Anak-anak Dalam Film Kartun di Indonesia

Anak-anak sebagai objek televisi adalah anak-anak yang dipandang sebagai objek tontonan. Hal ini dimaksudkan agar pemodal mendapat keuntungan lebih banyak. Melalui tayangan-tayangan reality show, anak-anak berubah menjadi gambaran orang-orang dewasa bahkan dipaksa untuk menjadi dewasa mulai dari cara berperilaku, berpakaian hingga bersikap layaknya orang dewasa sebagai tuntutan dalam dunia entertainment. Melalui tayangan sinetron, anak-anak hanya dipakai sebagai ‘penghias’ untuk memperkuat artis protagonis dan antagonis, kalau pun ada tayangan sinetron yang dibintangi oleh anak-anak maka hal itu tak jauh dari dunia kekerasan seperti penindasan terhadap anak-anak lainnya. Bahkan untuk tayangan acara kuis tebak lagu untuk anak-anak, lagu yang diangkat adalah lagu yang ditujukan kepada orang dewasa. Kalau kita lihat pun ke dalam dunia musik Indonesia, lagu untuk anak-anak tidak ada dalam program acara televisi, yang ada hanya penayangan lagu-lagu untuk orang dewasa.

IV.9 Anak-anak Dalam Film Kartun di Indonesia

Indonesia memang belum memproduksi film kartun sendiri, saat ini film-film kartun yang tayang di program acara televisi swasta Indonesia berasal dari luar negeri. Sehingga seharusnya seluruh tayangan film kartun yang akan tayang di Indonesia harus melalui badan sensor terlebih dahulu. Namun karena kurangnya perhatian terhadap dunia kembang anak-anak sehingga tayangan film kartun tersebut semuanya dianggap bermanfaat bagi dunia anak-anak padahal belum tentu semuanya bermanfaat. Anak-anak sangat menyukai dunia film kartun karena tokoh dalam film kartun dapat dibuat menjadi ajaib, dapat terbang, menghilang, menjadi besar, menjadi kecil secara tiba-tiba, dan lain-lain. Inilah yang membuat anak-anak lebih memilih film kartun dibandingkan jenis film yang lain. Karena film kartun menawarkan hiburan serta hal-hal yang ajaib yang tidak pernah disaksikan oleh anak-anak dalam kehidupan nyata. Bukan hanya anak-anak saja yang tertarik dengan film kartun, orang dewasa pun tertarik dengan film kartun. Hal inilah yang juga memicu pihak media untuk melirik pangsa pasar film kartun bagi kalangan orang dewasa, sehingga timbullah persaingan antar stasiun televisi swasta dalam menayangkan film kartun. Pihak media pun tidak ingin kehilangan pemirsa setia-nya, sehingga praktisi media mulai memasukkan unsur pornomedia kedalam film-film kartun tersebut. Jika dunia orang dewasa identik dengan kekerasan maka dunia film kartun pun mengangkat hal yang sama, seperti yang ditayangkan film kartun Tom Jerry Kids, kedua binatang ini selalu terlihat bermusuhan dan tidak pernah akur bahkan selalu bertentangan. Mereka selalu diperlihatkan saling menyakiti satu sama lain, bahkan diperlihatkan dengan adegan pemukulan dengan menggunakan alat-alat berat oleh masing-masing tokoh kartun. Dunia orang dewasa juga identik dengan dunia percintaan, hal ini bisa kita saksikan dalam film kartun Popeye yang memperlihatkan adegan mesra Popeye dan kekasihnya Olive serta Brutus yang selalu ingin mencuri perhatian Olive bahkan ingin menjadikan Olive kekasihnya dengan menunjukkan kekayaan yang dia miliki jauh dari harta yang dimiliki oleh Popeye. Adegan Brutus yang selalu menghalalkan berbagai cara untuk mendapatkan Olive pun sangat memprihatinkan, Brutus sering memperlihatkan menyakiti Popeye sehingga Popeye pun balas menyakiti Brutus. Brutus juga diperlihatkan sering berusaha untuk merangkul, mencium Olive secara paksa dan hal ini juga ditonton oleh anak-anak Indonesia. Kisah persahabatan dalam dunia anak-anak pun ikut di angkat sebagai respon positif dari film kartun seperti kisah kartun Simba sang raja hutan yang selalu melindungi binatang hutan lainnya dari musuh mereka serigala. Kisah Dora The Explorer dan Diego sepupunya Dora yang memperlihatkan bahwa mereka adalah anak-anak yang peduli terhadap lingkungan Universitas Sumatera Utara serta selalu melindungi binatang-binatang dari para pemburu serta selalu menolong binatang tersebut ketika tersesat dalam hutan belantara dan mengembalikan ke habitatnya. Yang disayangkan dalam film ini adalah bahwa durasi film-film kartun yang mengangkat hal-hal positif untuk anak-anak sangat kecil dibandingkan film-film kartun yang lainnya Adegan pornomedia itu sendiri yang identik dengan dunia orang dewasa turut ‘meramaikan’ film-film kartun yang ditonton oleh anak-anak ini. Adegan dalam film kartun Droopy yang memperlihatkan tokoh wanita dewasa Miss Vavoom yang selalu memakai pakaian yang menunjukkan penonjolan bentuk tubuh bahkan memperlihatkan adegan ciuman antara Miss Vavoom dengan Droopy tokoh utama film kartun ini, dan yang mengejutkannya adalah bahwa Miss Vavoom ini lah yang mencium Droopy bukan sebaliknya. Hal umum yang kita ketahui adalah bahwa laki-laki lah yang seharusnya mencium wanita pertama kali, dalam tayangan Droopy, diperlihatkan adegan yang sebaliknya. Bahkan Miss Vavoom ini dalam sebuah adegan film kartun Droopy mencium Droopy di depan khalayak umum. Dari keseluruhan adegan film kartun yang ditampilkan ini, satu hal yang timbul adalah bahwa korban dari pornomedia itu sendiri adalah khalayak umum bukan lagi perorangan atau pun antar jenis kelamin, namun pornomedia itu sendiri telah diperlihatkan didepan khalayak masyarakatumum. Bahkan untuk pelaku pornomedia tersebut bukan lagi orang dewasa melainkan anak-anak usia remaja. Anak-anak yang selalu digambarkan sebagai pihak yang lemah dalam susunan masyarakat bahkan identik sebagai korban pornomedia berubah menjadi sosok pelaku pornomedia itu sendiri. Dan untuk pelaku pernomedia yang umumnya identik dengan dunia laki-laki, dalam penelitian di ANTV, pelaku pornomedia tersebut dilakukan oleh wanita dewasa. Sosok wanita yang kita kenal sebagai sosok yang lemah, yang juga selalu menjadi korban kekerasan bahkan korban pornomedia karena selalu dilecehkan kini menjadi sosok yang melakukan pornomedia itu sendiri dalam film-film kartun yang tayang di program acara stasiun televisi di Indonesia. Dan film-film kartun ini disaksikan oleh anak-anak karena film kartun dianggap sangat menarik, ini hanya berlaku bagi film kartun yang ditayangkan oleh stasiun televisi swasta Indonesia, bagaimana pula dengan keluarga yang mengkonsumsi parabola atau berlangganan televisi luar negeri. Barang tentu mereka juga pasti mengkonsumsi film-film kartun luar negeri yang lebih banyak dari pada yang tayang di Indonesia.

