48 Profil Bappeda 2015
pendapatan penduduk. Hasil ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada pemerintah serta pengguna data lainnya tentang posisi pembangunan manusia di
Kabupaten Sleman.
b. Ruang Lingkup dan Cakupan
Ruang lingkup wilayah dalam pembahasan buku mencakup IPM Kabupaten Sleman yang dibandingkan dengan IPM kabupatenkota lainnya di DIY. Periode
waktu dalam analisis fokus pada IPM tahun 2014 dan beberapa tahun sebelumnya sebagai
pembanding. Cakupan
dalam pembahasan
meliputi ketiga
aspekkomponen penyusun
IPM beserta
indikator pendukungnya.Ketiga
aspekkomponenini meliputi kesehatan, pendidikan, dan pendapatan.
c. Sumber Data
Data yang digunakan dalam pembahasan ini sebagian besar berasal dari hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional Susenas 2011-2014, Survei Angkatan
Kerja Nasional Sakernas 2011-2014, Produk Domestik Regional Bruto PDRB tahun 2011-2014, Inflasi tahun 2011-2014 dan beberapa data penunjang yang
berasal dari dinasinstansi seperti Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga, Dinas Kesehatan dan instansi lainnya. Sebagai sumber data pokok, adalah data
hasil kegiatan Susenas tahun 2014.
d. Sistematika Penulisan
Sistematika penyusunan buku IPM ini dibagi menjadi tujuh 7 bab yang terdiri dari: Bab I, Pendahuluan, menguraikan tentang latar belakang, maksud dan
tujuan, ruang lingkup dan cakupan, dan sistematika penulisan. Bab II, Metode BaruPenghitungan IPM, berisi konsep, ruang lingkup pembangunan manusia, dan
pengukuran indeks pembangunan manusia. Bab III, Gambaran Umum, berisi kondisi geografis, kependudukan, dan ketenagakerjaan. Bab IV, Tinjauan
Ekonomi, berisi tentang struktur ekonomi, pertumbuhan ekonomi, PDRB per kapita, dan inflasi.Bab V, Kesehatan, berisi tentang angka harapan hidup, angka
kematian bayi, dan angka kesakitan.Bab VI, Pendidikan, berisi antara lain rasio murid – kelas, rasio murid – guru, tingkat partisipasi sekolah, rata-rata lama
sekolah, dan angka melek huruf.Bab VII, Posisi Pembangunan Manusia, berisi
49 Profil Bappeda 2015
uraian mengenai penggabungan beberapa indikator menjadi satu indeks komposit yaitu IPM.Bab VIII, Penutup, berisi tentang kesimpulan terkait IPM.
Secara ringkas isi Buku IPM tahun 2014 adalah sbb : Konsep dan definisi : Untuk penghiitungan IPM tahun 2014 menggunakan
metode baru. Konsep pembangunan manusia .UNDP merumuskan konsep pembangunan manusia sebagai perluasan pilihan bagi penduduk yang dilihat
sebagai proses upaya kea rah perluasan pilihan atau sekaligus sebagai taraf yang dicapai dari upaya tersebut. Konsep ini mengkaji manusia dari dua sisi yakni :
meningkatkan kapabilitas fisik atau pembentukan kemampuan berfungsi manusi melalui jalur perbaikan taraf kesehatan,pengetahuan,dan ketrampilan. Sisi kedua :
bagaimana meanfaatkan kapabiltas atau kemampuan yang dimilki untuk melakukan aktivitas yang sifanya produktif.
Konsep ini diajukan oleh Mahbub ul Haq dan Amartya sen. Menurut mereka perluasan pilihan hanya mungkin direalisasikan jika penduduk minimal memiliki
tiga aspek mendasar yakni : peluang panjang umur dan sehat, pengetahuan dan ketrampilan memadai serta peluang untuk merelasisikan pengetahuan yang hakiki
dalam kegiatan yang produktif yang mampumeningkatkan daya belinya.
Pendekatan ini menyempurnakan pendekatan yang telah ada lebih dulu yang lebih menekankan pada spek PDRB perkapita sebagai indicator tunggal untuk
mengukur kemajuan pembangunan. Pengukuran IPM : IPM diukur dengan 3 indkator : dimensi kesehatan :
direpresentasikan dengan umur panjang dan sehat. uraian tentang ini . Diukur dengan rumus usia harapan hidup : metode tak langsung menggunakan bantuan
perangkat lunak : motpak For windows. Sumber data yang digunakan adalah SUSENAs. Formula angka harapan hidup adalah : model coaled an denemy.
Tambahan metode baru adalah : harapan lama sekolah ini mreupakan variable pengganti melek huruf dlm penghitungan IPM, karena angka melek huruf tidk
relevan lagi dalam mengukur pendidikan secara utuh. HLS adalah : lamanya tahun sekolah yang diharapkan akan dirasakan oleh anak pada umur tertentu di masa
mendatang.
Dimensi Standar Hidup Yang Layak : Standar hidup layak menggambar- kan kualitas kehidupan atau tingkat kesehajteraan yang dinikmati oleh penduduk
50 Profil Bappeda 2015
sebagai dampak dari semakin membaiknya kondisi ekonomi maupun tingkat pemerataannya. UNDP menggunakan pendekatan PNBP riil. Tahapan penghi-
tungan rata rata pengeluaran perkapita riil yang disesuaikan. Jumlah komoditas yang digunakan untuk menghitung niai PPP per unit : 96 komoditas yang tercakup
dalam SUSENAS. Penyempurnaan metode secara umum memberikan dampak terhadap penurunan level IPM atau level IPM dengan metode baru lebih rendah
dibandingkan dengan IPM metode lama. Gambaran umum : diisi gambaran umum yang terdiri dari : kondisi
geografis, kependudukan, Kabupaten Sleman tahun 2010 – 2014. Ketenagakerjaan : Yang dibahas adalah mengkaitkan beberapa hal antara
lain tingkat partisipasi angkatan kerja, tingkat pengangguran terbuka, kualitas tenaga kerja menurut pendidikan, serta daya serap masing masing lapangan
usaha. Indikator TPAK dihitung dari rasio antara jumlah angkatan kerja dengan penduduk usia kerja. TPAK kabupaten Sleman tahun 2014 tercatat 68,05 persen,
meningkat dibandingkan tahun 2013. Komposisi penduduk bekerja. : penduduk bekerja menurut pendidikan
tinggi, menurut lapangan usaha, menurut status pekerjaan. tampilkan tabel indicator ketengakerjaan di Kabupaten Sleman tahun 2010 – 2014. Tingkat
pengangguran terbuka : bagian dari angkatan kerja yang tidak terserap oleh pasar tenaga kerja termasuk dalam pengangguran.
Konsep pembangunan manusia : UNDP merumuskan konsep embangunan manusia sebagai perluasan pilihan bagi penduduk yang dilihat sebagai proses
upaya kea rah perluasan pilihan atau sekaligus sebagai taraf yang dicapai dari upaya tersebut. Konsep ini mengkaji manusia dari dua sisi yakni : meningkatkan
kapabilitas fisik atau pembentukan kemampuan berfungsi manusi melalui jalur perbaikan taraf kesehatan,pengetahuan,dan ketrampilan. Sisi kedua : bagaimana
meanfaatkan kapabiltas atau kemampuan yang dimilki untuk melakukan aktivitas yang sifanya produktif. Konsep ini diajukan oleh Mahbub ul Haq dan Amartya sen.
Menurut mereka perluasan pilihan hanya mungkin direalisasikan jika penduduk minimal memiliki tiga aspek mendasar yakni : peluang panjang umur dan sehat,
pengetahuan dan ketrampilan memadai serta peluang untuk merelasisikan pengetahuan
yang hakiki
dalam kegiatan
yang produktif
yang mampu
meningkatkan daya belinya. Pendekatan ini menyempurnakan pendekatan yang
51 Profil Bappeda 2015
telah ada lebih dulu yang lebih menekankan pada spek PDRB perkapita sebagai indicator tunggal untuk mengukur kemajuan pembangunan.
A. Tinjauan ekonomi :
PDRB yang disajikan dalam buku ini merupakan PDRB seri 2010 yang dihitung menggunakan tahun dasar baru 2010=0 dan telah mengadopsi Sistem
Neraca Nasional SNA 2008. PDRB ini telah dihitung sampai level
kabupatenkota, termasuk Kabupaten Sleman dan sudah dirilis mulai tahun 2014. Dampak perubahan tahun dasar dan penggunaan SNA 2008 akan menaikkan
level PDRB dan merubah struktur perekonomian, karena cakupan yang bertambah dan dalam penyajiannya jumlah kategori lapangan usaha bertambah lebih banyak.
1 PDRB ADHB dan ADHK 2010
Berdasarkan penghitungan menggunakan pendekatan SNA 2008 PDRB Atas Dasar Harga Berlaku ADHB Kabupaten Sleman tahun 2014 tercatat
sebesar Rp 31,01 triliun. Nilai PDRB tersebut memberi andil sebesar 33,19
persen terhadap perekonomian DIY pada tahun 2014. Andil tersebut juga menjadi yang terbesar di antara PDRB kabupaten kota lainnya di seluruh DIY. Secara riil
atau Atas Dasar Harga Konstan ADHK 2010, nilai PDRB tersebut setara dengan Rp 26,74 triliun.
2 Struktur Ekonomi
Struktur perekonomian yang dihitung menggunakan andil setiap kategori terhadap PDRB ADHB menunjukkantidak ada lapangan usaha yang mendominasi
struktur perekonomian Kabupaten Sleman selama tahun 2010-2014. Semua lapangan usaha memiliki kontribusi di bawah 15 persen terhadap total
perekonomian Kabupaten Sleman. Lima lapangan usaha yang memiliki andil terbesar dalam perekonomian Kabupaten Sleman tahun 2014 adalah kategori
usaha industri pengolahan sebesar 13,90 persen, konstruksi sebesar 10,77 persen, akomodasi dan makan minum sebesar 9,95 persen, jasa pendidikan
sebesar 9,49 persen, dan pertanian sebesar 8,87 persen. Kondisi ini berbeda dengan angka PDRB dengan pendekatan SNA 1968 PDRB seri 2000 yang
52 Profil Bappeda 2015
didominasi oleh empat lapangan usaha yakni sektor perdagangan, hotel dan restoran; sektor jasa-jasa; sektor industri pengolahan; dan sektor pertanian.
3 Pertumbuhan Ekonomi
Laju pertumbuhan ekonomi dihitung dari perubahan nilai PDRB atas dasar harga konstan PDRB riil. Dengan menghilangkan pengaruh perubahan harga,
nilai pertumbuhan yang diperoleh benar-benar merepresentasikan pertambahan kuantitas barang dan jasa yang dihasilkan dan bukan pertambahan yang
disebabkan oleh perubahan harga. PDRB atas dasar harga konstan tahun 20142010=100 Kabupaten Sleman
tercatat sebesar Rp. 26,74 triliun, sehingga nilai tambahperekonomian tumbuh sebesar 5,41 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang sebesar Rp
25,37 triliun.
Level pertumbuhan
tersebut mengalami
perlambatan jika
dibandingkan dengan pertumbuhan tahun sebelumnya yang mencapai 5,89 persen. Secara umum, perlambatan ini disebabkan oleh guncangan eksternal
berupa kondisi perekonomian global dan nasional yang lesu dan mengalami perlambatan akibat perang mata uang.
Pada tahun 2014, semua kategori lapangan usaha di Kabupaten Sleman memiliki pertumbuhan positif kecuali kategori pertanian yang mengalami kontraksi
sebesar 4,76 persen akibat penurunan nilai tambah pada lapangan usaha tanaman pangan, hortikultura, dan perkebunan.
Kategori lapangan usaha yang memiliki laju pertumbuhan tertinggi selama tahun 2014 adalah secara berturut-turut adalah kategori jasa keuangan dan
asuransi 11,18 ; jasa perusahaan 9,03 ; jasa pendidikan 8,57 ; real estat 8,37 ; dan jasa kesehatan 8,01 ’ Semua kategori lapangan usaha tersebut
merupakan bagian dari sektor tersier atau jasa-jasa. Sementara, pertumbuhan kategori lapangan usaha lainnya terutama sektor primer dan sekunder bervariasi
di bawah 7 persen. Dari sisi andil terhadap pertumbuhan, kategori lapangan usaha yang
memberikan sumbangan tertinggi adalah industri pengolahan sebesar 0,71. Andil pertumbuhan terbesar berikutnya disumbang oleh kategori konstruksi; informasi
dan komunikasi; jasa pendidikan; dan akomodasi dan makan minum dengan andil masing-masing sebesar 0,61; 0,56; 0,54; dan 0,52.
Sektor pertanian yang mengalami pertumbuhan negatif juga masih mampu menyumbang pertumbuhan
53 Profil Bappeda 2015
sebesar 0,4, karena share terhadap perekonomian Sleman masih cukup besar. Kategori lapangan usaha lainnya memberikan andil pertumbuhan dengan level
yang bervariasi di bawah 0,5 sejalan dengan kontribusinya dalam perekonomian Sleman.
4 PDRB per Kapita
Secara nominal, PDRB per kapita Kabupaten Sleman terus meningkat dari Rp 17,12 juta pada tahun 2008 menjadi Rp 26,68 juta pada tahun 2014.
Sementara itu, nilai PDRB perkapita riil pada tahun 2014 tercatat sebesar Rp 23,00 juta dan menunkukkan kecenderungan yang semakin meningkat dalam
beberapa tahun terakhir. Sejak tahun 2008 PDRB perkapita riil mengalami
pertumbuhan rata-rata per tahun sebesar 3,79 persen. Peningkatan level PDRB perkapita riil ini dapat memengaruhi terjadinya perbaikan daya beli penduduk
karena secara kuantitas konsumsi mereka meningkat dibandingkan tahun sebelumnya dengan asumsi hasil pertumbuhan dinikmati sepenuhnya oleh
penduduk Sleman. Pola konsumsi penduduk berdasarkan kelompok makanan maupun non
makanan secara tidak langsung menggambarkan tingkat kesejahteraannya. Berdasarkan pola konsumsi hasil Susenas 2014, konsumsi makanan penduduk
Kabupaten Sleman memiliki proporsi sebesar 44,17 persen. Sementara,
konsumsi non makanan penduduk memiliki proporsi sebesar 55,83 persen. Kondisi tersebut menggambarkan secara ekonomi penduduk Kabupaten Sleman
masuk kategori relatif sejahtera karena konsumsi non makanan yang lebih tinggi dibandingkan dengan konsumsi makanan. Dalam empat tahun terakhir, konsumsi
penduduk Kabupaten Sleman didominasi oleh pengeluaran non makanan.
5 Inflasi
Pada tahun 2014 laju inflasi mengalami perlambatan bila dibandingkan tahun 2013. Inflasi yang terjadi pada tahun 2014 sebesar 5,85 persen atau
mengalamiperlambatan bila dibandingkan dengan tahun 2013 yang sebesar 6,92 persen. Bila dilihat pada kelompok pengeluaran, kenaikan inflasi dan perlambatan
inflasi cukup bervariasi. Tinggi rendahnya inflasi bervariasi pada masing-masing kelompok pengeluaran.
54 Profil Bappeda 2015
Pada tahun 2014 kelompok pengeluaran transpor dan komunikasi juga mengalami inflasi terbesar yaitu sebesar 8,41 persen.Kelompok pengeluaran
bahan makanan mencapai 7,85 persen. Kelompok perumahan sebesar 6,16 persen. Kelompok pengeluaran makanan jadi, minuman dan rokok mengalami
inflasi sebesar 4,35 persen. Kondisi ini mengalami perlambatan bila dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 8,48 persen. Kelompok pengeluaran kesehatan
juga mengalami inflasi pada tahun 2014 yaitu sebesar 3,50 persen atau mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2013 yang sebesar 2,24 persen.
Kelompok sandang
mengalami inflasi
sebesar 3,11
persen. Kelompok
pengeluaran yang mengalami inflasi terendah adalah kelompok pengeluaran pendidikan, rekreasi, dan olah raga.
B. Tinjauan Pendidikan
1. Rasio Murid-Kelas
Rasio murid-kelas SDMI dan Paket A Kabupaten Sleman pada tahun 2014 tercatat sebesar 24, artinya setiap kelas menampung rata-rata 24 murid. Secara
rata-rata SD negeri menampung 25 siswa per kelas, SD swasta menampung 24 siswa per kelas dan MI menampung 22 siswa per kelas. Untuk tingkat SMPMTs
dan Paket B, rasio murid-kelas sebesar 30 murid per kelas pada tahun 2014. Angka ini berarti setiap kelas pada tingkat SLTP sederajat menampung sebanyak
30 siswa. Nilai rasio ini cenderung mengalami penurunandalam lima tahun terakhir, dari33 pada tahun 2010 menjadi 30 pada tahun 2014. Kondisi ini terjadi
karena adanya tren penurunan jumlah murid sedangkan jumlah kelas yang tersedia relatif tetap. Pada tingkat SMAMASMK, rasio murid-kelas tercatat
sebesar 26 orang per kelas pada tahun 2014. Rasio ini relative sama bila dibandingkan dengan rasio tahun 2013 yang juga sebesar 26. Kondisi ini
mengindikasikanpeningkatan jumlah murid masih sebanding dengan peningkatan jumlah kelas yang tersedia.
2. Rasio Murid-Guru
Pada tahun 2014 di tingkat SDMI dan Paket A, rasio murid-guru sebanyak 15, kondisi ini sedikit meningkat jika dibandingkandengan kondisi pada tahun 2013
yaitu sebanyak 14 murid untuk setiap guru.
55 Profil Bappeda 2015
Untuk tingkat SMPMTs dan Paket B, seorang guru mengajar rata-rata 13 orang murid pada tahun 2014. Rasio beban ini juga meningkat jika dibandingkan
dengan tahun 2013 yaitu sebesar 12. Kondisi ini dikarenakan peningkatan jumlah murid yang relatif lebih cepat jikadibandingkan dengan peningkatan jumlah guru.
Rasio murid-guru pada jenjang pendidikan SMAMASMKdi tahun 2014sebesar 9. Rasio ini tidak mengalamiperubahan sejaktahun 2010 yaitu sebesar 9. Kondisi ini
mengindikasikan peningkatan jumlah murid yangsebanding peningkatan jumlah guru. Berdasarkan jenisnya maka SLTA negeri tercatat memiliki rasio murid-guru
tertinggi sebesar 12 dan diikuti oleh SMK dan MA dengan rasio masing-masing sebesar 9.
Dengan mengamati
angka-angka tersebut
di atas,
terlihat bahwa
ketersediaan tenaga
pengajar untuk
tingkat SDMI,
SMPMTs maupun
SMAMASMKtidak menjadi
kendala bagi
pelaksanaan proses
belajar- mengajar.Apabila hanya dilihat dari ketersediaannya, maka seharusnya kegiatan
belajar mengajar pada tingkat SDMI, SMPMTs dan SMAMASMK di kelas seharusnya dapat berjalan secara efektif, karena rasio jumlah murid-guru masih
ideal 20. Apabila masih ada sekolah yang kekurangan guru, maka yang perlu diperhatikan adalah distribusi gurunya.
3. Tingkat Partisipasi Sekolah
Tingkat partisipasi sekolah peserta didik menunjukkan seberapa besar daya serap sistem pendidikan terhadap pendudu usia sekolah di suatu wilayah.Salah
ukuran untuk mengetahui gambaran tersebut adalah angka partisipasi murni APM. Penduduk usia sekolah untuk jenjang SDMI adalah mereka yang berumur
antara 7-12 tahun, SMPMTs berumur 13-15 tahun dan jenjang SMAMASMK adalah mereka yang berusia 16-18 tahun. Nilai APM masih memiliki kelemahan,
misalnya seorang anak berusia 6 tahun yang telah masuk SDMI tidak dilibatkan dalam penghitungan APM SDMI, karena usia di luar kisaran usia SD. Demikian
pula bagi anak-anak yang terpaksa mengulang kelas sehingga usianya melampaui 12 tahun namun masih duduk di bangku SDMI, juga tidak dicakup dalam
penghitungan APM SDMI. Angka partisipasi murni untuk tingkat SDMI pada kisaran 100 persen. Hal
ini berarti bahwa semua penduduk berusia 7–12 tahun dapat mengenyam bangku sekolah dasar. APM SDMI pada tahun 2014 tercatat sebesar 102,07 persen.
56 Profil Bappeda 2015
Pada tingkat SMPMTs, nilai APM yang dicapai pada tahun 2014sebesar 81,63 persen, Angka ini menggambarkan penduduk yang berusia 13-15 tahun yang
sedang mengenyam pendidikan pada tingkat SLTP sederajat. Pada jenjang SLTA sederajat, nilai APM masih relatif rendah dan tercatat
sebesar 57,73 persen pada tahun 2014 atau sedikit meningkat jika dibandingkan tahun 2013 sebesar 55,23. Hal ini mengindikasikan masih banyak penduduk yang
berusia 16-18 tahun tidak melanjutkan sekolah sampai tingkat SMAMASMK, karena sebagian siswa melanjutkan sekolah di luar Kabupaten Sleman.
Secaraumum, nilai APM semakin menurun seiring dengan meningkatnya jenjang pendidikan, sehingga APM SDSLTPSLTA. Berdasarkan jenis kelamin,
APM di semua tingkatan tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Hal ini mencerminkan kesetaraan jender dalam hal memperoleh kesempatan pendidikan
sampai level pendidikan menengah di Kab Sleman sudah tercapai.
4. Rata-rata Lama Sekolah
Kualitas modal manusia dapat dilihat dari Rata-rata Lama Sekolah RLS yang ditempuh oleh penduduk berusia produktif. Mulai tahun 2010, terjadi
perubahan referensi penduduk untuk menghitung angka rata-rata lama sekolah dari penduduk berusia 15 tahun ke atas menjadi berusia 25 tahun ke atas.
Konsekuensi perubahan referensi penduduk ini akan sedikit merurunkan level rata-rata lama sekolah. .
Pada tahun 2014, rata-rata lama sekolah penduduk Kabupaten Sleman tercatat mencapai 10,28 tahun atau setara dengan kelas satuSLTA sederajat.
Pencapaian ini meningkat jika dibandingkan dengan kondisi tahun 2010 yang berada pada level 9,79 tahun.
Pencapaian rata-rata lama sekolah ini sudah termasuk dalam kategori tinggi jika dibandingkan dengan kabupatenkota lainnya
di DIY atau secara nasional. Kondisi ini tak dapat dilepaskan dari posisi Kabupaten Sleman sebagai pusat kegiatan pendidikan di D.I Yogyakarta yang ditandai
dengan banyaknya perguruan tinggi negeri maupun swasta.
5. Angka Melek Huruf Dewasa
Angka melek huruf dewasa penduduk Kabupaten Sleman pada tahun 2014 sebesar 95,11 persen relative tidak mengalami perubahan bila dibandingkan
dengan angka di tahun 2013 yang juga sebesar 95,11. Secara umum, angka
57 Profil Bappeda 2015
melek huruf tersebut memiliki arti terdapat 95 persen penduduk berusia 15 tahun ke atas telah memiliki kemampuan baca tulis, sementara sisanya sebesar 5
persen masih berstatus buta huruf tidak memiliki kemampuan baca tulis. Berdasarkan jenis kelaminnya, secara umum AMH penduduk laki-laki selalu lebih
tinggi dibandingkan dengan AMH wanita. Secara tidak langsung, fenomena tersebut menggambarkan adanya sedikit gap atau ketimpangan antar jender
dalam memperoleh kesempatan pendidikan pada masa lampau, meskipun besarnya
gap terlihat
semakin mengecil.
Dibandingkan dengan
AMH secaranasional, maka AMH di Kabupaten Sleman selama satu dekadet terakhir
cenderung lebih rendah.
C. Tinjauan Kesehatan
Indikator yang dapat mengukur pencapaian pembangunan kesehatan, antara lain dengan memanfaatkan ukuran seperti usia harapan hidup dan angka
kematian bayi infant mortality rate - IMR. angka kesakitan, lamanya sakit serta rasio ketersediaan fasilitas kesehatan.
1. Angka Harapan Hidup
Pada tahun 2014, angka harapan hidup penduduk Kabupaten Sleman yang diestimasi
menggunakan hasil
proyeksi penduduk
2010-2035 tercatat
sebesar74,47 tahun. Angka ini menggambarkan rata-rata usia dalam satua tahun yang akan dijalani oleh seorang penduduk Kabupaten Sleman yang dilahirkan
hidup pada tahun 2014 hingga akhir hayatnya. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, angka harapan hidup relatif stabil dan tidak mengalami perubahan
secara nyata. Hal ini terjadi karena level angka harapan hidup Kabupaten Sleman sudah relatif tinggi dibandingkan dengan empat kabupatenkota lainnya di DIY
atau bahkan kabupatenkota pada level nasional.Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kualitas hidup penduduk Sleman relatif lebih baik dibandingkan
dengan banyak daerah lain di Indonesia.
2. Angka Kematian Bayi
Angka kematian bayi di Kabupaten Sleman pada tahun 2014 diperkirakan sekitar4,65orang untuk setiap 1000 kelahiran hidup. Artinya bahwa dari 1000 bayi
yang terlahir dengan menunjukkan tanda-tanda kehidupan, 4,65 diantaranya
58 Profil Bappeda 2015
meninggal sebelum genap berumur setahunSekilas Info, Media Informasi Dinas Kesehatan Sleman. Berbagai program pemerintah seperti Program Keluarga
Harapan PKH, Jamkesmas, Jamkesos, Jamkesda telahdianggarkan bagi rumah tangga miskin.Program ini salah satu tujuannya adalahagarmasyarakat miskin bisa
mendapatkan pelayanan kesehatan dasar secara gratis di Puskesmas dan pelayanan kebidanan serta pelayanan rujukan. Selain program-program di atas
masih ada lagi program Jampersal yang diharapkan mampu mendukung upaya pemerintah dalam menurunkan angka kematian bayi dan meningkatkan kualitas
kesehatan ibu.
3. Angka Kesakitan
Berdasarkan hasil Susenas 2014, persentase penduduk yang mengalami keluhan kesehatan tercatat sebanyak 43,8 persen danmeningkat dibandingkan
dengan tahun 2013 yang tercatat sekitar 35,5 persen. Disisi lain, rata-rata lama sakit juga meningkat menurun dari 3,5 hari pada tahun 2013 menjadi 4,6 hari pada
tahun 2014. Relatif meningkatnyakeluhan kesehatan ini menunjukkan derajat kesehatan penduduk Kabupaten Sleman pada tahun 2014yang tidak lebih baik
dibandingkan dengan kondisi tahun 2013. Faktor musim yang tidak menentu
ditambah dengan akumulasi penurunan kualitas lingkungan akibat aktivitas produksi dan konsumsi ditengarai menjadi penyebab meningkatnya angka
kesakitan. Pada tahun 2014, Jumlah Puskesmas di Kabupaten Sleman tercatat
sebanyak 25unit. Untuk menjangkau pelayanan sampai daerah pelosok dibantu oleh Pustu dengan jumlah 70 unit. Di samping itu, juga disediakan Puskesling
sebanyak 41 unit yang bergerak secara mobile melayani sampai tingkat pedukuhan. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, jumlah Puskesmas, Pustu,
maupun Puskesling tidak mengalami perubahan. Jika diasumsikan setiap penduduk memiliki akses terhadap ketiga fasilitas tersebut, maka pada tahun 2014
setiap unit Puskesmas melayani sekitar 44.559 penduduk dan Pustu melayani sekitar 16.559 penduduk.
59 Profil Bappeda 2015
D. Posisi Pembangunan Manusia
Pada bagian ini, berisi mengenai penggabungan beberapa indikator menjadi satu indeks komposit yang dikenal sebagai Indeks Pembangunan
Manusia IPM.
Titik berat
pembangunan manusia
adalah berupaya
memberdayakan penduduk sehingga mereka memiliki pilihan yang lebih luas
dalam menjalani kehidupan. Upaya tersebut dijabarkan melalui akses yang lebih luas bagi penduduk untuk meningkatkan derajat kesehatan, memperoleh
pengetahuan dan ketrampilan, dan peluang untuk menaikkan taraf ekonomi rumah tangga yang pada akhirnya akan mendorong partisipasi mereka dalam
pelaksanaan pembangunan.
1. Perkembangan IPM Kabupaten Sleman 1999-2014
Perkembangan capaian IPM Kabupaten Sleman selama periode 1999- 2014 menunjukkan pola yang semakin meningkat. Pada tahun 1999, IPM
Kabupaten Sleman tercatat sebesar 69,8. Angka ini semakin meningkat hingga menjadi 80,73 pada tahun 2014. Secara umum, perkembangan angka ini
menggambarkan kualitas pembangunan manusia yang semakin membaik dari tahun ke tahun.
Penyempurnaan metode penghitungan IPM yang mulai dilimplementasikan pada tahun 2010 memberi pengaruh positif terhadap level peningkatan IPM
Kabupaten Sleman pada periode 2010-2014. Fenomena ini sedikit berbeda dengan kondisi IPM di mayoritas kabupatenkota lainnya di Indonesia atau IPM
secara nasional yang justru mengalami penurunan level pasca implementasi metode penghitungan baru. Gambar 7.1 mengilustrasikan level IPM nasional yang
menurun dari 71,76 di tahun 2009 menjadi 66,53 di tahun 2010 setelah implementasi metode penghitungan IPM baru. Secara umum, level IPM
Kabupaten Sleman selama periode 1999-2014 terlihat lebih tinggi dibandingkan level IPM DIY dan IPM nasional. Hal ini memberi gambaran capaian kualitas
pembangunan manusia di Kabupaten Sleman yang lebih baik dibandingkan dengan level DIY maupun nasional. Berdasarkan klasifikasinya, IPM Kabupaten
Sleman pada tahun 2010 termasuk dalam kategori IPM tinggi 70 ≤ IPM 80.
Mulai tahun 2011-2014 klasifikasi IPM Kabupaten Sleman terlihat semakin meningkat dan berada pada kategori sangat tinggi IPM
≥ 80. Sementara, IPM DIY
60 Profil Bappeda 2015
selama periode 2010-2014 termasuk dalam kategori tinggi dan IPM nasional dalam waktu yang sama termasuk dalam kategori sedang.
2. Perkembangan Indeks Penyusun IPM 2010-2014
Tingginya level IPM Kabupaten Sleman dan perkembangannya yang semakin
membaik tidak
terlepas dari
perkembangan semua
indikator penyusunnya yang juga tercatat sangat baik. Semua indikator penyusun memiliki
kontribusi positif terhadap level IPM dengan nilai indeks yang bervariasi.
a. Indeks Kesehatan
Indeks kesehatan yang direpresentasikan oleh angka harapan hidup penduduk memiliki nilai tertinggi sebesar 0,84. Nilai indeks ini relatif stabil selama
periode 2010-2014.
Tingginya level
indeks kesehatan
dipengaruhi oleh
pencapaian harapan hidup penduduk pada saat lahir yang berada di atas level 74 tahun dalam lima tahun terakhir. Angka 74 tahun ini menggambarkan perkiraan
rata-rata usia yang akan dijalani oleh bayi yang dilahirkan hidup pada tahun 2014 hingga akhir hayatnya. Dibandingkan dengan kabupatenkota lainnya di Indonesia,
level angka harapan hidup penduduk Kabupaten Sleman relatif lebih tinggi, bahkan termasuk dalam kelompok 20 daerah yang memiliki angka harapan hidup
tertinggi di Indonesia.
b. Indeks Pengeluaran
Level indeks yang terbesar berikutnya adalah indeks pengeluaran yang tercatat sebesar 0,81 pada tahun 2014. Nilai indeks ini sedikit meningkat
dibandingkan dengan tahun 2010 yang tercatat sebesar 0,80. Tingginya nilai indeks pengeluaran dipengaruhi oleh level pengeluaran riil perkapita yang
disesuaikan. Berdasarkan hasil Susenas 2014 nilai pengeluaran perkapita riil di Kabupaten Sleman tercatat sebesar Rp 14.170,- per hari. Dibandingkan dengan
kabupatenkota lainnya di Indonesia, nilai pengeluaran perkapita riil penduduk Kabupaten Sleman berada pada kelompok 25 tertinggi. Fenomena ini juga
menjadi gambaran daya beli penduduk Kabupaten Sleman yang berada di atas rata-rata level DIY dan nasional. Artinya, tingkat kesejahteraan penduduk di
Kabupaten Sleman secara rata-rata lebih baik dibandingakan dengan level DIY
61 Profil Bappeda 2015
maupun nasional. Hal ini tidak lepas dari perkembangan kelas menengah yang terlihat semakin mewarnai kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat.
c. Indeks Pengetahuan
Indeks pengetahuan memiliki level sebesar 0,78 pada tahun 2014. Nilai indeks ini mengalami peningkatan yang cukup nyata dibandingkan dengan tahun
2010 0,75. Secara umum, level indeks pengetahuan di Kabupaten Sleman lebih banyak dipengaruhi oleh indikator harapan lama sekolah dengan nilai indeks tahun
2014 sebesar 0,87. Salah satu faktor yang mendorong tingginya harapan lama sekolah adalah tingkat partisipasi sekolah pada berbagai tingkatan, karena
kemudahan penduduk berusia sekolah dalam mengakses sarana pendidikan yang tersedia. Faktor yang lainnya adalah keberadaan beberapa perguruan tinggi
ternama, baik negeri maupun swasta yang menjadi pendorong mahasiswa dari luar daerah untuk bermigrasi dengan tujuan melanjutkan studi dan tinggal di
Kabupaten Sleman. Keberadaan mereka mendorong level partisipasi sekolah
pada tingkat perguruan tinggi, sehingga harapan lama sekolah secara agregat tercatat cukup tinggi hingga mencapai sebesar 15,64 tahun.
Dibandingkan dengan kabupatenkota lainnya, harapan lama sekolah penduduk Sleman berada
dalam kelompok lima terbesar secara nasional.
3. Perbandingan IPM dengan KabupatenKota di DIY
IPM yang tertinggi di DIY dicapai oleh Kota Yogyakarta dengan nilai IPM sebesar 83,78 dan diikuti oleh Kabupaten Sleman di peringkat kedua tertinggi
dengan nilai IPM 80,73. Berdasarkan klasifikasinya, maka IPM Kabupaten
Sleman dan Kota Yogyakarta termasuk dalam kategori sangat tnggi IPM ≥ 80.
Kabupaten Bantul dan Kulonprogo dengan IPM masing-masing sebesar 77,11 dan 70,68 berada di peringkat ketiga dan keempat tertinggi di DIY. Klasifikasi IPM
kedua daerah ini berada dalam kategori tinggi 70 ≤ IPM 80. Sementara, IPM
Kabupaten Gunungkidul
67,03 berada
di peringkat
terbawah di
antara kabupatenkota di DIY dan termasuk dalam kategori sedang 60
≤ IPM 70. Secara umum, Penyempurnaan metode penghitungan memberi dampak penurunan
level IPM di Kabupaten Kulonprogo dan Gunungkidul. Keunggulan Kabupaten Sleman terletak pada aspek kesehatan, sedangkan
Kota Yogyakarta lebih unggul pada aspek pengetahuan dan daya beli.
62 Profil Bappeda 2015
Sementara, Kabupaten Gunungkidul dan Kulonprogo lebih tertinggal dari aspek pengetahuan dan aspek daya beli.
Secara keseluruhan fenomena di atas menggambarkan ada kesenjangan yang cukup lebar dalam hal capaian kualitas
pembangunan manusia antar wilayah di DIY. Kecepatan perkembangan capaian IPM yang telah ditempuh dengan IPM
sebelumnya dalam suatu kurun waktu diukur menggunakan pertumbuhan per tahun. Berdasarkan rata-rata pertumbuhan per tahun selama periode 2010-2014,
Kabupaten Sleman terlihat memiliki nilai yang tertinggi sebesar 1,08 persen dan diikuti oleh Kabupaten Bantul 0,66 persen. Hal ini menggambarkan tingkat
kecepatan pencapaian pembangunan manusia yang dimiliki oleh Kabupaten Sleman lebih tinggi dibandingkan dengan kabupatenkota lainnya di DIY maupun
level nasional. Secara umum, level IPM DIY 76,81 maupun kabupatenkota selain
Gunungkidul berada di atas IPM nasional 68,90. Peringkat IPM DIY berada di urutan kedua tertinggi di antara 34 provinsi secara nasional setelah Provinsi DKI
Jakarta.
Penutup :
a Secara umum, kualitas capaian pembangunan manusia Kabupaten Sleman
sampai tahun 2014 sudah berjalan dengan baik dan berada dalam kondisi yang sangat memuaskan. Hal ditunjukkan oleh nilai IPM yang berada pada
kategori sangat tinggi dan berada di peringkat kedua di DIY dan keenam secara nasional.
b Tingginya pencapaian level IPM didorong oleh tingginya level dari ketiga
indeks penyusunnya, yaitu indeks kesehatan, pengetahuan, dan standar hidup yang layak.
c Kecepatan perkembangan capaian IPM Kabupaten Sleman yang dalam
lima tahun terakhir menjadi yang tercepat di level DIY dengan rata-rata pertumbuhan per tahun di atas 1 persen, sehingga perlu dijaga
konsistensinya. d
Dari keempat indikator penyusunnya IPM, indikator usia harapan hidup, harapan lama sekolah, dan pengeluaran perkapita riil disesuaikan menjadi
keunggulan Kabupaten Sleman dan memberi andil yang lebih besar
63 Profil Bappeda 2015
dibandingkan dengan rata-rata lama sekolah. Untuk meningkatkan kualitas pembangunan manusia di masa mendatang diperlukan upaya untuk
menjaga konsistensi capaian indeks kesehatan dan daya beli dan memberi perhatian yang lebih pada aspek pendidikan.
B. Subbidang Penelitian dan Pengembangan
1. Analisis Komoditas Unggulan Sleman 2012
A. Latar Belakang
Salah satu usaha dalam memajukan dan mengembangkan pertanian unggul adalah dengan menentukan jenis komoditas yang akan diusahakan.
Pemetaan komoditas pertanian unggulan disesuaikan dengan potensi daerah
yang akurat dan lengkap sangat dibutuhkan untuk mendukung data lapangan. Peta ini akan menjadi acuan dan pendekatan dalam perencanaan pengembangan
untuk komoditas pertanian unggulan meliputi; tanaman pangan, hortikultura,
perkebunan dan peternakan. Pengembangan
komoditas pertanian unggul merupakan salah satu
implementasi dari
kebijakan pengembangan
wilayah dalam
rangka pengembangan ekonomi masyarakat di daerah. Prioritas kegiatan pengembangan
kawasan pertanian unggul diarahkan antara lain; komoditas unggulan tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan yang
berwawasan industrial diperdesaan agar dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat dan memacu pertumbuhan ekonomi daerah.
Dalam pemanfaatan potensi komoditas yang unggul perlu dipertimbangkan agar tidak mengeksploitasi sumberdaya tetapi lebih kepada upaya optimalisasi
sumberdaya dengan tanpa mengorbankan sumberdaya dimasa mendatang. Karenanya ada enam upaya penilaian yang perlu dilakukan, yaitu :
1 Melakukan deskripsi jenis-jenis pengembangan komoditas pertanian unggul
secara sistematis. 2
Melakukan klasifikasi jenis-jenis pengembangan komoditas pertanian unggul yang potensial wilayah secara sistematis.
3 Melakukan deskripsi dimana setiap potensi pengembangan komoditas
pertanian unggul yang sudah diklasifikasikan tersebut. 4
Melakukan deskripsi jumlah ketersediaan pengembangan komoditas
pertanian unggul potensi wilayah, yaitu melakukan identifikasi dengan
64 Profil Bappeda 2015
memberikan deskripsi berapa jumlah pengembangan komoditas pertanian unggul yang sudah diklasifikasikan di setiap lokasi.
5 Melakukan deskripsi pengembangan komoditas pertanian uggulan sesuai
potensi wilayah, yaitu melakukan identifikasi dengan memberikan deskripsi pengembangan komoditas pertanian unggul
yang telah dikembangkan dengan orientasi pemikiran akan adanya nilai tambah terhadap potensi
wilayah. 6
Melakukan deskripsi perubahan-perubahan atas komoditas pertanian unggul yang telah diidentifikasi, yaitu melakukan identifikasi dengan
memberi deskripsi terhadap jenis komoditas pertanian pertanian unggul yang telah berubah.
B. Tujuan
Tujuan dari kegiatan ini adalah membuat Perencanaan Pembangunan komoditas pertanian unggulan di Kabupaten Sleman dengan rincian sebagai
berikut: 1
Mencari kesesuaian komoditas pertanian unggulan bagi tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan.
2 Menyusun perwilayahan, tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan
peternakan 3
Menyusun pengembangan
komoditas pertanian
unggulan; tanaman
pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan. 4
Menumbuhkan konsep industrial diperdesaan berbasis komoditas unggulan : tanaman pangan, hortikultura, peternakan dan perkebunan, unggulan
C. Hasil
Dari serangkaian riset dan FGD tim peneliti narasumber dan analisis data menggunakan metode LQ, analisis rerata dan Participatory RRA yang dilakukan,
dapat disimpulkan : Komoditas Unggulan Setiap Kecamatan di Kab. Sleman adalah sebagai
berikut :
65 Profil Bappeda 2015
1. Tanaman Pangan Dan Hortikultura Kecamatan
Padi Dan Palawija
Sayur Buah Musiman
Sayur Buah
Tahunan Tanaman
Biofar Maka
Tanaman Hias
SLEMAN Kacang
Tanah SEMANGKA
SAWO Laos
DRACAENA MLATI
Kacang Tanah
Melon
NANGKA
Pace
MELATI GAMPING
Padi Sawah
KUBIS MARKISA
KONYAL KUNYIT
Tanaman Sukulen
NGEMPLAK JAGUNG
SEMANGKA JERUK
BESAR LIDAH BUAYA
ANYELIR NGAGLIK
Kacang Tanah
Tomat
PEPAYA
Pace Anthurium
Bunga DEPOK
Ubijalar Ketimun
Belimbing Kencur
CALADIUM GODEAN
Padi Sawah
Bawang Merah Melinjo
Mahkota Dewa ADENIUM
MOYUDAN Padi
Sawah
BAWANG MERAH
MANGGA Jahe
Tanaman Air
MINGGIR KACANG
HIJAU Melon
MANGGA KAPULAGA
Tanaman Air
SEYEGAN Kacang
Tanah Kacang
Panjang Nangka
Mahkota Dewa DRACAENA TEMPEL
Jagung LABU SIAM
SALAK PONDOH
Lempuyang MONSTERA
TURI UBIJALAR
Kacang Panjang
SALAK BIASA
PONDOH MAHKOTA
DEWA Anthurium
Daun PAKEM
UBIJALAR KEMBANG
KOL ALPOKAT
PACE KRISAN
CANGKRINGAN Ubijalar
KENTANG ALPOKAT
DLINGO SOKA
KALASAN KACANG
TANAH CABE
RAWIT NANAS
KEJIBELING MELATI
BERBAH KACANG
HIJAU Jamur
JAMBU AIR
Lempuyang PALEM
PRAMBANAN PADI
LADANG
Bayam
BELIM BING
LEMPUYANG DRACAENA
Tanaman Sukulen
Anggrek epifit
2. Peternakan Kecamatan
Ternak Besar Ternak
Kecil Unggas
SLEMAN Sapi Potong
Kelinci Ayam Buras
66 Profil Bappeda 2015
3. Perikanan
MLATI Sapi Potong
Kelinci BURUNG
PUYUH GAMPING
Sapi Potong BABI
ITIK NGEMPLAK
Sapi Potong Kelinci
AYAM PETELU NGAGLIK
Sapi Potong Kelinci
Ayam Petelu DEPOK
Sapi Potong Domba
Ayam Buras GODEAN
KERBAU BABI
ITIK MOYUDAN
Kerbau BLIGON
Itik MINGGIR
Kerbau KELINCI
Itik SEYEGAN
KERBAU KELINCI
Ayam Buras TEMPEL
KERBAU SAPI POTONG
KELINCI Itik
TURI Kerbau
SAPI PERAH PE
Ayam Buras
PAKEM SAPI PERAH
KUDA
Kelinci AYAM POTON
CANGKRINGAN SAPI PERAH
KUDA Bligon
BURUNG PUYUH
KALASAN SAPI POTONG
Domba AYAM POTON
BERBAH SAPI POTONG
Bligon AYAM
PETELUR PRAMBANAN
SAPI POTONG BLIGON
Ayam Petelu
KECAMATAN BENIH IKAN
IKAN KONSUMSI
IKAN HIAS
SLEMAN Lele
TAWES BETA
MLATI GRASSCARP
GRASSCARP BAWAL
KOMET
GAMPING Gurami
Tawes Plati
NGEMPLAK NILA
NILALELE JENIS LAIN
NGAGLIK Gurami
Tawes Plati
67 Profil Bappeda 2015
4. Perkebunan Dan Kehutanan Kecamatan
Tanaman Perkebunan
Hasil Hutan Kayu Hasil Hutan
Bukan Kayu
SLEMAN TEMBAKAU
VIRGINIA
Sonokeling Bambu
MLATI Lada
Mahoni Bambu
GAMPING METE
JATI Bambu
NGEMPLAK TEMBAKAU
RAKYAT Jenis Lainnya
Bambu NGAGLIK
KAPUK RANDU
Mahoni Bambu
DEPOK Tebu
Sonokeling Bambu
GODEAN KAKAO
Jati Bambu
MOYUDAN KAKAO
JATI Bambu
MINGGIR MENDONG
Jati Bambu
SEYEGAN NILAM
Jati BAMBU
TEMPEL TEMBAKAU
Sengon Bambu
DEPOK NILA
Grasscarp KOMET
GODEAN Gurami
Lele Black Moly
MOYUDAN Lele
GURAMI BLACK MOLY
MINGGIR GURAMI
UDANG GALAH BLACK
GOST SEYEGAN
Lele LELE
BLACK MOLY
TEMPEL Gurami
Tawes Plati
TURI TAWES
Tawes Beta
PAKEM Karper
TAWES Plati
CANGKRINGAN Karper
KARPER Plati
KALASAN GRASSCARP
NILA BAWAL PLATI
BERBAH LAINNYA
BAWAL KOKI
PRAMBANAN Gurami
Lainnya Black
Moly
68 Profil Bappeda 2015
RAKYAT TURI
NILAM Jenis Lainnya
Bambu PAKEM
KOPI ROBUSTA
JENIS LAINNYA BAMBU
CANGKRINGAN KOPI
ARABIKA SENGON
BAMBU
KALASAN KENANGA
SONOKELING Bambu
BERBAH METE
Jati Bambu
PRAMBANAN JARAK
PAGAR SONOKELING
Bambu
CATATAN :
Komoditas Unggulan setiap kecamatan digolongkan menjadi 4, yaitu :
Komoditas ditulis TEBAL, KAPITAL artinya sudah layak menjadi Komoditas Unggulan UTAMA
Kelas A. Komoditas ini dalam kecamatan tersebut memiliki kontribusi paling besar ke kabupaten dan
volume tanamjumlah populasinya terbesar tingkat kabupaten juga.
Komoditas ditulis TIPIS, KAPITAL artinya menjadi Komoditas Unggulan BIASA Kelas B. Komoditas ini dalam kecamatan tersebut memiliki
kontribusi paling besar ke kabupaten tetapi volume tanamjumlah populasinya terbesar ke 2 atau 3 tingkat kabupaten.
Komoditas ditulis Tipis, Non Kapital artinya menjadi Komoditas Unggulan PERSIAPAN Kelas C. Komoditas ini dalam kecamatan tersebut memiliki
kontribusi paling besar ke kabupaten tetapi volume tanamjumlah populasinya masih terlalu kecil sedikit.
Komoditas ditulis Tipis, non Kapital, Merah
artinya masih Calon Komoditas Unggulan Kelas D.
Komoditas ini belum terdapat di lapangan atau tidak ada dalam serial data tetapi prospektif dikembangan
di kecamatan tersebut.
69 Profil Bappeda 2015
Pada beberapa kecamatan terdapat 2 jenis komoditas unggulan dengan pertimbangan bahwa jumlah populasivolume tanaman volume produksi
komoditas-komoditas tersebut
dan kontribusinya
ke kabupaten
menempati posisi 3 besar.
Komoditas Unggulan Kabupaten adalah sebagai berikut :
Bidang Jenis
Komoditas Komoditas
Unggulan Umum
Komoditas Unggulan Spesifik
TANAMAN PANGAN DAN
HORTIKULTURA PADI
DAN PALAWIJA
Padi Sawah Padi Ladang
SAYUR BUAH
SEMUSIM
Cabe Besar dan
Kangkung Jamur
SAYUR BUAH
TAHUNAN Melinjo dan
Pisang Salak Pondoh dan
Jambu Dalhari
TANAMAN BIOFARMAKA
Jahe Pace
TANAMAN HIAS
Adenium Anggrek Vanda
tricolor merapi Melati, Titonia sp
PETERNAKAN TERNAK
BESAR Sapi Potong
Kerbau
TERNAK KECIL
Domba Kelinci
TERNAK UNGGAS
Ayam Buras Itik
PERIKANAN BENIH IKAN
Lele Mujahir
IKAN KONSUMSI
Nila Gurami
IKAN HIAS
Koi Beta
PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN
PERKEBUNA N
Kelapa dan Tebu
Mendong
HASIL HUTAN
KAYU
Sengon Laut Jati
HASIL HUTAN
NON KAYU Bambu
Kayu putih dan Umbi-umbian
Kebun Catatan :
Komoditas Unggulan Umum merupakan istilah untuk komoditas yang terpilih sebagai unggulan kabupaten dengan pertimbangan utama dari hasil analisis
70 Profil Bappeda 2015
LQ, analisis rerata volume jumlah populasi dan analisis kualitatifnya, berpeluang besar untuk dikembangkan masal dan merata.
Komoditas Unggulan Spesifik merupakan istilah untuk komoditas terpilih sebagai unggulan kabupaten dengan pertimbangan utama pada analisis
kualitatif tentang
nilai kulturalnya,
kekhasannya, tingginya
peluang dikembangkan
pada lahan
sempitmarginal, tingginya
manfaat dalam
mendukung pertanian berkelanjutan, mudah diakses oleh kelompok marginal, adaptif terhadap perubahan iklim.
Kawasan Sentra Pengembangan berdasarkan komoditas unggulan adalah sebagai berikut :
Kawasan Pangan Dan
Hortikultura Perkebunan
Kehutanan Peternakan
Perikanan
LERENG GUNUN
G MERAPI
Sentra pengembangan
salak biasa, ubijalar dan
salak pondoh di
Turi; kembang kol, krisan,
alpokat dan pace di Pakem; salak
pondoh, labu siam, monstera
di Tempel; aneka tanaman hias
soka, kentang, alpokat, jamur
dan dlingo di Cangkringan;
kawasan sentra pelestarian-
pengembangan anggrek
Sentra pengembang
an nilam di Turi; Kopi di
Pakem dan Cangkringan;
Tembakau rakyat di
Tempel; kawasan
sentra pengembang
an alpokat Sentra
sengon dan bambu di
Cangkringan ; akasia,
mindi, nangka,
pinus, trembesi dll.
di Turi dan Pakem
Sentra kerbau dan
kelinci di
Tempel; PE dan sapi
perah di
Turi; sapi perah dan
ayam potong di Pakem;
sapi perah dan burung
puyuh di Cangkringan
Sentra benih karper,
pembesaran karper dan
budidaya plati di
Cangkringan; budidaya
tawes di Pakem,
pembenihan tawes di Turi
SLEMAN BARAT
Godean: adenium, bawang
merah; Moyudan:bawang
merah dan mangga; Minggir:
kacang hijau, kapulaga,
mendong dan Sentra
kakao di Moyudan
dan Godean;
mendong
di Minggir Seyegan
sebagai sentra
kelinci;
kawasan sentra
pengemban gan kerbau
Moyudan sentra black
moly dan pembesaran
gurami, Minggir sentra
black gost dan pembesaran
udang galah
71 Profil Bappeda 2015
Kawasan Pangan Dan
Hortikultura Perkebunan
Kehutanan Peternakan
Perikanan
mangga; Seyegan:
dracaena; calon sentra tanaman
hias perairan
SLEMAN TENGAH
Sleman untuk dracaena dan
sawo; Mlati untuk
melati dan
nangka; Gamping untuk
markisa konyal dan kunyit;
Ngemplak untuk jagung dan
semangka; Ngaglik untuk
pepaya; Depok untuk pusat
pemasaran. Jenis tnm. hias
peneduh- pagar halaman,
potensial di kawasan ini
Sleman untuk sentra
pengemban gan
tembakau virginia,
Seyegan untuk
tembakau awutan,
Ngemplak untuk
tembakau rakyat
Potensial dikembang-
kan untuk
sentra tanaman
hias epifit
menempel di tanaman
pekarangan. Bambu pada
DAS Gamping
sebagai sentra babi;
Ngemplak sebagai
sentra ayam petelur.
Aneka ternak hias burung
kicauan potensial
dikembangka n disini.
Mlati: sentra komet dan
pembesaran grasscarp,
Ngemplak : pembenihan
- pembesaran
Nila, serta aneka jenis
ikan hias lain
SLEMAN TIMUR
Kalasan : cabe rawit dan
kejibeling; Berbah untuk
palem dan
jambu dalhari;
Prambanan
untuk padi ladang,
belimbing dan lempuyang.
Kalasan sebagai
sentra pengemban
gan
kenanga;
Prambanan sentra jarak
pagar dan mete
Prambanan sbg. sentra
sonokeling, jati, kayu
putih aneka umbi-
umbian kebun
Prambanan sebagai
sentra sapi potong dan
kambing bligon
Kalasan sebagai
sentra plati dan
pembenihan grasscarp;
Berbah sentra koki
dan aneka benih ikan
lain
Catatan :
Pengembangan kawasan
sentra dimaknai
sebagai pusat
pengembangan komoditas tertentu yang terbukti sesuai dan memiliki volume produksi bagus di
kawasan tersebut atau secara ekologis potensialsudah dikembangkan.
Pengembangan kawasan sentra dengan inti komoditas tertentu pada satu atau dua kecamatan di suatu kawasan dimaknai sebagai pusat pengembangan
72 Profil Bappeda 2015
budidaya pengolahan, pendidikan, budaya dan ekowisata berbasis komoditas tersebut.
Pengembangan kawasan potensial sentra untuk komoditas tertentu didasarkan atas peluang pembudidayaan dan pemanfaatannya secara berkelanjutan baik
ekonomis maupun ekologis untuk mendukung konservasi komoditas tersebut.
Pengembangan kawasan sentra merupakan hitungan potensial membangun hubungan saling memperkuat antar komoditas dalam kawasan tersebut hingga
meningkatkan kontribusi komoditas tersebut ke wilayah yang lebih besar.
2. Agenda Riset Daerah Kabupaten Sleman
Pembangunan di Kabupaten Sleman tahun 2011 – 2015 dilaksanakan berdasarkan pada Visi Kabupaten, yakni terwujudnya masyarakat Sleman yang
lebih sejahtera lahir batin, berdaya saing, dan berkeadilan gender pada tahun 2015. Untuk dapat mewujudkan masyarakat Sleman yang lebih sejahtera lahir batin,
berdaya saing dan berkeadilan gender maka kebijakan, program dan pelayanan publik di Kabupaten Sleman pro-kesejahteraan, pro-poor, pro-keadilan dan pro-
gender. Dicegah adanya kebijakan yang merugikan kepentingan penduduk miskin, merugikan
kepentingan perempuan,
mengurangi jumlah
penduduk miskin,
meningkatkan akses penduduk miskin terhadap pekerjaan, pelayanan publik dan keterlibatan dalam proses politik.
Ilmu pengetahuan dan teknologi ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan unsur utama dalam kemajuan peradaban manusia.
Secara umum peranan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah untuk:
a. meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat; b. meningkatkan daya saing bangsa;
c. memperkuat kesatuan dan persatuan nasional;
d. mewujudkan pemerintahan yang transparan; dan e. meningkatkan jatidiri bangsa di tingkat internasional.
Selain itu melalui ilmu pengetahuan dan teknologi, manusia dapat mendayagunakan kekayaan alam untuk menunjang kesejahteraan dan meningkatkan kualitas
kehidupan. Oleh karena itu, pembangunan juga harus berbasis pada ilmu
73 Profil Bappeda 2015
pengetahuan dan teknologi.
Tujuan Penyusunan ARD
1. Menjawab permasalahan pembangunan melalui pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi. 2.
Memberikan arah bagi kegiatan penelitian, pengembangan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dilakukan oleh pemerintah, akademisi,
pebisnis dan masyarakat bagi Kabupaten Sleman. Untuk itu, DRD Kabupaten Sleman perlu merumuskan kebijakan riset yang
diantaranya dituangkan dalam ARD. Kerangka kerja legal-formal dan strategis yang dirujuk dalam penyusunan dokumen ARD diperlihatkan pada gambar berikut:
Fokus Area Pembangunan Daerah Bidang Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi
Mengacu pada tujuan pembangunan yang ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Sleman Tahun 2011–2015, dan
Kebijakan Strategis Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Tahun 2005– 2009 maka bidang-bidang fokus penelitian pada Agenda Riset Daerah
Kabupaten Sleman Tahun 2011–2015 terdiri atas enam bidang fokus: 1
Pertanian dan Ketahanan Pangan; 2
Infrastruktur dan Teknologi Informasi; 3
Lingkungan dan Kebencanaan; 4
Kesehatan dan Obat; 5
Keamanan dan Ketertiban; 6
Sosial Kemasyarakatan.
A. Bidang Fokus Pertanian dan Ketahanan Pangan
Isu strategis pada urusan pertanian adalah masih cukup tingginya alih fungsi lahan, biaya produksi tidak sebanding dengan harga jual, belum
optimalnya manajemen agribisnis, dan akses pemodalan yang belum merata. Isu strategis pada urusan ketahanan pangan adalah belum optimalnya diversifikasi
produk pangan lokal. Kondisi ini tidak terlepas dari adanya kecenderungan bergesernya
pola konsumsi
masyarakat. Kesadaran
masyarakat dalam
mengkonsumsi produk pangan lokal cenderung menurun. Selain Itu di beberapa daerah di Kabupaten Sleman juga rawan terhadap bencana alam, khususnya
74 Profil Bappeda 2015
dari erupsi Gunungapi Merapi. Permasalahan lainnya adalah masih banyaknya penggunaan bahan adiktif yang berpengaruh pada keamanan pangan.
B. Bidang Fokus Infrastruktur dan Teknologi Informasi
Isu strategis pada urusan komunikasi dan informatika adalah belum optimalnya
implementasi e-government
dan pelayanan
perijinan yang
menggunakan teknologi informasi, sedangkan isu strategis pada urusan perhubungan adalah kurangnya sarana dan prasarana lalulintas dan angkutan
jalan dalam memperkokoh fungsi jaringannya, serta kurangnya kesadaran masyarakat dalam berlalu lintas. Isu strategis pada urusan pekerjaan umum
adalah tingkat kerusakan jalan dan upaya pemeliharaannya, jembatan dan irigasi belum sebanding dengan kebutuhannya serta masih rendahnya
kesadaran masyarakat dalam pemeliharaan sarana dan prasarana.
C. Bidang Fokus Lingkungan dan Kebencanaan
Isu strategis pada urusan lingkungan dan kebencanaan yakni 1 terjadinya degradasi lingkungan, rendahnya kesadaran masyarakat dalam
pengelolaan lingkungan hidup, dan dampak pemanasan global; 2 perlunya integrasi kegiatan mulai dari pra bencana, saat terjadi bencana, dan paska
bencana secara seimbang dan sinergis.
D. Bidang Fokus Kesehatan dan Obat
Isu strategis pada masalah kesehatan adalah terbatasnya sumberdaya kesehatan, belum optimalnya pelayanan kesehatan, masih adanya ancaman
penyakit menular maupun penyakit yang tidak menular, dan masih banyaknya penduduk yang belum menjadi peserta jaminan pemeliharaan kesehatan.
E. Bidang Fokus Keamanan dan Ketertiban Isu strategis pada urusan kesatuan bangsa dan politik dalam negeri
adalah meningkatnya gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat dan kurangnya kesadaran masyarakat dalam memenuhi peraturan.
F. Bidang Fokus Sosial Kemasyarakatan Isu strategis pada urusan pendidikan adalah belum optimalnya aksesibilitas,
75 Profil Bappeda 2015
sarana dan prasarana dan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraaan pendidikan. Isu strategis pada urusan kebudayaan adalah masih rendahnya
penerapan nilai-nilai luhur budaya dalam kehidupan sehari-hari, belum optimalnya pengelolaan kekayaan budaya, dan masih terbatasnya kualitas sumberdaya
manusia pelaku budaya. Isu strategis pada urusan sosial adalah masih cukup tingginya angka kemiskinan dan Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial
PMKS.
C. Subbidang Perencanaan Daerah
1. Kajian Lingkungan Hidup Strategis KLHS
Pilar utama pembangunan adalah aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan. Keberhasilan pembangunan selain dicirikan oleh peningkatan pertumbuhan dan
pemerataan kesejahteraan, juga harus ada jaminan keberlanjutan. Untuk konteks pemerintah Kabupaten Sleman, pengarusutamaan pembangunan berkelanjutan
telah ditetapkan sebagai landasan operasional pembangunan, sebagaimana tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah dan
Rencana Tata Ruangnya. Setiap proses perencanaan sampai dengan pelaksanaan pembangunan
diharuskan mengandung kepentingan pelestarian lingkungan hidup. Perhatian terhadap pelestarian lingkungan hidup idealnya sudah muncul dan ditempatkan
sejak proses awal perumusan strategi hingga pelaksanaan pembangunan. Konsekuensi dari tuntutan ini adalah adanya instrument pengkajian terhadap
lingkungan hidup pada tataran strategis setara dengan strategi pembangunan itu sendiri.
Kajian Lingkungan Hidup Strategis yang selanjutnya disingkat KLHS adalah serangkaian
analisis yang
sistematis, menyeluruh
dan partisipatif
untuk memastikan bahwa kaidah pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan
terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah danatau kebijakan, rencana, dan atau program.
Tujuan KLHS hakikatnya adalah lahirnya kebijakan, rencana, dan program melalui proses partisipasi, transparan, dan akuntabel dengan memperhatikan
aspek lingkungan hidup dan keberlanjutan.
76 Profil Bappeda 2015
KLHS dilaksanakan dengan mekanisme pengkajian pengaruh kebijakan, rencana, danatau program-program RPJMD terhadap kondisi lingkungan hidup di wilayah
Kabupaten Sleman; perumusan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana, danatau
program-program RPJMD;
serta rekomendasi
perbaikan untuk
pengambilan keputusan kebijakan, rencana, danatau program-program RPJMD dengan mengintegrasikan prinsip pembangunan berkelanjutan.
Mekanisme pengkajian pengaruh kebijakan, rencana, danatau program- program terhadap kondisi lingkungan hidup di wilayah Kabupaten Sleman
dilakukan melalui tahap: a.
melakukan Persiapan, b.
melakukan Pelingkupan, dan c.
menyusun Baseline Data. Pada tahap penyusunan Rumusan Rancangan Awal RPJMD Kabupaten
Sleman 2016-2020 ini penyusunan KLHS dilakukan baru sampai dengan tahapan Pelingkupan. Penyusuna KLHS secara komprehensif akan terus dilakukan pada
Tahun 2016 berbarengan dengan penyusunan Rumusan Rancangan Akhir RPJMD Kabupaten Sleman 2016-2020.
2.
Rumusan Rancangan Awal Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Tahun 2016-2020
Rancangan Awal Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD merupakan penjabaran dari rencana teknokratik sebelum ditetapkannya
Kepala Daerah terpilih, yang penyusunannya berpedoman kepada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah RPJPD dan memperhatikan RPJM
Nasional serta Agenda Nawacita. Pedoman untuk menyusun RPJMD adalan Permendagri Nomor 54 Tahun
2010 pada Lampiran 3. Dalam pedoman itu diamanatkan beberapa kegiatan dalam proses penyusunan RPJMD, yakni working paper, penyusunan rancangan
awal RPJMD sebagai bagian dalam rencana penyusunan RPJMD secara keseluruhan. Setelah ditetapkannya Kepala Daerah terpilih, maka selambat-
lambatnya 6 bulan sudah harus ditetapkan RPJMD.
77 Profil Bappeda 2015
Proses penyusunan Rancangan Awal RPJMD didahului dengan Telaah Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW, Telaah RPJM Nasional, Analisis
Permasalahan, dan Telaah Kajian Lingkungan Hidup Strategis. Telaah RTRW Kabupaten Sleman meliputi: 1. Telaah Struktur Ruang, 2.
Telaah Pola ruang, dan 3. Telaah Penataan Ruang KabupatenKota di wilayah perbatasan. Dalam penyusunan RPJMD, rencana struktur ruang RTRW
Kabupaten Sleman menjadi gambaran titik pengikat pemanfaatan ruang. Struktur ruang yang terdiri atas rencana pengembangan sistem pusat kegiatan dan
rencana jaringan prasarana menjadi pengikat tulang dan sendi dari kegiatan pemanfaatan ruang di Kabupaten Sleman. Rencana pola ruang di Kabupaten
Sleman diarahkan untuk merealisasikan tujuan penataan ruan wilayah Kabupaten Sleman
yang mengharapkan
ketanggapan terhadap
bencana, wawasan
lingkungan, serta peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dalam merealisasikan tujuan penataan ruang, pola ruang dibagi menjadi dua kawasan utama yakni
kawasan lindung dan kawasan budidaya. Kawasan lindung mengarahkan Kabupaten Sleman untuk menjaga kelestarian alam, kelestarian lingkungan
bawahan, kelestarian lingkungan permukiman dan ketanggapan terhadap bencana. Fokus utama adalah kawasan resapan air dan kawasan rawan bencana.
Sedangkan pada kawasan budidaya perlu ditekankan pentingnya perwujudan kawasan permukiman perkotaan Kawasan Perkotaan Yogyakarta KPY sebagai
PKN yang memerlukan kerjasama di dalam perwujudannya, serta pentingnya kawasan pertanian.
Telaah RPJMN
meliputi telaah
terhadap arah
kebijakan RPJMN
disandingkan dengan agenda nawacita berupa: menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman kepada seluruh
warga negara, membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis dan terpercaya, membangun Indonesia dari pinggiran dengan
memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan, memperkuat kehadiran negara dalam melakukan reformasi sistem dan penegakan
hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya, meningkatkan kualitas hidup manusia dan masyarakat Indonesia, meningkatkan produktivitas rakyat dan
daya saing di pasar internasional, peningkatan kedaulatan pangan, melakukan revolusi karakter bangsa, dan memperteguh kebhinekaan dan memperkuat
restorasi sosial Indonesia.
78 Profil Bappeda 2015
Analisa permasalahan diawali dengan pengumpulan data lima tahun sebelumnya yang bersumber pada data Laporan Pertanggungjawaban Pemerintah
Daerah LPPD, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban LKPJ, Laporan Akhir Masa Jabatan AMJ, Evaluasi RPJMD 5 tahun sebelumnya dan data RKPD tahun
2016. Analisis permasalahan dilakukan bersama-sama dengan SKPD terkait yang dikemas dalam bentuk Forum Discussion Group FGD, yang selanjutnya
permasalahan dikelompokkan dalam 3 aspek, yakni aspek kesejahteraan masyarakat, aspek pelayanan umum, dan aspek daya saing daerah, sehingga
ditemukan 11 kelompok permasalahan sesuai fokus dan kondisi daerah Sleman. Telaah Kajian Lingkungan Hidup Strategis KLHS sampai dengan tahun
2015 ini baru sebatas pada tahap Pelingkupan, yang dibagi dalam daftar panjang issue pembangunan berkelanjutan di Kabupaten Sleman.
Sistematika penyusunan rancangan awal RPJMD meliputi: Bab 1 Pendahuluan
Bab 2 Gambaran Umum Kondisi Daerah Bab 3 Gambaran Pengelolaan Keuangan Daerah serta Kerangka Pendanaan
Bab 4 Analisis isu-isu strategis Bab 5 Draft Visi dan Misi Calon Kepala Daerah
Bab 6 Strategi dan Arah Kebijakan Bab 7 Kebijakan Umum dan Program Pembangunan Daerah
Bab 8 Indikasi Rencana Program Prioritas Bab 9 Penetapan Indikator Kinerja Daerah
Bab 10 Pedoman Transisi dan Kaidah Pelaksanaan
4.1.1.2 Bidang Fisik dan Prasarana A.
Subbidang Penataan Ruang, Pertanahan, dan Perumahan 1.
