Kesha dan Karang Taruna

Kesha dan Karang Taruna

Yekti Ageng Lestari

AGI yang cerah. Kicauan burung terdengar merdu. Sinar matahari hangat menyentuh kulit. Semilir angin menerpa

wajah dan dinginnya sampai ke ujung kaki. Seorang gadis belia, Kesha, duduk di tempat tidur. Gadis kelas XI SMK itu segera beranjak dari tempat tidurnya dan se- gera membantu Ibu Kostnya menyapu halaman rumah. Saat tangannya menggerakkan sapu, tiba-tiba Kesha teringat sesuatu. Ia ingin sekali membangun dusun itu. Ia melihat, remaja di dusun itu tidak ada kegiatan sama sekali. Sebenarnya ia bukan penduduk asli dusun itu. ia hanya anak kos.

Kesha mengajak teman-temannya berkumpul di rumah kosnya. Mereka berdiskusi bersama dan akhirnya terjadi kese- pakatan. Mereka akan mengadakan lomba kreativitas anak- anak. Mulai dari Taman Kanak-kanak sampai kelas 6 Sekolah Dasar.

Setelah terlaksana, acara lomba itu tidak mendapat du- kungan penuh dari masyarakat. Namun, itu tidak mengecilkan semangat Kesha. Itu terjadi karena masyarakat kurang sadar pada perkembangan anak-anak dan remaja. Tanggapan masya- rakat tentang acara itu juga sangat menyakitkan hati. Dalam benak masyarakat, Kesha dan teman-teman sebayanya hanya- lah anak kecil yang belum tahu apa-apa dan sok pintar sendiri. Tak jarang cemooh dari masyarakat didengar Kesha.

~ PIANO DALAM PASIR ~

Kesha peduli sekali pada perkembangan masyarakat, ter- utama anak-anak dan remaja. Dia juga anak yang mandiri. Karena jarak rumahnya dengan sekolah sangat jauh, maka ia belajar hidup mandiri. Sedari kelas X SMK, Kesha sudah belajar hidup sendiri dengan mengontrak sepetak kamar. Tujuannya supaya dia bertambah pengalaman sehingga bisa berbagi peng- alaman dengan teman-temannya.

Sejak diadakan kegiatan lomba, sudah tujuh bulan berse- lang tidak ada kegiatan apa pun di dusun itu. Kesha prihatin di kos. Selain disibukkan dengan kegiatan di sekolah, dia juga berpikir, bagaimana caranya agar remaja memiliki kegiatan postif. Kesha menunggu setelah ulangan umum selesai. Setelah penerimaan raport tiba, nilai Kesha pun tidak mengecewakan.

Libur semester akhirnya tiba. Kesha memanfaatkan waktu untuk membuat kegiatan yang dapat mempersatukan remaja. Setelah mengadakan pertemuan, akhirnya mereka sepakat untuk mengadakan pertemuan setiap malam Minggu. Dalam benak Kesha selalu muncul pertanyaan, apa mungkin kegiatan ini disetujui banyak orang? Namun, gadis belia itu tetap bersemangat dan terus menjalankan pertemuan bersama teman-temannya.

Selama liburan semester, Kesha hanya sibuk dengan orga- nisasi yang bernama Remaja Masjid. Dia sangat bersemangat untuk mengadakan kegiatan yang positif. Pertemuan demi pertemuan pun telah berlangsung. Kesha berharap besar ren- cana itu berjalan lancar. Meskipun pada saat berkumpul, sering terjadi perbedaan pendapat.

“Kesha, apa kamu yakin dengan kegiatan kita ini?!” Tanya Alvaro. “Saya yakin. Ayo kita buktikan bahwa kita remaja yang kuat. Yang mampu berinisiatif,” jawab Kesha. “Alah, Sha! Kamu itu jangan sok tahu deh,” sahut Vivian. “OK, tapi kita harus buktikan kalau kita bisa. Kita jangan

ikut-ikutan pasif seperti Karang Taruna.” Diskusi pun berlangsung. Kesha dan teman-temannya sibuk mengumpulkan materi dan saling memberi saran.

~ Antologi Cerpen Bengkel Sastra Indonesia 2009 ~

“Sha, maaf. Apa kita tidak dimarahi melaksanakan kegiat- an ini?” Tanya Alvaro. Kesha pun menjawab, “Mengapa harus dimarahi? Kegiatan kita kan positif? Lagi pula di desa kita tidak ada kegiatan yang dapat membuat remaja kompak.”

