikan dan digantikan dengan program yang memekarkan seluruh anak dengan potensi masing-masing setrta melibatkan peran budaya setempat, serta lomba antar lembaga; 4 perlu dibuat program “anak sehat terpadu” yaitu program bantuan gizi untuk anak yang membutuhkan, serta sosialisasi kesehatan bagi anak-anak; 5 perlu dibuat “taman bermain untuk anak” di Kabupaten Sleman; 6 perlunya regulasi yang tegas untuk mengeluarka perijinan pendirian PAUD; 7 perlunya kerja sama antar SKPD terkait misalnya program parenting pengantin antara KBPMPP dan Kementerian Agama, pendirian PAUD Model, serta pengelolaan program kampus PPM, PPL, KKN.

6. Kajian Kelas Khusus Olahraga Tingkat SMP Dan SMA

Di Kabupaten Sleman Tujuan Kajian Kelas Khusus Olahraga di Kabupaten Sleman adalah untuk mengkaji tentang potensi sekolah penyelenggara Kelas Khusus Olahraga pada jenjang SMP dan SMA. Hasil kajian ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam pengambilan keputusan melalui rekomendasi yang didapatkan tentang arah dan sistem pembinaan kelas khusus olahraga untuk jenjang SMP dan SMA di kabupaten sleman. Metode yang digunakan dalam kajian ini adalah melalui survey. Kemudian data yang terkumpul dianalisis melalui metode diskriptif kualitatif, agar diperoleh hasil yang maksimal sesuai dengan tujuan kajian. Subjek dalam kajian ini adalah atlit, pelatih, asisten pelatih, Pembinapengelola, kepala sekolah, dan pihak lain 177 Profil Bappeda 2015 yang terkait dengan pembinaan Kelas Khusus Olahraga KKO tingkat SMP dan SMA di Kabupaten Sleman. Observasi dilakukan untuk mengamati dan memastikan tentang data yang terkait dengan: a kualifikasi atau tingkat restasi altit, b alat dan fasilitas olahraga, c alat pendidikan dan proses pelaksanaan pembelajaran formal, d implementasi metode pelatihan dan e evaluasi dan penanganan atlit yang bermasalah. Dari hasil kajian ini dapat disimpulkan bahwa melalui survey angket, observasi di KKO dan Focus Group Discussion FGD ditemukan permasalahan yang terkait dengan: 1 sarana dan prasarana, sumber daya manusia, organisasi dan pengelolaan, sumberdana dan pembiayaan; 2 sistem rekrutmen pelatih harus diperbaiki, pelatih harus memiliki standar kopetensi minimal untuk cabang olaraga yang ditangani; 3 perlu adanya struktur organisasi pengelola KKO pada masing-masing sekolah penyelenggara dan perlu adanya sinergitas kinerja antara pengelola KKO dengan guru dalam proses pembelajaran; 4 melakukan kerjasama dengan Kemendikbud, Kemenpora, Dinas Pendidikan Pemuda dan Olaraga, KONI, masyarakat dan sponsor guna meningkatkan sistem pembinaan KKO baik tingkat SMP maupun SMA di Kabupaten Sleman; 5 pemilihan cabang olaraga harus disesuaikan dengan kondisi sekolah penyelenggara KKO dan diusahakan agara masing-masing sekolah memiliki cabang utama yang berbeda; 6 kesejahteraan altet, pelatih dan pengelola KKO perlu ditingkatkan; 7 untuk peningkatan kualitas pelatih maka perlu diadakan diklat, workshop, seminar dan lain-lain agar lebih meningkatkan kopetensi pelatih. Rekomendasi yang diberikan antara lain : 1 Dinas Pendidikan pemuda dan olahraga agar menyusun rencana aksi daerah kelas khusus olahraga SMPdan SMA agar terkelola dengan lebih baik, terencana, dan terukur baik kinerjanya maupun sasarannya; 2 Perlu adanya regulasi yang dapat dijadikan dasar hukum bagi sekolah yang menyelenggarakan KKO, dengan harapan jika dipayungi dengan regulasi maka dalam hal pendanaan akan lebih diperhatikan; 3 Perlu adanya kerjasama dengan instansi terkait termasuk lembaga swasta yang dituangan dalam bentuk MoU. Hal ini perlu dilakukan agar siswa yang mengikuti program KKO dapat mengembangkan bakatnya dibidang olahraga prestasi melalui proses pembelajaran yang terjamin untuk masa depannya baik dalam bentuk akademik maupun prestasi olahraganya. 178 Profil Bappeda 2015

7. Penyusunan Masterplan Pendidikan Menengah Kabupaten Sleman

Tahun 2016 – 2020 Tujuan dari penyusunan Masterplan Pendidikan Menengah di Kabupaten Sleman Tahun 2016 – 2020 adalah : 1 menyusun rencana induk pendidikan menengah tahun 2016-2020 meliputi: kebijakan dan program-orogram yang relevan dengan delapan Standar Nasional Pendidikan SNP yaitu: standar isi, kompetensi lulusan, pendidik dan kependidikan, sarana prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan penilaian pendidikan.proses; 2 melakukan identifikasi kondisi dan permasalahan pendidikan di Kabupaten Sleman dalam perspektif 8 standar berkaitan dengan fasilitas pendidikan maupun sistem pendidikan di Kabupaten Sleman; 3 menganalisis kondisi dan permasalahan di Kabupaten Sleman serta menentukan solusi untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi; 4 membuat proyeksi dan prediksi kondisi pendidikan sebagai acuan dalam pelaksanaan sistem pendidikan di Kabupaten Sleman; 5 menyusun rekomendasi implementasi program pendidikan dalam bentuk rencana jangka pendek dan jangka menengah di Kabupaten Sleman Tahun 2016 – 2020. Dalam penyusunan Masterplan ini menggunakan metodologi : studi dokumentasi, wawancara dan Focus Group Discussion FGD. Studi dokumentasi mencakup sekolah, murid, rombongan belajar, guru, tenaga kependidikan, sarana prasarana, proses belajar mengajar dan lain-lain. Wawancara dilakukan untuk mengungkap pemahaman dari stakeholder pendidikan menengah tentang kebutuhan, penyelenggaraan, tantangan dan harapan terkait dengan perencanaan, dan pengembangan pendidikan menengah. Focus Group Discussion FGD merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menginventarisasi masalah, tantangan, dan harapan dari stakeholder terkait dengan perencanaan, penyelenggaraan, dan pengembangan pendidikan di kabupaten sleman. Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa : 1 masih terdapat tenaga pendidik dan kependidikan yang belum memenuhi kualifikasi S1 atau DIV ; 2 masih terdapat tenaga pendidik yang mengajar tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan dengan tugas pokoknya; 3 untuk kebutuhan sarana prasarana masih perlu ditingkatkan, masih ada beberapa sekolah yang tidak mempunyai aula ruang untuk pertemuan, tidak memiliki lapangan olahraga, dan lahan untuk parkir, usia bangunan ada yang sudah lebih dari 30 tahun; 4 manajemen kelembagaan pendidikan menjadi hal yang sangat penting untuk ditingkatkan dalam mendukung 179 Profil Bappeda 2015 jalannya proses belajar mengajar, termasuk di dalamnya manajemen kelembagaan yang berkaitan dengan kurikulum, proses belajar mengajar, kompetensi lulusan, pengelolaan, pembiayaan dan penilaian.

8. Kajian Penyusunan Rencana Strategi Pengembangan Kecamatan

Sebagai Pusat Kebudayaan Kabupaten Sleman Tahun 2011 Tujuan yang ingin dicapai dalam penyusunan kajian ini adalah sebagai berikut: 1 teridentifikasinya kekuatan seni budaya dan tradisi di Kabupaten Sleman yang hingga kini masih hidup dan memiliki peluang untuk dikembangkan; 2 tergalinya potensi seni budaya dan tradisi Kabupaten Sleman yang dimungkinkan dapat digunakan sebagai pertahanan masyarakat dalam memasuki percaturan global; dan 3 tersusunnya perencanaan grand concept dalam rangka membangun dan atau mengembangkan ketahanan budaya masyarakat. Metode yang digunakan dalam kajian ini adalah lebih bersifat survey etnografi untuk mengetahui dan mendiskripsikan seni tradisi dan budaya masyarakat Kabupaten Sleman. Sudut pandang pemilik budaya lebih dikedepankan, tanpa campur tangan pengkaji. Para narasumber diberi kemerdekaan dalam menuturkan keyakinan dan pandangan dunianya terkait dengan beragam budaya yang ada di sekitar mereka. Karenanya, aktivitas kajian ini menekankan pemahaman masyarakat melalui observasi langsung terhadap kegiatan seni budaya dan tradisi dalam kopnteks keseharian. Di samping itu wawancara mendalam dengan para narasumber terseleksi juga dilakukan. Penentuan sampel menggunakan seleksi komprehensif berbasis kecamatan dan desa sebagai unitnya. Pengumpulan data dengan survey, observasi, wawancara dan dokumentasi. Dalam penelitian ini analisi data menggunakan tahapan yaitu: reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Dari hasil kajian ini maka dapat disimpulkan bahwa : 1 Eksistensi seni budaya dan tradisi selalu berada dalam jaringan strategis, baik dalam relasi dan interaksinya dengan seni lain maupun dalam relasi dan interaksinya dengan fenomena budaya yang lebih luas. Karenanya kekhasan eksisitensi tersebut harus dijaga keberlangsungannya; 2 Upaya pengembangan seni budaya dan tradisi selalu merupakan kesatuan yang padu antara gagasan dan wujud nyata, yang secara metodelogis bertolak pada prinsip aksi dan refleksi. Untuk itu cara dan bentuk upaya pengembangan hendaknya dilakukan secara strategis, tersistem, 180 Profil Bappeda 2015 berkesinambungan dan melembaga; 3 Untuk saat ini dan mendatang terdapat sejumlah perspektif dan konteks penting yang perlu diperhitungkan; a. Menguatnya ideologi multikulturalisme sebagai akibat globalisasi, yang member peluang menuculnya rezim global berikut dampaknya dalam hamper semua aspek kehidupan; b. Pentingnya wacana kemandirian dalam berbagai aspek ditengah kehidupan budaya yang berkembang dimasyarakat; 4 Pentingnya pengembangan untuk melaksanakan dan menghasilkan aktifitas dan produk seni budaya dan tradisi yang berkualitas, kompetitif, dan selalu diupayakan menuju bobot yang diakui dalam berbagai tingkatan. Rekomendasi yang diberikan antara lain : 1 Pelestarian dan pengembangan seni budaya dan tradisi yang dilakukan hendaknya bersifat antisipatif agar situasi kini dan nanti juga terjembatani; 2 Pemberdayaan komunitas seni tradisi dan budaya merupakan hal mendesak untuk dilaksanakan dalam sejumlah cara; 3 Pentingnya identifikasi perancangan dan pengembangan prioritas dan program-program seni budaya dan tradisi yang menjadi unggulan; 4 Perlunya pendampingan pada kelompok-kelompok pelaku seni budaya dan tradisi oleh pihak pemerintah agar keberlangsungan seni budaya dan tradisi tetap berlangsung; 5 Melanjutkan program-program yang selama ini telah dilaksanakan secara lebih intensif dengan peningkatan sarana dan prasarana sebagai media pengembangan dan pelestarian seni budaya dan tradisi seperti : Penyediaan gamelan disetiap kecamatan, Pengembangan rumah seni budaya dan sebagainya; 6 Perlu dibuatkan dokumen yang berisi tentang rambu-rambu dan aturan untuk kegiatan seni budaya dan tradisi diwilayah kabupaten sleman sebagai payung hukumnya.

B. Subbidang Kesehatan dan Sosial

1. Rencana Kerja Penanggulangan Kemiskinan Tahun 2015

Tujuan : a Menggali informasi mendalam mengenai kerangka berpikir masing-masing kegiatan penanggulangan kemiskinan b Membangun pemahaman bersama mengenai sasaran dan metode pelaksanaan kegiatan penanggulangan kemiskinan agar lebih efektif efisien 181 Profil Bappeda 2015 c Mendorong perintisan, pelaksanaan, dan penguatan koordinasi serta kerjasama antar berbagai kegiatan untuk meningkatkan hasil-hasil penanggulangan kemiskinan d Mendorong keberlanjutan dan kesinambungan semua kegiatan penanggulangan kemiskinan e Mendorong terwujudnya penanganan daerah atau warga miskin secara terpadu, terfokus, dan berkelanjutan Rekomendasi : a Kegiatan PNPM Perdesaan khususnya dalam simpan pinjam untuk kelompok perempuan SPP yang didalamnya terdapat kelompok usaha produktif, perlu berkolaborasi dengan dinas Perindagkop dalam pelatihan manajemen, pengemasan, dan pemasaran. Kegiatan lain seperti penyelenggaraan posyandu dan paud juga perlu lebih mempererat kolaborasinya dengan dinasinstansi terkait. b Pelaksanaan kegiatan pendampingan wanita rawan sosial ekonomi WRSE disarankan untuk berkolaborasi dengan dinas lain seperti BKBPMPP untuk program pemberdayaan perempuan, program desa prima, P2WKSS, serta dalam sinkronisasi data calon penerima manfaat dan dengan Perindagkop untuk pelatihan administrasi, pengemasan, dan pemasaran c Dalam kegiatan fasilitasi PKH, disarankan agar dilakukan koordinasi secara rutin antara pendamping PKH pada satu pihak, dengan pengelola PNPM Perkotaan dan PNPM Perdesaan pada pihak lain. Hal itu penting karena mereka melakukan kegiatan di wilayah yang sama dengan penerima manfaat yang juga sama. d Pelaksanaan kegiatan distribusi beras untuk warga miskin raskin disarankan untuk berkoordinasi dengan TPK Padukuhan maupun PNPM Perkotaan dan PNPM Perdesaan. Saat ini memang sudah ada kerjasama dengan TPK desa, namun masih sebatas untuk pelaksanaan musyawarah desa musdes dalam rangka penggantian nama penerima manfaat. e Pelaksanaan kegiatan “Bimbingan sosial dan bantuan keluarga miskin non potensial kesrakat dan lanjut usia rentan sosial ekonomi” perlu memperhatikan : 182 Profil Bappeda 2015 1 Penentuan penerima manfaat agar mempertimbangkan aspek-aspek keadilan, transparansi, dan akuntabilitas 2 Data penerima manfaatnya perlu dicocokkan dengan data dalam SIM Kemiskinan Kabupaten Sleman 3 Obyektifitas dan transparansi, yaitu perlu dipastikan bahwa semua orang yang memenuhi kriteria akan menjadi penerima manfaat 4 Keberlanjutan kegiatan, yaitu mereka yang telah menerima manfaat akan terus dipantau perkembangannya 5 Kriteria “kesrakat” perlu dielaborasi untuk nantinya dimasukkan dalam profil keluarga miskin 6 Perlu dipersiapkan model pendampingan dan pertanggung- jawabannya f Kegiatan pembinaan usaha ekonomi pekerja ter-PHK merupakan program khas yang hanya dimiliki oleh pemerintah kabupaten Sleman. Dalam kerangka penanggulangan kemiskinan kegiatan tersebut termasuk dalam kategori penanganan warga rentan miskin. Untuk penyempurnaan diperlukan pendampingan bagi penerima manfaat dalam pengembangan usahanya. g Kegiatan pemberian tambahan makanan dan vitamin diselenggarakan oleh DInas Kesehatan memang ditujukan kepada seluruh warga, tanpa memandang status kemiskinannya. Sekalipun demikian, dalam laporan disarankan dilakukan pemilahan tentang penerima manfaatnya, yaitu antara warga miskin dan warga non miskin. Tujuannya untuk memastikan bahwa warga miskin benar-benar telah terlayani. h Kegiatan penyediaan beasiswa transisi diselenggarakan oleh bagian Kesra, Setda yang selama ini didanai dengan APBD Propinsi disarankan untuk direplikasi. Aturannya sama persis tetapi penerima manfaatnya diperbanyak. Dengan demikian terdapat dua pos yang harus dikeluarkan dari APBD Kabupaten Sleman, yaitu untuk dana pendampingan dan untuk dana replikasi. i Pelaksanaan program pengembangan perumahan bantuan pembangunan jamban sangat perlu dikoordinasikan dengan bidang kesejahteraan keluarga pada BKBPMPP, pelaku PNPM Perkotaan, dan pelaku PNPM Perdesaan 183 Profil Bappeda 2015 j Tantangan yang harus diwaspadai dalam kegiatan bedah rumah adalah kemungkinan kesulitan mendapat sokongan material dari lingkugnan setempat jika misalnya mayoritas warga di lingkungan tersebut merupkan warga miskin. Rekomentasi untuk pelaksanaan tahun-tahun selanjutnya a Data dan pendataan 1 Sesuai harapan semua pelaku penanggulangan kemiskinan di lapangan TKSK, pendamping PKH, kader KB, TPK disarankan agar segera dilakukan penyatuan pendataan, baik mengenai indikator, pelaku pendataan, pelaku dan metode pengolahan, maupun pelaporan dan pemanfaatannya. Pertimbangan praktisnya adalah guna meningkatkan efektivitas dan efisiensi kegiatan. Sedang pertimbangan yang lebih utama adalah agar masyarakat tidak bingung atau menjadi apatis akibat seringnya menjadi obyek pendataan dan akibat tidak adanya kepastian tentang data kemiskinan. untuk itu diperlukan penelusuran data guna mengetahui apakah semua nama peneima Jamkesmas telah masuk dalam SIM Kemiskinan. Jika misalnya nama-nama penerima Jamkesmas tidak termasuk dalam SIM Kemiskinan maka perlu diselidiki kemungkinan terjadinya ketidaktepatan sasaran. 2 Untuk mengurangi ketidaktepatan sasaran program diperlukan keterlibatan warga khususnya perempuan dalam kegiatan-kegiatan pemberdayaan untuk melihat besar kecilnya over lapping keanggotaan. Hal ini penting untuk lebih menjamin ketepatan penerima manfaat serta pemerataan diantara sesama warga miskin dan adanya basis data bersama tentang penerima manfaat dari berbagai sumber pinjaman modal P2WKSS, UPPKS, desa prima, SPP, WRSE, dsb sehingga perempuan tidak justr umenjadi ‘korban’. 3 Perlu diupayakan cara untuk menghilangkan atau sekurang- kurangnya mengurangi kesan yang melekat di benak masyarakat bahwa’pendataan keluarga miskin selalu berkaitan dengan pemberian bantuan’. Salah satu caranya adalah dengan membuat TPK pedukuhan benar-benar berfungsi dengan baik sedemikian rupa 184 Profil Bappeda 2015 sehingga bisa mengadopsi cara kerja kader KB, yaitu melakukan pemutakhiran data warga miskin tanpa diketahui oleh warga miskin itu sendiri. Cara ini memang mengandung dua resiko, yaitu : a masalah legalitas yang berupa pengesahan dari perangkat setempat, dan bpemutakhiran dilakukan tidak dengan bertemu langsung dengan warga sehingga subyektifitas pendata bisa masuk. Sekalipun demikian, hal itu bisa diatasi dengan cara: a sungguh-sungguh bukan sekedar seremonial atau sekedar performa melakukan penguatan kapasitas TPK padukuhan agar mendapat kepercayaan, dan b membangun dan mengoptimalkan pelaksanaan sistem rujukan terpadu SRT sehingga kecurigaan atau protes warga bisa setiap saat ditangani. 4 Terkait dengan upaya memperbaharui data secara terus-menerus, sangat perlu untuk secepatnya membangun sistem rujukan terpadu SRT sebagai media pengaduan bagi masyarakat miskin di tingkat desa, kecamatan dan kabupaten. Pengelolaan Pengaduan Masyarakat a. Untuk menuju pelayanan dan penanganan pengaduan yang baik, perlu disusun mekanisme baku pengelolaan aduan yang berlaku utuk semua SKPD dan lembagainstansi di lingkungan pemerintah kabupaten Sleman. Di dalamnya tercakup aturan tentang bagaimana langkah yang harus ditempuh jika aduan masuk pada level terbawah misalnya desa, bagaimana jika aduan masuk pada level menengah kecamatan dan SKPD, dan bagimana jika aduan masuk pada level paling atas langsung ke bupati atau wakil bupati. Satuan kerja yang paling relevan untuk merumuskan atau mengkoordinir perumusan mekanisme baku pengelolaan pengaduan adalah bagian humas. b. Mekanisme baku pengelolaan aduan sebagaimana dimaksud diatas perlu dilengkapi panduan tentang : 1 Tata cara menerima dan menanggapi aduan, termasuk di dalamnya menghadapi warga yang emosi atau terus menerus tidak bisa menerima penjelasan. 185 Profil Bappeda 2015 2 Kewajiban melakukan pencatatan aduan secara cermat dan rapi. Dalam hal ini sebaiknya dibuatkan format yang sama untuk semua SKPD. Penyelenggaraan Pelatihan a. Semua penyelenggaraan pelatihan disarankan untuk dipersiapkan dengan perencanaan yang menyeluruh, mulai dari identifikasi kebutuhan masyarakat dan kebutuhan pasar, materi pelatihan, target peserta, metode pelatihan, termasuk penjenanganpenentuan level, instruktur, sarana dan prasarana, dan durasi pelatihan, pemberian akses ke permodalan, penyediaan jejaring pemasaran, hingga komitmen dan dukungan riil pihak- pihak terkait. b. Diperlukan pembakuan, atau sekurang-kurangnya kejelasan tentang jenis- jenis pelatihan yang diselenggarakan oleh setiap SKPD. Pembakuan tersebut sekurang-kurangnya meliputi materi pelatihan, level pelatihan apakah dasar, lanjutan, atau pengembangan, spesifikasi keterampilan yang akan didapat peserta, metode pelatihan, target peserat, durasi pelatihan, dan tindak lanjut setelah pelatihan. Dengan pembakuan tersebut maka dapat dibangun sinergi antar SKPD dalam penyelenggaraan pelatihan sehingga program dan kegiatan menjadi lebih efektif dan efisien. Tanpa kejelasan atau pembakuan tidak mungkin dibangun sinergi. c. Diperlukan koordinasi untuk menentukan penjenjangan pelatihan bidang kewirausahaan antara bidang tenaga kerja dinas nakersos dan bidang pemberdayaan masyarakat BKBPMPP pada satu pihak, dengan Dinas Perindagkop dan BLK pada pihak lain. Perjenjangan tersebut sangat penting karena a pelatihan pada SKPD-SKPD tersebut berdurasi pendek 3-5 hari sehingga belum ckup untuk bekal peserta, sedang pada BLK pelatihannya bisa sampai 1,5 bulan atau lebih sehingga materinya benar- benar lengkap. b Perindagkop merupakan SKPD yang paling kompeten dalam hal kewirausahaan. d. SKPD penyelenggara pelatihan teknologi tepat guna TTG disarankan membuat kejelasan fokus apakah pelatihan tersebut tentang pembuatan teknologinya atau pemanfaatannya. Lebih dari itu, diperlukan kejelasan apakah SKPD tersebut bertugas mengoptimalkan pemanfaatan TTG oleh 186 Profil Bappeda 2015 masyarakat atau membina masyarakat yang hendak mengembangkan TTG atau sekedar menghimpun informasi tentang jenis-jenis TTG, dan apakah SKPD tersebut sekedar menjadi penghubung broker antara masyarakat pengguna dengan produsen TTG, atau melayani pengadaan TTG semacam supplier atau menjadi Pembina dan kreator dalam pengembangan TTG. Kelembagaan a. Pelibatan Bidang Pariwisata Dinas Kebudayaan dan Pariwisata dalam upaya penanggulangan kemiskinan perlu dikaji secara lebih mendalam agar benar-bnar dapat dilaksanakan dengan baik. Bidang Kebudayaan perlu diberi peran lebih nyata, yaitu dalam rangka mengatasi mentalitas miskin. b. Dalam pembentukan TPK Kecamatan pada periode mendatang sangat diperlukan aturan yang mewajibkan memasukkan TKSK dalam keanggotaan.