RDTR Kecamatan Berbah
Penyusunan RDTR Kecamatan Berbah merupakan salah satu bagian dari kegiatan dalam penataan ruang. Rencana Detail Tata Ruang penataan ruang
terdiri dari 3 kegiatan yaitu perencanaan Tata Ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Rencana Tata Ruang diperlukan dalam
pembangunan daerah agar alokasi pembangunan dapat diarahkan secara tepat sesuai dengan tuntutan perkembangan dan keterbatasan yang ada dan mampu
mengakomodasi perkembangan masyarakat. Hal ini menuntut konsekuensi
79 Profil Bappeda 2015
bahwa rencana pembangunan daerah yang berwujud rencana pengembangan tata ruang dan pengembangan sektoral harus dapat berdampingan dan sejalan
dengan perumusan kebijaksanaan, strategi, program dan kegiatan pembangunan. Perubahan kondisi yang terjadi pada aspek ekonomi dan budaya di
Kabupaten Sleman secara langsung maupun tidak langsung berdampak pada perubahan kegiatan di beberapa titik di hampir semua kecamatan. Perkembangan
tersebut memerlukan sebuah wadah untuk perencanaan dan antisipasi serta perlindungan potensi-potensi yang ada. Pertumbuhan pusat – pusat kegiatan baru
di beberapa tempat ini memerlukan perencanaan sebagai bahan pengendalian sekaligus arahan pengembangan wilayah. Maka dari itu perencanaan tata ruang
yang terpadu dan terarah menjadi salah satu aspek penting sebagai antisipasi perubahan yang terjadi dengan pertimbangan potensi yang ada dan kelestarian
lingkungan tanpa meninggalkan peran serta masyarakat. Salah satu kecamatan di Kabupaten Sleman yang berbatasan langsung
dengan Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul adalah Kecamatan Berbah. Laju pertumbuhan pembangunan di Kecamatan Berbah tergolong cepat. Salah satu
parameter yang bisa langsung dilihat adalah peningkatan bangunan fisik baik yang berfungsi sebagai perumahan maupun fungsi lain. Hal ini dipengaruhi oleh
perkembangan Kota Yogyakarta yang menyebabkan wilayah Kecamatan Berbah menampung berbagai kegiatan yang tidak dapat ditampung di Kota Yogyakarta.
Penyusunan RDTR
Kecamatan Berbah
merupakan upaya
untuk menyediakan
dokumen rencana
yang mutakhir
up to
date dan
berkesinambungan sustainable terhadap perubahan yang terjadi dan dapat digunakan sebagai dasar untuk pemanfaatan ruang dan mampu mengakomodasi
perkembangan masyarakat. Penyusunan ini juga patut untuk dilaksanakan sehubungan adanya
paradigma baru
dalam pembangunan,
yaitu antara
lain meningkatkan
memperbesar peran serta masyarakat dan swasta dalam proses pembangunan, pelaksanaan
otonomi daerah
dan sistem
pengendalian pelaksanaan
pembangunan daerah sebagai konsekuensi operasionalnya. Perubahan
pemanfaatan ruang
terutama banyak
tarjadi di
desa Sendangtirto dan Tegaltirto terutama di sepanjang jalan Yogyakarta – Piyungan –
Wonosari dan jalan Piyungan - Prambanan, sedangkan di desa Kalitirto perubahan pemanfaatan ruang relatif lebih lambat. Kegiatan-kegiatan yang ada di wilayah
80 Profil Bappeda 2015
Kecamatan Berbah terutama yang berada di sepanjang jalan utama kecamatan dan kawasan yang berbatasan dengan Kota Yogyakarta sampai saat ini belum
terakomodasikan dalam bentuk perencanaan. Sehingga belum ada acuan yang bersifat komprehensif, yang dapat digunakan untuk pelaksanaan program
pembangunan. Sebagai konsekuensinya timbul peluang terjadinya tumpang tindih program
kegiatan pembangunan
antar sektor.
Untuk mengantsipasi
permasalahan tersebut, perlu dilakukan pengaturan dan arahan kegiatan pembangunan, agar tepat guna dan berhasil guna.
Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan Berbah merupakan suatu arahan pembangunan wilayah kecamatan yang meliputi rencana sektoral dan Rencana
Tata Ruang Kawasan. Arahan pembangunan yang akan diwujudkan dalam berbagai rencana program, disusun berdasarkan peraturan yang ada tanpa
mengabaikan aspirasi masyarakat. Di dalam RTRW Kabupaten Sleman informasi yang menyangkut rencana Kecamatan Berbah masih bersifat umum, sehingga
rencana yang lebih detail perlu disusun guna penyiapan pemanfaatan ruang.
2. RDTR
RDTR Kecamatan Cangkringan
Rencana tata ruang wilayah Kecamatan Cangkringan sangat diperlukan agar pembangunan yang direncanakan sesuai dengan potensi dan keterbatasan
dari wilayah tersebut. Hal ini dimaksudkan agar perkembangan wilayah dapat menguntungkan masyarakat serta berintegrasi dan saling menguntungkan dengan
daerah sekitarnya, mengingat Kecamatan Cangkringan sebagian berada di dalam area kawasan resapan air sehingga menuntut penataan yang bersifat lebih
terhadap konservasi, sebagian merupakan area kawasan budidaya seperti pertanian, permukiman, dan komersial. Hal tersebut menuntut konsekuensi bahwa
rencana pembangunan daerah yang berwujud rencana pengembangan tata ruang dan pengembangan sektoral harus dapat berdampingan dan sejalan dengan
perumusan kebijaksanaan, strategi, program dan kegiatan pembangunan. Penyusunan rencana tata ruang adalah bagian dari kegiatan penataan
ruang. Dalam UU No.262007 tentang penataan ruang, penataan ruang terdiri dari 3 kegiatan, yaitu perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian
pemanfaatan ruang. Menurut Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW Kabupaten Sleman, Cangkringan
berfungsi sebagai:
81 Profil Bappeda 2015
1 Secara pola ruang merupakan bagian dari pengelolaan kawasan budidaya,
sebagai bagian wilayah yang dialokasikan untuk mewadahi fungsi pertambangan, militer, industri, perdagangan, pariwisata, permukiman dan
pertanian dan Kebijaksanaan pengembangan kota-kota, menurut tata jenjang pusat-pusat pelayanan pada konstelasi tingkat kabupaten, kota-
kota di wilayah Kabupaten Sleman; 2
Secara struktur berfungsi sebagai Pusat Kegiatan Lingkungan PKL dengan fungsi:
a. Pemerintahan kecamatan
b. Pendidikan
c. Sosial
d. Permukiman
Secara umum, kegiatan ekonomi di daerah ini sudah terfasilitasi oleh keberadaan sarana yang tersedia termasuk sarana yang berada di daerah sekitar
wilayah penelitian. Sebagai contoh, meskipun di daerah ini tidak terdapat bank besar, namun sarana pendukung kegiatan finansial dari masyarakat pada daerah
penelitian ini tetap terfasilitasi dari keberadaan kantor perbankan yang ada di daerah sekitar. Demikian, dengan sarana yang lain.
Keberadaan wilayah
Kecamatan Cangkringan
diprediksikan akan
mempengaruhi pola ruang dan pertumbuhan ekonomi. Perkembangan tersebut memerlukan sebuah wadah untuk perencanaan pembangunan dan antisipasi serta
perlindungan potensi-potensi yang ada terhadap perkembangan. Untuk itulah disusun Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan Cangkringan yang merupakan
suatu arahan pembangunan yang diwujudkan dalam berbagai rencana program, dengan mempertimbangkan sektor unggulan dengan tanpa meninggalkan sektor
pertanian dan kelestarian lingkungan hidup. Dalam usaha mewujudkan ruang wilayah yang nyaman produktif dan
berkelanjutan guna terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan; keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan
sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap
lingkungan akibat pemanfaatan ruang, UU No.262007 tentang Penataan Ruang mengamatkan 3 kegiatan guna mewujudkan tujuan penyelenggaraan penataan
ruang, yaitu perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian
82 Profil Bappeda 2015
pemanfaatan ruang. Kegiatan Revisi Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan Cangkringan
merupakan salah satu bentuk perencanaan tata ruang yang digunakan sebagai dasar pengambilan kebijakan spasial guna mengembangkan potensi wilayah
dengan mempertimbangkan keselarasankelestarian lingkungan dan fungsi ruang wilayah
3. RDTR RDTR Kecamatan Depok
Penyelenggaraan penataan ruang merupakan proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang yang bertujuan
untuk terlaksananya perencanaan tata ruang secara terpadu dan menyeluruh, terwujudnya tertib pemanfaatan ruang, penyelenggaraan, pengendalian, serta
pemanfaatan ruang dengan baik. Konteks
penyelenggaraan penataan
ruang berkaitan
dengan penyelenggaraan pembangunan di daerah yang pada hakikatnya merupakan
refleksi dinamika masyarakat, sehingga penataan ruang harus mampu dan tanggap terhadap setiap gejolak dan perubahan yang terjadi dengan adanya
aktivitas pembangunan. Agar penyelenggaraan pembangunan daerah dapat memberikan manfaat
yang besar dalam menciptakan kesejahteraan masyarakat dan kemajuan- kemajuan di berbagai bidang, maka perlu disusun suatu rencana tata ruang yang
mampu mengakomodasikan setiap dinamika yang terjadi. Dalam kaitan dengan ini rencana tata ruang bukanlah merupakan produk yang kaku, ketat dan mutlak,
melainkan dapat selalu tanggap terhadap setiap perubahan yang terjadi dalam batas-batas tertentu sesuai dengan kondisi daerah yang bersangkutan dan faktor-
faktor yang mempengaruhinya. Dalam Peraturan Daerah No. 12 Tahun 2012 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten Sleman tahun 2011-2031, Kecamatan Depok termasuk dalam fungsional kawasan perkotaan dan karena letak yang berbatasan
dengan Kota Yogyakarta maka dalam perkembangannya juga dipengaruhi oleh Kawasan Perkotaan Yogyakarta KPY. Rencana kebijakan yang ada saat ini
hanya mewakili beberapa spot kawasan saja. Oleh karena itu, penyusunan RDTRK Kecamatan Depok perlu dilakukan untuk mengakomodasi kebijakan yang
ada agar bisa sinergi dengan perkembangan yang terjadi saat ini.
83 Profil Bappeda 2015
Dalam usaha mewujudkan ruang wilayah yang nyaman produktif dan berkelanjutan guna terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan
lingkungan buatan; keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan
terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang, UU No.262007 tentang Penataan Ruang
mengamatkan 3 kegiatan guna mewujudkan tujuan penyelenggaraan penataan ruang, yaitu perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian
pemanfaatan ruang. Kegiatan Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan Depok
merupakan salah satu bentuk perencanaan tata ruang yang digunakan sebagai dasar pengambilan kebijakan spasial guna mengembangkan potensi wilayah
dengan mempertimbangkan keselarasankelestarian lingkungan dan fungsi ruang wilayah.
4. RDTR Kecamatan Gamping
Penyelenggaraan penataan ruang merupakan proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang yang bertujuan
untuk terlaksananya perencanaan tata ruang secara terpadu dan menyeluruh, terwujudnya tertib pemanfaatan ruang, penyelenggaraan, pengendalian, serta
pemanfaatan ruang dengan baik. Konteks
penyelenggaraan penataan
ruang berkaitan
dengan penyelenggaraan pembangunan di daerah yang pada hakikatnya merupakan
refleksi dinamika masyarakat, sehingga penataan ruang harus mampu dan tanggap terhadap setiap gejolak dan perubahan yang terjadi dengan adanya aktivitas
pembangunan. Agar penyelenggaraan pembangunan daerah dapat memberikan manfaat
yang besar dalam menciptakan kesejahteraan masyarakat dan kemajuan- kemajuan di berbagai bidang, maka perlu disusun suatu rencana tata ruang yang
mampu mengakomodasikan setiap dinamika yang terjadi. Dalam kaitan dengan ini rencana tata ruang bukanlah merupakan produk yang kaku, ketat dan mutlak,
melainkan dapat selalu tanggap terhadap setiap perubahan yang terjadi dalam batas-batas tertentu sesuai dengan kondisi daerah yang bersangkutan dan faktor-
faktor yang mempengaruhinya.
84 Profil Bappeda 2015
Dalam Peraturan Daerah No. 12 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sleman tahun 2011-2031, Kecamatan Gamping termasuk
dalam fungsional kawasan perkotaan dan karena letak yang berbatasan dengan Kota Yogyakarta maka dalam perkembangannya juga dipengaruhi oleh Kawasan
Perkotaan Yogyakarta KPY. Rencana kebijakan yang ada saat ini hanya mewakili beberapa spot kawasan saja. Oleh karena itu, penyusunan RDTRK Kecamatan
Gamping perlu dilakukan untuk mengakomodasi kebijakan yang ada agar bisa sinergi dengan perkembangan yang terjadi saat ini.
Dalam usaha mewujudkan ruang wilayah yang nyaman produktif dan berkelanjutan guna terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan
lingkungan buatan; keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan
terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang, UU No.262007 tentang Penataan Ruang
mengamatkan 3 kegiatan guna mewujudkan tujuan penyelenggaraan penataan ruang, yaitu perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian
pemanfaatan ruang. Kegiatan Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan Gamping
merupakan salah satu bentuk perencanaan tata ruang yang digunakan sebagai dasar pengambilan kebijakan spasial guna mengembangkan potensi wilayah
dengan mempertimbangkan keselarasankelestarian lingkungan dan fungsi ruang wilayah.
5. RDTR
Kecamatan Godean
Rencana tata ruang wilayah Kecamatan Godean sangat diperlukan agar pembangunan yang direncanakan sesuai dengan potensi dan keterbatasan dari
wilayah tersebut. Hal ini dimaksudkan agar perkembangan wilayah dapat menguntungkan masyarakat serta berintegrasi dan saling menguntungkan dengan
daerah sekitarnya, mengingat Kecamatan Godean sebagian berada di dalam area kawasan resapan air sehingga menuntut penataan yang bersifat lebih terhadap
konservasi, sebagian merupakan area kawasan budidaya seperti pertanian, permukiman, dan komersial. Hal tersebut menuntut konsekuensi bahwa rencana
pembangunan daerah yang berwujud rencana pengembangan tata ruang dan pengembangan sektoral harus dapat berdampingan dan sejalan dengan
85 Profil Bappeda 2015
perumusan kebijaksanaan, strategi, program dan kegiatan pembangunan. Penyusunan rencana tata ruang adalah bagian dari kegiatan penataan
ruang. Dalam UU No.262007 tentang penataan ruang, penataan ruang terdiri dari 3 kegiatan, yaitu perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian
pemanfaatan ruang. Menurut Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW Kabupaten Sleman, Godean
berfungsi sebagai: 1
Secara pola ruang merupakan bagian dari pengelolaan kawasan budidaya, sebagai bagian wilayah yang dialokasikan untuk mewadahi fungsi
pertambangan, militer, industri, perdagangan, pariwisata, permukiman dan pertanian dan Kebijaksanaan pengembangan kota-kota, menurut tata
jenjang pusat-pusat pelayanan pada konstelasi tingkat kabupaten, kota- kota di wilayah kabupaten Sleman;
2 Secara struktur berfungsi sebagai Pusat Kegiatan Lingkungan PKL
dengan fungsi: a.
Pemerintahan kecamatan b.
Pendidikan c.
Sosial d.
Permukiman Secara umum, kegiatan ekonomi di daerah ini sudah terfasilitasi oleh
keberadaan sarana yang tersedia termasuk sarana yang berada di daerah sekitar wilayah penelitian. Sebagai contoh, meskipun di daerah ini tidak terdapat bank
besar, namun sarana pendukung kegiatan finansial dari masyarakat pada daerah penelitian ini tetap terfasilitasi dari keberadaan kantor perbankan yang ada di
daerah sekitar. Demikian, dengan sarana yang lain. Sebagian besar wilayah
Kecamatan Godean termasuk Aglomerasi
Perkotaan Yogyakarta. Keberadaan kawasan tersebut diprediksikan akan mempengaruhi pola ruang dan pertumbuhan ekonomi. Perkembangan tersebut
memerlukan sebuah wadah untuk perencanaan pembangunan dan antisipasi serta perlindungan potensi-potensi yang ada terhadap perkembangan. Untuk itulah
disusun Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan Godean yang merupakan suatu arahan pembangunan yang diwujudkan dalam berbagai rencana program, dengan
mempertimbangkan sektor unggulan dengan tanpa meninggalkan sektor pertanian dan kelestarian lingkungan hidup.
86 Profil Bappeda 2015
Dalam usaha mewujudkan ruang wilayah yang nyaman produktif dan berkelanjutan guna terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan
lingkungan buatan; keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan
terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang, UU No.262007 tentang Penataan Ruang
mengamatkan 3 kegiatan guna mewujudkan tujuan penyelenggaraan penataan ruang, yaitu perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian
pemanfaatan ruang. Kegiatan
Revisi Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan Godean
merupakan salah satu bentuk perencanaan tata ruang yang digunakan sebagai dasar pengambilan kebijakan spasial guna mengembangkan potensi wilayah
dengan mempertimbangkan keselarasankelestarian lingkungan dan fungsi ruang wilayah
6. RDTR Kecamatan Minggir
Penyusunan rencana tata ruang adalah bagian dari kegiatan penataan ruang, yang meliputi perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan
pengendalian pemanfaatan ruang. Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan
penetapan rencana tata ruang. Perencanaan tata ruang dilakukan untuk menghasilkan rencana umum dan rencana rinci tata ruang UU Penataan Ruang
Nomor 26 Tahun 2007. Rencana rinci tata ruang disusun sebagai perangkat
operasional rencana umum tata ruang. Salah satu perwujudan rencana rinci tata ruang adalah rencana detail tata ruang RDTR.
Rencana tata ruang wilayah Minggir sangat diperlukan agar pembangunan di daerah tersebut dapat lebih sesuai dengan potensi dan keterbatasan dari
wilayah tersebut. Hal ini dimaksudkan agar perkembangan wilayah dapat menguntungkan masyarakat di Kecamatan Minggir serta dapat berintegrasi dan
saling menguntungkan dengan wilayah di sekitarnya. Hal tersebut menuntut konsekuensi bahwa rencana pembangunan daerah yang berwujud rencana
pengembangan tata
ruang dan
pengembangan sektoral
harus dapat
berdampingan dan sejalan dengan perumusan kebijaksanaan, strategi, program dan kegiatan pembangunan.
87 Profil Bappeda 2015
Menurut Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sleman, Kecamatan Minggir berfungsi sebagai:
a. Bagian dari arahan kawasan strategis pertumbuhan ekonomi yakni fungsi
keamanan dan ketahanan pangan wilayah; b.
Bagian kecil dari arahan kawasan lindung bawahan yakni sebagai fungsi kawasan resapan air;
c. Bagian dari Pusat Pelayanan Kawasan PPK yang
meliputi Ibukota Kecamatan Minggir; dan
d. Bagian dari Pusat Pelayanan Lingkungan PPL yang meliputi seluruh pusat
pemerintahan desa yang berada di luar Ibukota Kecamatan Minggir.
Selain memperhatikan potensi dan keterbatasan wilayah, perencanaan tata ruang juga harus memperhatikan perencanaan-perencanaan yang telah ada
sebelumnya untuk wilayah tersebut dan sekitarnya. Salah satu perencanaan penting yang telah ada untuk Kecamatan Minggir adalah Rencana Umum Tata
Ruang Kota
Minggir. Keberadaan
kawasan tersebut
diprediksikan akan
mempengaruhi pola ruang dan pertumbuhan ekonomi. Perkembangan tersebut memerlukan sebuah wadah untuk perencanaan pembangunan dan antisipasi serta
perlindungan potensi-potensi yang ada terhadap perkembangan. Untuk itulah disusun Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan Minggir yang merupakan suatu
arahan pembangunan yang diwujudkan dalam berbagai rencana program, dengan mempertimbangkan sektor unggulan dengan tanpa meninggalkan sektor pertanian
dan kelestarian lingkungan hidup. Perkembangan Kecamatan Minggir tidak akan terlepas dari potensi-potensi
sumberdaya alam maupun sosial ekonomi budaya. Potensi wilayah ini perlu dirumuskan dan diskenariokan pemanfaatannya, salah satunya adalah dengan
instrumen penataan ruang. Potensi wilayah ini akan mejadi isu-isu strategis di dalam penyusunan rencana penataan ruang.
Kecamatan Minggir merupakan salah satu lumbung padi bagi Kabupaten Sleman. Penduduk Minggir sebagaimana penduduk di Kabupaten Sleman
mayoritas masih tinggal di perdesaan dengan mata pencaharian di sektor pertanian. Beberapa permasalahan yang tekait dengan kondisi pertanian di
Kecamatan Minggir yang juga mencerminkan kondisi pertanian di Kabupaten Sleman antara lain sebagai berikut :
88 Profil Bappeda 2015
Alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian masih cukup tinggi;
Sarana dan prasarana produksi pertanian sering tidak terjangkau oleh petani;
Serangan hama dan penyakit pertanian masih cukup tinggi;
Harga hasil produksi pertanian tidak stabil;
Pengelolaan lahan tegalan belum optimal;
Kemampuan dalam pengolahan pasca panen dan pemasaran hasil produk
pertanian masih rendah;
Kapasitas kelembagaan pertanian belum optimal;
Tata guna dan tata kelola air belum optimal;
Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan Minggir merupakan kegiatan menemukenali potensi dan permasalahan kawasan, mengintegrasikan
dengan rencana yang telah ada serta memformulasikan dalam bentuk Rencana Detail Tata Ruang RDTR Kecamatan Minggir, sehingga diharapkan dapat
mengakomodasi pengembangan kebijakan, tujuan dan sasaran pembangunan, serta dinamika pembangunan dan sebagai alat di dalam pemanfaatan dan
pengendalian ruang.
7. RDTR
Kecamatan Mlati
Rencana tata ruang wilayah Kecamatan Mlati sangat diperlukan agar pembangunan yang direncanakan sesuai dengan potensi dan keterbatasan dari
wilayah tersebut. Hal ini dimaksudkan agar perkembangan wilayah dapat menguntungkan masyarakat serta berintegrasi dan saling menguntungkan dengan
daerah sekitarnya, mengingat Kecamatan Mlati sebagian berada di dalam area kawasan resapan air sehingga menuntut penataan yang bersifat lebih terhadap
konservasi, sebagian merupakan area kawasan budidaya seperti pertanian, permukiman, dan komersial. Hal tersebut menuntut konsekuensi bahwa rencana
pembangunan daerah yang berwujud rencana pengembangan tata ruang dan pengembangan sektoral harus dapat berdampingan dan sejalan dengan
perumusan kebijaksanaan, strategi, program dan kegiatan pembangunan. Penyusunan rencana tata ruang adalah bagian dari kegiatan penataan
ruang. Dalam UU No.262007 tentang penataan ruang, penataan ruang terdiri dari
89 Profil Bappeda 2015
3 kegiatan, yaitu perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
Menurut Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW Kabupaten Sleman, Mlati berfungsi sebagai:
1 Secara pola ruang merupakan bagian dari pengelolaan kawasan budidaya,
sebagai bagian wilayah
yang dialokasikan untuk mewadahi fungsi pertambangan, militer, industri, perdagangan, pariwisata, permukiman dan
pertanian dan Kebijaksanaan pengembangan kota-kota, menurut tata jenjang pusat-pusat pelayanan pada konstelasi tingkat kabupaten, kota-kota
di wilayah kabupaten Sleman; 2
Secara struktur berfungsi sebagai Pusat Kegiatan Lingkungan PKL dengan fungsi:
a. Pemerintahan kecamatan
b. Pendidikan
c. Sosial
d. Permukiman
Secara umum, kegiatan ekonomi di daerah ini sudah terfasilitasi oleh keberadaan sarana yang tersedia termasuk sarana yang berada di daerah sekitar
wilayah penelitian. Sebagai contoh, meskipun di daerah ini tidak terdapat bank besar, namun sarana pendukung kegiatan finansial dari masyarakat pada daerah
penelitian ini tetap terfasilitasi dari keberadaan kantor perbankan yang ada di daerah sekitar. Demikian, dengan sarana yang lain.
Sebagian besar wilayah Kecamatan Mlati termasuk Aglomerasi Perkotaan Yogyakarta. Keberadaan kawasan tersebut diprediksikan akan mempengaruhi
pola ruang dan pertumbuhan ekonomi. Perkembangan tersebut memerlukan sebuah
wadah untuk
perencanaan pembangunan
dan antisipasi
serta perlindungan potensi-potensi yang ada terhadap perkembangan. Untuk itulah
disusun Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan Mlati yang merupakan suatu arahan pembangunan yang diwujudkan dalam berbagai rencana program, dengan
mempertimbangkan sektor unggulan dengan tanpa meninggalkan sektor pertanian dan kelestarian lingkungan hidup.
Dalam usaha mewujudkan ruang wilayah yang nyaman produktif dan berkelanjutan guna terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan
lingkungan buatan; keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan
90 Profil Bappeda 2015
sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap
lingkungan akibat pemanfaatan ruang, UU No.262007 tentang Penataan Ruang mengamatkan 3 kegiatan guna mewujudkan tujuan penyelenggaraan penataan
ruang, yaitu perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
Kegiatan Revisi Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan Mlati merupakan salah satu bentuk perencanaan tata ruang yang digunakan sebagai dasar
pengambilan kebijakan spasial guna mengembangkan potensi wilayah dengan mempertimbangkan keselarasankelestarian lingkungan dan fungsi ruang wilayah
8. RDTR
Kecamatan Ngaglik
Rencana tata ruang wilayah Kecamatan Ngaglik sangat diperlukan agar pembangunan yang direncanakan sesuai dengan potensi dan keterbatasan dari
wilayah tersebut. Hal ini dimaksudkan agar perkembangan wilayah dapat menguntungkan masyarakat serta berintegrasi dan saling menguntungkan dengan
daerah sekitarnya, mengingat Kecamatan Ngaglik sebagian berada di dalam area kawasan resapan air sehingga menuntut penataan yang bersifat lebih terhadap
konservasi, sebagian merupakan area kawasan budidaya seperti pertanian, permukiman, dan komersial. Hal tersebut menuntut konsekuensi bahwa rencana
pembangunan daerah yang berwujud rencana pengembangan tata ruang dan pengembangan sektoral harus dapat berdampingan dan sejalan dengan
perumusan kebijaksanaan, strategi, program dan kegiatan pembangunan. Penyusunan rencana tata ruang adalah bagian dari kegiatan penataan
ruang. Dalam UU No.262007 tentang penataan ruang, penataan ruang terdiri dari 3 kegiatan, yaitu perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian
pemanfaatan ruang. Menurut Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW Kabupaten Sleman, Ngaglik
berfungsi sebagai: 1
Secara pola ruang merupakan bagian dari pengelolaan kawasan budidaya, sebagai bagian wilayah yang dialokasikan untuk mewadahi fungsi
pertambangan, militer, industri, perdagangan, pariwisata, permukiman dan pertanian dan Kebijaksanaan pengembangan kota-kota, menurut tata
91 Profil Bappeda 2015
jenjang pusat-pusat pelayanan pada konstelasi tingkat kabupaten, kota- kota di wilayah kabupaten Sleman;
2 Secara struktur berfungsi sebagai Pusat Kegiatan Lingkungan PKL
dengan fungsi: a.
Pemerintahan kecamatan b.
Pendidikan c.
Sosial d.
Permukiman
Secara umum, kegiatan ekonomi di daerah ini sudah terfasilitasi oleh keberadaan sarana yang tersedia termasuk sarana yang berada di daerah sekitar
wilayah penelitian. Sebagai contoh, meskipun di daerah ini tidak terdapat bank besar, namun sarana pendukung kegiatan finansial dari masyarakat pada daerah
penelitian ini tetap terfasilitasi dari keberadaan kantor perbankan yang ada di daerah sekitar. Demikian, dengan sarana yang lain.
Sebagian besar
wilayah Kecamatan
Ngaglik termasuk
Aglomerasi Perkotaan Yogyakarta. Keberadaan kawasan tersebut diprediksikan akan
mempengaruhi pola ruang dan pertumbuhan ekonomi. Perkembangan tersebut memerlukan sebuah wadah untuk perencanaan pembangunan dan antisipasi serta
perlindungan potensi-potensi yang ada terhadap perkembangan. Untuk itulah disusun Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan Ngaglik yang merupakan suatu
arahan pembangunan yang diwujudkan dalam berbagai rencana program, dengan mempertimbangkan sektor unggulan dengan tanpa meninggalkan sektor pertanian
dan kelestarian lingkungan hidup. Dalam usaha mewujudkan ruang wilayah yang nyaman produktif dan
berkelanjutan guna terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan; keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan
sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap
lingkungan akibat pemanfaatan ruang, UU No.262007 tentang Penataan Ruang mengamatkan 3 kegiatan guna mewujudkan tujuan penyelenggaraan penataan
ruang, yaitu perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
92 Profil Bappeda 2015
Kegiatan Revisi Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan Ngaglik merupakan salah satu bentuk perencanaan tata ruang yang digunakan sebagai dasar pengambilan
kebijakan spasial guna mengembangkan potensi wilayah dengan mempertimbang- kan keselarasankelestarian lingkungan dan fungsi ruang wilayah
9. RDTR
Kecamatan Ngemplak
Rencana tata ruang wilayah Kecamatan Ngemplak sangat diperlukan agar pembangunan yang direncanakan sesuai dengan potensi dan keterbatasan dari
wilayah tersebut. Hal ini dimaksudkan agar perkembangan wilayah dapat menguntungkan masyarakat serta berintegrasi dan saling menguntungkan dengan
daerah sekitarnya, mengingat Kecamatan Ngemplak sebagian berada di dalam area kawasan resapan air sehingga menuntut penataan yang bersifat lebih
terhadap konservasi, sebagian merupakan area kawasan budidaya seperti pertanian, permukiman, dan komersial. Hal tersebut menuntut konsekuensi bahwa
rencana pembangunan daerah yang berwujud rencana pengembangan tata ruang dan pengembangan sektoral harus dapat berdampingan dan sejalan dengan
perumusan kebijaksanaan, strategi, program dan kegiatan pembangunan. Penyusunan rencana tata ruang adalah bagian dari kegiatan penataan
ruang. Dalam UU No.262007 tentang penataan ruang, penataan ruang terdiri dari 3 kegiatan, yaitu perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian
pemanfaatan ruang. Menurut Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW Kabupaten Sleman, Ngemplak
berfungsi sebagai: 1
Secara pola ruang merupakan bagian dari pengelolaan kawasan budidaya, sebagai bagian wilayah yang dialokasikan untuk mewadahi fungsi pertam-
bangan, militer, industri, perdagangan, pariwisata, permukiman dan perta- nian dan Kebijaksanaan pengembangan kota-kota, menurut tata jenjang
pusat-pusat pelayanan pada konstelasi tingkat kabupaten, kota-kota di
wilayah kabupaten Sleman; 2
Secara struktur berfungsi sebagai Pusat Kegiatan Lingkungan PKL dengan fungsi:
a. Pemerintahan kecamatan
b. Pendidikan
c. Sosial
93 Profil Bappeda 2015
d. Permukiman
Secara umum, kegiatan ekonomi di daerah ini sudah terfasilitasi oleh keberadaan sarana yang tersedia termasuk sarana yang berada di daerah sekitar
wilayah penelitian. Sebagai contoh, meskipun di daerah ini tidak terdapat bank besar, namun sarana pendukung kegiatan finansial dari masyarakat pada daerah
penelitian ini tetap terfasilitasi dari keberadaan kantor perbankan yang ada di daerah sekitar. Demikian, dengan sarana yang lain.
Keberadaan wilayah
Kecamatan Ngemplak
diprediksikan akan
mempengaruhi pola ruang dan pertumbuhan ekonomi. Perkembangan tersebut memerlukan sebuah wadah untuk perencanaan pembangunan dan antisipasi serta
perlindungan potensi-potensi yang ada terhadap perkembangan. Untuk itulah disusun Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan Ngemplak yang merupakan suatu
arahan pembangunan yang diwujudkan dalam berbagai rencana program, dengan mempertimbangkan sektor unggulan dengan tanpa meninggalkan sektor pertanian
dan kelestarian lingkungan hidup. Dalam usaha mewujudkan ruang wilayah yang nyaman produktif dan
berkelanjutan guna terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan; keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan
sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap
lingkungan akibat pemanfaatan ruang, UU No.262007 tentang Penataan Ruang mengamatkan 3 kegiatan guna mewujudkan tujuan penyelenggaraan penataan
ruang, yaitu perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
Kegiatan Revisi Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan Ngemplak merupakan salah satu bentuk perencanaan tata ruang yang digunakan sebagai
dasar pengambilan kebijakan spasial guna mengembangkan potensi wilayah dengan mempertimbangkan keselarasankelestarian lingkungan dan fungsi ruang
wilayah
10. RDTR
Kecamatan Pakem
Rencana tata ruang wilayah Kecamatan Pakem sangat diperlukan agar pembangunan yang direncanakan sesuai dengan potensi dan keterbatasan dari
wilayah tersebut. Hal ini dimaksudkan agar perkembangan wilayah dapat
94 Profil Bappeda 2015
menguntungkan masyarakat serta berintegrasi dan saling menguntungkan dengan daerah sekitarnya, mengingat Kecamatan Pakem sebagian berada di dalam area
kawasan resapan air sehingga menuntut penataan yang bersifat lebih terhadap konservasi, sebagian merupakan area kawasan budidaya seperti pertanian,
permukiman, dan komersial. Hal tersebut menuntut konsekuensi bahwa rencana pembangunan daerah yang berwujud rencana pengembangan tata ruang dan
pengembangan sektoral harus dapat berdampingan dan sejalan dengan perumusan kebijaksanaan, strategi, program dan kegiatan pembangunan.
Penyusunan rencana tata ruang adalah bagian dari kegiatan penataan ruang. Dalam UU No.262007 tentang penataan ruang, penataan ruang terdiri dari
3 kegiatan, yaitu perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
Menurut Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW Kabupaten Sleman, Pakem berfungsi sebagai:
1 Secara pola ruang merupakan bagian dari pengelolaan kawasan budidaya,
sebagai bagian wilayah yang dialokasikan untuk mewadahi fungsi pertambangan, militer, industri, perdagangan, pariwisata, permukiman dan
pertanian dan Kebijaksanaan pengembangan kota-kota, menurut tata jenjang pusat-pusat pelayanan pada konstelasi tingkat kabupaten, kota-
kota di wilayah kabupaten Sleman; 2
Secara struktur berfungsi sebagai Pusat Kegiatan Lingkungan PKL dengan fungsi:
a. Pemerintahan kecamatan
b. Pendidikan
c. Sosial
d. Permukiman
Secara umum, kegiatan ekonomi di daerah ini sudah terfasilitasi oleh keberadaan sarana yang tersedia termasuk sarana yang berada di daerah sekitar
wilayah penelitian. Sebagai contoh, meskipun di daerah ini tidak terdapat bank besar, namun sarana pendukung kegiatan finansial dari masyarakat pada daerah
penelitian ini tetap terfasilitasi dari keberadaan kantor perbankan yang ada di daerah sekitar. Demikian, dengan sarana yang lain.
Keberadaan wilayah Kecamatan Pakem diprediksikan akan mempengaruhi pola ruang dan pertumbuhan ekonomi. Perkembangan tersebut memerlukan
95 Profil Bappeda 2015
sebuah wadah
untuk perencanaan
pembangunan dan
antisipasi serta
perlindungan potensi-potensi yang ada terhadap perkembangan. Untuk itulah disusun Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan Pakem yang merupakan suatu
arahan pembangunan yang diwujudkan dalam berbagai rencana program, dengan mempertimbangkan sektor unggulan dengan tanpa meninggalkan sektor pertanian
dan kelestarian lingkungan hidup. Dalam usaha mewujudkan ruang wilayah yang nyaman produktif dan
berkelanjutan guna terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan; keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan
sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap
lingkungan akibat pemanfaatan ruang, UU No.262007 tentang Penataan Ruang mengamatkan 3 kegiatan guna mewujudkan tujuan penyelenggaraan penataan
ruang, yaitu perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
Kegiatan Revisi Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan Pakem merupakan salah satu bentuk perencanaan tata ruang yang digunakan sebagai dasar
pengambilan kebijakan spasial guna mengembangkan potensi wilayah dengan mempertimbangkan keselarasankelestarian lingkungan dan fungsi ruang wilayah
11. RDTR Kecamatan Seyegan
Penyusunan rencana tata ruang adalah bagian dari kegiatan penataan ruang, yang meliputi perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan
pengendalian pemanfaatan ruang. Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan
penetapan rencana tata ruang. Perencanaan tata ruang dilakukan untuk menghasilkan rencana umum dan rencana rinci tata ruang UU Penataan Ruang
Nomor 26 Tahun 2007. Rencana rinci tata ruang disusun sebagai perangkat
operasional rencana umum tata ruang. Salah satu perwujudan rencana rinci tata ruang adalah rencana detail tata ruang RDTR.
Rencana tata
ruang wilayah
Seyegan sangat
diperlukan agar
pembangunan di daerah tersebut dapat lebih sesuai dengan potensi dan keterbatasan dari wilayah tersebut. Hal ini dimaksudkan agar perkembangan
wilayah dapat menguntungkan masyarakat di Kecamatan Seyegan serta dapat
96 Profil Bappeda 2015
berintegrasi dan saling menguntungkan dengan wilayah di sekitarnya. Hal tersebut menuntut konsekuensi bahwa rencana pembangunan daerah yang berwujud
rencana pengembangan tata ruang dan pengembangan sektoral harus dapat berdampingan dan sejalan dengan perumusan kebijaksanaan, strategi, program
dan kegiatan pembangunan. Menurut Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sleman, Kecamatan
Seyegan berfungsi sebagai: 1.
Bagian dari arahan kawasan strategis pertumbuhan ekonomi yakni fungsi keamanan dan ketahanan pangan wilayah;
2. Bagian kecil dari arahan kawasan lindung bawahan yakni sebagai fungsi
kawasan resapan air; 3.
Bagian dari Pusat Pelayanan Kawasan PPK yang meliputi Ibukota
Kecamatan Seyegan; dan 4.
Bagian dari Pusat Pelayanan Lingkungan PPL yang meliputi seluruh pusat pemerintahan desa yang berada di luar Ibukota Kecamatan Seyegan.
Selain memperhatikan potensi dan keterbatasan wilayah, perencanaan tata ruang juga harus memperhatikan perencanaan-perencanaan yang telah ada
sebelumnya untuk wilayah tersebut dan sekitarnya. Salah satu perencanaan penting yang telah ada untuk Kecamatan Seyegan adalah Rencana Umum Tata
Ruang Kota Seyegan. Keberadaan kawasan tersebut diprediksikan akan mempengaruhi pola ruang dan pertumbuhan ekonomi. Perkembangan tersebut
memerlukan sebuah wadah untuk perencanaan pembangunan dan antisipasi serta perlindungan potensi-potensi yang ada terhadap perkembangan. Untuk itulah
disusun Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan Seyegan yang merupakan suatu arahan pembangunan yang diwujudkan dalam berbagai rencana program, dengan
mempertimbangkan sektor unggulan dengan tanpa meninggalkan sektor pertanian dan kelestarian lingkungan hidup.
1.1.1. Dinamika dan Isu-Isu Strategis di Kecamatan Seyegan
Penduduk di Kecamatan Seyegan pada tahun 2000 mencapai angka 42.036 jiwa, sedangkan pada akhir tahun 2010 mencapai angka 45.659 jiwa.
Dalam kurun waktu sepuluh tahun penduduk Kecamatan Seyegan mengalami peningkatan sebesar 3.623 jiwa. Pertambahan penduduk ini yang membawa
97 Profil Bappeda 2015
konsekuensi kebutuhan lahan yang semakin meingkat pula, sementara lahan yang tersedia adalah tetap. Hal inilah yang perlu diantisipasi apalagi dengan kondisi
lingkungan yang relatif baik maka lama kelamaan Seyegan akan menjadi tujuan hunian sebagai akibat ekspansi hunian dari kota.
Kecamatan Seyegan menyumbang terciptanya PDRB Kabupaten Sleman sebesar 3,37 dan menempati urutan ke-13 dalam kontribusi tersebut.
Berdasarkan PDRB per sektor atas Dasar Harga Berlaku 2008 di Kecamatan Seyegan, urutan kontribusi per sektor didominasi oleh sektor pertanian, diikuti
dengan sektor industri pengolahan, sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, disusul dengan sektor keuangan, persewaan, jasa perusahaan.
Perekonomian Kecamatan Seyegan didukung oleh sektor pertanian sebesar 24,03, dengan komoditas unggulan berupa padi dan palawija. Adapun distribusi
prosentase sektor primer, sekunder dan tersier Kecamatan Seyegan didominasi oleh sektor tersier sebesar 39,17, disusul sektor sekunder sebesar 35,35 dan
sektor primer sebesar 25,48. Perkembangan Kecamatan Seyegan tidak akan terlepas dari potensi-
potensi sumberdaya alam maupun sosial ekonomi budaya. Potensi wilayah ini perlu dirumuskan dan diskenariokan pemanfaatannya, salah satunya adalah
dengan instrumen penataan ruang. Potensi wilayah ini akan mejadi isu-isu
strategis di dalam penyusunan rencana penataan ruang. Beberapa isu-isu strategis yang dapat dijadikan landasan dalam penyusunan rencana detail tata
ruang di Kecamatan Seyegan antara lain :
1. Kecamatan Seyegan sebagai “Lumbung Padi” Kabupaten Sleman
Kecamatan Seyegan merupakan salah satu lumbung padi bagi Kabupaten Sleman. Penduduk Seyegan sebagaimana penduduk di Kabupaten Sleman
mayoritas masih tinggal di perdesaan dengan mata pencaharian di sektor pertanian. Beberapa permasalahan yang tekait dengan kondisi pertanian di
Kecamatan Seyegan yang juga mencerminkan kondisi pertanian di Kabupaten Sleman antara lain sebagai berikut :
Alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian masih cukup tinggi;
Sarana dan prasarana produksi pertanian sering tidak terjangkau oleh
petani;
98 Profil Bappeda 2015
Serangan hama dan penyakit pertanian masih cukup tinggi;
Harga hasil produksi pertanian tidak stabil;
Pengelolaan lahan tegalan belum optimal;
Kemampuan dalam pengolahan pasca panen dan pemasaran hasil produk
pertanian masih rendah;
Kapasitas kelembagaan pertanian belum optimal;
Tata guna dan tata kelola air belum optimal;
2. Kecamatan Seyegan sebagai “Kawasan Resapan Air”
Dalam penetapan suatu kawasan resapan air di suatu wilayah harus berdasarkan kriteria-kriteria teknis dan lingkungan yang digunakan untuk menilai
suatu kawasan. Kriteria-kriteria teknis dan lingkungan adalah sebagai berikut:
Daerah yang memiliki curah hujan tinggi 2000 mm per tahun
Daerah yang meiliki struktur tanah yang mudah meresap air, tingkat permeabilitas 27,7 mm per jam.
Perlindungan terhadap kawasan resapan air nampaknya diantisipasi melalui pengaturan koefisien dasar bangunan KDB, demikian juga di wilayah
Kecamatan Seyegan yang masuk dalam kawasan resapan air. Dalam implemen- tasinya belum memperlihatkan kekuatan hukum yang jelas. Lebih jauh dalam
antisipasinya dianjurkan bahwa pemanfaatan lahan untuk bangunan disarankan untuk menyisakan seluas 30, yang dipergunakan sebagai kawasan hijau.
3. Kecamatan Seyegan sebagai “Sentra Industri Kecil”
Kecamatan Seyegan sudah lama dikenal dengan industri batik dalam skala menengah. Perajin batik tergabung dalam Kelompok Keluarga Batik Sri Sadana di
Dusun Susukan, Desa Margokaton, Kecamatan Seyegan ini sedang berupaya keras untuk mampu menembus pasar internasional. Batik yang diproduksi
kelompok batik berjumlah 40 anggota itu berupa kain cap atau biasa disebut batik cap yang dipadukan dengan batik tulis. Dengan 17 tenaga perajin, kelompok
usaha batik ini mampu memproduksi kurang lebih 50 lembar hingga 100 lembar kain batik cap setiap bulan. Pemasaran masih sebatas wilayah Sleman dan
sekitarnya dan hanya sebagian kecil yang dipasarkan ke pasaran luar daerah, seperti Kalimantan, Medan, dan Papua. Selain batik, Seyegan dikenal pula
99 Profil Bappeda 2015
sebagai sentra industri pengolahan makanan seperti emping yang mempunyai kualitas tinggi , industri kerajinan tas serta beberapa kerajinan tangan yang lain
dalam skala rumah tangga.
4. Pengembangan Desa Wisata di Kecamatan Seyegan
Kabupaten Sleman yang memiliki berbagai daya tarik wisata yang sangat beragam dari wisata alam, wisata budaya, wisata pendidikan maupun minat
khusus. Wisatawan yang berkunjung ke Kabupaten sleman semakin hari semakin beragam. beberapa tahun terakhir ini kunjungan wisatawan mulai me lirik ke
wisata pedesaan atau desa wisata. Di Kecamatan Seyegan dikembangkan desa wisata berbasis kehidupan lokal masyarakat pada bidang pertanian. Dusun
Mandungan, Desa Margoluwih merupakan salah satu desa wisata di Kabupaten Sleman yang dikenal dengan keberadaan “Joglo Tani”. Joglo Tani merupakan
sebuah bangunan khas Jawa yang diharapkan dapat menjadi naungan sekaligus sarana, dan pusat pembelajaran serta sambung rasa atau sarasehan diantara
komunitas petani dan setiap pemangku kepentingan dunia pertanian yang terkait. Bangunan yang merupakan simbol dari desa wisata di Margoluwih. Atraksi wisata
yang dikedepankan di desa wisata ini adalah menampilkan cara-cara petani bekerja di sawah, pengunjung diberi kesempatan untuk terjun langsung ke sawah
seperti ngluku membajak sawah, tanam padi, menyemprot hama, merabuk, mencangkul dan ani-ani memetik padi. Tidak terbatas hanya tradisi pertanian,
wisatawan bisa juga memanfaatkan sebuah irigasi yang airnya bersih untuk berendam, maupun mandi. Bagi yang ingin menginap disana, wisatawan dapat
menginap di rumah-rumah penduduk.
5 Angka Kemiskinan yang cukup tinggi di Kecamatan Seyegan
Berdasarkan data angka kemiskinan di Kabupaten Sleman tahun 2010, Kecamatan Seyegan termasuk kecamatan yang tinggi prosentase kemiskinannya.
Tercatat jumlah 12.576 jiwa masuk dalam kelompok miskin dari 56.055 penduduk Kecamatan Seyegan, atau berkisar 23.
6 Persentase jumlah tidak layak huni yang tinggi di Kecamatan Seyegan
Salah satu fenomena yang menarik di Kecamatan Seyegan adalah jumlah rumah tidak layak huni yang relatif cukup tinggi. Tercatat pada tahun 2008, jumlah
100 Profil Bappeda 2015
rumah tidak layak huni mencapai angka 1.649 unit dari total rumah 11.194 unit di tingkat kabupaten, atau berkisar 14,73. Kecamatan dengan jumlah rumah tidak
layak huni terbesar adalah Kecamatan Tempel yakni 1.919 unit. Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan Seyegan merupakan
kegiatan menemukenali potensi dan permasalahan kawasan, mengintegrasikan dengan rencana yang telah ada serta memformulasikan dalam bentuk Rencana
Detail Tata Ruang RDTR Kecamatan Seyegan, sehingga diharapkan dapat mengakomodasi pengembangan kebijakan, tujuan dan sasaran pembangunan,
serta dinamika pembangunan dan sebagai alat di dalam pemanfaatan dan pengendalian ruang.
12. RDTR
Kecamatan Tempel
Rencana tata ruang wilayah Kecamatan Tempel sangat diperlukan agar pembangunan yang direncanakan sesuai dengan potensi dan keterbatasan dari
wilayah tersebut. Hal ini dimaksudkan agar perkembangan wilayah dapat menguntungkan masyarakat serta berintegrasi dan saling menguntungkan dengan
daerah sekitarnya, mengingat Kecamatan Tempel sebagian berada di dalam area kawasan resapan air sehingga menuntut penataan yang bersifat lebih terhadap
konservasi, sebagian merupakan area kawasan budidaya seperti pertanian, permukiman, dan komersial. Hal tersebut menuntut konsekuensi bahwa rencana
pembangunan daerah yang berwujud rencana pengembangan tata ruang dan pengembangan sektoral harus dapat berdampingan dan sejalan dengan
perumusan kebijaksanaan, strategi, program dan kegiatan pembangunan. Penyusunan rencana tata ruang adalah bagian dari kegiatan penataan
ruang. Dalam UU No.262007 tentang penataan ruang, penataan ruang terdiri dari 3 kegiatan, yaitu perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian
pemanfaatan ruang. Menurut Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW Kabupaten Sleman, Tempel
berfungsi sebagai: 1
Secara pola ruang merupakan bagian dari pengelolaan kawasan budidaya, sebagai bagian wilayah yang dialokasikan untuk mewadahi fungsi
pertambangan, militer, industri, perdagangan, pariwisata, permukiman dan pertanian dan Kebijaksanaan pengembangan kota-kota, menurut tata
101 Profil Bappeda 2015
jenjang pusat-pusat pelayanan pada konstelasi tingkat kabupaten, kota-kota di wilayah kabupaten Sleman;
2 Secara struktur berfungsi sebagai Pusat Kegiatan Lingkungan PKL
dengan fungsi: a.
Pemerintahan kecamatan b.
Pendidikan c.
Sosial d.
Permukiman Secara umum, kegiatan ekonomi di daerah ini sudah terfasilitasi oleh
keberadaan sarana yang tersedia termasuk sarana yang berada di daerah sekitar wilayah penelitian. Sebagai contoh, meskipun di daerah ini tidak terdapat bank
besar, namun sarana pendukung kegiatan finansial dari masyarakat pada daerah penelitian ini tetap terfasilitasi dari keberadaan kantor perbankan yang ada di
daerah sekitar. Demikian, dengan sarana yang lain. Keberadaan wilayah Kecamatan Tempel diprediksikan akan mempengaruhi
pola ruang dan pertumbuhan ekonomi. Perkembangan tersebut memerlukan sebuah
wadah untuk
perencanaan pembangunan
dan antisipasi
serta perlindungan potensi-potensi yang ada terhadap perkembangan. Untuk itulah
disusun Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan Tempel yang merupakan suatu arahan pembangunan yang diwujudkan dalam berbagai rencana program, dengan
mempertimbangkan sektor unggulan dengan tanpa meninggalkan sektor pertanian dan kelestarian lingkungan hidup.
Dalam usaha mewujudkan ruang wilayah yang nyaman produktif dan berkelanjutan guna terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan
lingkungan buatan; keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan
terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang, UU No.262007 tentang Penataan Ruang
mengamatkan 3 kegiatan guna mewujudkan tujuan penyelenggaraan penataan ruang, yaitu perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian
pemanfaatan ruang. Kegiatan
Revisi Rencana
Detail Tata
Ruang Kecamatan
Tempel merupakan salah satu bentuk perencanaan tata ruang yang digunakan sebagai
dasar pengambilan kebijakan spasial guna mengembangkan potensi wilayah
102 Profil Bappeda 2015
dengan mempertimbangkan keselarasankelestarian lingkungan dan fungsi ruang wilayah.
B. Subbidang Lingkungan Hidup, Energi, dan Sumber Daya Mineral
1. Kerjasama Pengelolaan Persampahan 2011 – 2015
Sampah telah
menjadi permasalahan
yang rumit
baik ditingkat
kabupatenkota dan merupakan permasalahan nasional, sehingga pengelolaannya perlu dilakukan secara komprehansif dan terpadu dari sumber sampah sampai
tempat pengelolaan akhir. Pemerintah Sleman telah bekerjasama dengan Pemerintah Kota Boras, Swedia, Universitas Gadjah Mada, dan Swedish
International Center for Local Democracy ICLD dalam The City Clusters in Sleman dan kerjasama antara Pemerintah Kabupaten Sleman, Fakultas Teknik
Kimia UGM dan Koperasi Induk Buah “Gemah Ripah” Gamping Sleman Yogyakarta.
Kerjasama ini meliputi : a
Peningkatan kemampuan dalam pengelolaan sampah khususnya pasar buah gemah ripah Gamping melalui pengelolaan sampah buah menjadi
energi listrik. b
Transfer teknologi khususnya dalam pengelolaan sampah secara umum dengan Pengembangan program daur ulang sampah dan pemisahan
sampah
2. Kajian Lingkungan Hidup Strategis Perkotaan Dan Perdesaan 2012 –
2014
Kajian Lingkungan Hidup Strategis adalah serangkaian analisis yang sistematis,menyeluruh
dan partisipatif
untuk memastikan
bahwa prinsip
pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah danatau kebijakan, rencana danatau program
tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Keluaran KLHS adalah suatu dokumen telaah assessment document yang
disertai dengan suatu saran untuk KRP RDTR kecamatan.
103 Profil Bappeda 2015
3. Neraca Sumber Daya Alam Daerah
Neraca sumber daya alam daerah diartikan sebagai alat untuk mengetahui besarnya cadangan awal sumber daya alam hutan,lahan, air dan mineral yang
dinyatakan sebgai aktiva dan besarnya pemanfaatan sebagai pasiva. Neraca sumberdaya alam merupakan perimbangan antara kondisi sumberdaya alam awal
dengan kondisi akhir. Neraca sumberdaya alam merupakan informasi mengenai potensi, keberadaan dan kondisi sumberdaya alam Kabupaten Sleman sehingga
menjadi acuan dalam pengambilan kebijakan, strategis dan arah pembangunan serta skala prioritas pembangunan.
4. Rekomendasi Kebijakan Pengelolaan Das Dan GNKPA
Pengelolaan daerah Aliran Sungai DAS pada hakekatnya merupakan perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan sumberdaya alam berbasis ekosistem
DAS untuk kesejahteraan manusia dan kelestarian ekosistem DAS itu sendiri. Kegiatan pengelolaan DAS tersebut menimbulkan dampak positif maupun negatif
yang diantaranya dapat dilihat melalui indicator aliran air di DAS yang bersangkutan. Adanya keterkaitan antar kegiatan pengelolaan sumberdaya DAS
dan dampak yang ditimbulkannya memungkinkan untuk mengukur keberlanjutan pengelolaan sumberdaya yang dilakukan. Hal ini yang melandasi digunakannya
ekosistem DAS sebagai satuan terbaik dalam pengelolaan sumberdaya berbasis ekosistem.
Pengelolaan DAS kini mencakup banyak persoalan yang tengah dihadapi antara kegiatan manusia dengan sumber daya lahan dan air. Diantaranya
penggunaan lahan berupa pertanian, pertenakan, kehutanan, perikanan, social, budaya, infrastruktur, pemukiman, dan lain-lain. Adanya pertumbuhan penduduk
dan peningkatan kegiatan pembangunan ekonomi menyebabkan semakin besarnya tekanan terhadap sumberdaya hutan, lahan dan air. Tekanan tersebut
menyebabkan bertambahnya luasan hutan penggunaan di luar sektor kehutanan, peningkatan laju erosi yang berakibat menurunnya produktifitas lahan dan
peningkatan aliran air permukaan yang menyebabkan meningkatnya ancaman bencana banjir, sedimentasi, pendangkalan serta kekeringan. Salah satu metode
pendekatan yang efektif untuk mengatasi laju degradasi hutan dan lahan yaitu dengan system pengelolaan DAS terpadu. Pengelolaan sumberdaya dalam suatu
DAS harus dapat dirumuskan secara holistik yaitu memandang masalah secara
104 Profil Bappeda 2015
utuh, terpadu dan memecahkannya secara multidisiplin, lintas sektoral, lintas daerah sesuai dengan konsep DAS sebagai satu kesatuan ekosistem.
5. Review Strategi Sanitasi Kabupaten Sleman 2015
Strategi Sanitasi Kabupaten Sleman adalah dokumen perencanaan yang berisi kebijakan dan strategi pembangunan sanitasi secara komprehensif yang
dimaksudkan untuk memberikan arah yang jelas, tegas dan menyeluruh bagi pembangunan sanitasi di wilayah Kabupaten Sleman dengan tujuan agar
pembangunan sanitasi dapat berlangsung secara sistematis, terintegrasi, dan berkelanjutan. Dokumen SSK ini pada dasarnya adalah pemutakhiran dari
dokumen SSK Kabupaten Sleman tahun 2011-2015, serta tindak lanjut dokumen sanitasi wilayah dalam RPJMD Kabupaten Sleman tahun 2011-2015 dan RTRW
Kabupaten Sleman tahun 2011-2031. Pemutakhiran ini perlu dilakukan mengingat beberapa kondisi di bawah ini:
a. Periode
pelaksanaan yang
tercantum dalam
dokumen SSK
telah melampaui masa berlaku atau telah kadaluarsa, yaitu lebih dari 5 tahun.
b. Peningkatan kualitas dokumen dari SSK sebelumnya yang disebabkan oleh
ketidaklengkapan data maupun akibat adanya keraguan atas validitas data yang digunakan.
c. Adanya kebutuhan untuk mempercepat implementasi terutama terkait
dengan pencapaian target Universal Access di tahun 2019. d.
Apabila ada penyesuaianperubahan RPJMD yang menjadi acuan dari SSK. Perubahan RPJMD terjadi akibat adanya perubahan Kepala Daerah.
C. Subbidang Pekerjaan Umum, Perhubungan, dan Komunikasi dan
Informatika
Hasil Kegiatan strategis Tahun 2011 1.
Sekber Kartamantul :
- Rapat Rutin dengan DIY, Kota Yogyakarta , Kab Bantul dan Kab Sleman di
Kantor Sekber -
Rapat Rutin dengan Sektor terkait PU, LH, Tapem, bag Hukum, PDAM di Kabupaten
- Iuran Sekber Kartamantul
105 Profil Bappeda 2015
2. Perencanaan dan Monitoring DAK
Alokasi DAK Tahun 2011 sejumlah Rp 42.650.500.000,- meliputi Bidang
Pendidikan, Bidang Kesehatan, Infrastruktur Air Minum, Infrastruktur Sanitasi, Kelautan dan Perikanan, Bidang Irigasi.
Laporan Monitoring DAK triwulan I, II,III, IV tahun 2011
- Bidang Pendidikan sejumlah Rp 28.529.500.000,- untuk SD Rp21.893.400,-
SMP Rp 6.636.100.000 -
Bidang Kesehatan sejumlah Rp 4.607.400.000,- untuk pelayanan dasar kesehatan, obat, gudang farmasi dan rujukan, mobil
- Bidang Infrastruktur Air Minum sejumlah Rp 984.400.000,-
- Bidang Infrastruktur Sanitasi sejumlah Rp 1.317.400.000,- untuk SLBM dan
jaringan air limbah -
Bidang Kelautan dan Perikanan sejumlah Rp 2.985.000.000,- untuk sarana prasarana perikanan
- Bidang Irigasi sejumlah Rp 3.877.800.000,- untuk rehab dan peningkatan
Daerah Irigasi, rehab dan peningkatan bending. Laporan Akhir Monitoring DAK Tahun 2011, laporan pelaksanaan ke 6 bidang
tersebut di atas.
Hasil Kegiatan Strategis Tahun 2012
1. Sekber Kartamantul :
- Rapat Rutin dengan DIY, Kota Yogyakarta , Kab Bantul dan Kab Sleman di
Kantor Sekber -
Rapat Rutin dengan Sektor terkait PU, LH, Tapem, bag Hukum, PDAM di Kabupaten
- Iuran Sekber Kartamantul
2. Perencanaan dan Monitoring DAK
Alokasi DAK tahun 2012 berjumlah Rp 52.237.390.000,- terdiri dari 11
bidang meliputi Bidang Pendidikan, Bidang Kesehatan, bidang Infrastruktur Jalan, Bidang Infrastruktur Air Minum, Bidang Infrastruktur Sanitasi, Bidang
Irigasi, Bidang Kelautan dan Perikanan, Bidang Pertanian, Bidang Kehutanan, Bidang Lingkungan Hidup dan Sub Bidang Keluarga Berencana.
106 Profil Bappeda 2015
Laporan Monitoring DAK triwulan I, II,III, IV tahun 2012.
- Bidang Lingkungan Hidup sejumlah Rp 951.470.000.000,-
- Bidang Kesehatan terdiri dari Dunas Kesehatan Rp 4.881.370.000,-, RSUD
Sleman layanan rujukan, rehab ruang rawat inap Rp 2.513.737.000,- RSUD Prambanan Rp 837.913.000,-
- Bidang Infrastruktur Jalan sejumlah Rp 5.471.180.000,- untuk pemeliharaan
berkala jalan kabupaten. -
Bidang Irigasi sejumlah Rp 3.866.290.000,- untuk rehab dan peningkatan DI dan bendung.
- Bidang Infrastruktur air minum sejumlah Rp 1.944.550.000,-
- Bidang Infrastruktur Sanitasi sejumlah Rp 1.501.410.000,- untuk SLBM dan
Jaringan air limbah. -
Bidang Kelautan Perikanan sejumlah Rp 2.539.840.000,-untuk prasarana dan sarana perikanan.
- Bidang Pertanian sejumlah Rp 4.039.060.000,-
- Bidang Kehutanan sejumlah Rp 1.276.700.000,-
- Sub Bidang Keluarga Berencana sejumlah Rp 1.267.730.000,-
Laporan Akhir Monitoring DAK Tahun 2012, laporan pelaksanaan kegiatan ke 11 bidangsub bidang tersebut di atas.
3. Peningkatan KelembagaanPemberdayaan Masyarakat melalui Water
Resources and Irrigation Sector Management WISMP Tahun 2012. Alokasi Dana WISMP untuk Bappeda Tahun 2012; dari World Bank Loan
sebesar Rp 162.925.000,- dan APBD Rp 96.935.750,- untuk melaksanakan kegiatan
- Pembinaan Sektor Ekonomi Teknis Kelembagaan PSETK:
Profil Daerah Irigasi dan kelembagaannya Sampai dengan 31 Desember 2012, progress keuangan
untuk Loan sebesar 90 dan APBD 92 .
Hasil Kegiatan strategis Bappeda Tahun 2013
1. Sekber Kartamantul :
- Rapat Rutin dengan DIY, Kota Yogyakarta , Kab Bantul dan Kab Sleman di
Kantor Sekber
107 Profil Bappeda 2015
- Rapat Rutin dengan Sektor terkait PU, LH, Tapem, bag Hukum, PDAM di
Kabupaten -
Iuran Sekber Kartamantul 2.
Perencanaan dan Monitoring DAK Alokasi Dana DAK untuk Tahun 2013 sebesar Rp 50.823,330.000,- terdiri
dari 13 bidang meliputi : Bidang Pendidikan, Kesehatan, Infrastruktur Jalan, Infrastruktur Air Minum, Infrastruktur Sanitasi, Bidang Irigasi, Bidang Kelautan dan
Perikanan, Bidang Pertanian, Bidang Kehutanan, Bidang Lingkungan Hidup, Bidang
Keluarga Berencana,
Bidang Keselamatan
Transportasi Darat
Perhubungan, Bidang Perdagangan.
Laporan Monitoring DAK triwulan I, II,III, IV tahun 2013
- Bidang Pendidikan sejumlah Rp 19.058.080.000,-dengan alokasi untuk SD
sejumlah Rp
4.807.750.000,-; SMP
Rp 5.084.430.000,-;
SMA Rp
2.940.320.000,- untuk Prasarana dan sarana Pendidikan dan Sarana Peningkatan Mutu pendidikan.
- Bidang Kesehatan, sejumlah Rp 5.400.590.000,- pelayanan dasar
kesehatan , gudang farmasi dan farmasiobat-obatan, rujukan. -
Bidang Infrastruktur Air Minum sejumlah Rp 1.232.010.000,- untuk prasarana dan sarana air bersih PSAB
- Bidang Sanitasi berupa Sistem Air Limbah Berbasis MasyarakatSLBM dan
Jaringan Air Limbah, dengan alokasi sejumlah Rp 2.046.410.000,- -
Bidang Irigasi, dengan alokasi sebesar Rp 6.186.010.000,- untuk Rehab DI 6 unit, peningkatan DI 11 unit, Rehab Bendung 4 unit, Peningkatan
Bendung 3 unit. -
Bidang Kelautan
dan Perikanan
dengan alokasi
sebesar Rp
2.959.030.000,- untuk sarana prasarana perikanan. -
Bidang Infrastruktur Jalan untuk pemeliharaan berkala jalan kabupaten
sebesar Rp 5.582.870.000,- -
Bidang Pertanian sebesar Rp 3.856.930.000,- untuk rehab BP3K, rehab jaringan irigasi, jalan usaha tani, dll untuk focus ketahanan pangan.
- Bidang Kehutanan sebesar Rp 1.062.810.000,- untuk Hutan Rakyat 200
Ha, Konservasi Tanah dan Air.
108 Profil Bappeda 2015
- Bidang Lingkungan Hidup sebesar Rp 926.150.000,-
- Bidang Keluarga Berencana sebesar Rp 931.420.000,- untuk Balai
Penyuluhan Sarana Prasarana KB, BKB Kit, KIE Kit. -
Bidang Transportasi Darat, sebesar Rp 562.060.000,- untuk rambu lalu lintas, Marka Jalan
- Bidang Perdagangan sebesar Rp 918.960.000,- untuk rehabilitasi pasar.
Laporan Akhir Monitoring DAK Tahun 2013, laporan pelaksanaan ke 13 bidang tersebut di atas.
3. Peningkatan Kelembagaan Pemberdayaan Masyarakat melalui Water
Resources and Irrigation Sector Management WISMP tahun Tahun 2013 Alokasi Dana WISMP untuk Bappeda Tahun 2013 ; dari World Bank Loan
sebesar Rp 188.636.000,- dan APBD Rp 112.457.000,- untuk melaksanakan kegiatan
- Pembinaan Sektor Ekonomi Teknis Kelembagaan PSETK:
Profil Daerah Irigasi dan kelembagaannya Sampai dengan 31 Desember 2012, progress keuangan
untuk Loan sebesar 89 dan APBD 94 .
4. Kajian Dampak Pemindahan Bandara Kajian Pengembangan Kawasan
Perkotaan Melakukan
kajian dampak
sosial ekonomi,
rencana pemindahan
pembangunan Bandara Baru terhadap wilayah Sleman pada Koridor Jalan Prambanan-Wates.
5. Lay Out Kompleks Perkantoran Pemerintah Kabupaten Sleman
Kebutuhan pengembangan komplek perkantoran pemerintah kabupaten membutuhkan identifikasi berkaitan dengan aspek legalitas, tanah dan
bangunan perkantoran yang ada. Dari hasil identifikasi dilakukan ploting pemanfaatan serta aspek teknis dan bangunan.
Hasil Kegiatan strategis Bappeda Tahun 2014
1. Sekber Kartamantul :
- Rapat Rutin dengan DIY, Kota Yogyakarta , Kab Bantul dan Kab Sleman di
Kantor Sekber
109 Profil Bappeda 2015
- Rapat Rutin dengan Sektor terkait PU, LH, Tapem, bag Hukum, PDAM di
Kabupaten -
Iuran Sekber Kartamantul 2.
Perencanaan dan Monitoring DAK Alokasi DAK tahun 2014 sebesar Rp47.095.342.700 untuk 11 sebelas
bidang antara lain BIdang Pendidikan, Kesehatan, Infrastruktur Jalan, Air Minum, Sanitasi Bidang Irigasi, Bidang Pertanian, Bidang Kelautan dan
Perikanan, Bidang Pertanian, Bidang Kehutanan, Bidang KB dan Bidang Transportasi Darat Perhubungan.
Laporan Monitoring DAK Triwulan I, II,III, IV tahun 2014
- Bidang
Pendididikan dengan alokasi sebesar Rp 18.518,280.000,- SD sejumlah Rp 9.390.350.000,- SMP sejumlah Rp 6.042,640.000,- SMA
sejumlah Rp 3.085.290.000,- yang antara lain untuk prasarana pendidikan Ruang Kelas Baru, Rehab RK, Perpustakaan, laboratorium, peningkatan
mutu pendidikan pengadaan mebeler, buku-buku, alat laboratorium. -
Bidang Kesehatan dengan alokasi sebesar Rp 4.608.250.000,- Farmasi Rp 2.957.020.000,- Rujukan Rp 1.651.230.000,-
- Bidang Sanitasi , sebesar Rp 1.215.080.000,- untuk SLBM sebanyak 221
KK SR air limbah. -
Bidang Irigasi, sebesar
Rp 4.400.960.000,- untuk 593.000 Ha lahan pertanian, dengan kegiatan Peningkatan DI 11 unit, rehab DI 2 unit,
peningkatan bending 1 unit dan rehab bending 2 unit. -
Bidang Kelautan dan Perikanan sebesar Rp 3.424.760.000,- untuk rehabilitasi dan peningkatan prasarana dan sarana perikanan termasuk
Balai Benih Ikan BBI.Bangsal pengolahan hasil perikanan. -
Bidang Infrastruktur Jalan alokasi sebesar
Rp 6.500.650.000,- untuk pemeliharaan berkala jalan kabupaten sepanjang 7,55 KM 5 lokasi.
