Model Kontekstualisasi Pembelajaran PAI Pada Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT)
B. Model Kontekstualisasi Pembelajaran PAI Pada Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT)
Pembelajaran merupakan suatu sistem, yang terdiri dari berbagai komponen yang saling berhubungan satu dengan yang lain.
Komponen tersebut setidaknya meliputi:
tujuan/kompetensi, materi, metode dan evaluasi. Keempat komponen pembelajaran tersebut harus diperhatikan oleh siapa saja komponen lembaga pendidikan, khususnya guru dalam memilih atau menetukan pendekatan dan model pembelajaran.
Pendidikan Agama Islam (PAI) sebagai mata ajar kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia menempati peran strategis dalam konteks sistem pendidikan nasional. Hal ini disebabkan, Pendidikan Agama dimaksudkan untuk peningkatan potensi spiritual dan membentuk peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia. Akhlak mulia mencakup etika, budi pekerti, dan moral sebagai perwujudan dari pendidikan Agama.
pengamalan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan individual ataupun kolektif kemasyarakatan.
Peningkatan potensi spritual tersebut pada akhirnya bertujuan pada optimalisasi berbagai potensi yang dimiliki manusia yang aktualisasinya mencerminkan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan.
Pendidikan Agama Islam diberikan dengan mengikuti tuntunan bahwa agama diajarkan kepada manusia dengan visi untuk mewujudkan manusia yang bertakwa kepada Allah SWT dan berakhlak mulia, serta bertujuan untuk menghasilkan manusia yang jujur, adil, berbudi pekerti, etis, saling menghargai, disiplin, harmonis dan produktif, baik personal maupun sosial. Tuntutan visi ini mendorong dikembangkannya standar kompetesi sesuai dengan jenjang persekolahan yang secara nasional ditandai dengan ciri-ciri: 1) lebih menitik beratkan pencapaian kompetensi secata utuh selain penguasaaan materi; 2) mengakomodasikan keragaman kebutuhan dan sumber daya pendidikan yang tersedia; 3) memberiklan kebebasan yang lebih luas kepada pendidik di lapangan untuk mengembangkan strategi dan program pembelajaran seauai dengan kebutuhan dan ketersedian sumber daya pendidikan.
Pendidikan Agama Islam diharapkan menghasilkan manusia yang selalu berupaya menyempurnakan iman, takwa, dan akhlak, serta aktif membangun peradaban dan keharmonisan kehidupan, khususnya dalam memajukan peradaban bangsa yang bermartabat. Manusia seperti itu
Guna merealisasikan maksud PAI sebagaimana diamanatkan dalam standar isi Permendiknas No 22 tahun 2006 tersebut, harus dilakukan upaya-upaya kontekstualisasi pembelajaran, dari sekedar ‘menceramahkan’ kepada peserta didik di kelas, sebagaimana yang masih banyak diimplementasikan dalam pembelajaran agama dewasa ini.
Upaya-upaya model kontekstualisasi pembelajaran PAI telah dipahami betul oleh sekolah-sekolah Islam terpadu dengan cara melakukan diversifikasi program dan strategi pembelajaran. Upaya-upaya ini masih cukup jarang perluasannya di beberapa sekolah konvensional.
Dalam ruang lingkup al Qur’an dan hadist, sebagai salah satu aspek pendidikan Agama Islam misalnya, Sekolah-sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) yang menjadi objek penelitian ini telah memperluas pola pembelajarannya dengan menspesifikasikan pembelajarannya dalam program khusus al Qur’an dan hadist. Hal ini tampak pada program membaca al Qur’an, tahfidz Surah dan hadist dengan pola 2 jam pelajaran setiap hari pada SDIT Bunga Bangsa .
Hal ini dimaksudkan untuk ‘melebihkan’ dari kompetensi dasar penguasaan al Qur’an dan hadist lebih dini dan terbiasa. Hal yang sama juga diprogramkan SDIT Cordova melalui kegiatan ‘pembelajaran al Qur’an dan hafalan’ dan ‘pengajian al Qur’an’ pada SDIT FIS sebelum jam pelajaran lainnya dimulai. Bahkan, khusus, program al Qur’an ini, SDIT-SDIT yang ada menjalin kemitraan dengan lembaga-lembaga al Qur’an yang telah teruji secara metodologis seperti UMMI Foundation
Islam, SDIT-SDIT yang ada memiliki pola pembiasaan- pembiasaan dan praktek langsung melalui program yang dicanangkan, sebagaimana terdapat pada program ‘Penanaman Aqidah pagi’, ‘tadabbur alam’, ‘Dering Telepon subuh’ pada SDIT Bunga Bangsa; ‘Muqayyam Kids’ dan ‘Sholat Wajib dan Sunnah’ pada SDIT Cordova maupun amalan jum’at pada SDIT FIS.