2. Kajian

Dana Bergulir Sebagai Bagian Upaya Penanggulangan Kemiskinan Tahun 2012 Tujuan : a Untuk mendapatkan gambaran tentang kegiatan pemberdayaan masyarakat yang didalamnya terdapat perguliran dana, dimana perguliran dana tersebut tidak sepenuhnya ada dalam kontrol pemerintah kabupaten sleman b Untuk mengetahui perkembangan perguliran dana pada masing-masing kegiatan c Untuk mendapatkan rumusan kebijakan mengenai tata cara alih kelola kegiatan tersebut kepada masyarakat danatau Pemerintah Kabupaten Sleman setelah berakhirnya program atau kegiatan di suatu lokasi. Kesimpulan : a Kata kunci untuk tetap lestari dan berkembangnya dana bergulir sebagai salah satu upaya penanggulangan kemiskinan adalah perhatian dan pembinaan dari dinas yang menyelenggarakan program atau kegiatan tersebut. Semakin besar perhatian dan pembinaan yang diberikan, semakin 187 Profil Bappeda 2015 besar peluang keberhasilan program atau kegiatan tersebut. Dengan adanya perhatian dan pembinaan maka kemungkinan terjadinya salah paham atau penyelewengan dapat dicegah sejak awal. 1 Tahapan paling krusial dalam penyelenggaraan dana bergulir adalah pada sosialisasi. Dalam sosialsiasi harus dikemukakan sejalas mungkin tentang maksud dan tujuan programkegiatan, Kriteria calon penerima manfaat, hak dan kewajiban penerima manfaat, serta SOP yang harus dipatuhi oleh semua pihak terkait. Tanpa kejelasan semacam itu maka besar sekali peluang programkegiatan untuk menemui kegagalan. 2 Masalah pemberian honorimbalan kepada para pengelola dana bergulir ternyata menimbulkan dilema tersendiri. Pada satu sisi pemberian honor itu dapat menjadi pendorong semangat para pengelola, tetapi pada sisi lain hal itu terbukti menjebak oknum- oknum tertentu untuk lebih mengedepankan perolehan honor ketimbang memperjuangkan nilai-nilai kerelawanan dan idealisme memberdayakan masyarakat. Selain itu, pemberian honor kepada pengelola kegiatan tertentu, terbtukti menimbulkan kecemburuan hingga sedikit menurunkan semangat pengelola kegiatan lain yang tidak memperoleh honor. 3 Dari 10 penyelenggaraan dana bergulir yang dikaji saat ini, ternyata kegiatan yang penyalran dananya per kelompok lebih potensial mengalami kemacetan. Hal itu tidak terlepas dari kenyataan bahwa perguliran dana per kelompok umumnya melibatkan jumlah penerima manfaat yang sangat banyak, jumlah dana yang besar, serta corak hubungan yang cenderung formal impersonal. Sebaliknya pada kegiatan yang penyalurannya per individu umumnya jumlah penerima manfaatnya tidak terlalu banyak, jumlah dananya juga tidak besar, serta corak hubungannya lebih bersifat personal melibatkan perasaanemosi dan nilai-nilai kearifan lokal. 4 Hampir semua pengelola dana bergulir lebih sibuk pada hal-hal teknis pengelolaan keuangan dan cenderung mengabaikan tujuan utama kegiatan tersebut, yakni memberdayakan masyarakat dalam rangka menanggulangi kemiskinan. Mayoritas pengurus dana 188 Profil Bappeda 2015 perguliran sibuk pada masalah peningkatan pemanfaatan dana oleh anggota, kelancaran pengembalian pinjaman, peningkatan pendapatan bunga, dan pembuatan laporan administratif sebagai bentuk pertanggungjawaban. Karena sibuk mengurus masalah tersebut maka mereka ‘tidak sempat’ melakukan fungsi sebagai pendamping yang memberdayakan masyarakat. Contoh paling nyata mengenai hal ini adalah ukuran pencapaian yang lebih didasarkan pada besarnya dana yang terserap, minimnya kemacetan, dan tingginya pendapatan bunga. Sementara masalah dampak dari pemanfaatan dana tersebut holeh masyarakat hampir tidak pernah dikaji, misal berapa warga yang omset penjualannya naik, berapa warga yang tingkat ekonominya mengalami kenaikan, dan berapa warga yang telah terbebas dari kemiskinan berkat bantuan dana itu. Saran-saran : a Untuk menjaga keberlanjutan kesepuluh programkegiatan yang telah berjalan selama ini, masing-masing programkegiatan perlu diarahkan menuju salah satu bentuk kelembagaan yang bersifat permanen. Dalam hal ini terdapat tiga alternatif bentuk kelembagaan, yaitu Badan Usaha Milik Desa BUMDes, koperasi, dan Badan Usaha Milik Desa BUMD. Di luar ketiga alternatif itu terdapat kemungkinan untuk tetap menggunakan bentuk kelembagaan seperti yang sekarang dijalani. Kemungkinan ini dibuka untuk kegiatan dana bergulir yang secara teknis tidak memungkinkan untuk diubah ke bentuk yang lebih permanen, atau karena kegiatan itu bercorak kegiatan perintisan sehingga belum bisa menggunakan bentuk kelembagaan yang mapan. b Di antara sepuluh programkegiatan yang dikaji, terdapat tiga programkegiatan yang tepat diarahkan untuk menjadi BUMDes, yaitu PNPM Perkotaan, Program Aksi Desa Mandiri Pangan, dan DESA PRIMA. PNPM Perkotaan selama ini menjalankan kegiatan melalui Badan Keswadayaan Masyarkat BKM yang berbasis di desa, sehingga kekayaan organisasinya merupakan kekayaan warga desa setempat. Oleh karena itu selayaknya diarahkan untuk menjadi BUMDes. Sementara itu, program Aksi Desa Mandiri PAngan telah menyertakan pembentukan Lembaga Keuangan Desa LKD dalam paket programnya. oleh karena itu tinggal 189 Profil Bappeda 2015 dilakukan penyesuaian agar selaras dengan ketentuan yang berlaku. Sedang DESA PRIMA, mengingat lingkup kegiatannya pada level desa dan hanya terdapat 10 desa di seluruh kabupaten Sleman, serta jumlah dana masing-masig tidak besar, maka tepat diarahkan untuk menjadi bagian dari BUMDes. c Terdapat lima programkegiatan yang dapat diarahkan untuk menjadi koperasi, yaitu : PNPM Perdesaan, PNPM Perikanan, PNPM PUAP, LKM KUBE, dan program pemulihan pasar tradisional. 1 PNPM Perdesaan memiliki basis kegiatan pada tingkat kecamatan yang dengan demikian kekayaan organisasinya menjadi hak warga di kecamatan yang bersangkutan. Oleh karena itu tepat diarahkan untuk menjadi koperasi. 2 Hal yang sama berlaku untuk PNPM Perikanan karena di dalam paket programnya telah menyertakan pembentukan Koperasi Pembudidaya Ikan KPI yang berkedudukan di kecamatan. 3 Demikian pula PNPM PUAP yang dikelola oleh Gapoktan, dimana setiap Gapoktan memiliki unit pengelola keuangan. Bentuk kelembagaan yang tepat untuk PNPM PUAP adalah koperasi, yang dalam hal ini beroperasi pada level desa. 4 Untuk LKM KUBE juga tepat diarahkan ke lembaga koperasi. Hal itu karena kenyataannya memang telah terdapat beberapa LKM yang memiliki badan hukum koperasi. Selain itu, koperasi merupakan organisasi bisnis yang berwatak sosial sehingga selaras dengan semangat sosial dan kesetiakawanan yang dikembangkan oleh Kementerian Sosial selaku pemrakarsa program. 5 Program Pemulihan Pasar Tradisional Pasca Erupsi Merapi juga tepat diarahkan ke lembaga koperasi. Hal ini didasari pertimbangan bahwa para penerima manfaatnya adalah pedagang,yang keberadaannya disatukan oleh kesamaan lokasi usaha, bukan kesamaan alamat domisili. Karena dasarnya bukan kesamaan alamat domisili maka kurang tepat jika diarahkan menjadi BUMDes. Sementara itu untuk diarahkan menjadi BUMD juga kurang tepat karena jumlah dananya tidak terlalu besar. 190 Profil Bappeda 2015 d Dua programkegiatan yang tersisa, yaitu Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat LDPM dan Dana Pemberdayaan Masyarakat DPM, dapat tetap menggunakan kelembagaan yang sekarang. LDPM pada intinya adalah memberi pinjaman dana kepada Gapoktan untuk masa satu tahun dengan misi untuk menyangga harga gabah. Oleh karena itu tidak memungkinkan untuk diubah menjadi lembaga yang bersifat permanen. Apalagi sumber dananya langsung dikelola oleh Pemerintah Provinsi DIY, yaitu mereka yang menyalurkan dan mereka pula yang menerima pengembalian. Sementara itu, kegiatan Dana Pemberdayaan Masyarakat DPM merupakan program perintisan usaha ekonomi produktif. Oleh karena itu juga tidak memungkinkan untuk diubah menjadi lembaga yang permanen. e Alternatif BUMD tidak terisi terutama karena “kepemilikan” dana umumnya ada pada tingkat desa atau kecamatan sehingga sulit untuk ditarik ke tingkat kabupaten. Selain itu, beberapa kegiatan dana bergulir ternyata jumlah dananya tidak terlalu besar sehingga tidak tepat untuk diubah menjadi BUMD. Sekalipun demikian, jika memang dikehendaki untuk mengisi alternatif BUMD, maka yang memungkinkan untuk itu adalah PNPM Mandiri Perdesaan dan PNPM Mandiri Perkotaan. Pertimbangannya ialah karena dana kelolaan kedua program itu tersebar merata di semua kecamatan. Selain itu, pada kedua program itu Pemerintah Kabupaten Sleman telah mendukung dana penyertaan sejak awal dilaksanakannya program. Dengan demikian terdapat argumen yang kuat seandainya dikehendaki untuk ditarik pada tingkat kabupaten. f Ringkasan paparan nomor 1-5 terlihat pada matriks berikut : No Nama programkegiatan SKPD Alternatif bentuk kelembagaan Tetap BUMDes Koperasi BUMD 1 PNPM Perdesaan BKBPMPP V 2 PNPM Perkotaan Dinas PUP V 3 PNPM Perikanan Din Pertanian V 4 PNPM PUAP Din Pertanian V 5 LDPM Din Pertanian V 191 Profil Bappeda 2015 No Nama programkegiatan SKPD Alternatif bentuk kelembagaan 6 Desa Mandiri Pangan Din Pertanian V 7 LKM KUBE Din Nakersos V 8 Desa Prima BKBPMPP V 9 Pemulihan pasar Dinas Pasar V 10 DPM Perekonomian V g Mengenai masalah legalitas dalam upaya pembentukan lembaga permanen seperti dikemukakan diatas, perlu ditegaskan bahwa hal ini tidak sama dengan proses alih kelola kekayaan negara seperti misalnya berupa tanah atau bangunan. Di sini yang dilakukan adalah membuat langkah-langkah pengamanan agar sepuluh kegiatan beserta sejumlah dana yang ada di masyarakat dapat terus lestari dan berkembang. Hal itu didasari kenyataan bahwa penerima manfaat programkegiatan tersebut adalah warga Kebupaten Sleman, sehingga menjadi kewajiban Pemerintah Kabupaten Sleman untuk mengawal – melestarikan – dan mengembangkan. h Gambaran kondisi programkegiatan dan dana-dana di masyarakat tersebut adalah sebagai berikut : 1 Secara resmi sebagian besar kegiatan tersebut telah dinyatakan berakhir, baik pada wilayah tertentu maupun pada seluruh wilayah sasaran. Oleh karena itu diperlukan langkah-langkah antisipatif untuk pelestarian dan pengembangannya. Hal itu didasari pertimbangan bahwa kenyataannya lembaga pemrakarsa tidak lagi melakukan pembinaan atau pendampingan. 2 Upaya membuat lembaga yang permanen ini dilakukan sejalan dengan arah kebijakan dan tujuan masing-masing kegiatan itu sendiri. Dengan kata lain, langkah yang dilakukan adalah mendorong optimalisasi pelaksanaan programkegiatan hingga mencapai wujud kelembagaan yang dikehendaki dalam panduan pelaksanaan kegiatan. Jadi, dalam hal ini Pemerintah Kabupaten Sleman bukan membuat aturan baru melainkan melanjutkan aturan yang telah ada dalam masing-masing programkegiatan. 3 Upaya membuat lembaga permanen ini tidak dalam pengertian bahwa Pemerintah Kabupaten Sleman akan mengambil alih 192 Profil Bappeda 2015 pengelolaan. Yang dilakukan adalah mendorong masyarakat selaku penerima manfat dan kini menjadi pemilik dana-dana tersebut untuk mengusahakan agar dana dan kegiatan tersebut tetap terpelihara dengan baik. Karena yang membuat lembaga permanen adalah masyarakat penerima manfaat itu sendiri maka Pemerintah Kabupaten Sleman tidak perlu meminta ijin dari lembaga pemrakarsa kegiatan. i Setelah ditetapkan alternatif kelembagaan yang hendak dituju oleh tiap programkegiatan,maka menjadi tugas dinasbadan pelaksana program kegiatan tersebut untuk membimbing dan memastikan bahwa program kegiatan itu menuju bentuk lembaga yang telah ditetapkan. Artinya, pendampingan dan pembinaannya bukan hanya seperti yang selama ini dilakukan, melainkan ditambah misi untuk melakukan pengubahan bentuk kelembagaan sehingga menjadi lebih mapan. j Setelah berhasil membangun bentuk kelembagaan baru, dinasbadan yang menyelenggarakan programkegiatan dana bergulir diminta mengalih kelolakan kepada dinas teknis untuk urusan pembinaan lebih lanjut, dan menghubungkan dengan KP3M untuk akses permodalan selanjutnya. Setelah dua tugas itu dilaksanakan maka dapat dikatakan bahwa dinasbadan penyelenggara programkegiatan dana bergulir telah menyelesaikan tugasnya sampai tuntas. k Selain masalah pengalihan dan pemantapan bentuk kelembagaan, selama berlangsungnya program dana bergulir tersebut perlu ditetapkan aturan agar tidak terjadi persaingan yang tidak sehat di antara programkegiatan dana bergulir satu dengan lainnya. Tentu aturan tersebut harus memperhatikan keunikan dan kekhususan teknis dari masing-masing programkegiatan. Intinya, harus dicegah terjadinya persaingan yang saling mematikan usaha atau yang akhirnya merugikan masyarakat. l Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan TKPK Kabupaten Sleman perlu memfasilitasi sekaligus bertindak sebagai moderator pertemuan antara Tim Penanggulangan Kemiskinan TPK Desa dengan para pengelola bermacam-macam dana bergulir yang ada di desa tersebut. Pertemuan yang dikemas dalam format focuss group discussion FGD itu berisi paparan masing-masing pengelola dana bergulir mengenai tujuan 193 Profil Bappeda 2015 programkegiatan, SOP, sasaran penerima manfaat, jumlah dana, dan lain- lain. Tujuannya adalah agar terdapat saling pengertian antar pengelola dana bergulir dan antara pada pengelola dengan TPK. Setelah terjadi saling pengertian, selanjutnya mereka diminta berunding untuk menentukan SOP baru agar seluruh dana bergulir yang ada di desa tersebut menjadi lebih tepat sasaran serta lebih efektif dan efisien dalam menanggulangi kemiskinan. Langkah tersebut perlu dilakukan oleh TKPK Kabupaten Sleman di semua desa yang berjumlah 86. m Dari sisi penduduk sebagai penerima manfaat perlu dilakukan audit per individu warga miskin tentang berapa banyak utang dan berapa kemampuan membayar. Hal ini didasari pertimbangan bahwa karena demikian banyak program dana bergulir, dimungkinkan seorang warga miskin meminjam dana pada lebih dari satu sumber, sementara kemampuannya untuk membayar tidak mencukupi. Tujuan kegiatan ini adalah mencegah agar warga miskin tersebut tidak berpola hidup “gali lubang tutup lubang” melainkan berupaya menggunakan dana pinjaman untuk melakukan usaha ekonomi produktif. n Di luar masalah teknis dana bergulir, perlu dipikirkan kemungkinan untuk memanfaatkan tenaga-tenaga terlatih yang telah lama mengelola berbagai dana perguliran. Tenaga-tenaga yang telah teruji itu sebaiknya dilibatkan dalam berbagai kegiatan pemberdayaan masyarakat. o Program pemulihan pasar tradisional pasca erupsi merapi perlu terus dilanjutkan mesti program tersebut telah dinyatakan selesai karena memang sifatnya ad hoc sebagai bagian dari penanggulangan bencana. Maksud utama dilanjutkannya program ini bukan untuk memberi pinjaman uang, melainkan untuk memberi pendampingan dan pemberdayaan kepada para pedagang pasar. Hal itu penting karena : 1 Dalam rantai ekonomi, posisi pedagang merupakan posisi yang strategis yang dengan demikian harus diberi perhatian khusus. 2 Pedagang merupakan orang-orang yang sudah memiliki ‘modal dasar’ yang sangat penting berupa kemauan berusaha jiwa kewirausahaan, mempunyai pengalaman, memiliki jejaring, dll. Dengan demikian mereka lebih mudah untuk diarahkan atau dikembangkan. 194 Profil Bappeda 2015 3 Jika usaha para pedagang semakin berkembang maka mereka bisa membuka kesempatan kerja, yaitu untuk membantu menjalankan usaha mereka. Melalui jejaring yang dimiliki para pedagang, terbuka peluang untuk dilakukannya kerjasama pemasaran produk kerajinan, makanan olahan, maupun produk pertanian dari warga miskin. Selama ini banyak warga miskin diberi pelatihan produksi dan diberi modal tetapi setelah berhasil membuat produk, mereka kesulitan untuk memasarkannya. Dengan adanya jejaring para pedagang maka kesulitan itu akan dapat diatasi.

3. Masterplan Penanganan Anak Jalanan Kabupaten Sleman

Kabupaten Sleman mempunyai komitmen mewujudkan Kabupaten Layak Anak KLA. Salah satu tantangannya adalah masih adanya anak jalanan di sejumlah titik mangkal sepanjang lintasan jalan raya ringroad, Yogya-Magelang, Yogya-Solo, Yogya- Wates. Untuk mengatasi anak jalanan, diperlukan masterplan penanganan anak jalanan. Bersama instansi terkait, narasumber, Satuan Bakti Pekerja Sosial Sakti Peksos, dan tokoh masyarakat telah disusun masterplan melalui serangkaian Focus Group Decussion FGD serta workshop yang dapat disimpulkan sebagai berikut: a Penanganan anak jalanan mendasarkan pemenuhan hak-hak anak yaitu hak mendapatkan kebebasan dan hak sipil, mendapatkan lingkungan keluarga atau pengasuhan alternatif, mendapatkan kesehatan dan kesejahteraan, mendapatkan hak pendidikan, rekreasi, seni budaya serta mendapatkan hak perlindungan. b Pentingnya pencegahan dan sosialisasi agar masyarakat tidak memberi uang kepada anak jalanan dengan melibatkan berbagai stakeholders. c Dalam penanganan anak jalanan perlu mempertimbangkan dan disesuaikan dengan latar belakang dan kebutuhan anak serta keluarganya. d Penanganan anak jalanan perlu bekerjasama dengan kabupaten luar daerah, mengingat anak jalanan di Sleman kebanyakan dari luar daerah. e Pentingnya pendidikan parenting keluarga dan penciptaan lingkungan keluarga dan masyarakat yang harmonis serta peduli terhadap lingkungannya. 195 Profil Bappeda 2015

B. Rekomendasi

a Dalam pola penanganan ke depan agar Kabupaten Sleman dapat menjadi kawasan yang ramah anak perlu dibentuk 5 lima posko penjangkauan di Demakijo, Monjali, Colombo, Maguwo, dan Prambanan. Kelima posko melaporkan dan berkoordinasi secara integrasif dengan Tim Pelaksana Penanganan Anak Jalanan di Kabupaten Sleman. Penanganan dilakukan secara serempak grengseng, bareng, terpadu, menyeluruh, dan berkesinambungan. b Perlu mendorong partisipasi laporan masyarakat tentang keberadaan anak jalanan, agar Posko tidak perlu siaga 24 jam sehingga ada fungsi pemberdayaan masyarakat. c Perlu dibuat database anak jalanan maupun melihat akar masalah, hubungan profil keluarga, sehingga dalam penanganannya dapat kasus per kasus secara koordinatif dan integratif. d Dalam jangka panjang perlu dirancang tentang pengaturan lalu lintas dibuat searah dan mengurangi lampu merah untuk mencegah tempat mangkal anak jalanan. e Penanganan anak jalanan Kabupaten Sleman dirujuk dan disinergiskan dengan penanganan anak jalanan DIY secara terpadu dan berkelanjutan.

4. Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Sleman Tahun 2013

Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Sleman Tahun 2013 disajikan dengan maksud untuk memberikan gambaran mengenai kesejahteraan masyarakat Kabupaten Sleman dan perubahan social yang terjadi. Tujuan khusus yang ingin dicapai adalah menyajikan indikator kesejahteraan masyarakat yang meliputi bidang kependudukan, kesehatan, pendidikan, ketenagakerjaan, perumahan dan lingkungan hidup serta pengeluaran konsumsi rumah tanggai sebagai tolok ukur keberhasilan pembangunan, dengan hasil sebagai berikut: a Jumlah penduduk Kabupaten Sleman Tahun 2013 sebesar 1.141.733 jiwa, dengan rasio jenis kelamin 101,42 yang berarti penduduk laki-laki lebih banyak dibandingkan penduduk perempuan. 196 Profil Bappeda 2015 b Rata-rata kepadatan penduduk Kabupaten Sleman 1.986 jiwkm2, dengan kepadatan tertinggi di Kecamatan Depok, yaitu 5.260 jiwakm2 dan kepadatan terendah di Kecamatan Cangkingan, yaitu 605 jiwakm2. c Sebanyak 51,65 persen perempuan di Kabupaten Sleman melakukan perkawinan pertamanya pada usia 19 – 24 tahun. d Di bidang kesehatan, lebih dari 99 persen balita lahir dengan bantuan tenag terdidik dan kesadaran akan pentingnya ASI Eksklusif cukup tinggi, yang diperlihatkan dengan cukup tingginya persentase anak yang memperoleh ASI eksklusif 51 persen. e Dalam bidang pendidikan, perbaikan terlihat dari semakin meningkatnya angka melek huruf 95,11 persen, meningkatnya APK dan APM penduduk di semua jenjang pendidikan serta meningkatnya rata-rata lama sekolah menjadi 10,55 tahun. f TPAK mencapai 65,22 persen dengan rincian TPAK laki-laki 73,14 persen dan perempuan 57,38 persen, dengan sector perdagangan dan hotel sebagai sector yang menyerap tenaga kerja terbesar, sekitar 28,65. Sedangkan angka pengangguran terbuka sebesar 3,38 persen. g Dari segi perumahan, sebagian besar rumah di Kabupaten Sleman 71,47 persen memiliki luas kurang dari 100 m2 dengan jenis atap terbanyak adalah genteng dan dinding terluas adalah tembok. h Dari segi lingkungan, sebagian besar rumah tangga di Kabupaten Sleman memanfaatkan sumur terlindung sebagai sumber air minum 62,23 persen dah telah memiliki fasilitas buang air besar sendiri 68,23 persen dengan jarak penampungan tinja 10 meter atau lebih dari sumber air minum 76,80 persen. i Secara umum, proporsi pengeluaran rumah tangga untuk kebutuhan non makanan lebih besar dibandingkan kebutuhan makanan 55,61 persen berbanding 44,39 persen. Hal ini menunjukan bahwa pendapatan rumah tangga relatif lebih banyak. j Angka kemiskinan di Kabupaten Sleman mencapai 9,68 persen dengan garis kemiskinan sebesar Rp 297.170,- per kapita per bulan. 197 Profil Bappeda 2015

5. Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Sleman Tahun 2012

Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Sleman Tahun 2012 disajikan dengan maksud untuk memberikan gambaran mengenai kesejahteraan masyarakat Kabupaten Sleman dan perubahan social yang terjadi. Tujuan khusus yang ingin dicapai adalah menyajikan indikator kesejahteraan masyarakat yang meliputi bidang kependudukan, kesehatan, pendidikan, ketenagakerjaan, perumahan dan lingkungan hidup serta pengeluaran konsumsi rumah tanggai sebagai tolok ukur keberhasilan pembangunan, dengan hasil sebagai berikut: a Jumlah penduduk Kabupaten Sleman Tahun 2012 sebesar 1.141.833 jiwa, dengan rasio jenis kelamin 100,18 yang berarti penduduk laki-laki lebih banyak dibandingkan penduduk perempuan. b Rata-rata kepadatan penduduk Kabupaten Sleman 1.939 jiwkm2, dengan kepadatan tertinggi di Kecamatan Depok, yaitu 5.176 jiwakm2 dan kepadatan terendah di Kecamatan Cangkingan, yaitu 596 jiwakm2. c Sebanyak 54,5 persen perempuan di Kabupaten Sleman melakukan perkawinan pertamanya pada usia 19 – 24 tahun. d Di bidang kesehatan, lebih dari 92 persen balita lahir dengan bantuan tenag terdidik dan kesadaran akan pentingnya ASI Eksklusif cukup tinggi, yang diperlihatkan dengan cukup tingginya persentase anak yang memperoleh ASI eksklusif 49 persen. e Dalam bidang pendidikan, perbaikan terlihat dari semakin meningkatnya angka melek huruf 94,53 persen, meningkatnya APK dan APM penduduk di semua jenjang pendidikan serta meningkatnya rata-rata lama sekolah menjadi 10,51 tahun. f TPAK mencapai 66,34 persen dengan rincian TPAK laki-laki 75,57 persen dan perempuan 57,24 persen, dengan sektor perdagangan dan hotel sebagai sector yang menyerap tenaga kerja terbesar, sekitar 25,32. Sedangkan angka pengangguran terbuka sebesar 5,42 persen. g Dari segi perumahan, sebagian besar rumah di Kabupaten Sleman 72,16 persen memiliki luas kurang dari 100 m2 dengan jenis atap terbanyak adalah genteng dan dinding terluas adalah tembok. h Dari segi lingkungan, sebagian besar rumah tangga di Kabupaten Sleman memanfaatkan sumur terlindung sebagai sumber air minum 60,40 persen dan telah memiliki fasilitas buang air besar sendiri 65,64 persen dengan 198 Profil Bappeda 2015 jarak penampungan tinja 10 meter atau lebih dari sumber air minum 74,39 persen. i Secara umum, proporsi pengeluaran rumah tangga untuk kebutuhan non makanan lebih besar dibandingkan kebutuhan makanan 63,24 persen berbanding 36,76persen. Hal ini menunjukan bahwa pendapatan rumah tangga relatif lebih banyak. j Angka kemiskinan di Kabupaten Sleman mencapai 10,44 persen dengan garis kemiskinan sebesar Rp 288.048,00 per kapita per bulan.

6. Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Sleman Tahun 2011

Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Sleman Tahun 2011 disajikan dengan maksud untuk memberikan gambaran mengenai kesejahteraan masyarakat Kabupaten Sleman dan perubahan social yang terjadi. Tujuan khusus yang ingin dicapai adalah menyajikan indikator kesejahteraan masyarakat yang meliputi bidang kependudukan, kesehatan, pendidikan, ketenagakerjaan, perumahan dan lingkungan hidup serta pengeluaran konsumsi rumah tanggai sebagai tolok ukur keberhasilan pembangunan, dengan hasil sebagai berikut: a Jumlah penduduk Kabupaten Sleman Tahun 2011 sebesar 1.107.304 jiwa, dengan rasio jenis kelamin 100,36 yang berarti penduduk laki-laki lebih banyak dibandingkan penduduk perempuan. b Rata-rata kepadatan penduduk Kabupaten Sleman 1.926 jiwkm2, dengan kepadatan tertinggi di Kecamatan Depok, yaitu 5.139 jiwakm2 dan kepadatan terendah di Kecamatan Cangkingan, yaitu 591 jiwakm2. c Sebanyak 52.21 persen perempuan di Kabupaten Sleman melakukan perkawinan pertamanya pada usia 19 – 24 tahun. d Di bidang kesehatan, lebih dari 90 persen balita lahir dengan bantuan tenag terdidik dan kesadaran akan pentingnya ASI Eksklusif cukup tinggi, yang diperlihatkan dengan cukup tingginya persentase anak yang memperoleh ASI eksklusif 45 persen. e Dalam bidang pendidikan, perbaikan terlihat dari semakin meningkatnya angka melek huruf 93,04 persen, meningkatnya APK dan APM penduduk di semua jenjang pendidikan serta meningkatnya rata-rata lama sekolah menjadi 10,51 tahun. 199 Profil Bappeda 2015 f TPAK mencapai 68,75 persen dengan rincian TPAK laki-laki 78,35 persen dan perempuan 59,42 persen, dengan sektor perdagangan dan hotel sebagai sector yang menyerap tenaga kerja terbesar, sekitar 27,85 Sedangkan angka pengangguran terbuka sebesar 5,25 persen. g Dari segi perumahan, sebagian besar rumah di Kabupaten Sleman 66,50 persen memiliki luas kurang dari 100 m2 dengan jenis atap terbanyak adalah genteng dan dinding terluas adalah tembok. h Dari segi lingkungan, sebagian besar rumah tangga di Kabupaten Sleman memanfaatkan sumur terlindung sebagai sumber air minum 60,94 persen dan telah memiliki fasilitas buang air besar sendiri 67,72 persen dengan jarak penampungan tinja 10 meter atau lebih dari sumber air minum 78,58 persen. i Secara umum, proporsi pengeluaran rumah tangga untuk kebutuhan non makanan lebih besar dibandingkan kebutuhan makanan 62,28 persen berbanding 37,72 persen. Hal ini menunjukan bahwa pendapatan rumah tangga.

7. Monitoring Dan Evaluasi Kegiatan Penanggulangan Kemiskinan Tahun

Anggaran 2014 Monitoring dan Evaluasi kegiatan penanggulangan kemiskinan tahun anggaran 2014 dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kualitas pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan tahun 2013. Meliputi: Jaminan Pembiayaan Pendidikan Daerah JPPD, Bantuan Keuangan Khusus BKK, Program Keluarga Harapan PKH, dan Pinjaman Bergulir pada PNPM Mandiri Perkotaan dan PNPM Mandiri Perdesaan. Kesimpulan monitoring dan evaluasi penanggulangan kemiskinan tahun anggaran 2014 adalah sebagai berikut: a Output kegiatan Jaminan Pembiayaan Pendidikan Daerah JPPD secara umum dapat dikatakan cukup baik, khususnya dalam hal kecukupan, frekuensi, dan tidak terjadinya bias. Sekalipun demikian kegiatan JPPD perlu disempurnakan dalam beberapa hal, yaitu: a mengenai akses, terutama tentang sosialisasi kepada siswa dan orang tua siswa; b mengenai ketepatan layanan yang berkaitan dengan ketepatan waktu pencairan; c mengenai akuntabilitas khususnya dalam hal transfer dana 200 Profil Bappeda 2015 dan pemberiahuan kepada siswa tentang jumlah beasiswa yang diterima; d mengenai kesesuaian dnegan kebutuhan, khususnya dalam memenuhi Peraturan Bupati agar siswa penerima JPPD dibebaskan dari semua kewajiban pembiayaan operasional sekolah. b Output kegiatan Bantuan Keuangan Khusus BKK secara umum dapat dikatakan cukup baik dalam hal frekuensi, ketepatan layanan, kesesuaian dengan kebutuhan, meskipun sesungguhnya masih memerlukan perenungan lebih mendalam jika dikaitkan dengan tujuan yang ingin dicapai dari kegiatan tersebut. Kegiatan BKK masih memerlukan perbaikan dalam beberapa hal, yaitu: a mengenai akses dalam kaitan dengan sosialisasi mengenai criteria penerima manfaat, yaitu warga rentan miskin; b mengenai cakupan dalam kaitan dengan tidak serentaknya pemberian bantuan kepada seluruh warga yang memenuhi kriteria, yaitu rentan miskin; c mengenai bias, yaitu terjadinya ketidakcocokan data antara daftar penerima manfaat yang disusun oleh Pemda DIY dengan kenyataan di lapangan dan daftar warga miskin berdasarkan SK Bupati Sleman yang ditetapkan sebagai dasar pelaksanaan kegiatan penanggulangan kemiskinan; dan d mengenai akuntabilitas, yaitu mengenai tidak utuhnya dana yang diterima perorangan penerima manfaat. c Output kegiatan Program Keluarga Harapan PKH secara keselutuhan sudah baik. Yang masih perlu sedikit disempurnakan hanyalah soal akses, itupun hanyan tentang peningkatan kinerja pendamping agar layanan aduan bagi seluruh penerima manfaat bias lebih optimal. Hal lain yang juga memerlukan penyempurnaan adalah tentang akuntabilitas, yaitu: tentang kepastian jumlah dana yang diterima peserta PKH dan tentang pelaksanaan pemotongan bantuan bagi peserta yang tidak penuh dalam melaksanakan kewajiban. d Output kegaitan Pinjaman Bergulir pada PNPM Mandiri Perkotaan dan PNPM Mandiri Perdesaan tergolong baik dalam hal cakupan dan frekuensi. Sedangkan hal-hal yang perlu diperbaiki meliputi: a akses, khususnya terkait prosedur untuk memperoleh ponjaman dan terkait pengelolaan pengaduan; b masalah bias, yaitu terjadinya pemalsuan nama peminjam; c ,masalah ketepatan layanan khususnya dalam pendampingan kegiatan usaha, bukan sekedar pendampingan administrasi dan dalam pencaira n 201 Profil Bappeda 2015 dana pinjaman yang relative lama bagi sebagian peminjam; d akuntabilitas khususnya terkait terjadinya penggelapan dana oleh pengelola; dan e kesesuaian dengan kebutuhan, yaitu kebutuhan untuk melakukan usaha produktif. Dari keempat kegiatan penanggulangan kemiskinan tahun 2013 yang dievaluasi, semuanya memiliki kelemahan dalam hal akses dan akuntabilitas. Kelemahan dalam hal akses terutama mencakup kurangnya sosialisasi, ketidaktepatan sasaran penerima manfaat, dan kurangnya layanan pengaduan. Sedang kelemahan dalam akuntabilitas mencakup tidak ditransfernya dana kepada penerima manfaat secara langsung, terjadinya pemotongan dana, ketidakpastian jumlah dana yang diterima peserta, dan penggelapan dana oleh pengelola. Rekomendasi a Perlu dilakukan sosialisasi secara lebih bersungguh-sungguh untuk keempat kegiatan penanggulangan kemiskinan tahun 2013. Diperlukan perbaikan metode sosialisasi agar semua pemangku kepentingan benar- benar memahami maksud, tujuan, serta prosedur kegiatan. Hal ini sangat penting untuk mencegah terjadinya kesalahpahaman yang dpat mengakibatkan terjadinya kekeliruan implementasi. Selain itu, sosialisasi penting untuk membangun akuntabilitas, yaitu bahwa kegiatan dengan nama tertentu memang benar-benar dilaksanakan dengan baik dan diketahui dengan baik pula oleh khalayak. b Diperlukan peningkatan pengawasan dalam pelaksanaan keempat kegiatan penanggulangan kemiskinan yang dievaluasi saat ini. Peningkatan pengawasan sangat diperlukan mengingat keempat kegiatan tersebut semuanya memiliki kelemahan dalam hal akuntabiltas. c Khusus untuk kegiatan Bantuan Keuangan Khusus BKK diperlukan pendampingan secara komprehensif dan berkelanjutan. Pendampingan perlu dilakukan sejak sosialisasi, pembentukan kelompok, perencanaan kegiatan usaha, pencairan bantuan, pelaksanaan kegiatan produksi, pemasaran, hingga pelestarian dan pengembangan usaha tersebut. 202 Profil Bappeda 2015 d Untuk kegiatan PKH dan Pinjaman Bergulir, karena di dalam kedua kegiatan tersebut telah ada pendamping, diperlukan peningkatan kinerja dan pengawasan pendamping. Dalam kegiatan Pinjaman Bergulir, pendamping harus member bimbingan dalam kegiatan usaha, bukan hanya dalam kegiatan administratif.