- Bidang Infrastruktur Air Minum sebesar Rp 1.805.660.000,-Jaringan Air
BersihAir Minum untuk 413 KK di Kec Tempel, Seyegan, Moyudan, Pakem dan Minggir.
110 Profil Bappeda 2015
- Bidang Pertanian sebesar Rp 5.201.370.000,- untuk rehab gedung UPT,
lumbung pangan, pengadaan traktor, pompa air, jalan usaha tani, jaringan irigasi.
- Bidang Kehutanan sebesar Rp 1.419.780.000,- untuk konservasi tanah dan
air, sarana prasarana kehutanan, bantuan bibit untuk hutan rakyat. -
Bidang KB sebesar Rp 1.017.720.000,- untuk Balai Penyuluhan KB, BKB Kit, KIE Kit.
- Bidang Transportasi darat sebesar Rp 552,700.000,- untuk rambu-rambu
lalu lintas dan marka jalan. Laporan Akhir Monitoring DAK Tahun 2014, laporan akhir pelaksanaan
DAK ke 11 bidang tersebut di atas. 3.
Peningkatan Kelembagaan Pemberdayaan Masyarakat melalui Water Resources and Irrigation Sector Management WISMP tahun 2014
Alokasi Dana WISMP untuk Bappeda Tahun 2014 ; dari World Bank Loan sebesar
Rp 161.099.500,-
dan APBD
Rp 153.198.500,-
untuk melaksanakan kegiatan
- Pembinaan Sektor Ekonomi Teknis Kelembagaan PSETK:
Profil Daerah Irigasi dan kelembagaannya Sampai dengan 31 Desember 2012, progress keuangan
untuk Loan sebesar 96 dan APBD 93 .
4. Review Perencanaan Pembangunan Jaringan Air BersihAir Minum
RISPAM Wewenang dan tanggung jawab Pemerintah Kabupaten Sleman dalam
Penyelenggaraan SPAM antara lain meliputi : -
Menetapkanmembuat Rencana Induk Sistem Penyediaan Air Minum RISPAM
- Membuat Detail Engineering Design DED Sistem Penyediaan Air Minum
Kewajiban menyusun Rencana Induk Sistem Penyediaan Air Minum , sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang
Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum adalah merupakan tanggung jawab Pemerintah Kabupaten.
Keluaran yang dihasilkan adalah : -
Rencana Kebutuhan Air Minum dan Kebutuhan Air Baku
111 Profil Bappeda 2015
- Rencana Penentuan dan Pemanfaatan Sumber Air Baku, serta Analisis
Rencana Alokasi Sumber Air Baku. -
Rencana Sistem Penyediaan Air Minum dan alternative Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum
- Rencana Program Investasi Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum
untuk jangka pendek. Jangka menengah, jangka panjang. -
Rencana Pembiayaan dan Investasi Pengembangan system Penyediaan Air Minum
- Rencana Konsep Pengembangan Kelembagaan Penyelenggaraan Sistem
penyediaan Air minum. -
Rencana Konsep kerjasama lintas wilayah kabupatenkota atau lintas provinsi dalam pengembangan penyelenggaraan dan pelayanan system
penyediaan air minum. 5.
Analisis dan Evaluasi Pelaksanaan Pembangunan PNPM Perkotaan, PNPM Perdesaan dan PDPM
Pelaksanaan kegiatan PNPM Mandiri lebih didominasi pelaksanaan pemanfaatan Bantuan Langsung Masyarakat BLM melalui Program PNPM
Mandiri Perkotaan, PNPM Mandiri Perdesaan regular, PNPM Mandiri Integrasi. Alokasi dana PNPM MP sebesar Rp 12.454.100.000,- PNPM
MPd regular sebesar Rp 3.471.285.000,- PNPM MPd Integrasi sebesar Rp. 3.000.000.000,- PDPM sebesar Rp 17.191.484.000,-.
Progres pencairan dan penyaluran keuangan sampai dengan 31 Desember 2014 sudah 100 cair sampai ke rekening BKM, tetapi pelaksanaan fisik di
lapangan sampai dengan akhir Februari 2015 masih berkisar rata-rata 75 60 s.d 100 . Pelaksanaan fisik selesai akhir Maret 2015. Progres fisik
agak terlambat karena proses pecairan baru dilaksanakan pada bulan Desember 2014. Kegiatan fisik yang banyak dilaksanakan
Rehabilitasi Rumah Tidak Layak Huni, yang proses pelaksanaannya memerlukan waktu
relative agak lama. Hal positif dari program ini adalah mendorong sawadaya masyarakat yang mencapai 20-60 dari alokasi BLM yang ada, berupa
material maupun tenaga.
Hasil Kegiatan strategis Bappeda Tahun 2015
1. Sekber Kartamantul :
112 Profil Bappeda 2015
- Rapat Rutin dengan DIY, Kota Yogyakarta, Kab Bantul dan Kab Sleman di
Kantor Sekber -
Rapat Rutin dengan Sektor terkait PU, LH, Tapem, bag Hukum, PDAM di Kabupaten
- Penyusunan Kebijakan Strategis Daerah Sistem Penyediaan Air Minum
Jakstrada SPAM Mengingat pentingnya ketersediaan air minum untuk warganya maka
pemerintah melalui Peraturan Menteri PU Nomor 13 Tahun 2013 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Penyediaan Air
Minum, menegaskan Pemerintah Daerah perlu menyusun dan menetapkan Kebijakan dan Strategi Daerah Pengembangan Sistem Penyediaan
Air Minum setiap 5 lima tahun sekali.
Pengembangan SPAM Kabupaten Sleman harus sejalan dengan visi Kabupaten Sleman yang tercantum dalam RPJP Kabupaten Sleman yang
tercantum dalam RPJP Kabupaten Sleman 2006-2025, yaitu “ terwujudnya masyarakat Kabupaten Sleman yang sejahtera, demokratis, dan berdaya
saing” Misi yang mendukung pengembangan SPAM ini adalah misi ketiga “meningkatkan
kualitas hidup masyarakat” yang dilakukan melalui peningkatan akses, pemerataan, dan relevansi mutu pelayanan dasar. Dan
arah pembangunan daerah diarahkan untuk mengembangkan perumahan yang standar rumah sehat secara merata dan menjangkau MBR dan
perumahan vertical di wilayah perkotaan, membangun fasilitas umum untuk memenuhi kebutuhan masyarakat serta meningkatkan peran serta swasta
dan masyarakat. Sedangkan dalam RPJM Kabupaten Sleman 2011-2015, visi yang ingin
dicapai adalah “Terwujudnya masyarakat Sleman yang lebih sejahtera lahir batin, berdaya saing dan berkeadilan gender pada tahun 2015” Misi yang
mendukung pengembangan
SPAM adalah
misi keempat
yaitu “memantapkan pengelolaan prasarana dan sarana sumberdaya alam dan
lingkungan hidup.” -
Raperbup Jakstrada SPAM Raperbup berisi tentang Kebijakan dan Strategi Daerah Pengembangan
Sistem Penyediaan Air Minum.
113 Profil Bappeda 2015
2. Perencanaan dan Monitoring DAK
Alokasi DAK Reguler Tahun 2015, sebesar Rp 14.433.000.000,- untuk Bidang Infrastruktur Air Minum Rp 3.108.290.000,- ,Bidang Irigasi Rp
4.880.010.000,- Bidang Pertanian Rp 6.444.700.000 ,-. Alokasi DAK
Tambahan P3K2 sebesar Rp 18.735.100.000,- untuk Bidang Irigasi Rp. 3.099.900.000,- dan Bidang Pertanian sebesar Rp 15.635.200.000,- .
Pelaksanaan Bidang Irigasi P3K2 untuk Rehab DI 3 paket, Rehab Bendung 4 paket, Peningkatan DI 1 paket, Peningkatan Bendung 3 paket.
Bidang Pertanian P3K2 sebesar Rp 2.870.753.750,- rehab jaringan irigasi 3 paket 16 lokasi Pembangunan JUT 3 paket 9 lokasi Perencanaan JUT
15 paket.
Laporan Monitoring DAK triwulan I, II,III, IV tahun 2015
- Bidang
Infrastruktur Air
minum, alokasi
DAK Rp3.108.290.000,-
pendamping Rp 310.829.000,- kontrak Rp 3.148.639.000,- Progres fisik dan keuangan
100 kecuali
lokasi Prapak
Kulon kontrak
senilai Rp649.191.000,- progress sampai pertengahan desember baru 37,58 ,
perpanjangan waktu 50 hari dan diberlakukan denda untuk penyedia jasanya CV Nathan.
- Bidang Irigasi, alokasi DAK regular sebesar Rp 4.880.010.000,- dan DAK
tambahan P3K2 sebesar Rp 3.099.900.000,- progress fisik dan keuangan baik DAK regular maupun tambahan selesai 100 . Progres keuangan 100
dari kontrak. -
Bidang Pertanian, alokasi DAK regular sebesar Rp 6.444.700.000 ,-, dan DAK tambahan sebesar Rp 15.635.200.000,- namun hanya dapat
dilaksanakan sebesar Rp 2.870.753.750,- rehab jaringan irigasi 3 paket 16 lokasi Pembangunan JUT 3 paket 9 lokasi Perencanaan JUT 15 paket.
Laporan Akhir Monitoring DAK Tahun 2015, laporan pelaksanaan DAK ketiga bidang tersebut di atas.
Perencanaan DAK Tahun 2016, Perencanaan DAK Tahun 2016 meliputi usulan DAK Reguler dan DAK Infrastruktur Publik.
3. Peningkatan Kelembagaan Pemberdayaan
Masyarakat melalui Water Resources and Irrigation Sector Management WISMP
- Succes Story
114 Profil Bappeda 2015
Keberhasilan pelaksanaan program WISMP II: -
Kelembagaan Irigasi -
Produktivitas masyarakat.
4.1.1.3 Bidang Ekonomi A.
Subbidang Tenaga Kerja dan Pariwisata 1.
Indeks Gini Kab. Sleman 2015
Indeks Gini IG dapat digunakan untuk mengetahui distribusi dan ketimpangan pendapatan di Kabupaten Sleman dan memberikan
gambaran ringkas kondisi kemiskinan penduduk Kabupaten Sleman pada tahun 2014.
IG dapat digunakan sebagai bahan untuk menelaah berbagai
kemungkinan yang dapat ditawarkan dalam analisis ekonomi untuk memecahkan persoalan ketimpangan dan kemiskinan.
IG dapat digunakan untuk menggali kebijakan alternatif yang akan
diterapkan oleh Pemerintah Kabupaten Sleman dalam mengurangi ketimpangan distribusi pendapatan dan kemiskinan di wilayahnya.
Pola konsumsi penduduk Kabupaten Sleman menunjukkan bahwa
pada tahun 2014 konsumsi non makanan lebih tinggi dibandingkan dengan konsumsi makanan yaitu 56,92 persen berbanding 43,08
persen.
Dari kurva Lorens, terlihat bahwa ketimpangan pendapatan di Kabupaten Sleman pada tahun 2014 lebih kebar dibandingkan pada
tahun 2013.
Indeks Gini Kabupaten Sleman tahun 2014 sebesar 0,4082 dan termasuk kategori ketimpangan moderat, namun perlu mendapatkan
perhatian. Dibandingkan tahun 2013 yang sebesar 0,3841, Indeks Gini Kabupaten Sleman mengalami peningkatan.
Berdasarkan kriteria Bank Dunia, pada tahun 2014 kelompok
penduduk yang termasuk dalam kategori 40 pendapatan rendah memperoleh 16,44 persen dari total pendapatan penduduk se-
Kabupaten Sleman, lebih rendah dibandingkan dengan yang diterima pada tahun 2013 18,03 persen. Sedangkan kelompok penduduk
yang termasuk dalam kategori 20 pendapatan tinggi menerima
115 Profil Bappeda 2015
48,20 persen total pendapatan penduduk se-Kabupaten Sleman, lebih tinggi dibandingkan dengan yang diterima pada tahun 2013
46,93 persen.
Dari ketiga indikator di atas kurva Lorenz, Indeks Gini, dan kriteria Bank Dunia dapat disimpulkan tingkat kesenjangan pendapatan di
Kabupaten Sleman semakin melebar.
2. Kegiatan Penghitungan Inflasi 2015
Tujuan Penghitungan Inflasi
Tujuan penghitungan inflasi dan IHK adalah untuk memantau gejolak perubahan harga di sektor riil yang terjadi di masyarakat, sehingga dapat dipakai
sebagai informasi dasar untuk pengambilan keputusan dan penentuan kebijakan baik tingkat ekonomi mikro maupun makro.
Kegunaan angka inflasi
Secara spesifik kegunaan angka inflasi antara lain sebagai berikut : a.
Rumah Tanggamasyarakat, dapat memanfaatkan angka inflasi sebagai dasar penyesuaian kebutuhan sehari-hari dengan pendapatan mereka yang
relatif tetap. b.
Indeksasi upah dan tunjangan gaji pegawai Wage-Indexation. c.
Penyesuaian Nilai Kontrak Contractual Payment. d.
Eskalasi Nilai Proyek Project Escalation. e.
Penentuan Target Inflasi Inflation Targeting. f.
Indeksasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Budget Indexation. g.
Sebagai deflator penghitungan PDB, PDRB GDP Deflator. h.
Sebagai proxy perubahan biaya hidup Proxy of Cost of Living.
Metodologi :
a. Pemilihan Sampel
b. Penyusunan Paket Komoditas dan Diagram Timbang
c. Penghitungan IHK
Penghitungan Angka Inflasi
Laju InflasiDeflasi Per Bulan
116 Profil Bappeda 2015
Laju InflasiDeflasi Kumulatif
Laju InflasiDeflasi Year on Year
Sumbangan InflasiDeflasi
Perkembangan Indeks Harga Konsumen
Indeks Harga Konsumen IHK merupakan salah satu indikator ekonomi yang sering digunakan untuk mengukur tingkat perubahan harga inflasideflasi di
tingkat konsumen. Perubahan IHK dari waktu ke waktu menunjukkan pergerakan harga dari paket komoditas yang dikonsumsi oleh rumah tangga. Di Indonesia,
tingkat inflasi diukur dari persentase perubahan IHK. Mulai Januari 2014, pengukuran inflasi di Indonesia menggunakan IHK
tahun dasar 2012=100. Ada beberapa perubahan yang mendasar dalam penghitungan IHK baru 2012=100 dibandingkan IHK lama 2007=100,
khususnya mengenai cakupan kota, paket komoditas, dan diagram timbang. Perubahan tersebut didasarkan pada Survei Biaya Hidup SBH 2012 yang
dilaksanakan oleh BPS, yang merupakan salah satu bahan dasar utama dalam penghitungan IHK. Hasil SBH 2012 sekaligus mencerminkan adanya perubahan
pola konsumsi masyarakat dibandingkan dengan hasil SBH sebelumnya. Pergerakan harga beberapa komoditas di Kabupaten Sleman pada triwulan
kedua Tahun 2014 ini sangat mungkin terjadi karena pada bulan April – Mei
merupakan musim panen padi sehingga persediaan komoditas bahan makanan pokok tersebut sudah mulai mencukupi yang mengakibatkan harga beras mulai
turun. Sementara pada Bulan Juni 2014 justru terjadi kenaikan beberapa komoditas yang disebabkan naiknya permintaan karena dimulainya musim liburan
anak sekolah dan memasuki awal Ramadhan. Perubahan harga beberapa komoditas selama triwulan kedua pada tahun
2015 secara umum menunjukkan adanya kenaikan sehingga menyebabkan inflasi. Indeks Harga Konsumen IHK pada akhir triwulan kedua tercatat sebesar 115,97
lebih tinggi dibandingkan angka indek pada akhir triwulan pertama pada tahun 2015 yang mencapai 114,62 sehingga sampai dengan triwulan kedua Tahun 2015
Sleman mengalami inflasi 2,24 persen laju inflasi pada tahun kalender 2015. Sedangkan inflasi year on year perubahan Juni 2015 terhadap Juni 2014
sebesar 6,85 persen.
117 Profil Bappeda 2015
Inflasi Bulanan Bulan April 2015
Indeks Harga Konsumen Kabupaten Sleman pada bulan April 2015 mencapai 115,18 atau naik dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai
114,52. Artinya, pada bulan April 2015 terjadi inflasi sebesar 0,57 persen. Inflasi pada bulan April 2015 terjadi karena adanya kenaikan Indeks Harga
Konsumen IHK. Dari tujuh kelompok pengeluaran konsumsi yang dihitung IHK- nya, semua kelompok pengeluaran mengalami kenaikan, yaitu: kelompok
transpor, komunikasi, dan jasa keuangan naik 1,51 persen; kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau naik 0,73 persen; kelompok bahan makanan
0,42 persen; kelompok kesehatan 0,35 persen; kelompok sandang 0,06 persen; kelompok pendidikan,rekreasi dan olahraga yang cenderung tidak ada perubahan.
Bulan Mei 2015
Selama bulan Mei 2015 angka indeks Sleman terhitung 115,42 atau lebih tinggi dibandingkan angka indek bulan sebelumnya yang mencapai 115,18.
Dengan demikian terjadi inflasi pada bulan Mei 2015 sebesar 0,21 persen dengan laju inflasi pada tahun kalender 2015 Mei 2015 terhadap Desember 2014 1,76
persen. Pada bulan ini, dari tujuh kelompok pengeluaran yang dihitung angka
indeknya, 6 kelompok pengeluaran mengalami kenaikan angka indeks, yaitu: kelompok kesehatan naik 0,95 persen; kelompok transpor,komunikasi dan jasa
keuangan naik 0,19 persen; kelompok bahan makanan naik 0,18 persen; kelompok pendidikan, rekreasi, dan olah raga naik 0,17 persen; kelompok
perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar naik 0,11 persen. Sedangkan kelompok mengalami penurunan angka indek, adalah kelompok sandang turun
2,39 persen.
Bulan Juni 2015
Pada bulan Juni 2015 angka indeks mencapai 115,97 lebih tinggi dibandingkan angka indeks di bulan Mei yang sudah mencapai 115,42. Dengan
demikian pada bulan ini terjadi inflasi sebesar 0,47 persen. Sedangkan laju inflasi tahun kalender sebesar 2,24 persen.
118 Profil Bappeda 2015
Selama bulan Juni 2015, dari tujuh kelompok pengeluaran yang dihitung angka indeknya, semua kelompok pengeluran mengalami kenaikan, yaitu:
kelompok bahan makanan naik 1,53 persen; kelompok sandang naik 0,60 persen; kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau naik 0,51 persen;
kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan naik 0,32 persen; kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga naik 0,06 persen; kelompok kesehatan dan
kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar masing-masing naik 0,01 persen.
Inflasi menurut Kelompok Pengeluaran
Kelompok bahan namakan: Dari sebelas sub kelompok yang ada, enam sub kelompok mengalami kenaikan,
yaitu:
sub kelompok padi-padian, umbi-umbian, dan hasilnya naik 18,00 persen;
sub kelompok ikan segar naik 6,51 persen;
sub kelompok telur, susu dan hasil-hasilnya naik 7,19 persen;
sub kelompok kacang-kacangan naik 13,27 persen;
sub kelompok lemak dan minyak naik 2,22 persen;
sub kelompok bahan makanan lainnya naik 12,37 persen.
Sub kelompok yang mengalami penurunan :
sub kelompok daging dan hasil-hasilnya turun 7,65 persen;
sub kelompok ikan diawetkan turun 4,11 persen;
sub kelompok sayur-sayuran turun 4,56 persen;
sub kelompok buah-buahan turun 3,75 persen;
serta sub kelompok bumbu-bumbuan turun 23,05 persen.
Andil Komoditas yang Dominan Terhadap Laju Inflasi April 2015
Kelompok yang mengalami kenaikan harga sehingga memberikan andil inflasi pada bulan April 2015 adalah
kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan sebesar 0,27 persen,
kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau sebesar 0,14
persen,
119 Profil Bappeda 2015
kelompok bahan makanan dengan andil sebesar 0,08 persen,
kelompok bahan perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar memberikan
andil sebesar 0,06 persen,
kelompok kesehatan dengan andil sebesar 0,02 persen.
Komoditas yang memberikan andil terjadinya inflasi adalah :
beras memberikan andil sebesar 0,3309 persen;
bensin termasuk Pertamax memberikan andil 0,2691 persen;
air kemasan memberikan andil 0,0536 persen;
bahan bakar rumah tangga memberikan andil 0,0435 persen;
roti tawar memberikan andil 0,0243 persen;
telur asin memberikan andil 0,0225 persen;
telur ayam ras memberikan andil 0,0218;
semen memberikan andil 0,0160 persen;
kenaikan tarif dokter spesialis memberikan andil 0,0150 persen;
cabe merah memberikan andil 0,0147 persen.
Mei 2015
Kelompok pengeluaran yang memberikan andil paling besar dalam
pembentukan angka inflasi adalah :
kelompok makanan
jadi, minuman,
rokok dan
tembakau dengan
memberikan andil sebesar 0,16 persen,
kelompok kesehatan dengan andil 0,06 persen,
kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan yang memberikan andil 0,04 persen, kelompok bahan makanan dan kelompok perumahan, air,
listrik, gas, dan bahan bakar dengan memberikan andil masing-masing sebesar 0,03 persen,
kelompok pendidikan, rekreasi dan olah raga memberikan andil 0,01
persen.
Kelompok pengeluaran yang dapat menahan laju inflasi adalah
Kelompok sandang turun 0,12 persen.
120 Profil Bappeda 2015
Komoditas bahan makanan yang mengalami kenaikan harga sehingga memberikan andil terjadinya inflasi :
telur ayam ras memberikan andil sebesar 0,0827 persen;
cabe merah memberikan andil sebesar 0,0426 persen;
minuman ringan memberikan andil sebesar 0,0332 persen;
bayam naik memberikan andil sebesar 0,0322 persen;
nasi memberikan andil 0,0242 persen;
susu untuk balita memberikan andil 0,0219 persen;
salak memberikan andil 0,0196 persen;
seragam sekolah anak memberikan andil 0,0188 persen;
obat dengan resep memberikan andil 0,0186 persen.
Komoditas yang mengalami penurunan harga sehingga menjadi penahan laju inflasi adalah
beras memberikan andil sebesar -0,2070 persen;
cabe merah memberikan andil sebesar -0,1547 persen;
memberikan andil sebesar -0,0666 persen;
minyak goreng memberikan andil -0,0219 persen;
bawang merah memberikan andil -0,0144 persen;
cabe rawit memberikan andil -0,0065;
jeruk memberikan andil -0,0057;
kentang memberikan andil -0,0048;
wortel memberikan andil -0,0038 persen
daun singkong memberikan andil -0,0029 persen.
Juni 2015
Kelompok yang memberikan andil positif terbesar adalah :
kelompok bahan makanan memberikan andil sebesar 0,28 persen,
kelompok makanan
jadi, minuman,
rokok dan
tembakau dengan
memberikan andil sebesar 0,09 persen;
kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan sebesar 0,06 persen;
kelompok sandang memberikan andil sebesar 0,03 persen;
kelompok pendidikan, rekreasi dan olah raga sebesar 0,01 persen.
121 Profil Bappeda 2015
Komoditas yang mengalami kenaikan harga sehingga mempertinggi angka inflasi diantaranya adalah
bensin memberikan andil sebesar 0,0581 persen;
telur ayam ras memberikan andil sebesar 0,0534 persen;
beras naik memberikan andil 0,0316 persen;
cabe merah memberikan andil sebesar 0,0304 persen;
kelapa memberikan andil sebesar 0,0300 persen;
petai memberikan andil sebesar 0,0,0289 persen;
bawang merah memberikan andil 0,0270 persen;
gudeg memberikan andil 0,0239 persen;
terong panjang memberikan andil 0,0212 persen;
bayam memberikan andil 0,0206 persen.
Inflasi Tahun Kalender Januari-Juni 2015
Tingkat inflasi nasional periode Januari-Juni 2015 tercatat sebesar 0,96 persen atau lebih rendah 1,28 poin daripada inflasi Kabupaten Sleman
pada periode yang sama.
Kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau mengalami inflasi tertinggi yaitu sebesar 3,30 persen;
kelompok kesehatan mengalami inflasi sebesar 2,76 persen;
kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar dengan inflasi
sebesar 2,18 persen;
kelompok sandang sebesar 2,05 persen;
kelompok pendidikan, rekreasi dan olah raga sebesar 0,69 persen;
kelompok bahan makanan sebesar 0,57 persen;
kelompok yang menghambat inflasi adalah kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan sebesar -2,77 persen.
Inflasi Bulanan
Pada bulan April 2015, tingkat inflasi nasional mencapai -0,36 persen, lebih rendah 0,21 poin dibandingkan tingkat inflasi Kabupaten Sleman yang
mencapai 0,57 persen.
Bulan Mei 2015 inflasi nasional sebesar 0,50 persen, lebih tinggi 0,29 poin dibandingkan dengan inflasi Kabupaten Sleman yang mencapai 0,21
122 Profil Bappeda 2015
persen. Pada bulan Juni 2015, tingkat inflasi nasional sebesar 0,54 persen, lebih tinggi 0,19 poin dibandingkan dengan inflasi Kabupaten Sleman yang
sebesar 0,35 persen.
3. Kajian Ekonomi Pasca Erupsi Merapi
Penyusunan kajian ini bertujuan untuk desiminasi hasil penelitiankajian yang dilakukan berbagai pihak terkait pasca erupsi Merapi kepada instansi terkait
di lingkungan pemerintah Kabupaten Sleman sebagai bahan referensi ataupun untuk ditindaklanjuti dalam upaya percepatan pemulihan pasca erupsi Merapi.
Kajian ini berisi hasil penelitian yang dilakukan oleh Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi BPTP Yogyakarta untuk sektor pertanian dan PUM
Netherlands senior expert untuk sektor pariwisata dan ketersediaan air PDAM. Disamping itu, atas ijin Direktorat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat DPPM
Universitas Islam Indonesia UII Yogyakarta, dalam laporan ini juga dimasukkan sebagian hasil penelitian yang terdapat dalam prosiding seminar nasional yang
diselenggarakan oleh DPPM UII Yogyakarta. Hasil penelitian BPTP Yogyakarta adalah 1 Rehabilitasi Lahan Pasca
Erupsi Gunung Merapi melalui Penanaman Sayuran dan 2 Penanaman Jagung Rapat untuk Penyediaan Pakan Ternak Pasca Erupsi Merapi. Untuk penelitian
yang dilakukan PUM adalah 1 Gunung Merapi: the active volcano dan 2 Drinking water Combined With Energy. Adapun hasil penelitian DPPM UII Yogyakarta
berupa: 1 Bangkit Cangkringan: Rancangan Strategi Recovery Industri Kecil Menengah Korban Erupsi Merapi, 2 Analisis Dampak Bencana Merapai terhadap
Aktivitas Industri di Kawasan Cangkringan, 3 Kebijakan Pembiayaan pada
UMKM untuk
Pemulihan Ekonomi
Pasca Erupsi
Merapi, 4
Recovery Pengembangan Wisata Pasca Bencana Erupsi Merapi di Kawasan Kabupaten
Sleman, 5 Pemulihan masyarakat Korban Erupsi Merapi melalui Pengadaan Tanaman Obat Keluarga TOGA sebagai bagian dari program Disaster Recovery
Planning DRP Tahun 2010, dan 6 Potensi Pemanfaatan Lahan Kawasan Merapi sebagai Sentra Industri Minyak Atsiri.
Beberapa hasil penelitian: a
Sektor pertanian: rehabilitasi lahan pasca erupsi gunung Merapi yang dilakukan di Dusun Kopeng, Kepuharjo, Cangkringan dapat dilakukan
dengan penanaman tanaman bayam, sawi, kangkung, dan daun bawang.
123 Profil Bappeda 2015
Pupuk yang digunakan berupa pupuk kandang dengan dosis 5 tonha, 10 tonha, 15 tonha dan tanpa pupuk kandang, selain itu juga menggunakan
pupuk kimia dengan dosis yang sama pada semua perlakuan. Pengolahan tanah dengan mencampur abu dan pasir yang berada dibawahnya, serta
diberi pupuk sesuai perlakuan. Hasil tertinggi diperoleh pada dosis pemupukan pupuk kandang 15 tonha yang dapat menghasilkan produksi
bayam 10,27 kg 35 hari, 1 kali panen, sawi 15,98 kg 35 hari, 1 kali panen, kangkung 17,80 kg 60 hari, 2 kali panen dan daun bawang 4,46
kg 80 hari, 1 kali panen. Adapun hasil analisis usahatani dengan luasan 250 m2 diperoleh keuntungan untuk satu kali panen pada tanaman bayam
sebesar Rp745.500,00; pada tanaman sawi Rp1.039.500,00; pada tanaman daun bawang Rp 566.500,00; dan pada tanaman kangkung dengan dua kali
panen sebesar Rp 1.471.000,00. b
Sektor pariwisata: untuk pengembangan pariwisata di lereng Merapi pasca erupsi tahun 2010 dapat dilakukan dengan cara:
1 Keberadaan
organisasi tunggal
untuk pemasaran
pariwisata bersama dengan lingkup wilayah 5 lima kabupatenkota di DIY.
2 Menciptakan Merapi sebagai “branded icon”
3 Memperluas travel dialog
4 Memperbaiki “Guidebook Tourism Sleman”
5 Mengembangkan “airport welcome” dengan menggunakan alat visual
banner, informasi faktual selebaran, dan pemberi informasi 6
Penyederhanaan struktur desa wisata 7
Mendirikan monumen memorial di pusat Desa Kinahrejo 8
Adanya “calendar event” untuk kegiatan seremonial dan kegiatan desa wisata
9 Menyebarkan informasi obyek wisata ke level nasional
10 Mengembangkan ‘’newsletter” yang informatif.
c Sektor industri: untuk pemulihan ekonomi masyarakat di sektor industri,
diperlukan permodalan dan pendampingan pada pelaku industri untuk memperbaiki sarana produksi atau membuka jenis usaha baru. Tingkat
kerusakan pada sektor industri di wilayah Cangkringan mencapai hampir 50 dengan kelompok industri yang terkena dampak terbesar pada jenis
124 Profil Bappeda 2015
industri makanan dan industri batupasir. Ada dua potensi industri yang bisa dikembangkan pasca erupsi yaitu industri yang diolah dari bahan dasar
batu dan pasir seperti batako dan cobek serta industri gula kelapa.
4. Penyusunan ICOR 2011
Salah satu indikator yang bisa digunakan untuk evaluasi dan perencanaan yang berkaitan dengan investasi adalah Incremental Capital Output Ratio ICOR.
Kegiatan penyusunan Indikator Ekonomi Daerah di Kabupaten Sleman Tahun Anggaran 2011 ini dimaksudkan untuk menghitung besaran ICOR di Kabupaten
Sleman sebagai bahan pertimbangan dalam penentuan pencapaian target
pertumbuhan ekonomi maupun capaian pembangunan pada umumnya. Hasil kajian penyusunan indikator ekonomi ICOR Kabupaten Sleman Tahun
2011 adalah sebagai berikut : a
Pada tahun 2010 perekonomian Kabupaten Sleman tumbuh sebesar 4,49 persen dengan sektor-sektor yang menjadi andalan adalah Sektor
Perdagangan, Hotel dan Restoran yang memberikan konstribusi sebesar 22,76 persen, Sektor Jasa-jasa sebesar 18,80 persen, Sektor Industri
Pengolahan sebesar 14,16 persen, dan Sektor Pertanian sebesar 13,02 persen.
b Berdasarkan harga konstan 2000, perkembangan nilai investasi di
Kabupaten Sleman selama lima terakhir terus mengalami peningkatan meski dengan laju pertumbuhan yang kurang menggembirakan, bahkan
pada tahun 2010 hanya mampu tumbuh 2,10 persen. Perkembangan investasi PMA dan PMDN selama tiga tahun terakhir juga mengalami
penurunan akibat faktor ekonomi global dan nasional. c
Dari hasil perhitungan diperoleh dugaan koefisien ICOR Kabupaten Sleman tahun 2010 sebesar 8,69 lebih tinggi dari rata-rata ICOR Provinsi DIY
sebesar 7,93 persen dan ICOR nasional pada tahun yang sama sebesar 4,43 persen. Secara sektoral nilai ICOR dapat dikelompokkan menjadi tiga
kategori. Pertama, ICOR negatif, yakni Sektor Pertanian dan Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran khususnya Subsektor Hotel yang
memiliki nilai ICOR masing-masing -46,28 dan -4,49. Kedua, yakni sektor dan subsektor yang tercatat memiliki nilai ICOR tinggi dua digit, meliputi
125 Profil Bappeda 2015
Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih seluruh subsektor, Pengangkutan dan Komunikasi Subsektor Pengangkutan dan Sektor Jasa-jasa Subsektor
Pemerintahan Umum. Ketiga, sektor dan subsektor dengan nilai ICOR rendah efisien, yang meliputi: Sektor Pertanian Subsektor Perikanan,
Sektor Pertambangan dan Penggalian, Sektor Industri Pengolahan, Sektor Perdagangan Hotel dan Restoran Subsektor Perdagangan Besar dan
Eceran dan Restoran, Sektor Pengangkutan dan Komunikasi Subsektor Komunikasi, Sektor Keuangan, dan Sektor Jasa-jasa Subsektor Swasta.
d Dengan skenario proyeksi pertumbuhan ekonomi, bahwa PDRB akan
tumbuh moderat berada pada kisaran 5 persen maka nilai ICOR lima tahun ke depan diprediksi masih berada pada kisaran 7 – 9 persen dengan
kebutuhan investasi 2,49 – 2,82 trilyun rupiah per tahun. e
Secara umum pelaku usaha kegiatan perdagangan dan non perdagangan optimis akan adanya peningkatan omzet dan jumlah produksi, yang disertai
oleh peningkatan permintaan relatif jika dibandingkan tahun sebelumnya. Namun demikian, persepsi pelaku usaha untuk menambah investasi
pembentukan modal relatif tetap jika dibanding tahun sebelumnya. Pelaku usaha juga memandang masih terdapat kendala dalam melakukan
investasi, diantaranya adalah kesulitan modal dan masalah pemasaran.
Rekomendasi
1. Nilai ICOR Kabupaten Sleman secara total yang tinggi mencerminkan
inefisiensi kinerja investasi yang kurang baik dan sekaligus kebutuhan akan investasi yang tinggi. Untuk itu, kebutuhan investasi bisa ditopang oleh
dunia usaha mengingat keterbatasan anggaran pemerintah. Merespon hal tersebut maka, iklim usaha yang kondusif dan serangkaian kebijakan dan
aturan maupun
prosedur yang
terkait dengan
investasi untuk
disederhanakan. 2.
Mengendalikan perencanaan
dan pengembangan
investasi secara
konsisten dan sistematis dalam rangka memperbaiki kinerja unit-unit kerja terkait di lingkungan Pemerintah Kabupaten Sleman yang menangani
pengembangan investasi. Jika dipandang perlu, untuk merealisasikan target pencapaian investasi pada sektor tertentu yang dilandasi oleh implementasi
126 Profil Bappeda 2015
Rencana Aksi Pengembangan Investasi dapat dibuat business map peluang investasi beserta bentuk-bentuk dukungan dari Pemerintah
Kabupaten termasuk aspek perizininan dan insentif. 3.
Pilihan terhadap sektor dan subsektor investasi dengan terlebih dahulu mempertimbangkan
indikator seperti
ICOR, serapan
tenaga kerja,
keterkaitan ke hulu dan hilir serta kepemilikan sumberdaya resource endowment penting untuk dilakukan. Namun demikian, bukan berarti
meninggalkan atau menegasikan sektor dan subsektor yang tidak memenuhi kriteria dalam indikator-indikator yang digunakan.
4. Peran Investasi pemerintah melalui pengeluaran pembangunan dapat lebih
difokuskan kepada pembenahan infrastruktur dan kelembagaan guna menunjang iklim investasi yang baik serta mereduksi munculnya potensi
ekonomi biaya tinggi. Di samping itu, perlu diakomodir berbagai skema kerjasama pemerintah swasta public private partnership dalam investasi
penyediaan barang-barang publik sebagai upaya mengatasi keterbatasan anggaran pemerintah.
5. Terhadap sektor-sektor yang memenuhi kriteria, Nilai ICOR, kontribusi
terhadap PDRB, serapan tenaga kerja, ketersediaan sumberdaya, sebagai beikut:
a. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran
Mengembangkan Obyek dan Daya Tarik Wisata ODTW,
termasuk recovery kawasan Kaliurang.
Mengembangkan pemasaran pariwisata
Meningkatkan kapasitas pedagang pasar tradisional
Meningkatkan penataan pasar umum b.
Sektor Pertanian
Mengembangkan sektor pertanian ke arah usaha agribisnis dengan memperkuat sistem pertanian tanaman pangan,
peternakan, perikanan, kehutanan, dan perkebunan dalam artian luas
Meningkatkan
ketahanan pangan
daerah melalui
penganekaragaman sumber daya pangan lokal, peningkatan
127 Profil Bappeda 2015
produksi hasil tanaman pangan dengan penerapan teknologi tepat guna
Meningkatkan penerapan teknologi tepat guna dibidang
pertanian, perkebunan. peternakan, dan perikanan
Meningkatkan sarana dan prasarana tanaman pangan, kehutanan, perkebunan, peternakan, dan perikanan
Meningkatkan
pemasaran hasil
produksi pertanian,
perkebunan, peternakan, dan perikanan
Mengembangkan budidaya perikanan air tawar melalui pengembangan dan pengelolaan kawasan minapolitan
c. Sektor Industri Pengolahan
Meningkatkan kapasitas manajemen produksi, pemasaran,
keuangan, SDM UMKM dan di sentra IKM
Mengembangkan sentra-sentra industri potensial
Mengembangkan industri yang menghasilkan input bagi sektor pertanian,dan pengolahan pasca panen pembibitan,
pembenihan, rekayasa, pengembangan makanan olahan.
Mengembangkan Industri Kecil dan Menengah IKM yang berorientasi ekspor dan banyak menyerap tenaga kerja
Meningkatkan sarana dan prasarana bidang perindustrian dan
perdagangan
5. Kajian Perencanaan Ketenagakerjaan Daerah Kabupaten Sleman
Dokumen Perencanaan Ketenagakerjaan Daerah merupakan hasil analisis dan
potret situasi
ketenagakerjaan, permasalahan
dan karakteristik
ketenagakerjaan pada saat ini serta prediksinya di masa mendatang. Dokumen ini diharapakan menjadi acuan dalam perencanaan pembangunan ketenagakerjaan.
Selanjutnya dalam pelaksanaannya, pembangunan ketenagakerjaan dapat
berkesinambungan dan sejalan dengan perencanaan tenaga kerja provinsi maupun nasional. Perencanaan Ketenagakerjaan Daerah dijabarkan dalam
perencanaan program dan kegiatan pembangunan ketenagakerjaan sebagai bentuk dari peta pembangunan ketenagakerjaan daerah, serta sebagai acuan
128 Profil Bappeda 2015
dalam penentuan
indek pembangunan
ketenagakerjaan sebagai
ukuran keberhasilan pembangunan ketenagakerjaan.
Pembangunan bidang ketenagakerjaan bukan hanya menjadi tanggung jawab Dinas Tenaga Kerja, Sosial dan Transmigrasi semata, tetapi hal ini menjadi
tanggung jawab bersama semua pihak baik pemerintah dalam hal ini pemerintah daerah, dunia usaha, masyarakat dan lembaga ketenagakerjaan. Secara makro
permasalahan ketenagakerjaan yang muncul adalah rendahnya tingkat partisipasi angkatan kerja, tingginya angka pengangguran, pertumbuhan kesempatan kerja
yang lebih lambat dibandingkan dengan pertumbuhan tenaga kerja. Secara mikro permasalahan yang muncul adalah unskill labor tenaga kerja tidak terampil
termasuk mismatch antara output dunia pendidikan dengan pasar tenaga kerja, rendahnya produktifitas dan perlindungan tenaga kerja. Supaya berbagai
permasalahan ketenagakerjaan yang muncul bisa diminimalisir, maka salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan melakukan perencanaan pembangunan
ketenagakerjaan yang lebih baik, terkoordinasi dan memperhatikan kondisi data existing ketenagakerjaan yang ada baik makro maupun mikro.
Indeks Pembangunan Ketenagakerjaan merupakan salah satu ukuran keberhasilan pemerintah daerah dalam melaksanakan Pembangunan dibidang
Ketenagakerjaan. Alat ukur yang digunakan terdiri dari 9 Sembilan Indikator Utama meliputi :
a Perencanaan Tenaga Kerja
b Penduduk dan Tenaga Kerja
c Kesempatan Kerja
d Pelatihan dan Kompetensi Kerja
e Produktivitas Tenaga Kerja
f Hubungan Industrial
g Kondisi Lingkungan Kerja
h Pengupahan dan Kesejahteraan Pekerja
i Jaminan Sosial Tenaga Kerja
Masing-masing indikator utama kemudian dijabarkan dalam sub indikator Sesuai dengan data yang tersedia di Kab. Sleman, indeks pembangunan
ketenagakerjaan di Kabupaten masuk dalam kategori sedang atau menegah. Beberapa indikator utama yang memberikan sumbangan besar pada pencapaian
129 Profil Bappeda 2015
nilai indeks adalah perencanaan tenaga kerja, penduduk dan tenaga kerja, kesempatan kerja, pelatihan dan kompetensi kerja serta jaminan sosial tenaga
kerja. Sesuai dengan hasil pencapaian indeks pembangunan ketenagakerjaan
tersebut, ditindaklanjuti dengan penyusunan peta pembangunan ketenagakerjaan sebagai dasar pembangunan ketenagakerjaan yang dijabarkan dalam program
dan kegiatan ketenagakerjaan dijabarkan dalam bentuk matrik program aksi perencanaan tenaga kerja.
Sesuai dengan program aksi prioritas dalam rangka mendukung strategi kebijakan, beberapa kegiatan pendukung yang harus segera disusun dan
diimplementasikan antara lain : a
Penyusunan sistem Informasi manajemen ketenagakerjaan. Informasi merupakan hal yang paling penting dalam pengembangan potensi
masyarakat termasuk dalam hal tenaga kerja. Dengan SIM yang mantap dan aplikatif maka akan terjadi simetris informasi antara masyarakat
dengan pemerintah dalam peningakatan pelayanan tenaga kerja b
Program perluasan
dan pengembangan
kesempatan kerja
melalui penempatan tenaga kerja antar propinsi wilayah dan antar negara melalui
sosialisasi intens dengan masyarakat c
Peningkatan kemampuan tenaga kerja melalui pelatihan – pelatihan dengan BLK maupun LPK pada tingkat kabupaten, propinsi atau bahkan dalam
skala nasional. d
Program perlindungan ketenagakerjaan antara lain dengan pengembangan hubungan industrial yang terbina dan selalu terkontrol agar tidak
menimbulkan masalah yang berkepanjangan khususnya yang berkaitan dengan hak – hak dan kewajiban tenaga kerja baik itu UMK, jaminan
kesejahteraan dan kesehatan bagi tenaga kerja maupun hubungan persyaratan ketenagakerjaan sehingga tidak memunculkan skema tenaga
kerja yang merugikan salah satu pihak misalnya dengan out sourching atau tenaga kontrak.
130 Profil Bappeda 2015
6. Perencanaan Pengembangan Ketenagakerjaan Rencana Aksi Daerah
Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk bagi Anak RAD PBTA
Dokumen ini
memuat rumusan
kebijakan dan
rencana strategis
penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk bagi anak sebagai upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia Kabupaten Sleman.
Sejak tahun 2011, Kabupaten Sleman diproyeksikan menjadi Kabupaten Layak Anak dan telah berhasil memperoleh penghargaan sebagai Kabupaten
Layak Anak KLA. Berdasarkan Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak No. 11 Tahun 2011, KLA adalah kabupatenkota yang
mempunyai sistem pembangunan berbasis hak anak melalui pengintegrasian komitmen dan sumberdaya pemerintah, masyarakat dan dunia usaha yang
terencana secara menyeluruh dan berkelanjutan dalam kebijakan, program dan kegiatan untuk menjamin terpenuhinya hak anak. Untuk itu diperlukan kajian
mengenai pekerja anak di Kabupaten Sleman agar bisa dirumuskan strategi dan kebijakan yang bertujuan untuk menghapus bentuk-bentuk pekerjaan terburuk
bagi anak. Diharapkan anak di Sleman sebagai generasi masa depan bisa berkembang dan memiliki bekal pengetahuan dan pengalaman yang baik dan
mencukupi sehingga kedepan bisa menjadi sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing tinggi.
Hasil analisis: a
Hasil analisis data sekunder dan data primer ditemukan kondisi dan bentuk- bentuk pekerja anak di Kabupaten Sleman didominasi oleh pekerjaan-
pekerjaan yang termasuk kategori sektor berbahaya dan terburuk bagi anak-anak. Temuan data sekunder mencerminkan pekerja anak mayoritas
laki-laki, berumur 16-18 tahun dan 13-15 tahun, serta bekerja secara serabutan. Temuan data primer mencerminkan pekerja anak mayoritas laki-
laki, berumur 14-17 tahun, bahkan ditemukan pekerja anak berumur 12 tahun,
pendidikan tertinggi
lulus SMP,
serta bekerja
di sektor
konstruksibangunan, industri rumah tangga, dan jalanan. Pekerja anak di sektor konstruksibangunan umumnya bekerja sebagai buruh bangunan
atau laden, di sektor industri rumah tangga umumnya bekerja sebagai karyawan, di jalanan umumnya bekerja sebagai pengamen. Hasil survey
131 Profil Bappeda 2015
yang menunjukkan orang tua pekerja anak umumnya petani, buruh tani, dan tukang bangunantukang kayu mempunyai konsistensi dengan temuan
data sekunder, khususnya jenis pekerjaan KK miskin yang didominasi oleh petani, buruh tani, dan buruh bangunan atau laden. Lebih lanjut, hasil
survey menunjukkan alasan bekerja mayoritas karena kemauan sendiri, sedangkan penggunaan penghasilan mayoritas untuk memenuhi kebutuhan
sendiri yang biasanya bersifat konsumtif, seperti pembelian dan operasional handphone.
b Faktor penyebab muncul dan berkembangnya pekerja anak mencakup
faktor ekonomi, faktor sosial budaya, faktor pendidikan, dan faktor kebijakan. Analisis menemukan inti permasalahan dari faktor penyebab
ekonomi adalah kondisi keluarga yang miskin; adanya peluang bagi anak untuk bekerja; serta adanya pihak-pihak yang bertujuan mempekerjakan
dan mengeskploitasi
anak secara
ekonomis. Sementara
itu inti
permasalahan dari faktor penyebab sosial budaya adalah melemahnya peran dan fungsi kontrol sosial masyarakat; adanya nilai, persepsi, dan
budaya lama yang tidak mendukung pemenuhan hak anak; serta gaya hidup dan pergaulan yang menyebabkan anak berpikir pragmatis. Inti
permasalahan dari faktor penyebab pendidikan adalah kurangnya motivasi anak untuk mengikuti pendidikan serta lingkungan sekolah yang kurang
ramah anak. Sedangkan inti permasalahan dari faktor penyebab kebijakan adalah adanya celah regulasi yang membolehkan anak untuk bekerja serta
lemahnya pengawasan dan penegakan regulasi di bidang ketenagakerjaan anak.
c Kebijakan, program, dan kegiatan untuk mengatasi permasalahan pekerja
anak di Kabupaten Sleman belum terintegrasi dan belum dilakukan secara komprehensif karena masing-masing pemangku kepentingan stakeholder
masih jalan sendiri-sendiri atau belum ada kesamaan persepsi dan tindakan dalam Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk
Anak PBTA.
Rekomendasi
a Berdasarkan temuan profil pekerja anak di Kabupaten Sleman yang bekerja
pada pekerjaan-pekerjaan yang termasuk kategori sektor berbahaya dan terburuk bagi anak, maka perlu adanya kebijakan yang tidak hanya karitatif
132 Profil Bappeda 2015
atau yang bersifat solusi sesaat seperti memadamkan kebakaran, tetapi harus diambil kebijakan yang bersifat pencegahan atau preventif terhadap
muncul dan berkembangnya pekerja anak. b
Kebijakan, program,
dan kegiatan
untuk mengatasi
muncul dan
berkembangnya pekerja anak di Kabupaten Sleman harus memperhatikan akar penyebab permasalahan pekerja anak dan inti permasalahan untuk
masing-masing faktor penyebab agar kebijakan, program, dan kegiatan yang ditempuh tepat sasaran.
Dalam rangka mewujudkan Sleman Zona Bebas Pekerja Anak SZBPA, perlu dirumuskan Peraturan Daerah Perda tentang larangan mempekerjakan
anak yang akan menjadi landasan untuk mengintegrasikan seluruh kebijakan, program, dan kegiatan dari berbagai pemangku kepentingan stakeholder, seperti
SKPD, pelaku bisnis, dan masyarakat
7. Perencanaan Pengembangan Investasi
Dokumen ini berisi perencanaan strategis untuk pengembangan investasi di Kabupaten Sleman sebagai upaya meningkatkan kapasitas perekonomian daerah
yang disesuaikan dengan potensi, kondisi, dan karakteristik lokal. Perencanaan diarahkan pada pengembangan investasi apa yang tepat bagi Kabupaten Sleman.
Untuk tujuan ini pengembangan investasi di Kabupaten Sleman akan disesuaikan dengan hasil evaluasi tingkat inklusifitas masing-masing sektor ekonomi yang
sebelumnya akan dirumuskan dalam kajian ini. Inklusifitas tersebut ditandai dengan luas dan signifikannya dampakkontribusi dari suatu sektor ekonomi bagi
peningkatan perekonomian
daerah, kemanfaatan
bagi masyarakat
dan lingkungan.
Berdasarkan hasil analisis data sekunder, data primer dan temuan dilapangan serta berdasarkan hasil FGD Focus Group Discussion bersama
stakeholders dan responden expert kajian ini memberikan kesimpulan sebagai berikut :
a Inklusivitas dalam pengembangan investasi di Kabupaten Sleman untuk
instrumen indikator makro didasarkan pada parameter rata-rata share sektoral terhadap PDRB, rata-rata share sektoral terhadap penyerapan
tenaga kerja dan rata-rata share sektoral terhadap PAD.
133 Profil Bappeda 2015
b Inklusivitas dalam pengembangan investasi di Kabupaten Sleman untuk
instrumen indikator mikro didasarkan pada 6 enam parameter sebagai berikut:
1 Tingkat pemanfaatan potensi lokal bahan baku, produk, dll
2 Serapan tenaga kerja lokal
3 Rantai distribusi
4 Kemampuan menumbuhkan pelaku usaha pendukung
5 Dampak lingkungan
6 Alokasi CSRkemanfaatan pada masyarakat
c Inklusivitas
dalam pengembangan
investasi di
Kabupaten Sleman
didasarkan pada indikatro makro, data pengamatan di lapangan, kuesioner, FGD dan indikator mikro, maka dapat disimpulkan bahwa :
1 sektor yang dapat dikatagorisasi inklusif adalah sektor jasa-jasa
2 Sektor yang potensial inklusif adalah sektor PHR Perdagangan,
Hotel dan
Restoran, sektor
pertanian dan
sektor industri
pengolahan. 3
Sektor yang tidak potensial inklusif adalah sektor bangunan.
Berdasarkan hasil
pembahasan dan
kesimpulan, maka
kajian ini
merekomendasikan beberapa hal yaitu : a
Secara makro perencanaan pengembangan investasi daerah, khususnya di Kabupaten Sleman perlu dibedakan antara sektor yang bersifat inklusif,
sektor yang potensial inklusif dan sektor yang tidak inklusif. b
Kebijakan investasi yang perlu dikembangkan hendaknya diarahkan pada sektor-sektor prioritas dan diarahkan untuk sektor-sektor yang potensial
inklusif, yang meliputi : sektor pertanian, sektor pengolahan dan sektor PHR Perdagangan, Hotel dan Restoran.
c Kebijakan untuk sektor yang inklusif yaitu sektor jasa-jasa, khususnya jasa-
jasa yang disediakan oleh pemerintah, maka kebijakan yang perlu dilakukan adalah peningkatan pelayanan, peningkatan fasilitas dan
jangkauan pelayanan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. d
Kebijakan untuk sektor yang tidak inklusif yaitu sektor bangunan adalah
perlu adanya regulasi dan pelaksanaan SOP perizinan IMB yang tegas,
Kebijakan pengetatan regulasi RTRW, Perizinan IMB, pemberlakuan
134 Profil Bappeda 2015
Infrastruktur air, daya dukung jalan, listrik, fasum, fasos dalam pengembangan sektor ini.
8. Rencana Aksi Daerah Pengentasan Pengangguran
Dari jumlah angkatan kerja di tahun 2014 yang mencapai 560.772 orang, sebanyak kurang lebih 6.17 nya menganggur, untuk itulah perlu dirumuskan
rencana aksi yang tepat dan solutif berdasarkan inti permasalahan dari pengangguran itu sendiri. Dalam perumusan Rencana Aksi Daerah Pengentasan
Pengangguran, survey telah dilakukan terhadap 170 orang pencari kerja penganggur dan 36 perusahaan yang ada di Kabupaten Sleman. Dari kajian,
dirumuskan beberapa
poin mengenai
penyebab dan
profil penganggur,
diantaranya: Dari sisi penganggur, para penganggur yang disurvey dapat diklasifikasikan
kedalam 2 kelompok berdasarkan usia dan minat, yaitu pertama, kelompok usia 33 tahun yang minatnya didominasi untuk menjadi tenaga kerja sebesar 84 dan
menjadi wirausahawan sebesar 16, dan kedua, kelompok usia ≥ 33 tahun yang
minatnya didominasi untuk menjadi wirausahawan sebesar 65.2 dan menjadi tenaga kerja sebesar 34.8. 86 dari penganggur yang ada merupakan
penganggur terdidik, dan 33.96 keluarga responden merupakan keluarga miskin. Adapun penyebab utama dari munculnya pengangguran adalah motivasi yang
rendah dari para penganggur, mentalitas tidak siap kerja, tingkat keterampilan yang rendah, terlalu memilih pekerjaan, stereotype keluarga dan lingkungan,
tingkat pendidikan relatif rendah dan adanya keinginan untuk berwirausaha. Untuk
melengkapi sudut
pandang mengenai
penyebab terjadinya
pengangguran, diidentifikasi pula penyebab pengangguran dari sisi perusahaan, dimana diantaranya adalah; ketidaksesuaian gaji, habis kontrakPHK, tingginya
persaingan untuk mendapatkan kesempatan kerja, ketidaksesuaian antara pekerjaan dengan kualifikasi dan keahlian pencari kerja, informasi lowongan kerja
yang terbatas, sampai masalah lokasi kerja yang jauh dan kesulitan transportasi bagi para pencari kerja.
Dari identifikasi penyebab dan permasalahan penganggur inilah kemudian dirumuskan alternatif solusi untuk menangani penyebab dan permasalahan
mendasar tersebut. Adapun strategi dan program yang dirumuskan untuk
135 Profil Bappeda 2015
mengatasi permasalahan pengangguran di Kabupaten Sleman, diantaranya ; penguatan karakter calon tenaga kerja melalui character building dan future
orientation bagi siswa dan lulusan SMUSMK, pembentukan Unit Latihan Kerja yang akan bekerjasama dengan perusahaan dan LPK, untuk melaksanakan
pelatihan kerja berbasis real job desc, pembentukan Tempat Uji Kompetensi TUK untuk melaksanakan standarisasi dan sertifikasi tenaga kerja yang dilatih,
pengembangan Sistem Informasi lowongan kerja dan usaha serta database pencari kerja di tingkat desa, pembentukan Balai Latihan Kerja BLK Career
Center, pembentukan, pendampingan dan pembinaan kelompok pencari kerja dan usaha pemula, fasilitasi pembukaan akses bantuan bagi usaha kecil dan pemula
melalui Corporate Social Responsibility, intensifikasi bursa kerja khusus bagi masyarakat Sleman dan lulusan BLK, serta analisis kebutuhan infrastruktur dan
aksesibilitas di kawasan peruntukkan industri guna pengembangan infrastruktur dan aksesibilitas di kawasan peruntukkan industri.
Strategi dan program tersebut diatas akan dilaksanakan selama 5 tahun kedepan, mulai dari tahun 2017 sampai dengan 2021. Diharapkan melalui
program-program yang bersifat inovatif dan solutif tersebut pengangguran di Sleman dapat berkurang secara signifikan, dan peningkatan kualitas dan daya
saing SDM di Sleman dapat tercapai.
9. Penyusunan Rencana Pengembangan Investasi Berbasis Sektor
Potensial Inklusif
Investasi inklusif adalah investasi yang memberikan manfaat yang besar kepada semua stakeholder baik investor itu sendiri, pemerintah dan terutama masyarakat,
selain itu juga tidak memberikan dampak negative bahkan mampu memberikan dampak positif bagi kelestarian lingkungan.
Dari hasil kajian diperoleh data dan informasi mengenai kondisi dan tingkatan inklusifitas 3 sektor potensial inklusif di Kabupaten Sleman, yaitu Sektor
Pertanian, Sektor Perdagangan Hotel dan Restoran, serta Sektor Industri Pengolahan sebagaimana telah dirumuskan pada kajian terdahulu. Untuk
menyusun RAD, digunakan 2 analisis yaitu pertama, analisis gap antara kondisi ideal inklusif dengan kondisi yang ada dilapangan untuk masing-masing sektor,
yang kemudian dirumuskan akar permasalahannya, baru kemudian dirumuskan strategi, kebijakan program dan kegiatan untuk mengatasi akar masalah dan
136 Profil Bappeda 2015
mengurangi gap antara kondisi ideal dengan kondisi riil sektoral. Analisis gap ini dapat dilakukan karena untuk pengukuranparameternya digunakan parameter
mikro inklusifitas yang terdiri dari 7 parameter, yaitu; tingkat pemanfaatan dan kemanfaatan produk dan bahan baku lokal, tingkat pemanfaatan tenaga kerja
lokal, tingkat pemberdayaan supplier dan distributor lokal, tingkat kemampuan menumbuhkembangkan usaha pendukung dan sekitar, tingkat kontribusi terhadap
kelestarian dan penataan lingkungan, tingkat dukungan terhadap pembangunan masyarakat sekitar dan tingkat kontribusi dalam mendorong kinerja perekonomian
lokal. Analisis kedua adalah analisis isu strategis sektoral yang berhubungan erat
dengan kinerja sektoral, setelah diidentifikasi akar permasalahan dan kondisinya, baru kemudian dirumuskan strategi, kebijakan, program dan kegiatan guna
mengatasi permasalahan tersebut. Untuk memperoleh data dan informasi dalam perumusan kajian ini, dilakukan survey dan in depth interview dengan lebih dari 20
perusahaan di ketiga sektor potensial inklusif yang ada di Kabupaten Sleman. Untuk merumuskan strategi, kebijakan, program dan kegiatan, dilakukan melalui
FGD, in-depth interview dan diskusi intensif dengan SKPD dan pelaku investasi yang ada di Kabupaten Sleman.
Untuk menentukan tingkatan inklusifitas, dirumuskan besaran nilai dengan rentang antara 0 35 dikategorikan rendah, 35 – 65 dikategorikan sedang,
dan 65 dikategorikan tinggi tingkat inklusifitasnya. Dari hasil penenlusuran, diketahui bahwa Sektor Pertanian memiliki tingkat inklusifitas yang relatif tinggi,
dengan skor 66,66. Tingkat inklusifitas di Sektor Pertanian masih dapat ditingkatkan dengan berbagai rumusan program dan kegiatan diantaranya;
peningkatan link and match antara permintaan dan produksi bahan baku dan produk pertanian, pengembangan komoditi pertanian dengan value added tinggi,
peningkatan pengolahan paska panen, fasilitasi branding dan kerjasama antara kelompok tani dengan pelaku distribusi dan pemasaran baik di dalam maupun luar
negeri, optimalisasi CSR ke Sektor Pertanian, pengembangan teknologi tepat guna, rekayasa genetika dan peningkatan kuantitas dan kualitas SDM pertanian
khususnya generasi muda. Untuk mengatasi isu strategis di Sektor Pertanian, dirumuskan beberapa kebijakan, strategi, program dan kegiatan diantaranya;
pengembangan kawasan pertanian organik dan agrowisata, pengembangan kawasan
pertanian dengan komoditi yang memiliki value
added tinggi,
137 Profil Bappeda 2015
pengembangan kawasan minapadi dan ugadi, peningkatan investasi perbenihan hortikulutra,
land banking
dan penyelamatan
lahan rawan
alih fungsi,
pengembangan program “Aku Bangga Jadi Petani” dan pengembangan sistem informasi pasokan dan jaringan pemasaran produk pertanian unggulan.
Untuk Sektor PHR, skor tingkatan inklusifitas sebesar 54,52 atau tergolong kategori sedang, dimana nilai yang relative lebih rendah adalah untuk
tingkat pemberdayaan
supplier dan
distributor lokal,
kontribusi terhadap
lingkungan dan pemanfaatan produk dan bahan baku lokal. Adapun kebijakan, strategi, program dan kegiatan yang dirumuskan untuk meningkatkan inklusifitas
Sektor PHR antara lain; peningkatan serapan produk dan bahan baku lokal melalui regulasi, peningkatan serapan tenaga kerja lokal melalui kerjasama pelatihan dan
rekrtumen antara Pemerintah Daerah dengan Sektor PHR, penciptaan sinergi dan penumbuhan usaha pendukung dan usaha lain di sekitar hotel, penegakan
regulasi terkait dengan penggunaan ABT dan Ruang Terbuka Hijau serta peningkatan CSR bagi pembangunan masyarakat sekitar. Untuk mengatasi
permasalahan dalam isu strategis, dirumuskan kebijakan, strategi, program dan kegiatan diantaranya; peningkatan kapasitas pasar dan toko tradisional,
penetapan kawasan untuk PHR, penanganan permasalahan sosial di kawasan sekitar PHR dan peningkatan penggunaan PDAM bagi PHR.
Untuk Sektor Industri Pengolahan, nilai inklusifitasnya sebesar 48,76 dan tergolong kategori sedang. Nilai rendah di sektor ini terletak pada tingkat
pemberdayaan supplier dan distributor lokal, tingkat kontribusi dalam mendorong kinerja
perekonomian lokal,
kemampuan menumbuhkembangkan
usaha pendukung dan sekitar, pemanfaatan bahan baku, produk dan tenaga kerja lokal.
Adapun kebijakan, strategi, program dan kegiatan untuk meningkatkan inklusifitas di sektor ini antara lain; peningkatan serapan produk dan bahan baku lokal melalui
peningkatan kapasitas produsen, supplier dan distributor produk dan bahan baku lokal, penciptaan sinergi antara sektor ini dengan sektor lain melalui kerjasama
lintas sektor, peningkatan serapan tenaga kerja lokal melalui peningkatan kapasitas SDM dan sebaran informasi sampai tingkat desa, penataan industri ke
kawasan peruntukkan industri, peningkatan inovasi, daya saing dan kerjasama pengembangan industri lokal. Untuk mengatasi permasalahan dalam isu strategis
sektoral, dirumuskan kebijakan, strategi, program dan kegiatan diantaranya pengembangan infrastruktur di kawasan peruntukkan industri dan sentra industri,
138 Profil Bappeda 2015
pengembangan cluster berbasis IT, dan peningkatan sinergi antara industri
menengah besar dengan industri kecil dan mikro yang ada di Kabupaten Sleman. Kesemua kebijakan, strategi, program dan kegiatan tersebut kemudian
dijabarkan ke dalam RAD selama 5 tahun mulai dari tahun 2017 – 2021. Untuk menjamin keberlangsungan program, rencananya RAD tersebut akan dituangkan
kedalam Instruksi Bupati sehingga memudahkan koordinasi dan sinkronisasi program dan kegiatan di SKPD.
10. Rencana Aksi Pengembangan Desa Wisata
Desa wisata adalah suatu wilayah dengan luasan tertentu dan memiliki potensi keunikan daya tarik wisata yang khas dengan komunitas masyarakatnya
yang mampu menciptakan perpaduan berbagai daya tarik wisata dan fasilitas pendukungnya untuk menarik kunjungan wisatawan termasuk tumbuhnya fasilitas
akomodasi yang disediakan oleh masyarakat setempat. Tren atau kecenderungan yang signifikan pada dua dekade terakhir akan
adanya segmen pasar wisata minat khusus memberikan pengaruh kepada perkembangan desa wisata. Wisatawan dengan berbagai motivasi melakukan
perjalanan wisata ke desa wisata untuk bisa menikmati kehidupan masyarakat, berinteraksi secara aktif dalam berbagai aktivitas di lokasi desa wisata dan juga
belajar kebudayaan lokal setempat. Hal ini merupakan peluang yang sangat baik untuk dapat meningkatkan jumlah kunjungan ke Desa Wisata khususnya dan
Sleman umumnya. Untuk itu pembenahan dan peningkatan kualitas dan daya tarik Desa Wisata menjadi urgen untuk dilakukan.
Melalui penyusunan Rencana Aksi Daerah Pengembangan Desa Wisata ini, dirumuskan strategi, kebijakan dan program kegiatan prioritas yang
diperlukan untuk dapat meningkatkan kualitas dan daya tarik di Desa Wisata. Lingkup keluaran kegiatan ini adalah perumusan kebijakan, strategi, program dan
kegiatan pengembangan desa wisata di Kabupaten Sleman. Dalam RAD ini dirumuskan kebijakan, strategi, programkegiatan untuk masing-masing klasifikasi
desa yang meliputi desa wisata mandiri, desa wisata berkembang, dan desa wisata tumbuh, serta desa-desa wisata yang mendapat prioritas pengembangan.
Selain itu ditambahkan pula 1 kalsifikasi baru untuk Desa Wisata, yaitu Desa Wisata Unggulan, dimana Desa Wisata tersebut merupakan Desa Wisata yang
Berdaya Saing Internasional. Desa Wisata Unggulan tersebut harus memenuhi 6
139 Profil Bappeda 2015
kriteria yaitu; memiliki keunikan skala nasional, memiliki tingkat kunjungan yang tinggi termasuk wisatawan mancanegara, memiliki kelembagaan pengelolaan
yang kuat, memiliki brand yang cukup berkembang, memiliki keragaman atraksi dan memiliki jaringan dengan industri pariwisata, maupun industri secara umum.
Desa Wisata Unggulan tersebut diharapkan dapat menjadi brand baik di level nasional maupun internasional untuk preferensi destinasi wisata bertajuk Desa
Wisata, sehingga akan menjadi leverage bagi pengembangan dan pemasaran Desa Wisata lain yang ada di Sleman.
Tahapan tujuan yang ingin dicapai dari penyusunan Rencana Aksi Daerah ini adalah untuk meningkatkan kelas Desa Wisata, dari Desa Wisata Tumbuh
menjadi Desa Wisata Berkembang, dari Desa Wisata Berkembang menjadi Desa Wisata Mandiri, dan dari Desa Wisata Mandiri menjadi Desa Wisata Unggulan.
Secara teknis Rencana Aksi ini dibagi kedalam 4 kategori pendekatan pembangunan, yaitu pendekatan pembangunan dari sisi destinasi di Desa Wisata,
pendekatan pembangunan
dari sisi
industri, pendekatan
pembangunan pemasaran dan pendekatan pembangunan kelembagaan di Desa Wisata.
B. Subbidang Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi
Tahun 2011
1. Inflasi Kabupaten Sleman Tahun 2011
Penyusunan buku inflasi Kabupaten Sleman dilaksanakan per triwulan. Tujuan penghitunan inflasi dan IHK adalah untuk memantau gejolak perubahan
harga di sektor riil yang terjadi di masyarakat, sehingga dapat dipakai sebgai informasi dasar untuk pengambilan keputusan dan penentuan kebijakan baik
tingkat ekonomi mikro maupun makro. Inflasi Kabupaten Sleman pada tahun 2013 secara kumulatif adalah
sebesar 3,19 yang berada di bawah tingkat inflasi nasional 3,79 dan DIY 3,88. Kelompok pengeluaran yang menyumbang inflasi terbesar pada tahun 2013
adalah kelompok pengeluaran sandang sebesar 9,40, diikuti oleh kelompok pengeluaran makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau sebesar 7,07.
140 Profil Bappeda 2015
2. Indeks Gini Kabupaten Sleman Tahun 2010
Penyusunan buku indeks gini Kabupaten Sleman bertujuan untuk mengetahui distribusi dan ketimpangan pendapatan di Kabupaten Sleman pada
tahun 2013, dan dimaksudkan untuk memberikan gambaran ringkas kondisi kemiskinan penduduk Kabupaten Sleman pada tahun 2010. Indeks Gini
Kabupaten Sleman pada tahun 2010 adalah sebesar 0,3746 dan termasuk kategori moderat.