Bahkan untuk memupuk kebiasaan-kebiasaan baik sebagaimana ajaran aqidah Islam terdapat program seperti mencintai nabi melalui sholawat pada SDIT FIS, menanamkan kejujuran dan kebersihan pada SDIT Cordova dan Tadabur alam pada SDIT Bunga bangsa. Sementara untuk menumbuhkan budaya disiplin, sportif dicangangkan dengan berbagai program dan diimplementasikan dalam metode pembelajaran oleh para guru.
Dalam konteks Tarikh/sejarah kebudayaan Islam, pada SDIT-SDIT ini memperkenalkan melalui strategi penamaan fasilitas-fasilitas gedung, kelas dan arena-arena belajar lainnya dengan nama-nama kota bersejarah Islam, nama sahabat dan selain melalui pembelajaran visual di kelas.
Dari sisi strategi pembelajaran PAI, ketiga SDIT melakukan kontektualisasi pembelajarannya dengan metode- metode yang cukup variatif, mulai ceramah yang porsinya di persempit ke arah memperbanyak metode active learning. Hal ini dimaksudkan agar, siswa mendapatkan pengalaman- pengalamana belajar seluas-luasnya secara mandiri.
ketiga SDIT, yakni SDIT Bunga Bangsa, SDIT Cordova dan SDIT Fastabiqul Khairat, yakni :
1. Memperluas jam pelajaran. Memperluas jam pelajaran menjadi pola yang cukup vital bagi Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) pada SD yang menjadi objek penelitian ini dari jam standar menjadi sistem Full day school. Dengan perluasan jam ini SDIT dimungkin memiliki waktu yang relatif banyak dibandingkan dengan pola pembelajaran sekolah konvensional lainnya sekaligus berupaya mengintegralisasikan nilai-nilai ajaran Islam dalam pola pembiasaan di lingkungan belajarnya. Pola ini menjadi terobosan tersendiri bagi satuan-satuan pendidikan di perkotaan yang relatif minim adanya lembaga pendidikan lain, seperti madrasah diniyyah maupun TPA/TPQ.
2. Memperluas isi program Pembelajaran Pola memperluas isi program pembelajaran menjadi pola unggulan SDIT untuk memperbanyak diversifikasi program kontektektualisasi pembelajaran PAI yang hanya memperoleh jatah 2 jam per minggu. Isi program peembelajaran bisa disesuaikan dengan visi kelembagaan satuan pendidikan, terutama terkait pembiasaan, penghayatan dan pengamalan budaya ke-PAI-an.
3. memperluas variasi strategi pembelajaran Pola kontekstualisasi ini dipraktekkan SDIT melalui variasi- 3. memperluas variasi strategi pembelajaran Pola kontekstualisasi ini dipraktekkan SDIT melalui variasi-
4. mengkontekstualisasikan isi pembelajaran beberapa program seperti tadabbur alam, muqayyim kids, pembiasaan kebersihan dan kebersihan, solidaritas mengindikasikan proses pembelajaran yang kontekstual, berbasis pengalaman langsung, merasionalisasikan ajaran agama dan dekat dengan alam.
5. memperluas jaringan kemitraaan Pola kontekstualisasi PAI juga dilakukan dengan jalan membuka kerjasama kemitraan dengan berbagai pihak untuk memberikan perluasan pengalaman riil dan pengembangan isi pembelajaran PAI seperti pentas, kompetisi, dan membangun kerjasama dengan pihak-pihak lain yang kompeten, seperti metode pembelajaran al Qur’an, festival seni, Pildacil di TVRI dan sebagainya.
6. memaksimalkan lingkungan belajar Pola ini dimaksudkan SDIT untuk menggunakan sarana pra sarana, lingkungan sekitar, alam sekitar untuk memupuk aqidah, pengetahuan dan kecintaan peserta didik terhadap nilai-nilai Islam. Hal ini tampak seperti dalam tadabbur alam, penamaan gedung dan kelas dengan nama-nama masyhur dalam Islam dan sebagainya.
7. memaksimalkan peran pembiasaan dan pantauan belajar Pola ini menjadi salah satu cara SDIT untuk memperkuat internalisasi nilai-nilai Islam ke dalam tingkah laku nyata peserta didik.