8 Advocat yang diberi hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga bahwa
hadiah atau janji itu diberikan unntuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang diberikan berhubungan dengan perkara yang diberikan kepada pengadilan untuk
diadili Pasal 12 huruf d Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 9
Setiap pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima grafitasi yang diberikan berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau
tugasnya Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001
B. Tugas dan Kewenangan Pengadilan Negeri dalam Mengadili Tindak Pidana
Korupsi.
Sebagai suatu sistem dalam negara hukum, kinerja pengadilan sekarang ini berada pada titik nadir yang cukup mengkhawatirkan. Berbagai keluhan baik dari
masyarakat dan para pencari keadilan menunjukkan bahwa pengadilan seolah-olah sudah tidak dapat lagi menjadi media kontrol bagi lembaga tersebut untuk
kemudian melakukan berbagai perbaikan yang signifikan bagi terciptanya suatu sistem pengadilan yang ideal dan sesuai dengan harapan masyarakat.
Secara teori, pelaksanaan peradilan harus dilaksanakan dengan asas sederhana, cepat, dan berbiaya ringan. Tujuannya dalah untuk menciptakan
peradilan yang bersih, transparan, dan mengedepankan nilai-nilai keadilan.Hanya saja secara praktik, hal tersebut sangat sulit untuk diterapkan oleh lembaga dan
aparat pengadilan saat ini. Banyak laporan yang menyebutkan bahwa pengadilan yang seharusnya menjadi benteng terakhir bagi pencari keadilan untuk
mendapatkan keadilan, ternyata tidak berdaya melawan ketidakadilan. Dalam hal
Universitas Sumatera Utara
ini kriteria buruknya pelayanan lembaga peradilan dapat dilihat dan diukur dari lambatnya proses penyelidikan dan penyidikan terhadap suatu kasus. Padahal
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana KUHAP telah mengatur tentang kewenangan-kewenangan
Pengadilan Negeri yang terkait dengan proses penyidikan dan penuntutan. Kewenangan tersebut antara lain adalah kewenangan untuk mengalihkan jenis
tahanan Pasal 23 , kewenangan untuk mengeluarkan surat perintah tahanan Pasal 26 ,dan kewenangan untuk mengeluarkan izin kepada penyidik melakukan
penggeledahan serta penyitaan bagi keperluan penyidikan Pasal 33 dan Pasal 38 . Kewenangan-kewenangan tersebut seharusnya dapat untuk mempercepat jalannya
proses perkara secara keseluruhan. Selain itu, buruknya kinerja pengadilan ini juga dapat dilihat dari banyaknya persyaratan administratif yang harus ditempuh saat
pendaftaran perkara di pengadilan, banyaknya pungutan diluar biaya tak resmi sampai pada prosedur penetapan putusan pengadilan yang dianggap tidak
transparan oleh publik serta pelaksanaan eksekusi yang penuh dengan permasalahan.
Kondisi diatas menyebabkan rasa hormat dan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan semakin menipis dari hari ke hari. Sedangkan di sisi
lain, ada tuduhan bahwa lembaga peradilan dan kekuasaan kehakiman pada umumnya sudah tidak independen dan tiddak mandiri dalam menjalankan kinerja
Universitas Sumatera Utara
serta mengeluarkan putusan-putusannya, terutama antara lain dalam kasus-kasus yang melibatkan penguasa seperti korupsi dan pembalakan hutan.
21
1. Kepolisian, dengan tugas utama :
Dalam suatu penyelesaian tindak pidana korupsi yang tidak melalui jalur Komisi Pemberantasan Korupsi dan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, terdapat
beberapa lembaga penegakan hukum yang terlibat, yaitu :
a. Menerima laporan dan pengaduan dari publik manakala terjadi tindak
pidana ; b.
Melakukan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana ; c.
Melakukan penyaringan terhadap kasus-kasus yang memenuhi syarat untuk diajukan ke kejaksaan;
d. Melaporkan hasil penyidikan kepada kejaksaan;
e. Melindungi para pihak yang terlibat dalam proses peradilan pidana.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, dalam pasal 14 huruf g ditegaskan “ Kepolisian
Negara Republik Indonesia bertugas melakukan penyelidikan, penyidikan, terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan
peraturan perundang-undangan lainnya.”
22
21
BPHN departemen hukum dan hak asasi manusia RI,analisis dan evaluasi hukum penuntutan dan pemeriksaan tindak pidana korupsi,
Jakarta : BPHN, 2008 Hal. 19
22
Evi hartanti, Op. Cit, Hal. 39
Universitas Sumatera Utara
Wewenang kepolisian dalam proses pidana Pasal 16 adalah :
Huruf a :Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan
penyitaan;
Huruf b :Melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat
kejadian perkara untuk kegiatan penyidikan;
Huruf c :Membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam
rangka penyidikan;
Huruf d :Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta
memeriksa tanda pengenal diri;
Huruf e :Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
Huruf f :Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai
tersangka atau saksi;
Huruf g :Mendatangkan orang yang ahli yang diperlukan dengan
hubungannya dengan pemeriksaan perkara;
Huruf h :Mengadakan pengengtian;
Huruf i :Menyerahkan berkas perkara kepada Penuntut Umum;
Huruf j :Mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat
imigrasi yang berwenang di tempat pemeriksaan imigrasi dalam
Universitas Sumatera Utara
keadaan mendesak atau mendadak untuk mencegah atau menangkal orang yang disangka untuk melakukan tindak pidana;
Huruf k :Memberi petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik
PNS serta menerima hasil penyidikan PNS untuk diserahkan kepada Penuntut Umum;
Huruf l :Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang
bertanggungjawab.