8. Monitoring Dan Evaluasi Program Penanggulangan Kemiskinan Di

Kabupaten Sleman Tahun Anggaran 2011 Monitoring dan evaluasi program penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Sleman Tahun Anggaran 2011 mencakup evaluasi 2 dua kecamatan sebagai wilayah pilot project program-program penanggulangan kemiskinan yaitu Seyegan dan Prambanan dan 2 dua kecamatan yang bukan pilot project sebagai pembanding. Kesimpulan kegiatan monitoring dan evaluasi tahun 2011 adalah sebagai berikut: a Dilihat dari bentuk dan hasil kegiatannya, penyelenggaraan pilot project penaggulangan kemiskinan tahun 2009 belum mencapai tujuan seperti yang diharapkan. Sejak dari persiapan, pelaksanaan hingga pemanfaatannya, kegiatan tersebut belum menunjukkan performa seperti yang diharapkan. b Khusus untuk tahap persiapan perlu diberi catatan tersendiri, yaitu matang- tidaknya sebuah konsep dan perencanaan sangat menentukan tingkat keberhasilan sebuah kegiatan, Hal ini memang telah menjadi pengetahuan umum, dan penyelenggaraan pilot project ini membuktikannya sekali lagi, Dalam kaitan itu, prinsip “berbuat dan bertindak” sebagaimana tercantum dalam rencana kegiatan pilot project nampaknya perlu disikapi dengan cara pandang yang lebih arif lagi. c Komitmen para pelaku pelanggulangan kemiskinan, khususnya kepala satuan kerja, terhadap pilot project terbukti masih sangat kurang. Hal itu dapat dilihat dari beberapa penanda seperti tingkat kehadiran dalam rapat, frekuensi dalam memimpin rapat, penguasaan masalah, dan frekuensi kunjungan ke lokasi keluarga miskin. Dari semua penanda itu hampir semua pelaku penanggulangan kemiskinan, baik pada tingkat kabupaten, kecamatan, maupun desa, semua tergolong lemah. 203 Profil Bappeda 2015 d Komitmen yang agak tinggi terlihat pada perangkat pemerintah pada tahun dilaksanakannya pilot project 2009 ada pada posisi sebagai implementator atau pelaksana. Terlepas dari penyebab yang menjadi pendorongnya, factor memperlihatkan bahwa dalam pilot project mereka terlibat relatif lebih intensif dibanding para kepala satuan kerja mereka. Intensitas keterlibatan mereka itu sejak dari perencanaan , pelaksanaan hingga evaluasi. e Sinergi kegiatan penanggulangan kemiskinan ternyata belum terjadi. Baik di kecamatan lokasi pilot project maupun kecamtan pembanding, kegiatan penanggulangan kemiskinan cenderung bersifat sektoral tidak bersam- bungan dengan kegiatan sejenis dari unit kerja lain dan berlekalanjutan. Rekomendasi untuk perbaikan kinerja penanggulangan kemiskinan pada waktu-waktu mendatang sebagai berikut: a Diperlukan upaya-upaya untuk meningkatkan komitmen dan penguatan visi- visi serta orientasi kepemimpinan para kepada SKPD, para camat, dan para kepala desa agar kegiatan penanggulangan kemiskinan dapat berjalan lancer mulai dari hulu hingga hilir serta tepat sasaran. b Karena kenyataan menunjukkan bahwa operator riil di masyarakat untuk semua kegiatan adalah kepala padukuhan Pak Dukuh, maka diperlukan upaya pelibatan para Dukuh secara lebih intensif dalam berbagai forum, terutama forum-forum sosialisasi. c Diperlukan upaya-upaya sistematis untuk menata-ulang pembagian kerja terkait penanggulangan kemiskinan pada tingkat kecamatan. Penataan ulang itu bias berupa pemindahan sebagian beban tugas antara Kasie Ekobang dan Kasie Kesmas, bias pula berupa penetapan prosedur kegiatan baku standard operating procedure; SOP. Termasuk didalamnya diperlukan pembenahan mekanisme pembuatan dan pengelolaan dokumen kegiatan penanggulangan kemiskinan.

9. Monitoring Dan Evaluasi Program Penanggulangan Kemiskinan Di Kabupaten Sleman Tahun Anggaran 2013

Kegiatan monitoring dan evaluasi penanggulangan kemiskinan Kabupaten Sleman tahun 2013 ini didasarkan pada hasil pelaksanaan kegiatan penanggulangan kemiskinan tahun 2012. Kegiatan monitoring dan 204 Profil Bappeda 2015 evaluasi untuk mengukur sejauhmana ketepatan dan keefektifan kegiatan penanggulangan kemiksinan di Kabupaten Sleman. Evaluasi yang dilakukan hingga system manajemen berusaha untuk memotret manajemen program secara utuh mulai dari perencanaan implementasi, system evaluasi dan perencanaan pengembangan dan keberlanjutan program. Model ini digunakan mengingat pemecahan masalah kemiskinan hendaknya berlangsung secara simultan dan berkelanjutan dengan memelihara konsistensi program. Dengan model ini maka dapat membantu pemerintah kabupaten untuk menjaga arah dan idealisme serta tujuan dari tahun ke tahun hingga terlaksana pencapaian hasil. Konsekuensi sebuah pengukuran yang memotret system manajeman secara utuh menyeluruh tersebut, maka melacak pada input, proses, output, outcome, dan impact. Dari hasil analisis diperoleh kesimpulan: a Secara umum setiap kegiatan telah menyusun rencana, namun masih bersifat partial, umum dan belum menggunakan data secara time series, sehingga kurang memanfaatkan feedback dari hasil kegiatan sebelumnya. b Dalam implementasi program hanya sebagian kecil kegiatan yang melaksanakan dengan system prosedur yang jelas, dengan pemanfaatan dukungan sumberdaya yang tergali dari kemitraan secara komprehensif. Sebagian besar program masih dikelola dengan hanya mengandalkan APBD dan kemampuan internal dari dinas terkait. c Evaluasi yang dilakukan masih terkesan sangat formalitas memenuhi ketentuan normative, bukan untuk tujuan pengukuran hasil secara serius, hal ini ditunjukkan oleh tanda-tanda bahwa hanya sedikit kegiatan yang memiliki rumusan indicator dan instrumentasi secara detail. Dan hanya sedikit kegiatan yang dapat menjelaskan hingga sampai pada output, outcome dan dampak. Rekomendasi kegiatan monitoring dan evaluasi tahun 2013 adalah sebagai berikut: a Tindak lanjut model evaluasi secara bertahap memenuhi proses kegiatan mulai dari kegiatan hingga pencapaian hasil, dengan menggunakan tabel- tabel yang telah digunakan dalam evaluasi ini. Lebih baik jika tabel-tabel tersebut telah diprogram sehingga dapat diisi secara online. 205 Profil Bappeda 2015 b Evaluasi dilakukan dengan menggunakan preevaluation, on going evaluation dan summative evaluation serta post evaluation, sehingga benar-benar dapat melacak mulai dari perencanaan hingga pencapaian dampak. c Sebuah system manajemen program hendaknya memperhatikan detail dari perencanaan, detail pelaksanaan, detail dan instrumentasi serta indicator evaluasi. d Melakukan pengarusutamaan pemecahan kemiskinan tidak hanya di lingkup internal dinas terkait melainkan kepada seluruh komponen organisasi, termasuk swasta dengan memanfaatkan CSR dan LSM dengan memanfaatkan jejaring serta pengalamannya. e Pemerintah local hendaknya menjadi ujung tombak dalam pelaksanaan sehingga perlu dibekali alat ukur yang berupa formulir yang jelas dan fixed.

10. Penyusunan Dokumen Analisis Gender Dan Anggaran Responsif

Gender ARG SKPD 2013 Analisis gender berupa Dokumen Analisis Gender dan Anggaran Responsif Gender ARG telah berhasil disusun oleh semua SKPD di lingkungan Pemerintah Kabupaten Sleman yang dilaksanakan melalui pelatihan dan praktik penyusunan dokumen-dokumen tersebut. Pelatihan Penyusunan Anggaran Responsif Gender ini diikuti oleh 32 SKPD dan 17 Kecamatan di kabupaten Sleman. Dalam pelatihan tersebut semua SKPD diharuskan menyusun 2 dua Rencana Kegiatan Anggaran yang berresponsif gender. Dokumen Anggaran Responsif Gender ARG memuat sebagai berikut: a Dokumen Gender Gender Analisys Pathway GAP b Gender Budget statement GBS c Term Of Reference TOR d Rencana Kegiatan Anggaran RKA. Dokumen analisis gender ini diharapkan berfungsi sebagai upaya untuk meningkatkan peran dan pemberdayaan perempuan di segala bidang dan untuk mengurangi kesenjangan gender yang ada di Kabupaten Sleman. 206 Profil Bappeda 2015

11. Perencanaan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Sleman Tahun

Anggaran 2011 Perencanaan Penanggulangan Kemiskinan bertujuan: a Pemetaan program penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Sleman. b Merumuskan target rencana aksi pelaksanaan penanggulangan kemiskinan tahun 2015. c Mensinergikan program penanggulangan kemiskinan antar lembaga atau instansi terkait dengan sasaran program yang sama. Kesimpulan: Cukup banyak program penanggulangan kemiskinan, namun belum dapat mengurangi jumlah dan persentase penduduk miskin secara berarti, bahkan cenderung bertambah. Dengan demikian, ada kekurangtepatan dalam pemberdayaan penduduk miskin. Ada 4 empat hal yang perlu diperhatikan dalam upaya menyukseskan pemberdayaan penduduk miskin. a Meningkatkan rasa kepemilikan sekaligus mengembangan program yang mereka usulkan. Komunitas atau penduduk harus menjadi aktor utama yang menyusun, mengusulkan dan melaksanakan program sesuai dengan prioritas yang mereka butuhkan. b Adanya keterbukaan dalam sumber dan alokasi dana pemberdayaan. Jumlah dan alokasi penggunaan dana harus diketahui oleh komunitas untuk menghindari kemungkinan terjadi penyimpangan. c Dana harus disalurkan langsung ke komunitas dengan mengurangi posbagian pada setiap tingkatan dalam upaya menuju efisiensi. Apabila dianggap perlu dapat dilakukan pengurangan atau penyederhanaan regulasi dan jangan menambah regulasi. d Meningkatkan koordinasi antar departemen, kantor, badan, dan instansi lain yang terlibat dalam penanggulangan kemiskinan untuk menghindari tumpang tindih program dan pembiayaannya. Penanggulangan kemiskinan juga harus memperhatikan pemenuhan hak dasar, yaitu pangan, kesehatan, pendidikan, kesempatan kerja, perumahan, air bersih, dan sanitasi, kepastian hak tanah, sumber daya alam dan lingkungan hidup, rasa aman dan partisipasi masyarakat memerlukan dukungan pengelolaan ekonomi makro yang kuat. Ini menjadi penting untuk mengendalikan pertumbuhan dan persebaran penduduk, peningkatan 207 Profil Bappeda 2015 keadilan berperspektif gender pada wilayah perdesaan, perkotaan, pesisir dan wilayah tertinggal pada era ekonomi daerah dan globalisasi. Dengan demikian, semua pihak harus terbuka dan legowo saling mendukung pelaksanaan program dengan mengurangi ego sektoral. Apapun alasannya, jumlah penduduk miskin yang cukup besar menjadi bukti kegagalan. Program penanggulangan kemiskinan daerah yang sesuai dengan program pusat dan propinsi ada empat hal, yaitu perluasan kesempatan kerja, peningkatan kapabilitas dan kualitas sumber daya manusia, pemberdayaan masyarakat miskin dan perlindungan sosial bagi komunitas rentah terhadap bencana. Bencana yang dimaksud, antara lain adalah bencana alam gempa bumi, banjir, kekeringan dan tanah longsor. Kemudian bencana sosial yang lebih disebabkan oleh penduduk sendiri, seperti pemutusan hubungan kerja, menderita sakit dan kehilangan asset secara mendadak. Rekomendasi: a Indiktor kemiskinan berdasarkan Peraturan Bupati perlu dijadikan sebagai dasar semua program penanggulangan kemiskinan oleh semua SKPD dan dengan menggunakan indicator yang sama, efektifitas capaian program penanggulangan kemiskinan dapat diukut. b Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah perlu dioptimalkan sehingga mampu mensinergiskan dan mengkaitkan program penang- gulangan kemiskinan antar SKPD sehingga satu program penanggulangan kemiskinan yang ada akan melibatkan beberapat SKPD untuk mendukung keberhasilannya. c Kelompok masyarakat perlu selalu dilibatkan dalam kegiatan penanggu- langan kemiskinan. d Prioritas program penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Sleman perlu dirumuskan dalam Rencana Kegiatan tiap tahun. e Keberanian membuat pedoman teknis pelaksanaan kemiskinan sesudai dengan kondisi dan kemampuan desa sebagai penyelenggara. 208 Profil Bappeda 2015

C. Sub Bidang Pemerintahan

1. Indeks Pembangunan Manusia Tahun Ipm 2011

Upaya Peningkatan kesejahteraan masyarakat tidak cukup hanya fokus pada pembangunan ekonomi semata, saat ini lebih diarahkan pada pengembangan sumber daya manusia dalam pendidikan dan kesehatan. Dengan melihat kesenjangan indikator ekonomi PDB dengan kondisi yang ada diperlukan juga merumuskan metode pengukuran dasar manusia yaitu dengan mengembangkan indeks, pembangunan manusia IPM yang merupakan indikator penting kesejahteraan penduduk suatu bangsa. Indeks Pembangunan Manusia IPM meliputi tiga aspek yakni kesehatan, pendidikan dan pendapatan . Tiga aspek ini menunjukkan tingkat pembangunan manusia suatu wilayah melalui pengukuran penduduk yang sehat dan berumur panjang, pendidikan berketrampilan serta memiliki pendapatan,yang memungkin- kan untuk hidup layak. Berdasarkan rata-rata ketiga indek yang menyusun IPM dipereoleh nilai IPM tahun 2011 Kabupaten Sleman 78,79. Komponen IPM Angka Harapan hidup : 75,18 Angka melek huruf : 95,44 Rata-rata lama sekolah : 10, 51 Konsumsi riel perkapita : 650,27 Indeks IPM Kesehatan : 83,63, Pendidikan : 85, 65, Pendapatan : 67,08

2. Indeks Pembangunan Manusia Tahun Ipm 2012

Upaya Peningkatan kesejahteraan masyarakat tidak cukup hanya fokus pada pembangunan ekonomi semata, saat ini lebih diarahkan pada pengembangan sumber daya manusia dalam pendidikan dan kesehatan. Dengan melihat kesenjangan indikator ekonomi PDB dengan kondisi yang ada diperlukan juga merumuskan metode pengukuran dasar manusia yaitu dengan mengembangkan indeks, pembangunan manusia IPM yang merupakan indikator penting kesejahteraan penduduk suatu bangsa. 209 Profil Bappeda 2015 Indeks Pembangunan Manusia IPM meliputi tiga aspek yakni kesehatan, pendidikan dan pendapatan. Tiga aspek ini menunjukkan tingkat pembangunan manusia suatu wilayah melalui pengukuran penduduk yang sehat dan berumur panjang, pendidikan berketrampilan serta memiliki pendapatan, yang memungkinkan untuk hidup layak. Suatu Negara di dunia dapat dikatakan makmur dan sejahtera apabila di dukung oleh tiga sektor yaitu : Pendidikan, Kesehatan dan Ekonomi. Dan hasil perhitungan IPM tahun 2012 menunjukkan perkembangan yang positif tercatat sebesar 79, 39. Komponen IPM : Angka Harapan hidup : 75,29 Angka melek huruf : 94,53 Rata-rata lama sekolah : 10, 52 Konsumsi riel perkapita : 654,11 Indeks : Kesehatan : 83,82. Pendidikan : 86,40. Pendapatan : 67, 08

3. Indeks Pembangunan Manusia Tahun IPM 2013

Upaya Peningkatan kesejahteraan masyarakat tidak cukup hanya fokus pada pembangunan ekonomi semata, saat ini lebih diarahkan pada pengem- bangan sumber daya manusia dalam pendidikan dan kesehatan. Dengan melihat kesenjangan indikator ekonomi PDB dengan kondisi yang ada diperlukan juga merumuskan metode pengukuran dasar manusia yaitu dengan mengembangkan indeks, pembangunan manusia IPM yang merupakan indikator penting kesejahteraan penduduk suatu bangsa. Indeks Pembangunan Manusia IPM meliputi tiga aspek yakni kesehatan, pendidikan dan pendapatan. Tiga aspek ini menunjukkan tingkat pembangunan manusia suatu wilayah melalui pengukuran penduduk yang sehat dan berumur panjang, pendidikan berketrampilan serta memiliki pendapatan,yang memungkin- kan untuk hidup layak. Berdasarkan rata-rata ketiga indek yang menyusun IPM dipereoleh nilai IPM tahun 2013 Kabupaten Sleman 79,97 adapum masing-masing komponen IPM 210 Profil Bappeda 2015 Angka Harapan hidup : 75,79 Angka melek huruf : 95,11 Rata-rata lama sekolah : 10,55 Konsumsi riel perkapita : 656 Indeks IPM Kesehatan : 84,65, Pendidikan : 86,85, Pendapatan : 68,41

4. Profil Kependudukan Kabupaten Sleman Tahun 2013

Guna menunjang pemenuhan kebutuhan informasi kependudukan dalam merencanakan kebijakan sektor maupun program sektoral terkait dalam upaya peningkatan kualitas dan kesejahteraan penduduk, maka disusunlah profil perkembangan kependudukan ini akan diketahui jumlah sumber daya manusia yang dimiliki menurut kelompok umur, jenis kelamin, persebaran, laju pertumbuh- annya, maupun karakteristik lainnya. a Berdasarkan data SIAK DAK tahun 2012, jumlah penduduk kabupaten sleman mencapai 1.102.680 jiwa yang terdiri dari laki-laki 554.573 jiwa dan perempuan 543.107 jiwa. b Dari sisi kepadatan penduduk Sleman pada tahun 2012 mencapai 1.918 jiwa per km2 c Laju pertumbuhan penduduk Sleman dari hasil proyeksi tahun 2010-2035 adalah 1,31 menurut BPS d Rata-rata usia kawin pertama dari penduduk suatu daerah mencerminkan keadaan social ekonomi daerah tersebut. Perempuan dan laki-laki yang kawin muda untuk melihat hal tersebut para demografer proporsi penduduk yang massih lajang menurut umur. e Saran : Perlu meningkatkan mutu dan kualitas penduduk itu sendiri sebagai subjek dan obyek pembanguna harus dibina dan dikembangkan agar mampu menjadi penggerak pembagunan sehingga pembangunan dapat dinikmati oleh penduduk. f Jumlah penduduk besar jika tidak diimbangi dengan kualitas maka akan menjadi beban pembangunan. 211 Profil Bappeda 2015 g Perlu mengantisipasi jumlah penduduk sehinggga tidak menjadi ancaman kelaparan ke depan adanya kebijakan peningkatan peningkatan produktivitas pangan baik melalui perluasan lahan atau lainnya

5. Profil Kependudukan Kabupaten Sleman Tahun 2014

Guna menunjang pemenuhan kebutuhan informasi kependudukan dalam merencanakan kebijakan sektor maupun program sektoral terkait dalam upaya peningkatan kualitas dan kesejahteraan penduduk, maka disusunlah profil perkembangan kependudukan ini akan diketahui jumlah sumber daya manusia yang dimiliki menurut kelompok umur, jenis kelamin, persebaran, laju pertumbuhannya, maupun karakteristik lainnya. a Berdasarkan data SIAK DAK tahun 2013, jumlah penduduk kabupaten Sleman mencapai 1.047.325 jiwa yang terdiri dari laki-laki 1.047.325 jiwa, yang terdiri dari laki-laki 521.444 jiwa dan perempuan 525.881 jiwa. b Dari sisi kepadatan penduduk Sleman pada tahun 2013 mencapai 1.822 jiwa per KM. c Laju pertumbuhan penduduk Sleman pada tahun 2010 sebesar1,92 persen, pada tahun 2011 turun menjadi sebesar 1,36 persen dan kembali mengalami penurunan pada tahun 2012 meskipun hanya kecil yakni sebesar 1,31 persen. Berdasarkan hasil proyeksi penduduk Sleman dengan menggunakan tahun dasar perhitungan 2010 1,92 nantinya pada tahu 2035 penduduk sleman akan mengalami pertumbuhan mencapai 0,66 berarti mengalami penurunan pertumbuhan 3x lipat. d Rasio jenis kelamin berdasarkan data SIAK 2013 diketahui sebesar 99,16 persen, sedangkan menurut data BPS mencapai 101,43 persen. Perbedaan ini dipengaruhi olah metode dalam pencakupan data. Yang berbeda antra SIAK dan BPS.Rasio Beban ketergantuangan Kab. Sleman berdasarkan data SIAK mencapai 44,42 persen. Angka ini lebih rendah dari yang diproyeksikan pada tahun 2030. e Migrasi yang terjadi di Kabupaten Sleman pada tahun 2013 yanmg berasal dari wilayah istimewa Yogyakarta sebanyak 3.568 jiwa dan dari luar DIY sebanya 7.041. f Saran : Perlu meningkatkan mutu dan kualitas penduduk itu sendiri sebagai subjek dan obyek pembangunan harus dibina dan dikembangkan 212 Profil Bappeda 2015 agar mampu menjadi penggerak pembangunan sehingga pembangunan dapat dinikmati oleh penduduk. g Jumlah penduduk besar jika tidak diimbangi dengan kualitas maka akan menjadi beban pembangunan. h Perlu mengantisipasi jumlah penduduk sehinggga tidak menjadi ancaman kelaparan ke depan adanya kebijakan peningkatan peningkatan produktivitas pangan baik melalui perluasan lahan atau lainnya

6. Grand Design Kependudukan Tahun 2015

Dua komponen pokok kependudukan yang penting dikaji adalah proses kependudukan dan struktur kependudukan mencakup aspek kelahiran, kematian dan mobilitas penduduk. Struktur kependudukan mencakup aspek komposisi anatara lain komposisi penduduk menurut umum, jenis kelamin, status perkawinan dan lain-lain. Hasil dari dua komponen baik proses maupun struktur adalah dasar bagi proses pembangunan secara keseluruhan. Kabupaten Sleman dengan struktur penduduk seimbang, ditandai dengan TFR yang rendah, dibawah angka 2,1 akan mencapai momentum demografi berupa kesempatan untuk mencapai pertumbuhan dan kondisi ekonomi optimasl. Inilah yang disebut dengan demographic deviden yaitu keuntungan optimal yang diperoleh dari kondisi struktur demografi yang telah stabil. Penduduk pada fase ini betul-betul menjadi sumberdaya manusia yang tangguh bagi pembangunan dan ketahanan nasional. Tantangan besar persoalan kependudukan di Kabupaten Sleman adalah laju pertumbuhan penduduk yang masih tinggi terutama disebabkan banyaknya migrasi masuk karena di Kabupaten Sleman merupakan kota pelajar dan tujuan wisata. Penting untuk mewujudkan keselarasan potensi bonus demografi dengan produktifitas tenaga kerja yang tinggi,. Kunci utama untuk mewujudkan terletak pada kualitas SDM sebagai modal dasar pembangunan pembangunan.Oleh karena itu,Visi Grand Design Pembangnuan Kependudukan di Kabupaten Sleman diarahkan pada terwujudnya penduduk berkualitas sebagai modal dasar dalam pembangunan untuk tercapinya masyarakat Sleman yang lebih sejahtera, maju,mandiri,berdaya saing dan berbudaya. 213 Profil Bappeda 2015

7. Neraca Kependudukan di Kabupaten Sleman Tahun 2014

Penduduk mempunyai kependudukan sebagai subyek pembangunan dan juga sekaligus sebagai obyek pembangunan. Perkembangan penduduk di Kabupaten Sleman dari 1971-2010 senantiasa mengalami peningkatan. Pembahasan mengenai neraca kependudukan merupakan kaitan pembahasan antara jumlah penduduk dan kejadian demografis yang mengenainya, yaitu tertilitas, multalitas, dan migrasi. Gambaran neraca keseimbangan jumlah penduduk menurut jenis kelamin di Kabupaten Sleman adalah merata. Neraca keseimbangan jumlah penduduk berdasarkan usia produktif dengan usia bukan produktif menunjukkan kecenderungan kearah bagian demografis. Neraca keseimbangan penduduk ditinjau dari perbandingan antara usia produktif dan non produktif apabila di tinjau berdasarkan kecamatan. Tiga kecamatan dengan potensi ekonomi bagus dengan potensi sumber daya tinggi adalah Depok dengan rasio ketergantungan terendah yakni 38, 85 Mlati 42,38 dan gamping 42,51. Sedangkan neraca keseimbangan jumlah penduduk secara alami natural increase di Kabupaten sleman adalah positif. Neraca keseimbangan jumlah penduduk di Kabupaten Sleman adalah positif setiap tahum, dan ini berdampak pada pertambahan jumlah penduduk antar waktu. Untuk itu perlu dipertahankan program-program kependudukan yang telah ada, agar pertambahan penduduk tetap terjaga pada angka yang optimal. Hal ini dikarenakan jumlah penduduk yang tidak dikontrol akan berpengaruh terhadap sektor lain seperti perekonomian, ketenagakerjaan, ketahanan, kebutuhan perumahan dan lainnya. Selain itu permasalahan yang ada di Kabupaten Sleman adalah pendataan penduduk yang belum optimas. Untuk itu, perlu adanya pendataan yang lebih sistematis, aktif dan berkesinambungan. Perlu pula adanya studi khusus yang mengkaji tentang profil penduduk rentan administrasi, atau penduduk pindah sementara di Kabupaten Sleman.

8. Penduduk Pertengahan Tahun 2011

Peranan penduduk sebagai subyek dan obyek pembangunan membawa konsekuensi perlunyapengamatan perkembangan karakteristik kependudukan secara berkala, sehingga perubahan ataudinamika dapat merekam secara berkesinambungan. Upaya yang dilakukan mengumpulkan data hasil registrasi penduduk dimaksudkan untuk memperoleh informasi yang dapat memantau 214 Profil Bappeda 2015 perkembangan jumlah dan komposisi penduduk menurut jenis kelamin, luas wilayah, kepadatan penduduk, rata-rata jiwa per keluarga, dan banyaknya pendatang warga negara Indonesia dan warga negara asing. Pengumpulan data registrasi penduduk dilakukan dengan sensus dan survey oleh BPS. Registrasi penduduk mencatat kejadian-kejadian yang mempengaruhi jumlah dan susunan penduduk selama selang waktu tertentu setengah tahun, satu tahun, atau lainnya. Perubahan penduduk disuatu wilayah dapat disebabkan oleh kelahiran, kematian dan perpindahan penduduk, sehingga jumlah penduduk suatu daerah dalam satu rentangpriode dapat dihitung dengan rumus tertentu. Penduduk yang dicatat dalam registrasi adalah tercatat secara sah sebagai penduduk di suatu wilayah tercantum dalam Kartu Keluarga. Dan sudah tinggal selama enam bulan atau lebih atau pendatang yang berniat berdomisili di daerah tersebut meski belum tinggal selama enam bulan. Jumlah Penduduk Kabupaten Sleman pada pertengahan tahun 2011 tercatat sebanyak 1.126.888jiwa terdiri dari 560.146 jiwa49,70 penduduk laki- laki dan 566.742jiwa50,30 penduduk perempuan. Dari Komposisi tersebut dapat diketahui angka rasio jenis kelamin sebesar 98,83yang artinya ada sekitar penduduk laki-laki untuk setiap 100 penduduk perempuan .Sedangkan angka beban tanggungan di Kabupaten Sleman sebesar 43 ini berarti setiap 100 orang yang berusia produktif menanggung 44 orang usia belum produktif 0 – 14 tahun dan usia tidak produktif 65 keatas.

9. Penduduk Pertengahan Tahun 2012

Peranan penduduk sebagai subyek dan obyek pembangunan membawa konsekuensi perlunyapengamatan perkembangan karakteristik kependudukan secara berkala, sehingga perubahan ataudinamika dapat merekam secara berkesinambungan. Upaya yang dilakukan mengumpulkan data hasil registrasi penduduk dimaksudkan untuk memperoleh informasi yang dapat memantau perkembangan jumlah dan komposisi penduduk menurut jenis kelamin, luas wilayah, kepadatan penduduk, rata-rata jiwa per keluarga, dan banyaknya pendatang warga negara Indonesia dan warga negara asing. Pengumpulan data registrasi penduduk dilakukan dengan sensus dan survey oleh BPS. Registrasi penduduk mencatat kejadian-kejadian yang 215 Profil Bappeda 2015 mempengaruhi jumlah dan susunan penduduk selama selang waktu tertentu setengah tahun, satu tahun, atau lainnya. Perubahan penduduk disuatu wilayah dapat disebabkan oleh kelahiran, kematian dan perpindahan penduduk, sehingga jumlah penduduk suatu daerah dalam satu rentangpriode dapat dihitung dengan rumus tertentu. Penduduk yang dicatat dalam registrasi adalah tercatat secara sah sebagai penduduk di suatu wilayah tercantum dalam Kartu Keluarga. Dan sudah tinggal selama enam bulan atau lebih atau pendatang yang berniat berdomisili di daerah tersebut meski belum tinggal selama enam bulan. Jumlah Penduduk Kabupaten Sleman pada pertengahan tahun 2012 tercatat sebanyak 1.136.602 jiwa terdiri dari 564.978 jiwa49,71 penduduk laki-laki dan 571.624 jiwa 50,29 penduduk perempuan. Dari Komposisi tersebut dapat diketahui angka rasio jenis kelamin sebesar 98,84 yang artinya ada sekitar penduduk laki-laki untuk setiap 100 penduduk perempuan ,sedangkan angka beban tanggungan di Kabupaten Sleman sebesar 46 ini berarti bahwa setiap 100 orang yang berusia produktif menanggung 46 orang usia belum produktif 0 – 14 tahun dan usia tidak produktif 65 keatas .

10. Penduduk Pertengahan Tahun 2013

Peranan penduduk sebagai subyek dan obyek pembangunan membawa konsekuensi perlunyapengamatan perkembangan karakteristik kependudukan secara berkala, sehingga perubahan ataudinamika dapat merekam secara berkesinambungan. Upaya yang dilakukan mengumpulkan data hasil registrasi penduduk dimaksudkan untuk memperoleh informasi yang dapat memantau perkembangan jumlah dan komposisi penduduk menurut jenis kelamin, luas wilayah, kepadatan penduduk, rata-rata jiwa per keluarga, dan banyaknya pendatang warga negara Indonesia dan warga negara asing. Pengumpulan data registrasi penduduk dilakukan dengan sensus dan survey oleh BPS. Registrasi penduduk mencatat kejadian-kejadian yang mempengaruhi jumlah dan susunan penduduk selama selang waktu tertentu setengah tahun, satu tahun, atau lainnya. Perubahan penduduk disuatu wilayah dapat disebabkan oleh kelahiran, kematian dan perpindahan penduduk, sehingga jumlah penduduk suatu daerah dalam satu rentangpriode dapat dihitung dengan rumus tertentu. 216 Profil Bappeda 2015 Penduduk yang dicatat dalam registrasi adalah tercatat secara sah sebagai penduduk di suatu wilayah tercantum dalam Kartu Keluarga. Dan sudah tinggal selama enam bulan atau lebih atau pendatang yang berniat berdomisili di daerah tersebut meski belum tinggal selama enam bulan. Jumlah Penduduk Kabupaten Sleman pada pertengahan tahun sebanyak 2013 sebanyak 1.047.325 jiwa terdiri dari 521.444 jiwa 44,79 penduduk laki- laki dan 525.881 jiwa 50,21 penduduk perempuan. Dari Komposisi tersebut dapat diketahui angka rasio jenis kelamin sebesar 99,17 yang artinya ada sekitar penduduk laki-laki untuk setiap 100 penduduk perempuan,sedangkan angka beban ketergantungan di Kabupaten Sleman sebesar 44 ini berarti bahwa setiap 100 orang yang berusia produktif menanggung 44 orang usia belum produktif usia 0 – 14 tahun dan usia tidak produktif 65 keatas .