IV.10. Kelemahan Penelitian

Dokumen yang terkait

MUATAN KEKERASAN DALAM FILM KARTUN(Analisis Isi pada Film Kartun "Tom & Jerry" Seri 4 Karya Hanna Barbera)

1 5 3

Frekuensi Kemunculan Adegan Kekerasan Dalam Film Kartun (Studi Analisis Isi pada Serial Kartun Naruto Karya Masashi Kishimoto)

0 4 2

BENTUK KEKERASAN PADA FILM KARTUN DI TELEVISI ( ANALISIS ISI PADA SERIAL KARTUN DORAEMON )

4 95 19

MUATAN PROSOSIAL DALAM FILM KARTUN ( Analisis Isi Pada Film Kartun “Tom and Jerry Meet Sherlock Holmes” )

2 17 51

Analisis Isi Pesan Edukasi Dalam Tayangan Kartun Animasi Adit Sopo Jarwo di MNC TV

11 88 109

ANALISIS ISI KEKERASAN DALAM FILM KARTUN NARUTO

0 2 235

KEKERASAN DAN PORNOMEDIA DALAM KOMEDI PESBUKERS (ANALISIS ISI KEKERASAN DAN PORNOMEDIA DALAM Kekerasan dan Pornomedia dalam Komedi Pesbukers (Analisis Isi Kekerasan dan Pornomedia dalam Tayangan Televisi Pada Program Acara Komedi Pesbukers di ANTV Period

0 1 22

PENDAHULUAN Kekerasan dan Pornomedia dalam Komedi Pesbukers (Analisis Isi Kekerasan dan Pornomedia dalam Tayangan Televisi Pada Program Acara Komedi Pesbukers di ANTV Periode Bulan Juni 2012).

0 6 58

DAFTAR PUSTAKA Kekerasan dan Pornomedia dalam Komedi Pesbukers (Analisis Isi Kekerasan dan Pornomedia dalam Tayangan Televisi Pada Program Acara Komedi Pesbukers di ANTV Periode Bulan Juni 2012).

0 1 5

KEKERASAN DAN PORNOMEDIA DALAM KOMEDI PESBUKERS (Analisis Isi Kekerasan dan Pornomedia dalam Tayangan Televisi pada Kekerasan dan Pornomedia dalam Komedi Pesbukers (Analisis Isi Kekerasan dan Pornomedia dalam Tayangan Televisi Pada Program Acara Komedi

2 7 14