3. Produk Domestik Regional Bruto Kecamatan di Kabupaten Sleman
Tahun 2010
Maksud penyusunan buku PDRB Kecamatan adalah untuk menyediakan data PDRB Kecamatan sebagai dasar perencanaan pembangunan daerah, untuk
kepentingan penelitian maupun kepentingan lainnya. Adapun tujuannya adalah untuk mengetahui laju pertumbuhan ekonomi, struktur perekonomian daerah, serta
pendapatan per kapita di Kecamatan. Pada tahun 2010. Kecamatan Minggir, Kecamatan Prambanan, Kecamatan
Gamping, dan Kecamatan Depok merupakan kecamatan dengan tingkat pertumbuhan
di atas
6,00 persen.
Sedangkan Kecamatan
Cangkringan merupakan kecamatan dengan pertumbuhan negatif 16,72 persen dikarenakan
bencana erupsi Gunungapi Merapi.
4. Produk Domestik Regional Bruto berdasarkan Penggunaan Kabupaten
Sleman, 2006-2010
Maksud penyusunan buku PDRB menurut penggunaan adalah untuk menyediakan data PDRB sebagai dasar untuk perencanaan pembangunan
daerah, untuk kepentingan penelitian maupun kepentingan lainnya. Adapun tujuannya adalah untuk menghitung produk barang dan jasa yang digunakan untuk
tujuan konsumsi, investasi dan diperdagangkan dengan pihak luar negeri, menghitung distribusi PDRB menurut penggunaan, dan menghitung laju
pertumbuhan konsumsi, investasi, dan perdagangan luar negeri. Manfaat yang dapat diperoleh dari penyusunan buku PDRB menurut penggunaan adalah 1
mengetahui produk barang dan jasa yang digunakan untuk tujuan konsumsi, investasi dan diperdagangkan dengan pihak luar; 2 mengetahui peranan
kelembagaan dalam menggunakan barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai
141 Profil Bappeda 2015
sektor ekonomi; dan 3 mengetahui laju pertumbuhan konsumsi, investasi dan perdagangan luar negeri.
Seperti halnya dengan tahun-tahun sebelumnya, pengeluaran konsumsi rumah tangga memegang peranan penting dalam pembentukan PDRB Kabupaten
Sleman, dimana 52,78 persen PDRB Kabupaten Sleman pada tahun 2010, atau sebesar Rp 7,184 trilyun digunakan untuk keperluan konsumsi rumah tangga.
Konsumsi pemerintah pada tahun 2010 menunjukkan kenaikan sebesar Rp 383,06 milyar dibandingkan tahun sebelumnya, namun secara persentase
terhadap pembentukan PDRB menunjukkan penurunan dari 23,38 persen 2009 menjadi 23,37 persen 2010. Pada tahun 2010, sekitar Rp 6,360 trilyun digunakan
untuk pembentukan modal tetap bruto sebagai bagian dari investasi. Laju pertumbuhan pembentukan modal tetap bruto pada tahun 2011 adalah sebesar
2,10 persen.
5. Produk Domestik Regional Bruto berdasarkan Lapangan Usaha
Kabupaten Sleman, 2006-2010
Maksud penyusunan buku PDRB menurut lapangan usaha adalah untuk menyediakan data PDRB sebagai dasar perencanaan pembangunan daerah,
untuk kepentingan penelitian maupun kepentingan lainnya. Adapun tujuannya adalah untuk mengetahui laju pertumbuhan ekonomi, struktur perekonomian
daerah, serta pendapatan per kapita. Manfaat yang dapat diperoleh dari penyusunan buku PDRB menurut lapangan usaha adalah 1 mengetahui
kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu daerah; 2 mengetahui laju pertumbuhan ekonomi daerah maupun laju pertumbuhan setiap
sektor; 3 mengetahui struktur perekonomian atau peranan setiap sektor ekonomi dalam suatu daerah; dan 4 mengetahui pendapatan yang memungkinkan untuk
dinikmati oleh penduduk satu daerah pendapatan per kapita. Pada tahun 2010 kontribusi sektor tersier di Kabupaten Sleman naik dari
57,72 persen 2009 menjadi 58,19 persen 2010, sedangkan kontribusi sektor primer turun dari 14,11 persen 2009 menjadi 13,55 persen 2010 dan sektor
sekunder naik dari 28,17 persen 2009 menjadi 28,26 persen 2010. Seperti tahun sebelumnya, perekonomian di Kabupaten Sleman didominasi oleh empat
sektor, yaitu sektor perdagangan, hotel dan restoran 22,87 persen, sektor jasa-
142 Profil Bappeda 2015
jasa 18,85 persen, sektor industri pengolahan 14,39 persen, dan sektor pertanian 12,74 persen.
Tingkat pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Sleman pada tahun 2010 adalah sebesar 4,49 persen, dengan pertumbuhan sektoral tertinggi terjadi pada
sektor pertambangan dan penggalian 15,24 persen dan sektor bangunan 6,59 persen. Pendapatan per kapita penduduk Kabupaten Sleman meningkat dari Rp
11.634.944,- 2009 menjadi Rp 12.451.096,- 2010 mengacu pada harga berlaku atau meningkat dari Rp 5.675.733,- 2009 menjadi Rp 5.829.778,- 2010
mengacu pada harga konstan.
Tahun 2012 6.
Inflasi Kabupaten Sleman Tahun 2012
Penyusunan buku inflasi Kabupaten Sleman dilaksanakan per triwulan. Tujuan penghitunan inflasi dan IHK adalah untuk memantau gejolak perubahan
harga di sektor riil yang terjadi di masyarakat, sehingga dapat dipakai sebgai informasi dasar untuk pengambilan keputusan dan penentuan kebijakan baik
tingkat ekonomi mikro maupun makro. Inflasi Kabupaten Sleman pada tahun 2013 secara kumulatif adalah
sebesar 3,90 yang berada di bawah tingkat inflasi nasional 4,32 dan DIY 4,12. Kelompok pengeluaran yang menyumbang inflasi terbesar pada tahun 2013
adalah kelompok pengeluaran bahan makanan sebesar 7,25, diikuti oleh kelompok pengeluaran makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau sebesar
6,27. Hal ini dapat dipahami karena kondisi iklim yang tidak menentu disamping tata niaga produk bahan makanan dan makanan jadi, minuman, rokok dan
tembakau yang perlu ditata ulang.
7. Indeks Gini Kabupaten Sleman Tahun 2011
Penyusunan buku indeks gini Kabupaten Sleman bertujuan untuk mengetahui distribusi dan ketimpangan pendapatan di Kabupaten Sleman pada
tahun 2013, dan dimaksudkan untuk memberikan gambaran ringkas kondisi kemiskinan penduduk Kabupaten Sleman pada tahun 2011.
Indeks Gini Kabupaten Sleman pada tahun 2011 adalah sebesar 0,4174 dan termasuk kategori moderat. Berdasarkan kriteria Bank Dunia, ketimpangan
pendapatan di Kabupaten Sleman termasuk sedang, dimana kelompok 40
143 Profil Bappeda 2015
penduduk berpendapatan rendah menguasai 16,07 persen total pendapatan penduduk di Kabupaten Sleman. Sementara 49,29 persen total pendapataan
penduduk di Kabupaten Sleman dikuasai oleh kelompok 20 penduduk berpendapatan tinggi.
8. Produk Domestik Regional Bruto Kecamatan di Kabupaten Sleman
Tahun 2011
Maksud penyusunan buku PDRB Kecamatan adalah untuk menyediakan data PDRB Kecamatan sebagai dasar perencanaan pembangunan daerah, untuk
kepentingan penelitian maupun kepentingan lainnya. Adapun tujuannya adalah untuk mengetahui laju pertumbuhan ekonomi, struktur perekonomian daerah, serta
pendapatan per kapita di Kecamatan. Kecamatan Depok, Sleman, Gamping dan Mlatimerupakan kecamatan
dengan pertumbuhan ekonomi di atas 6,00 persen. Kecamatan Depok menyumbang PDRB terbesar dengan pertumbuhan 6,99 persen dengan sektor
perdagangan, hotel dan restoran sebagai sektor dominan. Seentara itu Kecamatan Moyudan merupakan kecamatan dengan pertumbuhan terendah di Kabupaten
Sleman pada tahun 2011, sebesar negatif 1,05 persen.
9. Produk Domestik Regional Bruto berdasarkan Penggunaan Kabupaten
Sleman, 2007-2011
Maksud penyusunan buku PDRB menurut penggunaan adalah untuk menyediakan data PDRB sebagai dasar untuk perencanaan pembangunan
daerah, untuk kepentingan penelitian maupun kepentingan lainnya. Adapun tujuannya adalah untuk menghitung produk barang dan jasa yang digunakan untuk
tujuan konsumsi, investasi dan diperdagangkan dengan pihak luar negeri, menghitung distribusi PDRB menurut penggunaan, dan menghitung laju
pertumbuhan konsumsi, investasi, dan perdagangan luar negeri. Manfaat yang dapat diperoleh dari penyusunan buku PDRB menurut penggunaan adalah 1
mengetahui produk barang dan jasa yang digunakan untuk tujuan konsumsi, investasi dan diperdagangkan dengan pihak luar; 2 mengetahui peranan
kelembagaan dalam menggunakan barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai sektor ekonomi; dan 3 mengetahui laju pertumbuhan konsumsi, investasi dan
perdagangan luar negeri.
144 Profil Bappeda 2015
Seperti halnya dengan tahun-tahun sebelumnya, pengeluaran konsumsi rumah tangga memegang peranan penting dalam pembentukan PDRB Kabupaten
Sleman, dimana 50,18 persen PDRB Kabupaten Sleman pada tahun 2011, atau sebesar Rp 7,576 trilyun digunakan untuk keperluan konsumsi rumah tangga.
Konsumsi pemerintah pada tahun 2011 menunjukkan kenaikan sebesar Rp 286,18 milyar dibandingkan tahun sebelumnya, namun secara persentase
terhadap pembentukan PDRB menunjukkan penurunan dari 23,37 persen 2010 menjadi 22,27 persen 2011. Pada tahun 2011, sekitar Rp 6,645 trilyun digunakan
untuk pembentukan modal tetap bruto sebagai bagian dari investasi. Laju pertumbuhan pembentukan modal tetap bruto pada tahun 2011 adalah sebesar
7,14 persen.
10. Produk Domestik Regional Bruto berdasarkan Lapangan Usaha
Kabupaten Sleman, 2007-2011
Maksud penyusunan buku PDRB menurut lapangan usaha adalah untuk menyediakan data PDRB sebagai dasar perencanaan pembangunan daerah,
untuk kepentingan penelitian maupun kepentingan lainnya. Adapun tujuannya adalah untuk mengetahui laju pertumbuhan ekonomi, struktur perekonomian
daerah, serta pendapatan per kapita. Manfaat yang dapat diperoleh dari penyusunan buku PDRB menurut lapangan usaha adalah 1 mengetahui
kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu daerah; 2 mengetahui laju pertumbuhan ekonomi daerah maupun laju pertumbuhan setiap
sektor; 3 mengetahui struktur perekonomian atau peranan setiap sektor ekonomi dalam suatu daerah; dan 4 mengetahui pendapatan yang memungkinkan untuk
dinikmati oleh penduduk satu daerah pendapatan per kapita. Pada tahun 2011 kontribusi sektor tersier di Kabupaten Sleman naik dari
58,19 persen 2010 menjadi 58,30 persen 2011, sedangkan kontribusi sektor primer turun dari 13,55 persen 2010 menjadi 13,31 persen 2011 dan sektor
sekunder naik dari 28,26 persen 2010 menjadi 28,39 persen 2011. Seperti tahun sebelumnya, perekonomian di Kabupaten Sleman didominasi oleh empat
sektor, yaitu sektor perdagangan, hotel dan restoran 22,87 persen, sektor jasa- jasa 18,85 persen, sektor industri pengolahan 14,39 persen, dan sektor
pertanian 12,74 persen.
145 Profil Bappeda 2015
Tingkat pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Sleman pada tahun 2011 adalah sebesar 5,19 persen, dengan pertumbuhan sektoral tertinggi terjadi pada
sektor pertambangan dan penggalian 14,35 persen dan sektor bangunan 6,95 persen. Pendapatan per kapita penduduk Kabupaten Sleman meningkat dari Rp
12.451.096,- 2010 menjadi Rp 13.634.558,- 2011 mengacu pada harga berlaku atau meningkat dari Rp 5.829.778,- 2010 menjadi Rp 6.054.435,- 2011
mengacu pada harga konstan.
Tahun 2013 11.
Indeks Harga
Perdagangan Besar
Bahan BangunanKonstruksi
Kabupaten Sleman, 2013
Penyusunan Indeks
Harga Perdagangan
Besar Bahan
Bangunan Konstruksi Kabupaten Sleman adalah untuk menyiapkan indikator yang dapat
digunakan untuk penghitungan eskalasi proyek dan untuk menghitung tingkat biaya relatif bangunankonstruksi dalam rangka penghitungan DAU.
Hasil yang diperoleh adalah bahwa berdasarkan hasil pengamatan IHPB Kabupaten Sleman selama periode Januari – Desember 2013 menunjukkan
pergerakan yang cenderung meningkat. Sedangkan IKK di Kabupaten Sleman relatif lebih rendah daripada IKK Daerah Istimewa Yogyakarta.
12. Inflasi Kabupaten Sleman Tahun 2013
Penyusunan buku inflasi Kabupaten Sleman dilaksanakan per triwulan. Tujuan penghitunan inflasi dan IHK adalah untuk memantau gejolak perubahan
harga di sektor riil yang terjadi di masyarakat, sehingga dapat dipakai sebgai informasi dasar untuk pengambilan keputusan dan penentuan kebijakan baik
tingkat ekonomi mikro maupun makro. Inflasi Kabupaten Sleman pada tahun 2013 secara kumulatif adalah
sebesar 6,92 yang berada di bawah tingkat inflasi nasional 8,36 dan DIY 7,32. Kelompok pengeluaran yang menyumbang inflasi terbesar pada tahun 2013
adalah kelompok pengeluaran bahan makanan sebesar 12,89, diikuti oleh kelompok pengeluaran transport, komunikasi dan jasa keuangan sebesar 12,09.
Hal ini dapat dipahami karena adanya pengaruh kenaikan harga bahan bakar minyak pada naiknya biaya yang harus dikeluarkan pada sektor transportasi dan
146 Profil Bappeda 2015
kondisi iklim yang tidak menentu disamping tata niaga produk bahan makanan yang perlu ditata ulang.
13. Indeks Gini Kabupaten Sleman Tahun 2012
Penyusunan buku indeks gini Kabupaten Sleman bertujuan untuk mengetahui distribusi dan ketimpangan pendapatan di Kabupaten Sleman pada
tahun 2013, dan dimaksudkan untuk memberikan gambaran ringkas kondisi kemiskinan penduduk Kabupaten Sleman pada tahun 2012.
Indeks Gini Kabupaten Sleman pada tahun 2012 adalah sebesar 0,4413 dan termasuk kategori moderat. Berdasarkan kriteria Bank Dunia, ketimpangan
pendapatan di Kabupaten Sleman termasuk sedang, dimana kelompok 40 penduduk berpendapatan rendah menguasai 14,14 persen total pendapatan
penduduk di Kabupaten Sleman. Sementara 53,49 persen total pendapataan penduduk di Kabupaten Sleman dikuasai oleh kelompok 20 penduduk
berpendapatan tinggi.
14. Produk Domestik Regional Bruto Kecamatan di Kabupaten Sleman
Tahun 2012
Maksud penyusunan buku PDRB Kecamatan adalah untuk menyediakan data PDRB Kecamatan sebagai dasar perencanaan pembangunan daerah, untuk
kepentingan penelitian maupun kepentingan lainnya. Adapun tujuannya adalah untuk mengetahui laju pertumbuhan ekonomi, struktur perekonomian daerah, serta
pendapatan per kapita di Kecamatan. Kecamatan
Depok, dan
Godean merupakan
kecamatan dengan
pertumbuhan ekonomi di atas 6,00 persen. Kecamatan Depok menyumbang PDRB terbesar dengan pertumbuhan 6,99 persen dengan sektor perdagangan,
hotel dan restoran sebagai sektor dominan. Seentara itu Kecamatan Moyudan merupakan kecamatan dengan pertumbuhan terendah di Kabupaten Sleman pada
tahun 2012, sebesar 2,88 persen.
15. Produk Domestik Regional Bruto berdasarkan Penggunaan Kabupaten
Sleman, 2008-2012
Maksud penyusunan buku PDRB menurut penggunaan adalah untuk menyediakan data PDRB sebagai dasar untuk perencanaan pembangunan
147 Profil Bappeda 2015
daerah, untuk kepentingan penelitian maupun kepentingan lainnya. Adapun tujuannya adalah untuk menghitung produk barang dan jasa yang digunakan untuk
tujuan konsumsi, investasi dan diperdagangkan dengan pihak luar negeri, menghitung distribusi PDRB menurut penggunaan, dan
menghitung laju pertumbuhan konsumsi, investasi, dan perdagangan luar negeri. Manfaat yang
dapat diperoleh dari penyusunan buku PDRB menurut penggunaan adalah 1 mengetahui produk barang dan jasa yang digunakan untuk tujuan konsumsi,
investasi dan diperdagangkan dengan pihak luar; 2 mengetahui peranan
kelembagaan dalam menggunakan barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai sektor ekonomi; dan 3 mengetahui laju pertumbuhan konsumsi, investasi dan
perdagangan luar negeri. Seperti halnya dengan tahun-tahun sebelumnya, pengeluaran konsumsi
rumah tangga memegang peranan penting dalam pembentukan PDRB Kabupaten Sleman, dimana 53,50 persen PDRB Kabupaten Sleman pada tahun 2012, atau
sebesar Rp 8,933 trilyun digunakan untuk keperluan konsumsi rumah tangga. Konsumsi pemerintah pada tahun 2012 menunjukkan kenaikan sebesar Rp
589,45 milyar dibandingkan tahun sebelumnya, namun secara persentase terhadap pembentukan PDRB menunjukkan kenaikan dari 22,27 persen 2011
menjadi 23,82 persen 2012. Pada tahun 2012, sekitar Rp 7,235 trilyun digunakan untuk pembentukan modal tetap bruto sebagai bagian dari investasi. Laju
pertumbuhan pembentukan modal tetap bruto pada tahun 2012 adalah sebesar negatif 1,00 persen.
16. Produk Domestik Regional Bruto berdasarkan Lapangan Usaha
Kabupaten Sleman, 2008-2012
Maksud penyusunan buku PDRB menurut lapangan usaha adalah untuk menyediakan data PDRB sebagai dasar perencanaan pembangunan daerah,
untuk kepentingan penelitian maupun kepentingan lainnya. Adapun tujuannya adalah untuk mengetahui laju pertumbuhan ekonomi, struktur perekonomian
daerah, serta pendapatan per kapita. Manfaat yang dapat diperoleh dari penyusunan buku PDRB menurut lapangan usaha adalah 1 mengetahui
kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu daerah; 2 mengetahui laju pertumbuhan ekonomi daerah maupun laju pertumbuhan setiap
sektor; 3 mengetahui struktur perekonomian atau peranan setiap sektor ekonomi
148 Profil Bappeda 2015
dalam suatu daerah; dan 4 mengetahui pendapatan yang memungkinkan untuk dinikmati oleh penduduk satu daerah pendapatan per kapita.
Pada tahun 2012 kontribusi sektor tersier di Kabupaten Sleman naik dari 58,30 persen 2011 menjadi 58,90 persen 2012, sedangkan kontribusi sektor
primer naik dari 13,31 persen 2011 menjadi 13,44 persen 2012 dan sektor sekunder turun dari 28,39 persen 2011 menjadi 27,66 persen 2012. Seperti
tahun sebelumnya, perekonomian di Kabupaten Sleman didominasi oleh empat sektor, yaitu sektor perdagangan, hotel dan restoran 23,19 persen, sektor jasa-
jasa 19,04 persen, sektor industri pengolahan 13,62 persen, dan sektor pertanian 12,90 persen.
Tingkat pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Sleman pada tahun 2012 adalah sebesar 5,45 persen, dengan pertumbuhan sektoral tertinggi terjadi pada
sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 9,00 persen dan sektor perdagangan, hotel dan restoran 7,20 persen. Pendapatan per kapita penduduk
Kabupaten Sleman meningkat dari Rp 13.634.558,- 2011 menjadi Rp 14.976.756,- 2012 mengacu pada harga berlaku atau meningkat dari Rp
6.054.435,- 2011 menjadi Rp 6.341.066,- 2012 mengacu pada harga konstan.
17. Statistik Industri Besar dan Sedang Kabupaten Sleman 20112012
Penyusunan buku Statistik Industri Besar dan Sedang Kabupaten Sleman 20112012 dimaksudkan untuk mengetahui jumlah industri besar dan sedang di
Kabupaten Sleman pada tahun 20112012. Dasar pengklasifikasiannya adalah mengacu pada jumlah tenaga kerja yang ada di perusahaan. Perusahaan dengan
jumlah tenaga kerja lebih dari 100 orang akan dikategorikan menjadi industri besar, sedangkan perusahaan dengan jumlah tenaga kerja antara 20-99 orang
akan dikategorikan sebagai industri sedang. Sisanya perusahaan dengan jumlah tenaga kerja dibawah 20 orang termasuk dalam kategori kecil dan rumah tangga.
Kontribusi sektor Industri Pengolahan terhadap total PDRB Kabupaten Sleman pada tahun 2011 adalah sebesar 14,39 persen dan pada tahun 2012 sebesar
13,762 persen. Penurunan kontribusi ini secara tidak langsung dipengaruhi oleh penurunan jumlah industri besar dan sedang di Kabupaten Sleman sebesar 5,36
persen dari 112 perusahaan 2011 menjadi 106 perusahaan 2012, dikarenakan 1 perusahaan tutup, 1 perusahaan pindah keluar Sleman, 8 perusahaan yang
berubah menjadi perusahaan kecil, dan bertambahnya 2 perusahaan baru.
149 Profil Bappeda 2015
Penurunan jumlah industri besar dan sedang di Kabupaten Sleman pada tahun 2012 juga berakibat pada penurunan jumlah tenaga kerja yang diserap oleh
industri besar dan sedang sebesar 2,11 persen dari 22.980 orang 2011 menjadi 22.494 2012.
Kecamatan Mlati merupakan kecamatan yang memiliki jumlah perusahaan industri besar dan sedang yang terbanyak di Kabupaten Sleman. Pada tahun 2011
dan 2012, perusahaan industri besar dan sedang yang beroperasi di Kabupaten Sleman didominasi oleh perusahaan yang bergerak di industri pakaian jadi,
furniture dan industri barang dari kayu, industri barang dari gabus dan barang anyaman dari jerami, rotan, bambu dan sejenisnya.
Terkait dengan penggunaan bahan baku impor, terjadi kenaikan sebesar 4,72 persen dari 428.846 juta rupiah 2011 menjadi 449.071 juta rupiah 2012.
Namun demikian secara ersentase penggunaan bahan baku impor dibandingkan dengan keseluruhan bahan baku produksi, terjadi penurunan dari 33,98 persen
2011 menjadi 33, 51 persen 2012. Pengguna bahan baku impor tertinggi adalah perusahaan industri pakaian jadi. Nilai tambah yang dihasilkan oleh
perusahaan industri besar dan sedang mengalami kenaikan sebesar 15,93 persen dari 1.411.073 juta rupiah 2011 menjadi 1.635.816 juta rupiah 2012 dengan
kontribusi terbesar disumbangkan oleh perusahaan industri besar.
Tahun 2014 18.
Indeks Harga
Perdagangan Besar
Bahan BangunanKonstruksi
Kabupaten Sleman, 2014
Penyusunan Indeks
Harga Perdagangan
Besar Bahan
Bangunan Konstruksi Kabupaten Sleman adalah untuk menyiapkan indikator yang dapat
digunakan untuk penghitungan eskalasi proyek dan untuk menghitung tingkat biaya relatif bangunankonstruksi dalam rangka penghitungan DAU.
Hasil yang diperoleh adalah bahwa berdasarkan hasil pengamatan IHPB Kabupaten Sleman selama periode Januari – Desember 2014 menunjukkan
pergerakan yang cenderung meningkat. Sedangkan IKK di Kabupaten Sleman relatif lebih rendah daripada IKK Daerah Istimewa Yogyakarta.
150 Profil Bappeda 2015
19. Inflasi Kabupaten Sleman Tahun 2014
Penyusunan buku inflasi Kabupaten Sleman dilaksanakan per triwulan. Tujuan penghitunan inflasi dan IHK adalah untuk memantau gejolak perubahan
harga di sektor riil yang terjadi di masyarakat, sehingga dapat dipakai sebgai informasi dasar untuk pengambilan keputusan dan penentuan kebijakan baik
tingkat ekonomi mikro maupun makro. Inflasi Kabupaten Sleman pada tahun 2014 secara kumulatif adalah
sebesar 5,85 yang berada di bawah tingkat inflasi nasional 8,36 dan DIY 6,59. Kelompok pengeluaran yang menyumbang inflasi terbesar pada tahun 2014
adalah kelompok pengeluaran transport, komunikasi dan jasa keuangan sebesar 8,41, diikuti oleh kelompok pengeluaran bahan makanan sebesar 7,85. Hal ini
dapat dipahami karena adanya pengaruh kenaikan harga bahan bakar minyak pada naiknya biaya yang harus dikeluarkan pada sektor transportasi dan kondisi
iklim yang tidak menentu disamping tata niaga produk bahan makanan yang perlu ditata ulang.
20. Indeks Gini Kabupaten Sleman Tahun 2013
Penyusunan buku indeks gini Kabupaten Sleman bertujuan untuk mengetahui distribusi dan ketimpangan pendapatan di Kabupaten Sleman pada
tahun 2013, dan dimaksudkan untuk memberikan gambaran ringkas kondisi kemiskinan penduduk Kabupaten Sleman pada tahun 2013.
Indeks Gini Kabupaten Sleman pada tahun 2013 adalah sebesar 0,3841 dan termasuk kategori moderat. Berdasarkan kriteria Bank Dunia, ketimpangan
pendapatan di Kabupaten Sleman termasuk sedang, dimana kelompok 40 penduduk berpendapatan rendah menguasai 18,03 persen total pendapatan
penduduk di Kabupaten Sleman. Sementara 46,83 persen total pendapataan penduduk di Kabupaten Sleman dikuasai oleh kelompok 20 penduduk
berpendapatan tinggi.
21. Produk Domestik Regional Bruto Kecamatan di Kabupaten Sleman
Tahun 2013
Maksud penyusunan buku PDRB Kecamatan adalah untuk menyediakan data PDRB Kecamatan sebagai dasar perencanaan pembangunan daerah, untuk
kepentingan penelitian maupun kepentingan lainnya. Adapun tujuannya adalah
151 Profil Bappeda 2015
untuk mengetahui laju pertumbuhan ekonomi, struktur perekonomian daerah, serta pendapatan per kapita di Kecamatan.
Kecamatan Depok, Godean, Prambanan, dan Gamping merupakan kecamatan dengan pertumbuhan ekonomi di atas 6,00 persen. Kecamatan Depok
menyumbang PDRB terbesar dengan pertumbuhan 6,96 persen dengan sektor perdagangan, hotel dan restoran sebagai sektor dominan. Seentara itu Kecamatan
Moyudan merupakan kecamatan dengan pertumbuhan terendah di Kabupaten Sleman pada tahun 2013, sebesar 3,65 persen.
22. Produk Domestik Regional Bruto berdasarkan Penggunaan Kabupaten
Sleman, 2009-2013
Maksud penyusunan buku PDRB menurut penggunaan adalah untuk menyediakan data PDRB sebagai dasar untuk perencanaan pembangunan
daerah, untuk kepentingan penelitian maupun kepentingan lainnya. Adapun tujuannya adalah untuk menghitung produk barang dan jasa yang digunakan untuk
tujuan konsumsi, investasi dan diperdagangkan dengan pihak luar negeri, menghitung distribusi PDRB menurut penggunaan, dan
menghitung laju pertumbuhan konsumsi, investasi, dan perdagangan luar negeri. Manfaat yang
dapat diperoleh dari penyusunan buku PDRB menurut penggunaan adalah 1 mengetahui produk barang dan jasa yang digunakan untuk tujuan konsumsi,
investasi dan diperdagangkan dengan pihak luar; 2 mengetahui peranan
kelembagaan dalam menggunakan barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai sektor ekonomi; dan 3 mengetahui laju pertumbuhan konsumsi, investasi dan
perdagangan luar negeri. Seperti halnya dengan tahun-tahun sebelumnya, pengeluaran konsumsi
rumah tangga memegang peranan penting dalam pembentukan PDRB Kabupaten Sleman, dimana 52,32 persen PDRB Kabupaten Sleman pada tahun 2013, atau
sebesar Rp 9,996 trilyun digunakan untuk keperluan konsumsi rumah tangga. Peningkatan konsumsi rumah tangga tersebut salah satunya disebabkan oleh
peningkatan jumlah penduduk di Kabupaten Sleman, dari 1.128.908 jiwa 2012 menjadi 1.141.733 jiwa 2013.
Konsumsi pemerintah pada tahun 2013 menunjukkan kenaikan sebesar Rp 427,69 milyar dibandingkan tahun sebelumnya, namun secara persentase
terhadap pembentukan PDRB menunjukkan penurunan dari 23,82 persen 2012
152 Profil Bappeda 2015
menjadi 23,05 persen 2013. Pada tahun 2013, sekitar Rp 8,1 trilyun digunakan untuk pembentukan modal tetap bruto sebagai bagian dari investasi. Laju
pertumbuhan pembentukan modal tetap bruto pada tahun 2013 adalah sebesar 7,14 persen.
23. Produk Domestik Regional Bruto berdasarkan Lapangan Usaha
Kabupaten Sleman, 2009-2013
Maksud penyusunan buku PDRB menurut lapangan usaha adalah untuk menyediakan data PDRB sebagai dasar perencanaan pembangunan daerah,
untuk kepentingan penelitian maupun kepentingan lainnya. Adapun tujuannya adalah untuk mengetahui laju pertumbuhan ekonomi, struktur perekonomian
daerah, serta pendapatan per kapita. Manfaat yang dapat diperoleh dari penyusunan buku PDRB menurut lapangan usaha adalah 1 mengetahui
kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu daerah; 2 mengetahui laju pertumbuhan ekonomi daerah maupun laju pertumbuhan setiap
sektor; 3 mengetahui struktur perekonomian atau peranan setiap sektor ekonomi dalam suatu daerah; dan 4 mengetahui pendapatan yang memungkinkan untuk
dinikmati oleh penduduk satu daerah pendapatan per kapita. Pada tahun 2013, kontribusi sektor tersier di Kabupaten Sleman turun dari
58,90 persen 2012 menjadi 58,38 persen 2013, sedangkan kontribusi sektor primer naik dari 13,44 persen 2012 menjadi 13,46 persen 2013 dan sektor
sekunder naik dari 27,66 persen 2012 menjadi 28,16 persen 2013. Seperti tahun sebelumnya, perekonomian di Kabupaten Sleman didominasi oleh empat
sektor, yaitu sektor perdagangan, hotel dan restoran 23,26 persen, sektor jasa- jasa 18,81 persen, sektor industri pengolahan 13,90 persen, dan sektor
pertanian 12,88 persen. Tingkat pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Sleman pada tahun 2013
adalah sebesar 5,70 persen, dengan pertumbuhan sektoral tertinggi terjadi pada sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan 7,26 persen dan sektor
bangunan 7,14 persen. Pendapatan per kapita penduduk Kabupaten Sleman meningkat dari Rp 14.976.756,- 2012 menjadi Rp 16.733.992,- 2013 mengacu
pada harga berlaku atau meningkat dari Rp 6.341.066,- 2012 menjadi Rp 6.544.434,- 2013 mengacu pada harga konstan.
153 Profil Bappeda 2015
24. Statistik Industri Besar dan Sedang Kabupaten Sleman, 2013
Penyusunan buku Statistik Industri Besar dan Sedang Kabupaten Sleman 2013 dimaksudkan untuk mengetahui jumlah industri besar dan sedang di
Kabupaten Sleman pada tahun 2013. Dasar pengklasifikasiannya adalah mengacu pada jumlah tenaga kerja yang ada di perusahaan. Perusahaan dengan jumlah
tenaga kerja lebih dari 100 orang akan dikategorikan menjadi industri besar, sedangkan perusahaan dengan jumlah tenaga kerja antara 20-99 orang akan
dikategorikan sebagai industri sedang. Sisanya perusahaan dengan jumlah tenaga kerja dibawah 20 orang termasuk dalam kategori kecil dan rumah tangga.
Kontribusi sektor Industri Pengolahan terhadap total PDRB Kabupaten Sleman ada tahun 2013 sebesar 13,62 persen, turun dari kontribusi sektor Industri
Pengolahan pada tahun 2012 sebesar 13,762 persen. Penurunan kontribusi ini secara tidak langsung dipengaruhi oleh penurunan jumlah industri besar dan
sedang di Kabupaten Sleman sebesar 5,00 persen dari 106 perusahaan 2012 menjadi 101 perusahaan 2011.
Kecamatan Mlati merupakan kecamatan yang memiliki jumlah perusahaan industri besar dan sedang yang terbanyak di Kabupaten Sleman. Pada tahun
2013, perusahaan industri besar dan sedang yang beroperasi di Kabupaten Sleman didominasi oleh perusahaan yang bergerak di industri pakaian jadi,
furniture dan industri barang dari kayu, industri barang dari gabus dan barang anyaman dari jerami, rotan, bambu dan sejenisnya.
25. Draft
Raperda Rencana
Induk Pembangunan
Kepariwisataan Kabupaten Sleman Tahun 2015-2025
Draft Raperda Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Kabupaten Sleman Tahun 2015-2015 yang disusun bersama-sama dengan Puspar UGM
terdiri dari 9 Bab, 38 Pasal dan Penjelasan, dengan mengacu pada dokumen Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Kabupaten Sleman Tahun 2015-
2025 dan dokumen Naskah Akademis Draft Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Kabupaten Sleman, 2015-2025.
Di dalam draft raperda ini tercantum ketentuan umum Pasal 1, visi Pasal 5, misi Pasal 6, tujuan Pasal 7, sasaran Pasal 8, arah pembangunan
kepariwisataan daerah Pasal 9, 4 pilar industri kepariwisataan yang terdiri dari destinasi Bab III, pemasaran Bab IV, industri Bab V dan kelembagaan Bab
154 Profil Bappeda 2015
VI, ketentuan penutup dan penjelasan, baik penjelasan umum maupun penjelasan pasal per pasal.
26. Naskah
Akademis Draft
Rancangan Peraturan
Daerah tentang
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Kabupaten Sleman, 2015-2025
Penyusunan dokumen naskah akademis Draft Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Kabupaten
Sleman, 2015-2025 dimaksudkan untuk memberikan dasar berpikir bagi pembuat kebijakan, dan sebagai persyaratan pembentukan produk hukum daerah yaitu
berupa Peraturan Daerah tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Kabupaten Sleman sebagai upaya untuk melakukan pengembangan, pengawasan
dan peningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat di sektor pariwisata. Terkait dengan penyusunan naskah akademik ini, dilakukan beberapa identifikasi
permasalahan terkait dengan keempat pilar industri kepariwisataan, yang meliputi: 1 inovasi serta pengembangan daya tarik perlu ditingkatkan guna perbaikan citra
ataupun positioning Sleman sebagai destinasi sekaligus mempertinggi minat berkunjung kembali repeater; 2 nama besar dan kehebatan Gunung Merapi dan
kawasan Taman Nasional TNGM perlu diangkat sebagai wahana pendidikan ekowisata serta kegunungapian dunia; 3 terdapat peninggalan masa lalu, yaitu
lava bantal yang belum ditata dan diselamatkan; 4 minimnya sarana transportasi dan tidak nyamannya angkutan ke daya tarik wisata, contoh angkutan umum ke
daya tarik wisata Kaliurang; 5 event internasional yang mampu mengangkat nama Sleman baik di bidang event budaya ataupun kontemporer patut secara konsisten
dan kontinu diagendakan; 6 keberadaan desa wisata yang perlu dikuatkan melalui perangkat hukum agar memiliki legalitas usaha sehingga dapat memudahkan
untuk melakukan pengembangan dan kerjasama dengan pihak lainnya; 7 keberadaan desa wisata perlu dikuatkan melalui perangkat hukum agar memiliki
legalitas usaha sehingga dapat memudahkan untuk melakukan pengembangan dan kerjasama dengan pihak lainnya; 8 masih rendahnya lama tinggal wisatawan;
9 mendorong linkage produk kreatif lokal misalnya kuliner, souvenir khas sebagai identitas dan bagian dari industri pariwisata; 10 kontrol dan Penindakan
terhadap Usaha Jasa Pariwisata penting diberikan agar tercipta kenyamanan dan keamanan bagi konsumen termasuk wisatawan; 11 pembangunan dan
155 Profil Bappeda 2015
pengembangan sarana akomodasi di Sleman perlu lebih disesuaikan dengan nilai- nilai
keistimewaan Yogyakarta
serta memperhatikan
dimensi sosial
kemasyarakatan; 12 pembangunan dan pengembangan sarana akomodasi di Sleman perlu lebih disesuaikan dengan nilai-nilai keistimewaan Yogyakarta serta
memperhatikan dimensi sosial kemasyarakatan; 13 perlu pengembangan travel pattern oleh pelaku wisata ASITA Sleman yang menawarkan perjalanan wisata
alternatif bagi wisatawan untuk memperlama kunjungan; 14 masih kurang kuatnya pencitraan yang mampu membuat destinasi Sleman lebih unggul di
lingkungan regional, nasional maupun internasional; 15 perlu lebih ditingkatkan networking dengan pelakuindustri baik di level dalam dan luar negeri termasuk
juga kerjasama dengan media, baik cetak dan elektronik di dalam negeri dan luar negeri; 16 kerjasama pemangku kepentingan yang perlu disinkronkan agar lebih
mampu menata lebih baik pembangunan pariwisata dan kebudayaan di Kabupaten Sleman; 17 ditingkat level komunitas, perlu segera ditambah
Kelompok Sadar Wisata pokdarwis dan didukung dengan program nyata; dan 18 penguatan manajerial pengelola desa wisata yang tersebar di Sleman secara
kontinu perlu diberikan SKPD terkait sekaligus mencoba menjalinkan desa wisata dengan pihak industri, misalnya Asita, HPI, PHRI agar jejaringnya dapat lebih
berkembang. Untuk menjawab permasalahan-permasalahan di atas, melalui kajian
teoritis dan praktis empiris dan mengacu pada landasan filosofis, yuridis, dan sosiologis, maka disusunlah suatu peraturan daerah yang didalamnya berupaya
untuk 1 mendorong terciptanya iklim pariwisata yang harmonis dengan kesesuaian
tema pembangunan
pariwisata yang
ditetapkan; dan
2 mendorong pemerataan kesempatan berusaha dan memperoleh manfaat dari potensi wisata di Kabupaten Sleman yang sekaligus memberikan kepastian
hukum. Materi yang selanjutnya diatur dalam peraturan daerah ini meliputi 1 materi dalam ketentuan umum; 2 materi tentang asas, fungsi dan tujuan; 3 materi
tentang kawasan strategis pariwisata di Kabupaten Sleman; 4 materi tentang tahapan
pengembangan kepariwisataan;
5 materi
tentang kewenangan
pemerintah daerah; 6 materi tentang koordinasi; dan 7 materi tentang ketentuan penutup.
156 Profil Bappeda 2015
27. Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Kabupaten Sleman,
2015-2025
Dokumen Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan RIPK Kabupaten Sleman,
2015-2025 merupakan
kaji ulang
Dokumen Rencana
Induk Pembangunan Kepariwisataan Kabupaten Sleman, 2011-2016 yang dilatar-
belakangi 1 potensi daya tarik wisata yang dapat menjadi sektor andalan perekonomian rakyat; 2 perlunya database pariwisata daerah yang memiliki
prospek pengembangan yang berkesinambungan; dan 3 perlunyapenguatan secara yuridis dengan mengarahkan terbitnya Perda Kepariwisataan untuk
mendukung kontinuitas rencana beserta program yang dirancang. Penyusunan dokumen RIPK menjadi penting karena sektor pariwisata merupakan sektor yang
diharapkan akan mendorong pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kesempatan kerja sekaligus memberikan tambahan bagi pendapatan masyarakat. RIPK
merupakan bagian dari perencanaan pembangunan wilayah secara keseluruhan. Tujuan penyusunan RIPK adalah 1 menyusun arah pengembangan serta konsep,
kebijakan dan rencana strategis yang akan menjadi dasar pengembangan destinasi Sleman di masa yang akan datang; dan 2 menyiapkan arah, strategi
dan pola keterpaduan pengembangan destinasi pariwisata Sleman dimasa yang akan datang. Adapun sasarannya adalah tersusunnya pedoman atau arahan pola
keterpaduan pengembangan pariwisata dalam format keterpaduan lintas sektor berjangka waktu yang dapat digunakan sebagai acuan bagi pengembangan
maupun peningkatan kualitas pariwisata Kabupaten Sleman. Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan RIPK Kabupaten Sleman
dijabarkan menjadi dua tahapan, yaitu Tahap I 2015-2020 dan Tahap II 2021- 2025 dengan mengembangkan 4 empat pilar yang harus dikembangkan secara
sinergi dalam
industri kepariwisataan,
yang meliputi
destinasi, industri,
kelembagaan, dan pemasaran. Pada tahap I, akan dilakukan: 1 pengembangan daya tarik wisata untuk meningkatkan daya saing dan akselerasi perkembangan
kawasan pariwisata Kabupaten Sleman; 2 pengembangan atraksi dan fasilitas desa-desa wisata Kabupaten Sleman guna meningkatkan daya saing dan
keberlanjutannya; 3
pengembangan infrastruktur
dan moda
transportasi penunjang ke dan dari objek wisata untuk meningkatkan jumlah kunjungan
wisatawan ke objek wisata; 4 pengembangan sarana penunjang fasilitas wisata di destinasi wisata untuk meningkatkan kenyamanan dan kepuasan wisatawan di
157 Profil Bappeda 2015
objek wisata; 5 pengembangan kapasitas masyarakat sebagai tuan rumah host, baik di desa-desa wisata ataupun di sekitar objek wisata;
6 pengembangan tindakan pelestarian sumber daya wisata dan lingkungan di kawasan wisata dan
atau di desa-desa wisata; 7 penyusunan Kajian Pengembangan Kawasan Strategis Pariwisata KSP Daerah sesuai arahan pengembangan yang telah
ditetapkan; 8 pengembangan fasilitasi, regulasi, insentif dan disinsentif untuk pengembangan usaha pariwisata; 9 pengembangan fasilitasi, regulasi, insentif
dan disinsentif untuk pengembangan usaha pariwisata; 10 pengembangan kemitraan antar para pelaku industri wisata dalam rangka menunjang destinasi
Sleman; 11 pengembangan prosedur dan mekanisme tanggung jawab sosial corporate social responsible industri wisata bagi penguatan kapasitas dan
lingkungan masyarakat di sekitar objek wisata dan atau desa-desa wisata; 12 pengembangan standardisasi dan sertifikasi SDM dan industri di bidang usaha
jasa pariwisata mengantisipasi pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015; 13 penguatan peran Badan Promosi Pariwisata Daerah Kabupaten Sleman dalam
melakukan promosi destinasi secara optimal; 14 pengembangan dan penguatan lembaga pengelola desa wisata, Forkom Desa Wisata
dan penambahan Kelompok Sadar Wisata Pokdarwis di Kabupaten Sleman; 15 pengembangan
kompetensi sumber daya manusia terkait dengan Kapasitas dan Ketrampilan
pada beberapa asosiasi: Himpunan Pramuwisata, ASITA, PHRI, Saka Pariwisata, Polisi Pariwisata; 16 pengembangan model pemasaran kepariwisataan guna
memperluas pasar, baik wisatawan nusantara atau wisatawan mancanegara; 17 pengembangan strategi dan materi serta content promosi yang up date,
komprehensif dalam
bahasa Indonesia
dan bahasa
asing lainnya;
18 pengembangan media promosi yang dipergunakan, baik secara elektronik IT
ataupun non elektronik; dan 19 pengembangan citra kepariwisataan Sleman
sebagai destinasi wisata yang aman, nyaman dan berdaya saing. Sedangkan pada tahap II 2021-2025, tujuan yang ingin dicapai adalah 1
terwujudnya Sleman sebagai destinasi yang inovatif, aman, nyaman, dan menarik serta mudah dijangkau ditunjang dengan lingkungan yang terjaga sehingga
mampu meningkatkan PAD dan kesejahteraan masyarakat; 2 terwujudnya industri pariwisata yang berdaya saing, kredibel, mampu menggerakkan kemitraan
usaha, dan bertanggung jawab atas kelestarian dan keseimbangan lingkungan alam dan sosial dan budaya; 3 terwujudnya organisasi kepariwisataan level
158 Profil Bappeda 2015
pemerintah dan masyarakat komunitas, regulasi dan mekanisme operasional yang efektif dan efisien guna mendorong kepariwisataan berkelanjutan; dan
4 terwujudnya pemasaran yang sinergis, unggul dan bertanggung jawab untuk meningkatkan kunjungan dan lama tinggal wisatawan.
Tahun 2015 28.
Statistik Industri Besar dan Sedang Kabupaten Sleman 2014
Sektor industri pengolahan merupakan sektor tertinggi penyumbang PDRB Kabupaten Sleman, mengacu pada PDRB Lapangan Usaha dengan memakai
tahun dasar 2010. Namun demikian, dibandingkan dengan tahun 2013, kontribusi sektor industri pengolahan mengalami penurunan dari 14,21 persen 2013
menjadi 13,90 persen 2014. Penurunan kontribusi sektor industri pengolahan ini tidak lepas dari turunnya jumlah industri besar dan sedang di Kabupaten Sleman
sebesar 9,90 persen dari 101 perusahaan 2013 menjadi 91 perusahaan 2014, dimana tercatat 2 perusahaan tutup dan sisanya berubah klasifikasi menjadi
industri kecil dan rumah tangga. Kecamatan Mlati dan Kecamatan Kalasan menjadi tempat dimana perusahaan industri besar dan sedang berdomisili.
Ada fakta menarik bahwa meskipun jumlah industri besar dan sedang menurun, ternyata tenaga kerja yang diserap di industri besar dan sedang pada
tahun 2014 naik sebanyak 1,03 persen dari 22.732 orang 2013 menjadi 22.967 orang 2014, dimana kenaikan terjadi pada perusahaan industri pakaian jadi.
Terkait dengan nilai tambah yang dihasilkan industri besar dan sedang di Kabupaten Sleman, bila dibandingkan dengan tahun 2013, terjadi penurunan
sebesar 25,54 persen dari 2.318.823 juta rupiah menjadi 1.726.662 juta rupiah 2014. Sementara pengeluaran industri besar dan sedang yang berhubungan
dengan bahan baku impor mengalami kenaikan sebesar 6,52 persen dari 417.158 juta rupiah 2013 menjadi 444.351 juta rupiah 2014, dengan pengguna bahan
baku impor tertinggi adalah perusahaan industri pakaian jadi.
29. Rekomendasi Perencanaan Pembangunan Ekonomi
Penyusunan rekomendasi
perencanaan pembangunan
ekonomi dimaksudkan sebagai sarana untuk meningkatkan koordinasi perencanaan
pembangunan di sektor ekonomi seperti sektor pertanian, perindustrian, perdagangan, koperasi dan UKM, tenaga kerja, investasi dan pariwisata. Adapun
159 Profil Bappeda 2015
tujuannya adalah untuk meminimalisir duplikasi kegiatan, meningkatkan efisiensi dan efektivitas penggunaan sumberdaya dan anggaran belanja, serta lebih
mengarahkan programkegiatan yang dilaksanakan SKPD dalam pencapaian target pembangunan, melalui koordinasi antar sektor terkait.
Pada tahun 2015 ini dilakukan koordinasi terkait dengan pengembangan pasar tradisional, pelatihan, pengembangan kawasan minapolitan, pengembangan
sentra industri dan pengembangan investasi daerah. Koordinasi dilakukan melalui kunjungan lapangan yang selanjutnya ditindaklanjuti dengan koordinasi dengan
SKPD terkait dengan permasalahan yang ada. Rekomendasi yang dihasilkan adalah sebagai berikut:
1. Rekomendasi terkait pemeliharaanrehabilitasi pasar, sebagai berikut: a. Terkait dengan perluasan Pasar Tempel dan Pasar Pakem agar dapat
dilakukan koordinasi dengan Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah BKPRD Kabupaten Sleman dan Dinas Pertanian, Perikanan dan
Kehutanan terkait rencana perluasan pasar b. Terkait dengan pelaksanaan pemeliharaanrehabilitasi bangunan sarana
dan prasarana ekonomi, Dinas Pasar disarankan membuat skala prioritas terhadap pelaksanaan pemeliharaanrehabilitasi bangunan pasar tradisional
yang ada rusak parah, rusak sedang, rusak ringan. c. Pekerjaan yang akan dilaksanakan pada tahun 2016, antara lain:
1 Pembongkaran bango, pembuatan kanopi antara los, pembuatan drainase, pekerjaan gerbang dan pembangunan mmusholla di Pasar
Ngijon; 2 Pembuatan kanopi keliling dan normalisasi sanitasi di Pasar Godean;
3 Pembangunan TPS di Pasar Ngablak; 4 Pembuatan talud, pekerjaan paving halaman dan salasar, dan kanopi
depan pasar di Pasar Gendol; 5 Renovasi musholla, perbaikan struktur atap dan pembenahan tempat
wudhu di Pasar Tempel; 6 Pembangunan talud pengaman di Pasar Kejambon;
7 Rehabilitasi bangoperluasan los, perbaikan saluran drainase dan penambahan ruang kesehatan dan laktasi di Pasar Cebongan;
8 Pembangunan pagar bumi keliling di Pasar Kebonagung; 9 Pembangunan pos keamanan dan pos kesehatan di Pasar Sambilegi;
160 Profil Bappeda 2015
10Rehabilitasi kios dan kantor pasar di Pasar Kenaran; dan 11Pembuatan gudang alat kebersihan di Pasar Gentan.
2. Rekomendasi terkait pelaksanaan pelatihan, adalah sebagai berikut: a. Disarankan agar koordinasi antar SKPD pelaksana pelatihan sehingga
tujuan yang diharapkan bisa tercapai tanpa adanya penganggaran ganda terkait dengan pelaksanaan pelatihan.
b. Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi bertanggung jawab untuk melaksanakan pelatihan bagi UMKM, dengan fokus pada pengolahan
pangan, pengolahan sandang, pengolahan kimia dan bangunan, kerajinan, logam, penerapan teknologi, pelatihan kewirausahaan, dan pengembangan
usaha, dari
tingkatan inisiasi,
penumbuhan, peningkatan
dan pengembangan.
c. Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan bertanggung jawab untuk melaksanakan pelatihan bagi kelompok tani, yang terdiri dari pelatihan
budidaya, pelatihan panen sampai dengan pasca panen, pelatihan pengolahan bahan pangan alternatif, dan pelatihan ketahanan pangan.
d. Balai Latihan Kerja bertanggung jawab untuk melaksanakan pelatihan bagi masyarakat umum dengan tujuan penguasaan keterampilan.
e. Dinas Tenaga Kerja dan Sosial bertanggung jawab untuk melaksanakan pelatihan bagi korban PHK sehingga dapat mempunyai embrio usaha.
f. Terkait dengan pelatihan yang sifatnya inisiasi, peran aktif kecamatan sangat diperlukan utamanya dalam penyiapan peserta. Sangat diharapkan
bahwa usulan pelatihan yang diajukan Kecamatan dalam PIK, bukan sekedar usulan untuk memenuhi kuota yang ditetapkan dalam PIK.
g. Pelatihan yang berhubungan dengan UMKM dan masyarakat miskin, harus dikoordinasikan dengan baik antar SKPD terkait: Dinas Tenaga Kerja dan
Sosial, Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi, dan Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan sehingga tidak terjadi penganggaran
ganda terkait dengan pelaksanaan pelatihan. h. Kewenangan untuk melaksanakan pelatihan ada di SKPD terkait: Dinas
Tenaga Kerja dan Sosial, Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi, Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan, dan Balai Latihan Kerja.
i. Perlunya disusun kurikulum pelatihan yang komprehensif sehingga bisa
menjamin teraplikasikannya hasil-hasil pelatihan.
161 Profil Bappeda 2015
j. Perlunya disusun rencana tindak lanjut terkait dengan monitoring dan
evaluasi terhadap efektivitas pelatihan dan hasil-hasilnya. 3. Rekomendasi terkait pengembangan minapolitan, sebagai berikut
a. Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi melakukan identifikasi proses pemasaran hasil dan menuangkannya dalam RPIJM;
b. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata melakukan identifikasi pengembangan kawasan minapolitan menuju kawasan wisata berbasis perikanan;
c. Dinas Pekerjaan Umum melakukan identifikasi pembangunan prasarana pendukung bagi kawasan minapolitan, seperti embung;
d. Dinas Sumber Daya Air, Energi dan Mineral melakukan identifikasi saluran irigasi yang mengaliri kawasan minapolitan; dan
e. Dinas Pasar melakukan identifikasi terkait distribusi dan pasar produk kawasan minapolitan.
4. Rekomendasi terkait pengembangan sentra industri, sebagai berikut: a. Terkait perizinan, agar tetap menaati aturan yang berlaku, termasuk di
dalamnya pemanfaatan tanah yang mengacu pada RTRW yang ada. b. Terkait penggunaan RPA yang dikeluhkan kelompok, Dinas Pertanian,
Perikanan dan Kehutanan akan segera melakukan pengecekan lapangan terhadap RPA yang dimaksud, Hal ini karena RPA tersebut adalah
merupakan aset Pemerintah Kabupaten Sleman bantuan dari Pemerintah Jepang.
c. Dalam kaitannya
dengan perizinan,
Badan Lingkungan
Hidup mengingatkan tentang dokumen pemantauan lingkungan hidup yang harus
disiapkan sebelum proses perizinan dilaksanakan. d. Pada tahun 2015 ini, sentra ayam goreng di Dusun Bendan ini akan
ditetapkan menjadi sentra
industri ayam
goreng oleh
Pemerintah Kabupaten
Sleman, sehingga
pelatihan terkait
manajemen usaha,
packaging, pengembangan usaha dan lainnya dapat lebih terakomodir dalam programkegiatan di dinas terkait.
e. Disarankan kelompokpaguyuban yang ada untuk membentuk koperasi atau badan usaha lain yang berbadan hukum sebagai antisipasi
pelaksanaan Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, khususnya Pasal 298 tentang hibah dan bansos.
162 Profil Bappeda 2015
f. Di masa
mendatang, Dinas
Kebudayaan dan
Pariwisata akan
mengembangkan secara terpadu sentra ayam goreng di Dusun Bendan dengan obyek dan daya tarik wisata yang ada di sekitar.
g. Terkait dengan sertifikasi produk, disarankan agar dilakukan secara kelompok, termasuk di dalamnya adalah pendaftaran hak cipta, sertifikasi
halal, dan SNI produk. 5. Rekomendasi terkait pengembangan investasi daerah meliputi:
a. Strategi dan kebijakan investasi untuk sektor yang sudah inklusif sektor jasa-jasa adalah melalui strategi dan kebijakan pengembangan;
b. Strategi dan kebijakan investasi untuk sektor yang potensial inklusif sektor pertanian, sektor perdagangan, hotel dan restoran, dan sektor
industri pengolahan adalah melalui strategi dan kebijakan yang sifatnya penumbuhan dan percepatan melalui koordinasi antar Dinas terkait
Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan, Dinas Sumber Daya Air, Energi dan Mineral, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Perindustrian,
Perdagangan dan Koperasi, dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata. c. Strategi penumbuhan ini dilakukan dengan melakukan identifikasi
subsektor yang akan menjadi target penumbuhan dan pengembangan, dari inisiasi sampai dengan pemasarannya termasuk di dalamnya
branding yang melibatkan Dinas terkait, sehingga investasi yang dilaksanakan dapat bermanfaat luas bagi seluruh stakeholder yang
terlibat. d. Sedangkan
strategi percepatan
dilakukan dengan
melakukan percepatan pada proyek investasi yang telah dilakukan di sektor yang
telah berjalan, dengan memperluas manfaat investasi yang ada melalui penyusunan regulasi terkait.
e. Kebijakan-kebijakan di atas akan didukung oleh kebijakan pembagian dan pengembangan wilayah berbasis potensi sektoral.
f. Kebijakan investasi di sektor pertanian diarahkan pada pengembangan sektor pertanian organisk, penetapan lahan berkelanjutan, dan land
banking agriculture. g. Kebijakan investasi di sektor industri pengolahan diarahkan pada upaya
mendorong pertumbuhan
industri kecil
dan menengah
melalui
163 Profil Bappeda 2015
peningkatan produk, produktivitas dan kualitas produk industri kecil dan menengah.
h. Kebijakan lain yang akan diambil adalah: 1 Meningkatkan kemitraan antara sektor perdagangan, hotel dan
restoran dengan sektor pertanian dan sektor industri pengolahan; 2 Meningkatkan serapan tenaga kerja lokal melalui regulasi dan
pengawasan kebijakan serapan tenaga kerja lokal; 3 Meningkatkan inklusivitas investasi di Kabupaten Sleman dengan
menetapkan pola dan aturan pengembangan sektoral.
30. Rencana Induk Pembangunan Ekonomi Terpadu Kabupaten Sleman,
2016-2020
Penyusunan Rencana Induk Pembangunan Ekonomi Terpadu Kabupaten Sleman bertujuan untuk memberi arah pembangunan ekonomi, kebijakan dan
rencana strategis yang akan menjadi dasar pelaksanaan pembangunan ekonomi di Kabupaten Sleman dalam kurun waktu 5 lima tahun mendatang serta
menyiapkan arah, strategi, pola keterpaduan pembangunan ekonomi di Kabupaten Sleman. Adapun manfaat yang diharapkan dapat menjadi acuan bagi SKPD terkai
dalam penentuan
programkegiatan yang
akan dilakukan
dalam rangka
mempertahankanmeningkatkan pertumbuhan ekonomi. Penyusunan Dokumen Rencana Induk Pembangunan Ekonomi Terpadu Kabupaten Sleman meliputi
penyusunan rencana induk sektor perindustrian dan perdagangan, koperasi dan UKM, ketenagakerjaan, pariwisata, pertanian dalam arti luas, penanaman modal,
perizinan, dan sarana dan prasarana. Tantangan pembangunan yang dihadapi Kabupaten Sleman antara lain
daya saing produk sektor ekonomi lokal yang masih rendah, kualitas sumberdaya manusia, sarana dan prasarana pendukung kegiatan ekonomi, pengelolaan usaha
sektor ekonomi lokal, sinergitas antar pelaku sektor ekonomi lokal, alih fungsi lahan yang tidak sesuai dengan ketentuan yang ada, pengelolaan promosi
perizinan dan pelayanan perizinan yang belum optimal. Sasaran yang ingin dicapai melalui pembangunan ekonomi Kabupaten
Sleman adalah 1 meningkatnya pertumbuhan ekonomi; 2 meningkatnya daya saing ekonomi daerah; 3 meningkatnya prasarana dan sarana perekonomian, dan
4 meningkatnya kontribusi sektor ekonomi lokal. Terkait dengan sasaran tersebut,
164 Profil Bappeda 2015
arah kebijakan yang ditempuh Pemerintah Kabupaten Sleman adalah 1 peningkatan
promosi potensi
dan produk
sektor ekonomi
lokal; 2 penciptaan iklim usaha yang kondusif; 3 peningkatan kerja sama dan
kemitraan antara
UMKM sektor
ekonomi lokal
dengan lembagainstitusi
pendidikan, pelatihan dan penelitian, dengan industri, dan dengan lembaga keuangan; 4 pemberian insentif bagi investor; 5 peningkatan pemanfaatan
teknologi bagi UMKM sektor ekonomi lokal; 6 penegakan regulasi; 7 peningkatan kapasitas tenaga kerja, pelaku usaha dan kelembagaan sektor ekonomi lokal; 8
peningkatan pelayanan investasi dan pelayanan perizinan; 9 peningkatan kerja sama dan promosi investasi; 10 peningkatan kesempatan kerja; 11 peningkatan
promosi dan pemasaran produk UMKM sektor ekonomi lokal; 12 perluasan pasar tujuan produk UMKM sektor ekonomi lokal;
13 peningkatan kualitas dan diversifikasi produk UMKM sektor ekonomi lokal; 14 peningkatan kualitas obyek
dan daya
tarik wisata;
15 peningkatan
penggunaan produk
lokal; 16 pengembangan kemitraan strategis antar UMKM sektor ekonomi lokal; 17
peningkatan standardisasi pelatihan dan sertifikasi tenaga kerja; 18 peningkatan standardisasi dan sertifikasi produk UMKM; 19 peningkatan pemanfaatan
teknologi dalam promosi potensi wilayah dan produk sektor ekonomi lokal; 20 peningkatan investasi prasarana dan sarana pendukung perekonomian; 21
peningkatan potensi wilayah; 22 Peningkatan tata kelola sumber daya alam; dan 23 peningkatan daya dukung lingkungan.
4.1.1.4 Bidang Sosial Pemerintahan A.
Subbidang Pendidikan, Pemuda dan Olahraga, dan Kebudayaan 1.
Kajian Indeks Pembangunan Gender Kabupaten Sleman 2010
Tujuan penulisan buku Indeks Pembangunan Gender IPG adalah untuk mengukur pencapaian pembangunan gender di Kabupaten Sleman pada aspek
kesehatan, pendidikan, dan ekonomi penduduk dengan melihat ketidaksetaraan pencapaian antara laki-laki dan perempuan.
Metodologi yang digunakan dalam penyusunan buku ini menggunakan kombinasi analisis deskriptif dan analisis induktif. Indikator yang digunakan yaitu:
1 kesehatan dengan komponen lamanya hidup atau angka harapan hidup yang diukur dengan usia harapan hidup waktu lahir, 2 pendidikan dengan komponen
pengetahuan dan keterampilan yang diwakili oleh rata-rata lama sekolah dan
165 Profil Bappeda 2015
angka melek huruf dan 3 ekonomi dengan komponen keterlibatan perempuan dalam dunia kerja yang dikukur dengan persentase angkatan kerja dan upah
pekerja perempuan di sektor nonpertanian. Perkembangan IPG Kabupaten Sleman dari tahun ke tahun mengalami
perkembangan yang semakin baik sebagaimana yang dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel Indikator IPG Kabupaten Sleman Tahun 2010
No. Uraian
Nilai Komponen IPG
1. Angka Harapan Hidup tahun
76,56 2.
Angka Melek Huruf 89,40
3. Rata-rata Lama Sekolah tahun
9,66 4.
Kontribusi Perempuan terhadap Pendapatan 0,36
Indeks IPG 1.
Kesehatan 85,93
2. Pendidikan
81,07 3.
Pendapatan 55,51
IPG 74,17
Sumber: BPS Kabupaten Sleman
Berdasarkan penghitungan IPG Kabupaten Sleman pada tahun 2010 sebesar 74,17. Apabila dibandingkan dengan IPG di tingkat nasional maka peringkat
Kabupatan Sleman menduduki rangking kesepuluh dan hal ini menurun satu peringkat jika dibandingkan dengan tahun 2009.
IPG DIY menurut KabupatenKota Tahun 2009 dan 2010
Provinsi Kabupaten
Kota Angka
Harapan Hidup
tahun Angka Melek
Huruf persen
Rata-rata Lama
Sekolah tahun
Kontribusi terhadap
Pendapatan IPG
Peringkat Nasional
IPG P
L P
L P
L P
L 2009 2010
2009 2010
34. D.I.
Yogyakarta 75,16
71,37 86,11
95,83 8,45
9,73 0,38
0,62 72,24
72,51 2
2 01. Kulonprogo
76,24 72,53
85,08 96,46
7,65 8,76
0,32 0,68
66,56 67,04
122 127
02. Bantul 73,32
69,42 85,95
96,23 8,35
9,34 0,37
0,63 71,20
71,33 35
42 03. Gunungkidul
72,99 69,07
77,98 90,75
5,87 7,83
0,38 0,62
64,77 65,42
169 177
04. Sleman 76,86
73,21 89,40
97,89 9,66
11,17 0,36
0,64 73,94
74,17 9
10 71. Yogyakarta
75,37 71,59
96,84 99,77
11,29 11,95
0,41 0,59
77,10 77,56
1 1
Sumber: BPS Kabupaten Sleman
166 Profil Bappeda 2015
Ketimpangan gender yaitu selisih antara nilai IPM dan IPG. Ketimpangan gender yang akan semakin kecil jika jarak nilai antara IPM dan IPG juga semakin kecil.
Berikut ini tabel yang menggambarkan ketimpangan gender di Kabupaten Sleman.
Ketimpangan Gender di Kabupaten Sleman Tahun 2006, 2009, dan 2010
Tahun Nilai IPM
Nilai IPG Ketimpangan Gender
2006 76,22
72,90 3,32
2009 77,70
73,94 3,76
2010 78,20
74,17 4,03
Sumber: BPS Kabupaten Sleman diolah Angka Sementara
Ketimpangan gender dari tahun ke tahun semakin mengalami peningkatan sebagaimana yang tertulis pada tabel di atas. Oleh karena itu, perlu adanya
perbaikan secara terus menerus agar nilai IPG mendekati nilai IPM sehingga ketimpangan gender menjadi semakin menyempit.
Indeks Pemberdayaan Gender IDG mengukur ketimpangan gender di bidang ekonomi, partisipasi politik, dan pengambilan keputusan. Indeks ini berfokus pada
peluang yang dimiliki oleh perempuan dan bukan kemampuannya.
IDG DIY menurut KabupatenKota Tahun 2009 dan 2010
Provinsi Kabupaten
Kota Keterlibatan
Perempuan di Parrlemen
persen Perempuan
sebagai Manajer, Profesional,
Administrasi dan Teknisi
persen Kontribusi
Perempuan dalam Pendapatan Kerja
Nonpertanian persen
IDG Peringkat
IDG 2009
2010 2009
2010 34.
D.I. Yogyakarta
26,42 46,01
38,41 62,32 77,70
6 1
01. Kulonprogo
12,50 51,76
31,67 60,87 61,18
87 175
02. Bantul 13,64
46,67 37,35
63,83 67,85 47
70 03.
Gunungkidul 11,11
35,95 37,87
58,62 59,36 130
215 04. Sleman
18,00 48,03
36,43 63,04 70,74
52 35
71. Yogyakarta
15,00 43,60
40,70 74,64 69,85
5 42
Sumber: BPS Kabupaten Sleman
167 Profil Bappeda 2015
IDG Kabupaten Sleman pada tahun 2010 berada pada peringkat 35 secara nasional dengan nilai 70,74 dan meningkat tajam dibandingkan dengan tahun
2009 yang sebesar 63,04.
2. Indeks Pembangunan Gender Kabupaten Sleman 2011
Tujuan penulisan buku Indeks Pembangunan Gender IPG adalah untuk mengukur pencapaian pembangunan gender di Kabupaten Sleman pada aspek
kesehatan, pendidikan, dan ekonomi penduduk dengan melihat ketidaksetaraan pencapaian antara laki-laki dan perempuan.
Metodologi yang digunakan dalam penyusunan buku ini menggunakan kombinasi analisis deskriptif dan analisis induktif. Indikator yang digunakan yaitu:
1 kesehatan dengan komponen lamanya hidup atau angka harapan hidup yang diukur dengan usia harapan hidup waktu lahir, 2 pendidikan dengan komponen
pengetahuan dan keterampilan yang diwakili oleh rata-rata lama sekolah dan angka melek huruf dan 3 ekonomi dengan komponen keterlibatan perempuan
dalam dunia kerja yang dikukur dengan persentase angkatan kerja dan upah pekerja perempuan di sektor nonpertanian.
Perkembangan IPG Kabupaten Sleman dari tahun ke tahun mengalami perkembangan yang semakin baik sebagaimana yang dapat dilihat dalam tabel
berikut:
Tabel Indikator IPG Kabupaten Sleman Tahun 2010 dan 2011
No. Uraian
Nilai 2010
2011 Komponen IPG
1. Angka Harapan Hidup tahun
76,56 76,86
2. Angka Melek Huruf
89,40 89,76
3. Rata-rata Lama Sekolah tahun
9,66 9,97
4. Kontribusi Perempuan terhadap Pendapatan
0,36 0,38
Indeks IPG 1.
Kesehatan 85,93
86,43 2.
Pendidikan 81,07
82,00 3.
Pendapatan 55,51
55,81 IPG
74,17 74,75
Sumber: BPS Kabupaten Sleman Angka Sementara
168 Profil Bappeda 2015
Berdasarkan penghitungan IPG Kabupaten Sleman pada tahun 2011 sebesar 74,75 maka mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun 2010
sebesar 74,17. Apabila dibandingkan dengan IPG di Provinsi DIY maka peringkat Kabupatan Sleman menduduki rangking kedua sebagaimana tercantum dalam
tabel di bawah ini.
