Latar Belakang Masalah Peranan Puskesmas Dalam Upaya Penanggulangan Demam Berdarah Dengue

12 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kesehatan merupakan kekayaan yang tidak ternilai bagi kehidupan manusia. Setiap manusia ingin selalu dapat hidup sehat, agar dapat menjalankan aktivitasnya masing-masing. Berbagai macam upaya yang dilakukan untuk dapat hidup sehat dan terhindar dari penyakit. Dalam mewujudkan tujuan nasional bangsa Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia, mewujudkan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, maka Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat sebagai salah satu tempat untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada masyarakat, sesuai dengan fungsi puskesmas sebagai pengemban, pembinaan, dan pelayanan kesehatan yang sekaligus merupakan pos operasi terdepan dalam pembangunan kesehatan masyarakat. Pada tahun 2004 penyakit Demam Berdarah Dengue DBD sudah mengancam masyarakat. Penyakit DBD belakangan ini semakin marak di kota Medan. Penyakit “maut” yang disebarkan melalui sengatan nyamuk Aedes Aegypti itu sudah menyerang 213 penderita dan merenggut 7 nyawa warga kota. Dinas Kesehatan Pemko Medan, 2004. Penderita DBD di Indonesia setiap tahun meningkat, di tahun 2005 meningkat lebih dari dua kali dibandingkan tahun sebelumnya, yakni berjumlah 12.482 jiwa. Pada tahun 2005 penyakit DBD sudah menjadi masalah yang endemis pada 122 Universitas Sumatera Utara 13 daerah Tingkat 11605 daerah Kecamatan, dan 1800 desakelurahan di Indonesia. Sedangkan ramalan jumlah penderita DBD pada anak-anak umur 5-14 tahun untuk tahun 2006-2010 juga meningkat, terutama juga bulan Nopember dan Desember. http:www.RSU Dr. Pirngadi Medan_ Analisa Kecenderungan Penderita Demam Berdarah Dengue Tahun 2001-2005 untuk Peramalan Tahun 2006-2010. Binatangnya memang semakin lama makin kecil, dari sapi gila muncul flu burung dan terakhir mewabah nyamuk demam berdarah. Dalam hal ini diperlukan kekompakan masyarakat untuk keluar dari masalah wabah. Di Indonesia sejak dilaporkannya kasus DBD pada tahun 1968, terjadi kecenderungan peningkatan insidens. Sejak tahun 1994, seluruh provinsi di Indonesia telah melaporkan kasus DBD dan daerah tingkat II yang melaporkan DBD juga meningkat. Namun angka kematian menurun tajam dari 41,3 1968 menjadi 3 1984 dan sejak tahun 1991 CFR Case Fertility Rate atau angka kematian stabil dibawah 3. Thomas Suroso, 1996:15 Sewaktu terjadi wabah, berbagai seterotype virus Dengue berhasil diisolasi. Virus Dengue tipe I, II, III, dan IV berhasil diisolasi dari penderita DBD di Indonesia. Virus Dengue tipe II dan tipe III secara bergantian merupakan seterotype virus yang dominan, namun virus Dengue tipe III sangat berkaitan dengan kasus DBD berat. Kesehatan lingkungan yang mungkin kurang memadai dan kemudian juga perubahan musim yang mungkin secara mendadak berubah-ubah. Kadang dingin kadang panas kemudian dingin lagi, panas lagi, hujan lagi. Musim hujannya tidak terus menerus hujan, tapi berubah-ubah. Kadang-kadang panas, kadang dingin. Universitas Sumatera Utara 14 Masalahnya terlebih dalam kasus DBD sebelum dokter tiba, keluarga dekat korban perlu menstabilkan si korban dan mempersiapkannya untuk perawatan intensif dari tenaga medis professional. Di setiap puskesmas kalau ada kasus demam berdarah sesegera mungkin melaporkannya kepada Dinas Kesehatan. DBD merupakan penyakit yang disebarluaskan oleh nyamuk Aedes Aegypti. Penyebab penyakit adalah semacam virus yang termasuk dalam self limiting diseases. Istilahnya ini maksudnya adalah penyakit akan sembuh dengan sendirinya tanpa diobati anti virus. Kendati begitu, efek yang ditimbulkan dalam perjalanan penyakitnya terkadang tidak dapat diatasi secara simptomatik dan suportif, dan bisa menimbulkan komplikasi yang fatal. Ada trauma psikologis di tengah masyarakat, DBD sulit dicegah karena hingga kini belum ditemukan obat atau vaksin pencegahnya. Selain itu, DBD ternyata tidak mengenal batas usia, batas wilayah serta status sosial di tengah masyarakat. Jadi, kita harus berkonsentrasi membasmi pembawa virus tersebut, yaitu nyamuk Aedes Aegypti. Dimana nyamuk Aedes Aegypti ternyata mempunyai kebiasaan-kebiasaan hidup yang unik. Untuk membantu program penanggulangan wabah DBD, diperlukan dukungan seluruh anggota keluarga untuk melapor ke puskesmas setempat puskesmas terdekat dari kemungkinan