11. Penduduk Pertengahan Tahun 2014

Peranan penduduk sebagai subyek dan obyek pembangunan membawa konsekuensi perlunyapengamatan perkembangan karakteristik kependudukan secara berkala, sehingga perubahan ataudinamika dapat merekam secara berkesinambungan. Upaya yang dilakukan mengumpulkan data hasil registrasi penduduk dimaksudkan untuk memperoleh informasi yang dapat memantau perkembangan jumlah dan komposisi penduduk menurut jenis kelamin, luas wilayah, kepadatan penduduk, rata-rata jiwa per keluarga, dan banyaknya pendatang warga negara Indonesia dan warga negara asing. Pengumpulan data registrasi penduduk dilakukan dengan sensus dan survey oleh BPS. Registrasi penduduk mencatat kejadian-kejadian yang mempengaruhi jumlah dan susunan penduduk selama selang waktu tertentu setengah tahun, satu tahun, atau lainnya. Perubahan penduduk disuatu wilayah dapat disebabkan oleh kelahiran, kematian dan perpindahan penduduk, sehingga jumlah penduduk suatu daerah dalam satu rentangpriode dapat dihitung dengan rumus tertentu. Penduduk yang dicatat dalam registrasi adalah tercatat secara sah sebagai penduduk di suatu wilayah tercantum dalam Kartu Keluarga. Dan sudah tinggal selama enam bulan atau lebih atau pendatang yang berniat berdomisili di daerah tersebut meski belum tinggal selama enam bulan. 217 Profil Bappeda 2015 Jumlah Penduduk Kabupaten Sleman pada pertengahan tahun 2014 tercatat sebanyak 1.062.801 jiwa terdiri dari 539.731 jiwa 50,78 penduduk laki-laki dan 523.070 jiwa 49,22 penduduk perempuan. Dari Komposisi tersebut dapat diketahui angka rasio jenis kelamin sebesar 103,18 yang artinya ada sekitar penduduk laki-laki untuk 100 perempuan, sedangkan angka beban ketergantungan di Kabupaten Sleman sebesar 42.ini berarti bahwa setiap 100 orang yang berusia produktif menanggung 42 orang usia belum produktif 0 – 14 tahun dan usia tidak produktif 65 tahun .

12. Rencana

Aksi Daerah Percepatan Pencapaian Millenium Development Goals MDGs tahun 2013 Millenium Development Goals MDGs atau tujuan pembangunan milenium merupakan delapan tujuan pembangunan di tingkat internasional yang ingin dicapai di seluruh dunia pada tahun 2007. Komitmen global tersebut telah ditetapkan dan ditandatangani oleh 189 negara pada pertemuan unitet nasion worth summits bulan september tahun 2000. Kemudian disahkan oleh majelis umum PBB dalam resolusi nomor 552 tanggal 18 September 2000. Adapun delapan Capaian target tujuan tersebut adalah a Menanggulangi kemiskinan dan kelaparan Penduduk di bawah garis kemiskinan tahun 2013 sebesar 10,44 angkattersebut masih dibawah rerata nasional sebesar 13,33 angka ini sudah mencapai target MDGs nasional tahun 2015 sebesar 10,33 Dari beberapa capaian tujuan satu ada beberapa indikator yang belum tercapai Rasio kesempatan kerja terhadap penduduk usia 15 tahun ke atas akan tercapai, Proporsi tenaga kerja yang berusaha sendiri dan pekerja bebas keluarga terhadap total kesempatan kerja akan tercapai. Sedangkan indicator yang lain sudah tercapai. b Pencapaian Pendidikan Dasar untuk semua. Angka Partisipasi Murni APM sudah tercapai , sedangkan proporsi murid kelas 1 yang berhasil menamatkan sekolah dasar dan angka melek huruf usia 15-24 tahun perempuan dan laki-laki akan tercapai. c Mendorong kesetaraan gender dan Pemberdayaan perempuan Capaian Rasio APM perempuanlaki-laki di Tingkat SLTA akan tercapai, dan Proporsi kursi DPRD yang diduduki perempuan sudah tercapai. 218 Profil Bappeda 2015 Menurunkan angka kematian Anak. Angka kematian balita, bayi dan persentase anak usia 1 tahun yang diimunisasi campak sudah tercapai d Meningkatkan kesehatan Ibu. Angka pemakaian kontrasepsiCPR bagi perempuan menikah usia 15-49 semua cara baru mencapai 89 sedangkan target Nasional 95 aka tercapai, kemudian Unmet Need 6,8 sedangkan target 5 perlu perhatian khusus. e Memerangi HIV dan AIDs, Malaria dan Penyakit menular lainnya. Pengguna kondom pada hubungan seks beresiko tinggi pada populasi kunci yang menerima kondom perlu perhatian khusus. proporsi penduduk terinfeksi HIV lanjut yang memiliki akses pada obat-obatan anti retroviral masih perlu perhatian khusus. Proporsi jumlah kasus tuberko yang terdeteksi dalam program ZDOTs 51, 4 sedangkan nasional 70 masih perlu perhatian khusus. f Memastikan Kelestarian Lingkungan Hidup. Rasio luas kawasan tertutup pepohonan berdasarkan survey foto udara dan pemotretan citra satelit terhadap luas daratan nasional tidak ada data perlu perhatian khusus. jumlah konsumsi bahan perusak ozon BPOdan proporsi rumah tangga dengan akses berkelanjutan terhadap sanitasi dasar yang layak perkotaan 67,71 : 95 Nasional sedangkan perdesaan 55,05 : 95 persen perlu perhatian khusus. proporsi rumah tangga kumuh perkotaan untuk kab Sleman tidak ada melainkan padat penduduk.

13. Rencana Aksi Daerah Percepatan Pencapaian Millenium Development

Goals MDGs tahun 2014 Millenium Development Goals MDGs atau tujuan pembangunan milenium merupakan delapan tujuan pembangunan di tingkat internasional yang ingin dicapai di seluruh dunia pada tahun 2007. Komitmen global tersebut telah ditetapkan dan ditandatangani oleh 189 negara pada pertemuan unitet nasion worth summits bulan september tahun 2000. Kemudian disahkan oleh majelis umum PBB dalam resolusi nomor 552 tanggal 18 September 2000. Adapun delapan Capaian target tujuan tersebut adalah a Menanggulangi kemiskinan dan kelaparan Dari capaian tujuan satu ada beberapa indikator yang belum tercapai Proporsi penduduk dengan pendapatan kurang dari US 1 219 Profil Bappeda 2015 perkapita perhari. 9,82 target Nasional 10 akan tercapai indek kedalaman kemiskinan b Pencapaian Pendidikan Dasar untuk semua. Angka Partisipasi Murni APM sudah tercapai , sedangkan proporsi murid kelas 1 yang berhasil menamatkan sekolah dasar 91,41 dan Nasional 91,50 angka melek huruf usia 15-24 tahun perempuan dan laki- laki akan tercapai. c Mendorong kesetaraan gender dan Pemberdayaan perempuan Capaian Rasio APM perempuanlaki-laki di tingkat pendidikan dasar, menengah atas sudah tercapai dan Proporsi kursi DPRD yang diduduki perempuan sudah tercapai. d Menurunkan angka kematian Anak. Angka kematian Balita per 1000 kelahiran hidup sudah tercapai, Angka kematian bayi AKB per 1000 kelahiran hidup sudah tercapai dan persentase anak usia 1 tahun yang diimunisasi campak sudah tercapai e Meningkatkan kesehatan Ibu. 1 Menurunkan angka kematian ibu hingga tiga per empat dalam kurun waktu 1990-2015. Angka kematian ibu per 100.00 kelahiran hidup 63,27 dan Nasional 85,00 masih perlu perhatian khusus sedangkan proporsi yang ditolong tenaga kesehatan terlatih sudah tercapai. 2 Mewujudkan akses kesehatan reproduksi pada tahun 2015 sudah tercapai Unmet need masih 8,97 dan target MDGs 5 f Memerangi HIV dan AIDs, Malaria dan Penyakit menular lainnya. 1 Prevalensi HIVAIDs persen dari total populasi dan Pengguna kondom pada hubungan seks beresiko tinggi pada populasi kunci yang menerima kondom 4.90 nasional 90. perlu perhatian khusus. proporsi jumlah penduduk usia 15-24 tahun yang memiliki memiliki pengetahuan konprehensif tentang HIV AID 250 sedang nasional 90. Masih perlu perhatian khusus. 2 Mewujudkan akses terhadap pengobatan HIV dan AIDs tercapai 3 Mengendalikan penyebaran dan mulai menurunkan jumlah kasus malaria dan TB paru 220 Profil Bappeda 2015 TB target akan tercapai sedangkan malaria sudah tercapai. g Memastikan Kelestarian Lingkungan Hidup. Rasio luas kawasan tertutup pepohonan berdasarkan hasil pemotretan citra satelit dan survey foto udara terhadap luas daratan akan tercapai sedangkan persampahan belum tercapai jumlah konsumsi bahan perusak ozon BPOdan proporsi rumah tangga dengan akses berkelanjutan terhadap sanitasi dasar yang layak perkotaan 67,71 : 95 Nasional sedangkan perdesaan 55,05 : 95 persen perlu perhatian khusus. proporsi rumah tangga kumuh perkotaan untuk kab Sleman tidak ada yang ada padat penduduk.

14. Rencana Aksi Daerah Percepatan Pencapaian Millenium Development

Goals MDGs tahun 2015 Millenium Development Goals MDGs atau tujuan pembangunan milenium merupakan delapan tujuan pembangunan di tingkat internasional yang ingin dicapai di seluruh dunia pada tahun 2007. Komitmen global tersebut telah ditetapkan dan ditandatangani oleh 189 negara pada pertemuan unitet nasion worth summits bulan september tahun 2000. Kemudian disahkan oleh majelis umum PBB dalam resolusi nomor 552 tanggal 18 September 2000. Adapun delapan Capaian target tujuan tersebut adalah a Menanggulangi kemiskinan dan kelaparan Penduduk dibawah garis kemiskinan di kabupaten sleman pada tahun 2014 adalah 9,82 lebih kecil disbandingkan kondisi pada tahun 2013 sebesar 10,44 persen. Angka tersebut masih berada rerata nasional sebesar 13,33 persen. Angka ini sudah mencapai target MDGs nasional tahun 2015 sebesar 10,30 persen. Penduduk miskin yang konsumsinya dibawah garis kemiskinan pada tahun 2012 sebanyak 118,2 ribu orang. Jika dibandingka dengan keadaan tahun 2014 jumlah mencapai 110,8 persen jumlah miskin mengalami penurunan akan tercapai. Dalam setahun Kabupaten Sleman Jumlah KK 369.534 dari jumlah tersebut KK miskin sebanyak 43,798 KK. Indeks kedalaman kemiskinan ukuran kesenjangan pengeluaran rata-rata penduduk miskin terhadap garis kemiskinan nasional. tahun 2011 mencapai 1,77 tahun 2012 mencaai 2,23, tahun 2013 mencapai 1,43 dan tahun 2014 mencapai 221 Profil Bappeda 2015 ……yang berada rata-rata dibawah nasional 2,21 sedangkan target yang ditetapkan untuk tahun 2015 adalah 2,35. Masih perlu perhatian khusus. Sedangkan laju PDRB pertenaga kerja mengalamipenurunan dari tahu 2010 sd tahun 2014 dan pada tahun 2015 ditargetkan sebesar 2,20 masih di bawah nasional 2,24 persen. b Pencapaian Pendidikan Dasar untuk semua. Angka Partisipasi Murni APM sudah melebih target nasional 100 persen, sedangkan proporsi murid kelas 1 yang berhasil menamatkan sekolah dasar 91,47 dan Nasional 100 persen baru akan tercapai, sedangkan angka melek huruf usia 15-24 tahun perempuan dan laki-laki 98.31 nasional 100 baru akan tercapai. c Mendorong kesetaraan gender dan Pemberdayaan perempuan Rasio anak perempuan terhadap anak laki-laki di tingkat pendidikan dasar menengah 91,21 baru akan tercapai, Capaian Rasio APM perempuanlaki-laki di tingkat pendidikan dasar, menengah atas sudah tercapai 100 persen. dan Proporsi kursi DPRD yang diduduki perempuan sudah tercapai sudah melebihi target nasional. d Menurunkan angka kematian Anak. Angka kematian Balita per 1000 kelahiran hidup sudah tercapai, Angka kematian bayi AKB per 1000 kelahiran hidup sudah tercapai dan persentase anak usia 1 tahun yang diimunisasi campak sudah tercapai e Meningkatkan kesehatan Ibu. Menurunkan angka kematian ibu hingga tiga per empat dalam kurun waktu 1990-2015. Angka kematian ibu per 100.00 kelahiran hidup 63,27 dan Nasional 85,00 masih perlu perhatian khusus sedangkan proporsi yang ditolong tenaga kesehatan terlatih sudah tercapai. Angka pemakaian kontrasepsi bagi perempuan menikah usia 15-49 semua cara perlu perhatian, cakupan pelayan antenatal sedikitnya satu kali dan 4 kali kunjungan sudah tercapai. Unmet need masih 8,97 dan target MDGs 5 perlu perhatian khusus. f Memerangi HIV dan AIDs, Malaria dan Penyakit menular lainnya. Prevalensi HIVAIDs persen dari total populasi dan Pengguna kondom pada hubungan seks beresiko tinggi pada populasi kunci yang 222 Profil Bappeda 2015 menerima kondom 4.90 nasional 90. perlu perhatian khusus. proporsi jumlah penduduk usia 15-24 tahun yang memiliki memiliki pengetahuan konprehensif tentang HIV AID 250 sedang nasional 90. Masih perlu perhatian khusus. Mewujudkan akses terhadap pengobatan HIV dan AIDs sudah tercapai. Mengendalikan penyebaran dan mulai menurunkan jumlah kasus malaria dan TB paru. TB target akan tercapai sedangkan Kematian terhadap T.B perlu mendapatkan perhatian khusus. g Memastikan Kelestarian Lingkungan Hidup. Rasio luas kawasan tertutup pepohonan berdasarkan hasil pemotretan citra satelit dan survey foto udara terhadap luas daratan akan tercapai sedangkan persampahan belum tercapai jumlah konsumsi bahan perusak ozon BPO dan proporsi rumah tangga dengan akses berkelanjutan terhadap sanitasi dasar yang layak perkotaan akan tercapai.

15. Analisis Kependudukan di Kabupaten Sleman Intisati Tahun 2013

Pada permulaan tahun 1798, Malthus, lewat karangannya yang berjudul : “Essai on Principle of Populations as it Affect the Future Improvement of Society, with Remarks onb the Specculations of Mr. Godwin, M. Condoret, and Other Writers”, menyatakan bahwa penduduk seperti juga tumbuhan dan binatang apabila tidak ada pembatasan, akan berkembang biak dengan cepat dan memenuhi dengan cepat beberapa bagian dari permukaan bumi ini. Tingginya laju pertumbuhan penduduk di beberapa bagian dunia ini menyebabkan jumlah penduduk meningkat dengan cepat. Di beberapa bagian dunia masalah yang mengikutinya adalah terjadinya kemiskinan dan kekeurangan pangan. Kabupaten Sleman sebagai penyumbangan jumlah penduduk tertingi di Daerah Istimewa Yogyakarta DIY tentu saja memeiliki potensi untuk terjebak dalam masalah kependudukan tersebut. Melihat masih tingginya angka kelahiran di masing-masing kecamatan di Kabupaten Sleman maka pencapaian pertumbuhan penduduk nol atau Zero Popolation Growth ZPG sangat sulit terjadi dalam waktu dkeat. ZPG adalah suatu kondisi dimana jumlah penduduk di suatu daerah tidak bertambah maupun berkurang. Pada tahun 2035 proyeksi penduduk dengan skenario TFR yang rendah, jumlah penduduk Kabupaten Sleman 223 Profil Bappeda 2015 sebanyak 1,28 juta jiwa. Jumlah penduduk yang berhubungan dengan penduduk seperti kebutuhan pangan, kebutuhan tempat tinggal, meningkatnya langsia, kebutuhan kesehatan dan pendidikan serta performa ekonomi nantinya. Di siis lain jumlah yang demikian besar merupakan potensi pembangunan juka penduduk dikelola dengan baik. Oleh karena itu segala persiapan harus dipikirkan sejak saat ini. Program-program kependudukan harus dikawal dengan ketat agar demografi disaster tidak terjadi.

4.1.1.5 Bidang Pengendalian dan Evaluasi A.

Sub Bidang Pengendalian 1. Pengendalian Dan Evaluasi Berdasarkan Permendagri Nomor 54 Tahun 2010 Berdasarkan Permendagri Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan, Pengendalian dan evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah, berikut beberapa item pengendalian dan evaluasi yang telah dilaksanakan mulai tahun 2012. No Laporan 2012 2013 2014 2015 1. Pengendalian Evaluasi thd Kebijakan RPJPD - - - - 2. Pengendalian Evaluasi thd Kebijakan RPJMD  - - - 3. Pengendalian Evaluasi thd Kebijakan RKPD -    4. Pengendalian Evaluasi thd Kebijakan Renstra SKPD  - - - 5. Pengendalian Evaluasi thd Kebijakan Renja SKPD     6. Pengendalian Evaluasi thd Pelaksanaan RPJPD - - - - 7. Pengendalian Evaluasi thd Pelaksanaan RPJMD - - - - 8. Pengendalian Evaluasi thd Pelaksanaan RKPD - -   9. Pengendalian Evaluasi thd Pelaksanaan Renstra SKPD - - - - 10. Pengendalian Evaluasi thd Pelaksanaan Renja SKPD     11. Evaluasi thd Hasil RPJPD - - - - 12. Evaluasi thd Hasil RPJMD     13. Evaluasi thd Hasil RKPD -    14. Evaluasi thd Hasil Renstra SKPD - - - - 15. Evaluasi thd Hasil Renja SKPD - -   Keterangan : Laporan sd triwulan 2 atau semester 1 Laporan sd triwulan 3 224 Profil Bappeda 2015 2. Pengendalian Evaluasi thd Kebijakan RPJMD Formulir VII.G.3 Kesimpulan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD Kabupaten Sleman Tahun 2011-2015 telah ditetapkan pada 1 Nopember 2010, oleh karena itu pengendalian dan evaluasi terhadap kebijakan perencanaan pembangunan jangka menengah kabupaten yang dilakukan adalah melihat kesesuaian proses dan isi yang terdapat pada RPJMD Kabupaten dengan Formulir VII.G.3 yang terdapat pada Lampiran VII Permendagri Nomor 54 Tahun 2010. Penelaahan yang telah dilakukan terhadap dokumen RPJMD Kabupaten Sleman Tahun 2011- 2015 beserta penelusuran proses penyusunannya telah mengarah kepada suatu kesimpulan. Kesimpulan tersebut adalah bahwa secara umum penyusunan RPJMD Kabupaten Sleman telah sesuai dengan tahapan dan tata cara penyusunan RPJMD Kabupaten yang diatur dalam peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010, walaupun beberapa hal belum sesuai yang dikarenakan penyusunan rancangan RPJMD Kabupaten Sleman pada saat itu mengacu pada PP No 8 Tahun 2008. Meskipun beberapa bagian terjabarkan secara singkat didalam RPJMD Kabupaten Sleman maupun ada yang belum tercantum, namun hal tersebut tidak menjadikan bahan untuk perlu dilakukan perubahan terhadap RPJMD Kabupaten. Sesuai dengan Pasal 282 Permendagri Nomor 54 Tahun 2010, perubahan RPJPD dan RPJMD hanya dapat dilakukan apabila: a hasil pengendalian dan evaluasi menunjukkan bahwa proses perumusan, tidak sesuai dengan tahapan dan tatacara penyusunan rencana pembangunan daerah yang diatur dalam Peraturan Menteri ini; b hasil pengendalian dan evaluasi menunjukkan bahwa substansi yang dirumuskan, tidak sesuai dengan Peraturan Menteri ini; c terjadi perubahan yang mendasar yang disebabkan oleh terjadinya bencana alam, goncangan politik, krisis ekonomi, konflik sosial budaya, gangguan keamanan, pemekaran daerah, atau perubahan kebijakan nasional; dan d merugikan kepentingan nasional karena bertentangan dengan kebijakan nasional. Rekomendasi Beberapa rekomendasi yang dapat disampaikan dalam pelaksanaan review RPJMD Kabupaten Sleman 2011-2015 berdasarkan pengendalian dan evaluasi 225 Profil Bappeda 2015 terhadap kebijakan RPJMD Kabupaten Sleman sesuai Permendagri Nomor 54 Tahun 2010 adalah sebagai berikut: a Perlu penyesuaian tinjauan RTRW di dalam RPJMD Kabupaten Sleman dengan mengacu pada Rancangan RTRW Kabupaten Sleman yang terbaru 2011-2031. Hal ini untuk meng-update informasi mengenai arah kebijakan pengembangan struktur ruang dan pola ruang di Kabupaten Sleman sehingga perencanaan pembangunan yang akan dilakukan di waktu yang akan datang dapat disesuaikan dengan keadaan terkini. b Perlu memasukkan kawasan suaka alam ke dalam tinjauan kewilayahan RPJMD sesuai dengan Perda RTRW Kabupaten Sleman yang baru. Selain itu, untuk luasan masing-masing kawasan perlu juga untuk ditinjau dan disesuaikan dengan Perda RTRW Kabupaten Sleman yang baru, sehingga informasi keruangan yang aktual dapat tertampung di dalam perencanaan pembangunan. Begitu juga dengan istilah-istilah kawasan perlu untuk disesuaikan. c Sistem jaringan transportasi pada draft RTRW yang digunakan dalam RPJMD perlu ditambahkan sistem jaringan perkeretaapian karena sebagian wilayah Kabupaten Sleman dilewati oleh jaringan transportasi kereta api. Selain itu juga perlu penyesuaian tentang sistem jaringan prasarana energi dan jaringan prasarana sumber daya sesuai dengan Perda RTRW Kabupaten Sleman yang baru. d Perlu dipertimbangkan untuk menyusun kembali prakiraan kebutuhan pendanaan sampai dengan tahun 2015 untuk per tahun per program, sehingga penerjemahannya di dalam RKPD per tahun dan selanjutnya per program per SKPD dapat lebih mudah terkendali dan termonitor sesuai dengan pagu indikatif yang telah tersusun dalam RPJMD. e Perlu dipertimbangkan untuk disusun pentahapan pelaksanaan program prioritas per tahunnya, sehingga program prioritas mana saja yang harus dilaksanakan pada tahun 2011, 2012, 2013, 2014, maupun 2015 dapat terlihat dengan jelas. Lebih jauh, SKPD nantinya juga dapat menyusun pentahapan pelaksanaan program prioritas per tahunnya di dalam Renstra nya masing-masing dengan menyesuaikan apa yang ada di dalam RPJMD. f Prioritas pembangunan belum disusun di dalam RPJMD Kabupaten Sleman. Hal ini perlu menjadi perhatian karena penyusunan prioritas 226 Profil Bappeda 2015 pembangunan dan program prioritas di dalam RPJMD dan RKPD seharusnya mengacu kepada prioritas pembangunan yang ada di dalam RPJMD. Dengan demikian, perlu dipertimbangkan untuk penyusunan program prioritas pada saat review RPJMD dilakukan. g Forum konsultasi publik agar bisa dilaksanakan pada saat penyusunan RPJMD Kabupaten Sleman untuk periode tahun berikutnya sehingga memenuhi acuan dan panduan di dalam Permendagri No 54 Tahun 2010. h Penyusunan matrik RPJMD Kabupaten Sleman masih terbatas hanya sampai dengan Program Pembangunan. Perlu dipertimbangkan untuk bisa di-breakdown lagi sampai dengan Kegiatan sehingga nantinya kegiatan yang akan diacu oleh SKPD akan lebih jelas. i Perlu dilakukan penyesuaian dalam RPJMD dikarenakan adanya pembentukan SKPD baru di lingkungan Pemerintah Kabupaten Sleman, sehingga SKPD baru tersebut nantinya memiliki pedoman yang jelas di dalam RPJMD terutama nanti dalam penyusunan Renstra SKPD nya. j Perlu dilakukan penyesuaian dalam RPJMD Kabupaten Sleman dikarenakan terjadinya perubahan status keistimewaan DIY yang memungkinkan juga adanya revisi RPJMD DIY. k Berdasarkan hasil asistensi dengan Kemenpan, ternyata masih terdapat beberapa indikator kinerja yang belum bisa didefinisikan secara jelas untuk setiap pernyataannya dan beberapa SKPD masih belum memahami indikator kinerja yang disusun. l Beberapa penetapan indikator dalam RPJMD belum mengacu pada SPM terkini. Selain itu, target beberapa indikator masih dirasa terlalu rendah. Hal ini terlihat pada laporan pengendalian dan evaluasi terhadap pelaksanaan RPJMD untuk tahun pertama, dimana beberapa target capaian indikator sudah sangat jauh terlampaui.

3. Pengendalian Evaluasi thd Kebijakan RKPD Formulir VII.G.5

Hasil Tahun Penyusunan 2013 2014 2015 Kesesuaian 100 100 81,48 Keterangan 2013 : - 227 Profil Bappeda 2015 2014 : 2015 : - Kesimpulan : Penyusunan RKPD Kabupaten Sleman Tahun 2016 telah sesuai dengan tahapan dan tata cara penyusunan RKPD Kabupaten yang diatur di dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 dengan beberapa catatan yaitu bahwa beberapa tahap dikatakan tidak sesuai dikarenakan pada saat penyusunan RKPD tahun 2016 tersebut Kabupaten Sleman belum memiliki RPJMD yang baru 2016-2020 sedangkan RPJMD yang lama sudah berakhir pada 2015. Hal ini dikarenakan adanya pelaksanaan pemilihan kepala daerah serentak yang diundur hingga akhir 2015 sedangkan masa jabatan Bupati terpilih sudah berakhir pada Agustus 2015. Untuk itu, sesuai dengan Pasal 287 ayat 2 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 maka penyusunannya mengacu pada RPJPD Kabupaten dan RPJMD Propinsi. Rekomendasi : a. Segera setelah RPJMD Kabupaten Sleman yang baru 2016 – 2020 ditetapkan dapat digunakan sebagai pedoman dalam menyusun RKPD tahun berikutnya dengan menyesuaikan kepada visi, misi, arah kebijakan, dan program Bupati terpilih yang dituangkan ke dalam RPJMD. Begitu pula dengan prioritas dan sasaran pembangunan tahunan selanjutnya dapat diselaraskan dengan RPJMD. b. Perumusan program prioritas beserta pagu indikatifnya untuk dapat disajikan di dalam rancangan awal RKPD pada penyusunan RKPD untuk tahun berikutnya.