IPG DIY menurut KabupatenKota Tahun 2010 dan 2011
Provinsi Kabupaten
Kota Angka Harapan
Hidup tahun
Angka Melek Huruf
persen Rata-rata
Lama Sekolah tahun
Kontribusi terhadap
Pendapatan IPG
Peringkat IPG P
L P
L P
L P
L 2010
2011 2010
2011 34.
D.I. Yogyakarta
75,16 71,37
87,09 96,28
8,67 9,78
0,39 0,61
72,51 73,07
2 2
01. Kulonprogo 76,24
72,53 86,50
96,50 8,07
9,15 0,32
0,68 67,04
67,85 4
4 02. Bantul
73,32 69,42
86,25 96,25
8,36 9,35
0,38 0,62
71,33 71,71
3 3
03. Gunungkidul 72,99
69,07 78,63
92,22 6,32
7,84 0,38
0,62 65,42
66,04 5
5 04. Sleman
76,86 73,21
89,76 97,90
9,97 11,18
0,38 0,62
74,17 74,75
2 2
71. Yogyakarta 75,37
71,59 96,85
99,78 11,30
11,96 0,42
0,58 77,56
77,92 1
1
Sumber: BPS Kabupaten Sleman Angka Sementara Keterangan: peringkat secara nasional
Ketimpangan gender yaitu selisih antara nilai IPM dan IPG. Ketimpangan gender yang akan semakin kecil jika jarak nilai antara IPM dan IPG juga semakin
kecil. Berikut ini tabel yang menggambarkan ketimpangan gender di Kabupaten Sleman.
Ketimpangan Gender di Kabupaten Sleman Tahun 2009, 2010, dan 2011
Tahun Nilai IPM
Nilai IPG Ketimpangan Gender
2009 77,70
73,94 3,76
2010 78,20
74,17 4,03
2011 78,79
74,75 4,04
Sumber: BPS Kabupaten Sleman diolah Angka Sementara
Ketimpangan gender dari tahun 2009 ke tahun 2011 mengalami peningkatan sebagaimana yang tertulis pada tabel di atas. Oleh karena itu, perlu
adanya perbaikan secara terus menerus agar nilai IPG mendekati nilai IPM sehingga ketimpangan gender menjadi semakin menyempit.
Indeks Pemberdayaan Gender IDG mengukur ketimpangan gender di bidang ekonomi, partisipasi politik, dan pengambilan keputusan. Indeks ini berfokus pada
peluang yang dimiliki oleh perempuan dan bukan kemampuannya.
169 Profil Bappeda 2015
IDG DIY menurut KabupatenKota Tahun 2010 dan 2011
Provinsi Kabupaten
Kota Keterlibatan
Perempuan di Parrlemen
persen Perempuan
sebagai Manajer, Profesional,
Administrasi dan Teknisi
persen Kontribusi
Perempuan dalam Pendapatan Kerja
Nonpertanian persen
IDG Peringkat
IDG 2010
2011 2010
2011 34.
D.I. Yogyakarta
26,42 44,54
39,18 77,70 77,84
- -
01. Kulonprogo
12,50 44,53
31,97 61,18 61,15
4 5
02. Bantul 13,64
46,53 37,94
67,85 67,46 3
3 03.
Gunungkidul 11,11
44,97 38,40
59,36 62,22 5
4 04. Sleman
18,00 44,02
37,79 70,74 70,52
1 1
71. Yogyakarta
15,00 42,74
42,08 69,85 70,00
2 2
Sumber: BPS Kabupaten Sleman Angka Sementara
IDG Kabupaten Sleman pada tahun 2011 berada pada peringkat pertama di tingkat provinsi DIY dengan nilai 70,52 dan mengalami sedikit penurunan jika
dibandingkan dengan tahun 2010 yang sebesar 70,74.
3. Indeks Pembangunan Gender Kabupaten Sleman 2012
Tujuan penulisan buku Indeks Pembangunan Gender IPG adalah untuk mengukur pencapaian pembangunan gender di Kabupaten Sleman pada aspek
kesehatan, pendidikan, dan ekonomi penduduk dengan melihat ketidaksetaraan pencapaian antara laki-laki dan perempuan.
Metodologi yang digunakan dalam penyusunan buku ini menggunakan kombinasi analisis deskriptif dan analisis induktif. Indikator yang digunakan yaitu: 1
kesehatan dengan komponen lamanya hidup atau angka harapan hidup yang diukur dengan usia harapan hidup waktu lahir, 2 pendidikan dengan komponen
pengetahuan dan keterampilan yang diwakili oleh rata-rata lama sekolah dan angka melek huruf dan 3 ekonomi dengan komponen keterlibatan perempuan
dalam dunia kerja yang dikukur dengan persentase angkatan kerja dan upah pekerja perempuan di sektor nonpertanian.
Perkembangan IPG Kabupaten Sleman dari tahun ke tahun mengalami perkembangan yang semakin baik sebagaimana yang dapat dilihat dalam tabel
berikut:
170 Profil Bappeda 2015
Tabel Indikator IPG Kabupaten Sleman Tahun 2011 dan 2012
No. Uraian
Nilai 2011
2012 Komponen IPG
1. Angka Harapan Hidup tahun
76,86 76,97
2. Angka Melek Huruf
89,76 92,01
3. Rata-rata Lama Sekolah tahun
9,97 9,97
4. Kontribusi Perempuan terhadap Pendapatan
0,38 0,37
Indeks IPG 1.
Kesehatan 86,43
86,62 2.
Pendidikan 82,00
83,50 3.
Pendapatan 55,81
57,18 IPG
74,75 75,76
Sumber: BPS Kabupaten Sleman Angka Sementara
Berdasarkan penghitungan IPG Kabupaten Sleman pada tahun 2012 sebesar 75,76 maka mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun 2011
sebesar 74,75. Apabila dibandingkan dengan IPG di Provinsi DIY maka peringkat Kabupatan Sleman menduduki rangking kedua sebagaimana tercantum dalam
tabel di bawah ini.
IPG DIY menurut KabupatenKota Tahun 2011 dan 2012
Provinsi Kabupaten
Kota Angka Harapan
Hidup tahun
Angka Melek Huruf
persen Rata-rata
Lama Sekolah tahun
Kontribusi terhadap
Pendapatan IPG
Peringkat IPG P
L P
L P
L P
L 2010
2011 2011
2012 34.
D.I. Yogyakarta
75,21 71,42
88,43 96,55
8,67 9,79
39,55 60,45
73,07 74,11
2 2
01. Kulonprogo 76,34
72,63 88,03
96,99 8,07
9,16 32,07
67,93 67,85
68,41 4
4 02. Bantul
73,33 69,43
87,96 96,45
8,51 9,40
38,87 61,13
71,71 72,69
3 3
03. Gunungkidul 73,02
69,10 79,01
92,23 6,32
7,84 37,64
62,36 66,04
66,62 5
5 04. Sleman
76,97 73,32
92,01 98,46
9,97 11,18
36,72 63,28
74,75 75,76
2 2
71. Yogyakarta 75,40
71,62 96,86
99,79 11,32
12,11 42,97
57,03 77,92
78,71 1
1
Sumber: BPS Kabupaten Sleman Angka Sementara Keterangan: peringkat secara nasional
Ketimpangan gender yaitu selisih antara nilai IPM dan IPG. Ketimpangan gender yang akan semakin kecil jika jarak nilai antara IPM dan IPG juga semakin kecil.
Berikut ini tabel yang menggambarkan ketimpangan gender di Kabupaten Sleman.
Ketimpangan Gender di Kabupaten Sleman Tahun 2010, 2011, dan 2012
Tahun Nilai IPM
Nilai IPG Ketimpangan Gender
2010 78,20
74,17 4,03
2011 78,79
74,75 4,04
2012 79,39
75,76 3,63
Sumber: BPS Kabupaten Sleman diolah Angka Sementara
171 Profil Bappeda 2015
Ketimpangan gender dari tahun ke tahun bersifat fluktuatif sebagaimana yang tertulis pada tabel di atas. Pada tahun 2012 ketimpangan semakin kecil jika
dibandingkan dengan tahun 2011. Oleh karena itu, perlu adanya perbaikan secara terus menerus agar nilai IPG mendekati nilai IPM sehingga ketimpangan gender
menjadi semakin menyempit. Indeks Pemberdayaan Gender IDG mengukur ketimpangan gender di bidang
ekonomi, partisipasi politik, dan pengambilan keputusan. Indeks ini berfokus pada peluang yang dimiliki oleh perempuan dan bukan kemampuannya.
IDG DIY menurut KabupatenKota Tahun 2011 dan 2012
Provinsi Kabupaten
Kota Keterlibatan
Perempuan di Parrlemen
persen Perempuan
sebagai Manajer, Profesional,
Administrasi dan Teknisi
persen Kontribusi
Perempuan dalam Pendapatan Kerja
Nonpertanian persen
IDG Peringkat
IDG 2011
2012 2011
2012 34.
D.I. Yogyakarta
21,82 43,83
39,55 77,84 75,57
1 3
01. Kulonprogo
10,00 54,18
32,07 61,15 59,23
5 5
02. Bantul 13,33
45,39 38,87
68,46 68,52 3
3 03.
Gunungkidul 13,33
42,06 37,64
62,22 64,58 4
4 04. Sleman
16,00 42,23
36,72 70,52 69,66
1 2
71. Yogyakarta
15,00 42,68
42,97 70,00 70,70
2 1
Sumber: BPS Kabupaten Sleman Angka Sementara
IDG Kabupaten Sleman pada tahun 2012 berada pada peringkat kedua di tingkat provinsi DIY dengan nilai 69,66 dan mengalami sedikit penurunan jika
dibandingkan dengan tahun 2011 yang sebesar 70,52
4. Indeks Pembangunan Gender Kabupaten Sleman 2013
Tujuan penulisan buku Indeks Pembangunan Gender IPG adalah untuk mengukur pencapaian pembangunan gender di Kabupaten Sleman pada aspek
kesehatan, pendidikan, dan ekonomi penduduk dengan melihat ketidaksetaraan pencapaian antara laki-laki dan perempuan.
172 Profil Bappeda 2015
Metodologi yang digunakan dalam penyusunan buku ini menggunakan kombinasi analisis deskriptif dan analisis induktif. Indikator yang digunakan yaitu:
1 kesehatan dengan komponen lamanya hidup atau angka harapan hidup yang diukur dengan usia harapan hidup waktu lahir, 2 pendidikan dengan komponen
pengetahuan dan keterampilan yang diwakili oleh rata-rata lama sekolah dan angka melek huruf dan 3 ekonomi dengan komponen keterlibatan perempuan
dalam dunia kerja yang dikukur dengan persentase angkatan kerja dan upah pekerja perempuan di sektor nonpertanian.
Perkembangan IPG Kabupaten Sleman dari tahun ke tahun mengalami perkembangan yang semakin baik sebagaimana yang dapat dilihat dalam tabel
berikut:
Tabel Indikator IPG Kabupaten Sleman Tahun 2012 dan 2013
No. Uraian
Nilai 2012
2013 Komponen IPG
1. Angka Harapan Hidup tahun
76,97 77,41
2. Angka Melek Huruf
92,01 92,02
3. Rata-rata Lama Sekolah tahun
9,97 10,15
4. Kontribusi Perempuan terhadap Pendapatan
0,37 0,37
Indeks IPG 1.
Kesehatan 86,62
87,35 2.
Pendidikan 83,50
83,90 3.
Pendapatan 57,18
58,10 IPG
75,76 76,45
Sumber: BPS Kabupaten Sleman Angka Sementara
Berdasarkan penghitungan IPG Kabupaten Sleman pada tahun 2013 sebesar 76,45 maka mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun 2012 sebesar
75,76. Apabila dibandingkan dengan IPG di Provinsi DIY maka peringkat Kabupatan Sleman menduduki rangking kedua sebagaimana tercantum dalam
tabel di bawah ini:
IPG DIY menurut KabupatenKota Tahun 2012 dan 2013
Provinsi Kabupaten
Kota Angka Harapan
Hidup tahun
Angka Melek Huruf
persen Rata-rata
Lama Sekolah tahun
Kontribusi terhadap
Pendapatan IPG
Peringkat IPG P
L P
L P
L P
L 2012
2013 2012
2013 34.
D.I. Yogyakarta
75,45 71,69
89,11 96,78
8,86 9,82
39,87 60,13
74,11 74,75
2 2
01. Kulonprogo 77,04
73,41 89,95
97,71 8,07
9,16 32,32
67,68 68,41
69,42 4
4 02. Bantul
73,50 69,63
89,18 96,53
8,86 9,64
38,97 61,03
72,69 73,35
3 3
173 Profil Bappeda 2015
Provinsi Kabupaten
Kota Angka Harapan
Hidup tahun
Angka Melek Huruf
persen Rata-rata
Lama Sekolah tahun
Kontribusi terhadap
Pendapatan IPG
Peringkat IPG P
L P
L P
L P
L 2012
2013 2012
2013 03. Gunungkidul
73,25 69,36
79,74 92,27
6,34 7,85
38,05 61,95
66,62 67,29
5 5
04. Sleman 77,41
73,81 92,02
98,62 10,15
11,20 37,16
62,84 75,76
76,45 2
2 71. Yogyakarta
75,53 71,78
97,03 99,98
11,32 12,11
43,34 56,66
78,71 79,04
1 1
Sumber: BPS Kabupaten Sleman Angka Sementara Keterangan: peringkat secara nasional
Ketimpangan gender yaitu selisih antara nilai IPM dan IPG. Ketimpangan gender yang akan semakin kecil jika jarak nilai antara IPM dan IPG juga semakin kecil.
Berikut ini tabel yang menggambarkan ketimpangan gender di Kabupaten Sleman.
Ketimpangan Gender di Kabupaten Sleman Tahun 2011, 2012, dan 2013
Tahun Nilai IPM
Nilai IPG Ketimpangan Gender
2011 78,79
74,75 4,04
2012 79,39
75,76 3,63
2013 79,97
76,45 3,52
Sumber: BPS Kabupaten Sleman diolah Angka Sementara
Ketimpangan gender dari tahun 2011 ke tahun 2013 mengalami penurunan sebagaimana yang tertulis pada tabel di atas. Pada tahun 2013 ketimpangan
semakin kecil jika dibandingkan dengan tahun 2012. Oleh karena itu, perlu adanya perbaikan secara terus menerus agar nilai IPG mendekati nilai IPM sehingga
ketimpangan gender menjadi semakin menyempit. Indeks Pemberdayaan Gender IDG mengukur ketimpangan gender di bidang
ekonomi, partisipasi politik, dan pengambilan keputusan. Indeks ini berfokus pada peluang yang dimiliki oleh perempuan dan bukan kemampuannya.
IDG DIY menurut KabupatenKota Tahun 2012 dan 2013
Provinsi Kabupaten
Kota Keterlibatan
Perempuan di Parrlemen
persen Perempuan
sebagai Manajer, Profesional,
Administrasi dan Teknisi
persen Kontribusi
Perempuan dalam Pendapatan Kerja
Nonpertanian persen
IDG Peringkat
IDG 2012
2013 2012
2013 34.
D.I. Yogyakarta
21,82 47,95
39,87 75,57 76,36
3 3
01. Kulonprogo
10,00 56,22
32,32 59,23 59,26
5 5
02. Bantul 13,33
47,24 38,97
68,52 68,88 3
3 03. Gunungkidul
13,33 51,41
38,05 64,58 66,01
4 4
174 Profil Bappeda 2015
Provinsi Kabupaten
Kota Keterlibatan
Perempuan di Parrlemen
persen Perempuan
sebagai Manajer, Profesional,
Administrasi dan Teknisi
persen Kontribusi
Perempuan dalam Pendapatan Kerja
Nonpertanian persen
IDG Peringkat
IDG 2012
2013 2012
2013 04. Sleman
18,00 45,66
37,16 69,66 72,30
2 1
71. Yogyakarta 15,00
49,96 43,34
70,70 71,75 1
2 Sumber: BPS Kabupaten Sleman Angka Sementara
IDG Kabupaten Sleman pada tahun 2013 berada pada peringkat pertama di tingkat provinsi DIY dengan nilai 72,30 dan mengalami kenaikan jika dibandingkan
dengan tahun 2012 yang sebesar 69,66.
5. Kajian Kebutuhan Tenaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan Pada
Satuan Pendidikan Di Kabupaten Sleman
Kajian ini bertujuan untuk 1 memberikan masukan yang dapat digunakan sebagai pedoman bagi sekolah, dalam perencanaan penerimaan tenaga pendidik
dan kependidikan; 2 memberikan pedoman bagi dinas tentang teknis dalam pengendalian dan pengawasan GTTPTT; dan 3 memberikan pedoman bagi
Pemerintah Kabupaten Sleman dalam penyusunan APBD khususnya yang berkaitan dengan bantuan insentif GTTPTT Kabupaten Sleman pada tahun
berikutnya. Metode yang digunakan dalam kajian ini adalah survey dengan pendekatan
analisis kualitatif. Hal ini dilakukan karena data lapangan yang diperoleh tidak ada keseragaman sehingga sulit untuk dianalisis dengan metode statistika. Dari data
yang diperoleh kemudian dilakukan persentase untuk mengetahui kelayakan hasil yang diharapkan. Setelah memperoleh hasil persentase , selanjutnya dilakukan
analisis data secara kualitatif dengan menerapkan langkah-langkah analisis yang prosedural sesuai dengan pendekatan kualitatif. Sebagian data yang dapat
dilakukan dengan pendekatan kuantitatif dilakukan olah statistik. Analisis kualitatif terdiri atas tiga alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu, reduksi data,
penyajian data dan penarikan kesimpulan atau verifikasi. Dari hasil pembahasan yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai
berikut: 1 Rata-rata usia GTT pada setiap jenjang yang tergolong dalam usia produktif yaitu antara 35 – 39 tahun. Rentang usia ini merupakan periode penting
175 Profil Bappeda 2015
untuk menunjukkan eksistensi dirinya pada publik; 2 Rata-rata masa kerja GTT sejak diangkat pertama untuk pamong Paud telah mencapai lebih dari 3 tahun,
GTT SD da SMP mencapai 7 tahun, SMA dan SMK mencapai 8 tahun sedangkan pada TK mencapai 9 tahun; 3 Jumlah jam mengajar PAUD sampai dengan SD
relative tinggi antara 25 – 30 jam pelajaran, sering tidak sebanding dengan perolehan insentifnya; 4 Rata-rata jam mengajar SMP dan SMASMK cenderung
ideal yaitu 12 – 22 jam pelajaran; 5 Kualifikasi akademik GTT relative memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru
dan Dosen; 6 Kesesuaian kualifikasi dan kompetensi pada jenjang pendidikan menengah
mencapai 70; 7 Jumlah GTT dan PTT cukup besar, yang menerima insentif sebesar 53,90 untuk GTT dan untuk PTT sebesar 70,10: 8
Masih dibutuhkan tenaga pendidk dan tenaga kependidikan untuk semua jenjang; Rekomendasi yang diberikan untuk GTTPTT adalah perlunya dibuatkan
peraturan dan kebijakan daerah yang melandasi pemberian insentif , perlunya diterbitkan aturan daerah tentang pengangkatan GTTPTT di sekolah, perlunya
kebijakan tentang batasan waktu minimal dalam memberikan insentif kepada GTTPTT dan perlunya kebijakan yang mengatur akan kebutuhan pendidik dan
tenaga kependidikan.
6. Penyusunan Rencana Induk Pendidikan Anak Usia Dini PAUD Di
Kabupaten Sleman Pada Tahun 2015 – 2019
Tujuan penyusunan Rencana Induk PAUD 2015 – 2019 adalah : 1 menganalisis permasalahan PAUD yang terdapat di KB dan TK di Kabupaten
Sleman; 2 menyusun Rencana Induk masterplan PAUD tahun 2015 – 2019, baik dari sisi peserta didik, tenaga pendidik, kurikulum, sarana dan prasarana,
serta evaluasi pembelajarannya. Penyusunan rencana induk PAUD menggunakan metode : diskripsi
kualitatif dengan bantuan persentase. Sampel diambil melalui kuota stratifikasi purposive sampling. Adapun untuk menggali informasi lebih banyak maka
dibuatlah angket questioner yang berisi tujuh angket meliputi a kemampuan anak; b proses pelayanan PAUD; c jumlah guru dan kualifikasinya; d
kompetensi guru; e sarana dan prasarana; f standar isi, proses dan penilaian; g penegelolaan dan pembiayaan. Instrumen lain berupa pedoman Focus Group
Discussion FGD.
176 Profil Bappeda 2015
Dari hasil kajian dan analisis dalam rangka penyusunan Rencana Induk PAUD ini adalah bahwa ditemukan permasalahan yang terkait dengan ; 1
kompetensi pendidik dan kualifikasi pendidik; 2 perkembangan anak dan poembelajaran anak; 3 sarana dan prasarana; 4 proses pelayanan; 5 fasilitas;
6 standar isi, proses, penilaian; 7 pengelolaan serta permasalahan yang berasal dari observasi dan FGD terkait dengan pengadaan tes masuk SD,
anggapan masyarakat, tuntutan orang tua dan kerja sama dengan tokoh masyarakat.
Rekomendasi yang diperlukan adalah : 1 perlu program sosialisasi UU Perlindungan Anak kepada orang tua dan pendidik ; 2 perlu dibuat program yang
menghentikan praktek pembelajaran yang beresiko bagi anak dan diciptakan model pembelajaran pengganti yang mengatasi permasalahan; 3 eksploitasi
anak dengan dalih prestasi harus dihentikan dan digantikan dengan program yang memekarkan seluruh anak dengan potensi masing-masing setrta melibatkan peran
budaya setempat, serta lomba antar lembaga; 4 perlu dibuat program “anak sehat terpadu” yaitu program bantuan gizi untuk anak yang membutuhkan, serta
sosialisasi kesehatan bagi anak-anak; 5 perlu dibuat “taman bermain untuk anak” di Kabupaten Sleman; 6 perlunya regulasi yang tegas untuk mengeluarka
perijinan pendirian PAUD; 7 perlunya kerja sama antar SKPD terkait misalnya program parenting pengantin antara KBPMPP dan Kementerian Agama, pendirian
PAUD Model, serta pengelolaan program kampus PPM, PPL, KKN.
6. Kajian Kelas Khusus Olahraga Tingkat SMP Dan SMA
Di Kabupaten Sleman
Tujuan Kajian Kelas Khusus Olahraga di Kabupaten Sleman adalah untuk mengkaji tentang potensi sekolah penyelenggara Kelas Khusus Olahraga pada
jenjang SMP dan SMA. Hasil kajian ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam pengambilan keputusan melalui rekomendasi yang didapatkan tentang arah dan
sistem pembinaan kelas khusus olahraga untuk jenjang SMP dan SMA di kabupaten sleman.
Metode yang digunakan dalam kajian ini adalah melalui survey. Kemudian data yang terkumpul dianalisis melalui metode diskriptif kualitatif, agar diperoleh
hasil yang maksimal sesuai dengan tujuan kajian. Subjek dalam kajian ini adalah atlit, pelatih, asisten pelatih, Pembinapengelola, kepala sekolah, dan pihak lain
177 Profil Bappeda 2015
yang terkait dengan pembinaan Kelas Khusus Olahraga KKO tingkat SMP dan SMA di Kabupaten Sleman. Observasi dilakukan untuk mengamati dan
memastikan tentang data yang terkait dengan: a kualifikasi atau tingkat restasi altit, b alat dan fasilitas olahraga, c alat pendidikan dan proses pelaksanaan
pembelajaran formal, d implementasi metode pelatihan dan e evaluasi dan penanganan atlit yang bermasalah.
Dari hasil kajian ini dapat disimpulkan bahwa melalui survey angket, observasi di KKO dan Focus Group Discussion FGD ditemukan permasalahan
yang terkait dengan: 1 sarana dan prasarana, sumber daya manusia, organisasi dan pengelolaan, sumberdana dan pembiayaan; 2 sistem rekrutmen pelatih
harus diperbaiki, pelatih harus memiliki standar kopetensi minimal untuk cabang olaraga yang ditangani; 3 perlu adanya struktur organisasi pengelola KKO pada
masing-masing sekolah penyelenggara dan perlu adanya sinergitas kinerja antara pengelola KKO dengan guru dalam proses pembelajaran; 4 melakukan
kerjasama dengan Kemendikbud, Kemenpora, Dinas Pendidikan Pemuda dan Olaraga, KONI, masyarakat dan sponsor guna meningkatkan sistem pembinaan
KKO baik tingkat SMP maupun SMA di Kabupaten Sleman; 5 pemilihan cabang olaraga harus disesuaikan dengan kondisi sekolah penyelenggara KKO dan
diusahakan agara masing-masing sekolah memiliki cabang utama yang berbeda; 6 kesejahteraan altet, pelatih dan pengelola KKO perlu ditingkatkan; 7 untuk
peningkatan kualitas pelatih maka perlu diadakan diklat, workshop, seminar dan lain-lain agar lebih meningkatkan kopetensi pelatih.
Rekomendasi yang diberikan antara lain : 1 Dinas Pendidikan pemuda dan olahraga agar menyusun rencana aksi daerah kelas khusus olahraga SMPdan
SMA agar terkelola dengan lebih baik, terencana, dan terukur baik kinerjanya maupun sasarannya; 2 Perlu adanya regulasi yang dapat dijadikan dasar hukum
bagi sekolah yang menyelenggarakan KKO, dengan harapan jika dipayungi dengan regulasi maka dalam hal pendanaan akan lebih diperhatikan; 3 Perlu
adanya kerjasama dengan instansi terkait termasuk lembaga swasta yang dituangan dalam bentuk MoU. Hal ini perlu dilakukan agar siswa yang mengikuti
program KKO dapat mengembangkan bakatnya dibidang olahraga prestasi melalui proses pembelajaran yang terjamin untuk masa depannya baik dalam bentuk
akademik maupun prestasi olahraganya.
178 Profil Bappeda 2015
7. Penyusunan Masterplan Pendidikan Menengah Kabupaten Sleman
Tahun 2016 – 2020
Tujuan dari penyusunan Masterplan Pendidikan Menengah di Kabupaten Sleman Tahun 2016 – 2020 adalah : 1 menyusun rencana induk pendidikan
menengah tahun 2016-2020 meliputi: kebijakan dan program-orogram yang relevan dengan delapan Standar Nasional Pendidikan SNP yaitu: standar isi,
kompetensi lulusan, pendidik dan kependidikan, sarana prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan penilaian pendidikan.proses; 2 melakukan identifikasi kondisi
dan permasalahan pendidikan di Kabupaten Sleman dalam perspektif 8 standar berkaitan dengan fasilitas pendidikan maupun sistem pendidikan di Kabupaten
Sleman; 3 menganalisis kondisi dan permasalahan di Kabupaten Sleman serta menentukan solusi untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi; 4 membuat
proyeksi dan prediksi kondisi pendidikan sebagai acuan dalam pelaksanaan sistem pendidikan di Kabupaten Sleman; 5 menyusun rekomendasi implementasi
program pendidikan dalam bentuk rencana jangka pendek dan jangka menengah di Kabupaten Sleman Tahun 2016 – 2020.
Dalam penyusunan Masterplan ini menggunakan metodologi : studi dokumentasi, wawancara dan Focus Group Discussion FGD. Studi dokumentasi
mencakup sekolah, murid, rombongan belajar, guru, tenaga kependidikan, sarana prasarana, proses belajar mengajar dan lain-lain. Wawancara dilakukan untuk
mengungkap pemahaman dari stakeholder pendidikan menengah tentang kebutuhan,
penyelenggaraan, tantangan
dan harapan
terkait dengan
perencanaan, dan
pengembangan pendidikan
menengah. Focus
Group Discussion FGD merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menginventarisasi
masalah, tantangan, dan harapan dari stakeholder terkait dengan perencanaan, penyelenggaraan, dan pengembangan pendidikan di kabupaten sleman.
Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa : 1 masih terdapat tenaga pendidik dan kependidikan yang belum memenuhi kualifikasi S1 atau DIV ; 2
masih terdapat tenaga pendidik yang mengajar tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan dengan tugas pokoknya; 3 untuk kebutuhan sarana prasarana masih
perlu ditingkatkan, masih ada beberapa sekolah yang tidak mempunyai aula ruang untuk pertemuan, tidak memiliki lapangan olahraga, dan lahan untuk parkir, usia
bangunan ada yang sudah lebih dari 30 tahun; 4 manajemen kelembagaan pendidikan menjadi hal yang sangat penting untuk ditingkatkan dalam mendukung
179 Profil Bappeda 2015
jalannya proses
belajar mengajar,
termasuk di
dalamnya manajemen
kelembagaan yang berkaitan dengan kurikulum, proses belajar mengajar, kompetensi lulusan, pengelolaan, pembiayaan dan penilaian.
8. Kajian Penyusunan Rencana Strategi Pengembangan Kecamatan
Sebagai Pusat Kebudayaan Kabupaten Sleman Tahun 2011
Tujuan yang ingin dicapai dalam penyusunan kajian ini adalah sebagai berikut: 1 teridentifikasinya kekuatan seni budaya dan tradisi di Kabupaten
Sleman yang hingga kini masih hidup dan memiliki peluang untuk dikembangkan; 2 tergalinya potensi seni budaya dan tradisi Kabupaten Sleman yang
dimungkinkan dapat digunakan sebagai pertahanan masyarakat dalam memasuki percaturan global; dan 3 tersusunnya perencanaan grand concept dalam rangka
membangun dan atau mengembangkan ketahanan budaya masyarakat. Metode yang digunakan dalam kajian ini adalah lebih bersifat survey
etnografi untuk mengetahui dan mendiskripsikan seni tradisi dan budaya masyarakat
Kabupaten Sleman.
Sudut pandang
pemilik budaya
lebih dikedepankan,
tanpa campur
tangan pengkaji.
Para narasumber
diberi kemerdekaan dalam menuturkan keyakinan dan pandangan dunianya terkait
dengan beragam budaya yang ada di sekitar mereka. Karenanya, aktivitas kajian ini menekankan pemahaman masyarakat melalui observasi langsung terhadap
kegiatan seni budaya dan tradisi dalam kopnteks keseharian. Di samping itu wawancara mendalam dengan para narasumber terseleksi juga dilakukan.
Penentuan sampel menggunakan seleksi komprehensif berbasis kecamatan dan desa sebagai unitnya. Pengumpulan data dengan survey, observasi, wawancara
dan dokumentasi. Dalam penelitian ini analisi data menggunakan tahapan yaitu: reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.
Dari hasil kajian ini maka dapat disimpulkan bahwa : 1 Eksistensi seni budaya dan tradisi selalu berada dalam jaringan strategis, baik dalam relasi dan
interaksinya dengan seni lain maupun dalam relasi dan interaksinya dengan fenomena budaya yang lebih luas. Karenanya kekhasan eksisitensi tersebut harus
dijaga keberlangsungannya; 2 Upaya pengembangan seni budaya dan tradisi selalu merupakan kesatuan yang padu antara gagasan dan wujud nyata, yang
secara metodelogis bertolak pada prinsip aksi dan refleksi. Untuk itu cara dan bentuk upaya pengembangan hendaknya dilakukan secara strategis, tersistem,
180 Profil Bappeda 2015
berkesinambungan dan melembaga; 3 Untuk saat ini dan mendatang terdapat sejumlah
perspektif dan
konteks penting yang perlu
diperhitungkan; a.
Menguatnya ideologi multikulturalisme sebagai akibat globalisasi, yang member peluang menuculnya rezim global berikut dampaknya dalam hamper semua aspek
kehidupan; b. Pentingnya wacana kemandirian dalam berbagai aspek ditengah kehidupan
budaya yang
berkembang dimasyarakat;
4 Pentingnya
pengembangan untuk melaksanakan dan menghasilkan aktifitas dan produk seni budaya dan tradisi yang berkualitas, kompetitif, dan selalu diupayakan menuju
bobot yang diakui dalam berbagai tingkatan. Rekomendasi
yang diberikan
antara lain
: 1
Pelestarian dan
pengembangan seni budaya dan tradisi yang dilakukan hendaknya bersifat antisipatif agar situasi kini dan nanti juga terjembatani;
2 Pemberdayaan komunitas seni tradisi dan budaya merupakan hal mendesak untuk dilaksanakan
dalam sejumlah cara; 3 Pentingnya identifikasi perancangan dan pengembangan prioritas dan program-program seni budaya dan tradisi yang menjadi unggulan; 4
Perlunya pendampingan pada kelompok-kelompok pelaku seni budaya dan tradisi oleh pihak pemerintah agar keberlangsungan seni budaya dan tradisi tetap
berlangsung; 5
Melanjutkan program-program
yang selama
ini telah
dilaksanakan secara lebih intensif dengan peningkatan sarana dan prasarana sebagai media pengembangan dan pelestarian seni budaya dan tradisi seperti :
Penyediaan gamelan disetiap kecamatan, Pengembangan rumah seni budaya dan sebagainya; 6 Perlu dibuatkan dokumen yang berisi tentang rambu-rambu dan
aturan untuk kegiatan seni budaya dan tradisi diwilayah kabupaten sleman sebagai payung hukumnya.
B. Subbidang Kesehatan dan Sosial
1. Rencana Kerja Penanggulangan Kemiskinan Tahun 2015
Tujuan :
a Menggali informasi mendalam mengenai kerangka berpikir masing-masing
kegiatan penanggulangan kemiskinan b
Membangun pemahaman bersama mengenai sasaran dan metode pelaksanaan kegiatan penanggulangan kemiskinan agar lebih efektif efisien
181 Profil Bappeda 2015
c Mendorong perintisan, pelaksanaan, dan penguatan koordinasi serta
kerjasama antar
berbagai kegiatan
untuk meningkatkan
hasil-hasil penanggulangan kemiskinan
d Mendorong
keberlanjutan dan
kesinambungan semua
kegiatan penanggulangan kemiskinan
e Mendorong terwujudnya penanganan daerah atau warga miskin secara
terpadu, terfokus, dan berkelanjutan
Rekomendasi :
a Kegiatan PNPM Perdesaan khususnya dalam simpan pinjam untuk
kelompok perempuan SPP yang didalamnya terdapat kelompok usaha produktif, perlu berkolaborasi dengan dinas Perindagkop dalam pelatihan
manajemen, pengemasan,
dan pemasaran.
Kegiatan lain
seperti penyelenggaraan posyandu dan paud juga perlu lebih mempererat
kolaborasinya dengan dinasinstansi terkait. b
Pelaksanaan kegiatan pendampingan wanita rawan sosial ekonomi WRSE disarankan untuk berkolaborasi dengan dinas lain seperti
BKBPMPP untuk program pemberdayaan perempuan, program desa prima, P2WKSS, serta dalam sinkronisasi data calon penerima manfaat
dan dengan Perindagkop untuk pelatihan administrasi, pengemasan, dan pemasaran
c Dalam kegiatan fasilitasi PKH, disarankan agar dilakukan koordinasi secara
rutin antara pendamping PKH pada satu pihak, dengan pengelola PNPM Perkotaan dan PNPM Perdesaan pada pihak lain. Hal itu penting karena
mereka melakukan kegiatan di wilayah yang sama dengan penerima manfaat yang juga sama.
d Pelaksanaan kegiatan distribusi beras untuk warga miskin raskin
disarankan untuk berkoordinasi dengan TPK Padukuhan maupun PNPM Perkotaan dan PNPM Perdesaan. Saat ini memang sudah ada kerjasama
dengan TPK desa, namun masih sebatas untuk pelaksanaan musyawarah desa musdes dalam rangka penggantian nama penerima manfaat.
e Pelaksanaan kegiatan “Bimbingan sosial dan bantuan keluarga miskin non
potensial kesrakat dan lanjut usia rentan sosial ekonomi” perlu memperhatikan :
182 Profil Bappeda 2015
1 Penentuan penerima manfaat agar mempertimbangkan aspek-aspek
keadilan, transparansi, dan akuntabilitas 2
Data penerima manfaatnya perlu dicocokkan dengan data dalam SIM Kemiskinan Kabupaten Sleman
3 Obyektifitas dan transparansi, yaitu perlu dipastikan bahwa semua
orang yang memenuhi kriteria akan menjadi penerima manfaat 4
Keberlanjutan kegiatan, yaitu mereka yang telah menerima manfaat akan terus dipantau perkembangannya
5 Kriteria “kesrakat” perlu dielaborasi untuk nantinya dimasukkan
dalam profil keluarga miskin 6
Perlu dipersiapkan
model pendampingan
dan pertanggung-
jawabannya f
Kegiatan pembinaan usaha ekonomi pekerja ter-PHK merupakan program khas yang hanya dimiliki oleh pemerintah kabupaten Sleman. Dalam
kerangka penanggulangan kemiskinan kegiatan tersebut termasuk dalam kategori
penanganan warga
rentan miskin.
Untuk penyempurnaan
diperlukan pendampingan bagi penerima manfaat dalam pengembangan usahanya.
g Kegiatan pemberian tambahan makanan dan vitamin diselenggarakan oleh
DInas Kesehatan memang ditujukan kepada seluruh warga, tanpa memandang status kemiskinannya. Sekalipun demikian, dalam laporan
disarankan dilakukan pemilahan tentang penerima manfaatnya, yaitu antara warga miskin dan warga non miskin. Tujuannya untuk memastikan bahwa
warga miskin benar-benar telah terlayani. h
Kegiatan penyediaan beasiswa transisi diselenggarakan oleh bagian Kesra, Setda yang selama ini didanai dengan APBD Propinsi disarankan
untuk direplikasi. Aturannya sama persis tetapi penerima manfaatnya diperbanyak. Dengan demikian terdapat dua pos yang harus dikeluarkan
dari APBD Kabupaten Sleman, yaitu untuk dana pendampingan dan untuk dana replikasi.
i Pelaksanaan program pengembangan perumahan bantuan pembangunan
jamban sangat perlu dikoordinasikan dengan bidang kesejahteraan keluarga pada BKBPMPP, pelaku PNPM Perkotaan, dan pelaku PNPM
Perdesaan
183 Profil Bappeda 2015
j Tantangan yang harus diwaspadai dalam kegiatan bedah rumah adalah
kemungkinan kesulitan mendapat sokongan material dari lingkugnan setempat jika misalnya mayoritas warga di lingkungan tersebut merupkan
warga miskin.
Rekomentasi untuk pelaksanaan tahun-tahun selanjutnya a
Data dan pendataan
1 Sesuai
harapan semua pelaku penanggulangan kemiskinan di lapangan TKSK, pendamping PKH, kader KB, TPK disarankan agar
segera dilakukan penyatuan pendataan, baik mengenai indikator, pelaku pendataan, pelaku dan metode pengolahan, maupun
pelaporan dan pemanfaatannya. Pertimbangan praktisnya adalah guna meningkatkan efektivitas dan efisiensi kegiatan. Sedang
pertimbangan yang lebih utama adalah agar masyarakat tidak bingung atau menjadi apatis akibat seringnya menjadi obyek
pendataan dan akibat tidak adanya kepastian tentang data kemiskinan. untuk itu diperlukan penelusuran data guna mengetahui
apakah semua nama peneima Jamkesmas telah masuk dalam SIM Kemiskinan. Jika misalnya nama-nama penerima Jamkesmas tidak
termasuk dalam SIM Kemiskinan maka perlu diselidiki kemungkinan terjadinya ketidaktepatan sasaran.
2 Untuk mengurangi ketidaktepatan sasaran program diperlukan
keterlibatan warga khususnya perempuan dalam kegiatan-kegiatan pemberdayaan
untuk melihat
besar kecilnya
over lapping
keanggotaan. Hal ini penting untuk lebih menjamin ketepatan penerima manfaat serta pemerataan diantara sesama warga miskin
dan adanya basis data bersama tentang penerima manfaat dari berbagai sumber pinjaman modal P2WKSS, UPPKS, desa prima,
SPP, WRSE, dsb sehingga perempuan tidak justr umenjadi ‘korban’. 3
Perlu diupayakan cara untuk menghilangkan atau sekurang- kurangnya mengurangi kesan yang melekat di benak masyarakat
bahwa’pendataan keluarga
miskin selalu
berkaitan dengan
pemberian bantuan’. Salah satu caranya adalah dengan membuat TPK pedukuhan benar-benar berfungsi dengan baik sedemikian rupa
184 Profil Bappeda 2015
sehingga bisa mengadopsi cara kerja kader KB, yaitu melakukan pemutakhiran data warga miskin tanpa diketahui oleh warga miskin
itu sendiri. Cara ini memang mengandung dua resiko, yaitu : a masalah legalitas yang berupa pengesahan dari perangkat setempat,
dan bpemutakhiran dilakukan tidak dengan bertemu langsung dengan warga sehingga subyektifitas pendata bisa masuk. Sekalipun
demikian, hal itu bisa diatasi dengan cara: a sungguh-sungguh bukan sekedar seremonial atau sekedar performa melakukan
penguatan kapasitas TPK padukuhan agar mendapat kepercayaan, dan b membangun dan mengoptimalkan pelaksanaan sistem
rujukan terpadu SRT sehingga kecurigaan atau protes warga bisa setiap saat ditangani.
4 Terkait dengan upaya memperbaharui data secara terus-menerus,
sangat perlu untuk secepatnya membangun sistem rujukan terpadu SRT sebagai media pengaduan bagi masyarakat miskin di tingkat
desa, kecamatan dan kabupaten.
Pengelolaan Pengaduan Masyarakat
a. Untuk menuju pelayanan dan penanganan pengaduan yang baik, perlu
disusun mekanisme baku pengelolaan aduan yang berlaku utuk semua SKPD dan lembagainstansi di lingkungan pemerintah kabupaten Sleman.
Di dalamnya tercakup aturan tentang bagaimana langkah yang harus ditempuh jika aduan masuk pada level terbawah misalnya desa,
bagaimana jika aduan masuk pada level menengah kecamatan dan SKPD, dan bagimana jika aduan masuk pada level paling atas langsung
ke bupati atau wakil bupati. Satuan kerja yang paling relevan untuk merumuskan atau mengkoordinir perumusan mekanisme baku pengelolaan
pengaduan adalah bagian humas. b.
Mekanisme baku pengelolaan aduan sebagaimana dimaksud diatas perlu dilengkapi panduan tentang :
1 Tata cara menerima dan menanggapi aduan, termasuk di dalamnya
menghadapi warga yang emosi atau terus menerus tidak bisa menerima penjelasan.
185 Profil Bappeda 2015
2 Kewajiban melakukan pencatatan aduan secara cermat dan rapi.
Dalam hal ini sebaiknya dibuatkan format yang sama untuk semua SKPD.
Penyelenggaraan Pelatihan
a. Semua penyelenggaraan pelatihan disarankan untuk dipersiapkan dengan
perencanaan yang
menyeluruh, mulai
dari identifikasi
kebutuhan masyarakat dan kebutuhan pasar, materi pelatihan, target peserta, metode
pelatihan, termasuk penjenanganpenentuan level, instruktur, sarana dan prasarana, dan durasi pelatihan, pemberian akses ke permodalan,
penyediaan jejaring pemasaran, hingga komitmen dan dukungan riil pihak- pihak terkait.
b. Diperlukan pembakuan, atau sekurang-kurangnya kejelasan tentang jenis-
jenis pelatihan yang diselenggarakan oleh setiap SKPD. Pembakuan tersebut sekurang-kurangnya meliputi materi pelatihan, level pelatihan
apakah dasar, lanjutan, atau pengembangan, spesifikasi keterampilan yang akan didapat peserta, metode pelatihan, target peserat, durasi
pelatihan, dan tindak lanjut setelah pelatihan. Dengan pembakuan tersebut maka dapat dibangun sinergi antar SKPD dalam penyelenggaraan
pelatihan sehingga program dan kegiatan menjadi lebih efektif dan efisien. Tanpa kejelasan atau pembakuan tidak mungkin dibangun sinergi.
c. Diperlukan koordinasi untuk menentukan penjenjangan pelatihan bidang
kewirausahaan antara bidang tenaga kerja dinas nakersos dan bidang pemberdayaan masyarakat BKBPMPP pada satu pihak, dengan Dinas
Perindagkop dan BLK pada pihak lain. Perjenjangan tersebut sangat penting karena a pelatihan pada SKPD-SKPD tersebut berdurasi pendek
3-5 hari sehingga belum ckup untuk bekal peserta, sedang pada BLK pelatihannya bisa sampai 1,5 bulan atau lebih sehingga materinya benar-
benar lengkap. b Perindagkop merupakan SKPD yang paling kompeten dalam hal kewirausahaan.
d. SKPD penyelenggara pelatihan teknologi tepat guna TTG disarankan
membuat kejelasan fokus apakah pelatihan tersebut tentang pembuatan teknologinya atau pemanfaatannya. Lebih dari itu, diperlukan kejelasan
apakah SKPD tersebut bertugas mengoptimalkan pemanfaatan TTG oleh
186 Profil Bappeda 2015
masyarakat atau membina masyarakat yang hendak mengembangkan TTG atau sekedar menghimpun informasi tentang jenis-jenis TTG, dan apakah
SKPD tersebut sekedar menjadi penghubung broker antara masyarakat pengguna dengan produsen TTG, atau melayani pengadaan TTG
semacam supplier
atau menjadi
Pembina dan
kreator dalam
pengembangan TTG.
Kelembagaan
a. Pelibatan Bidang Pariwisata Dinas Kebudayaan dan Pariwisata dalam
upaya penanggulangan kemiskinan perlu dikaji secara lebih mendalam agar benar-bnar dapat dilaksanakan dengan baik. Bidang Kebudayaan perlu
diberi peran lebih nyata, yaitu dalam rangka mengatasi mentalitas miskin. b.
Dalam pembentukan TPK Kecamatan pada periode mendatang sangat diperlukan
aturan yang
mewajibkan memasukkan
TKSK dalam
keanggotaan.
2. Kajian
Dana Bergulir
Sebagai Bagian
Upaya Penanggulangan
Kemiskinan Tahun 2012 Tujuan :
a Untuk
mendapatkan gambaran
tentang kegiatan
pemberdayaan masyarakat yang didalamnya terdapat perguliran dana, dimana perguliran
dana tersebut tidak sepenuhnya ada dalam kontrol pemerintah kabupaten sleman
b Untuk mengetahui perkembangan perguliran dana pada masing-masing
kegiatan c
Untuk mendapatkan rumusan kebijakan mengenai tata cara alih kelola kegiatan tersebut kepada masyarakat danatau Pemerintah Kabupaten
Sleman setelah berakhirnya program atau kegiatan di suatu lokasi.
Kesimpulan :
a Kata kunci untuk tetap lestari dan berkembangnya dana bergulir sebagai
salah satu upaya penanggulangan kemiskinan adalah perhatian dan pembinaan dari dinas yang menyelenggarakan program atau kegiatan
tersebut. Semakin besar perhatian dan pembinaan yang diberikan, semakin
187 Profil Bappeda 2015
besar peluang keberhasilan program atau kegiatan tersebut. Dengan adanya perhatian dan pembinaan maka kemungkinan terjadinya salah
paham atau penyelewengan dapat dicegah sejak awal. 1
Tahapan paling krusial dalam penyelenggaraan dana bergulir adalah pada sosialisasi. Dalam sosialsiasi harus dikemukakan sejalas
mungkin tentang maksud dan tujuan programkegiatan, Kriteria calon penerima manfaat, hak dan kewajiban penerima manfaat, serta SOP
yang harus dipatuhi oleh semua pihak terkait. Tanpa kejelasan semacam itu maka besar sekali peluang programkegiatan untuk
menemui kegagalan. 2
Masalah pemberian honorimbalan kepada para pengelola dana bergulir ternyata menimbulkan dilema tersendiri. Pada satu sisi
pemberian honor itu dapat menjadi pendorong semangat para pengelola, tetapi pada sisi lain hal itu
terbukti menjebak oknum- oknum tertentu untuk lebih mengedepankan perolehan honor
ketimbang memperjuangkan nilai-nilai kerelawanan dan idealisme memberdayakan masyarakat. Selain itu, pemberian honor kepada
pengelola kegiatan tertentu, terbtukti menimbulkan kecemburuan hingga sedikit menurunkan semangat pengelola kegiatan lain yang
tidak memperoleh honor. 3
Dari 10 penyelenggaraan dana bergulir yang dikaji saat ini, ternyata kegiatan yang penyalran dananya per kelompok lebih potensial
mengalami kemacetan. Hal itu tidak terlepas dari kenyataan bahwa perguliran dana per kelompok umumnya melibatkan jumlah penerima
manfaat yang sangat banyak, jumlah dana yang besar, serta corak hubungan yang cenderung formal impersonal. Sebaliknya pada
kegiatan yang
penyalurannya per
individu umumnya
jumlah penerima manfaatnya tidak terlalu banyak, jumlah dananya juga
tidak besar, serta corak hubungannya lebih bersifat personal melibatkan perasaanemosi dan nilai-nilai kearifan lokal.
4 Hampir semua pengelola dana bergulir lebih sibuk pada hal-hal
teknis pengelolaan keuangan dan cenderung mengabaikan tujuan utama kegiatan tersebut, yakni memberdayakan masyarakat dalam
rangka menanggulangi kemiskinan. Mayoritas pengurus dana
188 Profil Bappeda 2015
perguliran sibuk pada masalah peningkatan pemanfaatan dana oleh anggota,
kelancaran pengembalian
pinjaman, peningkatan
pendapatan bunga, dan pembuatan laporan administratif sebagai bentuk pertanggungjawaban. Karena sibuk mengurus masalah
tersebut maka mereka ‘tidak sempat’ melakukan fungsi sebagai pendamping yang memberdayakan masyarakat. Contoh paling nyata
mengenai hal ini adalah ukuran pencapaian yang lebih didasarkan pada besarnya dana yang terserap, minimnya kemacetan, dan
tingginya pendapatan bunga. Sementara masalah dampak dari pemanfaatan dana tersebut holeh masyarakat hampir tidak pernah
dikaji, misal berapa warga yang omset penjualannya naik, berapa warga yang tingkat ekonominya mengalami kenaikan, dan berapa
warga yang telah terbebas dari kemiskinan berkat bantuan dana itu.
Saran-saran :
a Untuk menjaga keberlanjutan kesepuluh programkegiatan yang telah
berjalan selama ini, masing-masing programkegiatan perlu diarahkan menuju salah satu bentuk kelembagaan yang bersifat permanen. Dalam hal
ini terdapat tiga alternatif bentuk kelembagaan, yaitu Badan Usaha Milik Desa BUMDes, koperasi, dan Badan Usaha Milik Desa BUMD. Di luar
ketiga alternatif itu terdapat kemungkinan untuk tetap menggunakan bentuk kelembagaan seperti yang sekarang dijalani. Kemungkinan ini dibuka untuk
kegiatan dana bergulir yang secara teknis tidak memungkinkan untuk diubah ke bentuk yang lebih permanen, atau karena kegiatan itu bercorak
kegiatan perintisan
sehingga belum
bisa menggunakan
bentuk kelembagaan yang mapan.
b Di
antara sepuluh
programkegiatan yang
dikaji, terdapat
tiga programkegiatan yang tepat diarahkan untuk menjadi BUMDes, yaitu
PNPM Perkotaan, Program Aksi Desa Mandiri Pangan, dan DESA PRIMA. PNPM Perkotaan selama ini menjalankan kegiatan melalui Badan
Keswadayaan Masyarkat BKM yang berbasis di desa, sehingga kekayaan organisasinya merupakan kekayaan warga desa setempat. Oleh karena itu
selayaknya diarahkan untuk menjadi BUMDes. Sementara itu, program Aksi Desa
Mandiri PAngan
telah menyertakan
pembentukan Lembaga
Keuangan Desa LKD dalam paket programnya. oleh karena itu tinggal
189 Profil Bappeda 2015
dilakukan penyesuaian agar selaras dengan ketentuan yang berlaku. Sedang DESA PRIMA, mengingat lingkup kegiatannya pada level desa dan
hanya terdapat 10 desa di seluruh kabupaten Sleman, serta jumlah dana masing-masig tidak besar, maka tepat diarahkan untuk menjadi bagian dari
BUMDes. c
Terdapat lima programkegiatan yang dapat diarahkan untuk menjadi koperasi, yaitu : PNPM Perdesaan, PNPM Perikanan, PNPM PUAP, LKM
KUBE, dan program pemulihan pasar tradisional. 1
PNPM Perdesaan memiliki basis kegiatan pada tingkat kecamatan yang dengan demikian kekayaan organisasinya menjadi hak warga
di kecamatan yang bersangkutan. Oleh karena itu tepat diarahkan untuk menjadi koperasi.
2 Hal yang sama berlaku untuk PNPM Perikanan karena di dalam
paket programnya
telah menyertakan
pembentukan Koperasi
Pembudidaya Ikan KPI yang berkedudukan di kecamatan. 3
Demikian pula PNPM PUAP yang dikelola oleh Gapoktan, dimana setiap Gapoktan memiliki unit pengelola keuangan.
Bentuk kelembagaan yang tepat untuk PNPM PUAP adalah koperasi, yang
dalam hal ini beroperasi pada level desa. 4
Untuk LKM KUBE juga tepat diarahkan ke lembaga koperasi. Hal itu karena kenyataannya memang telah terdapat beberapa LKM yang
memiliki badan hukum koperasi. Selain itu, koperasi merupakan organisasi bisnis yang berwatak sosial sehingga selaras dengan
semangat sosial dan kesetiakawanan yang dikembangkan oleh Kementerian Sosial selaku pemrakarsa program.
5 Program Pemulihan Pasar Tradisional Pasca Erupsi Merapi juga
tepat diarahkan ke lembaga koperasi. Hal ini didasari pertimbangan bahwa
para penerima
manfaatnya adalah
pedagang,yang keberadaannya disatukan oleh kesamaan lokasi usaha, bukan
kesamaan alamat domisili. Karena dasarnya bukan kesamaan
alamat domisili maka kurang tepat jika diarahkan menjadi BUMDes. Sementara itu untuk diarahkan menjadi BUMD juga kurang tepat
karena jumlah dananya tidak terlalu besar.
190 Profil Bappeda 2015
d Dua programkegiatan yang tersisa, yaitu Lembaga Distribusi Pangan
Masyarakat LDPM dan Dana Pemberdayaan Masyarakat DPM, dapat tetap menggunakan kelembagaan yang sekarang. LDPM pada intinya
adalah memberi pinjaman dana kepada Gapoktan untuk masa satu tahun dengan misi untuk menyangga harga gabah. Oleh karena itu tidak
memungkinkan untuk diubah menjadi lembaga yang bersifat permanen. Apalagi sumber dananya langsung dikelola oleh Pemerintah Provinsi DIY,
yaitu mereka yang menyalurkan dan mereka pula yang menerima pengembalian. Sementara itu, kegiatan Dana Pemberdayaan Masyarakat
DPM merupakan program perintisan usaha ekonomi produktif. Oleh karena itu juga tidak memungkinkan untuk diubah menjadi lembaga yang
permanen. e
Alternatif BUMD tidak terisi terutama karena “kepemilikan” dana umumnya ada pada tingkat desa atau kecamatan sehingga sulit untuk ditarik ke
tingkat kabupaten. Selain itu, beberapa kegiatan dana bergulir ternyata jumlah dananya tidak terlalu besar sehingga tidak tepat untuk diubah
menjadi BUMD. Sekalipun demikian, jika memang dikehendaki untuk mengisi alternatif BUMD, maka yang memungkinkan untuk itu adalah
PNPM Mandiri Perdesaan dan PNPM Mandiri Perkotaan. Pertimbangannya ialah karena dana kelolaan kedua program itu tersebar merata di semua
kecamatan. Selain itu, pada kedua program itu Pemerintah Kabupaten Sleman telah mendukung dana penyertaan sejak awal dilaksanakannya
program. Dengan demikian terdapat argumen yang kuat seandainya dikehendaki untuk ditarik pada tingkat kabupaten.
f Ringkasan paparan nomor 1-5 terlihat pada matriks berikut :
No Nama
programkegiatan SKPD
Alternatif bentuk kelembagaan Tetap BUMDes Koperasi BUMD
1 PNPM
Perdesaan BKBPMPP
V 2
PNPM Perkotaan
Dinas PUP V
3 PNPM
Perikanan Din Pertanian
V 4
PNPM PUAP Din Pertanian
V 5
LDPM Din Pertanian
V
191 Profil Bappeda 2015
No Nama
programkegiatan SKPD
Alternatif bentuk kelembagaan 6
Desa Mandiri
Pangan Din Pertanian
V 7
LKM KUBE Din Nakersos
V 8
Desa Prima BKBPMPP
V 9
Pemulihan pasar
Dinas Pasar V
10 DPM Perekonomian
V g
Mengenai masalah legalitas dalam upaya pembentukan lembaga permanen seperti dikemukakan diatas, perlu ditegaskan bahwa hal ini tidak sama
dengan proses alih kelola kekayaan negara seperti misalnya berupa tanah atau bangunan. Di sini yang dilakukan adalah membuat langkah-langkah
pengamanan agar sepuluh kegiatan beserta sejumlah dana yang ada di masyarakat dapat terus lestari dan berkembang. Hal itu didasari kenyataan
bahwa penerima manfaat programkegiatan tersebut adalah warga Kebupaten Sleman, sehingga menjadi kewajiban Pemerintah Kabupaten
Sleman untuk mengawal – melestarikan – dan mengembangkan. h
Gambaran kondisi programkegiatan dan dana-dana di masyarakat tersebut adalah sebagai berikut :
1 Secara resmi sebagian besar kegiatan tersebut telah dinyatakan
berakhir, baik pada wilayah tertentu maupun pada seluruh wilayah sasaran. Oleh karena itu diperlukan langkah-langkah antisipatif untuk
pelestarian dan pengembangannya. Hal itu didasari pertimbangan bahwa kenyataannya lembaga pemrakarsa tidak lagi melakukan
pembinaan atau pendampingan. 2
Upaya membuat lembaga yang permanen ini dilakukan sejalan dengan arah kebijakan dan tujuan masing-masing kegiatan itu
sendiri. Dengan kata lain, langkah yang dilakukan adalah mendorong optimalisasi pelaksanaan programkegiatan hingga mencapai wujud
kelembagaan yang dikehendaki dalam panduan pelaksanaan kegiatan. Jadi, dalam hal ini Pemerintah Kabupaten Sleman bukan
membuat aturan baru melainkan melanjutkan aturan yang telah ada dalam masing-masing programkegiatan.
3 Upaya membuat lembaga permanen ini tidak dalam pengertian
bahwa Pemerintah Kabupaten Sleman akan mengambil alih
192 Profil Bappeda 2015
pengelolaan. Yang dilakukan adalah mendorong masyarakat selaku penerima manfat dan kini menjadi pemilik dana-dana tersebut untuk
mengusahakan agar dana dan kegiatan tersebut tetap terpelihara dengan baik. Karena yang membuat lembaga permanen adalah
masyarakat penerima
manfaat itu
sendiri maka
Pemerintah Kabupaten Sleman tidak perlu meminta ijin dari lembaga pemrakarsa
kegiatan. i
Setelah ditetapkan alternatif kelembagaan yang hendak dituju oleh tiap programkegiatan,maka menjadi tugas dinasbadan pelaksana program
kegiatan tersebut untuk membimbing dan memastikan bahwa program kegiatan itu menuju bentuk lembaga yang telah ditetapkan. Artinya,
pendampingan dan pembinaannya bukan hanya seperti yang selama ini dilakukan, melainkan ditambah misi untuk melakukan pengubahan bentuk
kelembagaan sehingga menjadi lebih mapan. j
Setelah berhasil membangun bentuk kelembagaan baru, dinasbadan yang menyelenggarakan programkegiatan dana bergulir diminta mengalih
kelolakan kepada dinas teknis untuk urusan pembinaan lebih lanjut, dan menghubungkan dengan KP3M untuk akses permodalan selanjutnya.
Setelah dua tugas itu dilaksanakan maka dapat dikatakan bahwa dinasbadan
penyelenggara programkegiatan
dana bergulir
telah menyelesaikan tugasnya sampai tuntas.
k Selain masalah pengalihan dan pemantapan bentuk kelembagaan, selama
berlangsungnya program dana bergulir tersebut perlu ditetapkan aturan agar tidak terjadi persaingan yang tidak sehat di antara programkegiatan
dana bergulir
satu dengan
lainnya. Tentu
aturan tersebut
harus memperhatikan keunikan dan kekhususan teknis dari masing-masing
programkegiatan. Intinya, harus dicegah terjadinya persaingan yang saling mematikan usaha atau yang akhirnya merugikan masyarakat.
l Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan TKPK Kabupaten Sleman
perlu memfasilitasi sekaligus bertindak sebagai moderator pertemuan antara Tim Penanggulangan Kemiskinan TPK Desa dengan para
pengelola bermacam-macam dana bergulir yang ada di desa tersebut. Pertemuan yang dikemas dalam format focuss group discussion FGD itu
berisi paparan masing-masing pengelola dana bergulir mengenai tujuan
193 Profil Bappeda 2015
programkegiatan, SOP, sasaran penerima manfaat, jumlah dana, dan lain- lain. Tujuannya adalah agar terdapat saling pengertian antar pengelola
dana bergulir dan antara pada pengelola dengan TPK. Setelah terjadi saling pengertian, selanjutnya mereka diminta berunding untuk menentukan SOP
baru agar seluruh dana bergulir yang ada di desa tersebut menjadi lebih tepat sasaran serta lebih efektif dan efisien dalam menanggulangi
kemiskinan. Langkah tersebut perlu dilakukan oleh TKPK Kabupaten Sleman di semua desa yang berjumlah 86.
m Dari sisi penduduk sebagai penerima manfaat perlu dilakukan audit per
individu warga miskin tentang berapa banyak utang dan berapa kemampuan membayar. Hal ini didasari pertimbangan bahwa karena
demikian banyak program dana bergulir, dimungkinkan seorang warga miskin meminjam dana pada lebih dari satu sumber, sementara
kemampuannya untuk membayar tidak mencukupi. Tujuan kegiatan ini adalah mencegah agar warga miskin tersebut tidak berpola hidup “gali
lubang tutup lubang” melainkan berupaya menggunakan dana pinjaman untuk melakukan usaha ekonomi produktif.
n Di luar masalah teknis dana bergulir, perlu dipikirkan kemungkinan untuk
memanfaatkan tenaga-tenaga terlatih yang telah lama mengelola berbagai dana perguliran. Tenaga-tenaga yang telah teruji itu sebaiknya dilibatkan
dalam berbagai kegiatan pemberdayaan masyarakat. o Program pemulihan pasar tradisional pasca erupsi merapi perlu terus
dilanjutkan mesti program tersebut telah dinyatakan selesai karena memang sifatnya ad hoc sebagai bagian dari penanggulangan bencana.
Maksud utama dilanjutkannya program ini bukan untuk memberi pinjaman uang, melainkan untuk memberi pendampingan dan pemberdayaan kepada
para pedagang pasar. Hal itu penting karena : 1
Dalam rantai ekonomi, posisi pedagang merupakan posisi yang strategis yang dengan demikian harus diberi perhatian khusus.
2 Pedagang merupakan orang-orang yang sudah memiliki ‘modal
dasar’ yang sangat penting berupa kemauan berusaha jiwa kewirausahaan, mempunyai pengalaman, memiliki jejaring, dll.
Dengan demikian mereka lebih mudah untuk diarahkan atau dikembangkan.
194 Profil Bappeda 2015
3 Jika usaha para pedagang semakin berkembang maka mereka bisa
membuka kesempatan kerja, yaitu untuk membantu menjalankan usaha mereka.
Melalui jejaring yang dimiliki para pedagang, terbuka peluang untuk dilakukannya kerjasama pemasaran produk kerajinan, makanan olahan, maupun produk
pertanian dari warga miskin. Selama ini banyak warga miskin diberi pelatihan produksi dan diberi modal tetapi setelah berhasil membuat produk, mereka
kesulitan untuk memasarkannya. Dengan adanya jejaring para pedagang maka kesulitan itu akan dapat diatasi.
3. Masterplan Penanganan Anak Jalanan Kabupaten Sleman
Kabupaten Sleman mempunyai komitmen mewujudkan Kabupaten Layak Anak KLA. Salah satu tantangannya adalah masih adanya anak jalanan di
sejumlah titik mangkal sepanjang lintasan jalan raya ringroad, Yogya-Magelang, Yogya-Solo, Yogya- Wates. Untuk mengatasi anak jalanan, diperlukan masterplan
penanganan anak jalanan. Bersama instansi terkait, narasumber, Satuan Bakti Pekerja Sosial Sakti
Peksos, dan tokoh masyarakat telah disusun masterplan melalui serangkaian Focus Group Decussion FGD serta workshop yang dapat disimpulkan sebagai
berikut: a
Penanganan anak jalanan mendasarkan pemenuhan hak-hak anak yaitu hak mendapatkan kebebasan dan hak sipil, mendapatkan lingkungan
keluarga atau
pengasuhan alternatif,
mendapatkan kesehatan
dan kesejahteraan, mendapatkan hak pendidikan, rekreasi, seni budaya serta
mendapatkan hak perlindungan. b
Pentingnya pencegahan dan sosialisasi agar masyarakat tidak memberi uang kepada anak jalanan dengan melibatkan berbagai stakeholders.
c Dalam
penanganan anak
jalanan perlu
mempertimbangkan dan
disesuaikan dengan latar belakang dan kebutuhan anak serta keluarganya. d
Penanganan anak jalanan perlu bekerjasama dengan kabupaten luar daerah, mengingat anak jalanan di Sleman kebanyakan dari luar daerah.
e Pentingnya pendidikan parenting keluarga dan penciptaan lingkungan
keluarga dan
masyarakat yang harmonis
serta peduli terhadap
lingkungannya.
195 Profil Bappeda 2015
B. Rekomendasi
a Dalam pola penanganan ke depan agar Kabupaten Sleman dapat menjadi
kawasan yang ramah anak perlu dibentuk 5 lima posko penjangkauan di Demakijo, Monjali, Colombo, Maguwo, dan Prambanan. Kelima posko
melaporkan dan berkoordinasi secara integrasif dengan Tim Pelaksana Penanganan Anak Jalanan di Kabupaten Sleman. Penanganan dilakukan
secara serempak
grengseng, bareng,
terpadu, menyeluruh,
dan berkesinambungan.
b Perlu mendorong partisipasi laporan masyarakat tentang keberadaan anak
jalanan, agar Posko tidak perlu siaga 24 jam sehingga ada fungsi pemberdayaan masyarakat.
c Perlu dibuat database anak jalanan
maupun melihat akar masalah, hubungan profil keluarga, sehingga dalam penanganannya dapat kasus
per kasus secara koordinatif dan integratif. d
Dalam jangka panjang perlu dirancang tentang pengaturan lalu lintas dibuat searah dan mengurangi lampu merah untuk mencegah tempat
mangkal anak jalanan. e
Penanganan anak jalanan Kabupaten Sleman dirujuk dan disinergiskan dengan penanganan anak jalanan DIY secara terpadu dan berkelanjutan.
4. Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Sleman Tahun 2013
Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Sleman Tahun 2013 disajikan dengan
maksud untuk
memberikan gambaran
mengenai kesejahteraan
masyarakat Kabupaten Sleman dan perubahan social yang terjadi. Tujuan khusus yang ingin dicapai adalah menyajikan indikator kesejahteraan masyarakat yang
meliputi bidang
kependudukan, kesehatan,
pendidikan, ketenagakerjaan,
perumahan dan lingkungan hidup serta pengeluaran konsumsi rumah tanggai sebagai tolok ukur keberhasilan pembangunan, dengan hasil sebagai berikut:
a Jumlah penduduk Kabupaten Sleman Tahun 2013 sebesar 1.141.733 jiwa,
dengan rasio jenis kelamin 101,42 yang berarti penduduk laki-laki lebih banyak dibandingkan penduduk perempuan.
