disimpulkan dari pasal 183 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang menyatakan bahwa hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang
kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia peroleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah
yang bersalah melakukannya. Selain itu alat bukti yang sah yang disebutkan dalam pasal 184 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, terdiri dari :
1. Keterangan saksi;
2. Keterangan Ahli;
3. Surat;
4. Petunjuk;dan
5. Keterangan Terdakwa.
C. Latar Belakang dan Dasar Hukum Dijadikannya Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi sebagai Lembaga yang Berwenang Dalam Mengadili Tindak Pidana Korupsi.
Berdasarkan Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2009 Tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pasal 2 menyatakan bahwa :
“ Pengadilan Tindak Pidana Korupsi adalah merupakan Pengadilan Khusus yang berada dilingkungan Peradilan Umum”
27
Dimana Pengadilan Tindak Pidana Korupsi ini berkedudukan disetiap ibukota kabupatenkota yang daerah hukumnya meliputi daerah hukum pengadilan negeri
27
Indonesia, Undang-Undang Tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, UU Nomor
46 Tahun 2009, Jakarta: CV Karya Gemilang , 2010.
Universitas Sumatera Utara
yang bersangkutan. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi merupakan satu-satunya pengadilan yang berwenang memeriksa, mengadili dan memutus perkara tindak
pidana korupsi.
Maka berdasarkan Pasal 25 Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dikatakan bahwa pemeriksaan disidang
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dilakukan berdasarkan hukum acara pidana yang berlaku, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang. Dalam memeriksa, mengadili,
dan memutus perkara tindak pidana korupsi dilakukan dengan majelis hakim berjumlah ganjil sekurang-kurangnya 3 tiga orang hakim dan sebanyak-
banyaknya 5 lima orang hakim, terdiri dari hakim Karier dan hakin ad hoc.
Inisiatif pemberantasan korupsi menggunakan komisi independen di Indonesia bukanlah hal yang baru, sejak awal pemerintahan presiden Soeharto sudah
membentuk beberapa komisi anti korupsi, diantaranya pada Tahun 1967, soeharto membentuk Tim Pemberantasan Korupsi yang berada dibawah Kejaksaan Agung
dan Pada Tahun 1970 pemerintah juga membentuk Komisi Empat dimana komisi ini bertugas untuk menemukan penyimpangan di Pertamina, bulog, dan penebangan
hutan.
28
Sejarah pembentukan lembaga negara yang bertugas untuk memberantantas korupsi ternyata dalam pelaksanaanya menuai kegagalan. Hingga akhirnya pada
akhir Tahun 2002 tepatnya pada tanggal 27 Desember 2002 dibentuklah Komisi
28
Teten Masduki dan Danang Widoyoko,” Menunggu gebrakan KPK,”Jentera edisi 8
Tahun III maret 2005 , Hal 42
Universitas Sumatera Utara
Pemberantasan Korupsi untuk mengatasi kemacetan dan penanganan tindak pidana korupsi berdasarkan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Korupsi KPK .
29
1. hukum acara pidana yang termuat dalam Undang-Undang No.8 Tahun
1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana KUHAP ; dan
Berdasarkan pasal 53 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus perkara
tindak pidana korupsi yang penuntutannya diajukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, sehingga dengan demikian Pengadilan Tindak Pidana Korupsi tidak
berwenang mengadili perkara tindak pidana korupsi yang diajukan penuntut umum kepada kejaksaan baik Kejaksaan Negeri, Kejaksaan Tinggi, maupun Kejaksaan
Agung.
Berdasarkan Pasal 56, Pasal 58, Pasal 59, dan Pasal 60 Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, hukum acara yang
dijadikan Dasar pemeriksaan dalam Persidangan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi adalah didasarkan pada ketentuan :
2. hukum acara pidana yang juga terdapat dalam Undang-Undang No.31
Tahun 1999 sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang
29
Undang-undang ini disahkan di Jakarta pada tanggal 27 Desember 2002 oleh presiden Megawati Soekarno Putri, dan diundangkan melalui Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2002 No.137
Universitas Sumatera Utara
No.20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Sebagaiman yang ditentukan dalam Pasal 62 Undang-undang Nomor 30
Tahun 2002.
Tenggang waktu Pemeriksaan terdakwa dipengadilan Tindak Pidana Korupsi dibatasi, yaitu :
a. untuk tingkat pertama, dibatasi paling lama 120 seratus dua puluh hari
kerja terhitung sejak perkara dilimpahkan oleh jaksa penuntut umum dari komisi pemberantasan korupsi ke pengadilan Tindak Pidana Korupsi;
b. untuk tingkat banding, dibatasi paling lama 60 enam puluh hari kerja
terhitung sejak terdakwa atau penuntut umum menyatakan banding dengan akte banding; dan
c. untuk tingkat kasasi, dibatasi paling lama 120 seratus dua puluh hari kerja
terhitung sejak terdakwa atau penuntut umum menyatakan kasasi dengan akte kasasi.
30
Maka dengan berlakunya undang-undang ini, maka Pasal 10 sampai dengan Pasal 19 Undang-Undang Nomor. 28 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih
dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme dinyatakan tidak berlaku lagi.
D. Tugas dan Kewenangan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dalam Mengadili Tindak Pidana Korupsi.