4. Pengendalian Evaluasi thd Kebijakan Renstra SKPD Formulir

VII.G.7 dan VII.G.8 Kesimpulan a Tingkat kesesuaian rata-rata SKPD adalah mencapai 73,33 dimana sebanyak 25 SKPD tingkat kesesuaiannya mencapai 75 dan 19 SKPD tingkat kesesuaiannya mencapai 70 . Tidak adanya SKPD yang tingkat 228 Profil Bappeda 2015 kesesuaiannya mencapai 100 dikarenakan pada poin 6, 12, dan 19 Formulir VII.G.7 memang belum dilaksanakan oleh semua SKPD disebabkan memang belum adanya KLHS Kajian Lingkungan Hidup Strategis, belum adanya Surat Edaran Bupati perihal Penyusunan Rancangan Renstra-SKPD kabupaten beserta lampirannya, serta tidak adanya pentahapan pelaksanaan program SKPD di Kabupaten Sleman. b Banyaknya perbedaan pemahaman oleh SKPD terhadap arti dan maksud pelaksanaan forum SKPD poin 16 Formulir VII.G.7 dimana yang dimaksud dalam konteks pengendalian dan evaluasi terhadap kebijakan Renstra SKPD ini adalah pembahasan dengan seluruh unit kerja dilingkungan SKPD tersebut bersama dengan pemangku kepentingan sesuai dengan kebutuhan. c Seluruh SKPD di lingkungan Pemerintah Kabupaten Sleman belum melaksanakan pentahapan pelaksanaan program dikarenakan di dalam RPJMD Kabupaten Sleman juga tidak dilakukan pentahapan pelaksanaan program tetapi hanya prioritas pembangunan. d Beberapa SKPD belum konsisten dalam menyusun rencana strategisnya terutama konsistensi pada bagian kesesuaian hubungan antara misi, tujuan, sasaran, strategi, dan kebijakan SKPD yang mengacu pada misi, tujuan, sasaran, strategi, dan kebijakan RPJMD. e Beberapa SKPD hanya mengambil misi, tujuan, sasaran, strategi, dan kebijakan sama persis dengan yang ada di RPJMD yang sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya dan tidak mendefinisikan sendiri. Hal ini terkadang menjadikan misi, tujuan, sasaran, strategi, dan kebijakan SKPD kurang fokus dan kurang spesifik karena yang terdapat pada RPJMD adalah misi, tujuan, sasaran, strategi, dan kebijakan secara umum. f Penyusunan indikator sasaran pada beberapa Renstra SKPD masih belum tepat dan beberapa masih berbasis kerja dan belum berbasis kinerja. g Tidak tercantumnya lokasi kegiatan masing-masing SKPD terjadi pada hampir seluruh SKPD di lingkungan Pemerintah Kabupaten Sleman. Hal ini dimungkinkan karena pada format lama memang tidak tersedia kolom lokasi kegiatan. h Untuk kesimpulan pengendalian dan evaluasi terhadap kebijakan Renstra SKPD Kabupaten sesuai formulir VII.G.8 dapat dilihat pada tabel berikut: No Aspek Penjelasan Hasil Pengendalian dan Evaluasi 1. Perumusan visi dan misi SKPD kabupaten berpedoman pada visi dan misi pembangunan jangka menengah daerah Sebanyak 46 SKPD telah menyusun visi SKPD nya dengan mengacu pada RPJMD Kabupaten Sleman sedangkan terdapat 2 SKPD yang perlu dicermati kembali visi SKPD nya. Sementara itu, sudah seluruh SKPD menyusun misi SKPD nya dengan mengacu pada RPJMD Kabupaten Sleman meskipun beberapa SKPD 229 Profil Bappeda 2015 No Aspek Penjelasan Hasil Pengendalian dan Evaluasi masih sama persis dengan misi RPJMD sehingga perlu dicermati kembali. 2. Perumusan strategi dan kebijakan SKPD kabupaten berpedoman pada strategi dan arah kebijakan pembangunan jangka menengah daerah Sebanyak 33 SKPD telah menyusun strategi dan arah kebijakan SKPD dengan mengacu pada strategi dan arah kebijakan RPJMD Kabupaten Sleman. Sementara itu 14 SKPD perlu dicermati kembali strategi dan arah kebijakan SKPD nya. Hal ini dapat dikarenakan strategi dan kebijakan SKPD tersebut hanya mengambil sama persis dengan strategi dan kebijakan di dalam RPJMD atau juga dapat dikarenakan hal yang lain. Sebanyak 1 SKPD, berdasarkan pencermatan Renstranya, belum menyusun strategi dan kebijakan SKPD. 3. Perumusan rencana program, kegiatan SKPD kabupaten berpedoman pada kebijakan umum dan program pembangunan jangka menengah daerah Sebanyak 48 SKPD telah menyusun rencana program, kegiatan, indikator kinerja, kelompok sasaran dan pendanaan inidkatif yang mengacu pada RPJMD namun dari jumlah 48 SKPD tersebut terdapat 22 SKPD yang perlu dicermati kembali karena masih ada catatan dari hasil pencermatan Renstra SKPD baik itu untuk rencana program, kegiatan, indikator kinerja, kelompok sasaran ataupun pendanaan inidkatifnya. 4. Perumusan indikator kinerja, kelompok sasaran dan pendanaan indikatif SKPD kabupaten berpedoman pada indikasi rencana program prioritas dan kebutuhan pendanaan pembangunan jangka menengah daerah. Sebanyak 48 SKPD telah menyusun indikator kinerja, kelompok sasaran dan pendanaan inidkatif yang mengacu indikasi rencana program prioritas dan kebutuhan pendanaan pembangunan jangka menengah daerah. Namun demikian dari jumlah 48 SKPD tersebut terdapat 11 SKPD yang perlu dicermati kembali karena masih ada catatan dari hasil pencermatan Renstra SKPD baik itu untuk indikator kinerja, kelompok sasaran ataupun pendanaan inidkatifnya. Untuk pendanaan indikatif SKPD sendiri yang mengacu pada kebutuhan pendanaan pembangunan jangka menengah daerah agak sulit dilakukan pencermatantracking dikarenakan pada RPJMD Kabupaten Sleman sendiri kebutuhan pendanaan pembangunan jangka menengah daerah disusun per sasaran 230 Profil Bappeda 2015 No Aspek Penjelasan Hasil Pengendalian dan Evaluasi dan bukan per SKPD. 5. Perumusan indikator kinerja SKPD kabupaten berpedoman pada tujuan dan sasaran pembangunan jangka menengah daerah Sebanyak 22 SKPD telah menyusun indikator kinerja SKPD kabupaten dengan berpedoman pada tujuan dan sasaran pembangunan jangka menengah daerah. Sementara itu sebanyak 25 SKPD perlu dicermati kembali rumusan indikator kinerjanya yang berpedoman pada tujuan dan sasaran pembangunan jangka menengah daerah. 1 SKPD, berdasarkan pencermatan Renstranya, belum menyusun indikator kinerja SKPD dengan berpedoman pada tujuan dan sasaran pembangunan jangka menengah daerah. 6. Pentahapan pelaksanaan program SKPD kabupaten sesuai dengan pentahapan pelaksanaan program pembangunan jangka menengah daerah kabupaten. Seluruh SKPD di lingkungan Pemerintah Kabupaten Sleman belum melakukan pentahapan pelaksanaan program SKPD sesuai dengan pentahapan pelaksanaan program pembangunan jangka menengah daerah kabupaten. Hal ini dikarenakan di dalam RPJMD Kabupaten Sleman juga tidak terdapat pentahapan pelaksaanaan program tetapi yang ada hanyalah prioritas pembangunan. Rekomendasi a Perlu dilakukan komunikasi yang lebih baik lagi dengan para pengampu SKPD di Bappeda sehingga pelaksanaan kegiatan pengendalian dan evaluasi terhadap kebijakan Renstra SKPD dapat lebih efektif dan tepat waktu termasuk di dalamnya agar tidak terjadi bias maksud dan pengertian atas pertanyaan-pertanyaan di dalam Formulir VII.G.7 baik oleh subbid monitoring dan evaluasi, pengampu maupun SKPD itu sendiri. b Perlu peningkatan dan pengawasan para pengampu SKPD dalam mendampingi SKPD menyusun rencana strategisnya sehingga dapat lebih terarah dan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku termasuk di dalamnya Permendagri Nomor 54 Tahun 2010 baik itu meliputi kandungan materi, konsistensi isi Renstra SKPD maupun matrik Renstra-nya. c Perlu adanya sosialisasi secara berkelanjutan untuk memberikan pengertian dan pemahaman kepada seluruh SKPD akan pentingnya melaksanakan pengendalian dan evaluasi terhadap kebijakan rencana strategis SKPD sesuai yang diamanatkan oleh Permendagri Nomor 54 231 Profil Bappeda 2015 Tahun 2010 sebagai suatu kesatuan sistem perencanaan pembangunan yang baik dan berkualitas. Hal ini disebabkan pembangunan yang baik dan berkualitas bermula dari perencanaan yang tersusun baik. d Perlu peningkatan koordinasi dan komunikasi dengan seluruh SKPD agar pelaksanaan kegiatan pengendalian dan evaluasi terhadap kebijakan rencana strategis SKPD pada palaksanaan berikutnya dapat lebih tepat waktu dan efisien. Dukungan dari top level manajemen sangat dibutuhkan dalam hal ini. e Untuk hal yang bersifat umum yang belum dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten, seperti penyusunan KLHS Kajian Lingkungan Hidup Strategis dan pembuatan Surat Edaran Bupati perihal Penyusunan Rancangan Renstra SKPD kabupaten beserta lampirannya, perlu dilakukan pendalaman dan pertimbangan untuk dapat dilaksanakan sehingga dapat digunakan pada saat penyusunan rencana strategis SKPD periode-periode berikutnya. f Perlu adanya pencermatan terhadap indikator sasaran di dalam Renstra masing-masing SKPD sehingga indikator sasaran SKPD benar-benar berbasis kinerja dan bukan berbasis kerja. g Perlu dipertimbangkan untuk menambahkan kolom lokasi kegiatan pada matrik Renstra SKPD sehingga jelas dimana lokasi kegiatan itu akan dilaksanakan meskipun untuk beberapa SKPD lokasinya cukup disebutkan Kabupaten Sleman. h Masing-masing SKPD perlu melakukan review terhadap Renstra KL dan SKPD Provinsi yang sesuai serta penelahaan RTRW Kabupaten Sleman sesuai dengan tugas pokok dan fungsi organisasi nya yang selanjutnya dituangkan ke dalam Renstra masing-masing SKPD. i Sesuai dengan Permendagri Nomor 54 Tahun 2010, perlu dilakukan pentahapan pelaksanaan program oleh SKPD yang mengacu pada prioritas pembangunan per tahun di dalam RPJMD Kabupaten Sleman. Pentahapan pelaksanaan program ini dapat dilakukan per tahun sehingga akan terlihat programkegiatan mana saja yang akan dilakukan pada tahun ke-1, ke-2, ke-3, ke-4, dan ke-5 oleh masing-masing SKPD. 232 Profil Bappeda 2015

5. Pengendalian Evaluasi thd Kebijakan Renja SKPD Formulir VII.G.9

VII.G.10 Hasil Tahun Penyusunan 2012 2013 2014 2015 Kesesuaian 94,68 96,41 100,00 100,00 Kesimpulan 2012 : 1. Tingkat kesesuaian rata-rata SKPD mencapai 94,68 dimana 27 SKPD menyatakan bahwa penyusunan rencana kerjanya telah 100 sesuai dengan Formulir VII.G.9. 2. Penyusunan Surat Edaran Bupati terkait dengan penyusunan rencana kerja SKPD memang belum dilaksanakan. Hal ini disebabkan pada saat SKPD menyusun rencana kerja untuk tahun 2013 yang dikoordinasikan oleh Bappeda, informasi di dalam Permendagri Nomor 54 Tahun 2010 ini belum seluruhnya tersosialisasikan baik kepada Bappeda sendiri maupun kepada SKPD. 3. Renja SKPD yang merupakan turunan dari RKPD dimana RKPD mengacu pada RKPD provinsi serta RKP dan Renstra SKPD dimana Renstra SKPD mengacu pada RPJMD kabupaten dapat dikatakan sudah sebagian besar perumusan prioritasnya dan sasaran pembangunannya mengacu pada kebijakan umum dan program pembangunan jangka menengah daerah kabupaten serta mengacu pada RKPD provinsi dan RKP meskipun belum dapat dikatakan 100 memenuhi hal tersebut. 4. Renja SKPD yang merupakan turunan dari RKPD dimana RKPD mengacu pada sasaran pembangunan tahunan provinsi serta sasaran pembangunan tahunan nasional dan Renstra SKPD dimana Renstra SKPD mengacu pada sasaran pembangunan jangka menengah daerah kabupaten dapat dikatakan sudah sebagian besar perumusan rencana program dan kegiatan prioritasnya mengacu pada pencapaian sasaran pembangunan jangka menengah daerah kabupaten, pembangunan tahunan provinsi, serta pembangunan tahunan nasional meskipun belum dapat dikatakan 100 memenuhi hal tersebut. 5. Dengan banyaknya SKPD yang menyatakan bahwa 100 rencana kerjanya telah sesuai dengan tahapan dan tata cara penyusunan rencana kerja sesuai dengan Formulir VII.G.9 Permendagri Nomor 54 Tahun 2010 27 SKPD atau 56.25 dari 48 SKPD di lingkup Pemerintah Kabupaten 233 Profil Bappeda 2015 2013 : Sleman, maka diharapkan rencana kerja yang telah disusun tersebut sudah merupakan satu kesatuan sistem perencanaan yang terintegrasi dan menyeluruh dengan perencanaan yang lebih makro sehingga harapannya adalah target dan tujuan akhir yang ditetapkan baik di dalam Renstra SKPD itu sendiri maupun RPJMD Kabupaten Sleman dapat tercapai. 1. Tingkat kesesuaian rata-rata SKPD adalah 96,41 dimana 35 SKPD menyatakan bahwa penyusunan rencana kerja mereka telah 100 sesuai dengan Formulir VII.G.9. 2. Sesuai rekomendasi tahun lalu, penyusunan Surat Edaran Bupati terkait dengan penyusunan rencana kerja SKPD sudah mulai dilaksanakan pada tahun ini SE Bupati Nomor 0050235 tanggal 28 Januari 2013. Hal ini diharapkan dalam menyusun Renja, SKPD telah memiliki petunjuk penyusunan yang jelas sehingga sesuai dengan amanat Permendagri Nomor 54 Tahun 2010. 3. Renja SKPD yang merupakan turunan dari RKPD dimana RKPD mengacu pada RKPD provinsi serta RKP dan Renstra SKPD dimana Renstra SKPD mengacu pada RPJMD kabupaten dapat dikatakan sudah sebagian besar perumusan prioritasnya dan sasaran pembangunannya mengacu pada kebijakan umum dan program pembangunan jangka menengah daerah kabupaten serta mengacu pada RKPD provinsi dan RKP meskipun belum dapat dikatakan 100 memenuhi hal tersebut sudah lebih baik daripada tahun lalu. 4. Renja SKPD yang merupakan turunan dari RKPD dimana RKPD mengacu pada sasaran pembangunan tahunan provinsi serta sasaran pembangunan tahunan nasional dan Renstra SKPD dimana Renstra SKPD mengacu pada sasaran pembangunan jangka menengah daerah kabupaten dapat dikatakan sudah sebagian besar perumusan rencana program dan kegiatan prioritasnya mengacu pada pencapaian sasaran pembangunan jangka menengah daerah kabupaten, pembangunan tahunan provinsi, serta pembangunan tahunan nasional meskipun belum dapat dikatakan 100 memenuhi hal tersebut sudah lebih baik daripada tahun lalu. 5. Dengan banyaknya SKPD yang menyatakan bahwa 100 rencana kerjanya telah sesuai dengan 234 Profil Bappeda 2015 2014 : tahapan dan tata cara penyusunan rencana kerja sesuai dengan Formulir VII.G.9 Permendagri Nomor 54 Tahun 2010 35 SKPD atau 72,92 dari 48 SKPD di lingkup Pemerintah Kabupaten Sleman, maka diharapkan rencana kerja yang telah disusun tersebut sudah lebih baik dibanding tahun sebelumnya dan sudah merupakan satu kesatuan sistem perencanaan yang terintegrasi dan menyeluruh dengan perencanaan yang lebih makro sehingga harapannya adalah target dan tujuan akhir yang ditetapkan baik di dalam Renstra SKPD itu sendiri maupun RPJMD Kabupaten Sleman dapat tercapai. 1. Tingkat kesesuaian rata-rata SKPD sudah mencapai 100,00 dimana seluruh SKPD 48 SKPD telah menyatakan bahwa penyusunan rencana kerja mereka telah 100 sesuai dengan Formulir VII.G.9. 2. Sesuai rekomendasi tahun lalu, penyusunan Surat Edaran Bupati terkait dengan penyusunan rencana kerja SKPD sudah mulai dilaksanakan. Hal ini diharapkan dalam menyusun Renja, SKPD telah memiliki petunjuk penyusunan yang jelas sehingga sesuai dengan amanat Permendagri Nomor 54 Tahun 2010. 3. Renja SKPD yang merupakan turunan dari RKPD dimana RKPD mengacu pada RKPD provinsi serta RKP dan Renstra SKPD dimana Renstra SKPD mengacu pada RPJMD kabupaten dapat dikatakan bahwa perumusan prioritasnya dan sasaran pembangunannya telah mengacu pada kebijakan umum dan program pembangunan jangka menengah daerah kabupaten serta mengacu pada RKPD provinsi dan RKP. 4. Renja SKPD yang merupakan turunan dari RKPD dimana RKPD mengacu pada sasaran pembangunan tahunan provinsi serta sasaran pembangunan tahunan nasional dan Renstra SKPD dimana Renstra SKPD mengacu pada sasaran pembangunan jangka menengah daerah kabupaten dapat dikatakan bahwa perumusan rencana program dan kegiatan prioritasnya telah mengacu pada pencapaian sasaran pembangunan jangka menengah daerah kabupaten, pembangunan tahunan provinsi, serta pembangunan tahunan nasional. 5. Dengan banyaknya SKPD yang menyatakan bahwa 100 rencana kerjanya telah sesuai dengan tahapan dan tata cara penyusunan rencana kerja sesuai dengan Formulir VII.G.9 Permendagri 235 Profil Bappeda 2015 2015 : Nomor 54 Tahun 2010 48 SKPD atau 100,00, maka diharapkan rencana kerja yang telah disusun tersebut sudah lebih baik dibanding tahun sebelumnya dan sudah merupakan satu kesatuan sistem perencanaan yang terintegrasi dan menyeluruh dengan perencanaan yang lebih makro sehingga harapannya adalah target dan tujuan akhir yang ditetapkan baik di dalam Renstra SKPD itu sendiri maupun RPJMD Kabupaten Sleman dapat tercapai. 1. Tingkat kesesuaian rata-rata SKPD adalah 100,00 dimana seluruh SKPD 47 SKPD telah menyatakan bahwa penyusunan rencana kerja mereka telah 100 sesuai dengan tahapan yang ada di Formulir VII.G.9. 2. Surat Edaran Bupati terkait dengan penyusunan Rencana Kerja SKPD sudah dilaksanakan. Hal ini diharapkan dalam menyusun Renja, SKPD telah memiliki petunjuk penyusunan yang jelas sehingga sesuai dengan amanat Permendagri Nomor 54 Tahun 2010. 3. Renja SKPD yang merupakan turunan dari RKPD dimana RKPD mengacu pada RKPD provinsi serta RKP dan Renstra SKPD dimana Renstra SKPD mengacu pada RPJMD kabupaten dapat dikatakan bahwa perumusan prioritasnya dan sasaran pembangunannya telah mengacu pada kebijakan umum dan program pembangunan jangka menengah daerah kabupaten serta mengacu pada RKPD provinsi dan RKP. 4. Renja SKPD yang merupakan turunan dari RKPD dimana RKPD mengacu pada sasaran pembangunan tahunan provinsi serta sasaran pembangunan tahunan nasional dan Renstra SKPD dimana Renstra SKPD mengacu pada sasaran pembangunan jangka menengah daerah kabupaten dapat dikatakan bahwa perumusan rencana program dan kegiatan prioritasnya telah mengacu pada pencapaian sasaran pembangunan jangka menengah daerah kabupaten, pembangunan tahunan provinsi, serta pembangunan tahunan nasional. 5. Dengan seluruh SKPD menyatakan bahwa 100 rencana kerjanya telah sesuai dengan tahapan dan tata cara penyusunan rencana kerja sesuai dengan Formulir VII.G.9 Permendagri Nomor 54 Tahun 2010 47 SKPD atau 100,00, maka diharapkan rencana kerja yang telah disusun tersebut sudah merupakan satu kesatuan sistem perencanaan yang terintegrasi dan menyeluruh 236 Profil Bappeda 2015 dengan perencanaan yang lebih makro sehingga harapannya adalah target dan tujuan akhir yang ditetapkan baik di dalam Renstra SKPD itu sendiri maupun RPJMD Kabupaten Sleman dapat tercapai. Rekomendasi 2012 : 1. Perlu dilakukan komunikasi yang lebih baik lagi dengan sub bagian perencanaan dan evaluasi Bappeda sehingga pelaksanaan kegiatan pengendalian dan evaluasi dapat lebih sinkron, tepat waktu, dan tepat sasaran agar dapat dihasilkan perencanaan pembangunan yang lebih baik dan berkualitas. Salah satunya adalah dengan menjadikan Lapiran VII.G.9 sebagai formulir wajib yang harus diserahkah oleh SKPD bersamaan dengan penyerahan dokumen rencana kerja SKPD untuk tahun rencana tahun n. 2. Perlu peningkatan dan pengawasan para pengampu SKPD dalam mendampingi SKPD menyusun rencana kerjanya sehingga dapat lebih terarah dan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku termasuk di dalamnya Permendagri Nomor 54 Tahun 2010. 3. Perlu adanya sosialisasi secara berkelanjutan untuk memberikan pengertian dan pemahaman kepada seluruh SKPD akan pentingnya melaksanakan pengendalian dan evaluasi terhadap kebijakan rencana kerja SKPD sesuai yang diamanatkan oleh Permendagri Nomor 54 Tahun 2010 sebagai suatu kesatuan sistem perencanaan pembangunan yang baik, terintegrasi, dan berkualitas. Hal ini disebabkan perencanaan pembangunan yang baik dan berkualitas tidak hanya terletak pada tahap penyusunan perencanaannya saja, namun juga pada saat pelaksanaannya dan hasil umpan balik yang didapatkan. 4. Perlu peningkatan koordinasi dan komunikasi dengan seluruh SKPD agar pelaksanaan kegiatan pengendalian dan evaluasi terhadap kebijakan rencana kerja SKPD ini dapat lebih tepat waktu dan efisien. 5. Untuk hal yang bersifat umum yang belum dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten, seperti pembuatan surat edaran Bupati yang terkait dengan penyusunan rencana kerja SKPD, perlu dilakukan pendalaman dan pertimbangan untuk dapat dilaksanakan pada tahun perencanaan berikutnya. 6. Perlu dipertimbangan untuk menyusun suatu sistematika penyusunan kebijakan rencana kerja 237 Profil Bappeda 2015 2013 : SKPD yang lebih rigid oleh Bappeda yang sesuai dengan Formulir VII.G.9 Permendagri Nomor 54 tahun 2010 dan kemudian disosialisasikan ke seluruh SKPD sehingga penyusunan isi dan muatan kebijakan rencana kerja SKPD dapat seragam. 1. Sudah dilakukan koordinasi dengan sub bagian perencanaan dan evaluasi Bappeda sesuai rekomendasi pelaksanaan tahun lalu dengan menjadikan Lapiran VII.G.9 sebagai formulir wajib yang harus diserahkah oleh SKPD bersamaan dengan penyerahan dokumen rencana kerja SKPD untuk tahun rencana tahun n sehingga pelaksanaan kegiatan pengendalian dan evaluasi dapat lebih sinkron, tepat waktu, dan tepat sasaran agar dapat dihasilkan perencanaan pembangunan yang lebih baik dan berkualitas. Namun yang perlu ditingkatkan lagi adalah koordinasi dengan SKPD agar SKPD dapat menyerahkan dokumen Renja nya kepada Bappeda tepat waktu. 2. Perlu peningkatan dan pengawasan para pengampu SKPD dalam mendampingi SKPD menyusun rencana kerjanya sehingga dapat lebih terarah dan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku termasuk di dalamnya Permendagri Nomor 54 Tahun 2010. 3. Perlunya sosialisasi dan pendampingan secara berkelanjutan untuk memberikan pengertian dan pemahaman kepada seluruh SKPD akan pentingnya melaksanakan pengendalian dan evaluasi terhadap kebijakan rencana kerja SKPD sesuai yang diamanatkan oleh Permendagri Nomor 54 Tahun 2010 sebagai suatu kesatuan sistem perencanaan pembangunan yang baik, terintegrasi, dan berkualitas. Hal ini disebabkan perencanaan pembangunan yang baik dan berkualitas tidak hanya terletak pada tahap penyusunan perencanaannya saja, namun juga pada saat pelaksanaannya dan hasil umpan balik yang didapatkan. 4. Perlu dipertimbangan untuk menyusun suatu sistematika penyusunan kebijakan rencana kerja SKPD yang lebih rigid oleh Bappeda yang sesuai dengan Formulir VII.G.9 Permendagri Nomor 54 tahun 2010 dan kemudian disosialisasikan secara berkelanjutan ke seluruh SKPD sehingga penyusunan isi dan muatan kebijakan rencana 238 Profil Bappeda 2015 2014 : 2015 : kerja SKPD dapat seragam. 1. Sudah dilakukan koordinasi dengan sub bagian perencanaan dan evaluasi Bappeda sesuai rekomendasi pelaksanaan tahun lalu dengan menjadikan Lapiran VII.G.9 sebagai formulir wajib yang harus diserahkah oleh SKPD bersamaan dengan penyerahan dokumen rencana kerja SKPD untuk tahun rencana tahun n sehingga pelaksanaan kegiatan pengendalian dan evaluasi dapat lebih sinkron, tepat waktu, dan tepat sasaran agar dapat dihasilkan perencanaan pembangunan yang lebih baik dan berkualitas. Namun yang perlu ditingkatkan lagi adalah koordinasi dengan SKPD agar SKPD dapat menyerahkan dokumen Renja nya kepada Bappeda tepat waktu. 2. Perlu peningkatan dan pengawasan para pengampu SKPD dalam mendampingi SKPD menyusun rencana kerjanya sehingga dapat lebih terarah dan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku termasuk di dalamnya Permendagri Nomor 54 Tahun 2010. 3. Perlunya pendampingan secara terus menerus dan berkelanjutan untuk memberikan pengertian dan pemahaman kepada seluruh SKPD akan pentingnya melaksanakan pengendalian dan evaluasi terhadap kebijakan rencana kerja SKPD sesuai yang diamanatkan oleh Permendagri Nomor 54 Tahun 2010 sebagai suatu kesatuan sistem perencanaan pembangunan yang baik, terintegrasi, dan berkualitas. Hal ini disebabkan perencanaan pembangunan yang baik dan berkualitas tidak hanya terletak pada tahap penyusunan perencanaannya saja, namun juga pada saat pelaksanaannya dan hasil umpan balik yang didapatkan. 4. Penyampaian sistematika penyusunan kebijakan rencana kerja SKPD yang rigid oleh Bappeda sesuai dengan Formulir VII.G.9 Permendagri Nomor 54 tahun 2010 perlu selalu dilakukan secara berkelanjutan ke seluruh SKPD sehingga penyusunan isi dan muatan kebijakan rencana kerja SKPD dapat sesuai dengan Formulir VII.G.9 Permendagri Nomor 54 tahun 2010. 1. Terus berkoordinasi dengan sub bidang perencanaan daerah Bappeda sehingga Lampiran VII.G.9 tetap dipakai sebagai formulir wajib yang harus diserahkah oleh SKPD bersamaan dengan penyerahan dokumen Rencana Kerja SKPD untuk 239 Profil Bappeda 2015 tahun rencana tahun n sehingga pelaksanaan kegiatan pengendalian dan evaluasi dapat lebih sinkron, tepat waktu, dan tepat sasaran agar dapat dihasilkan perencanaan pembangunan yang lebih baik dan berkualitas. 2. Terus berkoordinasi dengan pengampu SKPD untuk selalu meningkatkan pengawasan dan pendampingan kepada SKPD dalam menyusun rencana kerjanya sehingga dapat lebih terarah dan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku termasuk di dalamnya Permendagri Nomor 54 Tahun 2010. 3. Perlunya pendampingan secara terus menerus dan berkelanjutan untuk memberikan pengertian dan pemahaman kepada seluruh SKPD akan pentingnya melaksanakan pengendalian dan evaluasi terhadap kebijakan rencana kerja SKPD sesuai yang diamanatkan oleh Permendagri Nomor 54 Tahun 2010 sebagai suatu kesatuan sistem perencanaan pembangunan yang baik, terintegrasi, dan berkualitas. Hal ini disebabkan perencanaan pembangunan yang baik dan berkualitas tidak hanya terletak pada tahap penyusunan perencanaannya saja, namun juga pada saat pelaksanaannya dan hasil umpan balik yang didapatkan. 4. Penyampaian sistematika penyusunan kebijakan rencana kerja SKPD yang sangat rinci oleh Bappeda sesuai dengan Formulir VII.G.9 Permendagri Nomor 54 tahun 2010 perlu selalu dilakukan secara berkelanjutan ke seluruh SKPD sehingga penyusunan isi dan muatan kebijakan rencana kerja SKPD dapat sesuai dengan Formulir VII.G.9 Permendagri Nomor 54 tahun 2010.

6. Pengendalian Evaluasi thd Pelaksanaan RKPD Formulir VII.H.5 Hasil

Tahun Penyusunan 2014 2015 Capaian Kesesuaian RKPD-PPAS : 98,31 Kesesuaian Renja-DPA : 97,71 Keuangan : 18,71 Kinerja : 42,87 Kesesuaian RKPD-PPAS : 94,90 Kesesuaian Renja-DPA : 97,74 Keuangan : 45,58 Kinerja : 63,51 Kesimpulan 2014 : 1. Penyusunan KUA sudah mengacu pada RKPD dimana 10 prioritas pembangunan di RKPD telah diakomodir seluruhnya di dalam KUA. Hanya saja di dalam KUA tidak dicantumkan kembali sasaran pembangunan seperti yang tercantum di dalam RKPD sehingga sasaran pembangunan tidak dapat diperbandingkan antara RKPD dengan KUA. 240 Profil Bappeda 2015 2015 : 2. Sebanyak 1.598 kegiatan yang ada di RKPD maupun di PPAS ternyata sebanyak 795 sesuai antara RKPD dan PPAS dan 769 diantaranya tidak sesuai dalam hal pagu anggarannya. Selain itu terdapat 27 kegiatan yang ada di RKPD tetapi tidak terdapat di PPAS dan 7 kegiatan yang ada di PPAS tetapi tidak terdapat di RKPD namun demikian kegiatan tersebut merupakan pindahan dari SKPD lain. 3. Tingkat rata-rata pelaksanaan programkegiatan Renja SKPD di dalam DPA SKPD pada tahun 2014 mencapai 97,71 dimana sebanyak 23 SKPD menyatakan bahwa pelaksanaan programkegiatan di dalam Rencana Kerja-nya telah 100 diakomodir ke dalam DPA SKPD. 4. Keterbatasan kemampuan APBD menjadi faktor utama ketidaksesuaian antara Renja SKPD dengan DPA SKPD. Hal ini terbukti dengan 91,55 anggaran usulan SKPD di dalam Renja SKPD yang disetujui menjadi DPA SKPD tahun 2014. 5. Jumlah program dan kegiatan yang dilaksanakan oleh seluruh SKPD 48 SKPD di lingkungan pemerintah kabupaten Sleman untuk mendukung 10 prioritas pembangunan adalah sejumlah 173 program dan 868 kegiatan dimana 23 kegiatan diantaranya tidak dianggarkan untuk dilaksanakan. Hal ini dapat dikarenakan kegiatan tersebut tidak disetujui, outputnya digabung ke dalam kegiatan lain, atau menjadi sub dari kegiatan yang lain. 6. Jumlah anggaran belanja langsung APBD tahun 2014 yang digunakan untuk melaksanakan 10 prioritas pembangunan dalam RKPD adalah mencapai Rp 680.057.775.193,00 atau 91,85 dari Rp 740.425.442.420,00 yang dianggarkan di RKPD dimana serapan anggaran oleh seluruh SKPD hingga Bulan Juni semester I mencapai Rp 127.238.223.980,00 atau sekitar 18,71 terhadap APBD dan 17,18 terhadap RKPD. Capaian ini masih sangat rendah karena berada di kisaran ≤ 50 Sangat Rendah. Sedangkan untuk realisasi kinerjanya juga masih sangat rendah yaitu baru mencapai 42,87 kurang dari 50. 1. Penyusunan KUA sudah mengacu pada RKPD dimana 11 prioritas pembangunan di RKPD telah diakomodir seluruhnya di dalam KUA. Hanya saja di dalam KUA tidak dicantumkan 241 Profil Bappeda 2015 kembali sasaran pembangunan seperti yang tercantum di dalam RKPD sehingga sasaran pembangunan tidak dapat diperbandingkan antara RKPD dengan KUA. 2. Dari sebanyak 2.413 kegiatan yang ada di RKPD dan di PPAS ternyata sebanyak 690 kegiatan 28,60 sesuai antara RKPD dan PPAS dan sebanyak 1.723 kegiatan 71,40 diantaranya tidak sama antara RKPD dan PPAS dalam hal pagu anggarannya. Selain itu sebanyak 629 kegiatan 26,07 memiliki pagu anggaran PPAS lebih besar daripada RKPD. 3. Dari sebanyak 48 SKPD yang terdapat di dalam RKPD 2015, terdapat 17 SKPD 35,42 yang pagu anggaran PPAS nya dibawah pagu anggaran RKPD dan sisanya sebanyak 31 SKPD 64,58 memiliki pagu anggaran PPAS lebih besar dari RKPD. 4. Dari sebanyak 2.413 kegiatan yang ada di RKPD dan di PPAS ternyata sebanyak 2.290 kegiatan 94,90 sesuai antara RKPD dan PPAS dan sebanyak 123 kegiatan 5,10 diantaranya nomenklatur kegiatannya berbeda. Dari sebanyak 123 kegiatan yang nomenklatur kegiatannya berbeda tersebut 93 kegiatan diantaranya merupakan hasil penyesuaian terhadap perubahan SOTK baru yang mulai berlaku tanggal 1 Januari 2015 kegiatan dipindahkan ke SKPD yang lebih sesuai sehingga hanya tinggal terdapat 30 kegiatan yang tidak sesuai kegiatan tersebut ada di RKPD tetapi tidak ada di PPAS dikarenakan keterbatasan anggaran atau dikarenakan pergantian nomenklatur kegiatan sesuai evaluasi Gubernur sehingga nama kegiatannya berbeda dengan RKPD. 5. Dari sebanyak 2.698 kegiatan yang ada di RKPDRenja SKPD dan di APBDDPA ternyata sebanyak 328 kegiatan 12,16 sesuai antara RKPDRenja SKPD dan APBDDPA dan sebanyak 2.370 kegiatan 87,84 diantaranya tidak sama antara RKPDRenja SKPD dan APBDDPA dalam hal pagu anggarannya. Selain itu, sebanyak 48 SKPD yang terdapat di dalam RKPDRenja SKPD 2015, terdapat 20 SKPD 41,67 yang pagu anggaran APBDDPA nya dibawah pagu anggaran RKPDRenja SKPD dan sisanya sebanyak 28 SKPD 58,33 memiliki pagu anggaran APBDDPA lebih besar dari RKPDRenja SKPD. 242 Profil Bappeda 2015 6. Dari sebanyak 2.698 kegiatan yang ada di RKPDRenja SKPD dan di APBDDPA SKPD ternyata sebanyak 1.950 kegiatan 72,28 sesuai antara RKPDRenja SKPD dan APBDDPA SKPD dan sebanyak 748 kegiatan 27,72 diantaranya nomenklatur kegiatannya berbeda. Dari sebanyak 748 kegiatan yang berbeda nomenklaturnya tersebut 611 kegiatan 81,68 diantaranya merupakan hasil penyesuaian terhadap evaluasi Gubernur, 76 kegiatan 10,16 diantaranya merupakan hasil penyesuaian terhadap perubahan SOTK baru yang mulai berlaku tanggal 1 Januari 2015 kegiatan dipindahkan ke SKPD yang lebih sesuai dan 61 kegiatan 8,16 disebabkan hal lain dikarenakan keterbatasan anggaran pada tahun 2015, pergantian nomenklatur kegiatan, duplikasi kegiatan, dll. 7. Tingkat rata-rata pelaksanaan programkegiatan Renja SKPD di dalam DPA SKPD pada tahun 2015 mencapai 97,74 2.637 kegiatan dari 2.698 kegiatan dan hanya 61 kegiatan yang tidak sesuai karena keterbatasan anggaran pada tahun 2015, pergantian nomenklatur kegiatan, duplikasi kegiatan, dll yang tersebar di 20 SKPD sehingga hanya 28 SKPD yang menyatakan bahwa pelaksanaan program kegiatan di dalam DPA telah 100 sesuai dengan Rencana Kerja SKPD. 8. Serapan anggaran belanja langsung APBD tahun 2015 sampai dengan triwulan III untuk melaksanakan 11 prioritas pembangunan dan program pendukung prioritas RKPD oleh semua SKPD mencapai Rp 463.560.920.990,00 atau sekitar 45,58 terhadap APBD dan 41,47 terhadap RKPD. Capaian ini masih sangat rendah karena berada di kisaran ≤ 50 Sangat Rendah. Sedangkan untuk realisasi kinerjanya masih tergolong rendah yaitu mencapai 63,51. Rekomendasi 2014 : 1. Pada proses penyusunan KUA perlu mencan- tumkan sasaran pembangunan sesuai dengan RKPD. 2. Pernyusunan PPAS agar lebih cermat lagi sehingga tidak ada kegiatan yang terdapat pada PPAS tetapi tidak terdapat di dalam RKPD. Selain itu perlu juga dicermati dari segi pagu plafon anggaran agar pada APBD tidak ada kegiatan yang anggarannya melebihi plafon anggaran terlalu tinggi. 3. Perlu dilakukan percepatan penyerapan 243 Profil Bappeda 2015 2015 : anggaran sehingga dengan realisasi capaian anggaran yang masih 18,71 pada semester I dapat didorong untuk nantinya dapat mencapai target yang diharapkan pada akhir masa anggaran di semester II. Selain itu, agar masing-masing SKPD dalam mengusulkan kegiatan disesuaikan dengan kesiapan pelaksa- naannya sehingga tidak menumpuk di akhir tahun anggaran. 4. Perlu adanya sistem informasi manajemen SIM e-monev dan dukungan dari top level management sehingga pelaksanaan kegiatan monitoring dan evaluasi sesuai Permendagri Nomor 542010 ini dapat berjalan baik agar dapat memberikan outcome yang berkualitas, bermutu, dan berguna bagi peningkatan dan perbaikan sistem perencanaan pembangunan daerah untuk menuju tata kelola pemerintahan yang baik berdasarkan prinsip-prinsip Good Governance. 1. Pada penyusunan KUA-PPAS agar sasaran pembangunan dicantumkan pula di dalam KUA. 2. Penyusunan PPAS perlu dicermati sehingga diupayakan pagu plafon anggaran pada APBD tidak ada kegiatan yang melebihi plafon anggaran PPAS terlalu tinggi. 3. Perlu dilakukan percepatan penyerapan anggaran sehingga dengan realisasi capaian anggaran yang masih 45,58 pada triwulan III dapat didorong untuk nantinya dapat mencapai target yang diharapkan pada triwulan IV. Selain itu, agar masing-masing SKPD dalam mengusulkan kegiatan disesuaikan dengan kesiapan pelaksanaannya sehingga tidak menumpuk di akhir tahun anggaran. 4. Perlu adanya sistem informasi manajemen SIM e-monev dan dukungan dari top level management sehingga pelaksanaan kegiatan pengendalian dan evaluasi sesuai Permendagri Nomor 542010 ini dapat berjalan baik agar dapat memberikan outcome yang berkualitas, bermutu, dan berguna bagi peningkatan dan perbaikan sistem perencanaan pembangunan daerah untuk menuju tata kelola pemerintahan yang baik berdasarkan prinsip-prinsip Good Governance. 244 Profil Bappeda 2015