196 Profil Bappeda 2015
b Rata-rata kepadatan penduduk Kabupaten Sleman 1.986 jiwkm2, dengan
kepadatan tertinggi di Kecamatan Depok, yaitu 5.260 jiwakm2 dan kepadatan terendah di Kecamatan Cangkingan, yaitu 605 jiwakm2.
c Sebanyak 51,65 persen perempuan di Kabupaten Sleman melakukan
perkawinan pertamanya pada usia 19 – 24 tahun. d
Di bidang kesehatan, lebih dari 99 persen balita lahir dengan bantuan tenag terdidik dan kesadaran akan pentingnya ASI Eksklusif cukup tinggi, yang
diperlihatkan dengan cukup tingginya persentase anak yang memperoleh ASI eksklusif 51 persen.
e Dalam bidang pendidikan, perbaikan terlihat dari semakin meningkatnya
angka melek huruf 95,11 persen, meningkatnya APK dan APM penduduk di semua jenjang pendidikan serta meningkatnya rata-rata lama sekolah
menjadi 10,55 tahun. f
TPAK mencapai 65,22 persen dengan rincian TPAK laki-laki 73,14 persen dan perempuan 57,38 persen, dengan sector perdagangan dan hotel
sebagai sector yang menyerap tenaga kerja terbesar, sekitar 28,65. Sedangkan angka pengangguran terbuka sebesar 3,38 persen.
g Dari segi perumahan, sebagian besar rumah di Kabupaten Sleman 71,47
persen memiliki luas kurang dari 100 m2 dengan jenis atap terbanyak adalah genteng dan dinding terluas adalah tembok.
h Dari segi lingkungan, sebagian besar rumah tangga di Kabupaten Sleman
memanfaatkan sumur terlindung sebagai sumber air minum 62,23 persen dah telah memiliki fasilitas buang air besar sendiri 68,23 persen dengan
jarak penampungan tinja 10 meter atau lebih dari sumber air minum 76,80 persen.
i Secara umum, proporsi pengeluaran rumah tangga untuk kebutuhan non
makanan lebih besar dibandingkan kebutuhan makanan 55,61 persen berbanding 44,39 persen. Hal ini menunjukan bahwa pendapatan rumah
tangga relatif lebih banyak. j
Angka kemiskinan di Kabupaten Sleman mencapai 9,68 persen dengan garis kemiskinan sebesar Rp 297.170,- per kapita per bulan.
197 Profil Bappeda 2015
5. Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Sleman Tahun 2012
Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Sleman Tahun 2012 disajikan dengan
maksud untuk
memberikan gambaran
mengenai kesejahteraan
masyarakat Kabupaten Sleman dan perubahan social yang terjadi. Tujuan khusus yang ingin dicapai adalah menyajikan indikator kesejahteraan masyarakat yang
meliputi bidang
kependudukan, kesehatan,
pendidikan, ketenagakerjaan,
perumahan dan lingkungan hidup serta pengeluaran konsumsi rumah tanggai sebagai tolok ukur keberhasilan pembangunan, dengan hasil sebagai berikut:
a Jumlah penduduk Kabupaten Sleman Tahun 2012 sebesar 1.141.833 jiwa,
dengan rasio jenis kelamin 100,18 yang berarti penduduk laki-laki lebih banyak dibandingkan penduduk perempuan.
b Rata-rata kepadatan penduduk Kabupaten Sleman 1.939 jiwkm2, dengan
kepadatan tertinggi di Kecamatan Depok, yaitu 5.176 jiwakm2 dan kepadatan terendah di Kecamatan Cangkingan, yaitu 596 jiwakm2.
c Sebanyak 54,5 persen perempuan di Kabupaten Sleman melakukan
perkawinan pertamanya pada usia 19 – 24 tahun. d
Di bidang kesehatan, lebih dari 92 persen balita lahir dengan bantuan tenag terdidik dan kesadaran akan pentingnya ASI Eksklusif cukup tinggi, yang
diperlihatkan dengan cukup tingginya persentase anak yang memperoleh ASI eksklusif 49 persen.
e Dalam bidang pendidikan, perbaikan terlihat dari semakin meningkatnya
angka melek huruf 94,53 persen, meningkatnya APK dan APM penduduk di semua jenjang pendidikan serta meningkatnya rata-rata lama sekolah
menjadi 10,51 tahun. f
TPAK mencapai 66,34 persen dengan rincian TPAK laki-laki 75,57 persen dan perempuan 57,24 persen, dengan sektor perdagangan dan hotel
sebagai sector yang menyerap tenaga kerja terbesar, sekitar 25,32. Sedangkan angka pengangguran terbuka sebesar 5,42 persen.
g Dari segi perumahan, sebagian besar rumah di Kabupaten Sleman 72,16
persen memiliki luas kurang dari 100 m2 dengan jenis atap terbanyak adalah genteng dan dinding terluas adalah tembok.
h Dari segi lingkungan, sebagian besar rumah tangga di Kabupaten Sleman
memanfaatkan sumur terlindung sebagai sumber air minum 60,40 persen dan telah memiliki fasilitas buang air besar sendiri 65,64 persen dengan
198 Profil Bappeda 2015
jarak penampungan tinja 10 meter atau lebih dari sumber air minum 74,39 persen.
i Secara umum, proporsi pengeluaran rumah tangga untuk kebutuhan non
makanan lebih besar dibandingkan kebutuhan makanan 63,24 persen berbanding 36,76persen. Hal ini menunjukan bahwa pendapatan rumah
tangga relatif lebih banyak. j
Angka kemiskinan di Kabupaten Sleman mencapai 10,44 persen dengan garis kemiskinan sebesar Rp 288.048,00 per kapita per bulan.
6. Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Sleman Tahun 2011
Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Sleman Tahun 2011 disajikan dengan maksud untuk memberikan gambaran mengenai kesejahteraan masyarakat
Kabupaten Sleman dan perubahan social yang terjadi. Tujuan khusus yang ingin dicapai adalah menyajikan indikator kesejahteraan masyarakat yang meliputi
bidang kependudukan, kesehatan, pendidikan, ketenagakerjaan, perumahan dan lingkungan hidup serta pengeluaran konsumsi rumah tanggai sebagai tolok ukur
keberhasilan pembangunan, dengan hasil sebagai berikut: a
Jumlah penduduk Kabupaten Sleman Tahun 2011 sebesar 1.107.304 jiwa, dengan rasio jenis kelamin 100,36 yang berarti penduduk laki-laki lebih
banyak dibandingkan penduduk perempuan. b
Rata-rata kepadatan penduduk Kabupaten Sleman 1.926 jiwkm2, dengan kepadatan tertinggi di Kecamatan Depok, yaitu 5.139 jiwakm2 dan
kepadatan terendah di Kecamatan Cangkingan, yaitu 591 jiwakm2. c
Sebanyak 52.21 persen perempuan di Kabupaten Sleman melakukan perkawinan pertamanya pada usia 19 – 24 tahun.
d Di bidang kesehatan, lebih dari 90 persen balita lahir dengan bantuan tenag
terdidik dan kesadaran akan pentingnya ASI Eksklusif cukup tinggi, yang diperlihatkan dengan cukup tingginya persentase anak yang memperoleh
ASI eksklusif 45 persen. e
Dalam bidang pendidikan, perbaikan terlihat dari semakin meningkatnya angka melek huruf 93,04 persen, meningkatnya APK dan APM penduduk
di semua jenjang pendidikan serta meningkatnya rata-rata lama sekolah menjadi 10,51 tahun.
199 Profil Bappeda 2015
f TPAK mencapai 68,75 persen dengan rincian TPAK laki-laki 78,35 persen
dan perempuan 59,42 persen, dengan sektor perdagangan dan hotel sebagai sector yang menyerap tenaga kerja terbesar, sekitar 27,85
Sedangkan angka pengangguran terbuka sebesar 5,25 persen. g
Dari segi perumahan, sebagian besar rumah di Kabupaten Sleman 66,50 persen memiliki luas kurang dari 100 m2 dengan jenis atap terbanyak
adalah genteng dan dinding terluas adalah tembok. h
Dari segi lingkungan, sebagian besar rumah tangga di Kabupaten Sleman memanfaatkan sumur terlindung sebagai sumber air minum 60,94 persen
dan telah memiliki fasilitas buang air besar sendiri 67,72 persen dengan jarak penampungan tinja 10 meter atau lebih dari sumber air minum 78,58
persen. i
Secara umum, proporsi pengeluaran rumah tangga untuk kebutuhan non makanan lebih besar dibandingkan kebutuhan makanan 62,28 persen
berbanding 37,72 persen. Hal ini menunjukan bahwa pendapatan rumah tangga.
7. Monitoring Dan Evaluasi Kegiatan Penanggulangan Kemiskinan Tahun
Anggaran 2014
Monitoring dan Evaluasi kegiatan penanggulangan kemiskinan tahun anggaran 2014 dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kualitas pelaksanaan
kegiatan-kegiatan yang
diselenggarakan tahun
2013. Meliputi:
Jaminan Pembiayaan Pendidikan Daerah JPPD, Bantuan Keuangan Khusus BKK,
Program Keluarga Harapan PKH, dan Pinjaman Bergulir pada PNPM Mandiri Perkotaan dan PNPM Mandiri Perdesaan.
Kesimpulan monitoring dan evaluasi penanggulangan kemiskinan tahun anggaran 2014 adalah sebagai berikut:
a Output kegiatan Jaminan Pembiayaan Pendidikan Daerah JPPD secara
umum dapat dikatakan cukup baik, khususnya dalam hal kecukupan, frekuensi, dan tidak terjadinya bias. Sekalipun demikian kegiatan JPPD
perlu disempurnakan dalam beberapa hal, yaitu: a mengenai akses, terutama tentang sosialisasi kepada siswa dan orang tua siswa; b
mengenai ketepatan layanan yang berkaitan dengan ketepatan waktu pencairan; c mengenai akuntabilitas khususnya dalam hal transfer dana
200 Profil Bappeda 2015
dan pemberiahuan kepada siswa tentang jumlah beasiswa yang diterima; d mengenai kesesuaian dnegan kebutuhan, khususnya dalam memenuhi
Peraturan Bupati agar siswa penerima JPPD dibebaskan dari semua kewajiban pembiayaan operasional sekolah.
b Output kegiatan Bantuan Keuangan Khusus BKK secara umum dapat
dikatakan cukup baik dalam hal frekuensi, ketepatan layanan, kesesuaian dengan
kebutuhan, meskipun
sesungguhnya masih
memerlukan perenungan lebih mendalam jika dikaitkan dengan tujuan yang ingin dicapai
dari kegiatan tersebut. Kegiatan BKK masih memerlukan perbaikan dalam beberapa hal, yaitu: a mengenai akses dalam kaitan dengan sosialisasi
mengenai criteria penerima manfaat, yaitu warga rentan miskin; b mengenai cakupan dalam kaitan dengan tidak serentaknya pemberian
bantuan kepada seluruh warga yang memenuhi kriteria, yaitu rentan miskin; c mengenai bias, yaitu terjadinya ketidakcocokan data antara daftar
penerima manfaat yang disusun oleh Pemda DIY dengan kenyataan di lapangan dan daftar warga miskin berdasarkan SK Bupati Sleman yang
ditetapkan sebagai
dasar pelaksanaan
kegiatan penanggulangan
kemiskinan; dan d mengenai akuntabilitas, yaitu mengenai tidak utuhnya dana yang diterima perorangan penerima manfaat.
c Output kegiatan Program Keluarga Harapan PKH secara keselutuhan
sudah baik. Yang masih perlu sedikit disempurnakan hanyalah soal akses, itupun hanyan tentang peningkatan kinerja pendamping agar layanan
aduan bagi seluruh penerima manfaat bias lebih optimal. Hal lain yang juga memerlukan penyempurnaan adalah tentang akuntabilitas, yaitu: tentang
kepastian jumlah
dana yang
diterima peserta
PKH dan
tentang pelaksanaan pemotongan bantuan bagi peserta yang tidak penuh dalam
melaksanakan kewajiban. d
Output kegaitan Pinjaman Bergulir pada PNPM Mandiri Perkotaan dan PNPM Mandiri Perdesaan tergolong baik dalam hal cakupan dan frekuensi.
Sedangkan hal-hal yang perlu diperbaiki meliputi: a akses, khususnya terkait prosedur untuk memperoleh ponjaman dan terkait pengelolaan
pengaduan; b masalah bias, yaitu terjadinya pemalsuan nama peminjam; c ,masalah ketepatan layanan khususnya dalam pendampingan kegiatan
usaha, bukan sekedar pendampingan administrasi dan dalam pencaira n
201 Profil Bappeda 2015
dana pinjaman yang relative lama bagi sebagian peminjam; d akuntabilitas khususnya terkait terjadinya penggelapan dana oleh pengelola; dan e
kesesuaian dengan kebutuhan, yaitu kebutuhan untuk melakukan usaha produktif.
Dari keempat kegiatan penanggulangan kemiskinan tahun 2013 yang dievaluasi, semuanya memiliki kelemahan dalam hal akses dan akuntabilitas.
Kelemahan dalam hal akses terutama mencakup
kurangnya sosialisasi,
ketidaktepatan sasaran penerima manfaat, dan kurangnya layanan pengaduan. Sedang kelemahan dalam akuntabilitas mencakup tidak ditransfernya dana
kepada penerima manfaat secara langsung, terjadinya pemotongan dana, ketidakpastian jumlah dana yang diterima peserta, dan penggelapan dana oleh
pengelola.
Rekomendasi
a Perlu dilakukan sosialisasi secara lebih bersungguh-sungguh untuk
keempat kegiatan penanggulangan kemiskinan tahun 2013. Diperlukan perbaikan metode sosialisasi agar semua pemangku kepentingan benar-
benar memahami maksud, tujuan, serta prosedur kegiatan. Hal ini sangat penting
untuk mencegah
terjadinya kesalahpahaman
yang dpat
mengakibatkan terjadinya kekeliruan implementasi. Selain itu, sosialisasi penting untuk membangun akuntabilitas, yaitu bahwa kegiatan dengan
nama tertentu memang benar-benar dilaksanakan dengan baik dan diketahui dengan baik pula oleh khalayak.
b Diperlukan peningkatan pengawasan dalam pelaksanaan keempat kegiatan
penanggulangan kemiskinan yang dievaluasi saat ini. Peningkatan
pengawasan sangat diperlukan mengingat keempat kegiatan tersebut semuanya memiliki kelemahan dalam hal akuntabiltas.
c Khusus untuk kegiatan Bantuan Keuangan Khusus BKK diperlukan
pendampingan secara komprehensif dan berkelanjutan. Pendampingan perlu dilakukan sejak sosialisasi, pembentukan kelompok, perencanaan
kegiatan usaha, pencairan bantuan, pelaksanaan kegiatan produksi, pemasaran, hingga pelestarian dan pengembangan usaha tersebut.
202 Profil Bappeda 2015
d Untuk kegiatan PKH dan Pinjaman Bergulir, karena di dalam kedua
kegiatan tersebut telah ada pendamping, diperlukan peningkatan kinerja dan
pengawasan pendamping.
Dalam kegiatan
Pinjaman Bergulir,
pendamping harus member bimbingan dalam kegiatan usaha, bukan hanya dalam kegiatan administratif.
8. Monitoring Dan Evaluasi Program Penanggulangan Kemiskinan Di
Kabupaten Sleman Tahun Anggaran 2011
Monitoring dan evaluasi program penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Sleman Tahun Anggaran 2011 mencakup evaluasi 2 dua kecamatan sebagai
wilayah pilot project program-program penanggulangan kemiskinan yaitu Seyegan dan Prambanan
dan 2 dua kecamatan yang bukan pilot project sebagai pembanding.
Kesimpulan kegiatan monitoring dan evaluasi tahun 2011 adalah sebagai berikut:
a Dilihat dari bentuk dan hasil kegiatannya, penyelenggaraan pilot project
penaggulangan kemiskinan tahun 2009 belum mencapai tujuan seperti yang
diharapkan. Sejak
dari persiapan,
pelaksanaan hingga
pemanfaatannya, kegiatan tersebut belum menunjukkan performa seperti yang diharapkan.
b Khusus untuk tahap persiapan perlu diberi catatan tersendiri, yaitu matang-
tidaknya sebuah konsep dan perencanaan sangat menentukan tingkat keberhasilan sebuah kegiatan, Hal ini memang telah menjadi pengetahuan
umum, dan penyelenggaraan pilot project ini membuktikannya sekali lagi, Dalam kaitan itu, prinsip “berbuat dan bertindak” sebagaimana tercantum
dalam rencana kegiatan pilot project nampaknya perlu disikapi dengan cara pandang yang lebih arif lagi.
c Komitmen para pelaku pelanggulangan kemiskinan, khususnya kepala
satuan kerja, terhadap pilot project terbukti masih sangat kurang. Hal itu dapat dilihat dari beberapa penanda seperti tingkat kehadiran dalam rapat,
frekuensi dalam memimpin rapat, penguasaan masalah, dan frekuensi kunjungan ke lokasi keluarga miskin. Dari semua penanda itu hampir
semua pelaku penanggulangan kemiskinan, baik pada tingkat kabupaten, kecamatan, maupun desa, semua tergolong lemah.
203 Profil Bappeda 2015
d Komitmen yang agak tinggi terlihat pada perangkat pemerintah pada tahun
dilaksanakannya pilot project 2009 ada pada posisi sebagai implementator atau pelaksana. Terlepas dari penyebab yang menjadi pendorongnya,
factor memperlihatkan bahwa dalam pilot project mereka terlibat relatif lebih intensif dibanding para kepala satuan kerja mereka. Intensitas keterlibatan
mereka itu sejak dari perencanaan , pelaksanaan hingga evaluasi. e
Sinergi kegiatan penanggulangan kemiskinan ternyata belum terjadi. Baik di kecamatan lokasi pilot project maupun kecamtan pembanding, kegiatan
penanggulangan kemiskinan cenderung bersifat sektoral tidak bersam- bungan dengan kegiatan sejenis dari unit kerja lain dan berlekalanjutan.
Rekomendasi untuk perbaikan kinerja penanggulangan kemiskinan pada waktu-waktu mendatang sebagai berikut:
a Diperlukan upaya-upaya untuk meningkatkan komitmen dan penguatan visi-
visi serta orientasi kepemimpinan para kepada SKPD, para camat, dan para kepala desa agar kegiatan penanggulangan kemiskinan dapat berjalan
lancer mulai dari hulu hingga hilir serta tepat sasaran. b
Karena kenyataan menunjukkan bahwa operator riil di masyarakat untuk semua kegiatan adalah kepala padukuhan Pak Dukuh, maka diperlukan
upaya pelibatan para Dukuh secara lebih intensif dalam berbagai forum, terutama forum-forum sosialisasi.
c Diperlukan upaya-upaya sistematis untuk menata-ulang pembagian kerja
terkait penanggulangan kemiskinan pada tingkat kecamatan. Penataan ulang itu bias berupa pemindahan sebagian beban tugas antara Kasie
Ekobang dan Kasie Kesmas, bias pula berupa penetapan prosedur kegiatan baku standard operating procedure; SOP. Termasuk didalamnya
diperlukan pembenahan mekanisme pembuatan dan pengelolaan dokumen kegiatan penanggulangan kemiskinan.
9. Monitoring Dan Evaluasi Program Penanggulangan Kemiskinan Di Kabupaten Sleman Tahun Anggaran 2013
Kegiatan monitoring dan evaluasi penanggulangan kemiskinan Kabupaten Sleman tahun 2013 ini didasarkan pada hasil pelaksanaan
kegiatan penanggulangan kemiskinan tahun 2012. Kegiatan monitoring dan
204 Profil Bappeda 2015
evaluasi untuk mengukur sejauhmana ketepatan dan keefektifan kegiatan penanggulangan kemiksinan di Kabupaten Sleman.
Evaluasi yang dilakukan hingga system manajemen berusaha untuk memotret manajemen program secara utuh mulai dari perencanaan
implementasi, system evaluasi dan perencanaan pengembangan dan keberlanjutan program. Model ini digunakan mengingat pemecahan masalah
kemiskinan hendaknya berlangsung secara simultan dan berkelanjutan dengan memelihara konsistensi program. Dengan model ini maka dapat
membantu pemerintah kabupaten untuk menjaga arah dan idealisme serta tujuan dari tahun ke tahun hingga terlaksana pencapaian hasil.
Konsekuensi sebuah pengukuran yang memotret system manajeman secara utuh menyeluruh tersebut, maka melacak pada input, proses, output,
outcome, dan impact. Dari hasil analisis diperoleh kesimpulan:
a Secara umum setiap kegiatan telah menyusun rencana, namun masih
bersifat partial, umum dan belum menggunakan data secara time series, sehingga kurang memanfaatkan feedback dari hasil kegiatan sebelumnya.
b Dalam implementasi program hanya sebagian kecil kegiatan yang
melaksanakan dengan system prosedur yang jelas, dengan pemanfaatan dukungan sumberdaya yang tergali dari kemitraan secara komprehensif.
Sebagian besar program masih dikelola dengan hanya mengandalkan APBD dan kemampuan internal dari dinas terkait.
c Evaluasi yang dilakukan masih terkesan sangat formalitas memenuhi
ketentuan normative, bukan untuk tujuan pengukuran hasil secara serius, hal ini ditunjukkan oleh tanda-tanda bahwa hanya sedikit kegiatan yang
memiliki rumusan indicator dan instrumentasi secara detail. Dan hanya sedikit kegiatan yang dapat menjelaskan hingga sampai pada output,
outcome dan dampak. Rekomendasi kegiatan monitoring dan evaluasi tahun 2013 adalah sebagai
berikut: a
Tindak lanjut model evaluasi secara bertahap memenuhi proses kegiatan mulai dari kegiatan hingga pencapaian hasil, dengan menggunakan tabel-
tabel yang telah digunakan dalam evaluasi ini. Lebih baik jika tabel-tabel tersebut telah diprogram sehingga dapat diisi secara online.
205 Profil Bappeda 2015
b Evaluasi
dilakukan dengan
menggunakan preevaluation,
on going
evaluation dan summative evaluation serta post evaluation, sehingga benar-benar dapat melacak mulai dari perencanaan hingga pencapaian
dampak. c
Sebuah system manajemen program hendaknya memperhatikan detail dari perencanaan, detail pelaksanaan, detail dan instrumentasi serta indicator
evaluasi. d
Melakukan pengarusutamaan pemecahan kemiskinan tidak hanya di lingkup internal dinas terkait melainkan kepada seluruh komponen
organisasi, termasuk swasta dengan memanfaatkan CSR dan LSM dengan memanfaatkan jejaring serta pengalamannya.
e Pemerintah local hendaknya menjadi ujung tombak dalam pelaksanaan
sehingga perlu dibekali alat ukur yang berupa formulir yang jelas dan fixed.
10. Penyusunan Dokumen Analisis Gender Dan Anggaran Responsif
Gender ARG SKPD 2013
Analisis gender berupa Dokumen Analisis Gender dan Anggaran Responsif Gender ARG telah berhasil disusun oleh semua SKPD di lingkungan Pemerintah
Kabupaten Sleman yang dilaksanakan melalui pelatihan dan praktik penyusunan dokumen-dokumen tersebut. Pelatihan Penyusunan Anggaran Responsif Gender
ini diikuti oleh 32 SKPD dan 17 Kecamatan di kabupaten Sleman. Dalam
pelatihan tersebut semua SKPD diharuskan menyusun 2 dua Rencana Kegiatan Anggaran yang berresponsif gender.
Dokumen Anggaran Responsif Gender ARG memuat sebagai berikut: a
Dokumen Gender Gender Analisys Pathway GAP b
Gender Budget statement GBS c
Term Of Reference TOR d
Rencana Kegiatan Anggaran RKA. Dokumen analisis gender ini diharapkan berfungsi sebagai upaya untuk
meningkatkan peran dan pemberdayaan perempuan di segala bidang dan untuk mengurangi kesenjangan gender yang ada di Kabupaten Sleman.
206 Profil Bappeda 2015
11. Perencanaan Penanggulangan Kemiskinan Kabupaten Sleman Tahun
Anggaran 2011
Perencanaan Penanggulangan Kemiskinan bertujuan: a
Pemetaan program penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Sleman. b
Merumuskan target rencana aksi pelaksanaan penanggulangan kemiskinan tahun 2015.
c Mensinergikan program penanggulangan kemiskinan antar lembaga atau
instansi terkait dengan sasaran program yang sama. Kesimpulan:
Cukup banyak program penanggulangan kemiskinan, namun belum dapat mengurangi jumlah dan persentase penduduk miskin secara berarti, bahkan
cenderung bertambah.
Dengan demikian,
ada kekurangtepatan
dalam pemberdayaan penduduk miskin. Ada 4
empat hal yang perlu diperhatikan dalam upaya menyukseskan pemberdayaan penduduk miskin.
a Meningkatkan rasa kepemilikan sekaligus mengembangan program yang
mereka usulkan. Komunitas atau penduduk harus menjadi aktor utama yang menyusun, mengusulkan dan melaksanakan program sesuai dengan
prioritas yang mereka butuhkan. b
Adanya keterbukaan dalam sumber dan alokasi dana pemberdayaan. Jumlah dan alokasi penggunaan dana harus diketahui oleh komunitas untuk
menghindari kemungkinan terjadi penyimpangan. c
Dana harus disalurkan langsung ke komunitas dengan mengurangi posbagian pada setiap tingkatan dalam upaya menuju efisiensi. Apabila
dianggap perlu dapat dilakukan pengurangan atau penyederhanaan regulasi dan jangan menambah regulasi.
d Meningkatkan koordinasi antar departemen, kantor, badan, dan instansi lain
yang terlibat dalam penanggulangan kemiskinan untuk menghindari tumpang tindih program dan pembiayaannya.
Penanggulangan kemiskinan juga harus memperhatikan pemenuhan hak dasar, yaitu pangan, kesehatan, pendidikan, kesempatan kerja,
perumahan, air bersih, dan sanitasi, kepastian hak tanah, sumber daya alam dan lingkungan hidup, rasa aman dan partisipasi masyarakat memerlukan
dukungan pengelolaan ekonomi makro yang kuat. Ini menjadi penting untuk mengendalikan
pertumbuhan dan
persebaran penduduk,
peningkatan
207 Profil Bappeda 2015
keadilan berperspektif gender pada wilayah perdesaan, perkotaan, pesisir dan wilayah tertinggal pada era ekonomi daerah dan globalisasi. Dengan
demikian, semua pihak harus terbuka dan legowo saling mendukung pelaksanaan program dengan mengurangi ego sektoral. Apapun alasannya,
jumlah penduduk miskin yang cukup besar menjadi bukti kegagalan. Program penanggulangan kemiskinan daerah yang sesuai dengan
program pusat dan propinsi ada empat hal, yaitu perluasan kesempatan kerja, peningkatan kapabilitas dan kualitas sumber daya manusia, pemberdayaan
masyarakat miskin dan perlindungan sosial bagi komunitas rentah terhadap bencana. Bencana yang dimaksud, antara lain adalah bencana alam gempa
bumi, banjir, kekeringan dan tanah longsor. Kemudian bencana sosial yang lebih disebabkan oleh penduduk sendiri, seperti pemutusan hubungan kerja,
menderita sakit dan kehilangan asset secara mendadak.
Rekomendasi:
a Indiktor kemiskinan berdasarkan Peraturan Bupati perlu dijadikan sebagai
dasar semua program penanggulangan kemiskinan oleh semua SKPD dan dengan menggunakan indicator yang sama, efektifitas capaian program
penanggulangan kemiskinan dapat diukut. b
Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah perlu dioptimalkan sehingga mampu mensinergiskan dan mengkaitkan program penang-
gulangan kemiskinan antar SKPD sehingga satu program penanggulangan kemiskinan yang ada akan melibatkan beberapat SKPD untuk mendukung
keberhasilannya. c
Kelompok masyarakat perlu selalu dilibatkan dalam kegiatan penanggu- langan kemiskinan.
d Prioritas program penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Sleman perlu
dirumuskan dalam Rencana Kegiatan tiap tahun. e
Keberanian membuat pedoman teknis pelaksanaan kemiskinan sesudai dengan kondisi dan kemampuan desa sebagai penyelenggara.
208 Profil Bappeda 2015
C. Sub Bidang Pemerintahan
1. Indeks Pembangunan Manusia Tahun Ipm 2011
Upaya Peningkatan kesejahteraan masyarakat tidak cukup hanya fokus pada
pembangunan ekonomi
semata, saat
ini lebih
diarahkan pada
pengembangan sumber daya manusia dalam pendidikan dan kesehatan. Dengan melihat kesenjangan indikator ekonomi PDB dengan kondisi yang ada
diperlukan juga merumuskan metode pengukuran dasar manusia yaitu dengan mengembangkan indeks, pembangunan manusia IPM yang merupakan indikator
penting kesejahteraan penduduk suatu bangsa. Indeks Pembangunan Manusia IPM meliputi tiga aspek yakni kesehatan,
pendidikan dan pendapatan . Tiga aspek ini menunjukkan tingkat pembangunan manusia suatu wilayah melalui pengukuran penduduk yang sehat dan berumur
panjang, pendidikan berketrampilan serta memiliki pendapatan,yang memungkin- kan untuk hidup layak.
Berdasarkan rata-rata ketiga indek yang menyusun IPM dipereoleh nilai IPM tahun 2011 Kabupaten Sleman 78,79.
Komponen IPM
Angka Harapan hidup : 75,18
Angka melek huruf : 95,44
Rata-rata lama sekolah : 10, 51
Konsumsi riel perkapita : 650,27
Indeks IPM
Kesehatan : 83,63,
Pendidikan : 85, 65,
Pendapatan : 67,08
2. Indeks Pembangunan Manusia Tahun Ipm 2012
Upaya Peningkatan kesejahteraan masyarakat tidak cukup hanya fokus pada
pembangunan ekonomi
semata, saat
ini lebih
diarahkan pada
pengembangan sumber daya manusia dalam pendidikan dan kesehatan. Dengan melihat kesenjangan indikator ekonomi PDB dengan kondisi yang
ada diperlukan juga merumuskan metode pengukuran dasar manusia yaitu dengan mengembangkan indeks, pembangunan manusia IPM yang merupakan
indikator penting kesejahteraan penduduk suatu bangsa.
209 Profil Bappeda 2015
Indeks Pembangunan Manusia IPM meliputi tiga aspek yakni kesehatan, pendidikan dan pendapatan. Tiga aspek ini menunjukkan tingkat pembangunan
manusia suatu wilayah melalui pengukuran penduduk yang sehat dan berumur panjang,
pendidikan berketrampilan
serta memiliki
pendapatan, yang
memungkinkan untuk hidup layak. Suatu Negara di dunia dapat dikatakan makmur dan sejahtera apabila di
dukung oleh tiga sektor yaitu : Pendidikan, Kesehatan dan Ekonomi. Dan hasil perhitungan IPM tahun 2012 menunjukkan perkembangan yang positif tercatat
sebesar 79, 39.
Komponen IPM :
Angka Harapan hidup : 75,29
Angka melek huruf : 94,53
Rata-rata lama sekolah : 10, 52
Konsumsi riel perkapita : 654,11
Indeks :
Kesehatan : 83,82.
Pendidikan : 86,40.
Pendapatan : 67, 08
3. Indeks Pembangunan Manusia Tahun IPM 2013
Upaya Peningkatan kesejahteraan masyarakat tidak cukup hanya fokus pada pembangunan ekonomi semata, saat ini lebih diarahkan pada pengem-
bangan sumber daya manusia dalam pendidikan dan kesehatan. Dengan melihat kesenjangan indikator ekonomi PDB dengan kondisi yang
ada diperlukan juga merumuskan metode pengukuran dasar manusia yaitu dengan mengembangkan indeks, pembangunan manusia IPM yang merupakan
indikator penting kesejahteraan penduduk suatu bangsa. Indeks Pembangunan Manusia IPM meliputi tiga aspek yakni kesehatan,
pendidikan dan pendapatan. Tiga aspek ini menunjukkan tingkat pembangunan manusia suatu wilayah melalui pengukuran penduduk yang sehat dan berumur
panjang, pendidikan berketrampilan serta memiliki pendapatan,yang memungkin- kan untuk hidup layak.
Berdasarkan rata-rata ketiga indek yang menyusun IPM dipereoleh nilai IPM tahun 2013 Kabupaten Sleman 79,97 adapum masing-masing komponen IPM
210 Profil Bappeda 2015
Angka Harapan hidup : 75,79
Angka melek huruf : 95,11
Rata-rata lama sekolah : 10,55 Konsumsi riel perkapita : 656
Indeks IPM
Kesehatan : 84,65,
Pendidikan : 86,85,
Pendapatan : 68,41
4. Profil Kependudukan Kabupaten Sleman Tahun 2013
Guna menunjang pemenuhan kebutuhan informasi kependudukan dalam merencanakan kebijakan sektor maupun program sektoral terkait dalam upaya
peningkatan kualitas dan kesejahteraan
penduduk, maka disusunlah profil perkembangan kependudukan ini akan diketahui jumlah sumber daya manusia
yang dimiliki menurut kelompok umur, jenis kelamin, persebaran, laju pertumbuh- annya, maupun karakteristik lainnya.
a Berdasarkan data SIAK DAK tahun 2012, jumlah penduduk kabupaten
sleman mencapai 1.102.680 jiwa yang terdiri dari laki-laki 554.573 jiwa dan perempuan 543.107 jiwa.
b Dari sisi kepadatan penduduk Sleman pada tahun 2012
mencapai 1.918 jiwa per km2
c Laju pertumbuhan penduduk Sleman dari hasil proyeksi tahun 2010-2035
adalah 1,31 menurut BPS d
Rata-rata usia kawin pertama dari penduduk suatu daerah mencerminkan keadaan social ekonomi daerah tersebut. Perempuan dan laki-laki yang
kawin muda untuk melihat hal tersebut para demografer proporsi penduduk yang massih lajang menurut umur.
e Saran : Perlu meningkatkan
mutu dan kualitas penduduk itu sendiri
sebagai subjek dan obyek pembanguna harus dibina dan dikembangkan agar mampu menjadi penggerak pembagunan sehingga pembangunan
dapat dinikmati oleh penduduk. f
Jumlah penduduk besar jika tidak diimbangi dengan kualitas maka akan menjadi beban pembangunan.
211 Profil Bappeda 2015
g Perlu mengantisipasi jumlah penduduk sehinggga tidak menjadi ancaman
kelaparan ke
depan adanya
kebijakan peningkatan
peningkatan produktivitas pangan baik melalui perluasan lahan atau lainnya
5. Profil Kependudukan Kabupaten Sleman Tahun 2014
Guna menunjang pemenuhan kebutuhan informasi kependudukan dalam merencanakan kebijakan sektor maupun program sektoral terkait dalam upaya
peningkatan kualitas dan kesejahteraan penduduk, maka disusunlah profil perkembangan kependudukan ini akan diketahui jumlah sumber daya manusia
yang dimiliki
menurut kelompok
umur, jenis
kelamin, persebaran,
laju pertumbuhannya, maupun karakteristik lainnya.
a Berdasarkan data SIAK DAK tahun 2013, jumlah penduduk kabupaten
Sleman mencapai 1.047.325 jiwa yang terdiri dari laki-laki 1.047.325 jiwa, yang terdiri dari laki-laki 521.444 jiwa dan perempuan 525.881 jiwa.
b Dari sisi kepadatan penduduk Sleman pada tahun 2013
mencapai 1.822 jiwa per KM.
c Laju pertumbuhan penduduk Sleman pada tahun 2010
sebesar1,92 persen, pada tahun 2011 turun menjadi sebesar 1,36 persen dan kembali
mengalami penurunan pada
tahun 2012 meskipun hanya kecil yakni
sebesar 1,31 persen. Berdasarkan hasil proyeksi penduduk
Sleman dengan menggunakan tahun dasar perhitungan 2010 1,92 nantinya
pada tahu 2035 penduduk sleman akan mengalami pertumbuhan
mencapai 0,66 berarti mengalami penurunan pertumbuhan 3x lipat. d
Rasio jenis kelamin berdasarkan data SIAK 2013 diketahui sebesar 99,16 persen,
sedangkan menurut data
BPS mencapai 101,43 persen. Perbedaan ini dipengaruhi olah metode dalam pencakupan data. Yang
berbeda antra SIAK dan BPS.Rasio Beban ketergantuangan Kab. Sleman berdasarkan data SIAK mencapai 44,42 persen. Angka ini lebih rendah
dari yang diproyeksikan pada tahun 2030. e
Migrasi yang terjadi di Kabupaten Sleman pada tahun 2013 yanmg berasal dari wilayah istimewa Yogyakarta sebanyak 3.568 jiwa dan dari luar DIY
sebanya 7.041. f
Saran : Perlu meningkatkan mutu dan kualitas penduduk itu sendiri sebagai subjek dan obyek pembangunan harus dibina dan dikembangkan
212 Profil Bappeda 2015
agar mampu menjadi penggerak pembangunan sehingga pembangunan dapat dinikmati oleh penduduk.
g Jumlah penduduk besar jika tidak diimbangi dengan kualitas maka akan
menjadi beban pembangunan. h
Perlu mengantisipasi jumlah penduduk sehinggga tidak menjadi ancaman kelaparan
ke depan
adanya kebijakan
peningkatan peningkatan
produktivitas pangan baik melalui perluasan lahan atau lainnya
6. Grand Design Kependudukan Tahun 2015
Dua komponen pokok kependudukan yang penting dikaji adalah proses kependudukan dan struktur kependudukan mencakup aspek kelahiran, kematian
dan mobilitas penduduk. Struktur kependudukan mencakup aspek komposisi anatara lain komposisi penduduk menurut umum, jenis kelamin, status perkawinan
dan lain-lain. Hasil dari dua komponen baik proses maupun struktur adalah dasar bagi proses pembangunan secara keseluruhan. Kabupaten Sleman dengan
struktur penduduk seimbang, ditandai dengan TFR yang rendah, dibawah angka 2,1 akan mencapai momentum demografi berupa kesempatan untuk mencapai
pertumbuhan dan kondisi ekonomi optimasl. Inilah yang disebut dengan demographic deviden yaitu keuntungan optimal yang diperoleh dari kondisi
struktur demografi yang telah stabil. Penduduk pada fase ini betul-betul menjadi sumberdaya manusia yang tangguh bagi pembangunan dan ketahanan nasional.
Tantangan besar persoalan kependudukan di Kabupaten Sleman adalah laju pertumbuhan penduduk yang masih tinggi terutama disebabkan banyaknya
migrasi masuk karena di Kabupaten Sleman merupakan kota pelajar dan tujuan wisata. Penting untuk mewujudkan keselarasan potensi bonus demografi dengan
produktifitas tenaga kerja yang tinggi,. Kunci utama untuk mewujudkan terletak pada kualitas SDM sebagai modal dasar pembangunan pembangunan.Oleh
karena itu,Visi Grand Design Pembangnuan Kependudukan di Kabupaten Sleman diarahkan pada terwujudnya penduduk berkualitas sebagai modal dasar dalam
pembangunan untuk tercapinya masyarakat Sleman yang lebih sejahtera, maju,mandiri,berdaya saing dan berbudaya.
213 Profil Bappeda 2015
7. Neraca Kependudukan di Kabupaten Sleman Tahun 2014
Penduduk mempunyai kependudukan sebagai subyek pembangunan dan juga sekaligus sebagai obyek pembangunan. Perkembangan penduduk di
Kabupaten Sleman
dari 1971-2010
senantiasa mengalami
peningkatan. Pembahasan mengenai neraca kependudukan merupakan kaitan pembahasan
antara jumlah penduduk dan kejadian demografis yang mengenainya, yaitu tertilitas, multalitas, dan migrasi. Gambaran neraca keseimbangan jumlah
penduduk menurut jenis kelamin di Kabupaten Sleman adalah merata. Neraca keseimbangan jumlah penduduk berdasarkan usia produktif dengan usia bukan
produktif menunjukkan kecenderungan kearah bagian demografis. Neraca keseimbangan penduduk ditinjau dari perbandingan antara usia produktif dan non
produktif apabila di tinjau berdasarkan kecamatan. Tiga kecamatan dengan potensi ekonomi bagus dengan potensi sumber daya tinggi adalah Depok dengan
rasio ketergantungan terendah yakni 38, 85 Mlati 42,38 dan gamping 42,51. Sedangkan neraca keseimbangan jumlah penduduk secara alami natural
increase di Kabupaten sleman adalah positif. Neraca keseimbangan jumlah penduduk di Kabupaten Sleman adalah
positif setiap tahum, dan ini berdampak pada pertambahan jumlah penduduk antar waktu. Untuk itu perlu dipertahankan program-program kependudukan yang telah
ada, agar pertambahan penduduk tetap terjaga pada angka yang optimal. Hal ini dikarenakan jumlah penduduk yang tidak dikontrol akan berpengaruh terhadap
sektor lain seperti perekonomian, ketenagakerjaan, ketahanan, kebutuhan perumahan dan lainnya. Selain itu permasalahan yang ada di Kabupaten Sleman
adalah pendataan penduduk yang belum optimas. Untuk itu, perlu adanya pendataan yang lebih sistematis, aktif dan berkesinambungan. Perlu pula adanya
studi khusus yang mengkaji tentang profil penduduk rentan administrasi, atau penduduk pindah sementara di Kabupaten Sleman.
8. Penduduk Pertengahan Tahun 2011
Peranan penduduk sebagai subyek dan obyek pembangunan membawa konsekuensi perlunyapengamatan
perkembangan karakteristik kependudukan
secara berkala, sehingga perubahan ataudinamika
dapat merekam secara
berkesinambungan. Upaya yang dilakukan mengumpulkan data hasil registrasi penduduk dimaksudkan
untuk memperoleh informasi yang dapat memantau
214 Profil Bappeda 2015
perkembangan jumlah dan komposisi penduduk menurut jenis kelamin, luas wilayah, kepadatan penduduk, rata-rata jiwa per keluarga, dan banyaknya
pendatang warga negara Indonesia dan warga negara asing. Pengumpulan data registrasi penduduk dilakukan dengan sensus dan
survey oleh BPS. Registrasi penduduk mencatat kejadian-kejadian yang
mempengaruhi jumlah dan susunan penduduk
selama selang waktu tertentu setengah tahun, satu tahun, atau lainnya.
Perubahan penduduk disuatu wilayah dapat disebabkan oleh kelahiran, kematian dan perpindahan penduduk, sehingga jumlah penduduk suatu daerah
dalam satu rentangpriode dapat dihitung dengan rumus tertentu. Penduduk
yang dicatat dalam registrasi
adalah tercatat secara sah
sebagai penduduk di suatu wilayah tercantum dalam Kartu Keluarga. Dan sudah tinggal selama enam bulan atau lebih atau pendatang yang berniat berdomisili
di daerah tersebut meski belum tinggal selama enam bulan. Jumlah Penduduk Kabupaten Sleman
pada pertengahan tahun 2011
tercatat sebanyak 1.126.888jiwa terdiri dari 560.146 jiwa49,70 penduduk laki-
laki dan 566.742jiwa50,30 penduduk perempuan. Dari Komposisi tersebut dapat diketahui angka rasio jenis kelamin sebesar 98,83yang artinya ada sekitar
penduduk laki-laki untuk setiap 100 penduduk perempuan .Sedangkan angka beban tanggungan di Kabupaten Sleman sebesar 43 ini berarti setiap 100 orang
yang berusia produktif menanggung 44 orang usia belum produktif 0 – 14 tahun dan usia tidak produktif 65 keatas.
9. Penduduk Pertengahan Tahun 2012
Peranan penduduk sebagai subyek dan obyek pembangunan membawa konsekuensi perlunyapengamatan perkembangan karakteristik kependudukan
secara berkala, sehingga perubahan ataudinamika dapat merekam secara
berkesinambungan. Upaya yang dilakukan mengumpulkan data hasil registrasi penduduk dimaksudkan untuk memperoleh informasi yang dapat memantau
perkembangan jumlah dan komposisi penduduk menurut jenis kelamin, luas wilayah, kepadatan penduduk, rata-rata jiwa per keluarga, dan banyaknya
pendatang warga negara Indonesia dan warga negara asing. Pengumpulan data registrasi penduduk dilakukan dengan sensus dan
survey oleh BPS. Registrasi
penduduk mencatat kejadian-kejadian yang
215 Profil Bappeda 2015
mempengaruhi jumlah dan susunan penduduk selama selang waktu tertentu setengah tahun, satu tahun, atau lainnya.
Perubahan penduduk disuatu wilayah dapat disebabkan oleh kelahiran, kematian dan perpindahan penduduk, sehingga jumlah penduduk suatu daerah
dalam satu rentangpriode dapat dihitung dengan rumus tertentu. Penduduk
yang dicatat dalam registrasi
adalah tercatat secara sah
sebagai penduduk di suatu wilayah tercantum dalam Kartu Keluarga. Dan sudah tinggal selama enam bulan atau lebih atau pendatang yang berniat berdomisili
di daerah tersebut meski belum tinggal selama enam bulan. Jumlah Penduduk Kabupaten Sleman
pada pertengahan tahun
2012 tercatat sebanyak 1.136.602 jiwa terdiri dari 564.978 jiwa49,71 penduduk
laki-laki dan 571.624 jiwa 50,29 penduduk perempuan. Dari Komposisi tersebut dapat diketahui angka rasio jenis kelamin sebesar 98,84 yang artinya
ada sekitar penduduk laki-laki untuk setiap 100 penduduk perempuan ,sedangkan angka beban tanggungan di Kabupaten Sleman sebesar 46 ini berarti bahwa
setiap 100 orang yang berusia produktif menanggung 46 orang usia belum
produktif 0 – 14 tahun dan usia tidak produktif 65 keatas .
10. Penduduk Pertengahan Tahun 2013
Peranan penduduk sebagai subyek dan obyek pembangunan membawa konsekuensi perlunyapengamatan
perkembangan karakteristik kependudukan
secara berkala, sehingga perubahan ataudinamika
dapat merekam secara
berkesinambungan. Upaya yang dilakukan mengumpulkan data hasil registrasi penduduk dimaksudkan
untuk memperoleh informasi yang dapat memantau
perkembangan jumlah dan komposisi penduduk
menurut jenis kelamin, luas wilayah, kepadatan penduduk, rata-rata jiwa per keluarga, dan banyaknya
pendatang warga negara Indonesia dan warga negara asing. Pengumpulan data registrasi penduduk dilakukan dengan sensus dan
survey oleh BPS. Registrasi
penduduk mencatat kejadian-kejadian yang
mempengaruhi jumlah dan susunan penduduk
selama selang waktu tertentu setengah tahun, satu tahun, atau lainnya.
Perubahan penduduk disuatu wilayah dapat disebabkan oleh kelahiran, kematian dan perpindahan penduduk, sehingga jumlah penduduk suatu daerah
dalam satu rentangpriode dapat dihitung dengan rumus tertentu.
216 Profil Bappeda 2015
Penduduk yang dicatat
dalam registrasi adalah
tercatat secara sah sebagai penduduk di suatu wilayah tercantum dalam Kartu Keluarga. Dan sudah
tinggal selama enam bulan atau lebih atau pendatang yang berniat berdomisili di daerah tersebut meski belum tinggal selama enam bulan.
Jumlah Penduduk Kabupaten Sleman pada pertengahan tahun sebanyak
2013 sebanyak 1.047.325 jiwa terdiri dari 521.444 jiwa 44,79 penduduk laki-
laki dan 525.881 jiwa 50,21 penduduk perempuan. Dari Komposisi tersebut dapat diketahui angka rasio jenis kelamin sebesar 99,17 yang artinya ada
sekitar penduduk laki-laki untuk setiap 100 penduduk perempuan,sedangkan angka beban ketergantungan di Kabupaten Sleman sebesar 44 ini berarti bahwa
setiap 100 orang yang berusia produktif menanggung 44 orang usia belum produktif usia 0 – 14 tahun dan usia tidak produktif 65 keatas .
11. Penduduk Pertengahan Tahun 2014
Peranan penduduk sebagai subyek dan obyek pembangunan membawa konsekuensi perlunyapengamatan
perkembangan karakteristik kependudukan
secara berkala, sehingga perubahan ataudinamika
dapat merekam secara
berkesinambungan. Upaya yang dilakukan mengumpulkan data hasil registrasi penduduk dimaksudkan
untuk memperoleh informasi yang dapat memantau
perkembangan jumlah dan komposisi penduduk menurut jenis kelamin, luas wilayah,
kepadatan penduduk, rata-rata jiwa per keluarga, dan banyaknya
pendatang warga negara Indonesia dan warga negara asing. Pengumpulan data registrasi penduduk dilakukan dengan sensus dan
survey oleh BPS. Registrasi
penduduk mencatat kejadian-kejadian yang
mempengaruhi jumlah dan susunan penduduk
selama selang waktu tertentu setengah tahun, satu tahun, atau lainnya.
Perubahan penduduk disuatu wilayah dapat disebabkan oleh kelahiran, kematian dan perpindahan penduduk, sehingga jumlah penduduk suatu daerah
dalam satu rentangpriode dapat dihitung dengan rumus tertentu. Penduduk
yang dicatat dalam registrasi
adalah tercatat secara sah
sebagai penduduk di suatu wilayah tercantum dalam Kartu Keluarga. Dan sudah tinggal selama enam bulan atau lebih atau pendatang yang berniat berdomisili
di daerah tersebut meski belum tinggal selama enam bulan.
217 Profil Bappeda 2015
Jumlah Penduduk Kabupaten Sleman pada pertengahan tahun
2014 tercatat sebanyak 1.062.801 jiwa terdiri dari 539.731 jiwa 50,78 penduduk
laki-laki dan 523.070 jiwa 49,22 penduduk perempuan. Dari Komposisi tersebut dapat diketahui angka rasio jenis kelamin sebesar 103,18 yang artinya
ada sekitar penduduk laki-laki untuk 100 perempuan, sedangkan angka beban ketergantungan di Kabupaten Sleman sebesar 42.ini berarti bahwa setiap 100
orang yang berusia produktif menanggung 42 orang usia belum produktif 0 – 14 tahun dan usia tidak produktif 65 tahun .
12. Rencana
Aksi Daerah
Percepatan Pencapaian
Millenium Development Goals MDGs tahun 2013
Millenium Development Goals MDGs atau tujuan pembangunan milenium merupakan delapan tujuan pembangunan di tingkat internasional yang ingin
dicapai di seluruh dunia pada tahun 2007. Komitmen global tersebut telah ditetapkan dan ditandatangani oleh 189 negara pada pertemuan unitet nasion
worth summits bulan september tahun 2000. Kemudian disahkan oleh majelis umum PBB dalam resolusi nomor 552 tanggal 18
September 2000. Adapun delapan Capaian target tujuan tersebut adalah
a Menanggulangi kemiskinan dan kelaparan
Penduduk di bawah garis kemiskinan tahun 2013 sebesar 10,44
angkattersebut masih dibawah rerata nasional sebesar 13,33 angka ini sudah mencapai target MDGs nasional tahun 2015 sebesar 10,33 Dari beberapa
capaian tujuan satu ada beberapa indikator yang belum tercapai Rasio
kesempatan kerja terhadap penduduk usia 15 tahun ke atas akan tercapai,
Proporsi tenaga kerja yang berusaha sendiri
dan pekerja bebas keluarga
terhadap total kesempatan kerja akan tercapai. Sedangkan indicator yang lain sudah tercapai.
b Pencapaian Pendidikan Dasar untuk semua.
Angka Partisipasi Murni APM sudah tercapai , sedangkan proporsi murid kelas 1 yang berhasil menamatkan sekolah dasar dan angka melek huruf usia
15-24 tahun perempuan dan laki-laki akan tercapai. c
Mendorong kesetaraan gender dan Pemberdayaan perempuan Capaian Rasio APM perempuanlaki-laki di Tingkat SLTA akan tercapai,
dan Proporsi kursi DPRD yang diduduki perempuan sudah tercapai.
218 Profil Bappeda 2015
Menurunkan angka kematian Anak. Angka kematian balita, bayi dan persentase anak usia 1 tahun yang diimunisasi campak sudah tercapai
d Meningkatkan kesehatan Ibu.
Angka pemakaian kontrasepsiCPR bagi perempuan menikah usia 15-49 semua cara baru mencapai 89 sedangkan target Nasional 95 aka tercapai,
kemudian Unmet Need 6,8 sedangkan target 5 perlu perhatian khusus. e
Memerangi HIV dan AIDs, Malaria dan Penyakit menular lainnya. Pengguna
kondom pada hubungan seks beresiko tinggi pada populasi kunci
yang menerima kondom perlu perhatian khusus.
proporsi penduduk terinfeksi HIV lanjut yang memiliki akses pada obat-obatan anti retroviral masih
perlu perhatian khusus. Proporsi jumlah kasus tuberko yang terdeteksi dalam
program ZDOTs 51, 4 sedangkan nasional 70 masih perlu perhatian khusus. f
Memastikan Kelestarian Lingkungan Hidup. Rasio luas kawasan tertutup pepohonan berdasarkan survey foto udara dan
pemotretan citra satelit terhadap luas daratan nasional tidak ada data perlu
perhatian khusus. jumlah konsumsi bahan perusak ozon BPOdan proporsi rumah tangga
dengan akses berkelanjutan
terhadap sanitasi dasar yang layak perkotaan
67,71 : 95 Nasional sedangkan perdesaan 55,05 : 95 persen perlu perhatian
khusus. proporsi rumah tangga kumuh perkotaan untuk kab Sleman tidak ada melainkan padat penduduk.
13. Rencana Aksi Daerah Percepatan Pencapaian Millenium Development
Goals MDGs tahun 2014
Millenium Development Goals MDGs atau tujuan pembangunan milenium merupakan delapan tujuan pembangunan di tingkat internasional yang ingin
dicapai di seluruh dunia pada tahun 2007. Komitmen global tersebut telah ditetapkan dan ditandatangani oleh 189 negara pada pertemuan unitet nasion
worth summits bulan september tahun 2000. Kemudian disahkan oleh majelis umum PBB dalam resolusi nomor 552 tanggal 18
September 2000. Adapun delapan Capaian target tujuan tersebut adalah
a Menanggulangi kemiskinan dan kelaparan
Dari capaian tujuan satu ada beberapa indikator yang belum
tercapai Proporsi penduduk dengan pendapatan
kurang dari US 1
219 Profil Bappeda 2015
perkapita perhari. 9,82 target Nasional 10 akan tercapai indek kedalaman kemiskinan
b Pencapaian Pendidikan Dasar untuk semua.
Angka Partisipasi Murni APM sudah tercapai , sedangkan proporsi murid kelas 1 yang berhasil menamatkan sekolah
dasar 91,41
dan Nasional 91,50 angka melek huruf usia 15-24 tahun perempuan dan laki-
laki akan tercapai. c
Mendorong kesetaraan gender dan Pemberdayaan perempuan Capaian Rasio APM perempuanlaki-laki di tingkat pendidikan dasar,
menengah atas sudah tercapai dan Proporsi kursi DPRD yang diduduki perempuan sudah tercapai.
d Menurunkan angka kematian Anak.
Angka kematian Balita per 1000 kelahiran hidup sudah tercapai,
Angka kematian bayi AKB per 1000 kelahiran hidup sudah tercapai dan persentase anak usia 1 tahun yang diimunisasi campak sudah tercapai
e Meningkatkan kesehatan Ibu.
1 Menurunkan angka kematian ibu hingga tiga per empat dalam kurun
waktu 1990-2015. Angka kematian ibu per 100.00 kelahiran hidup 63,27 dan
Nasional 85,00 masih perlu perhatian khusus sedangkan proporsi yang ditolong tenaga kesehatan terlatih sudah tercapai.
2 Mewujudkan akses kesehatan reproduksi pada tahun 2015 sudah
tercapai Unmet need masih 8,97 dan target MDGs 5
f Memerangi HIV dan AIDs, Malaria dan Penyakit menular lainnya.
1 Prevalensi HIVAIDs
persen dari total populasi dan Pengguna
kondom pada hubungan seks beresiko tinggi pada populasi kunci yang menerima
kondom 4.90 nasional 90. perlu perhatian
khusus. proporsi jumlah penduduk usia 15-24 tahun yang memiliki memiliki pengetahuan konprehensif tentang HIV AID 250 sedang
nasional 90. Masih perlu perhatian khusus. 2
Mewujudkan akses terhadap pengobatan HIV dan AIDs tercapai 3
Mengendalikan penyebaran dan mulai menurunkan jumlah kasus malaria dan TB paru
220 Profil Bappeda 2015
TB target akan tercapai sedangkan malaria sudah tercapai. g
Memastikan Kelestarian Lingkungan Hidup. Rasio
luas kawasan
tertutup pepohonan
berdasarkan hasil
pemotretan citra satelit dan survey foto udara terhadap luas daratan akan tercapai sedangkan persampahan belum tercapai
jumlah konsumsi bahan perusak ozon BPOdan proporsi rumah tangga dengan akses berkelanjutan terhadap sanitasi dasar yang layak
perkotaan 67,71 : 95 Nasional sedangkan perdesaan 55,05 : 95 persen perlu perhatian khusus. proporsi rumah tangga kumuh perkotaan untuk kab
Sleman tidak ada yang ada padat penduduk.
14. Rencana Aksi Daerah Percepatan Pencapaian Millenium Development
Goals MDGs tahun 2015
Millenium Development Goals MDGs atau tujuan pembangunan milenium merupakan delapan tujuan pembangunan di tingkat internasional yang ingin
dicapai di seluruh dunia pada tahun 2007. Komitmen global tersebut telah ditetapkan dan ditandatangani oleh 189 negara pada pertemuan unitet nasion
worth summits bulan september tahun 2000. Kemudian disahkan oleh majelis umum PBB dalam resolusi nomor 552 tanggal 18
September 2000. Adapun delapan Capaian target tujuan tersebut adalah
a Menanggulangi kemiskinan dan kelaparan
Penduduk dibawah garis kemiskinan di kabupaten sleman pada tahun 2014 adalah 9,82 lebih kecil disbandingkan kondisi pada tahun
2013 sebesar 10,44 persen. Angka tersebut masih berada rerata nasional sebesar 13,33 persen. Angka ini sudah mencapai target MDGs nasional
tahun 2015 sebesar 10,30 persen. Penduduk miskin yang konsumsinya dibawah garis kemiskinan pada tahun 2012 sebanyak 118,2 ribu orang.
Jika dibandingka dengan keadaan tahun 2014 jumlah mencapai 110,8 persen jumlah miskin mengalami penurunan akan tercapai.
Dalam setahun Kabupaten Sleman Jumlah KK 369.534 dari jumlah tersebut KK miskin sebanyak 43,798 KK. Indeks kedalaman kemiskinan
ukuran kesenjangan pengeluaran rata-rata penduduk miskin terhadap garis kemiskinan
nasional. tahun 2011 mencapai 1,77 tahun 2012
mencaai 2,23, tahun 2013 mencapai 1,43 dan tahun 2014 mencapai
221 Profil Bappeda 2015
……yang berada rata-rata dibawah nasional 2,21 sedangkan target yang ditetapkan untuk tahun 2015 adalah 2,35. Masih perlu perhatian khusus.
Sedangkan laju PDRB pertenaga kerja mengalamipenurunan dari tahu
2010 sd tahun 2014 dan pada tahun 2015 ditargetkan sebesar 2,20
masih di bawah nasional 2,24 persen. b
Pencapaian Pendidikan Dasar untuk semua. Angka Partisipasi Murni APM sudah melebih target nasional 100
persen, sedangkan proporsi murid kelas 1 yang berhasil menamatkan
sekolah dasar
91,47 dan Nasional 100 persen baru akan tercapai,
sedangkan angka melek huruf usia 15-24 tahun perempuan dan laki-laki 98.31 nasional 100 baru akan tercapai.
c Mendorong kesetaraan gender dan Pemberdayaan perempuan
Rasio anak perempuan terhadap anak laki-laki di tingkat pendidikan dasar
menengah 91,21 baru akan tercapai, Capaian Rasio APM perempuanlaki-laki di tingkat pendidikan dasar, menengah atas sudah
tercapai 100 persen. dan Proporsi kursi DPRD yang diduduki perempuan sudah tercapai sudah melebihi target nasional.
d Menurunkan angka kematian Anak.
Angka kematian Balita per 1000 kelahiran hidup sudah tercapai,
Angka kematian bayi AKB per 1000 kelahiran hidup sudah tercapai dan persentase anak usia 1 tahun yang diimunisasi campak sudah tercapai
e Meningkatkan kesehatan Ibu.
Menurunkan angka kematian ibu hingga tiga per empat dalam kurun waktu 1990-2015.
Angka kematian ibu per 100.00 kelahiran hidup 63,27 dan Nasional 85,00 masih perlu perhatian khusus sedangkan proporsi
yang ditolong tenaga kesehatan terlatih sudah tercapai. Angka pemakaian kontrasepsi
bagi perempuan menikah usia 15-49 semua cara perlu perhatian, cakupan pelayan antenatal sedikitnya satu kali dan 4 kali kunjungan sudah tercapai.
Unmet need masih 8,97 dan target MDGs 5 perlu perhatian khusus.
f Memerangi HIV dan AIDs, Malaria dan Penyakit menular lainnya.
Prevalensi HIVAIDs persen dari total populasi
dan Pengguna kondom pada hubungan seks beresiko tinggi pada populasi kunci yang
222 Profil Bappeda 2015
menerima kondom 4.90 nasional 90. perlu perhatian khusus. proporsi jumlah penduduk usia 15-24 tahun yang memiliki memiliki pengetahuan
konprehensif tentang HIV AID 250 sedang nasional 90. Masih perlu
perhatian khusus. Mewujudkan akses terhadap pengobatan HIV dan AIDs sudah
tercapai. Mengendalikan penyebaran dan mulai menurunkan jumlah kasus malaria dan TB paru. TB
target akan tercapai sedangkan
Kematian terhadap T.B perlu mendapatkan perhatian khusus.
g Memastikan Kelestarian Lingkungan Hidup.
Rasio luas
kawasan tertutup
pepohonan berdasarkan
hasil pemotretan citra satelit dan survey foto udara terhadap luas daratan akan
tercapai sedangkan persampahan belum tercapai jumlah konsumsi bahan perusak ozon BPO dan proporsi rumah
tangga dengan akses berkelanjutan terhadap sanitasi dasar yang layak perkotaan akan tercapai.
15. Analisis Kependudukan di Kabupaten Sleman Intisati Tahun 2013
Pada permulaan tahun 1798, Malthus, lewat karangannya yang berjudul : “Essai on Principle of Populations as it Affect the Future Improvement of Society,
with Remarks onb the Specculations of Mr. Godwin, M. Condoret, and Other Writers”, menyatakan bahwa penduduk seperti juga tumbuhan dan binatang
apabila tidak ada pembatasan, akan berkembang biak dengan cepat dan memenuhi dengan cepat beberapa bagian dari permukaan bumi ini. Tingginya laju
pertumbuhan penduduk di beberapa bagian dunia ini menyebabkan jumlah penduduk meningkat dengan cepat. Di beberapa bagian dunia masalah yang
mengikutinya adalah terjadinya kemiskinan dan kekeurangan pangan. Kabupaten Sleman sebagai penyumbangan jumlah penduduk tertingi di
Daerah Istimewa Yogyakarta DIY tentu saja memeiliki potensi untuk terjebak dalam masalah kependudukan tersebut. Melihat masih tingginya angka kelahiran
di masing-masing
kecamatan di
Kabupaten Sleman
maka pencapaian
pertumbuhan penduduk nol atau Zero Popolation Growth ZPG sangat sulit terjadi dalam waktu dkeat. ZPG adalah suatu kondisi dimana jumlah penduduk di suatu
daerah tidak bertambah maupun berkurang. Pada tahun 2035 proyeksi penduduk dengan skenario TFR yang rendah, jumlah penduduk Kabupaten Sleman
223 Profil Bappeda 2015
sebanyak 1,28 juta jiwa. Jumlah penduduk yang berhubungan dengan penduduk seperti kebutuhan pangan, kebutuhan tempat tinggal, meningkatnya langsia,
kebutuhan kesehatan dan pendidikan serta performa ekonomi nantinya. Di siis lain jumlah yang demikian besar merupakan potensi pembangunan juka penduduk
dikelola dengan baik. Oleh karena itu segala persiapan harus dipikirkan sejak saat ini. Program-program kependudukan harus dikawal dengan ketat agar demografi
disaster tidak terjadi.
4.1.1.5 Bidang Pengendalian dan Evaluasi A.
Sub Bidang Pengendalian
1.
Pengendalian Dan Evaluasi Berdasarkan Permendagri Nomor 54 Tahun 2010
Berdasarkan Permendagri Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan, Pengendalian
dan evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah, berikut beberapa item pengendalian dan evaluasi yang telah dilaksanakan mulai tahun 2012.
No Laporan
2012 2013
2014 2015
1. Pengendalian Evaluasi thd Kebijakan RPJPD
- -
- -
2. Pengendalian Evaluasi thd Kebijakan RPJMD
-
- -
3. Pengendalian Evaluasi thd Kebijakan RKPD
-
4. Pengendalian Evaluasi thd Kebijakan Renstra SKPD
-
- -
5. Pengendalian Evaluasi thd Kebijakan Renja SKPD
6. Pengendalian Evaluasi thd Pelaksanaan RPJPD
- -
- -
7. Pengendalian Evaluasi thd Pelaksanaan RPJMD
- -
- -
8. Pengendalian Evaluasi thd Pelaksanaan RKPD
- -
9. Pengendalian Evaluasi thd Pelaksanaan Renstra SKPD
- -
- -
10. Pengendalian Evaluasi thd Pelaksanaan Renja SKPD
11. Evaluasi thd Hasil RPJPD
- -
- -
12. Evaluasi thd Hasil RPJMD
13. Evaluasi thd Hasil RKPD
-
14. Evaluasi thd Hasil Renstra SKPD
- -
- -
15. Evaluasi thd Hasil Renja SKPD
- -
Keterangan : Laporan sd triwulan 2 atau semester 1 Laporan sd triwulan 3
224 Profil Bappeda 2015
2.
Pengendalian Evaluasi thd Kebijakan RPJMD Formulir VII.G.3
Kesimpulan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMD Kabupaten Sleman Tahun 2011-2015 telah ditetapkan pada 1 Nopember 2010, oleh karena
itu pengendalian dan evaluasi terhadap kebijakan perencanaan pembangunan jangka menengah kabupaten yang dilakukan adalah melihat kesesuaian proses
dan isi yang terdapat pada RPJMD Kabupaten dengan Formulir VII.G.3 yang terdapat pada Lampiran VII Permendagri Nomor 54 Tahun 2010. Penelaahan
yang telah dilakukan terhadap dokumen RPJMD Kabupaten Sleman Tahun 2011- 2015 beserta penelusuran proses penyusunannya telah mengarah kepada suatu
kesimpulan. Kesimpulan tersebut adalah bahwa secara umum penyusunan RPJMD Kabupaten Sleman telah sesuai dengan tahapan dan tata cara
penyusunan RPJMD Kabupaten yang diatur dalam peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010, walaupun beberapa hal belum sesuai yang
dikarenakan penyusunan rancangan RPJMD Kabupaten Sleman pada saat itu mengacu pada PP No 8 Tahun 2008.
Meskipun beberapa bagian terjabarkan secara singkat didalam RPJMD Kabupaten Sleman maupun ada yang belum tercantum, namun hal tersebut tidak
menjadikan bahan untuk perlu dilakukan perubahan terhadap RPJMD Kabupaten. Sesuai dengan Pasal 282 Permendagri Nomor 54 Tahun 2010, perubahan RPJPD
dan RPJMD hanya dapat dilakukan apabila: a hasil pengendalian dan evaluasi menunjukkan bahwa proses perumusan, tidak sesuai dengan tahapan dan
tatacara penyusunan rencana pembangunan daerah yang diatur dalam Peraturan Menteri ini; b hasil pengendalian dan evaluasi menunjukkan bahwa substansi
yang dirumuskan, tidak sesuai dengan Peraturan Menteri ini; c terjadi perubahan yang mendasar yang disebabkan oleh terjadinya bencana alam, goncangan politik,
krisis ekonomi, konflik sosial budaya, gangguan keamanan, pemekaran daerah, atau perubahan kebijakan nasional; dan d merugikan kepentingan nasional
karena bertentangan dengan kebijakan nasional.