2. Kejaksaan, dengan tugas pokok :
a. Menyaring kasus-kasus yang layak di ajukan ke pengadilan;
b. Mempersiapkan berkas penuntutan;
c. Melakukan penuntutan;
d. Melaksanakan putusan pengadilan.
23
Pada pasal 1 butir 1 Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia ditentukan bahwa Jaksa adalah pejabat yang
fungsional yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksana putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum serta wewenang lain berdasarkan undang-undang.Kejaksaan Republik Indonesia sebagai lembaga negara pemerintahan yang melaksanakan
kekuasaan negara dibidang penuntutan harus bebas dari pengaruh kekuasaan pihak manapun, yakni dilaksanakan secara merdeka terlepas dari pengaruh
23
BPHN, Ibid ,Hal. 21
Universitas Sumatera Utara
kekuasaan pemerintah dan pengaruh kekuasaan lainnya. Kejaksaan sebagai salah satu lembaga penegak hukum dituntut lebih berperan dalam penegakan supremasi
hukum,perlindungan kepentingan umum, penegakan hak asasi manusia, serta pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa wewenang jaksa adalah bertindak sebagai penuntut umum dan sebagai eksekutor. Sementara tugas penyidikan
ditangan Polri, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 butir 1 KUHAP yang menyatakan “ Penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau
pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang- undang untuk melakukan penyidikan”. Dan diatur lebih lanjut pada pasal 6
KUHAP adapun yang dimaksud dengan penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk
mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti ini membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya Pasal 1 butir 2
KUHAP .
Pasal 91 ayat 1 KUHAP mengatur tentang kewenangan jaksa Penuntut Umum untuk mengambil alih berita acara pemeriksaan.Jika tidak ada
kewenangan untuk melakukan penyidikan maka berita acara pemeriksaan itu, diambil alih dan dapat ditaksirkan tidak sah.
Sesuai ketentuan pasal 284 ayat 2 KUHAP yang menyatakan :
“Dalam waktu dua tahun setelah undang-undang ini diundangkan, maka terhadap semua perkara diberlakukan ketentuan undang-undang ini, dengan
Universitas Sumatera Utara
pengecualian untuk sementara mengenai ketentuan khusus acara pidana sebagaimana tersebut pada undang-undang tertentu, sampai ada perubahan dan
atau dinyatakan tidak berlaku lagi.”
Dengan berlakunya KUHAP, dimana ditetapkan bahwa tugas-tugas penyidikan diserahkan sepenuhnya kepada pejabat penyidik sebagaimana diatur
dalam pasal 6 KUHAP, maka kejaksaan tidak lagi berwenang untuk melakukan penyidikan terhadap perkara-perkara tindak pidana umum. Namun demikian,
sesuai dengan ketentuan Pasal 284 ayat 2 KUHAP jo. Pasal 17 peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983, jaksa masih berwenang untuk melakukan
penyidikan terhadap tindak pidana tertentu Tindak Pidana Khusus .
3. Pengadilan, dengan kewajiban untuk :
a. Menegakkan hukum dan keadilan;
b. Melindungi hak-hak terdakwa, saksi dan korban dalam proses peradilan;
c. Melakukan pemeriksaan kasus secara efisien dan efektif;
d. Memberikan putusan yang adil dan berdasarkan hukum;
e. Menyiapkan arena publik untuk persidangan sehingga publik dapat
berpartisipasi dan melakukan penilaian terhadap proses peradilan 4.
Lembaga Pemasyarakatan, dengan tugas untuk : a.
Menjalankan putusan pengadilan yang merupakan pemenjaraan; b.
Memastikan terlindunginya hak-hak narapidana; c.
Menjaga agar kondisi LP memadai untuk penjalanan pidana; d.
Melakukan upaya-upaya memperbaiki narapidana; e.
Mempersiapkan narapidana untuk kembali ke masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
Berkaitan dengan proses pemeriksaan atas perkara Tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Pengadilan Negeri, berdasarkan KUHAP sebenarnya tidak
terdapat perbedaan dengan proses pemeriksaan atas perkara pidana lainnya diluar korupsi yang dilakukan oleh Pengadilan Negeri, adalah :
24
1. Apabila terhadap suatu perkara pidana telah dilakukan penuntutan, maka
perkara tersebut diajukan ke pengadilan. Tindak pidana tersebut untuk selanjutnya diperiksa, diadili, dan diputus oleh majelis hakim Pengadilan
Negeri yang berjumlah ganjil dengan minimal 3 orang. 2.