7. Pengendalian Evaluasi thd Pelaksanaan Renja SKPD Formulir VII.H.4 Hasil:

Tahun Penyusunan 2012 2013 2014 2015 Kesesuaian 84,21 93,98 97,71 97,01 Kesimpulan 2012 : 1. Tingkat rata-rata pelaksanaan programkegiatan Renja SKPD di dalam DPA SKPD pada tahun 2012 adalah mencapai 84,21 dimana seba- nyak 13 SKPD menyatakan bahwa pelaksanaan programkegiatan di dalam Rencana Kerja-nya telah 100 diakomodir ke dalam DPA SKPD. 2. SKPD dengan 100 pelaksanaan program kegiatan Renja yang telah terakomodir di dalam DPA paling banyak dilaksanakan oleh SKPD kecamatan 8 kecamatan. 3. Keterbatasan kemampuan APBD menjadi faktor utama ketidaksesuaian antara Renja SKPD dengan DPA SKPD. Hal ini terbukti dengan hanya 87,29 anggaran usulan SKPD di dalam Renja SKPD yang disetujui menjadi DPA SKPD. Dengan adanya rasionalisasi anggaran untuk menyesuaikan dengan kemampuan APBD telah berdampak pada ketidaksesuaian di sisi besar- an anggaran yang diusulkan dengan yang dise- tujui. Dengan berkurangnya anggaran, secara otomatis sedikit banyak akan berpengaruh pada pengurangan indikator kinerja programkegiatan, lokasi, dan target capaian kinerja SKPD di dalam DPA SKPD. 4. Banyaknya programkegiatan di dalam Renja SKPD yang tidak terakomodir ke dalam DPA SKPD tersebut lebih disebabkan karena: a. Adanya perubahan namanomor rekening programkegiatan yang lama diganti dengan yang baru maupun penggabungan bebeapa kegiatan menjadi satu berdasarkan pencer- matan dan pembahasan oleh tim anggaran. b. Adanya programkegiatan yang tidak disetu- jui oleh tim anggaran dikarenakan bukan merupakan program kegiatan prioritas yang harus dilaksanakan SKPD sehingga dalam pencermatan dan pembahasan rasionalisasi anggaran, programkegiatan tersebut ditun- da untuk anggaran perubahantahun depan ditiadakan dihilangkan. c. Adanya pengalihan programkegiatan ke SKPD lain yang lebih sesuai tupoksinya berdasarkan pencermatan dan pembahasan oleh tim anggaran. d.Adanya beberapa kegiatan yang merupakan 245 Profil Bappeda 2015 kegiatan antisipasi jika ada ketentuan per- aturan baru dari pusat namun pada akhirnya tidak dilaksanakan karena tidak ada keten- tuanperaturan baru dari pemerintah pusat. 5. Banyaknya programkegiatan baru yang muncul di dalam DPA dan tidak terdapat pada Renja SKPD tersebut lebih disebabkan karena: a. Adanya programkegiatan hasil perubahan namanomor rekening programkegiatan yang lama diganti dengan yang baru mau- pun hasil penggabungan beberapa kegiatan menjadi satu berdasarkan pencermatan dan pembahasan tim anggaran. b. Adanya programkegiatan yang merupakan program kegiatan darurat dikarenakan ben- cana erupsi merapi yang mendesak untuk dilaksanakan sebagai kelanjutan dari pro- gram rehab rekon dan pemulihan paska erupsi Merapi. c. Adanya programkegiatan yang merupakan tindak lanjut dari aturan pusat yang diter- bitkan setelah penyusunan Renja SKPD. d. Adanya programkegiatan hasil pengalihan dari SKPD lain yang kurang sesuai tupok- sinya berdasarkan pencermatan dan pem- bahasan oleh tim anggaran. e. Adanya programkegiatan yang harus dilaksanakan oleh SKPD karena merupakan keberlanjutan dari program kegiatan tahun sebelumnya ataupun karena merupakan kegiatan penunjang SKPD yang wajib dilaksanakan dan belum diusulkan sebelumnya dalam Renja SKPD. 6. Banyaknya isian yang menyatakan ketidak sesuaian di dalam Formulir VII.H.4 pada masing-masing SKPD bukan berarti menunjuk kan bahwa perencanaan pembangunan tahunan SKPD dalam hal ini penyusunan Renja dan DPA SKPD tersebut tidak baik. Namun kese- suaian maupun ketidaksesuaian disini dilihat secara keseluruhan yaitu dari nomen klatur nama programkegiatan, indikator kinerja pro- gramkegiatan, lokasi, target capaian kinerja, anggaran, target capaian kinerja prakiraan maju, dan anggaran prakiraan maju. Ketidaksesuaian ini lebih dikarenakan adanya rasionalisasi anggaran dan kegiatan untuk menyesuaikan dengan kemampuan keterbatasan APBD. 246 Profil Bappeda 2015 2013 : 1. Tingkat rata-rata pelaksanaan programkegiatan Renja SKPD di dalam DPA SKPD pada tahun 2013 meningkat menjadi 93,98 dimana sebanyak 19 SKPD menyatakan bahwa pelak- sanaan programkegiatan di dalam Rencana Kerjanya telah 100 diakomodir ke dalam DPA SKPD. 2. SKPD dengan 100 pelaksanaan program kegiatan Renja yang telah terakomodir di dalam DPA paling banyak dilaksanakan oleh SKPD kecamatan 11 kecamatan. 3. Keterbatasan kemampuan APBD menjadi faktor utama ketidaksesuaian antara Renja SKPD dengan DPA SKPD. Hal ini terbukti dengan hanya 87,29 anggaran usulan SKPD di dalam Renja SKPD yang disetujui menjadi DPA SKPD tahun 2012. Namun pada tahun 2013 meningkat menjadi 95,90 anggaran usulan SKPD di dalam Renja SKPD yang disetujui menjadi DPA SKPD. Dengan adanya rasionalisasi anggaran untuk menyesuaikan dengan kemampuan APBD telah berdampak pada ketidaksesuaian di sisi besaran anggaran yang diusulkan dengan yang disetujui. Dengan berkurangnya anggaran, secara otomatis sedikit banyak akan berpe- ngaruh pada pengurangan indikator kinerja programkegiatan, lokasi, dan target capaian kinerja SKPD di dalam DPA SKPD. 4. Banyaknya programkegiatan di dalam Renja SKPD yang tidak terakomodir ke dalam DPA SKPD tersebut lebih disebabkan karena: a. Adanya perubahan namanomor rekening program kegiatan yang lama diganti dengan yang baru maupun penggabungan beberapa kegiatan menjadi satu berdasarkan pencer- matan dan pembahasan oleh tim anggaran. b. Adanya programkegiatan yang tidak disetujui oleh tim anggaran dikarenakan bukan merupakan program kegiatan prioritas yang harus dilaksanakan SKPD sehingga dalam pencermatan dan pembahasan rasionalisasi anggaran, programkegiatan tersebut ditunda untuk anggaran perubahan tahun depan ditiadakan dihilangkan. c. Adanya pengalihan programkegiatan ke SKPD lain yang lebih sesuai tupoksinya berdasarkan pencermatan dan pembahasan oleh tim anggaran. d. Adanya beberapa kegiatan yang merupakan kegiatan antisipasi jika ada ketentuan 247 Profil Bappeda 2015 2014: peraturan baru dari pusat namun pada akhirnya tidak dilaksanakan karena tidak ada ketentuanperaturan baru dari pemerintah pusat. 5. Banyaknya programkegiatan baru yang muncul di dalam DPA dan tidak terdapat pada Renja SKPD tersebut lebih disebabkan karena: a. Adanya programkegiatan hasil perubahan namanomor rekening programkegiatan yang lama diganti dengan yang baru maupun hasil penggabungan beberapa kegiatan menjadi satu berdasarkan pencermatan dan pemba- hasan tim anggaran. b. Adanya programkegiatan yang merupakan tindak lanjut dari aturan pusat yang diter- bitkan setelah penyusunan Renja SKPD. c. Adanya programkegiatan hasil pengalihan dari SKPD lain yang kurang sesuai tupoksinya berdasarkan pencermatan dan pembahasan oleh tim anggaran. d. Adanya programkegiatan yang harus dilak- sanakan oleh SKPD karena merupakan keberlanjutan dari program kegiatan tahun sebelumnya ataupun karena merupakan kegiatan penunjang SKPD yang wajib dilaksanakan dan belum diusulkan sebelumnya dalam Renja SKPD. 6. Banyaknya isian yang menyatakan ketidakse- suaian di dalam Formulir VII.H.4 pada masing- masing SKPD bukan berarti menunjukkan bahwa perencanaan pembangunan tahunan SKPD dalam hal ini penyusunan Renja dan DPA SKPD tersebut tidak baik. Namun kese- suaian maupun ketidaksesuaian disini dilihat secara keseluruhan yaitu dari nomenklatur nama programkegiatan, indikator kinerja programkegiatan, lokasi, target capaian kinerja, anggaran, target capaian kinerja prakiraan maju, dan anggaran prakiraan maju. Ketidaksesuaian ini lebih dikarenakan adanya rasionalisasi anggaran dan kegiatan untuk menyesuaikan dengan kemampuan keterbatasan APBD. 1. Tingkat rata-rata pelaksanaan programkegiatan Renja SKPD di dalam DPA SKPD pada tahun 2014 meningkat menjadi 97,71 dimana sebanyak 23 SKPD menyatakan bahwa pelak- sanaan programkegiatan di dalam Rencana Kerja-nya telah 100 diakomodir ke dalam DPA SKPD. 248 Profil Bappeda 2015 2. SKPD dengan 100 pelaksanaan program kegiatan Renja yang telah terakomodir di dalam DPA paling banyak dilaksanakan oleh SKPD kecamatan 14 kecamatan. 3. Keterbatasan kemampuan APBD menjadi faktor utama ketidaksesuaian antara Renja SKPD dengan DPA SKPD. Hal ini terbukti dengan 95,90 anggaran usulan SKPD di dalam Renja SKPD yang disetujui menjadi DPA SKPD tahun 2013. Namun pada tahun 2014 justru menurun menjadi 91,55 anggaran usulan SKPD di dalam Renja SKPD yang disetujui menjadi DPA SKPD. Dengan adanya rasionalisasi anggaran untuk menyesuaikan dengan kemampuan APBD telah berdampak pada ketidaksesuaian di sisi besaran anggaran yang diusulkan dengan yang disetujui. Dengan berkurangnya anggaran, secara otomatis sedikit banyak akan berpe- ngaruh pada pengurangan indikator kinerja programkegiatan, lokasi, dan target capaian kinerja SKPD di dalam DPA SKPD. 4. Banyaknya programkegiatan di dalam Renja SKPD yang tidak terakomodir ke dalam DPA SKPD tersebut lebih disebabkan karena: a. Adanya perubahan nomenklaturnomor re- kening programkegiatan yang lama diganti dengan yang baru maupun penggabungan beberapa kegiatan menjadi satu berdasar- kan pencermatan dan pembahasan oleh tim anggaran. b. Adanya programkegiatan yang tidak dise- tujui oleh tim anggaran dikarenakan bukan merupakan programkegiatan prioritas yang harus dilaksanakan SKPD sehingga dalam pencermatan dan pembahasan rasionalisasi anggaran, programkegiatan tersebut ditun- da untuk anggaran perubahantahun depan ditiadakan dihilangkan. c. Adanya pengalihan programkegiatan ke SKPD lain yang lebih sesuai tupoksinya berdasarkan pencermatan dan pembahasan oleh tim anggaran. d. Adanya beberapa kegiatan yang merupakan kegiatan antisipasi jika ada ketentuan per- aturan baru dari pusat namun pada akhirnya tidak dilaksanakan karena tidak ada ketentuanperaturan baru dari pemerintah pusat. 5. Banyaknya programkegiatan baru yang muncul di dalam DPA dan tidak terdapat pada Renja 249 Profil Bappeda 2015 2015 : SKPD tersebut lebih disebabkan karena: a. Adanya programkegiatan hasil perubahan nomenklatur nomor rekening program kegiatan yang lama diganti dengan yang baru maupun hasil penggabungan beberapa kegiatan menjadi satu berdasarkan pencer- matan dan pembahasan tim anggaran. b. Adanya programkegiatan yang merupakan tindak lanjut dari aturan pusat yang diterbitkan setelah penyusunan Renja SKPD. c. Adanya programkegiatan hasil pengalihan dari SKPD lain yang kurang sesuai tupok- sinya berdasarkan pencermatan dan pembahasan oleh tim anggaran. d. Adanya programkegiatan yang harus dilaksanakan oleh SKPD karena merupakan keberlanjutan dari programkegiatan tahun sebelumnya ataupun karena merupakan kegiatan penunjang SKPD yang wajib dilak- sanakan dan belum diusulkan sebelumnya dalam Renja SKPD. 6. Outcome kegiatan pengendalian dan evaluasi terhadap pelaksanaan Renja SKPD tahun 2014 belum dapat secara optimal digunakan sebagai bahan evaluasi perencanaan pembangunan tahun berikutnya dikarenakan keterlambatan pelaporan data dari SKPD. 7. Banyaknya isian yang menyatakan ketidak- sesuaian di dalam Formulir VII.H.4 pada masing-masing SKPD bukan berarti menunjuk- kan bahwa perencanaan pembangunan tahunan SKPD dalam hal ini penyusunan Renja dan DPA SKPD tersebut tidak baik. Namun kese- suaian maupun ketidaksesuaian disini dilihat secara keseluruhan yaitu dari nomenklatur nama programkegiatan, indikator kinerja programkegiatan, lokasi, target capaian kinerja, anggaran, target capaian kinerja prakiraan maju, dan anggaran prakiraan maju. Ketidaksesuaian ini lebih dikarenakan adanya rasionalisasi anggaran dan kegiatan untuk menyesuaikan dengan kemampuan keterbatasan APBD. 1. Kesesuaian pelaksanaan Renja SKPD dengan DPA SKPD di dalam Formulir VII.H.4 dilihat dari ada atau tidaknya kegiatan DPA di dalam Renja SKPD. Tingkat rata-rata pelaksanaan program kegiatan Renja SKPD di dalam DPA SKPD 250 Profil Bappeda 2015 pada tahun 2014 adalah mencapai 97,71. Pada tahun 2015, capaian ini sedikit menurun menjadi 97,01. 2. Penerapan PIK Pagu Indikatif usulan Kecamatan pada Kecamatan di lingkup Pemerintah Kabupaten Sleman mulai tahun 2012 terbukti berdampak positif terhadap proses perencanaan di Kecamatan. Hal ini dikarenakan dengan menggunakan PIK Pagu Indikatif Usulan Kecamatan pagu anggaran dan kegiatan kecamatan telah ditentukan berda- sarkan formulasi yang telah disusun berdasarkan tugas pokok dan fungsi SKPD serta besarnya wilayah administratif kecamatan tersebut. Dengan demikian tidak banyak perubahan antara Rencana Kerja dengan DPA yang disetujui. 3. Masih kurang terarah dan fokusnya SKPD dalam mengusulkan anggaran kegiatan menja- dikan banyak kegiatan yang harus dirasionali- sasi karena keterbatasan kemampuan APBD. Hal ini terbukti dengan 95,90 anggaran usulan SKPD di dalam Renja SKPD yang disetujui menjadi DPA SKPD tahun 2013. Pada tahun 2014 justru menurun menjadi 91,55 anggaran usulan SKPD di dalam Renja SKPD yang disetujui menjadi DPA SKPD dan pada tahun 2015 semakin menurun menjadi 86,36 anggaran usulan SKPD di dalam Renja SKPD yang disetujui menjadi DPA SKPD. Dengan adanya rasionalisasi anggaran untuk menye- suaikan dengan kemampuan APBD telah ber- dampak pada ketidaksesuaian di sisi besaran anggaran yang diusulkan dengan yang disetujui. Dengan berkurangnya anggaran, secara otomatis sedikit banyak akan berpengaruh pada pengurangan indikator kinerja programkegiatan, lokasi, dan target capaian kinerja SKPD di dalam DPA SKPD. 4. Banyaknya kegiatan di dalam Renja SKPD yang tidak terakomodir ke dalam DPA SKPD lebih disebabkan karena: a. Adanya penggabungan 2 kegiatan adminis- trasi menjadi 1 kegiatan berdasarkan evaluasi Gubernur terhadap APBD Kab. Sleman Tahun 2015. b. Adanya kegiatan yang dianggap bukan merupakan kegiatan prioritas yang harus dilaksanakan SKPD sehingga dalam pencermatan dan pembahasan rasionalisasi 251 Profil Bappeda 2015 anggaran, kegiatan tersebut ditunda untuk anggaran perubahan tahun depan ditiadakan dihilangkan. c. Adanya kegiatan yang dianggap sebagai duplikasi dari kegiatan yang lain berda- sarkan pencermatan dan pembahasan oleh tim anggaran sehingga kegiatan tersebut ditiadakan. 5. Outcome kegiatan pengendalian dan evaluasi terhadap pelaksanaan Renja SKPD tahun 2015 triwulan III dapat digunakan sebagai bahan evaluasi dan masukan bagi perencanaan pembangunan untuk melakukan perubahan anggaran. Rekomendasi 2012 : 1. Perlu disusun formulasi pelaksanaan kegiatan yang lebih baik agar seluruh pihak yang terlibat dalam pelaksanaan pengendalian dan evaluasi terhadap pelaksanaan Rencana Kerja SKPD ini dapat melaksanakannya secara bertanggung jawab, efektif, dan efisien. Salah satunya adalah dengan meningkatkan komunikasi dengan sub bagian perencanaan dan evaluasi Bappeda sehingga pelaksanaan kegiatan pengendalian dan evaluasi ini dapat dimasukkan ke dalam tahapan wajib penyusunan perencanaan pembangunan untuk tahun rencana tahun n. Dengan demikian, SKPD mempunyai kewajiban untuk menyelesaikannya tepat waktu sebelum melangkah ke tahapan selanjutnya dalam menyusun perencanaan pembangunan tahun rencana tahun n. 2. Perlu peningkatan dan pengawasan para pengampu SKPD dalam mendampingi SKPD mengevaluasi pelaksanaan rencana kerjanya berdasarkan DPA yang telah disusun sehingga evaluasi yang diberikan dapat lebih terarah dan mengena tentang mengapa, bagaimana, dan apa tindak lanjut bagi rencana kerja yang tidak sesuai dan tidak terakomodir dalam DPA SKPD. 3. Perlu adanya sosialisasi secara berkelanjutan untuk memberikan pengertian dan pemahaman kepada seluruh SKPD akan pentingnya melaksanakan pengendalian dan evaluasi terhadap pelaksanaan Rencana Kerja SKPD sesuai yang diamanatkan oleh Permendagri Nomor 54 Tahun 2010. Hal ini disebabkan pelaksanaan DPA haruslah mengacu kepada Renja yang telah disusun yang disesuaikan dengan kemampuan APBD serta adanya 252 Profil Bappeda 2015 2013 : kesinambungan antara pelaksanaan Renja SKPD tahun berjalan dengan usulan RKA maupun penyusunan Renja SKPD tahun berikutnya dengan prakiraan maju Renja SKPD tahun berjalan. 4. Perlu adanya peningkatan koordinasi dan komunikasi dengan seluruh SKPD di lingkungan Pemerintah Kabupaten Sleman agar pelaksanaan kegiatan pengendalian dan evaluasi terhadap pelaksanaan Rencana Kerja SKPD ini dapat lebih tepat waktu dan efisien sesuai dengan target yang telah ditetapkan sehingga outcome yang diperoleh dapat digunakan sebagai umpan balik bagi penyusunan perencanaan tahun berikutnya. 5. Perlu adanya dukungan dan langkah-langkah positif dari top level management sehingga pelaksanaan kegiatan monitoring dan evaluasi sesuai Permendagri Nomor 542010 ini dapat berjalan baik agar dapat memberikan outcome yang berkualitas, bermutu, dan berguna bagi peningkatan dan perbaikan sistem perencanaan pembangunan daerah untuk menuju tata kelola pemerintahan yang baik berdasarkan prinsip- prinsip Good Governance. 1. Perlu disusun formulasi pelaksanaan kegiatan yang lebih baik agar seluruh pihak yang terlibat dalam pelaksanaan pengendalian dan evaluasi terhadap pelaksanaan Rencana Kerja SKPD ini dapat melaksanakannya secara bertanggung jawab, efektif, dan efisien. Salah satunya adalah dengan meningkatkan komunikasi dengan sub bagian perencanaan dan evaluasi Bappeda sehingga pelaksanaan kegiatan pengendalian dan evaluasi ini dapat dimasukkan ke dalam tahapan wajib penyusunan perencanaan pembangunan untuk tahun rencana tahun n. Dengan demikian, SKPD mempunyai kewajiban untuk menyelesaikannya tepat waktu sebelum melangkah ke tahapan selanjutnya dalam menyusun perencanaan pembangunan tahun rencana tahun n. 2. Perlu peningkatan dan pengawasan para pengampu SKPD dalam mendampingi SKPD mengevaluasi pelaksanaan rencana kerjanya berdasarkan DPA yang telah disusun sehingga evaluasi yang diberikan dapat lebih terarah dan mengena tentang mengapa, bagaimana, dan apa tindak lanjut bagi rencana kerja yang tidak 253 Profil Bappeda 2015 2014 : sesuai dan tidak terakomodir dalam DPA SKPD. 3. Perlu adanya sosialisasi secara berkelanjutan untuk memberikan pengertian dan pemahaman kepada seluruh SKPD akan pentingnya melak- sanakan pengendalian dan evaluasi terhadap pelaksanaan Rencana Kerja SKPD sesuai yang diamanatkan oleh Permendagri Nomor 54 Tahun 2010. Hal ini disebabkan pelaksanaan DPA haruslah mengacu kepada Renja yang te- lah disusun yang disesuaikan dengan kemam- puan APBD serta adanya kesinambungan antara pelaksanaan Renja SKPD tahun berjalan dengan usulan RKA maupun penyusunan Renja SKPD tahun berikutnya dengan prakiraan maju Renja SKPD tahun berjalan. 4. Perlu adanya peningkatan koordinasi dan komu- nikasi dengan seluruh SKPD di lingkungan Pe- merintah Kabupaten Sleman agar pelaksanaan kegiatan pengendalian dan evaluasi terhadap pelaksanaan Rencana Kerja SKPD ini dapat lebih tepat waktu dan efisien sesuai dengan target yang telah ditetapkan sehingga outcome yang diperoleh dapat digunakan sebagai umpan balik bagi penyusunan perencanaan tahun berikutnya. 5. Perlu adanya dukungan dan langkah-langkah positif dari top level management sehingga pelaksanaan kegiatan monitoring dan evaluasi sesuai Permendagri Nomor 542010 ini dapat berjalan baik agar dapat memberikan outcome yang berkualitas, bermutu, dan berguna bagi peningkatan dan perbaikan sistem perencanaan pembangunan daerah untuk menuju tata kelola pemerintahan yang baik berdasarkan prinsip- prinsip Good Governance. 1. Perlu disusun formulasi pelaksanaan kegiatan yang lebih baik agar seluruh pihak yang terlibat dalam pelaksanaan pengendalian dan evaluasi terhadap pelaksanaan Rencana Kerja SKPD ini dapat melaksanakannya secara bertanggung jawab, efektif, dan efisien. Salah satunya adalah dengan meningkatkan komunikasi dengan sub bagian perencanaan dan evaluasi Bappeda sehingga pelaksanaan kegiatan pengendalian dan evaluasi ini dapat dimasukkan ke dalam tahapan wajib penyusunan perencanaan pem- bangunan untuk tahun rencana tahun n. Dengan demikian, SKPD mempunyai kewajiban untuk menyelesaikannya tepat waktu sebelum 254 Profil Bappeda 2015 2015: melangkah ke tahapan selanjutnya dalam menyusun perencanaan pembangunan tahun rencana tahun n. 2. Perlu peningkatan dan pengawasan para pengampu SKPD dalam mendampingi SKPD mengevaluasi pelaksanaan rencana kerjanya berdasarkan DPA yang telah disusun sehingga evaluasi yang diberikan dapat lebih terarah dan mengena tentang mengapa, bagaimana, dan apa tindak lanjut bagi rencana kerja yang tidak sesuai dan tidak terakomodir dalam DPA SKPD. 3. Perlu adanya sosialisasi secara berkelanjutan untuk memberikan pengertian dan pemahaman kepada seluruh SKPD akan pentingnya melaksanakan pengendalian dan evaluasi terhadap pelaksanaan Rencana Kerja SKPD sesuai yang diamanatkan oleh Permendagri Nomor 54 Tahun 2010. Hal ini disebabkan pelaksanaan DPA haruslah mengacu kepada Renja yang telah disusun yang disesuaikan dengan kemampuan APBD serta adanya kesinambungan antara pelaksanaan Renja SKPD tahun berjalan dengan usulan RKA maupun penyusunan Renja SKPD tahun berikutnya dengan prakiraan maju Renja SKPD tahun berjalan. 4. Perlu adanya peningkatan koordinasi dan komunikasi dengan seluruh SKPD di lingkungan Pemerintah Kabupaten Sleman agar pelaksanaan kegiatan pengendalian dan evaluasi terhadap pelaksanaan Rencana Kerja SKPD ini dapat lebih tepat waktu dan efisien sesuai dengan target yang telah ditetapkan sehingga outcome yang diperoleh dapat digunakan sebagai umpan balik bagi penyusunan perencanaan tahun berikutnya. 5. Perlu adanya sistem informasi manajemen SIM e-monev dan dukungan dari top level management sehingga pelaksanaan kegiatan monitoring dan evaluasi sesuai Permendagri Nomor 542010 ini dapat berjalan baik agar dapat memberikan outcome yang berkualitas, bermutu, dan berguna bagi peningkatan dan perbaikan sistem perencanaan pembangunan daerah untuk menuju tata kelola pemerintahan yang baik berdasarkan prinsip-prinsip Good Governance. 1. Perlu disusun formulasi untuk memasukkan kegiatan pengendalian dan evaluasi ke dalam 255 Profil Bappeda 2015 tahapan wajib penyusunan perencanaan pembangunan. Dengan demikian, SKPD mempunyai kewajiban untuk menyelesaikannya tepat waktu sebelum melangkah ke tahapan selanjutnya dalam menyusun perencanaan pembangunan. 2. Perlu peningkatan dan pengawasan para pengampu SKPD dalam mendampingi SKPD mengevaluasi pelaksanaan rencana kerjanya berdasarkan DPA yang telah disusun sehingga evaluasi yang diberikan dapat lebih terarah dan mengena tentang mengapa, bagaimana, dan apa tindak lanjut bagi rencana kerja yang tidak sesuai dan tidak terakomodir dalam DPA SKPD. 3. Perlu adanya sosialisasi secara berkelanjutan untuk memberikan pengertian dan pemahaman kepada seluruh SKPD akan pentingnya melaksanakan pengendalian dan evaluasi terhadap pelaksanaan Rencana Kerja SKPD sesuai yang diamanatkan oleh Permendagri Nomor 54 Tahun 2010. Hal ini disebabkan pelaksanaan DPA haruslah mengacu kepada Renja yang telah disusun yang disesuaikan dengan kemampuan APBD serta adanya kesinambungan antara pelaksanaan Renja SKPD tahun berjalan dengan usulan RKA maupun antara penyusunan Renja SKPD tahun berikutnya dengan prakiraan maju Renja SKPD tahun berjalan. 4. Perlu adanya peningkatan koordinasi dan komunikasi dengan seluruh SKPD di lingkungan Pemerintah Kabupaten Sleman agar pelak- sanaan kegiatan pengendalian dan evaluasi terhadap pelaksanaan Rencana Kerja SKPD ini dapat tepat waktu dan efisien sesuai dengan target yang telah ditetapkan sehingga outcome yang diperoleh dapat digunakan sebagai umpan balik bagi penyusunan perencanaan selanjutnya.