Rekomendasi
Beberapa rekomendasi yang dapat disampaikan dalam pelaksanaan review RPJMD Kabupaten Sleman 2011-2015 berdasarkan pengendalian dan evaluasi
225 Profil Bappeda 2015
terhadap kebijakan RPJMD Kabupaten Sleman sesuai Permendagri Nomor 54 Tahun 2010 adalah sebagai berikut:
a Perlu penyesuaian tinjauan RTRW di dalam RPJMD Kabupaten Sleman
dengan mengacu pada Rancangan RTRW Kabupaten Sleman yang terbaru 2011-2031. Hal ini untuk meng-update informasi mengenai arah kebijakan
pengembangan struktur ruang dan pola ruang di Kabupaten Sleman sehingga perencanaan pembangunan yang akan dilakukan di waktu yang
akan datang dapat disesuaikan dengan keadaan terkini. b
Perlu memasukkan kawasan suaka alam ke dalam tinjauan kewilayahan RPJMD sesuai dengan Perda RTRW Kabupaten Sleman yang baru. Selain
itu, untuk luasan masing-masing kawasan perlu juga untuk ditinjau dan disesuaikan dengan Perda RTRW Kabupaten Sleman yang baru, sehingga
informasi keruangan yang aktual dapat tertampung di dalam perencanaan pembangunan. Begitu juga dengan istilah-istilah kawasan perlu untuk
disesuaikan. c
Sistem jaringan transportasi pada draft RTRW yang digunakan dalam RPJMD perlu ditambahkan sistem jaringan perkeretaapian karena sebagian
wilayah Kabupaten Sleman dilewati oleh jaringan transportasi kereta api. Selain itu juga perlu penyesuaian tentang sistem jaringan prasarana energi
dan jaringan prasarana sumber daya sesuai dengan Perda RTRW Kabupaten Sleman yang baru.
d Perlu dipertimbangkan untuk menyusun kembali prakiraan kebutuhan
pendanaan sampai dengan tahun 2015 untuk per tahun per program, sehingga penerjemahannya di dalam RKPD per tahun dan selanjutnya per
program per SKPD dapat lebih mudah terkendali dan termonitor sesuai dengan pagu indikatif yang telah tersusun dalam RPJMD.
e Perlu dipertimbangkan untuk disusun pentahapan pelaksanaan program
prioritas per tahunnya, sehingga program prioritas mana saja yang harus dilaksanakan pada tahun 2011, 2012, 2013, 2014, maupun 2015 dapat
terlihat dengan jelas. Lebih jauh, SKPD nantinya juga dapat menyusun pentahapan pelaksanaan program prioritas per tahunnya di dalam Renstra
nya masing-masing dengan menyesuaikan apa yang ada di dalam RPJMD. f
Prioritas pembangunan belum disusun di dalam RPJMD Kabupaten Sleman. Hal ini perlu menjadi perhatian karena penyusunan prioritas
226 Profil Bappeda 2015
pembangunan dan program prioritas di dalam RPJMD dan RKPD seharusnya mengacu kepada prioritas pembangunan yang ada di dalam
RPJMD. Dengan demikian, perlu dipertimbangkan untuk penyusunan program prioritas pada saat review RPJMD dilakukan.
g Forum konsultasi publik agar bisa dilaksanakan pada saat penyusunan
RPJMD Kabupaten Sleman untuk periode tahun berikutnya sehingga memenuhi acuan dan panduan di dalam Permendagri No 54 Tahun 2010.
h Penyusunan matrik RPJMD Kabupaten Sleman masih terbatas hanya
sampai dengan Program Pembangunan. Perlu dipertimbangkan untuk bisa di-breakdown lagi sampai dengan Kegiatan sehingga nantinya kegiatan
yang akan diacu oleh SKPD akan lebih jelas. i
Perlu dilakukan
penyesuaian dalam
RPJMD dikarenakan
adanya pembentukan SKPD baru di lingkungan Pemerintah Kabupaten Sleman,
sehingga SKPD baru tersebut nantinya memiliki pedoman yang jelas di dalam RPJMD terutama nanti dalam penyusunan Renstra SKPD nya.
j Perlu
dilakukan penyesuaian
dalam RPJMD
Kabupaten Sleman
dikarenakan terjadinya
perubahan status
keistimewaan DIY
yang memungkinkan juga adanya revisi RPJMD DIY.
k Berdasarkan hasil asistensi dengan Kemenpan, ternyata masih terdapat
beberapa indikator kinerja yang belum bisa didefinisikan secara jelas untuk setiap pernyataannya dan beberapa SKPD masih belum memahami
indikator kinerja yang disusun. l
Beberapa penetapan indikator dalam RPJMD belum mengacu pada SPM terkini. Selain itu, target beberapa indikator masih dirasa terlalu rendah. Hal
ini terlihat pada laporan pengendalian dan evaluasi terhadap pelaksanaan RPJMD untuk tahun pertama, dimana beberapa target capaian indikator
sudah sangat jauh terlampaui.
3. Pengendalian Evaluasi thd Kebijakan RKPD Formulir VII.G.5
Hasil
Tahun Penyusunan 2013
2014 2015
Kesesuaian 100
100 81,48
Keterangan 2013 :
-
227 Profil Bappeda 2015
2014 : 2015 :
- Kesimpulan
:
Penyusunan RKPD
Kabupaten Sleman Tahun 2016 telah sesuai dengan tahapan
dan tata cara penyusunan RKPD Kabupaten yang diatur di dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 54 Tahun 2010 dengan beberapa catatan yaitu bahwa beberapa tahap dikatakan tidak sesuai
dikarenakan pada saat penyusunan RKPD tahun 2016 tersebut Kabupaten Sleman belum memiliki
RPJMD yang baru 2016-2020 sedangkan RPJMD yang lama sudah berakhir pada 2015. Hal ini
dikarenakan adanya pelaksanaan pemilihan kepala daerah serentak yang diundur hingga akhir 2015
sedangkan masa jabatan Bupati terpilih sudah berakhir pada Agustus 2015. Untuk itu, sesuai
dengan Pasal 287 ayat 2 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 maka penyusunannya
mengacu pada RPJPD Kabupaten dan RPJMD Propinsi.
Rekomendasi :
a. Segera setelah RPJMD Kabupaten Sleman yang baru 2016 – 2020 ditetapkan dapat
digunakan sebagai pedoman dalam menyusun RKPD tahun berikutnya dengan menyesuaikan
kepada visi, misi, arah kebijakan, dan program Bupati terpilih yang dituangkan ke dalam
RPJMD. Begitu pula dengan prioritas dan sasaran pembangunan tahunan selanjutnya
dapat diselaraskan dengan RPJMD.
b. Perumusan program prioritas beserta pagu indikatifnya untuk dapat disajikan di dalam
rancangan awal RKPD pada penyusunan RKPD untuk tahun berikutnya.
4. Pengendalian Evaluasi thd Kebijakan Renstra SKPD Formulir
VII.G.7 dan VII.G.8 Kesimpulan
a Tingkat kesesuaian rata-rata SKPD adalah mencapai 73,33 dimana
sebanyak 25 SKPD tingkat kesesuaiannya mencapai 75 dan 19 SKPD tingkat kesesuaiannya mencapai 70 . Tidak adanya SKPD yang tingkat
228 Profil Bappeda 2015
kesesuaiannya mencapai 100 dikarenakan pada poin 6, 12, dan 19 Formulir VII.G.7 memang belum dilaksanakan oleh semua SKPD
disebabkan memang belum adanya KLHS Kajian Lingkungan Hidup Strategis, belum adanya Surat Edaran Bupati perihal Penyusunan
Rancangan Renstra-SKPD kabupaten beserta lampirannya, serta tidak adanya pentahapan pelaksanaan program SKPD di Kabupaten Sleman.
b Banyaknya perbedaan pemahaman oleh SKPD terhadap arti dan maksud
pelaksanaan forum SKPD poin 16 Formulir VII.G.7 dimana yang dimaksud dalam konteks pengendalian dan evaluasi terhadap kebijakan Renstra
SKPD ini adalah pembahasan dengan seluruh unit kerja dilingkungan SKPD tersebut bersama dengan pemangku kepentingan sesuai dengan
kebutuhan.
c Seluruh SKPD di lingkungan Pemerintah Kabupaten Sleman belum
melaksanakan pentahapan pelaksanaan program dikarenakan di dalam RPJMD Kabupaten Sleman juga tidak dilakukan pentahapan pelaksanaan
program tetapi hanya prioritas pembangunan.
d Beberapa SKPD belum konsisten dalam menyusun rencana strategisnya
terutama konsistensi pada bagian kesesuaian hubungan antara misi, tujuan, sasaran, strategi, dan kebijakan SKPD yang mengacu pada misi,
tujuan, sasaran, strategi, dan kebijakan RPJMD.
e Beberapa SKPD hanya mengambil misi, tujuan, sasaran, strategi, dan
kebijakan sama persis dengan yang ada di RPJMD yang sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya dan tidak mendefinisikan sendiri. Hal ini
terkadang menjadikan misi, tujuan, sasaran, strategi, dan kebijakan SKPD kurang fokus dan kurang spesifik karena yang terdapat pada RPJMD
adalah misi, tujuan, sasaran, strategi, dan kebijakan secara umum.
f Penyusunan indikator sasaran pada beberapa Renstra SKPD masih belum
tepat dan beberapa masih berbasis kerja dan belum berbasis kinerja. g
Tidak tercantumnya lokasi kegiatan masing-masing SKPD terjadi pada hampir seluruh SKPD di lingkungan Pemerintah Kabupaten Sleman. Hal ini
dimungkinkan karena pada format lama memang tidak tersedia kolom lokasi kegiatan.
h Untuk kesimpulan pengendalian dan evaluasi terhadap kebijakan Renstra
SKPD Kabupaten sesuai formulir VII.G.8 dapat dilihat pada tabel berikut:
No Aspek
Penjelasan Hasil Pengendalian dan Evaluasi 1.
Perumusan visi dan misi SKPD kabupaten
berpedoman pada visi dan misi pembangunan jangka
menengah daerah Sebanyak 46 SKPD telah menyusun visi SKPD
nya dengan mengacu pada RPJMD Kabupaten Sleman sedangkan terdapat 2 SKPD yang perlu
dicermati kembali visi SKPD nya.
Sementara itu, sudah seluruh SKPD menyusun misi SKPD nya dengan mengacu pada RPJMD
Kabupaten Sleman meskipun beberapa SKPD
229 Profil Bappeda 2015
No Aspek
Penjelasan Hasil Pengendalian dan Evaluasi masih
sama persis
dengan misi
RPJMD sehingga perlu dicermati kembali.
2. Perumusan strategi dan
kebijakan SKPD kabupaten berpedoman pada strategi
dan arah kebijakan pembangunan jangka
menengah daerah Sebanyak 33 SKPD telah menyusun strategi dan
arah kebijakan SKPD dengan mengacu pada strategi dan arah kebijakan RPJMD Kabupaten
Sleman.
Sementara itu 14 SKPD perlu dicermati kembali strategi dan arah kebijakan SKPD nya. Hal ini
dapat dikarenakan strategi dan kebijakan SKPD tersebut hanya mengambil sama persis dengan
strategi dan kebijakan di dalam RPJMD atau juga dapat dikarenakan hal yang lain.
Sebanyak 1 SKPD, berdasarkan pencermatan Renstranya, belum menyusun strategi dan
kebijakan SKPD.
3. Perumusan rencana
program, kegiatan SKPD kabupaten berpedoman
pada kebijakan umum dan program pembangunan
jangka menengah daerah Sebanyak 48 SKPD telah menyusun rencana
program, kegiatan, indikator kinerja, kelompok sasaran dan pendanaan inidkatif yang mengacu
pada RPJMD namun dari jumlah 48 SKPD tersebut terdapat 22 SKPD yang perlu dicermati
kembali karena masih ada catatan dari hasil pencermatan Renstra SKPD baik itu untuk
rencana program, kegiatan, indikator kinerja, kelompok
sasaran ataupun
pendanaan inidkatifnya.
4. Perumusan indikator
kinerja, kelompok sasaran dan pendanaan indikatif
SKPD kabupaten berpedoman pada indikasi
rencana program prioritas dan kebutuhan pendanaan
pembangunan jangka menengah daerah.
Sebanyak 48 SKPD telah menyusun indikator kinerja, kelompok sasaran dan pendanaan
inidkatif yang
mengacu indikasi
rencana program prioritas dan kebutuhan pendanaan
pembangunan jangka menengah daerah.
Namun demikian dari jumlah 48 SKPD tersebut terdapat 11 SKPD yang perlu dicermati kembali
karena masih
ada catatan
dari hasil
pencermatan Renstra SKPD baik itu untuk indikator kinerja, kelompok sasaran ataupun
pendanaan inidkatifnya.
Untuk pendanaan indikatif SKPD sendiri yang mengacu
pada kebutuhan
pendanaan pembangunan jangka menengah daerah agak
sulit dilakukan
pencermatantracking dikarenakan pada RPJMD Kabupaten Sleman
sendiri kebutuhan pendanaan pembangunan jangka menengah daerah disusun per sasaran
230 Profil Bappeda 2015
No Aspek
Penjelasan Hasil Pengendalian dan Evaluasi dan bukan per SKPD.
5. Perumusan indikator
kinerja SKPD kabupaten berpedoman pada tujuan
dan sasaran pembangunan jangka menengah daerah
Sebanyak 22 SKPD telah menyusun indikator kinerja SKPD kabupaten dengan berpedoman
pada tujuan dan sasaran pembangunan jangka menengah daerah. Sementara itu sebanyak 25
SKPD
perlu dicermati
kembali rumusan
indikator kinerjanya yang berpedoman pada tujuan
dan sasaran
pembangunan jangka
menengah daerah.
1 SKPD,
berdasarkan pencermatan
Renstranya, belum menyusun
indikator kinerja SKPD dengan berpedoman pada tujuan dan sasaran pembangunan jangka
menengah daerah.
6. Pentahapan pelaksanaan
program SKPD kabupaten sesuai dengan pentahapan
pelaksanaan program pembangunan jangka
menengah daerah kabupaten.
Seluruh SKPD
di lingkungan
Pemerintah Kabupaten
Sleman belum
melakukan pentahapan pelaksanaan program SKPD sesuai
dengan pentahapan
pelaksanaan program
pembangunan jangka
menengah daerah
kabupaten. Hal ini dikarenakan di dalam RPJMD Kabupaten
Sleman juga
tidak terdapat
pentahapan pelaksaanaan program tetapi yang ada hanyalah prioritas pembangunan.
Rekomendasi
a Perlu dilakukan komunikasi yang lebih baik lagi dengan para pengampu
SKPD di Bappeda sehingga pelaksanaan kegiatan pengendalian dan evaluasi terhadap kebijakan Renstra SKPD dapat lebih efektif dan tepat
waktu termasuk di dalamnya agar tidak terjadi bias maksud dan pengertian atas pertanyaan-pertanyaan di dalam Formulir VII.G.7 baik oleh subbid
monitoring dan evaluasi, pengampu maupun SKPD itu sendiri. b
Perlu peningkatan dan pengawasan para pengampu SKPD dalam mendampingi SKPD menyusun rencana strategisnya sehingga dapat lebih
terarah dan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku termasuk di dalamnya Permendagri Nomor 54 Tahun 2010 baik itu meliputi kandungan
materi, konsistensi isi Renstra SKPD maupun matrik Renstra-nya. c
Perlu adanya
sosialisasi secara
berkelanjutan untuk
memberikan pengertian dan pemahaman kepada seluruh SKPD akan pentingnya
melaksanakan pengendalian dan evaluasi terhadap kebijakan rencana strategis SKPD sesuai yang diamanatkan oleh Permendagri Nomor 54
231 Profil Bappeda 2015
Tahun 2010 sebagai suatu kesatuan sistem perencanaan pembangunan yang baik dan berkualitas. Hal ini disebabkan pembangunan yang baik dan
berkualitas bermula dari perencanaan yang tersusun baik. d
Perlu peningkatan koordinasi dan komunikasi dengan seluruh SKPD agar pelaksanaan kegiatan pengendalian dan evaluasi terhadap kebijakan
rencana strategis SKPD pada palaksanaan berikutnya dapat lebih tepat waktu dan efisien. Dukungan dari top level manajemen sangat dibutuhkan
dalam hal ini. e
Untuk hal yang bersifat umum yang belum dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten, seperti penyusunan KLHS Kajian Lingkungan Hidup Strategis
dan pembuatan Surat Edaran Bupati perihal Penyusunan Rancangan Renstra
SKPD kabupaten
beserta lampirannya,
perlu dilakukan
pendalaman dan pertimbangan untuk dapat dilaksanakan sehingga dapat digunakan pada saat penyusunan rencana strategis SKPD periode-periode
berikutnya. f
Perlu adanya pencermatan terhadap indikator sasaran di dalam Renstra masing-masing SKPD sehingga indikator sasaran SKPD benar-benar
berbasis kinerja dan bukan berbasis kerja. g
Perlu dipertimbangkan untuk menambahkan kolom lokasi kegiatan pada matrik Renstra SKPD sehingga jelas dimana lokasi kegiatan itu akan
dilaksanakan meskipun untuk beberapa SKPD lokasinya cukup disebutkan Kabupaten Sleman.
h Masing-masing SKPD perlu melakukan review terhadap Renstra KL dan
SKPD Provinsi yang sesuai serta penelahaan RTRW Kabupaten Sleman sesuai dengan tugas pokok dan fungsi organisasi nya yang selanjutnya
dituangkan ke dalam Renstra masing-masing SKPD. i
Sesuai dengan Permendagri Nomor 54 Tahun 2010, perlu dilakukan pentahapan pelaksanaan program oleh SKPD yang mengacu pada prioritas
pembangunan per tahun di dalam RPJMD Kabupaten Sleman. Pentahapan pelaksanaan program ini dapat dilakukan per tahun sehingga akan terlihat
programkegiatan mana saja yang akan dilakukan pada tahun ke-1, ke-2, ke-3, ke-4, dan ke-5 oleh masing-masing SKPD.
232 Profil Bappeda 2015
5. Pengendalian Evaluasi thd Kebijakan Renja SKPD Formulir VII.G.9
VII.G.10 Hasil
Tahun Penyusunan 2012
2013 2014
2015 Kesesuaian
94,68 96,41
100,00 100,00
Kesimpulan 2012 :
1. Tingkat kesesuaian rata-rata SKPD mencapai 94,68 dimana 27 SKPD menyatakan bahwa
penyusunan rencana kerjanya telah 100 sesuai dengan Formulir VII.G.9.
2. Penyusunan Surat Edaran Bupati terkait dengan penyusunan rencana kerja SKPD memang belum
dilaksanakan. Hal ini disebabkan pada saat SKPD menyusun rencana kerja untuk tahun 2013 yang
dikoordinasikan oleh Bappeda, informasi di dalam Permendagri Nomor 54 Tahun 2010 ini belum
seluruhnya tersosialisasikan baik kepada Bappeda sendiri maupun kepada SKPD.
3. Renja SKPD yang merupakan turunan dari RKPD dimana RKPD mengacu pada RKPD provinsi serta
RKP dan Renstra SKPD dimana Renstra SKPD mengacu
pada RPJMD
kabupaten dapat
dikatakan sudah sebagian besar perumusan prioritasnya
dan sasaran
pembangunannya mengacu pada kebijakan umum dan program
pembangunan jangka
menengah daerah
kabupaten serta mengacu pada RKPD provinsi dan RKP meskipun belum dapat dikatakan 100
memenuhi hal tersebut.
4. Renja SKPD yang merupakan turunan dari RKPD dimana
RKPD mengacu
pada sasaran
pembangunan tahunan provinsi serta sasaran pembangunan tahunan nasional dan Renstra
SKPD dimana Renstra SKPD mengacu pada sasaran pembangunan jangka menengah daerah
kabupaten dapat dikatakan sudah sebagian besar perumusan
rencana program
dan kegiatan
prioritasnya mengacu pada pencapaian sasaran pembangunan
jangka menengah
daerah kabupaten, pembangunan tahunan provinsi, serta
pembangunan tahunan nasional meskipun belum dapat dikatakan 100 memenuhi hal tersebut.
5. Dengan banyaknya SKPD yang menyatakan bahwa 100 rencana kerjanya telah sesuai dengan
tahapan dan tata cara penyusunan rencana kerja sesuai
dengan Formulir
VII.G.9 Permendagri
Nomor 54 Tahun 2010 27 SKPD atau 56.25 dari 48 SKPD di lingkup Pemerintah Kabupaten
233 Profil Bappeda 2015
2013 : Sleman, maka diharapkan rencana kerja yang
telah disusun tersebut sudah merupakan satu kesatuan sistem perencanaan yang terintegrasi
dan menyeluruh dengan perencanaan yang lebih makro sehingga harapannya adalah target dan
tujuan akhir yang ditetapkan baik di dalam Renstra
SKPD itu
sendiri maupun
RPJMD Kabupaten Sleman dapat tercapai.
1. Tingkat kesesuaian rata-rata SKPD adalah 96,41 dimana
35 SKPD
menyatakan bahwa
penyusunan rencana kerja mereka telah 100 sesuai dengan Formulir VII.G.9.
2. Sesuai rekomendasi tahun lalu, penyusunan Surat Edaran Bupati terkait dengan penyusunan rencana
kerja SKPD sudah mulai dilaksanakan pada tahun ini SE Bupati Nomor 0050235 tanggal 28
Januari
2013. Hal
ini diharapkan
dalam menyusun Renja, SKPD telah memiliki petunjuk
penyusunan yang jelas sehingga sesuai dengan amanat Permendagri Nomor 54 Tahun 2010.
3. Renja SKPD yang merupakan turunan dari RKPD dimana RKPD mengacu pada RKPD provinsi serta
RKP dan Renstra SKPD dimana Renstra SKPD mengacu
pada RPJMD
kabupaten dapat
dikatakan sudah sebagian besar perumusan prioritasnya
dan sasaran
pembangunannya mengacu pada kebijakan umum dan program
pembangunan jangka
menengah daerah
kabupaten serta mengacu pada RKPD provinsi dan RKP meskipun belum dapat dikatakan 100
memenuhi hal tersebut sudah lebih baik daripada tahun lalu.
4. Renja SKPD yang merupakan turunan dari RKPD dimana
RKPD mengacu
pada sasaran
pembangunan tahunan provinsi serta sasaran pembangunan tahunan nasional dan Renstra
SKPD dimana Renstra SKPD mengacu pada sasaran pembangunan jangka menengah daerah
kabupaten dapat dikatakan sudah sebagian besar perumusan
rencana program
dan kegiatan
prioritasnya mengacu pada pencapaian sasaran pembangunan
jangka menengah
daerah kabupaten, pembangunan tahunan provinsi, serta
pembangunan tahunan nasional meskipun belum dapat dikatakan 100 memenuhi hal tersebut
sudah lebih baik daripada tahun lalu.
5. Dengan banyaknya SKPD yang menyatakan bahwa 100 rencana kerjanya telah sesuai dengan
234 Profil Bappeda 2015
2014 : tahapan dan tata cara penyusunan rencana kerja
sesuai dengan
Formulir VII.G.9
Permendagri Nomor 54 Tahun 2010 35 SKPD atau 72,92
dari 48 SKPD di lingkup Pemerintah Kabupaten Sleman, maka diharapkan rencana kerja yang
telah disusun tersebut sudah lebih baik dibanding tahun sebelumnya dan sudah merupakan satu
kesatuan sistem perencanaan yang terintegrasi dan menyeluruh dengan perencanaan yang lebih
makro sehingga harapannya adalah target dan tujuan akhir yang ditetapkan baik di dalam
Renstra
SKPD itu
sendiri maupun
RPJMD Kabupaten Sleman dapat tercapai.
1. Tingkat kesesuaian
rata-rata SKPD
sudah mencapai 100,00 dimana seluruh SKPD 48
SKPD telah menyatakan bahwa penyusunan rencana kerja mereka telah 100 sesuai dengan
Formulir VII.G.9.
2. Sesuai rekomendasi tahun lalu, penyusunan Surat Edaran Bupati terkait dengan penyusunan rencana
kerja SKPD sudah mulai dilaksanakan. Hal ini diharapkan dalam menyusun Renja, SKPD telah
memiliki petunjuk penyusunan yang jelas sehingga sesuai dengan amanat Permendagri Nomor 54
Tahun 2010.
3. Renja SKPD yang merupakan turunan dari RKPD dimana RKPD mengacu pada RKPD provinsi serta
RKP dan Renstra SKPD dimana Renstra SKPD mengacu
pada RPJMD
kabupaten dapat
dikatakan bahwa perumusan prioritasnya dan sasaran pembangunannya telah mengacu pada
kebijakan umum dan program pembangunan jangka
menengah daerah
kabupaten serta
mengacu pada RKPD provinsi dan RKP. 4. Renja SKPD yang merupakan turunan dari RKPD
dimana RKPD
mengacu pada
sasaran pembangunan tahunan provinsi serta sasaran
pembangunan tahunan nasional dan Renstra SKPD dimana Renstra SKPD mengacu pada
sasaran pembangunan jangka menengah daerah kabupaten dapat dikatakan bahwa perumusan
rencana program dan kegiatan prioritasnya telah mengacu pada pencapaian sasaran pembangunan
jangka
menengah daerah
kabupaten, pembangunan
tahunan provinsi,
serta pembangunan tahunan nasional.
5. Dengan banyaknya SKPD yang menyatakan bahwa 100 rencana kerjanya telah sesuai dengan
tahapan dan tata cara penyusunan rencana kerja sesuai
dengan Formulir
VII.G.9 Permendagri
235 Profil Bappeda 2015
2015 : Nomor 54 Tahun 2010 48 SKPD atau 100,00,
maka diharapkan
rencana kerja
yang telah
disusun tersebut sudah lebih baik dibanding tahun sebelumnya dan sudah merupakan satu kesatuan
sistem perencanaan
yang terintegrasi
dan menyeluruh
dengan perencanaan
yang lebih
makro sehingga harapannya adalah target dan tujuan akhir yang ditetapkan baik di dalam
Renstra SKPD
itu sendiri
maupun RPJMD
Kabupaten Sleman dapat tercapai. 1. Tingkat kesesuaian rata-rata SKPD adalah 100,00
dimana seluruh
SKPD 47
SKPD telah
menyatakan bahwa penyusunan rencana kerja mereka telah 100 sesuai dengan tahapan yang
ada di Formulir VII.G.9.
2. Surat Edaran Bupati terkait dengan penyusunan Rencana Kerja SKPD sudah dilaksanakan. Hal ini
diharapkan dalam menyusun Renja, SKPD telah memiliki petunjuk penyusunan yang jelas sehingga
sesuai dengan amanat Permendagri Nomor 54 Tahun 2010.
3. Renja SKPD yang merupakan turunan dari RKPD dimana RKPD mengacu pada RKPD provinsi serta
RKP dan Renstra SKPD dimana Renstra SKPD mengacu
pada RPJMD
kabupaten dapat
dikatakan bahwa perumusan prioritasnya dan sasaran pembangunannya telah mengacu pada
kebijakan umum dan program pembangunan jangka
menengah daerah
kabupaten serta
mengacu pada RKPD provinsi dan RKP. 4. Renja SKPD yang merupakan turunan dari RKPD
dimana RKPD
mengacu pada
sasaran pembangunan tahunan provinsi serta sasaran
pembangunan tahunan nasional dan Renstra SKPD dimana Renstra SKPD mengacu pada
sasaran pembangunan jangka menengah daerah kabupaten dapat dikatakan bahwa perumusan
rencana program dan kegiatan prioritasnya telah mengacu pada pencapaian sasaran pembangunan
jangka
menengah daerah
kabupaten, pembangunan
tahunan provinsi,
serta pembangunan tahunan nasional.
5. Dengan seluruh SKPD menyatakan bahwa 100 rencana kerjanya telah sesuai dengan tahapan
dan tata cara penyusunan rencana kerja sesuai dengan Formulir VII.G.9 Permendagri Nomor 54
Tahun 2010 47 SKPD atau 100,00, maka diharapkan rencana kerja yang telah disusun
tersebut sudah merupakan satu kesatuan sistem perencanaan yang terintegrasi dan menyeluruh
236 Profil Bappeda 2015
dengan perencanaan yang lebih makro sehingga harapannya adalah target dan tujuan akhir yang
ditetapkan baik di dalam Renstra SKPD itu sendiri maupun
RPJMD Kabupaten
Sleman dapat
tercapai. Rekomendasi
2012 : 1. Perlu dilakukan komunikasi yang lebih baik lagi
dengan sub bagian perencanaan dan evaluasi Bappeda
sehingga pelaksanaan
kegiatan pengendalian dan evaluasi dapat lebih sinkron,
tepat waktu, dan tepat sasaran agar dapat dihasilkan perencanaan pembangunan yang lebih
baik dan berkualitas. Salah satunya adalah dengan
menjadikan Lapiran
VII.G.9 sebagai
formulir wajib yang harus diserahkah oleh SKPD bersamaan dengan penyerahan dokumen rencana
kerja SKPD untuk tahun rencana tahun n.
2. Perlu peningkatan
dan pengawasan
para pengampu
SKPD dalam
mendampingi SKPD
menyusun rencana kerjanya sehingga dapat lebih terarah dan sesuai dengan ketentuan-ketentuan
yang berlaku termasuk di dalamnya Permendagri Nomor 54 Tahun 2010.
3. Perlu adanya sosialisasi secara berkelanjutan untuk memberikan pengertian dan pemahaman
kepada seluruh
SKPD akan
pentingnya melaksanakan
pengendalian dan
evaluasi terhadap kebijakan rencana kerja SKPD sesuai
yang diamanatkan oleh Permendagri Nomor 54 Tahun 2010 sebagai suatu kesatuan sistem
perencanaan
pembangunan yang
baik, terintegrasi, dan berkualitas. Hal ini disebabkan
perencanaan pembangunan
yang baik
dan berkualitas tidak hanya terletak pada tahap
penyusunan perencanaannya saja, namun juga pada saat pelaksanaannya dan hasil umpan balik
yang didapatkan.
4. Perlu peningkatan koordinasi dan komunikasi dengan seluruh SKPD agar pelaksanaan kegiatan
pengendalian dan evaluasi terhadap kebijakan rencana kerja SKPD ini dapat lebih tepat waktu
dan efisien.
5. Untuk hal yang bersifat umum yang belum dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten, seperti
pembuatan surat edaran Bupati yang terkait dengan penyusunan rencana kerja SKPD, perlu
dilakukan pendalaman dan pertimbangan untuk dapat dilaksanakan pada tahun perencanaan
berikutnya.
6. Perlu dipertimbangan untuk menyusun suatu sistematika penyusunan kebijakan rencana kerja
237 Profil Bappeda 2015
2013 : SKPD yang lebih rigid oleh Bappeda yang sesuai
dengan Formulir VII.G.9 Permendagri Nomor 54 tahun 2010 dan kemudian disosialisasikan ke
seluruh SKPD sehingga penyusunan isi dan muatan kebijakan rencana kerja SKPD dapat
seragam.
1. Sudah dilakukan koordinasi dengan sub bagian perencanaan
dan evaluasi
Bappeda sesuai
rekomendasi pelaksanaan tahun lalu dengan menjadikan Lapiran VII.G.9 sebagai formulir wajib
yang harus diserahkah oleh SKPD bersamaan dengan penyerahan dokumen rencana kerja SKPD
untuk
tahun rencana
tahun n
sehingga pelaksanaan kegiatan pengendalian dan evaluasi
dapat lebih sinkron, tepat waktu, dan tepat sasaran
agar dapat
dihasilkan perencanaan
pembangunan yang lebih baik dan berkualitas. Namun
yang perlu
ditingkatkan lagi
adalah koordinasi
dengan SKPD
agar SKPD
dapat menyerahkan
dokumen Renja
nya kepada
Bappeda tepat waktu. 2. Perlu
peningkatan dan
pengawasan para
pengampu SKPD
dalam mendampingi
SKPD menyusun rencana kerjanya sehingga dapat lebih
terarah dan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku termasuk di dalamnya Permendagri
Nomor 54 Tahun 2010.
3. Perlunya sosialisasi dan pendampingan secara berkelanjutan untuk memberikan pengertian dan
pemahaman kepada
seluruh SKPD
akan pentingnya
melaksanakan pengendalian
dan evaluasi terhadap kebijakan rencana kerja SKPD
sesuai yang
diamanatkan oleh
Permendagri Nomor 54 Tahun 2010 sebagai suatu kesatuan
sistem perencanaan pembangunan yang baik, terintegrasi, dan berkualitas. Hal ini disebabkan
perencanaan
pembangunan yang
baik dan
berkualitas tidak hanya terletak pada tahap penyusunan perencanaannya saja, namun juga
pada saat pelaksanaannya dan hasil umpan balik yang didapatkan.
4. Perlu dipertimbangan untuk menyusun suatu sistematika penyusunan kebijakan rencana kerja
SKPD yang lebih rigid oleh Bappeda yang sesuai dengan Formulir VII.G.9 Permendagri Nomor 54
tahun 2010 dan kemudian disosialisasikan secara berkelanjutan
ke seluruh
SKPD sehingga
penyusunan isi dan muatan kebijakan rencana
238 Profil Bappeda 2015
2014 :
2015 : kerja SKPD dapat seragam.
1. Sudah dilakukan koordinasi dengan sub bagian perencanaan
dan evaluasi
Bappeda sesuai
rekomendasi pelaksanaan tahun lalu dengan menjadikan Lapiran VII.G.9 sebagai formulir wajib
yang harus diserahkah oleh SKPD bersamaan dengan penyerahan dokumen rencana kerja SKPD
untuk
tahun rencana
tahun n
sehingga pelaksanaan kegiatan pengendalian dan evaluasi
dapat lebih sinkron, tepat waktu, dan tepat sasaran
agar dapat
dihasilkan perencanaan
pembangunan yang lebih baik dan berkualitas. Namun
yang perlu
ditingkatkan lagi
adalah koordinasi
dengan SKPD
agar SKPD
dapat menyerahkan
dokumen Renja
nya kepada
Bappeda tepat waktu. 2. Perlu
peningkatan dan
pengawasan para
pengampu SKPD
dalam mendampingi
SKPD menyusun rencana kerjanya sehingga dapat lebih
terarah dan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku termasuk di dalamnya Permendagri
Nomor 54 Tahun 2010.
3. Perlunya pendampingan secara terus menerus dan berkelanjutan untuk memberikan pengertian
dan pemahaman kepada seluruh SKPD akan pentingnya
melaksanakan pengendalian
dan evaluasi terhadap kebijakan rencana kerja SKPD
sesuai yang
diamanatkan oleh
Permendagri Nomor 54 Tahun 2010 sebagai suatu kesatuan
sistem perencanaan pembangunan yang baik, terintegrasi, dan berkualitas. Hal ini disebabkan
perencanaan
pembangunan yang
baik dan
berkualitas tidak hanya terletak pada tahap penyusunan perencanaannya saja, namun juga
pada saat pelaksanaannya dan hasil umpan balik yang didapatkan.
4. Penyampaian sistematika penyusunan kebijakan rencana kerja SKPD yang rigid oleh Bappeda
sesuai dengan
Formulir VII.G.9
Permendagri Nomor 54 tahun 2010 perlu selalu dilakukan
secara berkelanjutan ke seluruh SKPD sehingga penyusunan isi dan muatan kebijakan rencana
kerja SKPD dapat sesuai dengan Formulir VII.G.9 Permendagri Nomor 54 tahun 2010.
1. Terus berkoordinasi
dengan sub
bidang perencanaan daerah Bappeda sehingga Lampiran
VII.G.9 tetap dipakai sebagai formulir wajib yang harus diserahkah oleh SKPD bersamaan dengan
penyerahan dokumen Rencana Kerja SKPD untuk
239 Profil Bappeda 2015
tahun rencana tahun n sehingga pelaksanaan kegiatan pengendalian dan evaluasi dapat lebih
sinkron, tepat waktu, dan tepat sasaran agar dapat dihasilkan perencanaan pembangunan yang
lebih baik dan berkualitas.
2. Terus berkoordinasi dengan pengampu SKPD untuk selalu meningkatkan pengawasan dan
pendampingan kepada SKPD dalam menyusun rencana kerjanya sehingga dapat lebih terarah dan
sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku termasuk di dalamnya Permendagri Nomor 54
Tahun 2010.
3. Perlunya pendampingan secara terus menerus dan berkelanjutan untuk memberikan pengertian
dan pemahaman kepada seluruh SKPD akan pentingnya
melaksanakan pengendalian
dan evaluasi terhadap kebijakan rencana kerja SKPD
sesuai yang
diamanatkan oleh
Permendagri Nomor 54 Tahun 2010 sebagai suatu kesatuan
sistem perencanaan pembangunan yang baik, terintegrasi, dan berkualitas. Hal ini disebabkan
perencanaan
pembangunan yang
baik dan
berkualitas tidak hanya terletak pada tahap penyusunan perencanaannya saja, namun juga
pada saat pelaksanaannya dan hasil umpan balik yang didapatkan.
4. Penyampaian sistematika penyusunan kebijakan rencana kerja SKPD yang sangat rinci oleh
Bappeda sesuai
dengan Formulir
VII.G.9 Permendagri Nomor 54 tahun 2010 perlu selalu
dilakukan secara berkelanjutan ke seluruh SKPD sehingga penyusunan isi dan muatan kebijakan
rencana kerja SKPD dapat sesuai dengan Formulir VII.G.9 Permendagri Nomor 54 tahun 2010.
6. Pengendalian Evaluasi thd Pelaksanaan RKPD Formulir VII.H.5 Hasil
Tahun Penyusunan
2014 2015
Capaian
Kesesuaian RKPD-PPAS : 98,31 Kesesuaian Renja-DPA : 97,71
Keuangan : 18,71 Kinerja : 42,87
Kesesuaian RKPD-PPAS : 94,90 Kesesuaian Renja-DPA : 97,74
Keuangan : 45,58 Kinerja : 63,51
Kesimpulan 2014 :
1. Penyusunan KUA sudah mengacu pada RKPD dimana 10 prioritas pembangunan di RKPD
telah diakomodir seluruhnya di dalam KUA. Hanya saja di dalam KUA tidak dicantumkan
kembali sasaran pembangunan seperti yang tercantum di dalam RKPD sehingga sasaran
pembangunan
tidak dapat
diperbandingkan antara RKPD dengan KUA.
240 Profil Bappeda 2015
2015 : 2. Sebanyak 1.598 kegiatan yang ada di RKPD
maupun di PPAS ternyata sebanyak 795 sesuai antara RKPD dan PPAS dan 769 diantaranya
tidak sesuai dalam hal pagu anggarannya. Selain itu terdapat 27 kegiatan yang ada di
RKPD tetapi tidak terdapat di PPAS dan 7 kegiatan yang ada di PPAS tetapi tidak terdapat
di RKPD namun demikian kegiatan tersebut merupakan pindahan dari SKPD lain.
3. Tingkat rata-rata pelaksanaan programkegiatan Renja SKPD di dalam DPA SKPD pada tahun
2014 mencapai 97,71 dimana sebanyak 23 SKPD
menyatakan bahwa
pelaksanaan programkegiatan di dalam Rencana Kerja-nya
telah 100 diakomodir ke dalam DPA SKPD. 4. Keterbatasan kemampuan APBD menjadi faktor
utama ketidaksesuaian antara Renja SKPD dengan DPA SKPD. Hal ini terbukti dengan
91,55 anggaran usulan SKPD di dalam Renja SKPD yang disetujui menjadi DPA SKPD tahun
2014.
5. Jumlah program
dan kegiatan
yang dilaksanakan oleh seluruh SKPD 48 SKPD di
lingkungan pemerintah kabupaten Sleman untuk mendukung 10 prioritas pembangunan adalah
sejumlah 173 program dan 868 kegiatan dimana 23 kegiatan diantaranya tidak dianggarkan
untuk dilaksanakan. Hal ini dapat dikarenakan kegiatan tersebut tidak disetujui, outputnya
digabung ke dalam kegiatan lain, atau menjadi sub dari kegiatan yang lain.
6. Jumlah anggaran belanja langsung APBD tahun 2014 yang digunakan untuk melaksanakan 10
prioritas pembangunan dalam RKPD adalah mencapai Rp 680.057.775.193,00 atau 91,85
dari Rp 740.425.442.420,00 yang dianggarkan di RKPD dimana serapan anggaran oleh seluruh
SKPD hingga Bulan Juni semester I mencapai Rp 127.238.223.980,00 atau sekitar 18,71
terhadap APBD dan 17,18 terhadap RKPD. Capaian ini masih sangat rendah karena berada
di kisaran
≤ 50 Sangat Rendah. Sedangkan untuk realisasi kinerjanya juga masih sangat
rendah yaitu baru mencapai 42,87 kurang dari 50.
1. Penyusunan KUA sudah mengacu pada RKPD dimana 11 prioritas pembangunan di RKPD
telah diakomodir seluruhnya di dalam KUA. Hanya saja di dalam KUA tidak dicantumkan
241 Profil Bappeda 2015
kembali sasaran pembangunan seperti yang tercantum di dalam RKPD sehingga sasaran
pembangunan tidak
dapat diperbandingkan
antara RKPD dengan KUA. 2. Dari sebanyak 2.413 kegiatan yang ada di
RKPD dan di PPAS ternyata sebanyak 690 kegiatan 28,60 sesuai antara RKPD dan
PPAS dan sebanyak 1.723 kegiatan 71,40 diantaranya tidak sama antara RKPD dan PPAS
dalam
hal pagu
anggarannya. Selain
itu sebanyak 629 kegiatan 26,07 memiliki pagu
anggaran PPAS lebih besar daripada RKPD. 3. Dari sebanyak 48 SKPD yang terdapat di dalam
RKPD 2015, terdapat 17 SKPD 35,42 yang pagu anggaran PPAS nya dibawah pagu
anggaran RKPD dan sisanya sebanyak 31 SKPD 64,58 memiliki pagu anggaran PPAS
lebih besar dari RKPD.
4. Dari sebanyak 2.413 kegiatan yang ada di RKPD dan di PPAS ternyata sebanyak 2.290
kegiatan 94,90 sesuai antara RKPD dan PPAS dan sebanyak 123 kegiatan 5,10
diantaranya nomenklatur kegiatannya berbeda. Dari sebanyak 123 kegiatan yang nomenklatur
kegiatannya
berbeda tersebut 93
kegiatan diantaranya
merupakan hasil
penyesuaian terhadap perubahan SOTK baru yang mulai
berlaku tanggal 1 Januari 2015 kegiatan dipindahkan ke SKPD yang lebih sesuai
sehingga hanya tinggal terdapat 30 kegiatan yang tidak sesuai kegiatan tersebut ada di
RKPD tetapi tidak ada di PPAS dikarenakan keterbatasan
anggaran atau
dikarenakan pergantian
nomenklatur kegiatan
sesuai evaluasi Gubernur sehingga nama kegiatannya
berbeda dengan RKPD. 5. Dari sebanyak 2.698 kegiatan yang ada di
RKPDRenja SKPD dan di APBDDPA ternyata sebanyak 328 kegiatan 12,16 sesuai antara
RKPDRenja SKPD
dan APBDDPA
dan sebanyak 2.370 kegiatan 87,84 diantaranya
tidak sama antara RKPDRenja SKPD dan APBDDPA
dalam hal
pagu anggarannya.
Selain itu, sebanyak 48 SKPD yang terdapat di dalam RKPDRenja SKPD 2015, terdapat 20
SKPD 41,67
yang pagu
anggaran APBDDPA
nya dibawah
pagu anggaran
RKPDRenja SKPD dan sisanya sebanyak 28 SKPD
58,33 memiliki
pagu anggaran
APBDDPA lebih besar dari RKPDRenja SKPD.
242 Profil Bappeda 2015
6. Dari sebanyak 2.698 kegiatan yang ada di RKPDRenja SKPD dan di APBDDPA SKPD
ternyata sebanyak 1.950 kegiatan 72,28 sesuai
antara RKPDRenja
SKPD dan
APBDDPA SKPD dan sebanyak 748 kegiatan 27,72 diantaranya nomenklatur kegiatannya
berbeda. Dari sebanyak 748 kegiatan yang berbeda nomenklaturnya tersebut 611 kegiatan
81,68
diantaranya merupakan
hasil penyesuaian terhadap evaluasi Gubernur, 76
kegiatan 10,16 diantaranya merupakan hasil penyesuaian terhadap perubahan SOTK baru
yang mulai berlaku tanggal 1 Januari 2015 kegiatan dipindahkan ke SKPD yang lebih
sesuai dan 61 kegiatan 8,16 disebabkan hal lain dikarenakan keterbatasan anggaran pada
tahun 2015, pergantian nomenklatur kegiatan, duplikasi kegiatan, dll.
7. Tingkat rata-rata pelaksanaan programkegiatan Renja SKPD di dalam DPA SKPD pada tahun
2015 mencapai 97,74 2.637 kegiatan dari 2.698 kegiatan dan hanya 61 kegiatan yang
tidak sesuai karena keterbatasan anggaran pada
tahun 2015,
pergantian nomenklatur
kegiatan, duplikasi kegiatan, dll yang tersebar di 20 SKPD sehingga hanya 28 SKPD yang
menyatakan bahwa
pelaksanaan program
kegiatan di dalam DPA telah 100 sesuai dengan Rencana Kerja SKPD.
8. Serapan anggaran belanja langsung APBD tahun 2015 sampai dengan triwulan III untuk
melaksanakan 11 prioritas pembangunan dan program pendukung prioritas RKPD oleh semua
SKPD mencapai Rp 463.560.920.990,00 atau sekitar 45,58 terhadap APBD dan 41,47
terhadap RKPD. Capaian ini masih sangat rendah karena berada di kisaran
≤ 50 Sangat Rendah. Sedangkan untuk realisasi kinerjanya
masih tergolong rendah yaitu mencapai 63,51. Rekomendasi
2014 : 1. Pada proses penyusunan KUA perlu mencan-
tumkan sasaran pembangunan sesuai dengan RKPD.
2. Pernyusunan PPAS agar lebih cermat lagi sehingga tidak ada kegiatan yang terdapat pada
PPAS tetapi tidak terdapat di dalam RKPD. Selain itu perlu juga dicermati dari segi pagu
plafon anggaran agar pada APBD tidak ada kegiatan yang anggarannya melebihi plafon
anggaran terlalu tinggi.
3. Perlu dilakukan
percepatan penyerapan
243 Profil Bappeda 2015
2015 : anggaran sehingga dengan realisasi capaian
anggaran yang masih 18,71 pada semester I dapat didorong untuk nantinya dapat mencapai
target
yang diharapkan
pada akhir
masa anggaran di semester II. Selain itu, agar
masing-masing SKPD
dalam mengusulkan
kegiatan disesuaikan dengan kesiapan pelaksa- naannya sehingga tidak menumpuk di akhir
tahun anggaran.
4. Perlu adanya sistem informasi manajemen SIM e-monev dan dukungan dari top level
management sehingga pelaksanaan kegiatan monitoring dan evaluasi sesuai Permendagri
Nomor 542010 ini dapat berjalan baik agar dapat memberikan outcome yang berkualitas,
bermutu, dan berguna bagi peningkatan dan perbaikan sistem perencanaan pembangunan
daerah untuk menuju tata kelola pemerintahan yang baik berdasarkan prinsip-prinsip Good
Governance.
1. Pada penyusunan KUA-PPAS agar sasaran pembangunan dicantumkan pula di dalam KUA.
2. Penyusunan PPAS perlu dicermati sehingga diupayakan pagu plafon anggaran pada APBD
tidak ada
kegiatan yang
melebihi plafon
anggaran PPAS terlalu tinggi. 3. Perlu
dilakukan percepatan
penyerapan anggaran sehingga dengan realisasi capaian
anggaran yang masih 45,58 pada triwulan III dapat didorong untuk nantinya dapat mencapai
target yang diharapkan pada triwulan IV. Selain itu,
agar masing-masing
SKPD dalam
mengusulkan kegiatan
disesuaikan dengan
kesiapan pelaksanaannya
sehingga tidak
menumpuk di akhir tahun anggaran. 4. Perlu adanya sistem informasi manajemen
SIM e-monev dan dukungan dari top level management sehingga pelaksanaan kegiatan
pengendalian dan evaluasi sesuai Permendagri Nomor 542010 ini dapat berjalan baik agar
dapat memberikan outcome yang berkualitas, bermutu, dan berguna bagi peningkatan dan
perbaikan sistem perencanaan pembangunan daerah untuk menuju tata kelola pemerintahan
yang baik berdasarkan prinsip-prinsip Good Governance.
244 Profil Bappeda 2015
7. Pengendalian Evaluasi thd Pelaksanaan Renja SKPD Formulir VII.H.4 Hasil:
Tahun Penyusunan
2012 2013
2014 2015
Kesesuaian 84,21
93,98 97,71
97,01 Kesimpulan
2012 : 1. Tingkat rata-rata pelaksanaan programkegiatan
Renja SKPD di dalam DPA SKPD pada tahun 2012 adalah mencapai 84,21 dimana seba-
nyak 13 SKPD menyatakan bahwa pelaksanaan programkegiatan di dalam Rencana Kerja-nya
telah 100 diakomodir ke dalam DPA SKPD.
2. SKPD dengan 100 pelaksanaan program kegiatan Renja yang telah terakomodir di dalam
DPA paling banyak dilaksanakan oleh SKPD kecamatan 8 kecamatan.
3. Keterbatasan kemampuan APBD menjadi faktor utama ketidaksesuaian antara Renja SKPD
dengan DPA SKPD. Hal ini terbukti dengan hanya 87,29 anggaran usulan SKPD di dalam
Renja SKPD yang disetujui menjadi DPA SKPD. Dengan adanya rasionalisasi anggaran untuk
menyesuaikan dengan kemampuan APBD telah berdampak pada ketidaksesuaian di sisi besar-
an anggaran yang diusulkan dengan yang dise- tujui. Dengan berkurangnya anggaran, secara
otomatis sedikit banyak akan berpengaruh pada pengurangan indikator kinerja programkegiatan,
lokasi, dan target capaian kinerja SKPD di dalam DPA SKPD.
4. Banyaknya programkegiatan di dalam Renja SKPD yang tidak terakomodir ke dalam DPA
SKPD tersebut lebih disebabkan karena: a. Adanya perubahan namanomor rekening
programkegiatan yang lama diganti dengan yang baru maupun penggabungan bebeapa
kegiatan menjadi satu berdasarkan pencer- matan dan pembahasan oleh tim anggaran.
b. Adanya programkegiatan yang tidak disetu- jui oleh tim anggaran dikarenakan bukan
merupakan program kegiatan prioritas yang harus dilaksanakan SKPD sehingga dalam
pencermatan dan pembahasan rasionalisasi anggaran, programkegiatan tersebut ditun-
da untuk anggaran perubahantahun depan ditiadakan dihilangkan.
c. Adanya pengalihan programkegiatan ke SKPD lain yang lebih sesuai tupoksinya
berdasarkan pencermatan dan pembahasan oleh tim anggaran.
d.Adanya beberapa kegiatan yang merupakan
245 Profil Bappeda 2015
kegiatan antisipasi jika ada ketentuan per- aturan baru dari pusat namun pada akhirnya
tidak dilaksanakan karena tidak ada keten- tuanperaturan baru dari pemerintah pusat.
5. Banyaknya programkegiatan baru yang muncul di dalam DPA dan tidak terdapat pada Renja
SKPD tersebut lebih disebabkan karena: a. Adanya programkegiatan hasil perubahan
namanomor rekening
programkegiatan yang lama diganti dengan yang baru mau-
pun hasil penggabungan beberapa kegiatan menjadi satu berdasarkan pencermatan dan
pembahasan tim anggaran.
b. Adanya programkegiatan yang merupakan program kegiatan darurat dikarenakan ben-
cana erupsi merapi yang mendesak untuk dilaksanakan sebagai kelanjutan dari pro-
gram rehab rekon dan pemulihan paska erupsi Merapi.
c. Adanya programkegiatan yang merupakan tindak lanjut dari aturan pusat yang diter-
bitkan setelah penyusunan Renja SKPD. d. Adanya programkegiatan hasil pengalihan
dari SKPD lain yang kurang sesuai tupok- sinya berdasarkan pencermatan dan pem-
bahasan oleh tim anggaran.
e. Adanya programkegiatan
yang harus
dilaksanakan oleh SKPD karena merupakan keberlanjutan dari program kegiatan tahun
sebelumnya ataupun karena merupakan kegiatan
penunjang SKPD
yang wajib
dilaksanakan dan
belum diusulkan
sebelumnya dalam Renja SKPD. 6. Banyaknya isian yang menyatakan ketidak
sesuaian di
dalam Formulir
VII.H.4 pada
masing-masing SKPD bukan berarti menunjuk kan bahwa perencanaan pembangunan tahunan
SKPD dalam hal ini penyusunan Renja dan DPA SKPD tersebut tidak baik. Namun kese-
suaian maupun ketidaksesuaian disini dilihat secara keseluruhan yaitu dari nomen klatur
nama programkegiatan, indikator kinerja pro- gramkegiatan, lokasi, target capaian kinerja,
anggaran, target capaian kinerja prakiraan maju, dan anggaran prakiraan maju. Ketidaksesuaian
ini
lebih dikarenakan
adanya rasionalisasi
anggaran dan kegiatan untuk menyesuaikan dengan kemampuan keterbatasan APBD.
246 Profil Bappeda 2015
2013 : 1. Tingkat rata-rata pelaksanaan programkegiatan
Renja SKPD di dalam DPA SKPD pada tahun 2013
meningkat menjadi
93,98 dimana
sebanyak 19 SKPD menyatakan bahwa pelak- sanaan programkegiatan di dalam Rencana
Kerjanya telah 100 diakomodir ke dalam DPA SKPD.
2. SKPD dengan 100 pelaksanaan program kegiatan Renja yang telah terakomodir di dalam
DPA paling banyak dilaksanakan oleh SKPD kecamatan 11 kecamatan.
3. Keterbatasan kemampuan APBD menjadi faktor utama ketidaksesuaian antara Renja SKPD
dengan DPA SKPD. Hal ini terbukti dengan hanya 87,29 anggaran usulan SKPD di dalam
Renja SKPD yang disetujui menjadi DPA SKPD tahun 2012. Namun pada tahun 2013 meningkat
menjadi 95,90 anggaran usulan SKPD di dalam Renja SKPD yang disetujui menjadi DPA
SKPD. Dengan adanya rasionalisasi anggaran untuk
menyesuaikan dengan
kemampuan APBD telah berdampak pada ketidaksesuaian di
sisi besaran anggaran yang diusulkan dengan yang disetujui. Dengan berkurangnya anggaran,
secara otomatis sedikit banyak akan berpe- ngaruh pada pengurangan indikator kinerja
programkegiatan, lokasi, dan target capaian kinerja SKPD di dalam DPA SKPD.
4. Banyaknya programkegiatan di dalam Renja SKPD yang tidak terakomodir ke dalam DPA
SKPD tersebut lebih disebabkan karena: a. Adanya perubahan namanomor rekening
program kegiatan yang lama diganti dengan yang baru maupun penggabungan beberapa
kegiatan menjadi satu berdasarkan pencer- matan dan pembahasan oleh tim anggaran.
b. Adanya programkegiatan yang tidak disetujui oleh
tim anggaran
dikarenakan bukan
merupakan program kegiatan prioritas yang harus dilaksanakan SKPD sehingga dalam
pencermatan dan pembahasan rasionalisasi anggaran, programkegiatan tersebut ditunda
untuk anggaran perubahan tahun depan ditiadakan dihilangkan.
c. Adanya pengalihan
programkegiatan ke
SKPD lain yang lebih sesuai tupoksinya berdasarkan pencermatan dan pembahasan
oleh tim anggaran.
d. Adanya beberapa kegiatan yang merupakan kegiatan
antisipasi jika
ada ketentuan
247 Profil Bappeda 2015
2014: peraturan baru dari pusat namun pada
akhirnya tidak dilaksanakan karena tidak ada ketentuanperaturan baru dari pemerintah
pusat.
5. Banyaknya programkegiatan baru yang muncul di dalam DPA dan tidak terdapat pada Renja
SKPD tersebut lebih disebabkan karena: a. Adanya programkegiatan hasil perubahan
namanomor rekening programkegiatan yang lama diganti dengan yang baru maupun hasil
penggabungan beberapa kegiatan menjadi satu berdasarkan pencermatan dan pemba-
hasan tim anggaran.
b. Adanya programkegiatan yang merupakan tindak lanjut dari aturan pusat yang diter-
bitkan setelah penyusunan Renja SKPD. c. Adanya programkegiatan hasil pengalihan
dari SKPD
lain yang
kurang sesuai
tupoksinya berdasarkan pencermatan dan pembahasan oleh tim anggaran.
d. Adanya programkegiatan yang harus dilak- sanakan oleh SKPD karena merupakan
keberlanjutan dari program kegiatan tahun sebelumnya
ataupun karena
merupakan kegiatan
penunjang SKPD
yang wajib
dilaksanakan dan
belum diusulkan
sebelumnya dalam Renja SKPD. 6. Banyaknya isian yang menyatakan ketidakse-
suaian di dalam Formulir VII.H.4 pada masing- masing
SKPD bukan
berarti menunjukkan
bahwa perencanaan pembangunan tahunan SKPD dalam hal ini penyusunan Renja dan
DPA SKPD tersebut tidak baik. Namun kese- suaian maupun ketidaksesuaian disini dilihat
secara keseluruhan yaitu dari nomenklatur nama
programkegiatan, indikator
kinerja programkegiatan, lokasi, target capaian kinerja,
anggaran, target capaian kinerja prakiraan maju, dan anggaran prakiraan maju. Ketidaksesuaian
ini
lebih dikarenakan
adanya rasionalisasi
anggaran dan kegiatan untuk menyesuaikan dengan kemampuan keterbatasan APBD.
1. Tingkat rata-rata pelaksanaan programkegiatan Renja SKPD di dalam DPA SKPD pada tahun
2014 meningkat
menjadi 97,71
dimana sebanyak 23 SKPD menyatakan bahwa pelak-
sanaan programkegiatan di dalam Rencana Kerja-nya telah 100 diakomodir ke dalam DPA
SKPD.
248 Profil Bappeda 2015
2. SKPD dengan 100 pelaksanaan program kegiatan Renja yang telah terakomodir di dalam
DPA paling banyak dilaksanakan oleh SKPD kecamatan 14 kecamatan.
3. Keterbatasan kemampuan APBD menjadi faktor utama ketidaksesuaian antara Renja SKPD
dengan DPA SKPD. Hal ini terbukti dengan 95,90 anggaran usulan SKPD di dalam Renja
SKPD yang disetujui menjadi DPA SKPD tahun 2013. Namun pada tahun 2014 justru menurun
menjadi 91,55 anggaran usulan SKPD di dalam Renja SKPD yang disetujui menjadi DPA
SKPD. Dengan adanya rasionalisasi anggaran untuk
menyesuaikan dengan
kemampuan APBD telah berdampak pada ketidaksesuaian di
sisi besaran anggaran yang diusulkan dengan yang disetujui. Dengan berkurangnya anggaran,
secara otomatis sedikit banyak akan berpe- ngaruh pada pengurangan indikator kinerja
programkegiatan, lokasi, dan target capaian kinerja SKPD di dalam DPA SKPD.
4. Banyaknya programkegiatan di dalam Renja SKPD yang tidak terakomodir ke dalam DPA
SKPD tersebut lebih disebabkan karena: a. Adanya perubahan nomenklaturnomor re-
kening programkegiatan yang lama diganti dengan yang baru maupun penggabungan
beberapa kegiatan menjadi satu berdasar- kan pencermatan dan pembahasan oleh tim
anggaran.
b. Adanya programkegiatan yang tidak dise- tujui oleh tim anggaran dikarenakan bukan
merupakan programkegiatan prioritas yang harus dilaksanakan SKPD sehingga dalam
pencermatan dan pembahasan rasionalisasi anggaran, programkegiatan tersebut ditun-
da untuk anggaran perubahantahun depan ditiadakan dihilangkan.
c. Adanya pengalihan programkegiatan ke SKPD lain yang lebih sesuai tupoksinya
berdasarkan pencermatan dan pembahasan oleh tim anggaran.
d. Adanya beberapa kegiatan yang merupakan kegiatan antisipasi jika ada ketentuan per-
aturan baru dari pusat namun pada akhirnya tidak
dilaksanakan karena
tidak ada
ketentuanperaturan baru dari pemerintah pusat.
5. Banyaknya programkegiatan baru yang muncul di dalam DPA dan tidak terdapat pada Renja
249 Profil Bappeda 2015
2015 : SKPD tersebut lebih disebabkan karena:
a. Adanya programkegiatan hasil perubahan nomenklatur
nomor rekening
program kegiatan yang lama diganti dengan yang
baru maupun hasil penggabungan beberapa kegiatan menjadi satu berdasarkan pencer-
matan dan pembahasan tim anggaran.
b. Adanya programkegiatan yang merupakan tindak
lanjut dari
aturan pusat
yang diterbitkan
setelah penyusunan
Renja SKPD.
c. Adanya programkegiatan hasil pengalihan dari SKPD lain yang kurang sesuai tupok-
sinya berdasarkan
pencermatan dan
pembahasan oleh tim anggaran. d. Adanya
programkegiatan yang
harus dilaksanakan oleh SKPD karena merupakan
keberlanjutan dari programkegiatan tahun sebelumnya ataupun karena merupakan
kegiatan penunjang SKPD yang wajib dilak- sanakan dan belum diusulkan sebelumnya
dalam Renja SKPD.
6. Outcome kegiatan pengendalian dan evaluasi terhadap pelaksanaan Renja SKPD tahun 2014
belum dapat secara optimal digunakan sebagai bahan evaluasi perencanaan pembangunan
tahun berikutnya dikarenakan keterlambatan pelaporan data dari SKPD.
7. Banyaknya isian yang menyatakan ketidak- sesuaian
di dalam
Formulir VII.H.4
pada masing-masing SKPD bukan berarti menunjuk-
kan bahwa perencanaan pembangunan tahunan SKPD dalam hal ini penyusunan Renja dan
DPA SKPD tersebut tidak baik. Namun kese- suaian maupun ketidaksesuaian disini dilihat
secara keseluruhan yaitu dari nomenklatur nama
programkegiatan, indikator
kinerja programkegiatan, lokasi, target capaian kinerja,
anggaran, target capaian kinerja prakiraan maju, dan anggaran prakiraan maju. Ketidaksesuaian
ini
lebih dikarenakan
adanya rasionalisasi
anggaran dan kegiatan untuk menyesuaikan dengan kemampuan keterbatasan APBD.
1. Kesesuaian pelaksanaan Renja SKPD dengan DPA SKPD di dalam Formulir VII.H.4 dilihat dari
ada atau tidaknya kegiatan DPA di dalam Renja SKPD. Tingkat rata-rata pelaksanaan program
kegiatan Renja SKPD di dalam DPA SKPD
250 Profil Bappeda 2015
pada tahun 2014 adalah mencapai 97,71. Pada tahun 2015, capaian ini sedikit menurun
menjadi 97,01.
2. Penerapan PIK
Pagu Indikatif
usulan Kecamatan
pada Kecamatan
di lingkup
Pemerintah Kabupaten Sleman mulai tahun 2012 terbukti berdampak positif terhadap proses
perencanaan di Kecamatan. Hal ini dikarenakan dengan
menggunakan PIK
Pagu Indikatif
Usulan Kecamatan
pagu anggaran
dan kegiatan kecamatan telah ditentukan berda-
sarkan formulasi
yang telah
disusun berdasarkan tugas pokok dan fungsi SKPD
serta besarnya wilayah administratif kecamatan tersebut.
Dengan demikian
tidak banyak
perubahan antara Rencana Kerja dengan DPA yang disetujui.
3. Masih kurang terarah dan fokusnya SKPD dalam mengusulkan anggaran kegiatan menja-
dikan banyak kegiatan yang harus dirasionali- sasi karena keterbatasan kemampuan APBD.
Hal ini terbukti dengan 95,90 anggaran usulan SKPD di dalam Renja SKPD yang disetujui
menjadi DPA SKPD tahun 2013. Pada tahun 2014 justru menurun menjadi 91,55 anggaran
usulan SKPD di dalam Renja SKPD yang disetujui menjadi DPA SKPD dan pada tahun
2015
semakin menurun
menjadi 86,36
anggaran usulan SKPD di dalam Renja SKPD yang disetujui menjadi DPA SKPD. Dengan
adanya rasionalisasi anggaran untuk menye- suaikan dengan kemampuan APBD telah ber-
dampak pada ketidaksesuaian di sisi besaran anggaran yang diusulkan dengan yang disetujui.
Dengan
berkurangnya anggaran,
secara otomatis sedikit banyak akan berpengaruh pada
pengurangan indikator kinerja programkegiatan, lokasi, dan target capaian kinerja SKPD di
dalam DPA SKPD.
4. Banyaknya kegiatan di dalam Renja SKPD yang tidak terakomodir ke dalam DPA SKPD lebih
disebabkan karena: a. Adanya penggabungan 2 kegiatan adminis-
trasi menjadi
1 kegiatan
berdasarkan evaluasi Gubernur terhadap APBD Kab.
Sleman Tahun 2015. b. Adanya kegiatan yang dianggap bukan
merupakan kegiatan prioritas yang harus dilaksanakan
SKPD sehingga
dalam pencermatan dan pembahasan rasionalisasi
251 Profil Bappeda 2015
anggaran, kegiatan tersebut ditunda untuk anggaran perubahan tahun depan
ditiadakan dihilangkan.
c. Adanya kegiatan yang dianggap sebagai duplikasi dari kegiatan yang lain berda-
sarkan pencermatan dan pembahasan oleh tim anggaran sehingga kegiatan tersebut
ditiadakan.
5. Outcome kegiatan pengendalian dan evaluasi terhadap pelaksanaan Renja SKPD tahun 2015
triwulan III dapat digunakan sebagai bahan evaluasi
dan masukan
bagi perencanaan
pembangunan untuk
melakukan perubahan
anggaran. Rekomendasi
2012 : 1. Perlu disusun formulasi pelaksanaan kegiatan
yang lebih baik agar seluruh pihak yang terlibat dalam pelaksanaan pengendalian dan evaluasi
terhadap pelaksanaan Rencana Kerja SKPD ini dapat melaksanakannya secara bertanggung
jawab, efektif, dan efisien. Salah satunya adalah dengan meningkatkan komunikasi dengan sub
bagian perencanaan dan evaluasi Bappeda sehingga pelaksanaan kegiatan pengendalian
dan evaluasi ini dapat dimasukkan ke dalam tahapan
wajib penyusunan
perencanaan pembangunan untuk tahun rencana tahun n.
Dengan demikian, SKPD mempunyai kewajiban untuk menyelesaikannya tepat waktu sebelum
melangkah
ke tahapan
selanjutnya dalam
menyusun perencanaan pembangunan tahun rencana tahun n.
2. Perlu peningkatan
dan pengawasan
para pengampu SKPD dalam mendampingi SKPD
mengevaluasi pelaksanaan rencana kerjanya berdasarkan DPA yang telah disusun sehingga
evaluasi yang diberikan dapat lebih terarah dan mengena tentang mengapa, bagaimana, dan
apa tindak lanjut bagi rencana kerja yang tidak sesuai dan tidak terakomodir dalam DPA SKPD.
3. Perlu adanya sosialisasi secara berkelanjutan untuk memberikan pengertian dan pemahaman
kepada seluruh
SKPD akan
pentingnya melaksanakan
pengendalian dan
evaluasi terhadap pelaksanaan Rencana Kerja SKPD
sesuai yang diamanatkan oleh Permendagri Nomor 54 Tahun 2010. Hal ini disebabkan
pelaksanaan DPA haruslah mengacu kepada Renja yang telah disusun yang disesuaikan
dengan
kemampuan APBD
serta adanya
252 Profil Bappeda 2015
2013 : kesinambungan
antara pelaksanaan
Renja SKPD tahun berjalan dengan usulan RKA
maupun penyusunan
Renja SKPD
tahun berikutnya dengan prakiraan maju Renja SKPD
tahun berjalan. 4. Perlu
adanya peningkatan
koordinasi dan
komunikasi dengan seluruh SKPD di lingkungan Pemerintah
Kabupaten Sleman
agar pelaksanaan
kegiatan pengendalian
dan evaluasi terhadap pelaksanaan Rencana Kerja
SKPD ini dapat lebih tepat waktu dan efisien sesuai dengan target yang telah ditetapkan
sehingga
outcome yang
diperoleh dapat
digunakan sebagai
umpan balik
bagi penyusunan perencanaan tahun berikutnya.
5. Perlu adanya dukungan dan langkah-langkah positif dari top level management sehingga
pelaksanaan kegiatan monitoring dan evaluasi sesuai Permendagri Nomor 542010 ini dapat
berjalan baik agar dapat memberikan outcome yang berkualitas, bermutu, dan berguna bagi
peningkatan dan perbaikan sistem perencanaan pembangunan daerah untuk menuju tata kelola
pemerintahan yang baik berdasarkan prinsip- prinsip Good Governance.
1. Perlu disusun formulasi pelaksanaan kegiatan yang lebih baik agar seluruh pihak yang terlibat
dalam pelaksanaan pengendalian dan evaluasi terhadap pelaksanaan Rencana Kerja SKPD ini
dapat melaksanakannya secara bertanggung jawab, efektif, dan efisien. Salah satunya adalah
dengan meningkatkan komunikasi dengan sub bagian perencanaan dan evaluasi Bappeda
sehingga pelaksanaan kegiatan pengendalian dan evaluasi ini dapat dimasukkan ke dalam
tahapan
wajib penyusunan
perencanaan pembangunan untuk tahun rencana tahun n.
Dengan demikian, SKPD mempunyai kewajiban untuk menyelesaikannya tepat waktu sebelum
melangkah
ke tahapan
selanjutnya dalam
menyusun perencanaan pembangunan tahun rencana tahun n.
2. Perlu peningkatan
dan pengawasan
para pengampu SKPD dalam mendampingi SKPD
mengevaluasi pelaksanaan rencana kerjanya berdasarkan DPA yang telah disusun sehingga
evaluasi yang diberikan dapat lebih terarah dan mengena tentang mengapa, bagaimana, dan
apa tindak lanjut bagi rencana kerja yang tidak
253 Profil Bappeda 2015
2014 : sesuai dan tidak terakomodir dalam DPA SKPD.