tempat digigit nyamuk Aedes Aegypti bila ada pasien yang terjangkit DBD. Berdasarkan laporan ini, akan dibuat pencatatan dan selanjutnya tenaga medis puskesmas akan datang ke tempat itu untuk melakukan penyemprotan. Universitas Sumatera Utara 15 Dalam hal ini, Pemko Medan Walikota Medan sudah jauh hari meniup “genderang perang” dengan penyakit yang sudah rutin setiap tahunnya menimpa warga kota. Pemko Medan menggulirkan rencana dalam usaha memberikan pelayanan publik, salah satunya dalam bidang kesehatan. Selain melaksanakan kegiatan Pemberantasan Sarang Nyamuk PSN Pemko Medan juga memberikan pengobatan gratis bagi penderita DBD yang berobat di rumah sakit, dengan persyaratan pasien itu penduduk kota Medan. Jika memang penyakit DBD ternyata lebih berbahaya dari pada SARS dan flu burung, dan kehadiran DBD yang sudah di anggap sebagai tamu rutin seharusnya penanganannya jadi agenda prioritas. Sama pentingnya dalam masalah penanggulangan banjir dan sektor pendidikan serta persoalan pembangunan lainnya. Untuk menindaklanjuti program Pemberantasan Sarang Nyamuk PSN atau perang terhadap DBD oleh Pemko Medan maka di setiap puskesmas yang ada di kota Medan, terutama daerah-daerah yang endemik seperti tahun-tahun yang lalu dilaksanakan kegiatan 3M. Kegiatan ini dilaksanakan oleh tenaga medis puskesmas yang berkoordinasi dengan pihak dari kecamatan dan kelurahan serta kepala lingkungan yang ada di kelurahan pada wilayah kerja puskesmas masing-masing. Menyimak aktifitas pemberantasan DBD dilakukan aparat sudah cukup memadai, termasuk upaya Pemberantasan Sarang Nyamuk melalui fogging massal dilaksanakan baik terhadap ribuan sekolah maupun pemukiman penduduk. Mengapa di era Millenium, ketika ilmu kedokteran dan penemuan beragam vaksin di dunia saat ini begitu pesat dan gencar dilakukan, ternyata penyakit yang sudah puluhan tahun mendera masyarakat kota Medan itu hingga detik ini belum juga bisa dicarikan obat Universitas Sumatera Utara 16 penawarnya. Sehingga penderita terutama dari kalangan anak-anak bawah lima tahun Balita terhindar dari maut. Sebagai masyarakat beragama, persoalan maut siapa pun tidak bisa menundanya karena sudah takdir dari Tuhan Yang Maha Esa, namun sebagai manusia kita pantas berusaha maksimal dengan berbagai cara antara lain mencari vaksin dan obat jitu baik untuk memberantas tuntas wabah DBD maupun mengenyahkan nyamuk Aedes Aegypti itu sampai akar-akarnya. Puskesmas merupakan ujung tombak dalam pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat disamping memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok. Terlebih dalam hal kasus penanggulangan DBD yang sedang melanda saat ini. Demikian juga dengan Puskesmas Pembantu Sidorejo Hilir Medan merupakan salah satu puskesmas yang terdapat di kota Medan yang melaksanakan berbagai upaya dan kegiatan dalam perang terhadap DBD. Upaya dan kegiatan itu dalam kenyataannya tidak berhasil sepenuhnya sesuai dengan apa yang diharapkan. Kenyataannya di lapangan upaya dan tindakan puskesmas terlambat, karena masyarakat sudah ada yang terkena Demam Berdarah Darah DBD. Apakah puskesmas terlambat dalam hal sosialisasi DBD dan melaksanakan Pemberantasan Sarang Nyamuk PSN atau warga yang kurang peduli dan kurang kesadaran akan keberhasilan lingkungan. Masyarakat terlebih dahulu memberitahukan kepada pihak puskesmas bahwa di daerahnya ada yang terkena DBD. Dari hasil laporan tersebut maka pihak Universitas Sumatera Utara 17 puskesmas melaksanakan fogging dan penyuluhan. Seharusnya puskesmas harus berperan aktif terjun ke masyarakat dan bukan hanya menantikan laporan dari masyarakat. Padahal semestinya jauh-jauh hari pemerintah telah menetapkan kasus DBD sebagai prioritas penanganan. Karena seperti yang kita ketahui bersama kehadiran DBD yang sudah dianggap tamu rutin bagi masyarakat kota ini, seharusnya penanganannya menjadi agenda prioritas. Dengan demikian, DBD tidak hanya diperangi saat penyakit maut itu sudah mengambil nyawa, tapi “perang” melawan nyamuk Aedes Aegypti itu dilaksanakan sebelum wabahnya datang. Antara lain melaksanakan kegiatan penyuluhan Demam Berdarah Dengue disekolah-sekolah dan kelurahan, gotong royong membersihkan selokanparit yang airnya tidakkurang mengalir, pemberian garam abate secara gratis kepada warga kota, fogging di rumah-rumah warga dan sekolah-sekolah dan bentuk Pemberantasan Sarang Nyamuk lebih awal.

1.2 Perumusan Masalah