8. Evaluasi thd Hasil RPJMD Formulir VII.I.2 Hasil

Tahun Penyusunan 2012 2013 2014 2015 Capaian 138,98 17 indikator tidak tercapai 199,99 27 indikator tidak tercapai 196,91 26 indikator tidak tercapai 127,97 35 indikator tidak tercapai Kesimpulan 2012 : 1. Rata-rata capaian kinerja RPJMD Kabupaten Sleman untuk tahun pertama 2011 adalah 256 Profil Bappeda 2015 2013 : 138,982 dengan masih ada 17 indikator kinerja yang tidak tercapai capaian kinerjanya sesuai dengan target yang telah ditetapkan di dalam RPJMD. 2. Beberapa indikator yang bersifat negatif maupun yang target capaian indikatornya semakin menurun hingga tahun 2015 diperlakukan tersendiri dengan menggunakan rumus perhitungan yang berbeda dengan indikator yang bersifat positif. Dengan demikian hanya ada satu pemahaman bahwa indikator yang tingkat capaiannya 100 atau lebih berarti target capaian telah tercapai dan indikator yang tingkat capaiannya kurang dari 100 berarti target capaian tidak tercapai. 3. Penetapan target beberapa indikator kinerja di dalam RPJMD masih terlalu tinggi dan sebagian masih terlalu rendah. Hal ini menyebabkan tingkat capaian kinerjanya menjadi sangat tinggi maupun sangat rendah. 4. Terdapat 2 indikator kinerja yang tidak dapat dihitung capaian kinerjanya karena ada data yang tidak tersedia untuk perhitungannya. Kedua indikator tersebut adalah usaha-usaha rehabilitasi dan cakupan pelayanan sosial untuk WRSE dan persentase ormas kepemudaan yang aktif. 5. Pertumbuhan ekonomi sektor primer sektor pertanian adalah indikator kinerja yang paling tinggi terkena dampak bencana erupsi Merapi sehingga tingkat capaiannya menjadi minus. 6. Untuk beberapa indikator kinerja yang diampu oleh beberapa SKPD, terdapat perbedaan data yang dikirimkan ke Bappeda. Masing-masing menggunakan definisi operasional yang juga berbeda. 7. Ada beberapa cara penghitungan indikator kinerja yang dirasa belum tepat dan tidak sesuai dengan nama indikator kinerjanya. Hal ini menyebabkan tingkat capaian yang ada tidak mencerminkan tingkat capaian indikator yang dimaksud serta menjadikan multi tafsir bagi SKPD untuk menghitung tingkat capaiannya yang terkadang ternyata datanya belum tersedia. 1. Untuk pelaksanaan tahun kedua 2012, rata- rata capaian kinerja RPJMD Kabupaten Sleman meningkat menjadi 199,99 namun indikator kinerja yang tidak tercapai capaian kinerjanya 257 Profil Bappeda 2015 sesuai dengan target yang telah ditetapkan di dalam RPJMD justru bertambah menjadi 27 indikator kinerja. Hal ini perlu menjadi perhatian serius bagi Pemerintah Kabupaten Sleman karena rata-rata tingkat capaian yang semakin tinggi ternyata tidak dibarengi dengan keseim- banganpemerataan pembangunan di segala bidang. 2. Beberapa indikator yang bersifat negatif maupun yang target capaian indikatornya semakin menurun hingga tahun 2015 diperlakukan tersendiri dengan menggunakan rumus perhitungan yang berbeda dengan indikator yang bersifat positif. Dengan demikian hanya ada satu pemahaman bahwa indikator yang tingkat capaiannya 100 atau lebih berarti target capaian telah tercapai dan indikator yang tingkat capaiannya kurang dari 100 berarti target capaian tidak tercapai. 3. Penetapan target beberapa indikator kinerja di dalam RPJMD masih terlalu tinggi dan sebagian masih terlalu rendah. Hal ini menyebabkan tingkat capaian kinerjanya menjadi sangat tinggi maupun sangat rendah. 4. Untuk hasil pelaksanaan RPJMD tahun kedua ini sudah semua indikator kinerja tersedia data untuk perhitungannya. Sehingga 2 indikator usaha-usaha rehabilitasi dan cakupan pelayanan sosial untuk WRSE dan persentase ormas kepemudaan yang aktif yang tidak dapat dihitung pada laporan sebelumnya sudah dapat dihitung pada laporan ini. 5. Pertumbuhan ekonomi sektor primer sektor pertanian adalah indikator kinerja yang paling tinggi terkena dampak bencana erupsi Merapi tahun 2010 sehingga tingkat capaiannya hingga pelaksanaan RPJMD tahun kedua masih belum maksimal. 6. Untuk beberapa indikator kinerja yang diampu oleh beberapa SKPD, terdapat perbedaan data yang dikirimkan ke Bappeda. Masing-masing menggunakan definisi operasional yang juga berbeda. Hal ini perlu ditindaklanjuti dengan menetapkan salah satu SKPD sebagai leading sector-nya. 7. Ada beberapa cara penghitungan indikator kinerja yang dirasa belum tepat dan tidak sesuai dengan nama indikator kinerjanya. Hal ini menyebabkan tingkat capaian yang ada tidak mencerminkan tingkat capaian indikator yang 258 Profil Bappeda 2015 2014 : dimaksud serta menjadikan multi tafsir bagi SKPD untuk menghitung tingkat capaiannya yang terkadang ternyata datanya belum tersedia. 1. Untuk pelaksanaan tahun ketiga 2013, rata- rata capaian kinerja RPJMD Kabupaten Sleman sedikit menurun menjadi 196,91 namun indikator kinerja yang tidak tercapai capaian kinerjanya sesuai dengan target yang telah ditetapkan di dalam RPJMD justru masih 26 indikator kinerja. Hal ini perlu menjadi perhatian serius bagi Pemerintah Kabupaten Sleman karena rata-rata tingkat capaian yang semakin tinggi ternyata tidak dibarengi dengan keseimbanganpemerataan pembangunan di segala bidang. 2. Beberapa indikator yang bersifat negatif maupun yang target capaian indikatornya semakin menurun hingga tahun 2015 diperlakukan tersendiri dengan menggunakan rumus perhitungan yang berbeda dengan indikator yang bersifat positif. Dengan demikian hanya ada satu pemahaman bahwa indikator yang tingkat capaiannya 100 atau lebih berarti target capaian telah tercapai dan indikator yang tingkat capaiannya kurang dari 100 berarti target capaian tidak tercapai. 3. Penetapan target beberapa indikator kinerja di dalam RPJMD masih terlalu tinggi dan sebagian masih terlalu rendah. Hal ini menyebabkan tingkat capaian kinerjanya menjadi sangat tinggi maupun sangat rendah. 4. Untuk hasil pelaksanaan RPJMD tahun ketiga ini, dikarenakan harus disusun pada awal tahun maka beberapa data masih menggunakan data sementara atau data proyeksi karena data yang resmi belum dipublikasikan oleh instansi yang bersangkutan. Hal tersebut menjadikan perhitungan yang ada belum seluruhnya valid. 5. Pertumbuhan ekonomi sektor primer sektor pertanian adalah indikator kinerja yang paling tinggi terkena dampak bencana erupsi Merapi tahun 2010 sehingga tingkat capaiannya hingga pelaksanaan RPJMD tahun ketiga masih belum maksimal. 6. Untuk beberapa indikator kinerja yang diampu oleh beberapa SKPD, terdapat perbedaan data yang dikirimkan ke Bappeda. Masing-masing menggunakan definisi operasional yang juga 259 Profil Bappeda 2015 2015 : berbeda. Hal ini perlu ditindaklanjuti dengan menetapkan salah satu SKPD sebagai leading sector-nya. 7. Ada beberapa cara penghitungan indikator kinerja yang dirasa belum tepat dan tidak sesuai dengan nama indikator kinerjanya. Hal ini menyebabkan tingkat capaian yang ada tidak mencerminkan tingkat capaian indikator yang dimaksud serta menjadikan multi tafsir bagi SKPD untuk menghitung tingkat capaiannya yang terkadang ternyata datanya belum tersedia. 1. Rata-rata capaian kinerja RPJMD Kabupaten Sleman untuk tahun keempat 2014 menurun menjadi 127,97 dan indikator kinerja yang tidak tercapai meningkat menjadi 35 indikator. Hal ini perlu menjadi perhatian serius bagi Pemerintah Kabupaten Sleman karena rata-rata tingkat capaian yang semakin tinggi ternyata tidak dibarengi dengan keseimbangan peme- rataan pembangunan di segala bidang. 2. Beberapa indikator yang bersifat negatif maupun yang target capaian indikatornya semakin menurun hingga tahun 2015 diperlakukan tersendiri dengan menggunakan rumus perhi- tungan yang berbeda dengan indikator yang bersifat positif. Dengan demikian hanya ada satu pemahaman bahwa indikator yang tingkat capaiannya 100 atau lebih berarti target capaian telah tercapai dan indikator yang tingkat capaiannya kurang dari 100 berarti target capaian tidak tercapai. 3. Penetapan target beberapa indikator kinerja di dalam RPJMD masih terlalu tinggi dan sebagian masih terlalu rendah. Hal ini menyebabkan tingkat capaian kinerjanya menjadi sangat tinggi maupun sangat rendah. 4. Untuk hasil pelaksanaan RPJMD tahun keempat ini, dikarenakan harus disusun pada awal tahun maka beberapa data masih menggunakan data sementara atau data proyeksi karena data yang resmi belum dipublikasikan oleh instansi yang bersangkutan. Hal tersebut menjadikan perhitungan yang ada belum seluruhnya valid. 5. Untuk beberapa indikator kinerja yang diampu oleh beberapa SKPD, terdapat perbedaan data yang dikirimkan ke Bappeda. Masing-masing menggunakan definisi operasional yang juga berbeda. Hal ini perlu ditindaklanjuti dengan 260 Profil Bappeda 2015 menetapkan salah satu SKPD sebagai leading sector-nya. Rekomendasi 2012 : 1. Untuk indikator kinerja yang diampu oleh beberapa SKPD, perlu adanya kejelasan SKPD mana yang menjadi leading sector sehingga data pendukung untuk indikator kinerja yang sama akan dikompilasi oleh SKPD tersebut dan nantinya data yang diberikan ke Bappeda adalah satu data yang merupakan hasil perhitungan kompilasi dari beberapa data pendukung dari beberapa SKPD. 2. Untuk SKPD-SKPD baru yang juga ikut andil memberikan kontribusi terhadap pencapaian target capaian kinerja, perlu dimasukkan sebagai SKPD pengampu ke dalam RPJMD. Selain itu, dikarenakan ada perubahan SOTK baru maka perlu dilihat kembali kesesuaian antara SKPD yang mengampu dengan indicator kinerja yang diampu. 3. Perlu dilihat kembali untuk penyesuaian antara nama indikator, defisini operasional, dan cara penghitungannya dengan melihat kembali maksud dan tujuan dimunculkannya indikator tersebut. Selain itu perlu diperjelas kembali istilah-istilah yang digunakan sebagai nama indikator. 4. Beberapa target capaian indikator dalam RPJMD perlu direvisi karena terlalu teknis yang seharusnya menjadi target capaian indikator dalam Renstra SKPD. 5. Perlu adanya perhatian lebih terhadap program dan kegiatan yang mendukung pencapaian target suatu indikator kinerja yang pada tahun 2011 ini tidakbelum mencapai target yang telah ditetapkan. Ini penting agar pada pelaksanaan tahun berikutnya dapat diambil langkah-langkah antisipasi untuk mengejar ketertinggalan dari target yang ada. 6. Penyampaian data ke Bappeda harus disertai data pendukungnya sehingga dapat dilakukan pengecekan penghitungan ulang oleh Bappeda. Selain itu perlu ditingkatkan komunikasi antar SKPD sehingga penyampaian data lebih cepat dan mudah. 7. Di dalam dokumen RKPD agar selalu dituangkan rencana pencapaian target-target indikator kinerja RPJMD tahun bersangkutan maupun hasil capaian dari tahun sebelumnya sehingga perkembangan capaian indikator 261 Profil Bappeda 2015 2013 : kinerja dapat selalu terpantau setiap tahunnya mapping atau pemetaan pencapaian target. 1. Untuk indikator kinerja yang diampu oleh beberapa SKPD, perlu adanya kejelasan SKPD mana yang menjadi leading sector sehingga data pendukung untuk indikator kinerja yang sama akan dikompilasi oleh SKPD tersebut dan nantinya data yang diberikan ke Bappeda adalah data yang merupakan hasil perhitungan kompilasi seluruh data pendukung dari beberapa SKPD terkait. 2. Untuk SKPD-SKPD baru yang juga ikut andil memberikan kontribusi terhadap pencapaian target capaian kinerja, perlu dimasukkan sebagai SKPD pengampu ke dalam RPJMD. Selain itu, dikarenakan ada perubahan SOTK baru maka perlu dilihat kembali kesesuaian antara SKPD yang mengampu dengan indikator kinerja yang diampu. 3. Perlu dilihat kembali untuk penyesuaian antara nama indikator, defisini operasional, dan cara penghitungannya dengan melihat kembali maksud dan tujuan dimunculkannya indikator tersebut. Selain itu perlu diperjelas kembali istilah-istilah yang digunakan sebagai nama indikator. 4. Beberapa target capaian indikator dalam RPJMD perlu direvisi karena terlalu teknis yang seharusnya menjadi target capaian indikator dalam Renstra SKPD. 5. Perlu adanya perhatian lebih terhadap program dan kegiatan yang mendukung pencapaian target suatu indikator kinerja yang sampai dengan tahun 2012 ini tidakbelum mencapai target yang telah ditetapkan atau justru sudah tercapai pada tahun 2011 namun malah tidak tercapai pada tahun 2012. Ini penting agar pada pelaksanaan tahun berikutnya dapat diambil langkah-langkah antisipasi untuk mengejar ketertinggalan dari target yang ada. 6. Penyampaian data ke Bappeda harus disertai data pendukungnya sehingga dapat dilakukan pengecekan penghitungan ulang oleh Bappeda. Selain itu perlu ditingkatkan komunikasi antar SKPD sehingga penyampaian data lebih cepat dan mudah. 7. Di dalam dokumen RKPD agar selalu dituangkan rencana pencapaian target-target indikator kinerja RPJMD tahun bersangkutan 262 Profil Bappeda 2015 2014 : maupun hasil capaian dari tahun sebelumnya sehingga perkembangan capaian indikator kinerja dapat selalu terpantau setiap tahunnya mapping atau pemetaan pencapaian target. 1. Untuk indikator kinerja yang diampu oleh beberapa SKPD, perlu adanya kejelasan SKPD mana yang menjadi leading sector sehingga data pendukung untuk indikator kinerja yang sama akan dikompilasi oleh SKPD tersebut dan nantinya data yang diberikan ke Bappeda adalah data yang merupakan hasil perhitungan kompilasi seluruh data pendukung dari beberapa SKPD terkait. 2. Untuk SKPD-SKPD baru yang juga ikut andil memberikan kontribusi terhadap pencapaian target capaian kinerja, perlu dimasukkan sebagai SKPD pengampu ke dalam RPJMD. Selain itu, dikarenakan ada perubahan SOTK baru maka perlu dilihat kembali kesesuaian antara SKPD yang mengampu dengan indikator kinerja yang diampu. 3. Perlu dilihat kembali untuk penyesuaian antara nama indikator, defisini operasional, dan cara penghitungannya dengan melihat kembali maksud dan tujuan dimunculkannya indikator tersebut. Selain itu perlu diperjelas kembali istilah-istilah yang digunakan sebagai nama indikator. 4. Beberapa target capaian indikator dalam RPJMD perlu direvisi karena terlalu teknis yang seharusnya menjadi target capaian indikator dalam Renstra SKPD. 5. Perlu adanya perhatian lebih terhadap program dan kegiatan yang mendukung pencapaian target suatu indikator kinerja yang sampai dengan tahun 2013 ini tidakbelum mencapai target yang telah ditetapkan atau justru sudah tercapai pada tahun 2011 maupun 2012 namun malah tidak tercapai pada tahun 2013. Ini penting agar pada pelaksanaan tahun berikut- nya dapat diambil langkah-langkah antisipasi untuk mengejar ketertinggalan dari target yang ada. 6. Penyampaian data ke Bappeda harus disertai data pendukungnya sehingga dapat dilakukan pengecekan penghitungan ulang oleh Bappeda. Selain itu perlu ditingkatkan komunikasi antar SKPD sehingga penyampaian data lebih cepat dan mudah. 263 Profil Bappeda 2015 2015 : 7. Di dalam dokumen RKPD agar selalu dituang- kan rencana pencapaian target-target indikator kinerja RPJMD tahun bersangkutan maupun hasil capaian dari tahun sebelumnya sehingga perkembangan capaian indikator kinerja dapat selalu terpantau setiap tahunnya mapping atau pemetaan pencapaian target. 1. Untuk indikator kinerja yang diampu oleh beberapa SKPD, perlu adanya kejelasan SKPD mana yang menjadi leading sector sehingga data pendukung untuk indikator kinerja yang sama akan dikompilasi oleh SKPD tersebut dan nantinya data yang diberikan ke Bappeda adalah data yang merupakan hasil perhitungan kompilasi seluruh data pendukung dari beberapa SKPD terkait. 2. Untuk SKPD-SKPD baru yang juga ikut andil memberikan kontribusi terhadap pencapaian target capaian kinerja, perlu dimasukkan sebagai SKPD pengampu ke dalam RPJMD. Selain itu, dikarenakan ada perubahan SOTK baru maka perlu dilihat kembali kesesuaian antara SKPD yang mengampu dengan indikator kinerja yang diampu. 3. Perlu dilihat kembali untuk penyesuaian antara nama indikator, defisini operasional, dan cara penghitungannya dengan melihat kembali mak- sud dan tujuan dimunculkannya indikator terse- but. Selain itu perlu diperjelas kembali istilah- istilah yang digunakan sebagai nama indikator. 4. Beberapa target capaian indikator dalam RPJMD perlu direvisi karena terlalu teknis yang seharusnya menjadi target capaian indikator dalam Renstra SKPD. 5. Perlu adanya perhatian lebih terhadap program dan kegiatan yang mendukung pencapaian target suatu indikator kinerja yang sampai dengan tahun 2014 ini tidakbelum mencapai target yang telah ditetapkan atau justru sudah tercapai pada tahun 2011 maupun 2012 namun malah tidak tercapai pada tahun 2014. Ini penting agar pada pelaksanaan tahun berikutnya dapat diambil langkah-langkah antisipasi untuk mengejar ketertinggalan dari target yang ada. 6. Penyampaian data ke Bappeda harus disertai data pendukungnya sehingga dapat dilakukan pengecekan penghitungan ulang oleh Bappeda. Selain itu perlu ditingkatkan komunikasi antar 264 Profil Bappeda 2015 SKPD sehingga penyampaian data lebih cepat dan mudah. 7. Di dalam dokumen RKPD agar selalu dituangkan rencana pencapaian target-target indikator kinerja RPJMD tahun bersangkutan maupun hasil capaian dari tahun sebelumnya sehingga perkembangan capaian indikator kinerja dapat selalu terpantau setiap tahunnya mapping atau pemetaan pencapaian target.