Pada saat majelis hakim telah ditetapkan, selanjutnya ditetapkan hari sidang. Pemberitahuan hari sidang disampaikan oleh penuntut umum kepada terdakwa
di alamat tempat tinggalnya atau disampaikan ditempat kediaman terakhir apabila tempat tinggalnya tidak diketahui. Dalam hal ini surat panggilan
memuat tanggal, hari serta jam dan untuk perkara apa dia dipanggil. Surat panggilan termaksud disampaikan selambat-lambatnya tiga hari sebelum
sidang dimulai. Surat panggilan kepada terdakwa tersebut dilakukan dengan adanya surat tanda penerimaan. Hal ini penting untuk menentukan apakah
terdakwa telah dipanggil secara sah atau tidak. 3.
Dalam hal terdakwa telah dipanggil secara sah tetapi tidak hadir disidang tampa alasan yang sah, maka pemeriksaan tersebut dapat dilangsungkan dan
hakin ketua sidang memerintahkan agar terdakwa dipanggil sekali lagi. Dalam hal terdakwa lebih dari seorang dan tidak semua hadir dalam persidangan,
24
Darwan Prinst, Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Bandung : PT. Citra Aditya
Bakti, 2002 Hal. 66
Universitas Sumatera Utara
maka pemeriksaan terhadap terdakwa yang hadir dapat dilangsungkan. Hakim ketua sidang dapat memerintahkan agar terdakwa dihadirkan secara paksa,
dalam hal telah dua kali dipanggil secara sah akan tetapi tidak hadir. 4.
Terdakwa atau penasihat hukum dapat mengajukan kebertan bahwa pengadilan tidak berwenang mengadili perkaranya atau dakwaan tidak dapat
diterima atau surat dakwaan harus dibatalkan, kemudian setelah diberi kesempatan kepada penuntut umum untuk menyatakan pendapatnya, maka
hakim mempertimbangkan keberatan tersebut untuk selanjutnya mengambil keputusan. Dalam hal keberatan diterima maka perkara tidak diperiksa lebih
lanjut. Namun apabila keberatan tidak dapat diterima atau hakim berpendapat hal tersebut dapat diputus setelah selesai pemeriksaan, maka sidang
dilanjutkan. 5.
Terhadap keputusan tersebut dapat diajukan perlawanan kepada pengadilan tinggi melalui pengadilan negeri. Dalam hal perlawanan diterima oleh
pengadilan tinggi maka dalam waktu 14 empat belas hari, dalam surat penetapannya harus tertulis adanya pembatalan putusan pengadilan negeri
tersrbut dan memerintahkan agar pengadilan negeri yang berwenang untuk melakukan pemeriksaan perkara tersebut.
Namun setelah keluarnya Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi yang telah dilakukan perubahan oleh
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, terdapat beberapa perbedaan yang harus
Universitas Sumatera Utara
dilakukan oleh Pengadilan Negeri apabila akan melakukan pemeriksaan atas suatu tindak pidana korupsi, yaitu :
25
a. Terdapat perluasan mengenai sumber perolehan alat bukti yang sah yang
berupa petunjuk, yang mana dalam Undang-Undang tersebut dirumuskan bahwa mengenai petunjuk selain diperoleh dari keterangan saksi, surat dan
keterangan terdakwa, juga diperoleh dari alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirim, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat
optik atau yang serupa dengan itu tetapi tidak terbatas pada data penghubung elektronik, surat elektronik, telekgram, teleks dan faksimile.
b. Terdapat ketentuan pembuktian terbalik yang bersifat terbatas, yakni
terdakwa mempunyai hak untuk membuktikan bahwa ia tidak melakukan tindak pidana korupsi.
c. Terdapat ketentuan pidana baru tentang grafitifikasi dan terhadap tuntutan
perampasan harta benda terdakwa yang diduga berasal dari salah satu tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam undang-undang tersebut.
d. Terdapat pula ketentuan bahwa tindak pidana korupsi dirumuskan secara tegas
sebagai tindak pidana formil.
Yang mana semua hal tersebut jelas berbeda dengan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang mempunyai sistem pembuktian
berdasarkan undang-undang yang negatif Negatif wettelijk
26
25
Darwan Prinst, Ibid, Hal. 70
26
Ibid, Hal 24
. Hal ini dapat
Universitas Sumatera Utara
disimpulkan dari pasal 183 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang menyatakan bahwa hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang
kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia peroleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah
yang bersalah melakukannya. Selain itu alat bukti yang sah yang disebutkan dalam pasal 184 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, terdiri dari :
1. Keterangan saksi;
2. Keterangan Ahli;
3. Surat;
4. Petunjuk;dan
5. Keterangan Terdakwa.
C. Latar Belakang dan Dasar Hukum Dijadikannya Pengadilan Tindak Pidana