“Iya, Sha. Tapi kan...?” Alvaro belum selesai bicara. Tiba-tiba salah seorang teman Kesha datang. Sambil ter-

engah-engah dia berkata, “Teman-teman semua! Kita harus meng- hentikan kegiatan ini!”

“Kenapa?!” sambung Kesha. “Karena kegiatan ini tidak mendapat persetujuan dari ketua

Karang Taruna.” Akhirnya dalam pertemuan remaja tersebut terjadi kesepa- katan bahwa remaja di desa itu harus kompak dan terus semangat. Kesha dapat tersenyum dan bernafas lega. Karena, dia dapat me- melopori didirikannya remaja masjid.

Malam itu Kesha segera makan, setelah seharian sibuk dengan berbagai kegiatan. Setelah makan, Kesha segera tidur. Malam itu Kesha sangat bahagia. Semua rencananya hampir berhasil.

Seiring suara jengkerik yang merdu, Kesha terlelap dalam tidurnya. Hingga mentari menyinari dusun itu di pagi hari, Kesha terbangun dari tidur dan berkata, “Selamat pagi, Dunia.” Saat itu juga Kesha teringat pada berita bahwa ketua Karang Taruna tidak menyetujui diadakannya organisasi remaja masjid. Kesha pun bertanya-tanya, apa sebenarnya yang terjadi. Dia dan teman-temannya merasa heran dan tidak tahu harus me- lakukan apa lagi.

Malam hari saat semua senyap dalam pertemuan Karang Taruna, tiba-tiba ketua Karang Taruna menggebrak meja dan marah-marah.

“Saya marah sekali. Kenapa kalian melaksanakan kegiatan ini tanpa sepengetahuan saya!” kata Ketua Karang Taruna.

~ PIANO DALAM PASIR ~

Karena Kesha mempunyai tanggung jawab dan Kesha dipan- dang mampu oleh teman-temannya, dia pun berdiri dan berkata, “Maaf, Pak. Selama ini Bapak ke mana saja?”

“Saya kerja, Saudara Kesha!” “Kerja? Oh... lantas apa karena kerja Bapak lupa dengan

tanggung jawab dan kenapa Bapak mengingkari janji?!” “Apa maksud Anda?!” “Pak, kami ini remaja yang butuh kegiatan dan bimbingan.

Kami generasi muda, Pak. Dan, mana janji Bapak? Katanya dulu akan diadakan pertemuan setiap malam Minggu? Tapi, mana buktinya?”

“Apa dahulu ada perjanjian seperti itu?” Sahut ketua Karang Taruna. “Iya. Bapak dahulu berjanji akan mengadakan pertemuan setiap malam Minggu.” Ketua Karang Taruna itu mulai bisa mengingat kembali. Kemudian, ia menjelaskan bahwa sebagai kepala rumah tangga, maka ia harus mencari nafkah untuk keluarganya. Sehingga, tidak sempat berkumpul bersama remaja di dusun itu.

Karena perdebatan seperti tidak akan berakhir, maka wakil ketua Karang Taruna, Pak Rahmad pun menengahi. Rahmad menjelaskan semua yang terjadi kepada masyarakat. Termasuk kepada Kesha, “Kesha, mungkin kamu bertanya, mengapa kamu tidak diizinkan mengadakan kegiatan remaja masjid?” Kata Pak Rahmad.

“Iya, Pak. Mengapa saya tidak diizinkan?!” “Kesha, kami mohon maaf. Alasan kami sebagai pengurus

Karang Taruna tidak mengizinkan kamu, itu karena kamu pen- datang di dusun ini.”

“Oh, begitu, Pak?! Ya, tidak apa-apa. Tapi, saya akan bukti- kan bahwa saya dapat memimpin teman-teman. Terima kasih,” Kesha berpendapat.

Tiba-tiba suasana hening. Kemudian dari seberang tempat mereka berkumpul di ruangan itu, teman-teman Kesha berkata, “Kami memaklumi alasan Bapak tadi. Tapi, mengapa seorang

~ Antologi Cerpen Bengkel Sastra Indonesia 2009 ~

ketua Karang Taruna datang dan menggebrak meja? Sungguh tidak etis sekali!”

Pengurus Karang Taruna pun tidak dapat berkata-kata lagi. Akhirnya terjadi kesepakatan bahwa Kesha akan dipercaya untuk memimpin remaja masjid setelah ia menetap selama dua hingga tiga tahun di dusun itu.

~ PIANO DALAM PASIR ~