9. Evaluasi thd Hasil RKPD Formulir VII.I.3 Hasil

Tahun Penyusunan 2013 2014 2015 Capaian Keuangan : 86,96 Kinerja : 99,45 Keuangan : 82,52 Kinerja : 98,45 Keuangan : 46,07 Kinerja : 63,20 Kesimpulan 2013 : 1. Jumlah program dan kegiatan yang dilaksanakan oleh seluruh SKPD 48 SKPD di lingkungan pemerintah kabupaten Sleman untuk mendukung 11 prioritas pembangunan adalah sejumlah 161 program dan 972 kegiatan dimana 90 kegiatan diantaranya tidak dianggarkan untuk dilaksanakan. Hal ini dapat dikarenakan kegiatan tersebut tidak disetujui, outputnya digabung ke dalam kegiatan lain, atau menjadi sub dari kegiatan yang lain. Selain itu terdapat pula tambahan 3 kegiatan di dalam RKPD perubahan. 2. Jumlah anggaran belanja tahun 2013 yang digunakan untuk melaksanakan 11 prioritas pembangunan sesuai RKPD mencapai Rp 442.846.147.506,00 sebelum perubahan dan menjadi Rp 580.215.193.410,81 terdapat tambahan dana pada APBD-P sebesar Rp 137.369.045.904,81 dimana serapan anggaran oleh seluruh SKPD hingga Bulan Desember semester II mencapai Rp 504.527.530.334,40 atau sekitar 86,96. Capaian ini sudah cukup baik karena berada di kisaran 76 ≤ 90 Tinggi. Sedangkan untuk realisasi kinerjanya sangat tinggi yaitu mencapai 99,45. 3. Faktor pendorong keberhasilan kinerja antara lain adalah komitmen dari masing-masing SKPD untuk bisa segera melaksanakan kegiatannya tepat waktu serta pelaksanaan kegiatan yang bisa segera dilaksanakan tanpa menunggu suatu kondisi tertentu seperti musim tanam, proses lelang, dan lain sebagainya. Selain itu beberapa 265 Profil Bappeda 2015 kegiatan yang dilaksanakan bersama dengan pihak ketiga telah selesai dilaksanakan pada semester II. 4. Faktor penghambat keberhasilan kinerja antara lain : a. Beberapa kegiatan yang memang dijadwalkan untuk dilaksanakan pada akhir tahun seperti pengadaan CPNS, pengadaan bibit yang menunggu musim tanam, dan lain sebagainya. b. Beberapa SKPD belum memasukkan kegiatan yang seharusnya ada pada DPA sesuai peraturan pemerintah pusat. c. Beberapa kegiatan belum mengakomodasi output dan lokasi kegiatan pada DPA sesuai hasil tinjauan lapangan. 5. Dibandingkan dengan prioritas pembangunan yang lainnya, prioritas 2 penanggulangan kemiskinan, prioritas 9 pengelolaan bencana dan percepatan pemulihan pasca bencana, serta prioritas 11 peningkatan kesetaraan gender dalam pembangunan memiliki jumlah anggaran yang lebih sedikit. Selain itu, prioritas 3 peningkatan tata kelola pemerintahan dan kualitas pelayanan publik, prioritas 5 menjaga kualitas pendidikan, serta prioritas 10 menjaga stabilitas keamanan dan ketertiban memiliki tingkat serapan anggaran yang paling rendah. Prioritas 3 peningkatan tata kelola pemerintahan dan kualitas pelayanan publik merupakan prioritas yang mendapatkan alokasi tambahan dana dalam APBD perubahan paling banyak karena prioritas ini berhubungan dengan tata kelola pemerintahan yang dilaksanakan oleh seluruh SKPD di lingkungan pemerintah kabupaten Sleman namun tingkat serapan anggarannya cukup rendah dibanding prioritas yang lain. 6. Rata-rata capaian kinerja program tidak dapat dihitung dikarenakan definisi operasional indikator program dan cara penghitungan target indikator program tidak tersedia. Hal ini menyebabkan target indikator yang dimaksud menjadi tidak jelas apakah itu merupakan capaiannya atau kenaikan penurunan capaian dari target tahun lalu. Sedangkan untuk target indikator yang bersifat kualitatif akan semakin sulit untuk dilakukan penghitungan karena standar yang digunakan juga tidak jelas. 7. Indikator dan target indikator kegiatan dan program yang terkait terkadang tidak sesuai dan tidak sinkron. Padahal seharusnya indikator dan 266 Profil Bappeda 2015 2014 : target indikator kegiatan merupakan penjabaran dari indikator dan target indikator program yang bersangkutan sehingga penghitungan capaian programnya juga menjadi jelas. 1. Jumlah program dan kegiatan yang dilaksanakan oleh seluruh SKPD 48 SKPD di lingkungan pemerintah kabupaten Sleman berdasarkan RKPD perubahan untuk mendukung 10 prioritas pembangunan adalah sejumlah 173 program dan 873 kegiatan dimana 19 kegiatan diantaranya tidak dianggarkan untuk dilaksanakan. Hal ini dikarenakan output kegiatan tersebut digabung ke dalam kegiatan lain, atau menjadi sub dari kegiatan yang lain. Selain itu, pelaksanaan program prioritas juga didukung oleh 4 program pendukung dengan 33 kegiatan, sehingga jumlah keseluruhan adalah 177 program dan 906 kegiatan. 2. Jumlah anggaran belanja langsung APBD tahun 2014 yang digunakan untuk melaksanakan 10 prioritas pembangunan dalam RKPD adalah mencapai Rp 878.401.347.513,00 meningkat dari Rp 680.057.775.193,00 pada anggaran murni dimana serapan anggaran oleh seluruh SKPD hingga Bulan Desember triwulan IV mencapai Rp 724.818.936.279,00 atau sekitar 82,52 terhadap APBD dan 94,48 terhadap RKPD. Capaian ini tergolong tinggi karena berada di kisaran 76 ≤ 90. Sedangkan untuk realisasi kinerjanya masuk ke dalam kategori sangat tinggi yaitu mencapai 98,45 antara 91-100. 3. Faktor pendorong keberhasilan pelaksanaan RKPD sampai dengan triwulan IV di Kabupaten Sleman antara lain adalah : a. Komitmen dari masing-masing SKPD untuk bisa segera melaksanakan kegiatannya tepat waktu b. Penjadwalan kegiatan yang sudah dilakukan sejak awal tahun oleh SKPD c. Anggaran tepat waktu d. SDM yang cukup memadai dan memiliki kompetensi yang tinggi e. Telah tersedianya SIM yang mendukung pelaksanaan kegiatan-kegiatan di SKPD f. Mekanisme pelaporan hasil pelaksanaan tugas telah berjalan baik g. Beberapa kegiatan yang dilaksanakan bersama dengan pihak ketiga, telah selesai 267 Profil Bappeda 2015 administrasinya. 4. Faktor penghambat keberhasilan pelaksanaan RKPD sampai dengan triwulan IV di Kabupaten Sleman antara lain : a. Petunjuk teknis pelaksanaan dana pusat yang terlambat b. Kegiatan pengadaan melalui pelelangan yang belum selesai dilaksanakan gagal lelang membutuhkan waktu lama c. Pelaksanaan anggaran perubahan yang efektifnya hanya satu bulan d. Peraturan perundang-undangan sebagai dasar suatu kegiatan yang terkadang terlambat turun atau terjadi perubahan di tengah pelaksanaan kegiatan 5. Dibandingkan dengan prioritas pembangunan yang lainnya, prioritas 7 Peningkatan kesetaraan gender memiliki tingkat serapan anggaran yang paling tinggi 99,19. Sedangkan prioritas 5 Peningkatan tata kelola pemerintahan dan kualitas pelayanan publik memiliki tingkat serapan anggaran yang paling rendah 67,05. Prioritas 5 peningkatan tata kelola pemerintahan dan kualitas pelayanan publik merupakan prioritas yang berhubungan dengan tata kelola pemerintahan yang dilaksanakan oleh seluruh SKPD di lingkungan pemerintah kabupaten Sleman sehingga prioritas ini memiliki jumlah anggaran yang cukup besar dan didukung dengan jumlah programkegiatan yang sangat banyak namun serapanrealisasi anggarannya justru yang paling rendah. Prioritas 6 peningkatan kualitas sarana prasarana publik merupakan prioritas yang mendapatkan alokasi dana dalam APBD cukup besar namun rata-rata capaian kinerjanya paling rendah 94,26 meskipun sudah masuk predikat sangat tinggi dibanding prioritas yang lainnya yang semuanya diatas 95,00. 6. Rata-rata capaian kinerja program tidak dapat dihitung dikarenakan definisi operasional indikator program dan cara penghitungan target indikator program tidak tersedia. Hal ini menyebabkan target indikator yang dimaksud menjadi tidak jelas apakah itu merupakan capaiannya atau kenaikan penurunan capaian dari target tahun lalu. Sedangkan untuk target indikator yang bersifat kualitatif akan semakin sulit untuk dilakukan penghitungan karena standar yang digunakan juga tidak jelas. 7. Aplikasi SIMRENDA perlu terus menerus untuk disempurnakan agar sesuai dengan format 268 Profil Bappeda 2015 pengendalian dan evaluasi berdasarkan Permendagri 542010. Rekomendasi 2013 : 2014 : 1. Untuk memperhatikan besaran anggaran pada prioritas 2 penanggulangan kemiskinan, prioritas 9 pengelolaan bencana dan percepatan pemulih- an pasca bencana, serta prioritas 11 pening- katan kesetaraan gender dalam pembangunan guna mendukung program penurunan angka kemiskinan, wilayah tangguh bencana, dan kesetaraan gender dalam pembangunan di wilayah Kabupaten Sleman. 2. Merumuskan definisi operasional indikator program dan kegiatan serta targetnya dengan lebih jelas termasuk cara penghitungannya. Definisi operasional indikator kegiatan serta targetnya seharusnya merupakan penjabaran dari indikator dan target indikator program yang bersangkutan. Dengan demikian secara logis setiap kegiatan akan memiliki kontribusi dalam penghitungan capaian target kinerja indikator program. Selain itu, target indikator program semestinya dibuat terukur bersifat kuantitatif. 3. Agar masing-masing SKPD dapat menjadwalkan pelaksanaan kegiatannya dengan lebih baik sehingga pelaksanaan kegiatan tidak menumpuk di akhir tahun anggaran. 4. Untuk pencapaian target kinerja dan anggaran kegiatan agar lebih optimal, maka pemberian tambahan alokasi dana pada APBD perubahan dapat memperhatikan tingkat capaian kinerja dan anggaran kegiatan pada triwulansemester sebelumnya. 1. Melakukan penjadwalan pelaksanaan kegiatan maupun pengadaan secara lebih rinci dan pasti per triwulannya sehingga kemajuan pelaksanaan kegiatan tidak selalu menumpuk di akhir tahun anggaran. 2. Melakukan koordinasi dengan ULP, DIY dan pusat maupun dengan pihak terkait sejak awal tahun anggaran untuk menunjang keberhasilan kinerja. 3. Memperbaiki mekanisme pengajuan anggaran tambahan melalui perubahan APBD sehingga waktu efektif pelaksaan anggaran oleh SKPD tidak terlalu mepet. 4. Melaksanakan monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan secara konsisten dan terus menerus. 269 Profil Bappeda 2015 5. Mengoptimalkan sarana dan prasarana yang ada untuk mendukung keberhasilan kinerja. 6. Indikator program dan kegiatan serta targetnya harus terukur serta jelas cara penghitungannya. Setiap indikator kegiatan sebaiknya diberi definisi operasional yang jelas serta cara pengukuran targetnya. Dengan demikian setiap kegiatan akan memiliki kontribusi dalam penghitungan capaian target kinerja indikator program. 7. Agar masing-masing SKPD dalam mengusulkan kegiatan disesuaikan dengan kesiapan pelaksanaannya sehingga baik realisasi anggaran dan kinerjanya dapat memenuhi target yang telah ditetapkan pada saat akhir tahun anggaran. 8. Dengan adanya penambahan faktor-faktor pendorong dan penghambat keberhasilan kinerja serta tindak lanjut setiap triwulan pada laporan RFK oleh masing-masing SKPD, diharapkan dapat dijadikan bahan masukan bagi tim pengendalian dan evaluasi SKPD untuk turut serta membantu memberikan rekomendasi tindak lanjut sehingga proses pelaksanaan kegiatan oleh SKPD dapat berjalan lancar. 9. Agar menyempurnakan SIMRENDA yang menjadi dasar penyusunan RKPD sehingga tidak terjadi kesalahan dalam sistem. 270 Profil Bappeda 2015 I. Evaluasi thd Hasil Renja SKPD Formulir VII.I.5 Hasil Tahun Penyusunan 2014 2015 Capaian Keuangan : 33,45 Kinerja : 46,01 Keuangan : 53,33 Kinerja : 63,33 Kesimpulan 2014 : 1. Rendahnya prosentase rata-rata capaian kinerja dan realisasi keuangan baik terhadap DPA maupun terhadap Renja SKPD pada semester I dari seluruh SKPD menunjukkan bahwa proses pelaksanaan kegiatan di SKPD masih terdapat hambatan dan kendala sehingga hasil yang diperoleh tidak dapat mencapai target yang ditentukan. 2. Prosentase kinerja 48 SKPD pada semester I menunjukkan sebesar 79,17 38 SKPD sangat rendah dan 20,83 10 SKPD rendah. Prosentase realisasi anggaran terhadap DPA di 48 SKPD pada semester I menunjukkan sebesar 97,92 47 SKPD sangat rendah dan 2,08 1 SKPD sedang sementara prosentase realisasi anggaran terhadap Renja SKPD di 48 SKPD pada semester I menunjukkan sebesar 100,00 48 SKPD sangat rendah. Hal ini menjadi indikasi bahwa akan terjadi penumpukan pelaksanaan kegiatan dan penyerapan anggaran pada semester II. 3. Dari sebanyak 897 program yang tersebar di 48 SKPD menunjukkan bahwa secara umum tingkat capaian kinerja SKPD, tingkat realisasi anggaran terhadap DPA SKPD, dan tingkat realisasi anggaran terhadap Renja SKPD pada semester I tahun 2014 masih berada pada predikat sangat rendah dan rendah. Hal ini dapat dijadikan bahan pertimbangan pada saat perubahan anggaran sehingga jangan sampai pengusulan tambahan anggaran justru malah akan membuat tingkat capaian program baik kinerja maupun anggaran menjadi semakin buruk. 4. Outcome kegiatan pengendalian dan evaluasi terhadap Hasil Renja SKPD semester I tahun 2014 belum dapat secara optimal digunakan sebagai bahan evaluasi perencanaan pembangunan semester berikutnya dikarenakan keterlambatan pelaporan dari SKPD. 5. Masih belum semua SKPD mampu mengisi kolom- 271 Profil Bappeda 2015 2015 : kolom di dalam Formulir VII.I.5 dengan benar sesuai yang dicontohkan. Angka-angka yang diisikan pada realisasi triwulan I dan II terkadang berbeda dengan laporan RFK bulan Maret dan Juni yang pernah dikirimkan ke Bappeda. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh masih bingungnya SKPD dalam mengisi formulir VII.I.5 yang memang baru pertama kali dilaksanakan pada tahun ini. Hal ini mengakibatkan proses verifikasi membutuhkan waktu yang lama. 1. Rendahnya prosentase rata-rata realisasi keuangan baik terhadap DPA maupun terhadap Renja SKPD pada triwulan III dari seluruh SKPD menunjukkan bahwa proses pelaksanaan kegiat- an di SKPD masih terdapat hambatan dan kendala sehingga hasil yang diperoleh tidak dapat menca- pai target yang ditentukan. 2. Prosentase kinerja 47 SKPD pada triwulan III menunjukkan sebesar 10,42 5 SKPD sangat rendah, 33,33 16 SKPD rendah, 47,92 23 SKPD sedang, dan 6,25 3 SKPD tinggi. Prosen- tase realisasi anggaran terhadap DPA di 47 SKPD pada triwulan III menunjukkan sebesar 39,58 19 SKPD sangat rendah, 41,67 20 SKPD rendah dan 16,67 8 SKPD sedang sementara prosentase realisasi anggaran terhadap Renja SKPD di 47 SKPD pada triwulan III menunjukkan sebesar 37,50 18 SKPD sangat rendah, 37,50 18 SKPD rendah, 16,67 8 SKPD, 6,25 3 SKPD dan 4,17 2 SKPD sangat tinggi. Hal ini menjadi indikasi bahwa akan terjadi penumpukan pelaksanaan kegiatan dan penyerap- an anggaran pada triwulan IV. 3. Dari sebanyak 973 program yang tersebar di 47 SKPD menunjukkan bahwa secara umum tingkat capaian kinerja SKPD sedang, sedangkan tingkat realisasi anggaran terhadap DPA SKPD, dan ting- kat realisasi anggaran terhadap Renja SKPD pada triwulan III tahun 2015 masih berada pada predi- kat rendah. Hal ini dapat dijadikan bahan pertim- bangan pada saat penyusunan rencana kerja anggaran tahun berikutnya agar lebih baik lagi dalam perencanaan dan pelaksanaannya. Rekomendasi 2014 : 1. Perlu dilakukan percepatan penyerapan anggaran dan percepatan pelaksanaan kegiatan dengan mengindentifikasi hambatan dan permasalahan yang ada di SKPD oleh Bappeda melalui pengam- pu SKPD sehingga dapat memberikan rekomen- dasi yang diperlukan. 2. Perlu dilakukan pengendalian dan pengawasan 272 Profil Bappeda 2015 yang lebih ketat terhadap penjadwalan pelaksa- naan kegiatan terutama yang melibatkan pihak ketiga, proses lelang, maupun kegiatan yang ber- gantung pada musim atau kebijakan dari pemerintah pusat. 3. Menjadikan hasil pelaksanaan Renja SKPD semester I tahun 2014 sebagai bahan acuan dan pertimbangan dalam proses perubahan anggaran sehingga pengusulan tambahan anggaran dapat lebih terarah dan terukur. 4. Perlu disusun formulasi pelaksanaan kegiatan yang lebih baik agar seluruh pihak yang terlibat dalam pelaksanaan pengendalian dan evaluasi terhadap Hasil Rencana Kerja SKPD ini dapat melaksanakannya secara bertanggung jawab, efektif, dan efisien. Salah satunya adalah dengan meningkatkan komunikasi dengan sub bagian perencanaan dan evaluasi di Bappeda maupun dengan pengampu SKPD di Bappeda sehingga pelaksanaan kegiatan pengendalian dan evaluasi ini dapat dimasukkan ke dalam tahapan evaluasi pelaksanaan APBD untuk pertimbangan dalam pengusulan perubahan anggaran pada tahun ber- jalan. Dengan demikian, SKPD mempunyai kewa- jiban untuk menyelesaikannya tepat waktu sebe- lum melangkah ke tahapan selanjutnya yaitu pengusulan perubahan anggaran. 5. Perlu adanya peningkatan koordinasi dan komu- nikasi dengan seluruh SKPD di lingkungan Peme- rintah Kabupaten Sleman agar pelaksanaan kegi- atan pengendalian dan evaluasi terhadap Hasil Rencana Kerja SKPD ini dapat lebih tepat waktu dan efisien sesuai dengan target yang telah ditetapkan sehingga outcome yang diperoleh da- pat digunakan sebagai umpan balik bagi triwulansemester berikutnya. 6. Perlu adanya sosialisasi secara berkelanjutan untuk memberikan pengertian dan pemahaman kepada seluruh SKPD akan pentingnya melaksa- nakan pengendalian dan evaluasi terhadap Hasil Rencana Kerja SKPD sesuai yang diamanatkan oleh Permendagri Nomor 54 Tahun 2010. Hal ini disebabkan pelaksanaan DPA haruslah mengacu kepada Renja yang telah disusun serta memperha- tikan pula capaian tiap triwulannya agar target yang telah ditetapkan dapat tercapai pada akhir tahun anggaran. 7. Banyaknya program dan kegiatan yang tersebar di seluruh SKPD membuat pengendalian terhadap pelaksanaan program tersebut tidak dapat dilak- sanakan secara maksimal. Perlu dipertimbangkan 273 Profil Bappeda 2015 2015 : mengenai penyederhanaan jumlah program dan kegiatan sehingga pengendalian dan pengawasan pelaksanaannya dapat lebih mudah dilaksanakan. 8. Perlu adanya sistem informasi manajemen SIM e-monev dan dukungan dari top level management sehingga pelaksanaan kegiatan pengendalian dan evaluasi sesuai Permendagri Nomor 542010 ini dapat berjalan baik agar dapat memberikan outcome yang berkualitas, bermutu, dan berguna bagi peningkatan dan perbaikan sistem peren- canaan pembangunan daerah untuk menuju tata kelola pemerintahan yang baik berdasarkan prinsip-prinsip Good Governance. 1. Perlu dilakukan percepatan penyerapan anggaran dan percepatan pelaksanaan kegiatan dengan mengindentifikasi hambatan dan permasalahan yang ada di SKPD oleh Bappeda melalui pengam- pu SKPD sehingga dapat memberikan rekomen- dasi yang diperlukan. 2. Perlu dilakukan pengendalian dan pengawasan yang lebih ketat terhadap penjadwalan pelaksa- naan kegiatan terutama yang melibatkan pihak ketiga, proses lelang, maupun kegiatan yang bergantung pada musim atau kebijakan dari pemerintah pusat. 3. Menjadikan hasil pelaksanaan Renja SKPD triwulan III tahun 2015 sebagai bahan acuan dan pertimbangan dalam proses penyusunan rencana kerja tahun berikutnya.. 4. Perlu disusun formulasi pelaksanaan kegiatan yang lebih baik agar seluruh pihak yang terlibat dalam pelaksanaan pengendalian dan evaluasi terhadap Hasil Rencana Kerja SKPD ini dapat melaksanakannya secara bertanggung jawab, efektif, dan efisien. Salah satunya adalah dengan meningkatkan komunikasi dengan sub bagian perencanaan dan evaluasi di Bappeda maupun dengan pengampu SKPD di Bappeda sehingga pelaksanaan kegiatan pengendalian dan evaluasi ini dapat dimasukkan ke dalam tahapan evaluasi pelaksanaan APBD untuk pertimbangan dalam pengusulan rencana kerja tahun berikutnya. 5. Perlu adanya peningkatan koordinasi dan komunikasi dengan seluruh SKPD di lingkungan Pemerintah Kabupaten Sleman agar pelaksanaan kegiatan pengendalian dan evaluasi terhadap Hasil Rencana Kerja SKPD ini dapat lebih tepat waktu dan efisien sesuai dengan target yang telah ditetapkan sehingga outcome yang diperoleh dapat digunakan sebagai umpan balik bagi 274 Profil Bappeda 2015 triwulansemester berikutnya. 6. Perlu adanya sosialisasi secara berkelanjutan untuk memberikan pengertian dan pemahaman kepada seluruh SKPD akan pentingnya melaksa- nakan pengendalian dan evaluasi terhadap Hasil Rencana Kerja SKPD sesuai yang diamanatkan oleh Permendagri Nomor 54 Tahun 2010. Hal ini disebabkan pelaksanaan DPA haruslah mengacu kepada Renja yang telah disusun serta memper- hatikan pula capaian tiap triwulannya agar target yang telah ditetapkan dapat tercapai pada akhir tahun anggaran. 7. Banyaknya program dan kegiatan yang tersebar di seluruh SKPD membuat pengendalian terhadap pelaksanaan program tersebut tidak dapat dilak- sanakan secara maksimal. Perlu dipertimbangkan mengenai penyederhanaan jumlah program dan kegiatan sehingga pengendalian dan pengawasan pelaksanaannya dapat lebih mudah dilaksanakan. 8. Perlu adanya sistem informasi manajemen SIM e-monev dan dukungan dari top level management sehingga pelaksanaan kegiatan pengendalian dan evaluasi sesuai Permendagri Nomor 542010 ini dapat berjalan baik agar dapat memberikan out- come yang berkualitas, bermutu, dan berguna bagi peningkatan dan perbaikan sistem perencanaan pembangunan daerah untuk menuju tata kelola pemerintahan yang baik berdasarkan prinsip- prinsip Good Governance.

4.1.2. Data Lampiran 1 Permendagri Nomor 54 Tahun 2010

TABEL IV.1. DATA LAMPIRAN 1 PERMENDAGRI NOMOR 54 TAHUN 2010 NO INDIKATOR RUMUS CAPAIAN 2011 2012 2013 2014 2015 6. Perencanaan Pembangunan 6.1. Tersedianya dokumen perencanaan RPJPD yg telah ditetapkan dgn PERDA Ada tidak Ada Perda No 7 Tahun 2005 Ada Perda No 7 Tahun 2005 Ada Perda No 7 Tahun 2005 Ada Perda No 7 Tahun 2005 Ada Perda No 7 Tahun 2005 275 Profil Bappeda 2015 NO INDIKATOR RUMUS CAPAIAN 2011 2012 2013 2014 2015 6.2. Tersedianya Dokumen Perencanaan : RPJMD yg telah ditetapkan dgn PERDA PERKADA Ada tidak Ada Perda No 9 Tahun 2010 Ada Perda No 9 Tahun 2010 Ada Perda No 9 Tahun 2010 Ada Perda No 2 Tahun 2015 Tentang Perubah an Perda No 9 Tahun 2010 Ada Perda No 2 Tahun 2015 Tentang Perubaha n Perda No 9 Tahun 2010 6.3. Tersedianya Dokumen Perencanaan : RKPD yg telah ditetapkan dgn PERKADA Ada tidak Ada Perbub No 22 Tahun 2011 Ada Perbub No 20 Tahun 2012 Ada Perbub No 18 Tahun 2013 Ada Perbub No 6.1 Tahun 2014 Ada Perbub No 33.2 Tahun 2015 276 Profil Bappeda 2015

4.1.3 Data Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah LPPD

No URAIAN DATA PER TAHUN 2011 2012 2013 2014 2015 1 IPM KABUPATEN 78.2 78.79 79.97 80,73 81,49 2 PDRB ADHB Rp. 15,097,600 16,696,581 19,105,499 20,754,186 21,417,682 PDRB ADHK Rp. 6,704,100 7,069,229 7,471,897 7,871,906 8,287,543 3 Struktur perkonomian daerah pertumbuhan ADHB : a. Sektor Primer -1.73 2.64 2.02 1.73 b. Sektor Sekunder 6.53 5.95 4.87 5.29 c. Sektor Tersier 6.53 5.51 7.02 7.04 4 PDRB per kapita ADHB Rp. 13,634,558 14,976,756 16,733,992 17,926,293 18,345,210 PDRB per kapita ADHK Rp. 6,054,435 6,341,066 6,544,434 6,792,249 7,100,000 5 Pertumbuhan ekonomi 5.19 5.45 5.70 5.35 5.28 6 PDRB per sektor ADHK Rp. Pertanian 979,024 1,019,264 1,034,154 1,027,160 1,111,987 Pertambangan 38,084 38,636 39,486 40,172 43,485 Industri pengolahan 1,010,358 1,005,640 1,055,973 1,075,466 1,150,704 Listrik, Gas dan Air bersih 61,282 65,150 69,343 71,686 76,064 Bangunan 780,153 827,196 886,231 945,557 989,009 Perdagangan, Hotel dan Restoran 1,526,308 1,636,136 1,743,450 1,858,108 1,945,857 Pengangkutan dan komunikasi 410,324 433,134 458,431 493,830 514,826 Keuangan, Persewaan dan Jasa 715,317 779,722 836,345 919,887 948,976 Perusahaan Jasa-Jasa 1,183,251 1,264,352 1,348,486 1,440,038 1,506,632 7 PDRB per sektor ADHB Pertanian 1,922,985 2,153,451 2,461,393 2,567,251 2,698,254 277 Profil Bappeda 2015 No URAIAN DATA PER TAHUN 2011 2012 2013 2014 2015 Pertambangan 86,671 90,599 109,786 111,288 118,327 Industri pengolahan 2,171,967 2,274,445 2,655,364 2,774,959 2,908,062 Listrik, Gas dan Air bersih 192,383 208,066 238,811 2,708,637 2,785,553 Bangunan 1,921,438 2,135,294 2,491,502 4,869,707 5,007,587 Perdagangan, Hotel dan Restoran 3,453,129 3,872,092 4,444,678 1,155,060 1,122,102 Pengangkutan dan komunikasi 857,248 922,507 1,021,778 2,378,276 2,409,276 Keuangan, Persewaan dan Jasa 1,645,918 1,861,498 2,092,643 3,972,406 4,074,937 Perusahaan Jasa-Jasa 2,845,861 3,178,630 3,594,544 249,555 260,053 8 Keberadaan Perda RTRW Belum ada Perda nomor 12 tahun Perda nomor 12 tahun Perda nomor 12 tahun Perda nomor 12 2012 tentang RTRW 2012 tentang RTRW 2012 tentang RTRW tahun 2012 tentang Kabupaten Sleman Kabupaten Sleman Kabupaten Sleman RTRW Kabupaten Tahun 2012- 2031 Tahun 2012- 2031 Tahun 2012-2031 Sleman Tahun 2012-2031 9 Dokumen RPJPD PERDA Kabupaten PERDA Kabupaten PERDA Kabupaten PERDA Kabupaten PERDA Sleman Nomor 7 Sleman Nomor 7 Sleman Nomor 7 Sleman Nomor 7 Kabupaten Tahun 2005 tentang Tahun 2005 tentang Tahun 2005 tentang Tahun 2005 tentang Sleman Nomor 7 RPJPD Tahun RPJPD Tahun RPJPD Tahun RPJPD Tahun Tahun 2005 2006-2025 2006-2025 2006-2025 2006-2025 tentang RPJPD Tahun 2006- 2025 10 Dokumen RPJMD PERDA Kabupaten PERDA Kabupaten PERDA Kabupaten PERDA Nomor 2 PERDA Nomor 2 Sleman Nomor 9 Sleman Nomor 9 Sleman Nomor 9 Tahun 2014 tentang Tahun 2014 Tahun 2010 tentang Tahun 2010 tentang Tahun 2010 tentang perubahan Perda tentang RPJMD Tahun RPJMD Tahun RPJMD Tahun Nomor 9 Tahun 2010 perubahan Perda 2011-2015 2011-2015 2011-2015 tentang RPJMD Tahun Nomor 9 Tahun 2011-2015 2010 tentang RPJMD Tahun 2011-2015 278 Profil Bappeda 2015 No URAIAN DATA PER TAHUN 2011 2012 2013 2014 2015 11 Dokumen RKPD PERBUP Nomor PERBUP Nomor 20 Tahun 2012 PERBUP No 18 Tahun PERBUP No. 6.1 Tahun Perbup Nomor 22 Tahun 2011 tentang RKPD Th. 2013 tentang RKPD Th. 2014 tentang RKPD Th 33.2 Tahun tentang RKPD 2013 2014 2015 2015Tentang Tahun 2012 RKPD Th. 2016 12 Jumlah program dalam RPJMD per 202 202 202 186 186 tahun 13 Jumlah program RKPD 202 202 202 186 186 14 Luas perkotaan 17,617 ha 17,617 ha 17,617 ha 17,617 ha 17,617 ha 15 Luas perdesaan 40,255 ha 40,255 ha 40,255 ha 40,255 ha 40,255 ha 16 Buku Kabupaten Dalam Angka ada ada ada ada ada 17 Buku PDRB Kabupaten ada ada ada ada ada 18 Jumlah jenis buku statistik ada 11 produk : ada 11 produk : ada 12 produk : ada 11 produk : ada 10 produk : Buku PDRB Kab. Buku PDRB Kab. Buku PDRB Kab. Buku PDRB Kab. Buku PDRB Kab. Buku PDRB Kec Buku PDRB Kec Buku PDRB Kec Buku PDRB Kec Buku PDRB Kec Buku Statistik Harga Buku Statistik Harga Buku Statistik Harga Buku Statistik Harga Buku Inflasi Bangunan Bangunan Bangunan Bangunan Statistik Industri Buku Inflasi Buku Inflasi Buku Inflasi Buku Inflasi Buku IPM Buku Statistik Industri Buku Statistik Industri Buku Statistik Industri Buku Statistik Industri Buku Inkesra Buku IPM Buku IPM Buku IPM Buku IPM Buku IPG Buku Kabupaten Dalam Buku Kabupaten Dalam Buku Kabupaten Dalam Buku Kabupaten Dalam Buku Indeks Gini Angka Angka Angka Angka Buku ICOR Buku Kecamatan Buku Kecamatan Buku Kecamatan Buku Kecamatan Nilai Tukar Petani Dalam Angka Dalam Angka Dalam Angka Dalam Angka Buku Inkesra Buku Inkesra Buku Inkesra Buku Inkesra Buku Statistik Gender Buku Statistik Gender Buku Statistik Gender Buku Statistik Gender 279 Profil Bappeda 2015 No URAIAN DATA PER TAHUN 2011 2012 2013 2014 2015 Buku Profil Buku Profil Buku Profil Buku Profil Kependudukan Kependudukan Kependudukan Kependudukan Buku Indeks Gini Buku Indeks Gini Buku Indeks Gini Buku Indeks Gini Buku ICOR 19 Jumlah layanan penelitian ada 3 jenis yaitu ada 3 jenis yaitu ada 3 jenis yaitu ada 3 jenis yaitu layanan ijin KKN, layanan ijin KKN, layanan ijin KKN, PKL layanan ijin KKN, PKL PKL dan PKL dan Penelitian dan Penelitian dan Penelitian Penelitian 20 Jumlah kerjasama penelitian 1 1 1 1 1 Kerjasama dengan BPTP tentang bioindustri integrasi salak-kambing di Turi angka sementaraproyeksi 280 Profil Bappeda 2015

4.1.4 Capaian Standar Pelayanan Minimal SPM dan Millenium Development Goals MDGs

Bappeda Sleman pada tahun 2015 tidak memliki Standar Pelayanan Minimal SPM dan Millenium Development Goals MDGs.

4.1.5 Capaian Penetapan Kinerja Tapkin

Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis dan Target Akhir Periode Renstra Tahun 2015 No Indikator Kinerja Realisasi Tahun 2011 Realisasi Tahun 2012 Realisasi Tahun 2013 Realisasi Tahun 2014 Realisasi Tahun 2015 1 2 3 4 5 6 7 1 1 Persentase kesesuaian Belum 100 100 100 100 Komponen dengan menerapkan komponen RPJPD Permendagri RPJMD 542010 2 Persentase kesesuaian Belum 73,33 73,33 100 100 komponen Renstra menerapkan SKPD dengan Permendagri komponen RPJMD 542010 3 Persentase Belum 100 100 100 100 perumusan menerapkan kebijakan RKPD yang Permendagri sesuai dengan RPJMD 542010 4 Persentase Belum 99,42 100 100 100,58 perumusan menerapkan kebijakan Renja SKPD Permendagri yang sesuai dengan 542010 RKPD 5 Persentase program Belum 100 100 100 100 pada PPAS yang menerapkan sesuai dengan Permendagri usulan program pada 542010 Renja SKPD 6 Persentase program Belum 100 100 100 100 281 Profil Bappeda 2015 No Indikator Kinerja Realisasi Tahun 2011 Realisasi Tahun 2012 Realisasi Tahun 2013 Realisasi Tahun 2014 Realisasi Tahun 2015 1 2 3 4 5 6 7 pada RKA SKPD menerapkan yang sesuai dengan Permendagri usulan program 542010 pada PPAS 7 Persentase kegiatan Belum 90 93,98 97,71 100 dalam RKA SKPD yang menerapkan sesuai dengan usulan Permendagri kegiatan 542010 pada Renja SKPD 8 Persentase rencana Belum 90 93,98 97,71 100 kegiatan dalam Renja menerapkan SKPD yang terlaksana Permendagri melalui DPA SKPD 542010 9 Persentase kecamatan 88,23 88,23 88,23 94,11 100 yang sudah tercakup dalam RDTR 10 Tersedianya informasi Belum ada 88,23 88,23 94,11 100 mengenai rencana indikator tata ruang RTR SPM wilayah kabupaten tersebut besertarencana rincinya melalui peta analog dan peta digital 11 Keterwakilan Belum ada 8 8 8 8 masyarakat data komponen komponen komponen Komponen dalam forum 100 100 100 100 perencanaan partisipatifMusrenbang 12 persentase Belum ada 131,25 131,25 82,35 76,94 keterlibatan data masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan 282 Profil Bappeda 2015 No Indikator Kinerja Realisasi Tahun 2011 Realisasi Tahun 2012 Realisasi Tahun 2013 Realisasi Tahun 2014 Realisasi Tahun 2015 1 2 3 4 5 6 7 13 keterlibatan Belum ada 28,05 28,14 28,57 25,64 perempuan dalam data proses perencanaan pembangunan 14 Terlaksananya penjaringan aspirasi masyarakat melalui forum konsultasi publik yang memenuhi syarat inklusif dalam proses penyusunan RTR dan pemanfaatan ruang minimal 2 dua kali setiap disusunnya RTR dan pemanfaatan ruang Belum ada indikator SPM tersebut 100 100 100 100

4.1.6 Capaian Indikator Kinerja Utama IKU

No INDIKATOR KINERJA UTAMA REALISASI 2011 REALISASI 2012 REALISASI 2013 REALISASI 2014 REALISASI 2015 1 2 3 4 5 1 Persentase kesesuaian komponen RPJMD Belum Menerapkan 100 100 100 100 Dengan komponen Permendagri RPJPD 542010 2 Persentase kesesuaian komponen Renstra SKPD Dengan komponen RPJMD Belum Menerapkan Permendagri 542010 73,33 73,33 100 100 3 Persentase perumusan kebijakan RKPD yang sesuai dengan RPJMD Belum Menerapkan Permendagri 100 100 100 111,11 542010 4 Persentase perumusan kebijakan Renja SKPD yang sesuai dengan RKPD Belum Menerapkan Permendagri 542010 99,42 100 100 100 5 Persentase program PPAS yang sesuai dengan usulan program Belum Menerapkan Permendagri 100 100 100 100 283 Profil Bappeda 2015 No INDIKATOR KINERJA UTAMA REALISASI 2011 REALISASI 2012 REALISASI 2013 REALISASI 2014 REALISASI 2015 1 2 3 4 5 pada Renja SKPD 542010 6 Persentase program pada RKA SKPD yang sesuai dengan usulan PPAS Belum Menerapkan Permendagri 542010 100 100 100 100 7 Persentase kegiatan dalam RKA SKPD yang Sesuai dengan usulan Kegiatan pada Renja SKPD Belum Menerapkan Permendagri 542010 90 93,98 97,71 100 8 Persentase rencana kegiatan dalam Renja SKPD yang terlaksana melalui DPA SKPD Belum Menerapkan Permendagri 542010 90 93,98 97,71 100 9 Persentase kecamatan yang sudah tercakup 88,23 88,23 88,23 94,11 100 dalam RDTR 10 Tersedianya informasi mengenai rencana tata ruang RTR wilayah kabupaten beserta rencana rincinya melalui peta analog dan peta digital. Belum ada indicator SPM tersebut 88,23 88,23 94,11 100 11 Keterwakilan masyarakat dalam forum Belum ada data 8 Komponen 100 8 Komponen 100 8 Komponen 100 8 komponen 100 perencanaan partisipatifMusrenbang 12 persentase keterlibatan masyarakat dalam Belum ada data 131,25 86,68 82,35 76,94 proses perencanaan pembangunan 13 Keterlibatan perempuan dalam proses perencanaan pembangunan Belum ada data 28,05 28,14 28,57 25,64 14 Terlaksananya penjaringan aspirasi masyarakat melalui forum konsultasi publik yang memenuhi syarat inklusif dalam proses penyusunan RTR dan pemanfaatan ruang minimal 2 dua kali setiap disusunnya RTR Belum ada indicator SPM tersebut 100 100 100 100 284 Profil Bappeda 2015 No INDIKATOR KINERJA UTAMA REALISASI 2011 REALISASI 2012 REALISASI 2013 REALISASI 2014 REALISASI 2015 1 2 3 4 5 dan pemanfaatan ruang

4.1.7 Capaian Indikator Kinerja Kunci IKK

No Aspek Fokus No IKK Rumus Perhitungan Capian Kinerja Ket 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 Ketentraman dan ketertiban umum daerah 3 Keberadaan Perda RTRW Ada Tidak ada Perda RTRW Perda No 12 Tahun 2012 tentang tata Ruang Wilayah Kabupaten Sleman Tahun 2012-2031 Ada Bappeda 2 Keselarasan antara kebijakan pemerintahan daerah dengan kebijakan pemerintah Sinkronisasi pelaksanaan pembangunan nasional dan daerah kewenangan keuangan 13 Kesesuaian prioritas pembangunan Jumlah prioritas pembangunan daerah dibagi jumlah prioritas pembangunan nasioan 11:11 X 100 =100 Prioritas Pembangunan daerah dalam RKPD tahun 2014 yang mendukung prioritas pembangunan nasuional sebanyak 11 prioritas 100 Bappeda 285 Profil Bappeda 2015 4.2 Data Prestasi 4.2.1 Sleman Juara I