3. Perlu adanya sosialisasi secara berkelanjutan untuk memberikan pengertian dan pemahaman
kepada seluruh SKPD akan pentingnya melak- sanakan pengendalian dan evaluasi terhadap
pelaksanaan Rencana Kerja SKPD sesuai yang diamanatkan
oleh Permendagri
Nomor 54
Tahun 2010. Hal ini disebabkan pelaksanaan DPA haruslah mengacu kepada Renja yang te-
lah disusun yang disesuaikan dengan kemam- puan
APBD serta
adanya kesinambungan
antara pelaksanaan Renja SKPD tahun berjalan dengan usulan RKA maupun penyusunan Renja
SKPD tahun berikutnya dengan prakiraan maju Renja SKPD tahun berjalan.
4. Perlu adanya peningkatan koordinasi dan komu- nikasi dengan seluruh SKPD di lingkungan Pe-
merintah Kabupaten Sleman agar pelaksanaan kegiatan pengendalian dan evaluasi terhadap
pelaksanaan Rencana Kerja SKPD ini dapat lebih tepat waktu dan efisien sesuai dengan
target yang telah ditetapkan sehingga outcome yang diperoleh dapat digunakan sebagai umpan
balik bagi penyusunan perencanaan tahun berikutnya.
5. Perlu adanya dukungan dan langkah-langkah positif dari top level management sehingga
pelaksanaan kegiatan monitoring dan evaluasi sesuai Permendagri Nomor 542010 ini dapat
berjalan baik agar dapat memberikan outcome yang berkualitas, bermutu, dan berguna bagi
peningkatan dan perbaikan sistem perencanaan pembangunan daerah untuk menuju tata kelola
pemerintahan yang baik berdasarkan prinsip- prinsip Good Governance.
1. Perlu disusun formulasi pelaksanaan kegiatan yang lebih baik agar seluruh pihak yang terlibat
dalam pelaksanaan pengendalian dan evaluasi terhadap pelaksanaan Rencana Kerja SKPD ini
dapat melaksanakannya secara bertanggung jawab, efektif, dan efisien. Salah satunya adalah
dengan meningkatkan komunikasi dengan sub bagian perencanaan dan evaluasi Bappeda
sehingga pelaksanaan kegiatan pengendalian dan evaluasi ini dapat dimasukkan ke dalam
tahapan wajib penyusunan perencanaan pem- bangunan untuk tahun rencana tahun n.
Dengan demikian, SKPD mempunyai kewajiban untuk menyelesaikannya tepat waktu sebelum
254 Profil Bappeda 2015
2015: melangkah
ke tahapan
selanjutnya dalam
menyusun perencanaan pembangunan tahun rencana tahun n.
2. Perlu peningkatan
dan pengawasan
para pengampu SKPD dalam mendampingi SKPD
mengevaluasi pelaksanaan rencana kerjanya berdasarkan DPA yang telah disusun sehingga
evaluasi yang diberikan dapat lebih terarah dan mengena tentang mengapa, bagaimana, dan
apa tindak lanjut bagi rencana kerja yang tidak sesuai dan tidak terakomodir dalam DPA SKPD.
3. Perlu adanya sosialisasi secara berkelanjutan untuk memberikan pengertian dan pemahaman
kepada seluruh
SKPD akan
pentingnya melaksanakan
pengendalian dan
evaluasi terhadap pelaksanaan Rencana Kerja SKPD
sesuai yang diamanatkan oleh Permendagri Nomor 54 Tahun 2010. Hal ini disebabkan
pelaksanaan DPA haruslah mengacu kepada Renja yang telah disusun yang disesuaikan
dengan
kemampuan APBD
serta adanya
kesinambungan antara
pelaksanaan Renja
SKPD tahun berjalan dengan usulan RKA maupun
penyusunan Renja
SKPD tahun
berikutnya dengan prakiraan maju Renja SKPD tahun berjalan.
4. Perlu adanya
peningkatan koordinasi
dan komunikasi dengan seluruh SKPD di lingkungan
Pemerintah Kabupaten
Sleman agar
pelaksanaan kegiatan
pengendalian dan
evaluasi terhadap pelaksanaan Rencana Kerja SKPD ini dapat lebih tepat waktu dan efisien
sesuai dengan target yang telah ditetapkan sehingga
outcome yang
diperoleh dapat
digunakan sebagai
umpan balik
bagi penyusunan perencanaan tahun berikutnya.
5. Perlu adanya sistem informasi manajemen SIM e-monev dan dukungan dari top level
management sehingga pelaksanaan kegiatan monitoring dan evaluasi sesuai Permendagri
Nomor 542010 ini dapat berjalan baik agar dapat memberikan outcome yang berkualitas,
bermutu, dan berguna bagi peningkatan dan perbaikan sistem perencanaan pembangunan
daerah untuk menuju tata kelola pemerintahan yang baik berdasarkan prinsip-prinsip Good
Governance.
1. Perlu disusun formulasi untuk memasukkan kegiatan pengendalian dan evaluasi ke dalam
255 Profil Bappeda 2015
tahapan wajib
penyusunan perencanaan
pembangunan. Dengan
demikian, SKPD
mempunyai kewajiban untuk menyelesaikannya tepat waktu sebelum melangkah ke tahapan
selanjutnya dalam
menyusun perencanaan
pembangunan. 2. Perlu
peningkatan dan
pengawasan para
pengampu SKPD dalam mendampingi SKPD mengevaluasi pelaksanaan rencana kerjanya
berdasarkan DPA yang telah disusun sehingga evaluasi yang diberikan dapat lebih terarah dan
mengena tentang mengapa, bagaimana, dan apa tindak lanjut bagi rencana kerja yang tidak
sesuai dan tidak terakomodir dalam DPA SKPD.
3. Perlu adanya sosialisasi secara berkelanjutan untuk memberikan pengertian dan pemahaman
kepada seluruh
SKPD akan
pentingnya melaksanakan
pengendalian dan
evaluasi terhadap pelaksanaan Rencana Kerja SKPD
sesuai yang diamanatkan oleh Permendagri Nomor 54 Tahun 2010. Hal ini disebabkan
pelaksanaan DPA haruslah mengacu kepada Renja yang telah disusun yang disesuaikan
dengan
kemampuan APBD
serta adanya
kesinambungan antara
pelaksanaan Renja
SKPD tahun berjalan dengan usulan RKA maupun antara penyusunan Renja SKPD tahun
berikutnya dengan prakiraan maju Renja SKPD tahun berjalan.
4. Perlu adanya
peningkatan koordinasi
dan komunikasi dengan seluruh SKPD di lingkungan
Pemerintah Kabupaten Sleman agar pelak- sanaan kegiatan pengendalian dan evaluasi
terhadap pelaksanaan Rencana Kerja SKPD ini dapat tepat waktu dan efisien sesuai dengan
target yang telah ditetapkan sehingga outcome yang diperoleh dapat digunakan sebagai umpan
balik
bagi penyusunan
perencanaan selanjutnya.
8. Evaluasi thd Hasil RPJMD Formulir VII.I.2 Hasil
Tahun Penyusunan
2012 2013
2014 2015
Capaian 138,98
17 indikator tidak
tercapai 199,99
27 indikator tidak
tercapai 196,91
26 indikator tidak
tercapai 127,97
35 indikator tidak
tercapai Kesimpulan
2012 : 1. Rata-rata capaian kinerja RPJMD Kabupaten
Sleman untuk tahun pertama 2011 adalah
256 Profil Bappeda 2015
2013 : 138,982 dengan masih ada 17 indikator
kinerja yang tidak tercapai capaian kinerjanya sesuai dengan target yang telah ditetapkan di
dalam RPJMD.
2. Beberapa indikator yang bersifat negatif maupun yang
target capaian
indikatornya semakin
menurun hingga
tahun 2015
diperlakukan tersendiri
dengan menggunakan
rumus perhitungan yang berbeda dengan indikator
yang bersifat positif. Dengan demikian hanya ada satu pemahaman bahwa indikator yang
tingkat capaiannya 100 atau lebih berarti target capaian telah tercapai dan indikator yang
tingkat capaiannya kurang dari 100 berarti target capaian tidak tercapai.
3. Penetapan target beberapa indikator kinerja di dalam RPJMD masih terlalu tinggi dan sebagian
masih terlalu rendah. Hal ini menyebabkan tingkat capaian kinerjanya menjadi sangat tinggi
maupun sangat rendah.
4. Terdapat 2 indikator kinerja yang tidak dapat dihitung capaian kinerjanya karena ada data
yang tidak
tersedia untuk
perhitungannya. Kedua indikator tersebut adalah usaha-usaha
rehabilitasi dan cakupan pelayanan sosial untuk WRSE dan persentase ormas kepemudaan
yang aktif.
5. Pertumbuhan ekonomi sektor primer sektor pertanian adalah indikator kinerja yang paling
tinggi terkena dampak bencana erupsi Merapi sehingga tingkat capaiannya menjadi minus.
6. Untuk beberapa indikator kinerja yang diampu oleh beberapa SKPD, terdapat perbedaan data
yang dikirimkan ke Bappeda. Masing-masing menggunakan definisi operasional yang juga
berbeda.
7. Ada beberapa cara penghitungan indikator kinerja yang dirasa belum tepat dan tidak sesuai
dengan nama indikator kinerjanya. Hal ini menyebabkan tingkat capaian yang ada tidak
mencerminkan tingkat capaian indikator yang dimaksud serta menjadikan multi tafsir bagi
SKPD untuk menghitung tingkat capaiannya yang
terkadang ternyata
datanya belum
tersedia. 1. Untuk pelaksanaan tahun kedua 2012, rata-
rata capaian kinerja RPJMD Kabupaten Sleman meningkat menjadi 199,99 namun indikator
kinerja yang tidak tercapai capaian kinerjanya
257 Profil Bappeda 2015
sesuai dengan target yang telah ditetapkan di dalam RPJMD justru bertambah menjadi 27
indikator kinerja. Hal ini perlu menjadi perhatian serius bagi Pemerintah Kabupaten Sleman
karena rata-rata tingkat capaian yang semakin tinggi ternyata tidak dibarengi dengan keseim-
banganpemerataan pembangunan di segala bidang.
2. Beberapa indikator yang bersifat negatif maupun yang
target capaian
indikatornya semakin
menurun hingga
tahun 2015
diperlakukan tersendiri
dengan menggunakan
rumus perhitungan yang berbeda dengan indikator
yang bersifat positif. Dengan demikian hanya ada satu pemahaman bahwa indikator yang
tingkat capaiannya 100 atau lebih berarti target capaian telah tercapai dan indikator yang
tingkat capaiannya kurang dari 100 berarti target capaian tidak tercapai.
3. Penetapan target beberapa indikator kinerja di dalam RPJMD masih terlalu tinggi dan sebagian
masih terlalu rendah. Hal ini menyebabkan tingkat capaian kinerjanya menjadi sangat tinggi
maupun sangat rendah.
4. Untuk hasil pelaksanaan RPJMD tahun kedua ini sudah semua indikator kinerja tersedia data
untuk perhitungannya. Sehingga 2 indikator usaha-usaha
rehabilitasi dan
cakupan pelayanan sosial untuk WRSE dan persentase
ormas kepemudaan yang aktif yang tidak dapat dihitung pada laporan sebelumnya sudah dapat
dihitung pada laporan ini.
5. Pertumbuhan ekonomi sektor primer sektor pertanian adalah indikator kinerja yang paling
tinggi terkena dampak bencana erupsi Merapi tahun 2010 sehingga tingkat capaiannya hingga
pelaksanaan RPJMD tahun kedua masih belum maksimal.
6. Untuk beberapa indikator kinerja yang diampu oleh beberapa SKPD, terdapat perbedaan data
yang dikirimkan ke Bappeda. Masing-masing menggunakan definisi operasional yang juga
berbeda. Hal ini perlu ditindaklanjuti dengan menetapkan salah satu SKPD sebagai leading
sector-nya.
7. Ada beberapa cara penghitungan indikator kinerja yang dirasa belum tepat dan tidak sesuai
dengan nama indikator kinerjanya. Hal ini menyebabkan tingkat capaian yang ada tidak
mencerminkan tingkat capaian indikator yang
258 Profil Bappeda 2015
2014 : dimaksud serta menjadikan multi tafsir bagi
SKPD untuk menghitung tingkat capaiannya yang
terkadang ternyata
datanya belum
tersedia. 1. Untuk pelaksanaan tahun ketiga 2013, rata-
rata capaian kinerja RPJMD Kabupaten Sleman sedikit
menurun menjadi
196,91 namun
indikator kinerja yang tidak tercapai capaian kinerjanya sesuai dengan target yang telah
ditetapkan di dalam RPJMD justru masih 26 indikator kinerja. Hal ini perlu menjadi perhatian
serius bagi Pemerintah Kabupaten Sleman karena rata-rata tingkat capaian yang semakin
tinggi
ternyata tidak
dibarengi dengan
keseimbanganpemerataan pembangunan
di segala bidang.
2. Beberapa indikator yang bersifat negatif maupun yang
target capaian
indikatornya semakin
menurun hingga
tahun 2015
diperlakukan tersendiri
dengan menggunakan
rumus perhitungan yang berbeda dengan indikator
yang bersifat positif. Dengan demikian hanya ada satu pemahaman bahwa indikator yang
tingkat capaiannya 100 atau lebih berarti target capaian telah tercapai dan indikator yang
tingkat capaiannya kurang dari 100 berarti target capaian tidak tercapai.
3. Penetapan target beberapa indikator kinerja di dalam RPJMD masih terlalu tinggi dan sebagian
masih terlalu rendah. Hal ini menyebabkan tingkat capaian kinerjanya menjadi sangat tinggi
maupun sangat rendah.
4. Untuk hasil pelaksanaan RPJMD tahun ketiga ini, dikarenakan harus disusun pada awal tahun
maka beberapa data masih menggunakan data sementara atau data proyeksi karena data yang
resmi belum dipublikasikan oleh instansi yang bersangkutan.
Hal tersebut
menjadikan perhitungan yang ada belum seluruhnya valid.
5. Pertumbuhan ekonomi sektor primer sektor pertanian adalah indikator kinerja yang paling
tinggi terkena dampak bencana erupsi Merapi tahun 2010 sehingga tingkat capaiannya hingga
pelaksanaan RPJMD tahun ketiga masih belum maksimal.
6. Untuk beberapa indikator kinerja yang diampu oleh beberapa SKPD, terdapat perbedaan data
yang dikirimkan ke Bappeda. Masing-masing menggunakan definisi operasional yang juga
259 Profil Bappeda 2015
2015 : berbeda. Hal ini perlu ditindaklanjuti dengan
menetapkan salah satu SKPD sebagai leading sector-nya.
7. Ada beberapa cara penghitungan indikator kinerja yang dirasa belum tepat dan tidak sesuai
dengan nama indikator kinerjanya. Hal ini menyebabkan tingkat capaian yang ada tidak
mencerminkan tingkat capaian indikator yang dimaksud serta menjadikan multi tafsir bagi
SKPD untuk menghitung tingkat capaiannya yang
terkadang ternyata
datanya belum
tersedia. 1. Rata-rata capaian kinerja RPJMD Kabupaten
Sleman untuk tahun keempat 2014 menurun menjadi 127,97 dan indikator kinerja yang
tidak tercapai meningkat menjadi 35 indikator. Hal ini perlu menjadi perhatian serius bagi
Pemerintah Kabupaten Sleman karena rata-rata tingkat capaian yang semakin tinggi ternyata
tidak dibarengi dengan keseimbangan peme- rataan pembangunan di segala bidang.
2. Beberapa indikator yang bersifat negatif maupun yang
target capaian
indikatornya semakin
menurun hingga
tahun 2015
diperlakukan tersendiri dengan menggunakan rumus perhi-
tungan yang berbeda dengan indikator yang bersifat positif. Dengan demikian hanya ada
satu pemahaman bahwa indikator yang tingkat capaiannya 100 atau lebih berarti target
capaian telah tercapai dan indikator yang tingkat capaiannya kurang dari 100 berarti target
capaian tidak tercapai.
3. Penetapan target beberapa indikator kinerja di dalam RPJMD masih terlalu tinggi dan sebagian
masih terlalu rendah. Hal ini menyebabkan tingkat capaian kinerjanya menjadi sangat tinggi
maupun sangat rendah.
4. Untuk hasil pelaksanaan RPJMD tahun keempat ini, dikarenakan harus disusun pada awal tahun
maka beberapa data masih menggunakan data sementara atau data proyeksi karena data yang
resmi belum dipublikasikan oleh instansi yang bersangkutan.
Hal tersebut
menjadikan perhitungan yang ada belum seluruhnya valid.
5. Untuk beberapa indikator kinerja yang diampu oleh beberapa SKPD, terdapat perbedaan data
yang dikirimkan ke Bappeda. Masing-masing menggunakan definisi operasional yang juga
berbeda. Hal ini perlu ditindaklanjuti dengan
260 Profil Bappeda 2015
menetapkan salah satu SKPD sebagai leading sector-nya.
Rekomendasi 2012 :
1. Untuk indikator kinerja
yang diampu oleh
beberapa SKPD, perlu adanya kejelasan SKPD mana yang menjadi leading sector sehingga
data pendukung untuk indikator kinerja yang sama akan dikompilasi oleh SKPD tersebut dan
nantinya data yang diberikan ke Bappeda adalah
satu data
yang merupakan
hasil perhitungan
kompilasi dari
beberapa data
pendukung dari beberapa SKPD. 2. Untuk SKPD-SKPD baru yang juga ikut andil
memberikan kontribusi terhadap pencapaian target
capaian kinerja,
perlu dimasukkan
sebagai SKPD pengampu ke dalam RPJMD. Selain itu, dikarenakan ada perubahan SOTK
baru maka perlu dilihat kembali kesesuaian antara SKPD yang mengampu dengan indicator
kinerja yang diampu.
3. Perlu dilihat kembali untuk penyesuaian antara nama indikator, defisini operasional, dan cara
penghitungannya dengan
melihat kembali
maksud dan tujuan dimunculkannya indikator tersebut. Selain itu perlu diperjelas kembali
istilah-istilah yang digunakan sebagai nama indikator.
4. Beberapa target
capaian indikator
dalam RPJMD perlu direvisi karena terlalu teknis yang
seharusnya menjadi target capaian indikator dalam Renstra SKPD.
5. Perlu adanya perhatian lebih terhadap program dan kegiatan yang mendukung pencapaian
target suatu indikator kinerja yang pada tahun 2011 ini tidakbelum mencapai target yang telah
ditetapkan. Ini penting agar pada pelaksanaan tahun berikutnya dapat diambil langkah-langkah
antisipasi untuk mengejar ketertinggalan dari target yang ada.
6. Penyampaian data ke Bappeda harus disertai data pendukungnya sehingga dapat dilakukan
pengecekan penghitungan ulang oleh Bappeda. Selain itu perlu ditingkatkan komunikasi antar
SKPD sehingga penyampaian data lebih cepat dan mudah.
7. Di dalam
dokumen RKPD
agar selalu
dituangkan rencana pencapaian target-target indikator kinerja RPJMD tahun bersangkutan
maupun hasil capaian dari tahun sebelumnya sehingga
perkembangan capaian
indikator
261 Profil Bappeda 2015
2013 : kinerja dapat selalu terpantau setiap tahunnya
mapping atau pemetaan pencapaian target.
1. Untuk indikator kinerja
yang diampu oleh
beberapa SKPD, perlu adanya kejelasan SKPD mana yang menjadi leading sector sehingga
data pendukung untuk indikator kinerja yang sama akan dikompilasi oleh SKPD tersebut dan
nantinya data yang diberikan ke Bappeda adalah data yang merupakan hasil perhitungan
kompilasi
seluruh data
pendukung dari
beberapa SKPD terkait. 2. Untuk SKPD-SKPD baru yang juga ikut andil
memberikan kontribusi terhadap pencapaian target
capaian kinerja,
perlu dimasukkan
sebagai SKPD pengampu ke dalam RPJMD. Selain itu, dikarenakan ada perubahan SOTK
baru maka perlu dilihat kembali kesesuaian antara SKPD yang mengampu dengan indikator
kinerja yang diampu.
3. Perlu dilihat kembali untuk penyesuaian antara nama indikator, defisini operasional, dan cara
penghitungannya dengan
melihat kembali
maksud dan tujuan dimunculkannya indikator tersebut. Selain itu perlu diperjelas kembali
istilah-istilah yang digunakan sebagai nama indikator.
4. Beberapa target
capaian indikator
dalam RPJMD perlu direvisi karena terlalu teknis yang
seharusnya menjadi target capaian indikator dalam Renstra SKPD.
5. Perlu adanya perhatian lebih terhadap program dan kegiatan yang mendukung pencapaian
target suatu indikator kinerja yang sampai dengan tahun 2012 ini tidakbelum mencapai
target yang telah ditetapkan atau justru sudah tercapai pada tahun 2011 namun malah tidak
tercapai pada tahun 2012. Ini penting agar pada pelaksanaan tahun berikutnya dapat diambil
langkah-langkah
antisipasi untuk
mengejar ketertinggalan dari target yang ada.
6. Penyampaian data ke Bappeda harus disertai data pendukungnya sehingga dapat dilakukan
pengecekan penghitungan ulang oleh Bappeda. Selain itu perlu ditingkatkan komunikasi antar
SKPD sehingga penyampaian data lebih cepat dan mudah.
7. Di dalam
dokumen RKPD
agar selalu
dituangkan rencana pencapaian target-target indikator kinerja RPJMD tahun bersangkutan
262 Profil Bappeda 2015
2014 : maupun hasil capaian dari tahun sebelumnya
sehingga perkembangan
capaian indikator
kinerja dapat selalu terpantau setiap tahunnya mapping atau pemetaan pencapaian target.
1. Untuk indikator kinerja yang diampu oleh
beberapa SKPD, perlu adanya kejelasan SKPD mana yang menjadi leading sector sehingga
data pendukung untuk indikator kinerja yang sama akan dikompilasi oleh SKPD tersebut dan
nantinya data yang diberikan ke Bappeda adalah data yang merupakan hasil perhitungan
kompilasi
seluruh data
pendukung dari
beberapa SKPD terkait. 2. Untuk SKPD-SKPD baru yang juga ikut andil
memberikan kontribusi terhadap pencapaian target
capaian kinerja,
perlu dimasukkan
sebagai SKPD pengampu ke dalam RPJMD. Selain itu, dikarenakan ada perubahan SOTK
baru maka perlu dilihat kembali kesesuaian antara SKPD yang mengampu dengan indikator
kinerja yang diampu.
3. Perlu dilihat kembali untuk penyesuaian antara nama indikator, defisini operasional, dan cara
penghitungannya dengan
melihat kembali
maksud dan tujuan dimunculkannya indikator tersebut. Selain itu perlu diperjelas kembali
istilah-istilah yang digunakan sebagai nama indikator.
4. Beberapa target
capaian indikator
dalam RPJMD perlu direvisi karena terlalu teknis yang
seharusnya menjadi target capaian indikator dalam Renstra SKPD.
5. Perlu adanya perhatian lebih terhadap program dan kegiatan yang mendukung pencapaian
target suatu indikator kinerja yang sampai dengan tahun 2013 ini tidakbelum mencapai
target yang telah ditetapkan atau justru sudah tercapai pada tahun 2011 maupun 2012 namun
malah tidak tercapai pada tahun 2013. Ini penting agar pada pelaksanaan tahun berikut-
nya dapat diambil langkah-langkah antisipasi untuk mengejar ketertinggalan dari target yang
ada.
6. Penyampaian data ke Bappeda harus disertai data pendukungnya sehingga dapat dilakukan
pengecekan penghitungan ulang oleh Bappeda. Selain itu perlu ditingkatkan komunikasi antar
SKPD sehingga penyampaian data lebih cepat dan mudah.
263 Profil Bappeda 2015
2015 : 7. Di dalam dokumen RKPD agar selalu dituang-
kan rencana pencapaian target-target indikator kinerja RPJMD tahun bersangkutan maupun
hasil capaian dari tahun sebelumnya sehingga perkembangan capaian indikator kinerja dapat
selalu terpantau setiap tahunnya mapping atau pemetaan pencapaian target.
1. Untuk indikator kinerja
yang diampu oleh
beberapa SKPD, perlu adanya kejelasan SKPD mana yang menjadi leading sector sehingga
data pendukung untuk indikator kinerja yang sama akan dikompilasi oleh SKPD tersebut dan
nantinya data yang diberikan ke Bappeda adalah data yang merupakan hasil perhitungan
kompilasi
seluruh data
pendukung dari
beberapa SKPD terkait. 2. Untuk SKPD-SKPD baru yang juga ikut andil
memberikan kontribusi terhadap pencapaian target
capaian kinerja,
perlu dimasukkan
sebagai SKPD pengampu ke dalam RPJMD. Selain itu, dikarenakan ada perubahan SOTK
baru maka perlu dilihat kembali kesesuaian antara SKPD yang mengampu dengan indikator
kinerja yang diampu.
3. Perlu dilihat kembali untuk penyesuaian antara nama indikator, defisini operasional, dan cara
penghitungannya dengan melihat kembali mak- sud dan tujuan dimunculkannya indikator terse-
but. Selain itu perlu diperjelas kembali istilah- istilah yang digunakan sebagai nama indikator.
4. Beberapa target
capaian indikator
dalam RPJMD perlu direvisi karena terlalu teknis yang
seharusnya menjadi target capaian indikator dalam Renstra SKPD.
5. Perlu adanya perhatian lebih terhadap program dan kegiatan yang mendukung pencapaian
target suatu indikator kinerja yang sampai dengan tahun 2014 ini tidakbelum mencapai
target yang telah ditetapkan atau justru sudah tercapai pada tahun 2011 maupun 2012 namun
malah tidak tercapai pada tahun 2014. Ini penting
agar pada
pelaksanaan tahun
berikutnya dapat
diambil langkah-langkah
antisipasi untuk mengejar ketertinggalan dari target yang ada.
6. Penyampaian data ke Bappeda harus disertai data pendukungnya sehingga dapat dilakukan
pengecekan penghitungan ulang oleh Bappeda. Selain itu perlu ditingkatkan komunikasi antar
264 Profil Bappeda 2015
SKPD sehingga penyampaian data lebih cepat dan mudah.
7. Di dalam
dokumen RKPD
agar selalu
dituangkan rencana pencapaian target-target indikator kinerja RPJMD tahun bersangkutan
maupun hasil capaian dari tahun sebelumnya sehingga
perkembangan capaian
indikator kinerja dapat selalu terpantau setiap tahunnya
mapping atau pemetaan pencapaian target.
9. Evaluasi thd Hasil RKPD Formulir VII.I.3 Hasil
Tahun Penyusunan 2013
2014 2015
Capaian Keuangan : 86,96
Kinerja : 99,45 Keuangan : 82,52
Kinerja : 98,45 Keuangan : 46,07
Kinerja : 63,20 Kesimpulan
2013 : 1. Jumlah program dan kegiatan yang dilaksanakan
oleh seluruh SKPD 48 SKPD di lingkungan pemerintah kabupaten Sleman untuk mendukung
11 prioritas pembangunan adalah sejumlah 161 program dan 972 kegiatan dimana 90 kegiatan
diantaranya
tidak dianggarkan
untuk dilaksanakan. Hal ini dapat dikarenakan kegiatan
tersebut tidak disetujui, outputnya digabung ke dalam kegiatan lain, atau menjadi sub dari
kegiatan yang lain. Selain itu terdapat pula tambahan 3 kegiatan di dalam RKPD perubahan.
2. Jumlah anggaran belanja tahun 2013 yang digunakan
untuk melaksanakan
11 prioritas
pembangunan sesuai
RKPD mencapai
Rp 442.846.147.506,00 sebelum perubahan dan
menjadi Rp
580.215.193.410,81 terdapat
tambahan dana
pada APBD-P
sebesar Rp
137.369.045.904,81 dimana serapan anggaran oleh seluruh SKPD hingga Bulan Desember
semester II mencapai Rp 504.527.530.334,40 atau sekitar 86,96. Capaian ini sudah cukup baik
karena berada di kisaran 76
≤ 90 Tinggi. Sedangkan untuk realisasi kinerjanya sangat tinggi
yaitu mencapai 99,45. 3. Faktor pendorong keberhasilan kinerja antara lain
adalah komitmen dari masing-masing SKPD untuk bisa segera melaksanakan kegiatannya tepat
waktu serta pelaksanaan kegiatan yang bisa segera
dilaksanakan tanpa
menunggu suatu
kondisi tertentu seperti musim tanam, proses lelang, dan lain sebagainya. Selain itu beberapa
265 Profil Bappeda 2015
kegiatan yang dilaksanakan bersama dengan pihak ketiga telah selesai dilaksanakan pada
semester II.
4. Faktor penghambat keberhasilan kinerja antara lain :
a. Beberapa kegiatan yang memang dijadwalkan untuk dilaksanakan pada akhir tahun seperti
pengadaan CPNS,
pengadaan bibit
yang menunggu musim tanam, dan lain sebagainya.
b. Beberapa SKPD belum memasukkan kegiatan yang
seharusnya ada
pada DPA
sesuai peraturan pemerintah pusat.
c. Beberapa kegiatan
belum mengakomodasi
output dan lokasi kegiatan pada DPA sesuai hasil tinjauan lapangan.
5. Dibandingkan dengan
prioritas pembangunan
yang lainnya,
prioritas 2
penanggulangan kemiskinan, prioritas 9 pengelolaan bencana dan
percepatan pemulihan pasca bencana, serta prioritas 11 peningkatan kesetaraan gender
dalam pembangunan memiliki jumlah anggaran yang
lebih sedikit.
Selain itu,
prioritas 3
peningkatan tata
kelola pemerintahan
dan kualitas pelayanan publik, prioritas 5 menjaga
kualitas pendidikan, serta prioritas 10 menjaga stabilitas keamanan dan ketertiban memiliki
tingkat serapan anggaran yang paling rendah. Prioritas 3 peningkatan tata kelola pemerintahan
dan
kualitas pelayanan
publik merupakan
prioritas yang mendapatkan alokasi tambahan dana dalam APBD perubahan paling banyak
karena prioritas ini berhubungan dengan tata kelola pemerintahan yang dilaksanakan oleh
seluruh
SKPD di
lingkungan pemerintah
kabupaten Sleman
namun tingkat
serapan anggarannya cukup rendah dibanding prioritas
yang lain. 6. Rata-rata capaian kinerja program tidak dapat
dihitung dikarenakan definisi operasional indikator program dan cara penghitungan target indikator
program tidak tersedia. Hal ini menyebabkan target indikator yang dimaksud menjadi tidak jelas
apakah itu merupakan capaiannya atau kenaikan penurunan
capaian dari
target tahun
lalu. Sedangkan untuk target indikator yang bersifat
kualitatif akan semakin sulit untuk dilakukan penghitungan karena standar yang digunakan juga
tidak jelas.
7. Indikator dan
target indikator
kegiatan dan
program yang terkait terkadang tidak sesuai dan tidak sinkron. Padahal seharusnya indikator dan
266 Profil Bappeda 2015
2014 : target indikator kegiatan merupakan penjabaran
dari indikator dan target indikator program yang bersangkutan sehingga penghitungan capaian
programnya juga menjadi jelas.
1. Jumlah program dan kegiatan yang dilaksanakan oleh seluruh SKPD 48 SKPD di lingkungan
pemerintah kabupaten Sleman berdasarkan RKPD perubahan
untuk mendukung
10 prioritas
pembangunan adalah sejumlah 173 program dan 873 kegiatan dimana 19 kegiatan diantaranya
tidak dianggarkan untuk dilaksanakan. Hal ini dikarenakan output kegiatan tersebut digabung ke
dalam kegiatan lain, atau menjadi sub dari kegiatan
yang lain.
Selain itu,
pelaksanaan program prioritas juga didukung oleh 4 program
pendukung dengan 33 kegiatan, sehingga jumlah keseluruhan
adalah 177
program dan
906 kegiatan.
2. Jumlah anggaran belanja langsung APBD tahun 2014 yang digunakan untuk melaksanakan 10
prioritas pembangunan
dalam RKPD
adalah mencapai Rp 878.401.347.513,00 meningkat
dari Rp 680.057.775.193,00 pada anggaran murni dimana serapan anggaran oleh seluruh
SKPD
hingga Bulan
Desember triwulan
IV mencapai Rp 724.818.936.279,00 atau sekitar
82,52 terhadap APBD dan 94,48 terhadap RKPD. Capaian ini tergolong tinggi karena berada
di kisaran 76 ≤ 90. Sedangkan untuk realisasi
kinerjanya masuk ke dalam kategori sangat tinggi yaitu mencapai 98,45 antara 91-100.
3. Faktor pendorong
keberhasilan pelaksanaan
RKPD sampai dengan triwulan IV di Kabupaten Sleman antara lain adalah :
a. Komitmen dari masing-masing SKPD untuk bisa segera melaksanakan kegiatannya tepat
waktu b. Penjadwalan kegiatan yang sudah dilakukan
sejak awal tahun oleh SKPD c. Anggaran tepat waktu
d. SDM yang cukup memadai dan memiliki kompetensi yang tinggi
e. Telah tersedianya
SIM yang
mendukung pelaksanaan kegiatan-kegiatan di SKPD
f. Mekanisme pelaporan
hasil pelaksanaan
tugas telah berjalan baik g. Beberapa
kegiatan yang
dilaksanakan bersama dengan pihak ketiga, telah selesai
267 Profil Bappeda 2015
administrasinya. 4. Faktor penghambat keberhasilan pelaksanaan
RKPD sampai dengan triwulan IV di Kabupaten Sleman antara lain :
a. Petunjuk teknis pelaksanaan dana pusat yang terlambat
b. Kegiatan pengadaan melalui pelelangan yang belum selesai dilaksanakan gagal lelang
membutuhkan waktu lama c. Pelaksanaan
anggaran perubahan
yang efektifnya hanya satu bulan
d. Peraturan perundang-undangan sebagai dasar suatu kegiatan yang terkadang terlambat
turun atau terjadi perubahan di tengah pelaksanaan kegiatan
5. Dibandingkan dengan
prioritas pembangunan
yang lainnya, prioritas 7 Peningkatan kesetaraan gender memiliki tingkat serapan anggaran yang
paling tinggi 99,19. Sedangkan prioritas 5 Peningkatan
tata kelola
pemerintahan dan
kualitas pelayanan
publik memiliki
tingkat serapan anggaran yang paling rendah 67,05.
Prioritas 5 peningkatan tata kelola pemerintahan dan
kualitas pelayanan
publik merupakan
prioritas yang berhubungan dengan tata kelola pemerintahan yang dilaksanakan oleh seluruh
SKPD di
lingkungan pemerintah
kabupaten Sleman sehingga prioritas ini memiliki jumlah
anggaran yang cukup besar dan didukung dengan jumlah programkegiatan yang sangat banyak
namun serapanrealisasi anggarannya justru yang paling rendah. Prioritas 6 peningkatan kualitas
sarana prasarana publik merupakan prioritas yang mendapatkan alokasi dana dalam APBD
cukup besar namun rata-rata capaian kinerjanya paling rendah 94,26 meskipun sudah masuk
predikat sangat tinggi dibanding prioritas yang lainnya yang semuanya diatas 95,00.
6. Rata-rata capaian kinerja program tidak dapat dihitung dikarenakan definisi operasional indikator
program dan cara penghitungan target indikator program tidak tersedia. Hal ini menyebabkan
target indikator yang dimaksud menjadi tidak jelas apakah itu merupakan capaiannya atau kenaikan
penurunan
capaian dari
target tahun
lalu. Sedangkan untuk target indikator yang bersifat
kualitatif akan semakin sulit untuk dilakukan penghitungan karena standar yang digunakan juga
tidak jelas.
7. Aplikasi SIMRENDA perlu terus menerus untuk disempurnakan
agar sesuai
dengan format
268 Profil Bappeda 2015
pengendalian dan
evaluasi berdasarkan
Permendagri 542010. Rekomendasi
2013 :
2014 : 1. Untuk memperhatikan besaran anggaran pada
prioritas 2 penanggulangan kemiskinan, prioritas 9 pengelolaan bencana dan percepatan pemulih-
an pasca bencana, serta prioritas 11 pening- katan kesetaraan gender dalam pembangunan
guna mendukung program penurunan angka kemiskinan,
wilayah tangguh
bencana, dan
kesetaraan gender
dalam pembangunan
di wilayah Kabupaten Sleman.
2. Merumuskan definisi
operasional indikator
program dan kegiatan serta targetnya dengan lebih
jelas termasuk
cara penghitungannya.
Definisi operasional
indikator kegiatan
serta targetnya seharusnya merupakan penjabaran dari
indikator dan target indikator program yang bersangkutan. Dengan demikian secara logis
setiap kegiatan akan memiliki kontribusi dalam penghitungan capaian target kinerja indikator
program. Selain itu, target indikator program semestinya dibuat terukur bersifat kuantitatif.
3. Agar masing-masing SKPD dapat menjadwalkan pelaksanaan
kegiatannya dengan
lebih baik
sehingga pelaksanaan kegiatan tidak menumpuk di akhir tahun anggaran.
4. Untuk pencapaian target kinerja dan anggaran kegiatan agar lebih optimal, maka pemberian
tambahan alokasi dana pada APBD perubahan dapat memperhatikan tingkat capaian kinerja dan
anggaran
kegiatan pada
triwulansemester sebelumnya.
1. Melakukan penjadwalan pelaksanaan kegiatan maupun pengadaan secara lebih rinci dan pasti
per triwulannya sehingga kemajuan pelaksanaan kegiatan tidak selalu menumpuk di akhir tahun
anggaran.
2. Melakukan koordinasi dengan ULP, DIY dan pusat maupun dengan pihak terkait sejak awal tahun
anggaran untuk menunjang keberhasilan kinerja. 3. Memperbaiki mekanisme pengajuan anggaran
tambahan melalui perubahan APBD sehingga waktu efektif pelaksaan anggaran oleh SKPD tidak
terlalu mepet.
4. Melaksanakan monitoring
dan evaluasi
pelaksanaan kegiatan secara konsisten dan terus menerus.
269 Profil Bappeda 2015
5. Mengoptimalkan sarana dan prasarana yang ada untuk mendukung keberhasilan kinerja.
6. Indikator program dan kegiatan serta targetnya harus terukur serta jelas cara penghitungannya.
Setiap indikator kegiatan sebaiknya diberi definisi operasional yang jelas serta cara pengukuran
targetnya. Dengan demikian setiap kegiatan akan memiliki kontribusi dalam penghitungan capaian
target kinerja indikator program.
7. Agar masing-masing SKPD dalam mengusulkan kegiatan
disesuaikan dengan
kesiapan pelaksanaannya sehingga baik realisasi anggaran
dan kinerjanya dapat memenuhi target yang telah ditetapkan pada saat akhir tahun anggaran.
8. Dengan adanya
penambahan faktor-faktor
pendorong dan penghambat keberhasilan kinerja serta tindak lanjut setiap triwulan pada laporan
RFK oleh masing-masing SKPD, diharapkan dapat dijadikan bahan masukan bagi tim pengendalian
dan evaluasi SKPD untuk turut serta membantu memberikan rekomendasi tindak lanjut sehingga
proses pelaksanaan kegiatan oleh SKPD dapat berjalan lancar.
9. Agar menyempurnakan SIMRENDA yang menjadi dasar penyusunan RKPD sehingga tidak terjadi
kesalahan dalam sistem.
270 Profil Bappeda 2015
I. Evaluasi thd Hasil Renja SKPD Formulir VII.I.5
Hasil Tahun Penyusunan
2014 2015
Capaian Keuangan : 33,45
Kinerja : 46,01 Keuangan : 53,33
Kinerja : 63,33 Kesimpulan
2014 : 1. Rendahnya prosentase rata-rata capaian kinerja
dan realisasi keuangan baik terhadap DPA maupun terhadap Renja SKPD pada semester I
dari seluruh SKPD menunjukkan bahwa proses pelaksanaan kegiatan di SKPD masih terdapat
hambatan dan kendala sehingga hasil yang diperoleh tidak dapat mencapai target yang
ditentukan.
2. Prosentase kinerja 48 SKPD pada semester I menunjukkan sebesar 79,17 38 SKPD sangat
rendah dan
20,83 10
SKPD rendah.
Prosentase realisasi anggaran terhadap DPA di 48 SKPD pada semester I menunjukkan sebesar
97,92 47 SKPD sangat rendah dan 2,08 1 SKPD sedang sementara prosentase realisasi
anggaran terhadap Renja SKPD di 48 SKPD pada semester I menunjukkan sebesar 100,00 48
SKPD sangat rendah. Hal ini menjadi indikasi bahwa akan terjadi penumpukan pelaksanaan
kegiatan
dan penyerapan
anggaran pada
semester II. 3. Dari sebanyak 897 program yang tersebar di 48
SKPD menunjukkan bahwa secara umum tingkat capaian kinerja SKPD, tingkat realisasi anggaran
terhadap DPA
SKPD, dan
tingkat realisasi
anggaran terhadap Renja SKPD pada semester I tahun 2014 masih berada pada predikat sangat
rendah dan rendah. Hal ini dapat dijadikan bahan pertimbangan pada saat perubahan anggaran
sehingga jangan sampai pengusulan tambahan anggaran justru malah akan membuat tingkat
capaian program baik kinerja maupun anggaran menjadi semakin buruk.
4. Outcome kegiatan pengendalian dan evaluasi terhadap Hasil Renja SKPD semester I tahun 2014
belum dapat secara optimal digunakan sebagai bahan
evaluasi perencanaan
pembangunan semester berikutnya dikarenakan keterlambatan
pelaporan dari SKPD. 5. Masih belum semua SKPD mampu mengisi kolom-
271 Profil Bappeda 2015
2015 : kolom di dalam Formulir VII.I.5 dengan benar
sesuai yang
dicontohkan. Angka-angka
yang diisikan pada realisasi triwulan I dan II terkadang
berbeda dengan laporan RFK bulan Maret dan Juni yang pernah dikirimkan ke Bappeda. Hal ini
kemungkinan disebabkan oleh masih bingungnya SKPD dalam mengisi formulir VII.I.5 yang memang
baru pertama kali dilaksanakan pada tahun ini. Hal
ini mengakibatkan
proses verifikasi
membutuhkan waktu yang lama. 1. Rendahnya
prosentase rata-rata
realisasi keuangan baik terhadap DPA maupun terhadap
Renja SKPD pada triwulan III dari seluruh SKPD menunjukkan bahwa proses pelaksanaan kegiat-
an di SKPD masih terdapat hambatan dan kendala sehingga hasil yang diperoleh tidak dapat menca-
pai target yang ditentukan.
2. Prosentase kinerja 47 SKPD pada triwulan III menunjukkan sebesar 10,42 5 SKPD sangat
rendah, 33,33 16 SKPD rendah, 47,92 23 SKPD sedang, dan 6,25 3 SKPD tinggi. Prosen-
tase realisasi anggaran terhadap DPA di 47 SKPD pada triwulan III menunjukkan sebesar 39,58
19 SKPD sangat rendah, 41,67 20 SKPD rendah dan 16,67 8 SKPD sedang sementara
prosentase realisasi anggaran terhadap Renja SKPD di 47 SKPD pada triwulan III menunjukkan
sebesar 37,50 18 SKPD sangat rendah, 37,50 18 SKPD rendah, 16,67 8 SKPD,
6,25 3 SKPD dan 4,17 2 SKPD sangat tinggi. Hal ini menjadi indikasi bahwa akan terjadi
penumpukan pelaksanaan kegiatan dan penyerap- an anggaran pada triwulan IV.
3. Dari sebanyak 973 program yang tersebar di 47 SKPD menunjukkan bahwa secara umum tingkat
capaian kinerja SKPD sedang, sedangkan tingkat realisasi anggaran terhadap DPA SKPD, dan ting-
kat realisasi anggaran terhadap Renja SKPD pada triwulan III tahun 2015 masih berada pada predi-
kat rendah. Hal ini dapat dijadikan bahan pertim- bangan pada saat penyusunan rencana kerja
anggaran tahun berikutnya agar lebih baik lagi dalam perencanaan dan pelaksanaannya.
Rekomendasi 2014 :
1. Perlu dilakukan percepatan penyerapan anggaran dan percepatan pelaksanaan kegiatan dengan
mengindentifikasi hambatan dan permasalahan yang ada di SKPD oleh Bappeda melalui pengam-
pu SKPD sehingga dapat memberikan rekomen- dasi yang diperlukan.
2. Perlu dilakukan pengendalian dan pengawasan
272 Profil Bappeda 2015
yang lebih ketat terhadap penjadwalan pelaksa- naan kegiatan terutama yang melibatkan pihak
ketiga, proses lelang, maupun kegiatan yang ber- gantung
pada musim
atau kebijakan
dari pemerintah pusat.
3. Menjadikan hasil
pelaksanaan Renja
SKPD semester I tahun 2014 sebagai bahan acuan dan
pertimbangan dalam proses perubahan anggaran sehingga pengusulan tambahan anggaran dapat
lebih terarah dan terukur.
4. Perlu disusun formulasi pelaksanaan kegiatan yang lebih baik agar seluruh pihak yang terlibat
dalam pelaksanaan pengendalian dan evaluasi terhadap Hasil Rencana Kerja SKPD ini dapat
melaksanakannya
secara bertanggung
jawab, efektif, dan efisien. Salah satunya adalah dengan
meningkatkan komunikasi dengan sub bagian perencanaan dan evaluasi di Bappeda maupun
dengan pengampu SKPD di Bappeda sehingga pelaksanaan kegiatan pengendalian dan evaluasi
ini dapat dimasukkan ke dalam tahapan evaluasi pelaksanaan APBD untuk pertimbangan dalam
pengusulan perubahan anggaran pada tahun ber- jalan. Dengan demikian, SKPD mempunyai kewa-
jiban untuk menyelesaikannya tepat waktu sebe- lum melangkah ke tahapan selanjutnya yaitu
pengusulan perubahan anggaran.
5. Perlu adanya peningkatan koordinasi dan komu- nikasi dengan seluruh SKPD di lingkungan Peme-
rintah Kabupaten Sleman agar pelaksanaan kegi- atan pengendalian dan evaluasi terhadap Hasil
Rencana Kerja SKPD ini dapat lebih tepat waktu dan efisien sesuai dengan target yang telah
ditetapkan sehingga outcome yang diperoleh da- pat
digunakan sebagai
umpan balik
bagi triwulansemester berikutnya.
6. Perlu adanya sosialisasi secara berkelanjutan untuk memberikan pengertian dan pemahaman
kepada seluruh SKPD akan pentingnya melaksa- nakan pengendalian dan evaluasi terhadap Hasil
Rencana Kerja SKPD sesuai yang diamanatkan oleh Permendagri Nomor 54 Tahun 2010. Hal ini
disebabkan pelaksanaan DPA haruslah mengacu kepada Renja yang telah disusun serta memperha-
tikan pula capaian tiap triwulannya agar target yang telah ditetapkan dapat tercapai pada akhir
tahun anggaran.
7. Banyaknya program dan kegiatan yang tersebar di seluruh SKPD membuat pengendalian terhadap
pelaksanaan program tersebut tidak dapat dilak- sanakan secara maksimal. Perlu dipertimbangkan
273 Profil Bappeda 2015
2015 : mengenai penyederhanaan jumlah program dan
kegiatan sehingga pengendalian dan pengawasan pelaksanaannya dapat lebih mudah dilaksanakan.
8. Perlu adanya sistem informasi manajemen SIM e-monev dan dukungan dari top level management
sehingga pelaksanaan kegiatan pengendalian dan evaluasi sesuai Permendagri Nomor 542010 ini
dapat berjalan baik agar dapat memberikan outcome yang berkualitas, bermutu, dan berguna
bagi peningkatan dan perbaikan sistem peren- canaan pembangunan daerah untuk menuju tata
kelola
pemerintahan yang
baik berdasarkan
prinsip-prinsip Good Governance. 1. Perlu dilakukan percepatan penyerapan anggaran
dan percepatan pelaksanaan kegiatan dengan mengindentifikasi hambatan dan permasalahan
yang ada di SKPD oleh Bappeda melalui pengam- pu SKPD sehingga dapat memberikan rekomen-
dasi yang diperlukan.
2. Perlu dilakukan pengendalian dan pengawasan yang lebih ketat terhadap penjadwalan pelaksa-
naan kegiatan terutama yang melibatkan pihak ketiga, proses lelang, maupun kegiatan yang
bergantung pada musim atau kebijakan dari pemerintah pusat.
3. Menjadikan hasil
pelaksanaan Renja
SKPD triwulan III tahun 2015 sebagai bahan acuan dan
pertimbangan dalam proses penyusunan rencana kerja tahun berikutnya..
4. Perlu disusun formulasi pelaksanaan kegiatan yang lebih baik agar seluruh pihak yang terlibat
dalam pelaksanaan pengendalian dan evaluasi terhadap Hasil Rencana Kerja SKPD ini dapat
melaksanakannya
secara bertanggung
jawab, efektif, dan efisien. Salah satunya adalah dengan
meningkatkan komunikasi dengan sub bagian perencanaan dan evaluasi di Bappeda maupun
dengan pengampu SKPD di Bappeda sehingga pelaksanaan kegiatan pengendalian dan evaluasi
ini dapat dimasukkan ke dalam tahapan evaluasi pelaksanaan APBD untuk pertimbangan dalam
pengusulan rencana kerja tahun berikutnya.
5. Perlu adanya
peningkatan koordinasi
dan komunikasi dengan seluruh SKPD di lingkungan
Pemerintah Kabupaten Sleman agar pelaksanaan kegiatan pengendalian dan evaluasi terhadap
Hasil Rencana Kerja SKPD ini dapat lebih tepat waktu dan efisien sesuai dengan target yang telah
ditetapkan sehingga outcome yang diperoleh dapat digunakan sebagai umpan balik bagi
274 Profil Bappeda 2015
triwulansemester berikutnya. 6. Perlu adanya sosialisasi secara berkelanjutan
untuk memberikan pengertian dan pemahaman kepada seluruh SKPD akan pentingnya melaksa-
nakan pengendalian dan evaluasi terhadap Hasil Rencana Kerja SKPD sesuai yang diamanatkan
oleh Permendagri Nomor 54 Tahun 2010. Hal ini disebabkan pelaksanaan DPA haruslah mengacu
kepada Renja yang telah disusun serta memper- hatikan pula capaian tiap triwulannya agar target
yang telah ditetapkan dapat tercapai pada akhir tahun anggaran.
7. Banyaknya program dan kegiatan yang tersebar di seluruh SKPD membuat pengendalian terhadap
pelaksanaan program tersebut tidak dapat dilak- sanakan secara maksimal. Perlu dipertimbangkan
mengenai penyederhanaan jumlah program dan kegiatan sehingga pengendalian dan pengawasan
pelaksanaannya dapat lebih mudah dilaksanakan.
8. Perlu adanya sistem informasi manajemen SIM e-monev dan dukungan dari top level management
sehingga pelaksanaan kegiatan pengendalian dan evaluasi sesuai Permendagri Nomor 542010 ini
dapat berjalan baik agar dapat memberikan out- come yang berkualitas, bermutu, dan berguna bagi
peningkatan dan perbaikan sistem perencanaan pembangunan daerah untuk menuju tata kelola
pemerintahan yang baik berdasarkan prinsip- prinsip Good Governance.
4.1.2. Data Lampiran 1 Permendagri Nomor 54 Tahun 2010
TABEL IV.1. DATA LAMPIRAN 1 PERMENDAGRI NOMOR 54 TAHUN 2010
NO INDIKATOR
RUMUS CAPAIAN
2011 2012
2013 2014
2015 6.
Perencanaan Pembangunan
6.1. Tersedianya
dokumen perencanaan
RPJPD yg telah
ditetapkan dgn PERDA
Ada tidak Ada
Perda No 7
Tahun 2005
Ada Perda No
7 Tahun 2005
Ada Perda No
7 Tahun 2005
Ada Perda
No 7 Tahun
2005 Ada
Perda No 7 Tahun
2005
275 Profil Bappeda 2015
NO INDIKATOR
RUMUS CAPAIAN
2011 2012
2013 2014
2015
6.2. Tersedianya Dokumen
Perencanaan : RPJMD yg telah
ditetapkan dgn PERDA
PERKADA Ada tidak
Ada Perda
No 9 Tahun
2010 Ada
Perda No 9 Tahun
2010 Ada
Perda No 9 Tahun
2010 Ada
Perda No 2
Tahun 2015
Tentang Perubah
an Perda
No 9 Tahun
2010 Ada
Perda No 2 Tahun
2015 Tentang
Perubaha n Perda
No 9 Tahun
2010
6.3. Tersedianya
Dokumen Perencanaan :
RKPD yg telah ditetapkan dgn
PERKADA Ada tidak
Ada Perbub
No 22 Tahun
2011 Ada
Perbub No 20
Tahun 2012
Ada Perbub
No 18 Tahun
2013 Ada
Perbub No 6.1
Tahun 2014
Ada Perbub
No 33.2 Tahun
2015
276 Profil Bappeda 2015
4.1.3 Data Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah LPPD
No URAIAN
DATA PER TAHUN
2011 2012
2013 2014
2015
1 IPM KABUPATEN
78.2 78.79
79.97 80,73
81,49
2 PDRB ADHB Rp.
15,097,600 16,696,581
19,105,499 20,754,186
21,417,682
PDRB ADHK Rp.
6,704,100 7,069,229
7,471,897 7,871,906
8,287,543
3 Struktur perkonomian
daerah pertumbuhan ADHB :
a. Sektor Primer
-1.73 2.64
2.02 1.73
b. Sektor Sekunder
6.53 5.95
4.87 5.29
c. Sektor Tersier
6.53 5.51
7.02 7.04
4 PDRB per kapita ADHB
Rp.
13,634,558 14,976,756
16,733,992 17,926,293
18,345,210
PDRB per kapita ADHK Rp.
6,054,435 6,341,066
6,544,434 6,792,249
7,100,000
5 Pertumbuhan ekonomi
5.19 5.45
5.70 5.35
5.28
6 PDRB per sektor ADHK
Rp. Pertanian
979,024 1,019,264
1,034,154 1,027,160
1,111,987
Pertambangan
38,084 38,636
39,486 40,172
43,485
Industri pengolahan
1,010,358 1,005,640
1,055,973 1,075,466
1,150,704
Listrik, Gas dan Air bersih
61,282 65,150
69,343 71,686
76,064
Bangunan
780,153 827,196
886,231 945,557
989,009
Perdagangan, Hotel dan Restoran
1,526,308 1,636,136
1,743,450 1,858,108
1,945,857
Pengangkutan dan komunikasi
410,324 433,134
458,431 493,830
514,826
Keuangan, Persewaan dan Jasa
715,317 779,722
836,345 919,887
948,976
Perusahaan Jasa-Jasa
1,183,251 1,264,352
1,348,486 1,440,038
1,506,632
7 PDRB per sektor ADHB
Pertanian
1,922,985 2,153,451
2,461,393 2,567,251
2,698,254
277 Profil Bappeda 2015
No URAIAN
DATA PER TAHUN
2011 2012
2013 2014
2015
Pertambangan
86,671 90,599
109,786 111,288
118,327
Industri pengolahan
2,171,967 2,274,445
2,655,364 2,774,959
2,908,062
Listrik, Gas dan Air bersih
192,383 208,066
238,811 2,708,637
2,785,553
Bangunan
1,921,438 2,135,294
2,491,502 4,869,707
5,007,587
Perdagangan, Hotel dan Restoran
3,453,129 3,872,092
4,444,678 1,155,060
1,122,102
Pengangkutan dan komunikasi
857,248 922,507
1,021,778 2,378,276
2,409,276
Keuangan, Persewaan dan Jasa
1,645,918 1,861,498
2,092,643 3,972,406
4,074,937
Perusahaan Jasa-Jasa
2,845,861 3,178,630
3,594,544 249,555
260,053
8 Keberadaan Perda
RTRW
Belum ada Perda
nomor 12 tahun
Perda nomor
12 tahun Perda nomor 12
tahun Perda
nomor 12
2012 tentang
RTRW 2012
tentang RTRW
2012 tentang
RTRW tahun
2012 tentang
Kabupaten Sleman
Kabupaten Sleman
Kabupaten Sleman
RTRW Kabupaten
Tahun 2012-
2031 Tahun
2012- 2031
Tahun 2012-2031 Sleman Tahun
2012-2031
9 Dokumen RPJPD
PERDA Kabupaten
PERDA Kabupaten
PERDA Kabupaten
PERDA Kabupaten
PERDA Sleman Nomor 7
Sleman Nomor 7
Sleman Nomor 7
Sleman Nomor 7 Kabupaten
Tahun 2005
tentang Tahun
2005 tentang
Tahun 2005
tentang Tahun
2005 tentang
Sleman Nomor 7
RPJPD Tahun RPJPD Tahun
RPJPD Tahun RPJPD Tahun
Tahun 2005 2006-2025
2006-2025 2006-2025
2006-2025 tentang RPJPD
Tahun 2006-
2025
10 Dokumen RPJMD
PERDA Kabupaten
PERDA Kabupaten
PERDA Kabupaten
PERDA Nomor 2 PERDA Nomor
2 Sleman Nomor 9
Sleman Nomor 9
Sleman Nomor 9
Tahun 2014
tentang Tahun 2014
Tahun 2010
tentang Tahun
2010 tentang
Tahun 2010
tentang perubahan Perda
tentang RPJMD Tahun
RPJMD Tahun RPJMD Tahun
Nomor 9 Tahun 2010
perubahan Perda
2011-2015 2011-2015
2011-2015 tentang
RPJMD Tahun
Nomor 9 Tahun 2011-2015
2010 tentang RPJMD Tahun
2011-2015
278 Profil Bappeda 2015
No URAIAN
DATA PER TAHUN
2011 2012
2013 2014
2015
11 Dokumen RKPD
PERBUP Nomor PERBUP
Nomor 20
Tahun 2012 PERBUP No 18
Tahun PERBUP No. 6.1
Tahun Perbup Nomor
22 Tahun 2011 tentang RKPD
Th. 2013
tentang RKPD Th.
2014 tentang
RKPD Th 33.2 Tahun
tentang RKPD 2013
2014 2015
2015Tentang Tahun 2012
RKPD Th.
2016
12 Jumlah program dalam
RPJMD per
202 202
202 186
186
tahun 13
Jumlah program RKPD
202 202
202 186
186
14 Luas perkotaan
17,617 ha 17,617 ha
17,617 ha 17,617 ha
17,617 ha
15 Luas perdesaan
40,255 ha 40,255 ha
40,255 ha 40,255 ha
40,255 ha
16 Buku Kabupaten Dalam
Angka
ada ada
ada ada
ada
17 Buku PDRB Kabupaten
ada ada
ada ada
ada
18 Jumlah jenis buku
statistik
ada 11 produk : ada 11 produk :
ada 12 produk : ada 11 produk :
ada 10 produk : Buku PDRB Kab.
Buku PDRB
Kab. Buku
PDRB Kab.
Buku PDRB Kab. Buku
PDRB Kab.
Buku PDRB Kec Buku
PDRB Kec
Buku PDRB
Kec Buku PDRB Kec
Buku PDRB
Kec Buku
Statistik Harga
Buku Statistik
Harga Buku
Statistik Harga
Buku Statistik
Harga Buku Inflasi
Bangunan Bangunan
Bangunan Bangunan
Statistik Industri Buku Inflasi
Buku Inflasi Buku Inflasi
Buku Inflasi Buku IPM
Buku Statistik
Industri Buku
Statistik Industri
Buku Statistik
Industri Buku
Statistik Industri
Buku Inkesra Buku IPM
Buku IPM Buku IPM
Buku IPM Buku IPG
Buku Kabupaten Dalam
Buku Kabupaten
Dalam Buku
Kabupaten Dalam
Buku Kabupaten
Dalam Buku
Indeks Gini
Angka Angka
Angka Angka
Buku ICOR Buku Kecamatan
Buku Kecamatan
Buku Kecamatan
Buku Kecamatan Nilai
Tukar Petani
Dalam Angka Dalam Angka
Dalam Angka Dalam Angka
Buku Inkesra Buku Inkesra
Buku Inkesra Buku Inkesra
Buku Statistik
Gender Buku
Statistik Gender
Buku Statistik
Gender Buku
Statistik Gender
279 Profil Bappeda 2015
No URAIAN
DATA PER TAHUN
2011 2012
2013 2014
2015
Buku Profil Buku Profil
Buku Profil Buku Profil
Kependudukan Kependudukan
Kependudukan Kependudukan
Buku Indeks
Gini Buku
Indeks Gini
Buku Indeks
Gini Buku Indeks Gini
Buku ICOR
19 Jumlah layanan
penelitian
ada 3 jenis yaitu ada
3 jenis
yaitu ada
3 jenis
yaitu ada 3 jenis yaitu
layanan ijin KKN, layanan
ijin KKN,
layanan ijin
KKN, PKL layanan ijin KKN,
PKL PKL dan
PKL dan
Penelitian dan Penelitian
dan Penelitian Penelitian
20 Jumlah kerjasama
penelitian
1 1
1 1
1 Kerjasama
dengan BPTP tentang
bioindustri integrasi
salak-kambing di
Turi
angka sementaraproyeksi
280 Profil Bappeda 2015
4.1.4 Capaian Standar Pelayanan Minimal SPM dan Millenium Development Goals MDGs
Bappeda Sleman pada tahun 2015 tidak memliki Standar Pelayanan Minimal SPM dan Millenium Development Goals MDGs.
4.1.5 Capaian Penetapan Kinerja Tapkin
Capaian Indikator Kinerja Sasaran Strategis dan Target Akhir Periode Renstra Tahun 2015
No Indikator Kinerja
Realisasi Tahun 2011
Realisasi Tahun 2012
Realisasi Tahun 2013
Realisasi Tahun 2014
Realisasi Tahun 2015
1 2
3 4
5 6
7
1 1
Persentase kesesuaian Belum
100 100
100 100
Komponen dengan menerapkan
komponen RPJPD Permendagri
RPJMD 542010
2 Persentase kesesuaian
Belum 73,33
73,33 100
100 komponen Renstra
menerapkan SKPD dengan
Permendagri komponen RPJMD
542010 3
Persentase Belum
100 100
100 100
perumusan menerapkan
kebijakan RKPD yang Permendagri
sesuai dengan RPJMD 542010
4 Persentase
Belum 99,42
100 100
100,58 perumusan
menerapkan kebijakan Renja SKPD
Permendagri yang sesuai dengan
542010 RKPD
5 Persentase program
Belum 100
100 100
100 pada PPAS yang
menerapkan sesuai dengan
Permendagri usulan program pada
542010 Renja SKPD
6 Persentase program
Belum 100
100 100
100
281 Profil Bappeda 2015
No Indikator Kinerja
Realisasi Tahun 2011
Realisasi Tahun 2012
Realisasi Tahun 2013
Realisasi Tahun 2014
Realisasi Tahun 2015
1 2
3 4
5 6
7
pada RKA SKPD menerapkan
yang sesuai dengan Permendagri
usulan program 542010
pada PPAS 7
Persentase kegiatan Belum
90 93,98
97,71 100
dalam RKA SKPD yang menerapkan
sesuai dengan usulan Permendagri
kegiatan 542010
pada Renja SKPD 8
Persentase rencana Belum
90 93,98
97,71 100
kegiatan dalam Renja menerapkan
SKPD yang terlaksana Permendagri
melalui DPA SKPD 542010
9 Persentase kecamatan
88,23 88,23
88,23 94,11
100 yang sudah tercakup
dalam RDTR 10
Tersedianya informasi Belum ada
88,23 88,23
94,11 100
mengenai rencana indikator
tata ruang RTR SPM
wilayah kabupaten tersebut
besertarencana rincinya melalui
peta analog dan peta digital
11 Keterwakilan
Belum ada 8
8 8
8 masyarakat
data komponen
komponen komponen
Komponen dalam forum
100 100
100 100
perencanaan partisipatifMusrenbang
12 persentase
Belum ada 131,25
131,25 82,35
76,94 keterlibatan
data masyarakat dalam
proses perencanaan pembangunan
282 Profil Bappeda 2015
No Indikator Kinerja
Realisasi Tahun 2011
Realisasi Tahun 2012
Realisasi Tahun 2013
Realisasi Tahun 2014
Realisasi Tahun 2015
1 2
3 4
5 6
7
13 keterlibatan
Belum ada 28,05
28,14 28,57
25,64 perempuan dalam
data proses perencanaan
pembangunan 14
Terlaksananya penjaringan aspirasi
masyarakat melalui forum konsultasi
publik yang memenuhi syarat
inklusif dalam proses penyusunan RTR dan
pemanfaatan ruang minimal 2 dua kali
setiap disusunnya RTR dan pemanfaatan
ruang Belum ada
indikator SPM
tersebut 100
100 100
100
4.1.6 Capaian Indikator Kinerja Utama IKU
No
INDIKATOR KINERJA UTAMA REALISASI
2011 REALISASI
2012 REALISASI
2013 REALISASI
2014 REALISASI
2015 1
2 3
4 5
1 Persentase kesesuaian
komponen RPJMD Belum
Menerapkan 100
100 100
100 Dengan komponen
Permendagri RPJPD
542010 2
Persentase kesesuaian komponen Renstra
SKPD Dengan komponen RPJMD
Belum Menerapkan
Permendagri 542010
73,33 73,33
100 100
3 Persentase perumusan
kebijakan RKPD yang sesuai dengan RPJMD
Belum Menerapkan
Permendagri 100
100 100
111,11 542010
4 Persentase perumusan
kebijakan Renja SKPD yang sesuai dengan
RKPD Belum
Menerapkan Permendagri
542010 99,42
100 100
100
5 Persentase program
PPAS yang sesuai dengan usulan program
Belum Menerapkan
Permendagri 100
100 100
100
283 Profil Bappeda 2015
No
INDIKATOR KINERJA UTAMA REALISASI
2011 REALISASI
2012 REALISASI
2013 REALISASI
2014 REALISASI
2015 1
2 3
4 5
pada Renja SKPD 542010
6 Persentase program
pada RKA SKPD yang sesuai dengan usulan
PPAS Belum
Menerapkan Permendagri
542010 100
100 100
100
7 Persentase kegiatan
dalam RKA SKPD yang Sesuai dengan usulan
Kegiatan pada Renja SKPD
Belum Menerapkan
Permendagri 542010
90 93,98
97,71 100
8 Persentase rencana
kegiatan dalam Renja SKPD yang terlaksana
melalui DPA SKPD Belum
Menerapkan Permendagri
542010 90
93,98 97,71
100
9 Persentase kecamatan
yang sudah tercakup 88,23
88,23 88,23
94,11 100
dalam RDTR 10
Tersedianya informasi mengenai rencana tata
ruang RTR wilayah kabupaten beserta
rencana rincinya melalui peta analog dan peta
digital.
Belum ada indicator
SPM tersebut
88,23 88,23
94,11 100
11 Keterwakilan
masyarakat dalam forum
Belum ada data
8 Komponen
100 8
Komponen 100
8 Komponen
100 8
komponen 100
perencanaan partisipatifMusrenbang
12 persentase keterlibatan
masyarakat dalam Belum ada
data 131,25
86,68 82,35
76,94 proses perencanaan
pembangunan
13 Keterlibatan
perempuan dalam proses perencanaan
pembangunan Belum ada
data 28,05
28,14 28,57
25,64
14 Terlaksananya
penjaringan aspirasi masyarakat melalui
forum konsultasi publik yang memenuhi syarat
inklusif dalam proses penyusunan RTR dan
pemanfaatan ruang minimal 2 dua kali
setiap disusunnya RTR Belum ada
indicator SPM
tersebut 100
100 100
100
284 Profil Bappeda 2015
No
INDIKATOR KINERJA UTAMA REALISASI
2011 REALISASI
2012 REALISASI
2013 REALISASI
2014 REALISASI
2015 1
2 3
4 5
dan pemanfaatan ruang
4.1.7 Capaian Indikator Kinerja Kunci IKK
No Aspek
Fokus No
IKK Rumus
Perhitungan Capian
Kinerja Ket
1 2
3 4
5 6
7 8
9 1
Ketentraman dan
ketertiban umum daerah
3 Keberadaan
Perda RTRW Ada Tidak
ada Perda RTRW
Perda No 12 Tahun 2012
tentang tata Ruang
Wilayah Kabupaten
Sleman Tahun 2012-2031
Ada Bappeda
2 Keselarasan
antara kebijakan
pemerintahan daerah
dengan kebijakan
pemerintah Sinkronisasi
pelaksanaan pembangunan
nasional dan
daerah kewenangan
keuangan 13
Kesesuaian prioritas
pembangunan Jumlah
prioritas pembangunan
daerah dibagi jumlah
prioritas pembangunan
nasioan 11:11 X 100
=100 Prioritas
Pembangunan daerah dalam
RKPD tahun 2014 yang
mendukung prioritas
pembangunan nasuional
sebanyak 11 prioritas
100 Bappeda
285 Profil Bappeda 2015
4.2 Data Prestasi 4.2.1 Sleman Juara I